BAB 19. IMUNITAS Pada sudut pandang mikroba, tubuh manusia merupakan tempat sempurna untuk hidup. Oleh karena itu, tubuh manusia merupakan tempat hidup berbagai mikroba. Semula asosiasi mikroba dan jaringan inang baik adanya, tetapi jika terdapat luka pada jaringan, maka mikroba dapat tersebar ke seluruh jaringan dan organ inang, sehinga mikroba semula baik berubah menjadi merugikan manusia. Untuk dapat menahan penyebaran mikroba, maka organisme tingkat tinggi seperti manusia dan hewan mengembangkan sistem imun. PENGANTAR SISTEM IMUN Identifikasi Bagian penting pada sistem imun adalah mampu mebedakan antara benda diri sendiri dan benda asing. Jika sistem imun gagal menjalankan fungsi ini, maka kejadian buruk menimpa inang, termasuk penyakit autoimun bahkan kematian. Pada tingkat individu sangat mudah membedakan antara hewan/manusia dengan mikorba. Namun pada tingkat molekuler perbedaan itu tidak tampak jelas. Manusia dan mikroba terdiri atas pondasi protein, gula, lemak, dan asam nukleotida. Oleh karena itu inang harus mampu membedakan makromolekul-makromolekul mana yang berasal dari mikroba asing. Sistem imun manusia terdiri atas populasi sel-sel limfosit yang secara kolektif mampu merespons dan membedakan makromolekul-makromolekul yang berasal dari diri sendiri maupun dari patogen. Antigen Antigen adalah molekul yang dapat menimbulkan respons imun di dalam inang dengan berinteraksi dengan reseptor spesifik antigen pada membran limfosit inang. Protein merupakan antigen terkuat, diikuti gula, lipopolisakarida, lipid, dan DNA. Struktur protein tampaknya merupakan karakteristik utama setiap organisme. Lipid dan DNA merupakan struktur universal pada sistem hidup. Oleh karena itu sistem imun terfokus pada protein sebagai kunci identifikasi makromolekul asing. Sel T dan sel B mengenali makromolekul ini sebagai benda asing atau tidak, sehingga dapat merespons dengan benar. Sel B dan Sel T Bagaimana limfosit mengenali antigen? Dengan mengunakan antibodi dan reseptor sel T. Antibodi adalah kelompok protein yang dihasilkan sel B (disebut juga limfosit B). Masing-masing sel dari populasi sel B hanya mampu mengenali 1 antigen saja. Tubuh manusia mampu membuat jutaan antibodi berbeda dan dapat mengenal berbagai molekul asing. Sel B mengunakan antibodi terikat membran yang berperan sebagai reseptor antigen. Ketika reseptor antibodi ini mengenali antigennya, maka sel B akan mengikatnya dan memicu sintesis antibodi. Sel pengenal antigen lainnya adalah sel T. Sel T mengenali antigen melalui reseptornya. Reseptor sel T memiliki berbagai fitur mirip antibodi dan mengikat antigen. Ketika sel T mengenali antigen, maka sistem imun lainnya menyerang sumber antigen. Sel T juga merupakan bagian dari sistem imun yang menghancurkan sel kanker dan sel terinfeksi virus Kerentanan (Susceptibility) Kerentanan Antarspecies Kemampuan mikroba patogen menyebabkan penyakir tergantung tidak hanya faktor virulensi, tetapi juga tergantung latar belakang genetik dan kesehatan inang. Sebagai contoh manusia merupakan inang satu-satunya agen sifilis, gonorrhea, cacar air (measles) dan poliomiletis. Sebaliknya manusia tahan terhadap infeksi virus canine distemper dan virus feline leukimia. Perbedaan resistensi ini tergantung beberapa faktor, seperti ketiadaan reseptor antigen, ketidaksesuaian suhu inang dengan suhu pertumbuhan mikroba patogen (Mycobacterium tuberculosis tidak menginfeksi katak karena mikroba ini tidak dapat tumbuh di bawah suhu 37C), ketiadaan faktor pertumbuhan bakteri patogen dari inang, dan ketiadaan reseptor toksin mikroba patogen. Kerentanan Intraspecies Individu dalam satu species dapat menghasilkan perbedaan kerentanan terhadap mikroba patogen. Umur individu dapat memberikan efek berbeda terhadap infeksi mikroba patogen. Orang berumur sangat muda dan sangat tua lebih rentan terhadap infeksi berbagai mikroba patogen. Stres akibat perubahan lingkungan, shock, kelelahan fisik dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan. Penyakit kronis dan perlakuan penyakit tersebut dapat menghasilkan kerentanan dan resistensi berbeda terhadap infeksi mikroba patogen. Diet tidak terkontrol dapat menurunkan sistem imun. Perbedaan jenis kelamin dapat membedakan tingkat kerentanan terhadap penyakit. Pada beberapa kasus, suatu mikroba patogen dapat menginfeksi orang dengan jenis kelamin tertentu, tetapi tidak dapat menginfeksi pada orang dengan jenis kelamin lainnya. Contoh infeksi saluran urin (UTI) lebih menyerang wanita dan tidak dapat menyerang pria. Hal ini karena panjang saluran uretra pria 18 cm, sedangkan wanita 4 cm, sehingga mikroba patogen lebih mudah mencapai kantong kemih pada wanita daripada pria. Kemiripan anatomi dan kedekatan jarak uretra dan anus pada wanita, sehingga mikroba saluran pencernaan dengan mudah masuk ke dalam saluran urin. Perbedaan latar belakang genetik antarindividu dapat membedakan kerentanan. Sebagai contoh orang Eskimo, Suku asli Amerika, dan Asia lebih rentan terhadap tuberculosis daripada orang Caucasia. Individu dengan sickle sick anemia resisten terhadap infeksi protozoa malaria. STRUKTUR SISTEM IMUN Sistem Imun terdiri atas kompleks jaringan dan organ yang bekerja bersama untuk mencegah infeksi. Berbagai jaringan dan organ dalam tubuh berkontribusi terhadap fungsi sistem imum, yaitu sistem sirkulasi, sumsum tulang, limfa, thymus, sistem limfatik, dan jaringan limfoid terasosiasi mukosa (MALT). Bersama-sama mereka bertanggungjawab terhadap kreasi, transportasi dam operasi imunitas mammalia. Jaringan pada sistem imun ini dikatagorikan menjadi 2 kelompok berdasarkan perannya dalam pertahanan inang, yaitu jaringan primer (sentral) dan jaringan sekunder (periferal). Jaringan primer adalah jaringan yang mencetak dan mengembangkan sel-sel sistem imun (sumsum tulang dan thymus), sedangkan jaringan sekunder adalah jaringan dewasa sel-sel sistem imun. Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi bertanggung jawab terhadap transportasi darah ke seluruh tubuh. Darah terdiri atas komponen seluler dan nonseluler. Komponen seluler adalah sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (neutrofil, monosit, limfosit T dan limfosit B). Komponen nonseluler adalah plasma yang terdiri atas protein fibrinogen. Fibrinogen dan platelet berpartisipasi dalam rangkaian reaksi yang menghasilkan pembekuan darah. Pembekuan darah sangat penting dalam menghentikan pendarahan dan menghambat invasi mikroba patogen dengan menjebak di dalamnya. Jika darah dibiarkan membeku akan menyisakan bagian cair yang disebut serum. Komponen utama serum adalah imunoglobulin (antibodi), beberapa protein dalam sistem komplemen. Sumsum Tulang Sumsum tulang merupakan sumber berbagai sel-sel imun dan darah. Pada hewan dewasa semua sel imun berasal dari sel induk (stem cells) yang berada di dalam sumsum tulang. Sel induk secara konstan membelah dan terdiferensiasi (dibawah pengaruh sitokin) menjadi berbagai jenis sel imun. Sitokin adalah protein sinyal yang menolong perilaku sek di tubuh. Sumsum tulang bertanggung jawab terhadap sintesis 8 jenis sel, yaitu sel darah merah, platelet, neutrofil, basofil, eosinofil, sel mast, monosit/makrofag, limfosait T, dan limfosit B. Beberapa sel berkembang sampai dewasa di dalam sumsum tulang, beberapa sel berkembang dan bermigrasi melalui sistem sirkulasi dan dewasa di jaringan lain. Sel utama yang dibuat oleh sumsum tulang adalah sel darah merah dan platelet. Sel polimorfonukleus merupakan terminologi umum untuk neutrofil, eosinofil, dan basofil. Disebut polimorfonukleus karena bentuk nukleus tidak bulat, tetapi tidak beraturan. Sel polimorfonukleus merupakan penyusun 50—70% sel darah putih dan berumur 3 hari. Neutrofil menyusun sampai 90% sel polimorfonukleus. Sel ini berperan sebagai fagosit dalam menyerang dan menghancurkan agen penginfeksi. Peran neutrofil secara detil akan dibahas lebih lanjut. Eosinofil menyusun 2—5% sel polimorfonukleus, tetapi jumlah tersebut dapat meningkat ketika terserang penyakit parasit, asma, eczema, atau penyakit yang berkaitan dengan alergi. Eosinofil paling banyak dijumpai di pembuluh darah dekat jaringan epitel yang terdapat populasi tinggi bakteri (usus, vagina, dan hidung). Peranan eosinofil dalam sistem imun adalah menghancurkan histamin yang disekresi sel mast dengan enzim histinase, menghancurkan antigen yang terlalu besar siatasi oleh fagosit, sebagai fagosit sekunder (cadangan) terhadap mikroba. Basofil adalah sel kecil dan menyusun kurang dari 1% sel darah merah. Peran basofil dalam sistem imun belum jelas, tetapi tampaknya berperan dalam pertahanan terhadap parasit besar dan berkontribusi dalam reaksi alergi. Sel mast mirip dengan basofil, tetapi berbeda dalam reaksi dengan antigen. Sel mast ditemukan di seluruh tubuh seperti di nodus limfatik, limfa, sumsum tulang, darah, saraf, glandula, dan kulit. Sel mast berpartisipasi dalam respons imun terhadap bakteri gram negatif. Monosit dan makrofag merupakan sel berumur panjang dan terspesialisasi sebagai sel fagosit. Monosit adalah sel fagosit yang mampu bermigrasi dari pembuluh darah ke jaringan lainnya. Monosit berkembang dan terdeferensiasi menjadi makrofag. Makrofag dijumpai di otak, paru, hepar, limfa, nodus limfatik, peritoneum, dan persambungan tulang. Fungsi utama monosit dan makrofag adalah membuang sel-sel tua rentadan mikroba patogen. Makrofag di hepar disebut sel Kupffer memfagosit eritrosit tua dari darah dan membuangnya. Makrofag mampu menyintesis transferin, protein komplemen, dan berbagai sitokin untuk sistem imun. Limfosit B atau sel B adalah sel penghasil antibodi. Sel B berperan penting dalam melawan berbagai infeksi, khususnya infeksi bakteri patogen. Limfosit T terlibat dalam regulasi sistem imun dan menghancurkan sel inang tak terkontrol (sel kanker atau sel terinfeksi virus atau parasit). Thymus Thymus adalah organ yang terletak di atas jantung dan berperan dalam pendewasaan limfosit T atau sel T. Sel T dihasilkan oleh sumsum tulang. Sel T muda bergerak ke thymus melalui aliran darah. Pendewasaan Sel T terjadi di thymus. Setelah dewasa, Sel T kembali masuk ke aliran darah. Sistem Limfatik Sistem limfatik terpisah dari sistem vaskuler dan merupakan sistem bercabang dan memiliki pembuluh yang mampu menembus jaringan. Sistem limfatik tidak sirkuler, tetapi berakhir di kapiler. Sistem ini terfokus pada daerah tubuh yang menjadi tempat masuk mikroba patogen seperti kulit, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran urin dan kelamin. Fungsi utama sistem limfatik adalah mengumpulkan kelebihan cairan dari jaringan dan mengembalikan ke aliran darah, menyerap lemak dari vili usus halus, dan berpartisipasi dalam respons imun. Cairan limfatik terdiri atas leukosit dan berbagai komponen plasma, tetapi tidak dijumpai eritrosit. Cairan masuk ke sistem limfatik dari jaringan nonvaskuler melalui kapiler limfatik, kemudian ke nodus limfatik. Nodus limfatik dijumpai di seluruh tubuh dan merupakan pusat fungsi imun. Sejumlah besar volume cairan dan sel melalui nodus limfatik setiap hari dan difiltrasi untuk mendeteksi antigen dan membuangnya. Nodus juga berinteraksi dengan fagosit untuk memulai berbagai fungsi imun. Nodus limfatik berisi limfosit B dan limfosit T, makrofag, dan plasma. Jaringan limfoid terasosiasi mukosa (Mucosal-associated lymphoid tissue; MALT) MALT tersebar sporadis di seluruh jaringan ikat longgar khususnya di bawah jaringan epitel, MALT berfungsi mencegah infeksi organisme yang menembus permukaan mukosa. MALT terdiri atas massa kecil jaringan limfatik yang berisi limfosit. Jaringan ini kurang terorganisasi daripada nodus limfatik. MALT tidak terhubungkan dengan sistem vaskuler seperti pada nodus limfatik. Limfa Limfa merupakan organ limfoid penting. Individu yang kehilangan limfa, biasanya dapat hidup normat, tetapi rentan terhadap infeksi. Fungsi limfa mirip dengan fungsi nodus limfatik, tetapi limfa menghasilkan limfosit dan membuang sel darah merah tua dari sirkulasi. Limfa berisi sistem sirkulasi dan limfatik dan memberikan akses ke kedua sistem melalui darah dan limfatik. Sel-sel limfa dekat pembuluh darah dalam terorganisasi menjadi 2, yaitu red pulp dan white pulp. Red pulp sebagian besar terdiri atas sel darah merah dan white pulp sebagian besar terdiri atas limfosit. IMUNITAS BAWAAN (INNATE IMMUNITY) Pertahanan inang dapat dibedakan menjadi imunitas bawaan dan adaptif. Imunitas bawaan adalah mekanisme pencegahan kolonisasi dan membunuh mikroba yang masuk ke dalam inang. Imunitas bawaan selalu tersedia dan merespons infeksi mikroba, tetapi jumlahnya tidak bertambah. Imunitas bawaan merupakan urutan pertama dalam melawan mikroba patogen. Imunitas adaptif adalah mekanisme pertahanan yang berkembang sebagai respons terhadap mikroba patogen. Imunitas adaptif memiliki kemampuan mengingat, sehingga dengan cepat melawan mikroba patogen jika menginfeksi ulang. Pada kebanyakan kasus, sistem imunitas adaptif teraktivasi setelah sistem imun bawaan tidak efektif. Resistensi Mikroba pada Lapisan Permukaan Kulit merupakan pembatas efektif bagi mikroba. Selain mencegah keluarnya sel dari dalam tubuh, kulit mencegah masuknya mikroba. Kulit terdiri atas beberapa lapis sel epitel terkeratin. Sel ini sangat sulit ditembus oleh mikroba. Sel epitel kulit juga cepat teregenerasi, sehingga mudah membuang mikroba asing. Permukaan kulit kering dan hidrofob, sehingga mencegah berbagai pertumbuhan mikroba. Glandula sebaceus yang tersebar di kulit menyekresi minyak hidrofob yang dapat membuang air dan mikroba serta menjaga kulit fleksibel dan mencegah pecah-pecah. Kulit juga mengandung melanin, sebuah pigmen kulit yang menjaga kulit dari efek buruk sinar UV . Sinar UV dapat merusak sel-sel kulit dan sistem imun yang ada di dalamnya. Rambut pada kulit mencegah akses mikroba, karena rambut sangat sensitif terhadap benda asing, sehingga mudah membuang mikroba asing. Pergerakan bagian tubuh dapat mecegah kolonisasi mikroba. Kedipan mata dapat membuang mikroba keluar dari mata. Saluran pernafasan (kecuali bronkiola dan alveolus) dilapisai silia yang bergerak konstan, sehingga dapat membuang mikroba keluar. Gerakan peristaltik saluran pencernaan tidak saja menggerakan makanan, tetapi juga mikroba dari sistem pencernaan. Pengaliran urin secara konstan dapat menjaga kandung kemih bersih dari bakteri. Sekresi Cairan Antimikroba Tubuh menghasilkan sejumlah substansi antimikorba yang dapat menghambat dan membunuh mikroba. Secara umum substansi ini disebut bakteriosida jaringan. Saluran air mata, pendengaran, pernafasan, pencernaan, paru, mulut, dan glandula semuanya menyekresi substansi antimikroba (Tabel 19.1). Peptida antimikroba penting adalah defensin. Defensin berpartisipasi pada pertahanan mammalia, burung, tanaman, dan insekta. Defensin terdiri atas 29—42 asam amino kaya sistein dengan 3-4 jembatan disulfida. Defensin bekerja dengan merusak membran mikroba patogen (bakteri, fungi, dan virus). Derfensin juga berperan sebagai kemokin yang menarik sistem imun adaptif. Tabel 19.1 Beberapa bakteriosida jaringan umum Substansi Sumber Komposisi kimiawi Lisosim Serum, saliva, air Protein mata, keringat Protein dan Serum, jaringan Protein, peptida polipeptida terorganisasi dasar dasar Laktoferin & Sekresi tubuh, serum, Glikoprotein transferin ruang jaringan terorganisasi Peroksidase Saliva, jaringan, Protein neutrofil Fibronektin Serum, permukaan Glikoprotein mukosa Aktivitas Melisis sel bakteri Merusak membran sel bakteri Mencegah pertumbuhan mikroba dengan menahan besi Oksidasi letal dalam sel Mengikat bakteri dan membantu pembuangan (opsonisasi) Antagonisme Mikroba Mikroba nonpatogen secara normal hidup di dalam tubuh manusia sebagai bagian dari flora normal dan berperan penting dalam pertahanan melawan mikroba patogen. Pertahanan mikroba flora normal melalui 3 cara, yaitu berkompetisi tumbuh, meyekresi substansi antimikroba (bakteriosin), dan mengkonsumsi nutrien penting. Komplemen Komplemen adalah sistem enzim dalam darah. Komplemen terdiri atas 9 protein (protein C1—C9). Protein C dihasilkan oleh makrofag, sel hepar, dan sel epitel mukosa pencernaan. Protein C tersirkulasi di aliran darah sampai diaktifasi. Aktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik atau jalur alternatif. Jalur klasik dimulai dari reaksi antibodi tipe IgG atau IgM dengan antigen. IgG dan IgM berisi tempat pengikatan protein C1 yang tertutup. Tempat pengikatan ini akan terbuka jika mengikat antigen. Ketika protein C1 terikat, maka proses aktivasi komplemen mulai berlangsung. Pengaktifan komplemen berlangsung secara enzimatis, di mana pengikatan protein C1 dengan antigen memicu pembentukan protein C2a dari protein C2 dan protein 4b dari protein C4. Fungsi masing-masing protein C pada komplemen adalah sebagai berikut Protein C3a dan C5a berperan sebagai kemoatraktan bagi fagosit Protein C3a dan C5a mengikat reseptor spesifik sel mast, sehingga menginduksi degranulasi dan pelepasan substansi peradangan. Protein C3b mengikat membran mikroba patogen dan memudahkan fagositosis. Protein C5b, C6, C7, C8, dan C9 bersama-sama melubangi membran sel mikroba patogen, sehingga dapat mebunuhnya. Protein C8 dan C9 jika terinsersi ke membran sel mikroba patogen dapat merusak membran sel, sehingga memudahkan kerja lisosim. Jalur alternatif aktivasi komplemen tidak melibatkan pengikatan antibodi dan antigen. Jalur ini melibatkan kompleks protein serum (properdin). Propedin bereaksi dengan polisakarida bakteri, peptidoglikan, LPS, dan asam teikoat. Setelah mengikat polisakarida bakteri, propedin mengaktivasi protein C3, membentuk protein C3a dan C3b, di mana memicu aktivasi protein komplemen lainnya. Jalur alternatif ini memungkinkan aktivasi sistem komplemen taktergantung antibodi, di mana sistem pertahanan ini penting melawan mikroba patogen sebelum sintesis antibodi. Peradangan Jika kulit kita terluka, maka kita melihat bahwa kulit yang terluka, mengalami pembengkakan, merah, panas, dan sakit. Pembengkakan disebabkan oleh terbentuknya gap (celah) di antara sel-sel kapiler dan diisi oleh cairan dan sel-sel imun. Peningkatan aliran darah pada daerah terluka merupakan karakteristik kulit memerah. Panas disebabkan oleh akumulasi darah dan pelepasan molekul penginduksi demam (pirogen). Sakit merupakan respons atas rusak dan iritasi sensor syaraf. Serial kejadian di atas disebut peradangan (inflamasi). Peradangan dapat mengeluarkan fagosit yang akan menyerang dan membunuh mikroba dan berinteraksi dengan sistem imun adaptif untuk menghasilkan sistem respons jangka panjang. Namun peradangan dapat merusak jaringan inang yang merupakan bagian dari patogenesis mikroba dan proses penyakit. Peradangan dapat dipicu oleh kerusakan jaringan atau keberadaan mikroba patogen dan agen nonmikroba. Proses peradangan berjalan sebagai berikut. Sel terluka atau mati melepaskan komponen sitoplasma ke lingkungan sekitarnya, sehingga nilai PH menjadi asam. Penurunan nilai pH akan mengaktivasi enzim kallkrein berubah menjadi bradykinin. Bradykinin mengikat reseptornya di sel kapiler terdekat, membuka ruang yang memberi akses komponen darah masuk ke daerah terluka. Bradykinin juga berikatan dengan sel mast, sehingga sel mast melepaskan faktor peradangan seperti histamin, heparin, prostaglandin, leukotrin, dan lainnya. Campuran substansi ini merangsang neutrofil, makrofag, dan leukosit untuk menghancurkan partikel asing dan menginduksi respons imun (adaptif) spesifik. Salah satu hasil peradangan adalah isolasi dan lokalisasi mikroba patogen. Hal ini biasnya terjadi melalui pembentukan pembekuan darah . Fagosit Fagosit adalah sel yang berfungsi membungkus dan menyerang partikel asing. Fagosit berasal dari sumsum tulang dari sel induk (stem cells) yang terdeferensiasi pertama menjadi sel (prekursor) myeloid. Akibat pengaruh sitokin, sel myeloid terdiferensiasi menjadi sel-sel fagositis, seperti leukosit polimorfonukleus, monosit, dan makrofag. Leukosit polimorfonukleus (kebanyakan neutrofil) meninggalkan sumsum tulang menuju aliran darah. Neutrofil merupakan sel pertama yang membalas infeksi. Monosit memiliki umur lebih panjang daripada neutrofil. Setelah diciptakan di sumsum tulang, monosit tersirkulasi dalam darah, kemudian ditempatkan di suatu jaringan dan dewasa (menjadi makrofag) di jaringan tersebut. Makrofag yang ada dalam jaringan limfoid dapat membesar sampai 10 kali daru ukuran monosit. Semua fagosit memiliki vesikel yang berisi komponen degradasi seperti lisosim. Proses pembungkusan dan penghancuran partikel asing oleh fagosit disebut fagositosis. Tahapan dalam fagositosis adalah sebagai berikut Deteksi partikel asing dan bergerak mendekat Perlekatan dengan partikel asing Pembungkusan (endositosis) partikel asing Fusi vesikel berisi partikel asing dengan vesikel berisi lisosim, sehingga membentuk fagolisosom Pembunuhan dan digesti intrasel Pengeluaran dan presenting-antigen (untuk makrofag) Gambar 19.1 Mekanisme fagositosis oleh makrofag Deteksi Patogen Deteksi mikroba penginfeksi adalah peradangan, pengenalan kemoatraktan mikroba, yaitu protein mikroba (biasanya asam amino terakhir adalah N-formil metionin), dan pengenalan kemoatraktan protein C3a dan C5a (komplemen via jalur klasik). Dari ke-3 contoh deteksi ini, sistem pertahanan inang menghasilkan sejumlah sinyal kuat untuk menarik fagosit ke daerah infeksi. Perlekatan Fagosit harus melekatkan diri ke mikroba sasaran. Fagosit memiliki 40 reseptor spesifik pada permukaan selnya. Beberapa reseptor tersebut adalah reseptor kemoatraktan, sedangkan yang lain adalah reseptor molekul peningkatan pengikatan fagosit ke sasaran. Peningkatan pengikatan ini disebut opsonisasi dan molekul yang mengikat antigen dan meningkatkan efisiensi fagositosis disebut opsonin. Opsonin dapat meningkatkan kecepatan perlekatan, sehingga dapat meningkatkan kecepatan fagositosis. Antibodi IgG mempunyai tempat yang dapat bereaksi dengan pengikatan reseptor antibodi pada fagosit. Tempat ini tertutup ketika IgG bebas, tetapi jika IgG bereaksi dengan antigen akan terbuka. Protein komplemen C3b juga berperan sebagai opsonin, karena fagosit memiliki reseptor C3b. Bakteri di darah dengan cepat akan dimusnahkan jika terikat dengan opsonin. Tanpa adanya opsonin, fagosit masih dapat bekerja mengikat mikroba melalui mekanisme yang disebut perlekatan nonspesifik. Perlekatan nonspesifik melibatkan intraksi hidrofob atau elektrostatik antara fagosit dan mikroba. Mekanisme perlekatan nonspesifik berguna untuk memperlambat infeksi mikroba sampai tersedia opsonin. Pembungkusan (Ingestion) Perlekatan fagosit ke mikroba memberi sinyal untuk memicu pembungkusan mikroba. Pembungkusan adalah penyelimutan mikroba dengan selaput membran. Vesikel yang berisi antigen atau mikroba disebut fagosom. Pembungkusan maikroba mengubah metabolisme fagosit dari respirasi aerob menjadi fermentasi anaerob dengan laktat sebagai produk akhir. Produksi asam laktan akan menurunkan nilai pH sitoplasma dan akan merangsang aktivitas enzim pendegradasi. Pembentukan Fagolisosom Fagosom bergerak ke dalam sitoplasma dan segera berfusi dengan vesikel lisosom dan membentuk fagolisosom. Ketika terjadi fusi fagosom dan lisosom, maka lisosom mengeluarkan molekul toksis dan komponen lainnya ke fagosom. Proses pembunuhan mikroba berlangsung di fagolisosom menguntungkan bagi inang karena dapat melindungi sitoplasma dari aktivitas komponen toksis. Pembunuhan dan Digesti Intrasel Beberapa menit setelah pembentukan fagosom, efek kerja fagolisosom adalah kehilangan kemapuan membelah diri dari mikroba. Selanjutnya terjadi penghambatan sintesis makromolekul mikroba, sehingga mikroba mati dalam 10—30 menit. Setiap jenis fagosit (neutrofil, monosit atau makrofag) memiliki mekanisme pembunuhan masingmasing. Mekanisme pembunuhan dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu mekanisme tergantung oksigen dan mekanisme tidak tergantung oksigen. Setelah terbunuh komponen mikroba akan terdifusi ke dalam sitoplasma sel fagositosis dan akan terbuang bersama dengan kematian fagositosis. Pengeluaran dan Presenting-antigen Jika makrofag dan monosit yang melakukan fagositosis, maka hasil digesti akan dibuang, terdifusi dalam sitoplasma, dan terinkorporasi pada permukaan sel makrofag atau monosit. Hal ini karena makrofag dan monosit berumur lebih lama. Komponen mikroba yang tidak berguna, akan dikeluarkan. Komponen mikroba yang berguna, akan terdifusi ke dalam sitoplasma. Komponen permukaan sel mikroba yang unik akan terinkorporasi ke protein permukaan sel fagosit sebagai reseptor antigen, sehingga menghasilkan presentation sistem imun baru. Sel Pembunuh Alami Di dalam tubuh terdapat sekelompok limfosit granular nonfagosit dengan populasi rendah dan berisi sejumlah kecil imunoglobulin dan molekul MHC1 dipermukaannya. Sel-sel ini bukan bagian dari imunitas bawaan maupun adaptif. Sel-sel ini disebut sel pembunuh alami. Sel pembunuh alami bukan sel T, tetapi perilakunya mirip dengan sel T. Sel pembunuh alami dijumpai di hewan dan tidak pernah berikatan dengan antigen, jadi dia tidak terinduksi. Sel pembunuh alami membunuh sel yang telah berubah seperti sel tumor, sel terinfeksi virus, bakteri, fungi, protozoa, dan cacing. IMUNITAS ADAPTIF Berbeda dengan imunitas bawaan, sistem imun adaptif lemah merespons mikroba patogen pada pertama kali, tetapi inang memiliki waktu untuk merespons lebih lama, sehingga sistem menjadi semakin kuat. Untuk merespons mikroba patogen, sistem imun adaptif mempelajari dan mengenalinya. Dengan kata lain tubuh “menangkap” mikroba patogen atau antigen dan memberikannya kepada sel-sel pada sistem imun adapatif. Sel-sel tersebut bereaksi dengan antigen, kemudian bekerja sama dengan seperangkat sel yang memproduksi antibodi (imunitas humoral), dan mengaktivasi kelompok sel yang mampu menyerang mikroba patogen (imunitas termediasi sel). Sel Dendritik Sebagian besar jaringan memiliki sel dengan tendril panjang yang pipih di antara sel-sel lainya. Karena kenampakan bercabang seperti sel dendrit pada jaringan syaraf, maka disebut sel dendritik. Sel dendritik diproduksi di sumsum tulang dan bermigrasi ke seluruh jaringan tubuh untuk terdiferensiasi. Sel dendritik ditemukan di kulit, membran mukosa, aliran darah, limfatik, dan organ-organ, kecuali di otak dan testis. Terdapat 3 peranan sel dendritik dalam sistem imun. Pertama sel dendritik yang berperan dalam aktivasi sistem imun (tersebar di seluruh jaringan). Kedua sel dendritik yang berperan dalam mendewasakan sel T muda dengan memaparkan sel T muda ke berbagai antigen (di thymus). Ketiga sel dendritik yang menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi (di jaringan limfoid). Limfosit Limfosit adalah jenis sel utama dari sel darah putih dan berperan penting dalam sistem imun. Limfosit yang bekerja dengan bantuan sel presenting-antigen merupakan bagian dari sistem imun adaptif. Sistem ini memiliki 3 fitur penting yang semua tergantung limfosit, yaitu khusus, memori, dan toleransi. Khusus berarti sel B atau sel T bereaksi spesifik dengan antigen yang mengaktifkan dirinya. Memori berarti sistem imun mengingat antigen yang telah dipaparkan kepada dirinya. Toleransi berarti sel inang tidak bereaksi dengan komponen molekul diri sendiri yang berpotensi sebagai antigen. Imunitas Humoral Limfosit B Limfosit B atau sel B merupakan sel imun yang dapat menyintesis antibodi dan bertanggung jawab terhadap imunitas humoral (termediasi antibodi). Sel B memiliki 100.000 antibodi pada permukaan selnya. Antibodi mengikat antigen secara spesifik. Oleh karena itu, masing-masing antibodi mengikat masing-masing antigen. Jadi antibodi berperan sebagai reseptor antigen. Pengikatan antigen oleh antibodi mengaktifkan enzim tirosin kinase dan tirosin fosforilase sitoplasma. Enzim tirosin fosforilase memfosforilasi dan mendeforsforilasi residu tirosin pada polipeptida Ig-α/Ig-β. Fosforilasi dan defosforilasi mengaktifkan sel B. Sel B aktif melakukan pembelahan cepat (disebut ekspansi klonal). Beberapa sel terdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan sejumlah besar antibodi. Molekeul antibodi bereaksi dengan antigen yang meninisiasi aktivasi sel B. Beberapa sel B tidak terdiferensiasi, tetapi menjadi sel pengingat terhadap antigen yang sama. Antibodi Antibodi harus berinteraksi dengan 2 makromolekul berbeda, yaitu antigen dan bagian dari sistem imun. Secara struktural setiap antibodi berbeda (sedikit) satu sama lain. Jika struktur antarantibodi sama, maka antibodi kesulitan mengenali antigen. Jika struktur antarantibodi berbeda jauh, maka antibodi kesulitan mengenali bagian-bagian sistem imun. Sel plasma menyintesis beberapa jenis antibodi yang berbeda fungsinya. Antibodi adalah protein yang terdiri atas 2 rantai ringan dan 2 rantai berat. Ikatan antarprotein rantai berat dan antara protein rantai berat dan protein rantai ringan melalui jembatan sulfida. Protein antibodi terkemas dalam struktur Y. Ujung ganda struktur Y adalah daerah variabel (Fab) yang berinteraksi dengan antigen dan disebut juga tempat pengikatan antigen, dan ujung tunggal struktur Y adalah daerah konstan (Fc) yang berinteraksi dengan bagian sistem imun yaitu berikatan dengan komplemen dan berikatan dengan fagosit (Gambar 19.2). Protein rantai berat khususnya di daerah konstan menentukan jenis kelas antibodi. Gambar 20.2 Struktur antibodi yang terdiri atas 2 protein rantai berat (pb) dan 2 protein rantai ringan (pr) dan antar-protein diikat melalui jembatan sulfida (js). Struktur antibodi menyediakan 3 tempat pengikatan, yaitu tempat pengikatan antigen (tps), komplemen (tpk), dan reseptor fagosit (tprf). Kelas Antibodi Meskipun antibodi memiliki juataan bahkan milyaran struktur berbeda pada daerah konstan, tetapi secara umum dibedakan menjadi 3 kelas antibodi, yaitu imunoglobulin G (IgG), imunoglobulin M (IgM), imunoglobulin A (IgD), imunoglobulin E (IgE), imunoglobulin D (IgD). IgG merupakan kelas antibodi terbanyak di sirkulasi (sampai 80%) dan di serum (sampai 75%). IgG adalah antibodi kedua yang disintesis dalam merespons infeksi dan satu-satunya antibodi yang mampu sampai plasenta (dapat memproteksi bayi pada umur 6—12 bulan) dan menembus dinding pembuluh darah kecil (menghadapi antigen di ruang ekstrasel). IgG efektif melawan virus ekstrasel dan protein toksin serta mengaktivasi sistem komplemen jalur klasik. IgM adalah kelas antibodi dengan struktur terbesar. IgM adalah gabungan 5 struktur dasar antibodi pada daerah variabel. Polipeptida lain (disebut rantai J) bergabung dengan ke-5 antibodi tersebut. Dengan kata lain IgM adalah polimer 5 antibodi. IgM dijumpai di serum dan menyusun 10% dari total antibodi di darah. Dengan 10 daerah pengikatan antigen, maka IgM semakin mudah mengelimisasi antigen. IgM lebih efektif daripada IgG dalam mengaktivasi sistem komplemen. IgA dijumpai di serum, mukus, saliva, keringat, dan air susu. Dua subkelas dari IgA adalah IgA1 dan IgA2. IgA1 disintesis di sumsum tulang, sedangkan IgA2 disintesis oleh sel B dalam MALT. Kedua antibodi ini merupakan dimer antibodi yang dihubungkan oleh polipeptida J. Dimerisasi dan ikatan dengan polipeptida J membuat IgA lebih resisten terhadap protease pada daerah yang diproteksi. IgA pada air susu mampu mempertahankan populasi rendah mikroba berbahaya di saluran pencernaan bayi, sehingga mencegah penyakit serius. IgA mampu mengaktifkan sistem komplemen jalur alternatif. IgE adalah antibodi monomer struktur dasar antibodi. Sebagian besar IgE berikatan dengan sel-sel fagosit di jaringan, khususnya sel mast dn eosinofil. Kontak IgE dengan antigen mengakibatkan terlepasnya molekul sinyal dari sel mast. Sinyak ini efektif menghadirkan berbagai agen dari respon imun untuk melawan infeksi. Reaksi antigen dan IgE juga menghasilkan respons alergi atropik misalnya asma. IgD ditemukan di permukaan sel B dan bersama IgM berperan sebagai reseptor antigen untuk aktivasi sel B. IgD adalah antibodi monovalen struktur dasar antibodi. Reaksi Antibodi dengan Antigen Antibodi mengikat antigen melaui 2 cara, yaitu kekuatan daya tarik (attractive force) dan bentuk komplementer (complementary shape). Daya tarik antara antigen dan antibodi adalah daya ikat melalui kombinasi interaksi hidrogen, elektrostatik, dan hidrofobik antara keduanya. Kombinasi ketiga interaksi menghasilkan daya tarik luar biasa antara antigen dan antibodi. Daya tarik ini tidak cukup untuk menghasilkan ikatan kuat antara antigen dan antibodi. Oleh karena itu, ikatan antigen dan antibodi diperkuat oleh bentuk komplementer antara antigen dan antibodi. Kekuatan reaksi antara antigen dan antibodi sangat kuat sekitar 3 trilyun kali daripada reaksi kemikalia biasa. Setelah terjadi ikatan, antibodi mengunakan berbagai cara untuk menghancurkan antigen. Terdapat 5 mekanisme perusakan antigen, yaitu aktivasi komplemen, aglutinasi, netralisasi toksin, opsonosasi, dan streric hidrance. Imunitas Termediasi Sel Limfosit T Sel T merupakan cara alternatif dalam sistem imun dan sering disebut imunitas termediasi sel. Sel T mengenali antigen melalui reseptornya (TCR). TCR harus berasosiasi dengan protein membran dari sel lain seperti sel presenting-antigen (APC) supaya dapat mengenali antigen. APC membungkus fragmen molekul asing melalui protein khusus yang disebut molekul MHC (major histocompability complex). Molekul MHC yang membawa antigen berasosiasi dengan sel T, sehingga mekanisme penghancuran antigen oleh sel T dapat berlangsung. Respons sel T terhadap persembahan antigen oleh molekul MHC sel lain bervariasi tergantung jenis sel T. Sel T dewasa terdapat protein CD4 dan CD8 pada permukaannya. Sel T dengan CD4 terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel T helper 1 (TH1), sel T helper 2 (TH1), sel T helper O (THO). Sel TH1 berpartisipasi dalam imunitas termediasi sel dan bertanggung jawab terhadap menarik sel-sel imun seperti fagosit. Sel TH2 mengaktifkan sel B untuk memprosuksi antibodi. Sel THO masih belum diketahui mekanismenya. Sel T dengan CD8 disebut juga sel T sitotoksis (Tc). Persembahan antigen kepada sel Tc, mengakibatkan aktivasi sitotoksis sel Tc. Pematangan Sel T Sel T berasal dari sel induk sumsum tulang. Sel T muda secara kolektif dapat menyerang berbagai antigen, termasuk sel tubuh inang. Sel T muda harus dimatangkan supaya hanya dapat bereaksi melawan antigen asing. Proses pematangan terjadi di thymus. Sel T pada dasarnya diprogram untuk mati muda, tetapi akibat intervensi thymus, sel T dapat bertahan hidup. Selama di thymus sel T dipaparkan dengan berbagai antigen diri sendiri. Jika sel T bereaksi, maka sel T akan mati. Hanya 10% sel T yang mampu bertahan hidup di thymus. Meskipun ada sel T buruk (bereaksi dengan atigen diri sendiri) lolos dan keluar dari thymus, maka program kematian tetap berjalan. Sel T supresor sangat diperlukan untuk menurunkan sistem imun setelah menghancurkan antigen. Ketika bakteri dan virus berhasil dimusnahkan, maka sistem imun harus ditekan untuk mencegah kerusakan jaringan. Sel T supresor berperan dalam melindungi jaringan dari rekasi berlebihan sistem imun. Sel T buruk yang berpotensi menimbulkan autoimun, juga ditekan oleh sel T supresor. Aktivasi Sel T Aktivasi sel T mirip dengan aktivasi sel B. Sel antigen presenting yang berisi antigen dan molekul MHC melakukan kontak cell to cell sel T melalui TCR. Beberapa sinyal diperlukan untuk aktivasi sel T. Sinyal pertama adalah kompleks MHC II dan TCR. Kompleks ini menyebabkan pembentukan protein pengikat DNA (NF-AT/AP-1) yang meningkatkan transkripsi IL-2. Sinyal kedua adalah interaksi protein membran B7-2 pada sel antigen presenting dan reseptor CD28 sel T. Interaksi ini menghasilkan sinyal terpisah, tetapi menghasilkan pembentukan protein CD28RC. Protein ini mengikat DNA dekat gen IL-2, sehingga meningkatkan stabilitas transkripsi IL-2. Tabel 19.2 Sitokin dan kemokin penting bagi sistem imun Sitokin dan Sel penghasil Sel sasaran Efek kemokin Interleukin-1 (IL-1) Makrofag, sel Sel T, sel B Regulasi pertumbuhan sel T & B, monosit, sel B Menginduksi sel lain untuk memproduksi protein pertahanan inang relevan Sebagai pirogen asli Interleukin-2 (IL-2) Sel T Sel T Menstimulasi ploriferasi sel T dan mengaktivasi sel pembunuh alami Interleukin-3 (IL-3) Sel induk, sel Meregulasi ploriferasi sel induk mast dan diferensiasi sel mast Interleukin-4 (IL-4) T H2 Sel B Ploriferasi sel B dan meningkatkan sintesis antibodi Interleukin-5 (IL-5) T H2 Sel B Diferensiasi sel B dan sintesis IgA Interleukin-6 (IL-6) TH2, monosit, Sel B , sel Diferensiasi sel B dan produksi makrofag plasma, sel antibodi, aktivasi sel T, induk pertumbuhan dan diferensiasi Berperan utama dalam mediasi peradangan dan inisiasi respons imun oleh luka dan infeksi Interleukin-8 (IL-8) Berbagai sel Sel T, Kemoatraktan dan neutrofil inang neutrofil, makrofag Interferon (IFNLeukosit, sel Sel jaringan Inhibisi virus jaringan Interferon (IFNSel T Sel jaringan, Inhibisi sintesis protein pada sel makrofag, sel terinfeksi virus pembunuh Aktivasi makrofag dan sel alami pembunuh alami Menstimulasi IL-1, IL-2 dan produksi antibodi Tumor Necrosis Sel T Sel tumor Membunuh sel, temasuk sel Factor- (TNF- ) jaringan tumor Tumor Necrosis Sel T Sel tumor Membunuh sel, temasuk sel Factor- (TNF- ) jaringan tumor Colony Stimulating TH1, makrofag Fagosit, Menyebabkan fagositik sel Factors (CSF) darah putih Macrophage Monosit, Makrofag, sel Menarik dan mengaktivasi chemoattractant makrofag, T makrofag dan sel T and activating fibroblas, factor (MCAF) keratinosit B cell growth factors T cells Sel B Multipikasi sel B Sitokin dan Kemokin Pada kebanyakan kasus, sel-sel pada sistem imun perlu berkomunikasi dengan sel-sel lain. Ketika sel terinfeksi virus, sel-sel sekitarnya harus diberi informasi untuk menjalankan proses perbaikan. Komunikasi antarsel dilakukan oleh protein yang disebut sitokin dan kemokin. Sitokin adalah protein kecil (<30 kDa) terlarut yang meregulasi fungsi seluler. Sitokin yang diproduksi oleh limfosit, disebut limfokin. Sitokin disekresi dan memberi efek pada sel sasaran. Pengikatan sitokin oleh sel sasaran menghasilkan respons seluler, seperti menstimulasi kemampuan mendeteksi diri sendiri. Tabel 19.2 menunjukkan berbagai sitokin dan kemokin yang berperan dalam sistem respons. Kemokin adalah molekul protein kecil (8—12 kDa) yang berperan sebagai kemoatraktan fagosit dan sel T. Kerusakan sel atau jaringan dari infeksi bakteri, virus, dan luka menyebabkan sekresi kemokin. Berbagai jenis sel mampu menyekresi kemokin. Respons Sekunder Fitur penting respons imun adaptif adalah memori. Setelah sukses melawan mikroba patogen, sel memori T dan sel memori B terdistribusi ke seluruh tubuh. Jika menemukan infeksi sama, maka respons imun menjadi lebih cepat dan kuat. Respons sekunder ini dapat menghentikan mikroba patogen berkembang. Selama respons imun baik primer dan sekunder terjadi sintesis antibodi. Aktivasi Sel Pembunuh Alami Sel pembunuh alami tidak dapat diinduksi seperti sel Tc. Interferon dari sel T harus mengaktivasi sel pembunuh alami dulu. Aktivasi sel pembunuh alami lainnya adalah jika sel pembunuh alami bertemu daerah Fc IgG yang membungkus sel sasaran (mencegah sel pembunuh alami menyerang sel diri sendiri). Setelah teraktivasi, granula sitoplasma dan badan Golgi sel pembunuh alami mendekati sasaran. Setelah menginsersi protein pori (perforin1) ke permukaan sel sasaran, maka lisosom akan dieksport, sehingga melisis sel sasaran