SKRIPSI TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN SEKS PRANIKAH (Survei Kampus Akademik Kebidanan Sandi Karsa) M.IRSYAD E411 07 003 Disusun dan Diajukan JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012 1 LEMBAR PENGESAHAN TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN SEKS PRANIKAH (Studi kasus Mahasiswa Akbid Sandi Karsa) M.IRSYAD E 411 07 003 Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Drs.Hasbi, M.Si Nip : 19630827 199103 1 003 Nuvida RAF. S.Sos., MA Nip : 19630827 199103 1003 Mengetahui/Menyutujui Drs. H. M. Darwis, MA, DPS Nip: 19610709 198601 1 002 2 LEMBAR PENGESAHAN TIM EVALUASI Skripsi Ini Telah Diuji Dan Dipertahankan Didepan Tim Evaluasi Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Oleh : NAMA MAHASISWA : M. IRSYAD NOMOR POKOK : E411 07 003 JUDUL : TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN SEKS PRANIKAH (Kasus Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar) Pada : Hari/Tanggal : Senin, 10 Januari 2012 Tempat : Ruang Ujian Skripsi Jurusan Sosiologi TIM EVALUASI SKRIPSI KETUA : Prof. H. M.Tahir Kasnawi,Su (.......................) SEKRETARIS : Nuvida RAF, S.Sos., M (.......................) ANGGOTA : Drs. Hasbi, M.Si (.......................) Drs. Andi Sangkuru, M.Si (.......................) Drs. Iqbal Latiet, M.Si (.......................) 3 KATA PENGANTAR Assalamu’Alaikum Wr.Wb Tiada untaian terindah yang paling pantas kita ucapkan, melainkan puji serta syukur yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, rezeki, rahmat serta karunianya yang tak terhingga, yang tak mampu penulis bahasakan. Karena atas petunjuk dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan segala propesi dan menyusun kata demi kata, merangkai kalimat demi kalimat dan akhirnya dikemas menjadi skripsi. Skripsi ini saya serahkan kepada almamater tercinta untuk memenuhi pengsyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Dari lubuk hati yang paling dalam perkenankanlah penulis menghanturkan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada kedua Orang Tua penulis yang tercinta Ayahanda Drs.Abdul Kadir Sahabu dan Ibunda Masjidha atas segala doanya yang tak pernah putus, semangat yang tak ternilai, semua ketulusan korban jiwa dan raganya kepada penulis yang tak ada bandingannya. Semoga Ananda mampu membalas setiap tetesan keringat yang Orang Tua keluarkan demi membimbing Ananda menjadi seorang manusia. Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs.Hasbi, M.Si selaku pembimbing I dan Nuvida RAF, S.Sos., MA selaku pembimbing II yang dengan tulus, ikhlas dan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan arahan kepada penulis mulai dari awal hingga selesai penulisan ini. 4 Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada : 1. Bapak prof, Dr. Dr. Idrus A. Patturussi, Sp.B, Sp.B.O, Selaku Rektor Universitas Hasanuddin yang telah memimpin Universitas, Terima Kasih atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si selaku pimpinan Fakultas serta seluru Dosen dan Staf Pengawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atas bantuannya selama proses penyelesaian skripsi. 3. Bapak Drs. Hasbi, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fisip Unhas dan Bapak Drs. Suparman Abdulah, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fisip Unhas. 4. Para Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya pada Jurusan Sosiologi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama duduk dibangku kuliah. 5. Para Staf di Jurusan Sosiologi Fisip Unhas, Buat Pak Ian, Pak Khalid, Dg Rahman terima kasih atas bantuannya. 6. Ibu Dra. Lintje Tulu M.Kes selaku Direktur Akademik Kebidanan Sandi Karsa yang telah membantu penulis dalam penelitian ini hingga selesai. 7. Para Dosen, Staf Pegawai serta Pihak Pengelolah Kampus Akademik Kebidanan Sandi Karsa yang telah membantu penulis dalam penelitian. 8. Adek Herlinda selaku mahasiswa dari Kampus Akademik Sandi Karsa Makassar yang telah membantu penulis dalam penelitian. 9. Buat Sahabat sejatiku Cua....Cua....Cakep yang setia menemani penulis dalam melakukan penelitian. 5 10. Buat Husni Moehammad Mubarak makasih Ner... tas bantuannya slama ini. 11. Buat Sahabat Terbaikku selama nie Soel, Unyil, Makka, Udin/Ayyub,Arlan, Enal Ca’do yang selama nie sudah menerima penulis apa adanya “ Persahabatan dan Kebersamaan kita selama nie akan selalu memberikan warna dalam kehidupan. 12. Buat Teman-Teman “Solid 07” Tanpa terkecuali atas Canda n’ Tawanya selama ini, kebersamaan kalian-kalian gak kan pernah terlupakan zampe kapan pun. 13. Teman-Teman KKN UNHAS Gelombang 80’ Kab.Sinjai, Kec.Sinjai Timur khususnya teman KKN Posko Sanjai Ulla, Rahmat, Kusdiana n Idha makasi tas kenangannya selama ini. 14. Buat senior dan juniorku yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KEMASOS) Fisip Unhas. 15. Dan terakhir, spesial buat seseorang yang selalu memberi perhatian, semangat dan mengajari arti kesabaran......kenangan bersamamu akan slalu kujaga n takkan terlupakan. Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan, pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Amin yaa rabbal Alamin. Makassar,27 Desember 2011 Penulis 6 ABSTRAK M.Irsyad, Nim E41107003, Jurusan Sosiologi Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, dengan judul skripsi “Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah”. Dibimbing oleh Drs. Hasbi, M.Si dan Nuvida RAF, S.Sos., MA selaku pembimbing I dan pembimbing II. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran mengenai tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja dan memberikan gambaran mengenai faktor-faktor pendorong terjadinya perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja. Dasar penelitian yang digunakan adalah survey pada Kampus Akademik Kebidanan Sandi Karsa. Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran-gambaran, atau lukisan secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang menjadi obyek penelitian. Pengumpulan data melalui observasi, menggunakan kuesioner yang langsung dibagikan kepada responden dan wawancara langsung kepada responden. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling ( pengambilan sampel secara acak sederhana ). Pengambilan sampel sebanyak 98 orang (4%) dari 2.450 mahasiswa. Data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian diolah dengan menggunakan tabel frekuensi dengan persentasi, kemudian dianalisa secara kualitatif dengan hasil wawancara sebagai pelengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya mahasiswa tidak menyetujui dan menilai negatif terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja berdasarkan pemahaman, pengetahuan, dan tindakan yang dimilikinya. Dalam hal pembinaan masih dinilai rendah karena masih kurang optimalnya peranan pemerintah dan organisasi-organisasi setempat. Sedangkan faktor utama yang mendorong terjadinya perilaku hubungan seks pranikah adalah akibat dari pergaulan yang semakin bebas serta meningkatnya libido atau hasrat seksualitas pada kalangan remaja. Kemudian salah satu dampak dari perilaku hubungan seks pranikah itu karena kurangnya informasi tentang seks. Maka dari itu diharapkan kepada orang tua, pemerintah, organisasi-oranisasi sosial serta semua yang berada disekeliling remaja kiranya meningkatkan peranannya dalam membimbing dan memberikan arahan kepada remaja sehingga para remaja dapat berkembang menjadi generasi muda yang mempunyai wawasan luas, cerdas dan menjadi penerus bangsa yang tangguh. 7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................... ........ i HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN TIM EVALUASI.................................... iii KATA PENGANTAR............................................................................... iv ABSTRAK................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................ viii DAFTAR TABEL...................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN........................................................................ 1 A. Latar Belakang................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah........................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian............................................................................. 10 D. Kegunaan Penelitian........................................................................ 10 E. Kerangka Konseptual...................................................................... 11 F. Metode Penelitian........................................................................... 15 a. Waktu dan Lokasi Penelitian.............................................. 15 b. Tipe dan Dasar Penelitian................................................... 16 c. Populasi dan Sampel ........................................................ 16 d. Teknik Pengumpulan Data................................................. 17 e. Jenis Data........................................................................... 18 f. Teknik Analisa Data ........................................................ 18 G. Defenisi Operasional...................................................................... 19 a. Tanggapan ......................................................................... 19 b. Perilaku Seks Bebas........................................................... 19 c. Remaja................................................................................ 19 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 20 A. Tinjauan Tentang Tanggapan......................................................... 20 8 B. Tinjauan Tentang Fenomena.......................................................... 21 C. Tinjauan Tentang Remaja.............................................................. 22 a. Pengertaian Remaja........................................................... 22 b. Ciri-ciri Remaja................................................................... 24 c. Perkembangan Remaja........................................................ 28 D. Tinjauan Tentang Perilaku Seks Bebas Dikalangan Remaja.......... 32 BAB III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.................... 41 A. Pembentukan dan Nama Perguruan Tinggi..................................... 41 B. Lambang dan Bendera.................................................................... 43 C. Hymne dan Mars............................................................................ 43 D. Susunan Organisasi......................................................................... 45 E. Senat............................................................................................... 46 F. Pimpinan Akademi......................................................................... 48 G. Laboratorium.................................................................................. 50 H. Learning Resource Center.............................................................. 50 I. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat......................................... 51 J. Lembaga Pendidikan...................................................................... 51 K. Unsur Pelaksanaan Administrasi.................................................... 53 L. Unsur Penunjang............................................................................ 53 M. Penyelenggaraan Pendidikan......................................................... 54 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................... 55 A. Identitas Responden...................................................................... 55 B. Pemahaman Tentang Perilaku Hubungan Seks Pranikah.............. 60 C. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Hubungan Seks Pranikah......... 63 D. Faktor-Faktor Pendorong Perilaku Hubungan Seks Pranikah....... 66 E. Pencegahan dan Dampak Perilaku Hubungan Seks Pranikah........ 69 BAB V. PENUTUP.................................................................................. 81 A. Kesimpulan.................................................................................... 81 B. Saran-Saran.................................................................................... 82 DAFTAR PUSTAKA 9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur..................................... 56 Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Agama................................... 57 Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Masuk......................... 58 Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Asal Daerah............................ 59 Tabel 5. Distribusi Tanggapan Menurut Arti Seks Pranikah....................... 61 Tabel 6. Distribusi Tanggapan Menurut Bentuk-Bentuk Perilaku Seks...... 62 Tabel 7. Distribusi Tanggapan Menurut Penyebab Perilaku Seks............... 64 Tabel 8. Distribusi Tanggapan Menurut Penyebab Perilaku Seks............... 65 Tabel 9. Distribusi Tanggapan Terhadap Pengaruh Libido Seksualitas...... 66 Tabel 10. Distribusi Tanggapan Terhadap Pengaruh Pergaulan Bebas....... 68 Tabel 11. Distribusi Tanggapan Terhadap Informasi Pendidikan Sek........ 69 Tabel 12. Distribusi Tanggapan Menurut Tindakan.................................... 70 Tabel 13. Distribusi Tanggapan Menurut Pemberian Pendidikan Seks...... 71 Tabel 14. Distribusi Tanggapan Menurut Peranan Orang Tua.................... 74 Tabel 15. Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Lembaga Pendidikan.. 75 Tabel 16. Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Tokoh Agama............. 76 Tabel 17. Distribusi Tanggapan Terhadap Keterlibatan Organisasi Sosial.. 78 Tabel 18. Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Pemerintah................... 79 10 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan – perubahan. perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai – nilai sosial, norma – norma sosial, pola – pola interaksi, interaksi sosial, lapisan - lapiasan dalam masyarakat dan lain sebagainya. Perubahan pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan suatu gejala normal, yang pengaruhnya dapat menjangkau dengan cepat ke bagian dunia lain atau sifatnya yang menglobal. Hal ini, salah satunya disebabkan karena adanya perkembangan teknologi yang serba modern dan pembangunan yang luar biasa hebatnya yang mampu membawa manusia pada sebuah dinamisasi kehidupan. Meningkatnya sejumlah sarana komunikasi serta banyaknya budaya dari luar yang masuk khususnya ke Indonesia akan memberikan kolerasi yang berkesinambungan dalam mendukung proses perubahan utamanya dalam segi dan gaya hidup masyarakat. 11 Menurut Bagong Suyanto, bahwa ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan atau mudah ikut terbawa arus tidak lain adalah kalangan remaja, disebabkan karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik yakni labil dan sedang pada taraf mencari identitas. Pada masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, kalangan remaja khususnya seolah – olah terjepit antara norma – norma yang baru. Secara sosiologis, remaja umumnya amat rentan terhadap pengaruhpengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil, remaja mudah terpengaruh dan labil. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau memikirkan dampak negatifnya. Di berbagai komunitas dan kota besar yang metropolitan, tidak heran jika hurahura, seks bebas, menghisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung mudah menggoda para remaja (Bagong Suyanto, 2004). Menurut Drs. Hasan Basri (1996) dalam bukunya “ Remaja Berkualitas , Problematika dan Solusinya” menilai bahwa remaja sebagai kelompok yang tengah meninggalkan masa kanak – kanak yang penuh dengan ketergantungan pada orang tuanya dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Perilaku kalangan remaja sering kali dijadikan acuan terhadap adanya perubahan – perubahan yang menyangkut norma – norma dan budaya dalam masyarakat itu sendiri. Termasuk pula ketika orang bahkan media mulai menyoroti masalah yang paling berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai 12 mahluk yang selalu berkembang (generatif) yaitu masalah seksualitas. Hal itu disesuaikan dengan masa pertumbuhan remaja itu sendiri yang dikenal dengan masa strom dan stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Hubungan seks pranikah yang marak terjadi di kalangan remaja saat sekarang ini dianggap sebagai perilaku menyimpang, hal ini disebabkan karena hubungan seks tersebut merupakan tingkah laku yang melanggar atau bertentagan dengan aturan normatif dan aturan – aturan sosial ataupun nilai dan norma sosial yang berlaku. Menurut Soerjono Soekanto perilaku menyimpang disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi ”penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya. Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. (Kumanto Sunarto, 2004). 13 Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat remajalah proses menjadi manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri. Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua), berkembangnya naluri seks akibat matangnya alat reproduksi sekunder, ditambah kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah/lembaga formal serta bertubitubinya berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai dengan norma yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil mengenai masalah cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang tua ataupun lingkungan keluarganya. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Seharusnya Pada masa remaja ini informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat 14 remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Mungkin sebagian besar dari remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut Willis (1994) yang mengemukakan bahwa perilaku seks telah beranjak dari posisi nilai moral menjadi budaya. Dengan kata lain, jika sebelumnya seks sarat dengan kaidah moral, sekarang seks telah merambah ke segala penjuru kehidupan sebagai gaya hidup yang nihil moralitas bahkan di kalangan remaja sekalipun. Seks yang pada mulanya diidentikkan dengan jalinan cinta dan pernikahan, sekarang lebih diasosiasikan dengan suka dan kencan belaka. Salah satunya ruang kehidupan yang telah dimasuki oleh perilaku seks adalah masa berpacaran. Pengertian pacaran dalam era globalisasi, informasi saat ini sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu ( Kartono, 1992 ). Perkembangan perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan dari berbagai faktor sosial, seperti masuknya kebudayaan asing yang merubah tata nilai antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi. 15 Setiap bentuk perubahan perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan untuk kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan untuk tujuan hidup yang beragam. Perilaku seksual dikatakan perilaku positif atau perilaku negatif apabila di lihat dari aspek biologis, psikologis, sosial dan moral. Secara biologis, remaja melakukan perilaku seksual karena kematangan organ – organ seksualnya. Secara psikologis, penyaluran hasrat seksual akan memberikan dampak psikologis seperti kepuasan, rasa nyaman dan sebagainya. Secara sosial, perilaku yang dilakukan remaja harus bisa diterima dengan norma yang ada dalam masyarakat. Begitu pula dengan norma moral dan agama, telah mengatur perilaku-perilaku seksual apa yang dapat di lakukan oleh remaja ( Sarwono, 2002 ). Belakangan, hubungan seks bebas menjadi fenomena yang melanda kaum remaja. Banyak yang ingin melakukannya lantaran ingin tahu. Wajar, secara alamiah manusia perlu seks. Namun, seks yang seperti apa? Seks telah diatur secara hukum maupun agama. Nah, seks bebas dalam artian hubungan badan di luar pernikahan dianggap sebagai kesalahan. Penelitian tentang hal tersebut berdasarkan survey yang dilakukan oleh Departemen Sosial dan Ekonomi Internasional pada tahun 1998 di beberapa Negara Barat seperti Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia, Inggris dan Amerika menunjukkan bahwa 2/3 remaja wanita berusia 19 tahun telah melakukan hubungan seksual di luar pra nikah. Senestein (1989) telah melaporkan hasil penelitiannya yaitu bahwa sekitar 69% remaja wanita Afrika-Amerika telah 16 melakukan hubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun. Sedangkan Hoffer (1988) menemukan bahwa 25% remaja wanita Afrika-Amerika telah berhubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun dan 74% pada usia 18 tahun, sedangkan pada remaja wanita berkulit putih adalah 15% dan 56% (Yusuf, 2006), sedangkan survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994, jumlah penduduk usia 20-24 tahun mencapai 31,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Kepala BKKBN seks bebas telah ditemukan di setiap propinsi di Indonesia. Hasil penelitian PKBI juga menunjukkan bahwa 9,1% remaja wanita telah melakukan hubungan seks dan 85% melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 1315 tahun di rumah mereka dengan pacar. Remaja wanita masa kini sudah melakukan hubungan seksual secara aktif. Tiap tahunnya 15 juta remaja wanita berusia 15-19 tahun melahirkan. Sebenarnya banyak yang menyalah-artikan mengenai seks bebas atau hubungan badan layaknya suami istri. Keingintahuan mengenai hubungan seks yang tidak pernah diajarkan atau informasikan kepada anak dari sekolah atau orangtua di lingkungan keluarga. Penyebab yang paling sering terjadi adalah pacaran di usia dini misalnya dari SMP sehingga ketika duduk di bangku SMA sudah hamil sebelum lulus ujian. Bisa juga karena perjodohan yang telah diikrarkan oleh orangtua, sehingga si anak bisa saja melakukan seks bebas sebelum nikah, kemudian ia hamil dan harus menikah di usia dini. Hal-hal yang mendukung seks bebas, biasanya sangat mudah didapatkan sumbernya untuk memicu perilaku tidak sopan dan tidak beretika ini. Misalnya saja ada suatu media yang menampilkan perempuan berbikini seperti majalah playboy atau DVD/CD 17 porno yang sangat murah beredar di pelosok daerah dan mudah didapatkan: pada malam harinya di layar kaca atau layar lebar juga bisa menonton pemberitaan perkosaan, video porno artis, adegan-adegan mesra ataupun seks yang vulgar dan situs-situs internet yang banyak juga menampilkan video atau gambar-gambar yang tidak wajar yang mudah sekali di akses melalui komputer ataupun handphone. Menurut Damardjati (dalam Ratna, 2005) perilaku seks bebas memang sebuah potret kegelisahan zaman, anak remaja mencari eksistensi diri dengan segala kebebasan, namun justru terjerumus pada aktivitas yang tak terpuji. Perilaku seks bebas memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan di dorong atau di motivasi oleh faktor – faktor internal yang tidak dapat di amati secara langsung. Dengan demikian individu bergerak untuk melakukan perilaku seks bebas atau halusnya seks pranikah. Pada kalangan remaja, perilaku seks bebas tersebut dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan di dominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai oleh komitmen yang jelas, dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma – norma yang telah di anut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan seks bebas. Diberbagai media baik itu media elektronik maupun media cetak telah banyak membahas masalah perilaku seks bebas pada kalangan remaja. Akan tetapi masalah tersebut belum pernah tuntas bahkan tetap ada. Dan remaja adalah suatu 18 potensi yang besar akan tetapi remaja juga bisa sebagai problema yang besar. Kedua kemungkinan tersebut dapat dilihat dari bagaimana masyarakat atau pihak-pihak yang terlibat baik itu keluarga maupun guru memberikan pengarahan atau pengajaran terhadap perilaku seks bebas pada kalangan remaja. Dari sinilah, maka penulis mencoba membahas dan melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan mengambil kasus dari Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa karena dari sekian sekolah tinggi ilmu kesehatan, Akademi Kebidanan Sandi Karsa mempunyai mahasiswa terbanyak yaitu hampir mencapai 2000 mahasiswa yang dimana semua mahasiswanya berjenis kelamin perempuan dan Akademi Kebidanan Sandi Karsa hampir semua disiplin ilmunya mengkaji tentang alat-alat reproduksi manusia serta kost atau pondokan yang berada disekitaran kampus adalah mahasiswa dari Akademi Kebidanan Sandi Karsa tersebut. Kemudian mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa juga ikut berperan dalam menghindarkan remaja dari perilaku hubungan seks pranikah tersebut dengan cara berbagi cerita kepada kalangan remaja mengenai disiplin ilmunya yang berkaitan dengan perilaku hubungan seks pranikah bahwa apa yang mereka lakukan sangat berbahaya bagi mereka dan disiplin ilmu yang didapat mahasiswa tersebut bisa diaplikasikan kepada masyarakat terutama kepada kalangan remaja. Dari pengambilan kasus diatas maka penulis tertarik meneliti melalui judul penelitian “TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN SEKS PRANIKAH PADA KALANGAN REMAJA” 19 B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana tanggapan mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa terhadap perilaku hubungan seks pranikah. b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan munculnya perilaku hubungan seks pranikah. C.TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui tanggapan mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa terhadap perilaku hubungan seks pranikah b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perialku hubungan seks pranikah D.KEGUNAAN PENELITIAN a. Akademis Secara akademis penelitian hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada si pembaca khususnya mahasiswa sosiologi sekaligus sebagai bahan informasi kepada pihak lain. b. Praktis Secara praktis bahwa hasil penelitian ini berguna bagi mahasiswa akademi kebidanan khususnya bagi kalangan remaja saat ini tentang 20 perilaku hubungan seks pranikah atau seks bebas yang saat ini marak di lakukan tanpa menyadari dampak negatif dari seks bebas tersebut. E. KERANGKA KONSEPTUAL Oswald Spengler (dalam Gunawan, 2000) mengemukakan bahwa pertumbuhan manusia memgalami empat tahapan yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan tua. Dan demikian pula halnya dengan masyarakat terdapat perkembangan dalam suatu kehidupan dimana masyarakat akan mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan. Remaja sebagai generasi muda merupakan aset bangsa yang sangat penting karena pada pundaknya terletak tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa. Masa remaja seringkali merupakan masa yang kritis dimana mereka dihadapkan pada berbagai masalah. Memasuki gerbang remaja, umumnya remaja merasa dirinya sudah besar, dalam arti bukan anak – anak lagi. Oleh karena itu, terkadang remaja cenderung susah untuk diatur, meskipun oleh orang tuaanya sendiri. Batasan tentang remaja pun berbeda – beda tapi pada umumnya seseorang dapat dikatakan remaja pada usia antara 11 - 24 tahun (Sarwono, 2008) Perilaku remaja pada dasarnya adalah perubahan dalam setiap perbuatan atau tindakan yang mengarah terhadap perilaku positif atau negatif. Perilaku positif yang diperlihatkan remaja seperti mentaati kebiasan – kebiasaan, disiplin, keteraturan, kejujuran, semangat, dan motivasi, juga hal lainnya untuk menyesuaikan diri dengan norma – norma dalam masyarakat.sedangkan perilaku negatif yang diperlihatkan remaja seperti berkelahi, membuat keributan, 21 menantang serta melakukan tindakan kejahatan lainnya sebagai akibat pengaruh pergaulan, media elektronik, dan media cetak seperti televisi, film, buku – buku, majalah – majalah yang justru membangkitkan gairah remaja untuk melakukan tindakan tercela, salah satunya melakukan hubungan seksual sebelum manikah. Perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenisnya. Bentuk – bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu tidak berdampak apa – apa, terutama jika ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkan (Sarwono, 2002). Memang tidak bisa dipungkiri bahwa seks adalah hakikat manusia yang paling menentukan perkembangan psikologis manusia. Menurut Sgmund Freud, tindakan manusia ditentukan oleh dorongan libidinalnya baik itu secara disadari maupun tidak di sadari (dalam Sayomukti, 2008). Ketika kebutuhan seks semakin menggeliat pada usia remaja, pengingkaran atau represi (pengekangan) terhadap kebutuhan ini akan dialihkan ke dalam bentuk (metode sublimasi atau pengalihan) berupa tindakan – tindakan yang secara tidak sadar dilakukan oleh remaja yang dalam realitasnya lebih banyak menimbulkan kerugian – kerugian dalam hubungan kehidupan bermasyarakat masyarakat. 22 Perilaku seks bebas pada kalangan remaja mulai tersalurkan ketika remaja mulai mengenal pacaran yang tidak sehat serta kurangnya kontrol dari orang tua dan masyarakat serta pengetahuan yang kurang di bangku pendidikan. Pacaran menjadi sorotan yang meluas dan melahirkan cara pandang yang kadang berlawanan : disatu sisi, ada kalangan yang memandang relasi antar individu di kalangan remaja ini secara negatif, terutama yang menggunakan pendekatan moral dan agama, disisi lain, ada yang memandang dari aspek positifnya. Secara sosiologis, pacaran pada dasarnya adalah wujud hubungan antarmanusia yang menjadi bagian kecil dari hubungan masyarakat dalam struktur sosial (Sayomukti, 2008) Perilaku seks bebas merupakan bagian dari penyimpangan perilaku karena suatu tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang ada dalam masyarakat. Dimana menurut W.Vander Zanden, penyimpangan didefenisikan sebagai suatu perilaku yang oleh sejumlah besar dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi (Suyanto, 2004) Menurut teori Labeling yang dijelaskan oleh Becker (dalam Purwanto, 2007) bahwa penyimpangan yang terjadi akibat pemberian label perilaku terhadap seseorang. Ia diperlakukan sedemikian rupa seolah-olah ia telah berperilaku sebagaimana dilabelkan, meski dalam kenyataannya tidak demikian. Namun karena perlakuan melalui label itu dilaksanakan terus-menerus maka menjadikannya kian mantap dan kuat hingga pada akhirnya label tersebut menjadi kenyataan. seseorang yang semula tidak berperilaku menyimpang kemudian melakukan apa yang dilabelkan khalayak. 23 Perilaku yang dilakukan oleh kalangan remaja khususnya seks bebas pada dasarnya bukan tindakan yang murni dari mereka saja (faktor internal), melainkan ada faktor pendukung atau pengaruh dari luar (faktor eksternal). Selain faktor diatas, faktor yang lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan sebuah seks bebas karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang sangat besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui serta ingin mendapatkan sebuah pengakuan dari teman sepergaulan. Monks (dalam Kartono, 1985) menjelaskan bahwa perubahan hormonal pada masa puber mempengaruhi munculnya perilaku seksualitas. Perubahan hormonal yang terjadi pada masa puber mengakibatkan kematangan pada organ kelamin, yang memunculkan hasrat seksualitas. Remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh temannya tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari sumber yang dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut dalam hal ini sehubungan dengan perilaku seks bebas yang menimbulkan rasa penasaran yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja tersebut. Untuk membuktikan kebenaran informasi yang didapat dan didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui, mereka cenderung melakukan dan mengalami perilaku seks bebas itu sendiri tanpa menyadari bahwa mereka berada dalam suatu lingkungan bermasyarakat. 24 komunitas sosial dan hidup Untuk lebih jelasnya, maka penulis mencoba menggambarkan kerangka konseptual seperti nampak sebagai berikut Individu Lingkungan Faktor Keluarga Media Dampak Tanggapan Mahasiswa Individu Lingkungan Pencegahan Keluarga Media E. METODE PENELITIAN a. Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan September sampai akhir bulan Oktober 2011. Penelitian ini di laksanakan di Kampus akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. 25 di kecamatan Tamalanrea, Kota b. Tipe dan Dasar Penelitian a. Tipe Penelitian Adapun tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tentang tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks pranikah yang terjadi di kalangan remaja. b. Dasar Penelitian Dasar penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah survei dikarenaka bahwa suatu penelitian yang menggunakan metode survei tidaklah perlu untuk meneliti semua individu di dalam populasinya karena hal tersebut memerlukan banyak tenaga, waktu dan biaya. c. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang ada di Akademi Kebidanan Sandi Karsa yang berjumlah 2.450 mahasiswa. b. Sampel Dari 2.450 mahasiswa akan diambil sampel sebanyak 4% atau 98 mahasiswa. Dimana pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik Simpel Random Sampling yaitu penarikan sampel secara acak sederhana.(Singarimbun, 1989). 26 d. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data ini merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena langkah ini sangat menentukan kualitas keabsahan dan kridibilitas hasil penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Kuesioner Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk memperoleh data responden dengan sejumlah pertanyaan tertulis, yang sifatnya terbuka yang nantinya akan dijadikan sebagai pegangan untuk mengambarkan fenomena yang ada sesuai dengan data yang diperoleh. b. Observasi Observasi yang di maksudkan adalah pengamatan langsung melalui penginderaan yang dilakukan di lapangan pada objek yang diteliti untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan masalah penelitian dalam jangka waktu tertentu. c. Studi Pustaka Studi Pustaka yaitu berupa pengumpulan dan penggalian informasi yang di ambil dari buku – buku yang relevan dan artikel – artikel yang menyangkut dengan judul yang di angkat. 27 e. Jenis Data a. Data Primer Yaitu data yang di peroleh langsung dari responden yang dijadikan sampel melalui wawancara langsung (bertatap muka) secara lisan. b. Data Sekunder Yaitu data yang didapatkan melalui penelusuran terhadap sumber – sumber informasi, misalnya: dokumen – dokumen dan arsip – arsip yang relevan dengan tujuan dan masalah penelitian, baik itu keadaan alam, keadaan penduduk dan sebagainya. f. Teknik Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa menggunakan metode analisa kuantitatif. Penelitian kuantitatif menurut Asmadi Alsa (2004) adalah penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat atau frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain. 28 F. DEFENISI OPERASIONAL a. Tanggapan Tanggapan mahasiswa adalah reaksi/respon yang meliputi sikap pengetahuan, pengalaman, tindakan, penerapan nilai – nilai budaya dan norma – norma sosial yang terjadi dilingkungan sekitarnya terhadap suatu fenomena. b. Perilaku Seks Bebas Perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis, dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing. c. Remaja Remaja adalah masa transisi atau peralihan/perubahan dari masa kanak – kanak menuju dewasa yang ditandainya dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososialnya. Remaja di Indonesia adalah usia antara 11-24 tahun dan belum menikah. Masa tersebut dibagi dalam tiga tahap; remaja awal (12-15 tahun), remaja tengah (16-18 tahun), dan remaja akhir (19-24 tahun). 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Tanggapan Dalam kehidupan sehari-hari, sering digunakan perkataan tanggapan yang berasal dari akar dari kata tanggap dan biasa dikonotasikan dengan sikap responsivitas atau respon terhadap suatu masalah atau kejadian Tanggapan berarti produk dari sikap menanggapi suatu peristiwa atau kejadian atau tindakan, yang biasa diistilahkan juga dengan pendapat, pandangan atau penilaian yang kesemuanya bersumber dari adanya pengetahuan, pengalaman serta kesadaran atas peristiwa atau kejadian atau tindakan yang terjadi baik pada diri sendiri, keluarga maupun orang lain serta masyarakat luas. Terjadinya tanggapan pada diri seseorang biasanya ditentukan adanya rangsangan objek-objek yang ditangkap melalui alat-alat panca indra seseorang dan proyeksikan pada bagian-bagian tertentu di otak, sehingga kita dapat mengetahui objek tadi. Menurut T. Vredenberg (dalam Kartasapoetra, 1860) yaitu tanggapan atau persepsi adalah cara mengalami objek-objek dari gejala-gejala menurut suatu proses selektif. Melalui proses selektif tersebut seseorang dapat mempunyai tanggapan atau pendapat tentang suatu gejala atau objek dari sebuah peristiwa ataupun kejadian. 30 Begitu pula pendapat dari Sarwono (2002) yang mengemukakan tanggapan atau persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau kejadian atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Adanya pengalaman terhadap objek atau peristiwa-peristiwa atau kejadian merupakan kesatuan dari apa yang di lakukan oleh seseorang sebagai kegiatannya. Pendapat saya sendiri mengenai tanggapan yaitu suatu bayangan kejadian atau peristiwa yang tinggal dalam ingatan setelah melakukan pengamatan. B. Tinjauan Tentang Fenomena Fenomena, atau masalah, atau gejala adalah segala sesuatu yang dapat kita lihat, atau alami, atau rasakan. Suatu kejadian adalah suatu fenomena. Suatu benda merupakan suatu fenomena. Adanya suatu benda juga menciptakan keadaan atau perasaan, yang tercipta karena keberadaannya. Istilah masalah yang dijadikan pedoman dari istilah fenomena harus di bedakan dari persoalan. Masalah mempunyai pengertian netral, sedangkan persoalan mengandung pengertian memihak. Suatu persoalan juga merupakan suatu masalah atau gejala, dan karenanya juga merupakan suatu fenomena. Persoalan merupakan suatu fenomena yang kehadirannya tidak dikehendaki. Menurut Saswinadi Sasmojo, ada beberapa pengertian dari istilah fenomena tersebut antara lain, fenomena adalah hal-hal yang dapat di saksikan melalui panca indera dan dapat di terangkanserta di nilai secara ilmiah seperti fenomena alam. Contohnya : gerhana, fenomena juga diartikan sebagai sesuatu yang luar biasa serta fenomena merupakan suatu fakta atau kenyataan. 31 C. Tinjauan Tentang Remaja 1. Pengertian Remaja Manusia selalu memgalami perubahan, baik itu perubahan yang bersifat fisik (bentuk tubuh) maupun perubahan yang bersifat nonfisik (sifat dan tingkah laku). Masa remaja merupakan masa yang pasti akan dialami oleh setiap orng. Pada masa ini, pola pikir kita mengalami peralihan dari pola pikir yang masih bersifat kekanak-kanakan menjadi pola pikir yang lebih dewasa. Setelah melewati masa remaja setiap orang akan memasuki sebuah tahapan atau fase yang di sebut dengan fase pendewasaan. Di dalam fase ini manusia mengalami perubahan pola pikir menjadi lebih matang secara bertahap. Pada masa remaja biasanya setiap individu masih bingung dalam menentukan apa sebenarnya dia (tahap pencarian jati diri) dalam artian bahwa masih mencari apa yang harus ia lakukan dalam kehidupannya. Pada masa inilah diperlukan penanaman nilai-nilai dan norma-norma yang di anut atau yang berlaku pada waktu menjalani fase pendewasaan agar tidak terjerumus ke dalam jurang kesalahan yang dalam. Hurlock (1980) menjelaskan bahwa, remaja berasal dari kata latin yaitu adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional dan fisik sehingga memperjelas pemahaman tentang remaja dan membantu dalam menghindari kekaburan menentukan masa remaja. Kemudian Sarwono (2008) mendefenisikan remaja sebagai individu yang tengah 32 mengalami perkembangan fisikdan mental, Beliau membatasi usia remaja ini antara 11-24 tahun dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik). 2. Kebanyakan masyarakat indonesia, usia 11 tahun sudah di anggap aqil baligh baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). 3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa. 4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberikan kesempatan mengembangkan dirinya setelah sebelumnya masih tergantung pada orang tua. Sedangkan H. H. Remmers & C. G. Hackeet (dalam Alamsyah, 2004) mengemukakan: “ Remaja ialah masa yang berada diantara kanak-kanak dan masa dewasa yang matang. Ia adalah masa dimana individu tampak bukan anak-anak lagi, tetapi juga tidak tampak sebagai orang dewasa yang matang, baik pria maupun wanita”. Selanjutnya WHO (dalam Sarwono, 2008) memberikan defenisi yang lebih konseptual, bahwa remaja adalah suatu masa ketika: 1. Individu berkembang dari saat pertama kali ini menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sama seperti saat ia mencapai kematangan seksual. 2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 33 3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadan yang relative lebih mandiri. Selain itu Piaget (Hurlock : 1980,hal 206), mengemukakan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berinteragsi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah di mana individu mengalami perubahan atau peralihan usia baik secara fisik maupun non fisik yang ditandai dengan adanya interaksi sosial dengan manusia dewasa dan tidak lagi menggantungkan hidup kepada orang yang lebih tua dalam hal ini adalah orang tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, baik dalam masalah hak maupun kewajibannya. 2. Ciri-ciri Remaja Semua periode terdapat hal yang penting selama rentan kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu untuk membedakannya dengan periode sebelumnya dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1980), ciri-ciri tersebut adalah : a. Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting Beberapa periode lebih penting dari beberapa periode lainnya karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja 34 kedua-duanya sangat penting. Dalam membahas akibat fisik pada masa remaja, Tanner (1856) mengatakan “Bagi sebagian besar anak muda, usia antara dua belas tahun dan enam belas tahun merupakan kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang terutama pada awal masa remaja. Semua itu menimbulkan perlunya penyesuain mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat yang baru”. b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang. Seperti yang di jelaskan oleh Osterrieth (Sarwono, 2008) “struktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan banyak ciri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja yang ada pada akhir masa kanak-kanak. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seseorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa, jika mereka berperilaku seperti anak-anak maka ia akan diajari untuk bertindak sesuai umurnya, dan jika remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa, ia sering kali dituduh mencoba bertindak seperti orang dewasa. 35 c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sifat juga berlangsung cepat, begitupun sebaliknya (Sarwono, 1981). Adapun perubahan yang sama, yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Karena, perubahan emosi biasanya terjadi lebih cepat selama masa awal remaja. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan kelompok sosial yang dipesankan. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar anak remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan, mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat untuk mengatasi tanggung jawab tersebut. d. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa-masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian di selesaikan oleh orang tua dan guru-guru. Sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalahnya sendiri. Kedua, karena para remaja merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru (Sarwono, 1981) 36 e. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas Erikson (1902) mengemukakan bahwa, identitas diri yang di cari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Erikson selanjutnya menjelaskan bagaimana pencarian identitas ini mempengaruhi perilaku remaja, dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan tahun-tahun lalu. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identifikasi ego adalah lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi masa kanak-kanak. f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan Majeres (dalam Sarwono, 1981) mengemukakan bahwa, banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak di antaranya yang bersifat negative. Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat di percaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbingnya dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa Remaja yang Tidak Realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan temantemannya yang menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja, remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain 37 mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri (Sayomukti, 2008) h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (Sayomukti, 2008) 3. Perkembangan Remaja Pada umumnya permulaan masa remaja ditandai oleh perubahanperubahan fisik yang mendahului kematangan seksual. Bersamaan dengan itu, juga dimulai proses perkembangan psikis remaja, dimana mereka mulai melepaskan diri dari ikatan dengan orang tuanya. Kemudian terlihat perubahanperubahan kepribadian yang terwujud dalam cara hidup untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat. 38 Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, Petro Blos (dalam Sarwono, 2008), mengemukakan bahwa ada 3 tahap perkembangan remaja, yakni 1. Remaja Awal (Early Adolensence) Pada tahap ini remaja masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahanperubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego yang menyebabkan remaja sukar mengerti dan dimengerti oleh orang lain. 2. Remaja Madia (Middle Adolensence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman yang mempunyai sifatsifat yang sama dengan dirinya, dan pada anak laki-laki cenderung untuk membebaskan diri dari eodipus (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanakkanak). 3. Remaja Akhir (Late Adolensence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai seperti minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain untuk mencari pengalamanpengalaman baru, terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public). 39 Selanjutnya, menurut M. Carballo (dalam Sarwono, 2008), ada 6 penyesuain diri yang harus dilakukan remaja,yaitu : a. Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya. b. Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang kuat dalam kebudayaan tempatnya berada. c. Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk menghadapi kehidupan. d. Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat. e. Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas, dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan. f. Memecahkan masalah-masalah nyata dalam pengalaman sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan. Selanjutnya pada masa remaja ini pula atau tahap pencarian jati diri terkadang kalangan remaja mulai melakukan perilaku menyimpang atau yang biasa dikenal dengan kenakalan remaja bentuknya bermacam-macam seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas pranikah. Bentuk-bentuk kenakalan yang demikian biasa disebut juga dengan pergaulan bebas. Pada dasarnya perilaku menyimpang adalah hal-hal yang dilakukan oleh remaja sebagai individu dan yang tidak sesuai dengan normanorma hidup yang belaku di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka 40 menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan dianggap terjadi hal yang menyimpang atau “kenakalan Menurut para ahli, salah satunya adalah Kartono seorang ilmuan sosiologi, (dalam Lapu, 2010) mengemukakan pendapatnya bahwa kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku mengapa seorang remaja melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Soerjono Soekanto (1988) mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi dan adanya kesempatan tertentu, tetapi terkadang pada kebanyakan orang tidak menjadi berwujud penyimpangan. Dasar pengakategorian penyimpangan didasari oleh perbedaan perilaku, kondisi dan individu. Penyimpangan dapat didefinisikan secara statistik, absolut, reaktifis, dan normatif. Perbedaan yang menonjol dari keempat sudut pandang pendefinisian itu adalah pendefinisian oleh para reaktifis, dan normatif yang membedakannya dari kedua sudut pandang lainnya.( Jokie M.S. Siahaan:, 2008). 41 D. Tinjauan Tentang Perilaku Seks Bebas di Kalangan Remaja Sebelum kita membahas tentang perilaku seksual remaja, ada baiknya jika kita mengetahui sebelumnya pengertian dari perilaku itu sendiri. Perilaku dipandang dari segi biologis ialah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan jadi, pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Perilaku manusia mempunyai bentangan yang cukup luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal sendiri, seperti berpikir, tanggapan,dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dalam hal ini perilaku merupakan apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang dapat diamati secara tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika mengartikan perilaku sebagai aksi reaksi organism terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk meniombulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka atau rangsangan tertentu menghasilkan perilaku tertentu. Kemudian Robert Kwick (dalam Alamsyah, 2004) juga menyatakan bahwa “perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organism yang dapat dipelajari”. Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidal disadari. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab 42 seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu, amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut. Bentuk-bentuk perubahan perilaku itu sendiri bervariasi sesuai dengan konsep yang digunakan para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Berikut ini di uraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO yang mana perubahan perilaku itu dikelompokan menjadi 3 yaitu : 1. Perubahan Alamiah Perilaku manusia selalu berubah dimana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan. 2. Kesedian Untuk Berubah (readdiness to change) Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahanperubahan tersebut. Hal ini di sebabkan karena setiap orang mempunyai kesedian orang untuk berubah yang berbeda-beda. Sejalan dengan perubahan-perubahan sosial, ekonomi, politik, dan komunikasi dalam beberapa dekade terakhir terjadi perubahan-perubahan mengenai perilaku seks dan norma-norma baik di negara-negara industri maupun 43 di negara-negara berkembang. Proses perubahan tersebut berjalan terus terutama di kalangan remaja. Masalah seks pada remaja sering kali mencemaskan para orang tua, juga pendidik dan sebagainya. Bagi masyarakat masalah seks remaja sekarang ini merupakan masalah sosial karena perilaku tersebut sudah melanggar norma dan peraturan-peraturan yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Kartono (1981) yang disebut sebagai masalah sosial ialah : 1. Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memperkosa adat-istiadat masyarakat. 2. Situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat sebagai menganggu, tidak dikehendaki, berbahaya dan merugikan orang banyak. Selanjutnya menurut Robert K. Merton dan Kingsley Davis (dalam Nurdin, 1990) mengemukakan: “suatu masalah sosial adalah suatu cara bertingkah laku yang menentang satu atau beberapa norma yang telah di terima dan berlaku di dalam masyarakat”. Sedangkan yang di maksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini pun bisa bermacammacam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang hayalan atau diri sendiri. 44 Kebebasan pergaulan antara jenis kelamin pada remaja dengan mudah dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya di kota-kota besar seperti Makassar, karena perilaku ini merupakan perilaku menyimpang. Menurut Sahat (1983) mendefenisikan penyimpangan itu adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyimpangan adalah perbuatan yang melanggar norma, penyimpangan ini terjadi jika seseorang atau sebuah kelompok tidak mematuhi patokan baku di dalam masyarakat. Salah satu teori dari perilaku menyimpang yang sangat berhubungan dengan masalah perilaku seks bebas di kalangan remaja sekang yaitu teori kontrol, di mana teori ini menjelaskan bahwa penyimpangan merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial (Narwoko dan Suyanto, 2006). Menurut beberapa ahli bahwa perilaku seks pada remaja tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti yang dikemukan oleh Sanderowits dan Paxman (Sarwono, 2008), bahwa, faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja menunjuk kepada faktor-faktor sosial ekonomi seperti rendahnya pendapatan dan taraf pendidikan, besarnya jumlah keluarga dan rendahnya nilai agama yang bersangkutan. Faktor lain yang kadang-kadang dicurigai sebagai pendorong perilaku seksual adalah citra diri yang menyangkut keadaan tubuh (body images) dan kontrol diri, ada pendapat bahwa orang yang kurang mengenal keadaan tubuhnya kurang sempurna, cenderung mengkompensasikannya dengan perilaku seksual. Di 45 sisi lain, dikatakan pula bahwa orang yang percaya bahwa ia mampu mengatur keadaan dirinya (Ber-locus of control internal) maka akan kurang perilaku seksualnya. Adapun uraian yang lebih jelas mengenai faktor-faktor penyebab penyimpangan perilaku seksual remaja menurut Sarwono (2008), dapat diklarifikasikan sebagai berikut : 1. Meningkatnya Libido Seksual Dalam upaya mengisi peran sosialnya yang baru itu, seorang remaja mendapatkan motivasinya dari meningkatnya energi seksualnya atau libido. Menurut Sigmund Freud (1856-1939) mengemukakan bahwa energi seksual ini berkaitan erat dengan kematangan fisik. Sementara itu, menurut Anna Freud (1895-1982) berpendapat bahwa fokus utama dari energy seksual ini adalah perasaan-perasaan di sekitar alat kelamin, objek-objek seksual dan tujuan-tujuan seksual. Dalam kaitan dengan kematangan fisik tersebut diberbagai masyarakat dunia sekarang ini ada kecenderungan menurunnya usia kematangan seksual seseorang. Seperti di Inggris, usia haid pertama (menarche) menurun dari rata-rata 14 tahun (pada tahun 1900) menjadi 12,9 tahun (pada tahun 1980). Di Nigeria, usia haid pertama atau menarche merosot dari 14 tahun (pada tahun 1990) menjadi 12,3 tahun di kalangan kelas sosial-ekonomi tingkat bawah (1960). Menurutnya usia kematangan seksual ini dipengaruhi oleh semakin membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak, dan juga meningkatnya informasi melalui media massa serta hubungan antar orang dengan pihak lain. 46 2. Penundaan Usia Perkawinan Indonesia terutama di daerah-daerah pedesaan, masih terdapat banyak perkawinan di bawah umur, karena ukuran perkawinan di masyarakat seperti itu adalah kematangan fisik belaka. Akan tetapi dengan semakin meningkatnya taraf pendidikan masyarakat, dengan banyaknya anak-anak perempuan yang bersekolah maka makin tertunda kebutuhan untuk mengawinkan anaknya. Kecenderungan ini terutama terjadi pada masyarakat di kota-kota besar atau di kalangan masyarakat kelas sosial-ekonomi menengah ke atas. 3. Tabu-Larangan Hubungan seks diluar perkawinan tidak hanya dianggap tidak baik, tetapi juga tidak boleh ada. Bahkan, sering dianggap tidak pernah ada. Anggapan ini yang sangat dipengaruhi oleh ajaran agama, sehingga menyebabkan sikap negative masyarakat terhadap hubungan seks. Orang tua dan pendidik jadi tidak mau terbuka atau berterus terang kepada anaknya tentang pendidikan seks, takutnya nanti jika anak-anak mereka ikut-ikutan melakukan hubungan seks sebelum waktunya (sebelum nikah). Pendidikan seks kemudian menjadi tabu untuk dibicarakan walaupun antara anak dengan orang tuanya sendiri. Sulitnya komunikasi, khususnya dengan orang tua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak di harapkan. 47 4. Kurangnya Informasi tentang Seks Melihat kenyataan sekarang, sebenarnya cukup waktu untuk remaja putraputri itu untuk mempersiapkan dirinya dalam mencegah hal-hal yang tidak dikehendaki. Akan tetapi, pada umumnya mereka ini memasuki usia remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang pendidikan seks. Mereka hanya mendapatkan informasi-informasi yang salah, itu semua di sebabkan karena orang tua tabu membicarakan pendidikan seks dengan anaknya dan hubungan orang tua-anak sudah terlanjur jauh sehimgga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat, khususnya teman. 5. Pergaulan yang Makin Bebas Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Keadaan pergaulan antar remaja pria dan wanita telah bergeser bila dibandingkan dengan keadaan 20 atau 30 tahun yang lalu. Menurut Kartini Kartono (1989) berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai : a. Masturbasi atau Onani yakni suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat gentikal dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang sering kali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi. 48 b. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan. Pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. c. Berbagai kegiatan yang mengarah kepada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikan atau kegagalan umtuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan. Selain itu, adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja, 1994) adalah sebagai berikut : 1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu 2. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain) 3. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut. 49 Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptif yang menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu dalam arti berhubungan yaitu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini hubungan seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation). Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja dan kebanyakan pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Menurut Dr. Boyke Dian Nugraha berikut dampak – dampak yang di timbulkan dari seks bebas di luar nikah pada kalangan remaja : 1) Terjadi kehamilan di luar nikah 2) Resiko terjangkitnya penyakit menular seksual ( PMS ) Kemudian dampak psikologis yang di timbulkan dari seks bebas di luar nikah tersebut adalah sebagai berikut : 1) Hilangnya harga diri ( keperawanan / keperjakaan ) 2) Perasaan di hantui dosa 3) Perasaan takut hamil dan takut ketahuan 4) Lemahnya ikatan yang terjalin, pernikahan gagal 50 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan dan Nama Perguruan Tinggi Perguruan tinggi ini dibentuk pada tanggal 9 oktober 2001 dan nama perguruan tinggi ini adalah Akademi Kebidanan Sandi Karsa yang berlokasi di kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan. Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar diselenggarakan sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi yang ikut berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan para mahasiswa sebagai sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan jiwani, kepribadian mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab untuk menunjang pembangunan Nasional. Tujuan khusus Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kebidanan yang menekankan keseimbangan aspek kognitif, efektif, psikomotor yang 51 berkualitas tinggi dan profesional yang mampu mengantisipasi kebutuhan masyarakat Nasional / Internasional melalui penyelenggaraan program pendidikan tinggi di bidang kebidanan yang dapat dilakukan dalam bentuk peyelengaraan kegiatan-kegiatan penelitian dan pengkajian untuk ikut membantu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan dan khususnya bagi umat manusia secara utuh menyangkut Biopsikososial, spritual, baik dalam lingkup promosi, prevensi, kurasi maupun rehabilitasi yang berskala lokal, Nasional maupun Internasional baik lingkup masyarakat, bangsa, negara dan kebutuhan pasar global. Adapun jumlah mahasiswa dari Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar terbagi 3 tingkatan yaitu : Tingkat I sebanyak 627 mahasiswa, Tingkat II sebanyak 553 mahasiswa, Tingkat III sebanyak 460 mahasiswa jadi jumlah mahasiswanya sebanyak 1.640 mahasiswa. Dari jumlah keseluruhan mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa semuanya berjenis kelamin perempuan. Selain itu, Staf dan Dosen yang mengajar di Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa sebanyak 68 orang yang meliputi Dosen tetap sebanyak 27 orang dan Dosen tak tidak tetap sebanyak 41 orang. Serta jumlah pengawai sebanyak 28 orang dan 1 security kampus. 52 B. Lambang dan Bendera Akademi Kebidanan Sandi Karsa 1. Lambang Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah gambaran tentang kegiatan yang dilandasi semangat kepahlawanan bangsa yang luhur, membekali kader-kader bangsa yang berjiwa pancasila dan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan menyongsong era globalisasi. 2. Bendera Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar yang digunakan pada setiap upacara dan pertemuan Akademik tertentu memiliki ketentuan sebagai berikut : Ukuran : tinggi 120 cm, panjang 180 cm, Warna dasar : biru, gambar bunga putih, bingkai hitam Lambang Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah bunga wijaya Kusuma Putih yang menggambarkan kelembutan dan jiwa yang suci, berbingkai segi lima yang melambangkan Dasar Negara adalah pancasila. C. Hymne dan Mars Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar 1. Hymne Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah syair dan lagu yang mengungkapkan kebanggaan jati diri Akademik Kebidanan Sandi Karsa Makassar yang diperdengarkan pada Upacara Akademi sebagai lagu resmi Akademi Kebidanan Sandi Karsa. 53 2. Mars Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah syair dan lagu untuk membangkitkan semangat dan persatuan civitas Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar Uniform atau Seragam Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah uniform atau seragam kebesaran yang dipakai oleh mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar terdiri atas seragam praktek klinik kebidanan di rumah sakit (putih-putih) serta seragam kelas dan lapangan ( putih-hijua ) dengan blazer hijau. Bahasa indonesia merupakan bahasa resmi dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan, penelitian pengabdian pada masyarakat maupun administrasi. Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang ditekankan untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Bahasa asing digunakan bilamana keikutsertaan orang asing atau persiapan untuk menghadapi orang asing cukup penting untuk mengerti bahasa resmi dengan bahasa asing dalam keadaan yang bersangkutan. Pola ilmiah Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya bidang kesehatan melalui pembinaan sumber daya untuk menunjang pembangunan teknologi bidang kesehatan dan kebidanan yang berwawasan global. 54 D. Susunan Organisasi Susunan organisasi Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut : 1. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar 2. Unsur pimpinan meliputi : a. Direktur b. Pembantu Direktur I ( bidang akademik ) c. Pembantu Direktur II ( bidang administrasi umum ) d. Pembantu Direktur III ( bidang kemahasiswaan ) 3. Unsur Akademi meliputi : a. Bidang Tata Operasional Akademik b. Lembaga Penelitian c. Lembaga Pengabdian Masyarakat 4. Unsur Pelaksana Administrasi meliputi : a. Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan b. Biro Administrasi Umum 5. Unsur Penunjang Umum meliputi : a. Perpustakaan b. Pusat Komputer, Internet, dan laboratorium c. Unit Instlasi d. Unit Pelaksana Teknis e. Asrama 55 Sesuai dengan kebutuhan, unsur-unsur organisasi tersebut dapat ditambah atau dikurangi oleh Direktur dengan persetujuan rapat Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. E. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar 1. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar merupakan badan tertinggi di lingkungan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar yang tugas pokok untuk : a. Merumuskan kebijaksanaan penilaian prestasi Akademi dan pengembangan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. b. Merumuskan kebijaksanaan penilaian prestasi akademi dan pengembangan kecakapan serta kepribadian civitas akademik. c. Merumuskan Norma dan tolak ukur penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pemberian pelayanan kepada masyarakat. d. Memberikan persetujuan atas rencana anggaran pendapatan dan belanja Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar yang diajukan Pimpinan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. e. Menilai pertanggung jawaban Pimpinan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar atas pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. 56 f. Merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan akademi, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuaan pada Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. g. Memberiakan pertimbangan kepada badan penyelenggara pendidikan tinggi Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat menjadi Direktur Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. 2. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar terdiri atas : a. Direktur bertindak sebagai Ketua b. Semua pembantu Direktur, Pembantu Direktur I bertindak sebagai Ketua bilamana Direktur berhalangan. c. Kepala Tata Operasional Akademik d. Kepala Tata Usaha. e. Kepala Administrasi Akademi dan Kemahasiswaan. f. Tokoh masyarakat atau pihak luar yang berkompeten dibidangnya. 3. Ketua Senat didampingi oleh Sekretaris yang dipilih dari para anggota senat untuk masa jabatan tiga (3) tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya. 4. Dalam melaksanakan tugasnya, Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar dapat membentuk komisi-komisi yang beranggotan anggota Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar dan bila dianggap perlu dapat ditambah anggota lain. 57 5. Tata cara penyelenggaraan rapat, mekanisme kerja dan pengambilan keputusan dalam rapat Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar diatur dalam peraturan tersendiri dengan berpedoman pada perundang-undangan yang berlaku. F. Pimpinan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar dipimpin oleh seorang Direktur yang bertanggung jawab kepada yayasan Sandi Karsa Makassar dengan dibantu oleh 3 (tiga) Pembantu yang terdiri atasPembantu Direktur bidang akademik, Pembantu Direktur bidang Administrasi Umum, dan Pembantu Direktur bidang Kemahasiswaan. 1. Direktur memimpin peyelenggaraan dan pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Direktur juga membina para tenaga kependidikan, para mahasiswa, dan tenaga administrasi Akademi serta memelihara hubungan yang bermanfaat antara Akademi Kebidanan Sandi Karsa dan Lingkungannya. 2. Bilamana Direktur berhalangan tidak tetap, Pembantu Direktur Bidang Akademi bertindak sebagai pelaksana harian Direktur. 3. Bilamana Direktur berhalangan tetap, Yayasan Sandi Karsa Makassar mengangkat pejabat sementara sebelum diangkat Direktur yang baru. 4. Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan Sandi Karsa Makassar setelah mendapat pertimbangan Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. 58 5. Pembantu Direktur bertanggung jawab langsung kepada Direktur Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. 6. Pembantu Direktur Bidang Akademi, membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan dan pengembangan dibidang pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Pembantu Direktur Bidang Akademi dibantu oleh suatu Biro Administrasi Akademi yang dipimpin oleh seorang Kepala Biro yang juga bertindak sebagai pencatat resmi (Registrasi) 7. Pembantu Direktur Bidang Administrasi Umum membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan dan pengembangan dibidang Administrasi Umum dan Keuangan, serta mengusahakan pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar serta juga mengatur pemanfaatannya. 8. Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan dan Alumni membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan dan pengembangan dibidang kemahasiswaan, termasuk pembinaan dan pelayanan kesehjateraan mahasiswa, serta hubungan para alumni. 9. Para Pembantu Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan Sandi Karsa Makassar atau usul Direktur dan setelah mendapat pertimbangan Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. 10. Masa jabatan Direktur dan Pembantu Direktur adalah 4 ( empat ) tahun. Direktur maupun Pembantu Direktur dapat diangkat kembali untuk masa 59 jabatan berikutnya setelah mendapat pertimbangan Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. G. Laboratorium Laboratorium Kebidanan dipimpin oleh seorang Dosen yang keahliannya telah memenuhi persyaratan sesuai dengan bidang ilmu dan teknologi tertentu dan bertanggung jawab kepada Direktur Akademik Kebidanan Sandi Karsa Makassar. H. Learning Resource Center 1. Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar menyelenggarakan dan mengembangkan Learning Resource Center untuk memproses informasi untuk menyelenggarakan penelitian, pendidikan dan administrasi, serta pengabdian masyarakat. 2. Learning Resource Center dipimpin oleh seorang Ketua Learning Resource Center yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. Staf Learning Resource Center diangkat oleh Direktur atas usulan dari Ketua Learning Resource Center. 3. Fasilitas Learning Resource Center dapat digunakan oleh Dosen, peneliti, tenaga kependidikan lain, pejabat administrasi dan mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar sesuai dengan peraturan yang diadakan oleh Pimpinan Learning Resource Center. 60 I. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Lembaga pengabdian masyarakat diadakan untuk melaksanakan pembinaan dan pengembangan kegiatan pengalaman ilmu pengetahuan dan teknologi untuk ikut berusaha membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Lembaga ini mengkoordinasi, memantau, dan menilai kegiatan pengabdian kepada masyarakat serta ikut mengusahakan dan mengendalikan pengelolaan sumber daya yang diperlukan untuk memungkinkan pelaksanaan kegiatankegiatan yang bersangkutan. Pimpinan lembaga pengabdian pada masyarakat terdiri atas Kepala dan Sekretaris lembaga. Kepala Lembaga bertanggung jawab langsung kepada Direktur,sedangkan Sekretaris Lembaga bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga. Kepala dan Sekretaris Lembaga diangkat dan diberhentikan oleh Direktur. Pada Lembaga pengabdian masyarakat diangkat oleh Dosen dan Tenaga Ahli lain sebagai anggota staf ahli atau staf administrasi lembaga. J. Lembaga Penelitian 1. Lembaga penelitian diadakan untuk melaksanakan pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan penelitian praktis. Lembaga Penelitian inimengkoordinasi, memantau dan menilai pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan ke pusat-pusat penelitian, pusat-pusat pengkajiaan, serta ikut mengusahakan dan mengelolah sumber daya yang diperlukan 61 dalam menyelenggarakan kegiatan penelitian. Lembaga Penelitian melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian yang bersifat multi bidang khususnya bidang kesehatan dan kebidanan. 2. Pimpinan Lembaga Penelitian pusat penelitian dan pusat pengkajian masing-masing terdiri atas Ketua dan Sekretaris yang diangkat oleh Direktur untuk masa 3 (tiga) tahun dengan kemungkinan diangkat kembali. Kepala Lembaga Penelitian dan Kepala pusat pengkajian bertanggung jawab langsung kepada lembaga penelitian dan para Sekretaris bertanggung jawab langsung kepada Kepala Lembaga Penelitian. 3. Pada lembaga penelitian, pusat penelitian dan pusat pengkajian dapat ditempatkan Dosen atau Tenaga Ahli sebagai anggota staf peneliti atau staf administrasi sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia. Pada lembaga penelitian, pusat penelitian dan pusat pengkajian dapat juga ditempatkan tenaga ahli yang berasal dari perguruan tinggi yang lain yang bekerja dilembaga itu untuk jangka waktu yang tersedia. 4. Lembaga Penelitian diatur, dikendalikan dan diawasi melalui sidang-sidang seperti Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar, yang terdiri atas peneliti-peneliti senior, termasuk peneliti senior yang bekerja dilembaga sebagai peneliti, para Kepala dan Sekretaris Pusat Penelitian, para Kepala dan Kepala Perpustakaan sebagai peserta sidang. Sidang-sidang lembaga 62 penelitian yang diselenggarakan secara berkala ini diketahui oleh kepala lembaga penelitian yang bilamana berhalangan dalam sidang, diwakili oleh Sekretaris Lembaga. 5. Usul pengadaan pusat penelitian atau pusat pengkajian baru dan sebaliknya usul penutupan suatu lembaga penelitian atau pusat pengkajian juga dikembangkan dalam suatu sidang-sidang berkala ini sebelum diajukan Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar. K. Unsur Pelaksanaan Administrasi 1. Pelaksanaan Administrasi Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar terdiri atas bagian Administrasi Akademi serta bagian Administrasi Umum 2. Unsur pelaksanaan administrasi sebagaimana dimaksud diatas di Pimpin oleh seorang Kepala bagian dan bertanggung jawab kepada Pimpinan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar L. Unsur Penunjang 1. Unsur penunjang pada Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar dapat berbentuk unit pelaksana teknis, terdiri atas perpustakaan dan unsur-unsur penunjang lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan Akademi Kebidanan. 2. Unsur penunjang sebagaimana yang dimaksud diatas di Pimpin oleh Kepala UPT dan bertanggung jawab kepada Akademi Kebidanan. 63 M. Penyelenggaraan Pendidikan Jenis-jenis yang diselenggarakan meliputi : 1. Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar meyelenggarakan pendidikan dan penelitian terapan serta pengabdian pada masyarakat yang tercantum didalam tri darma perguruan tinggi. 2. Pendidikan merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang bermoral serta berkualitas tinggi. 3. Penelitian merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan secara empiris, teoritis, konsepsional, metedologis, dan sistematis dalam menciptakan model atau informasi baru dan memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kebidanan. 4. Pengabdian pada masyarakat merupakan pengembangan pertanggung jawaban terhadap ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat. 64 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Sebelum kita membahas secara keseluruhan permasalahan yang berkaitan dengan tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks bebas pra nikah pada remaja, terlebih dahulu kita perlu mengklasifikasikan identitas responden sebagai pendukung dalam memberikan analisa terhadap masalah yang diteliti. Adapun klasifikasi identitas responden meliputi: jenis kelamin, umur, agama, tahun masuk, dan asal daerah. 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis, dapat diketahui jenis kelamin responden yang berada pada Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa semuanya berjenis kelamin perempuan. Hal yang wajar saja bila Akademi Kebidanan didominasi oleh kaum perempuan karena disiplin ilmu dari Akademi kebidanan mengenai alat reproduksi wanita dalam hal persalinan. 65 2. Umur Untuk memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam memberikan tanggapan atau pendapat terhadap suatu hal, maka umur responden sangat penting untuk diketahui. Umur responden ini dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman seseorang dalam merespon sesuatu dan membentuk pola pikir dalam pergaulannya, oleh karena itu, pada tabel dibawah ini akan disajikan responden menurut kelompok umur. Tabel 1 Distribusi Responden berdasarkan Umur No Umur Frekuensi (F) Persentase (%) 1 17 – 20 Tahun 59 60.2 2 21 – 24 Tahun 39 39.8 Jumlah 98 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa responden dapat dibagi dalam 2 kelompok umur yaitu kelompok umur 17 -20 tahun sebanyak 59 orang atau 60.2 % responden dan kelompok umur 21 -24 tahun sebanyak 39 orang atau 39.8 % responden. Kelompok umur 17 – 20 tahun dimana manusia mulai menemukan identitasnya dan bisa mengadaptasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat. Kelompok umur 21 – 24 tahun dimana manusia memasuki masa dewasa dan berusaha menghindari dari sikap menyendiri. 66 3. Agama Dalam diri manusia tidak terlepas dari sebuah keyakinan yaitu agama yang telah diyakini semenjak manusia dilahirkan. Oleh karena itu, pada tabel berikut ini akan disajikan responden berdasarkan agama. Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama No Agama Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Islam 67 68.4 2 Protestan 23 23.5 3 Katolik 8 8.2 Jumlah 98 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 Pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan agama sebanyak 67 orang atau 68.4 % responden yang beragama Islam. Sebanyak 23 orang atau 23.5 % responden yang beragama Kristen Protestan dan sebanyak 8 orang atau 8.2 % responden yang beragama Kristen Katolik. 4. Tahun Masuk Tahun masuk responden merupakan hal yang penting untuk mengukur kemampuan pengetahuan, pengalaman dan tanggapan atau pendapat seseorang dalam memberikan atau merespon sesuatu hal dan membentuk pola fikir dalam pergaulannya. Pada tabel berikut ini akan diuraikan jumlah responden menurut tahun masuk. 67 Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Masuk No Tahun Masuk Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2010 61 62.2 2 2009 37 37.8 Jumlah 98 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan tahun masuk diantaranya masuk tahun 2009 sebanyak 37 orang atau 37.8 % dan responden yang tahun masuknya 2010 sebanyak 61 orang atau 62.2 %. Banyaknya angkatan 2010 di banding dengan angakatan 2009 hal ini disebabkan karena angkatan 2010 adalah mahaiswa paling aktif sedangkan angkatan 2009 menuju tahap akhir dalam penyelesaian studi. 5. Asal Daerah Asal daerah responden sangatlah berpengaruh dalam penelitian ini untuk membedakan karakteristik maupun penilaian terhadap suatu hal dari daerah yang satu maupun daerah yang lain. Karakteristik responden berdasarkan asal daerah yang ada di kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa dapa dilihat pada tabel. 4 berikut ini : 68 Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah no Asal Daerah Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Pangkep, Barru, Pare-Pare, Sidrap 15 15.3 2 Enrekang, Toraja, Palopo 13 13.3 3 Makassar 9 9.2 4 Gowa, Takalar,Bantaeng, Jeneponto 10 10.2 5 Bulukumba, Sinjai 18 18.4 6 Soppeng, Bone 14 14.3 7 Jawa Timur 5 5.1 8 NTT dan NTB 9 9.2 9 Papua 5 5.1 Jumlah 98 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa distribusi responden tertinggi berasal dari daerah Bulukumba dan Sinjai yaitu sebanyak 18 responden atau 18.4 % berasal dari daerah. Kemudian dari daerah Pangkep, Barru, Pare-Pare, Sidrap yaitu sebanyak 15 responden atau 15.3 %. Sebanyak 14 responden atau 14.3 % berasal dari daerah Soppeng dan Bone. Kenapa asal daerah tersebut di atas dikelompokkan karena Pangkep. Barru, Pare-pare dan Sidrap karena mempunyai kedekatan daerah, kemudian Enrekang, Toraja dan Palopo mempunyai kemiripan seperti cuaca dan karakter dari masyarakat itu sediri. Makassar merupakan kota besar di Sulawesi Selatan. Gowa, Takalar, Bantaeng, dan Jeneponto mempunyai suku yang sama yaitu bugis-makassar, sedangkan NTT dan NTB merupakan daerah satu pulau. 69 B. Pemahaman Tentang Hubungan Seks Bebas Pranikah Seiring dengan pertumbuhan dan perubahan secara primer, sekunder dan psikis pada remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dorongan untuk menyalurkan dorongan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan. Perilaku hubungan seks bebas pranikah pada pada remaja harus mendapat perhatian khusus baik orang tuanya sendiri, masyarakat maupun pemerintah. Dibagian ini akan dibahas bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks bebas pra nikah berdasarkan : 1. Pemahaman a. Pemahaman Tentang Arti Seks bebas Mengkaji seksualitas hampir selalu berhubungan dengan konsep tubuh, jenis kelamin, dan berbagai konstruksi yang dibangun di atasnya. Kemudian di dalam konstruksi itu biasanya terkandung sudut pandang mengenai sesuatu yang dianggap stabil, baik, mapan, umum, dominan dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis dapat diketahui bahwa semua responden telah terbiasa dengan istilah seks bebas dalam kehidupan sehariharinya apalagi mereka ini adalah calon bidan nantinya sehingga wajar apabila mereka paham tentang seks bebas tersebut, itu terlihat dari 98 responden dengan persentase 100% tahu tentang arti seks bebas tersebut. 70 b. Pengetahuan Tentang Arti Seks Bebas Pengetahuan atau knowledge adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Perubahan sosial, budaya dan perkembangan teknologi telah berdampak pada perubahan pola pikir, sikap dan perilaku masyarakat. Hal ini juga berpengaruh terhadap pengetahuan tentang perilaku hubungan seks pranikah. Perilaku seks adalah salah satu bagian kehidupan yang senantiasa mewarnai kehidupan remaja selama ini yang penuh dengan inovasi dan kreatifitas dengan menjadikan dunia modern diatas segalanya. Berikut ini kita akan melihat tanggapan responden tentang arti perilaku hubungan seks pranikah pada remaja Pentingnya pengetahuan tentang seks bebas pada responden sangat berpengaruh dengan jawaban yang diberikan. Dalam hal ini arti sesk bebas juga penting untuk diketahui, sejauh mana responden mengartikan seks bebas. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : No Tabel 5 Distribusi Tanggapan Berdasarkan Arti Seks Bebas Arti Seks Bebas Frekuensi (F) 1 Hubungan diluar nikah 49 50.0 2 Hubungan seks dengan gonta-ganti 43 43.9 Hubungan berdasarka suka sama suka 6 6.1 Jumlah 98 100 Persentase (%) pasangan 3 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 71 Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian responden memahami arti seks bebas adalah suatu hubungan seks yang dilakukan di luar nikah sebanyak 49 orang atau 50.0 %.. Sebanyak 43 orang atau 43.9 % mengartikan seks bebas itu adalah hubungan yang dilakukan dengan gonta-ganti pasangan. Kemudian arti yang lain adalah seks bebas berdasarkan suka sama suka sebanyak 6 orang atau 6.1% responden. Disini dapat disimpulkan bahwa seks bebas itu diartikan sebagai suatu hubungan seksual yang dilakukan antara lawan jenis bahkan sesama jenis. c. Bentuk-Bentuk Perilaku Hubungan Seks Pranikah. Berdasarkan hasil kuesiner terhadap 98 responden terhadap pertanyaan yang diajukan tentang perilaku hubungan seks bebas pranikah yang biasa dilakukan remaja, diperoleh jawaban sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini : Tabel 6 Distribusi Tanggapan Menurut Bentuk-Bentuk Perilaku Hubungan Seks No Bentuk Perilaku Seks Pranikah Frekuensi (F) 1 Bersetubuh 92 93.9 2 Berciuman 4 4.1 3 Bercumbu 2 2.0 Jumlah 98 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 72 Persentase (%) Pada tabel 7 di atas dapat kita lihat bahwa pada umumnya responden memahami perilaku seks bebas itu mengarah pada bentuk – bentuk berhubungan badan terdapat 92 orang atau 93.9% responden. Berciuman diartikan sebagai perilaku seks bebas pranikah di kalangan remaja, responden yang menjawab hal tersebut sebanyak 4 orang atau 4.15% responden. Sementara itu, bentuk – bentuk perilaku yang lainnya adalah bercumbu, responden yang menanggapi bentuk perilaku seks pranikah dalam arti bercumbu sebanyak 2 orang atau 2.0% dari 98 responden. Berciuman itu adalah persentuhan laki-laki dan perempuan disekitar muka, bercumbu adalah persetuhan tangan melewati daerah sekitar muka, sedangkan bersetubuh adalah hubungan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hubungan Seks Bebas Pranikah 1. Faktor Manusia Bicara tentang siapa penyebab seseorang terjerumus kedalam lembah perilaku hubungan seks pranikah tidaklah terlepas karena pengaruh individu itu sendiri, pengaruh dari teman sepergaulan dengan kata lain lingkungan tempat tinggalnya, masalah dalam keluarga tersebut serta disebabkan karena pengaruh media yang sering meliput iklan – iklan seronok. Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap siapa penyebab utama seseorang melakukan perilaku hubungan seks bebas pranikah dapat kita lihat pada tabel di bawah ini: 73 Tabel 7 Distribusi Tanggapan Menurut Faktor Penyebab Perilaku Seks Bebas Pranikah No Faktor Penyebab Perilaku Seks Frekuensi (F) Persentase (%) Pranikah 1 Individu 30 30.6 2 Lingkungan 56 57.1 3 Keluarga 6 6.1 4 Media 6 6.1 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 30 responden atau 30.6 % yang menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah disebabkan karena individu itu sendiri dengan alasan rasa ingin tahuan tentang hubungan seks itu seperti apa, dan sekedar coba-coba.terdapat 56 responden atau 57.1 % yang menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah disebabkan karena lingkungannya dengan alasan bahwa pergaulan disekitarnya yang semakin bebas dan pembentukkan kpribadian itu di mulai dari lingkungan serta dezakan zaman yang gaya kebarat-baratan tanpa memandang moral indonesia. Adapun 6 responden atau 6.1 % yang menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah disebabkan karena keluarganya sendiri dengan alasan dalam keluarga terkadang ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dan orang tua yang tertutup membicarakan tentang masalah seks pranikah. Serta sebanyak 6 responden atau 6.1 % yang menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah disebabkan karena pengaruh dari media yang sering meliput iklan – iklan yang seronok. 74 2. Non Manusia Seseorang melakukan perilaku hubungan seks pasti ada penyebabnya. Hampir dari sebagian kalangan remaja terperangkap dalam perilaku hubungan seks di karenakan dampak dari pergaulan bebas, akibat dari perilaku menyimpang serta desakan zaman dalam artian sebagai tuntutan hidup atau budaya yang semakin modern. Biasaya hal yang paling menonjol pada desakan zaman tersebut yaitu gaya hidup atau lifestyle remaja. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini mengenai tanggapan responden terhadap penyebab perilaku hubungan seks pranikah sebagai berikut : Tabel 8 Distribusi Tanggapan Menurut Penyebab Perilaku Hubungan Seks Bebas Pranikah No Faktor Penyebab Perilaku Seks Frekuensi (F) Pranikah Persentase (%) 1 Dampak dari pergaulan bebas 65 66.6 2 Perilaku menyimpang 20 20.4 3 Desakan zaman 9 9.2 4 Lainnya 4 4.1 Jumlah 98 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa pengetahuan responden terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja lebih banyak diartikan sebagai segala bentuk perilaku yang muncul berkaitan dengan dampak dari sebuah pergaulan bebas ini terlihat dengan 65 orang atau 66.6 %. Adapun responden yang mengartikan sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang yaitu sebanyak 20 orang atau 20.4 % dan yang mengartikan perilaku hubungan 75 seks pranikah akibat dari desakan zaman sebanyak 9 orang atau 9.2 %. Serta sebanyak 4 orang atau 4.1 % yang berpendapat bahwa perilaku hubungan seks pranikah akibat desakan dari pacar dan ingin mendapat pengakuan dari temannya sendiri. D. Faktor Pendorong Terjadinya Perilaku Hubungan Seks Pranikah 1. Pengaruh Meningkatnya Libido (hasrat) Seksualitas Remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan, yang dari segi kematangan biologis, seksual sedang berangsur-angsur memperlihatkan karakteristik seks sekunder sampai mencapai kematangan seks, dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat anak-anak menjadi dewasa. Pada saat sekarang ini hampir di seluruh dunia terjadi penurunan usia kematangan sehingga secara tidak langsung akan meningkatnya aktivitas seksual di usia-usia dini. Dari hasil penelitian terhadap 98 responden mengenai apakah tingkat libido atau hasrat seksualitas berpengaruh terhadap perilaku hubungan seks maka di peroleh jawaban sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini : Tabel 9 Distribusi Tanggapan Terhadap Pengaruh Libido Seksualitas No Tanggapan Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Sangat setuju 14 14.3 2 Cukup Setuju 61 62.2 3 Agak setuju 23 23.5 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 76 Berdasarkan pada tabel 10 di atas menunjukkan bahwa terdapat 61 orang atau 62.2 % yang memberikan jawaban cukup setuju terhadap dampak perilaku hubungan seks pranikah akibat meningkatnya libido (hasrat) seksualitas dikalangan remaja. Mereka menganggap bahwa meningkatnya libido atau hasrat seksual tersebut adalah hal yang wajar terjadi disetiap kalangan remaja. Sebanyak 14 orang atau 14.3 % yang memberikan jawaban sangat setuju Adapun yang memberikan jawaban agak setuju sebanyak 23 orang atau 23.5 % terhadap dampak perilaku hubungan seks pranikah akibat meningkatnya libido atau hasrat seksual. Mereka menganggap bahwa meningkatnya libido atau hasrat seksualitas itu bukan karena alami dari remaja tersebut melainkan ada suatu dorongan dari luar seperti pengaruh dari teman atau berita yang berkaitan tentang seks yang membuat hasrat seksual tersebut muncul. 2. Pengaruh Pergaulan Bebas Saat sekarang ini pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah semakin bebas, semua itu biasa kita lihat dalam lingkungan sehari-hari. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan 20 tahun yang lalu hanya sekedar berpandangan dan bersama tanpa berpegangan tangan, tapi dibandingkan dengan pergaulan saat sekarang ini sangat berubah dimana remaja sudah tidak malu lagi untuk berpegangan, berpelukan bahkan berciuman ditempat umum. Untuk lebih jelasnya kita dapat lihat pada tabel di bawah ini : 77 Tabel 10 Dristribusi Tanggapan Menurut Pengaruh Pergaulan Bebas No Tanggapan Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Sangat setuju 38 38.8 2 Cukup Setuju 49 50.0 3 Agak setuju 2 2.0 4 Tidak Setuju 9 9.2 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa responden yang memberikan jawaban sangat setuju sebanyak 38 orang atau 38.8 % dan responden yang memberikan jawaban cukup setuju sebanyak 49 orang atau 50.0 % terhadap dampak perilaku hubungan seks pranikah akibat pergaulan bebas. Adapun responden memberikan jawaban agak setuju sebanyak 2 orang atau 2.0 % serta responden yang memberikan jawaban tidak setuju sebanyak 9 orang atau 9.2 % terhadap dampak dari perilaku hubungan seks pranikah akibat pergaulan bebas. 3. Pengaruh Kurangnya Informasi Tentang Seks Sikap mentabukan seks ternyata tidak hanya terdapat pada orang tua, tetapi juga pada remaja-remaja itu sendiri, biasanya mereka tidak tertarik, bahkan jijik mendengar masalah seks atau gambar-gambar pria dan wanita tanpa busana sehingga mereka memasuki masa remaja tanpa pengetahuan yang cukup mengenai seks. Untuk lebih jelasnya kita bisa melihat tabel dibawah ini : 78 Tabel 11 Distribusi Tanggapan Menurut Kurangnya Informasi Tentang Seks No Tanggapan Responden Frekuensi (F) Persetan (%) 1 Sangat setuju 34 34.7 2 Cukup Setuju 41 41.8 3 Agak setuju 21 21.4 4 Tidak setuju 2 2.0 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel 12 diatas menunjukkan bahwa sebanyak 34 orang atau 34.7 % yang menyatakan sangat setuju dan sebanyak 41 orang atau 41.8 % yang menyatakan cukup setuju terhadap dampak perilaku hubungan seks pranikah akibat dari kurangnya informasi tentang seks. Sedangkan responden yang memberikan jawaban agak setuju sebanyak 21 orang atau 21.4 % dan yang memberikan jawaban tidak setuju sebanyak 2 orang atau 2.0 % terhadap dampak perilaku hubungan seks pranikah akibat kurangnya informasi tentang seks. E. Pencegahan dan Dampak Perilaku Hubungan Seks Bebas Pranikah. Sebagai Mahasiswa Akademi Kebidanan, selaku responden penulis dalam melakukan penelitian, Mereka mempunyai tanggung jawab bersama dengan masyarakat dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah di kalangan remaja. Hal ini disebabkan karena Mahasiswa Akademi Kebidanan mengkaji disiplin ilmu tentang alat – alat reproduksi manusia sehingga mereka tahu betul tentang dampak yang ditimbulkan dari hubungan seks pranikah. 79 a. Tindakan atau Responsivitas Aspek sikap tindakan juga menjadi hal yang penting bagi mahasiswa di Akademik Kebidanan Sandi Karsa dalam mencegah dan mengatasi perilaku seks pranikah pada remaja. Sikap tindakan adalah respon langsung terhadap perilaku seks pranikah pada remaja yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Respon sebagai sikap dapat berupa tindakan memberi teguran, mengarahkan, tidak peduli dan lainnya. Berdasarkan hasil kuesioner dari 98 responden terhadap pertanyaan yang diajukan tentang apakah tindakan yang dilakukan jika melihat perilaku hubungan seks pranikah pada remaja dilingkungan sekitar, diperoleh jawaban sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini : Tabel 12 Distribusi Tanggapan Menurut Tindakan Terhadap Perilaku Seks Pranikah No Tindakan Responden Frekuensi (F) 1 Memberi teguran 13 13.3 2 Memberi pengarahan 69 70.4 3 Tidak peduli 12 12.2 4 Lainnya 4 4.1 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 80 Persentase (%) Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa, tindakan responden yang memberikan pengarahan sebanyak 69 orang atau 70.4 %. Adapun yang memberi teguran sebanyak 13 orang atau 13.3 % . Kemudian responden yang tidak peduli sebanyak 12 orang atau 12.2 % karena bagi mereka itu bukan urusan mereka dengan kata lain mereka bukan keluarga. Sedangkan sebanyak 4 orang atau 4.1 % yang memberikan jawaban lainnya yaitu mereka langsung melaporkan kepihak yang berwewenang atau melaporkan ke orang tua remaja tersebut. b. Pendidikan Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi remaja adalah pengetahuan dan informasi. Ketika pengetahuan dan informasi seksualitas yang diharapkan pertama kali berasal dari orang tua ditutup karena dianggap sebagai hal yang tabu. Remaja akhirnya memilih sumber informasi dari media massa dan teman sebaya. Informasi dari teman sebaya sering kali salah sedangkan berita media massa kurang edukatif sehingga justru mendorong remaja untuk melakukan hubungan seksual. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan seks bagi remaja dapat kita lihat pada tabel dibawah ini : No Tabel 13 Distribusi Tanggapan Berdasarkan Pemberian Pendidikan Seks Pada Remaja Tanggapan Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Sangat Penting 81 82.7 2 Cukup Penting 4 4.1 3 Agak penting 13 13.3 4 Tidak penting 0 0 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 81 Berdasarkan tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban bahwa pendidikan seks sangat penting diberikan kepada remaja itu terlihat dari 81 orang atau 82.7 % dari 98 responden. Mereka beranggapan memberikan pendidikan seks pada remaja adalah salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah dampak-dampak negatif yang tidak dikehendaki, penyakit menular seksual, defresi dan perasaan berdosa serta dengan mempelajari pendidikan seks kita akan banyak memperoleh pengetahuan sehingga bisa memilah mana yang baik dan buruk apalagi bagi anak yang mulai beranjak remaja. Adapun responden yang memilih jawaban cukup penting sebanyak 4 orang atau 4.1 %. Serta responden yang memilih agak penting sebanyak 13 0rang atau 13.3 %. Mereka beranggapan bahwa pendidikan seks itu kurang penting untuk diberikan kepada remaja karena mereka menganggap bahwa pemberian informasi serta pendidikan seks justru membuat para remaja penasaran dan dorongan keingintahuan yang besar sehingga mereka jadi ingin mencobanya tapi alangkah baiknya jika seks pranikah tersebut di lakukan setelah adanya pernikahan. Pendidikan tentang seks sebenarnya perlu diberikan pada anak sejak anak usia dini agar anak bisa lebih memahami keunikan dirinya. Dengan demikian, anak akan lebih percaya diri, mampu menerima keunikan dirinya sekaligus tahu bagaimana menjaga dirinya sendiri. 82 c. Pembinaan Anak Remaja Kegiatan pembinaan yang dimaksud di sini adalah bagaimana Mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa menanggapi peranan-peranan dari semua lapisan masyarakat untuk mencegah perilaku hubungan seks pranikah yang terjadi di kalangan remaja, baik itu peranan orang tua, guru, lembaga pendidikan, tokoh agama, organisasi- organisasi sosial maupun pemerintah. 1. Peranan Orang Tua dan Keluarga dalam Mencegah Perilaku Hubungan Seks Pranikah. Pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri. Keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi anak. Dalam keluarga ini anak mendapatkan rangsangan, hambatan atau pengaruh yang pertama-tama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik biologis maupun perkembangan jiwanya. Apabila para anak tidak mendapat pengetahuan dari orang tuanya maka akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Informasi seks yang tidak sehat mengakibatkan anak terlibat dalam kasuskasus berupa konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan yang berhubungan dengan seks. Berdasarkan hasil kuesioner terhadap 98 responden berdasarkan pertanyaan yang diajukan tentang peranan orang tua dan keluarga dalam mencegah perilaku seks pranikah di peroleh jawaban sebagaimana disajikan pada tabel berikut : 83 Tabel 14 Distribusi Tanggapan Berdasarkan Peranan Orang Tua Dalam Mencegah Perilaku Hubungan Seks Pranikah No Tanggapan Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Sangat berperan 91 92.9 2 Cukup Berperan 5 5.1 3 Agak berperan 2 2.0 4 Tidak berperan 0 0 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel 15 di atas menunjukkan bahwa terdapat 91 orang atau 92.9 % menyatakan bahwa orang tua sangatlah berperan dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah pada anaknya karena bagi mereka orang tualah yang lebih berhak untuk mengatur segala pergaulan anaknya dan orang tualah yang bisa melakukan pengawasan serta orang tua adalah orang yang terdekat dari seorang anak. Adapun yang memilih cukup berperan dengan frekuensi sebanyak 5 orang atau 5.1%. kemudian yang memilih kurang berperan dengan frekuensi sebanyak 2 orang atau 2.0 % , mereka menganggap bahwa orang tua agak berperan dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah dikarenakan orang tua terlalu sibuk dengan aktivitas yang lain dibanding dalam hal mengawasi anak serta orang tua percaya terhadap anak namun kenyataannya lain. Orang tua adalah mediator utama dalam pembinaan seks pada remaja salah satu peranannya yaitu memberikan pengarahan dan memberikan penjelasan mengenai organ-organ yang ada pada dirinya. 84 2. Peranan Lembaga Pendidikan dalam Mencegah Perilaku Hubungan Seks Pranikah. Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga, di mana anak mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan perlindungan. Oleh karena itu, pendidikan seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di rumah. Untuk lebuh jelasnya bagaimana tanggapan responden akan peranan guru dan lembaga pendidik dalam pembinaan dan mensosiallisasikan pendidikan seks pada remaja dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 15 Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Lembaga Pendidikan No Tanggapan Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Sangat berperan 48 49.0 2 Cukup Berperan 46 46.9 3 Agak berperan 4 4.1 4 Tidak berperan 0 0 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel. 16 di atas menunjukkan menurut responden bahwa lembaga pendidikan sangat berperan dalam mencegah terjadinya perilaku hubungan seks pranikah itu terlihat dengan jawaban responden sebanyak 48 orang atau 49.0%. Hal ini dikarenakan para responden melihat lembaga pendidikan merupakan wadah untuk atau tempat untuk menimbah ilmu dan menambah pengetahuan, tidak hanya tentang pengetahuan tentang pendidikan seks namun kita juga dapat mengetahui sesuatu yang belum pernah kita ketahui. 85 Adapun responden yang menilai bahwa lembaga pendidikan cukup berperan alam mencegah perilaku hubungan seks pranikah sebanyak 46 orang atau 46.9 %. Responden berpandangan bahwa tanpa adanya lembaga pendidikan seseorang akan terjerumus kedalam hal-hal yang tak diinginkan seperti pergaulan bebas yang marak terjadi bahkan kelembah dunia seks bebas. Sedangkan responden yang menilai bahwa lembaga pendidikan agak berperan dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah itu sebanyak 4 orang atau 4.1 %. Responden menilai bahwa dalam lingkungan pendidikan jarang mendapatkan pendidikan tentang seks sehingga banyak anak remaja yang kurang mengetahui dampak dari hubungan seks tersebut. 3. Peranan Tokoh Agama dalam Mencegah atau Mengatasi Perilaku Hubungan Seks Pranikah. Dari hasil kuesioner terhadap 98 responden terhadap pertanyaan mengenai peranan tokoh agama dalam mengatasi dan mencegah terjadinya perilaku hubungan seks pranikah di kalangan remaja diperoleh jawaban sebagaimana pada tabel dibawah ini : Tabel 16 Distribusi TanggapanTerhadap Peranan Tokoh Agama No Tanggapan Responden Frekuensi (F) 1 Sangat berperan 65 66.3 2 Cukup Berperan 27 27.6 3 Agak berperan 6 6.1 4 Tidak berperan 0 0 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 86 Persentase (%) Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 65 orang atau 66.3% menilai bahwa peran tokoh agama dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah sangat berperan. Kemudian 27 orang atau 27.6 % yang memberikan jawaban cukup berperan terahadap peranan tokoh agama dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah. Adapun responden yang memberi jawaban bahwa peranan tokoh agama agak berperan dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah sebanyak 6 orang atau 6.1 %. Hal ini berarti peran tokoh agama dalam pembinaan dan pendidikan kepada remaja guna mencegah terjadinya perilaku hubungan seks pranikah dan pergaulan bebas sangatlah berperan ini terbukti misalnya dengan adanya kegiatan meliputi ceramah yang disampaikan oleh ustadz, kiai dan tokoh-tokoh masyarakat dimana disampaikan bahwa pengaruh nilai-nilai budaya asing yang sudah banyak merusak tatanan kehidupan sosial dan semakin meningkatnya perilaku hubungan seks pranikah dan pergaulan bebas yang marak terjadi saat sekarang ini. 4. Keterlibatan Organisasi-Organisasi Sosial dalam Mencegah Perilaku Hubungan Seks Pranikah. Dari hasil kuesioner terhadap 98 responden terhadap pertanyaan mengenai keterlibatan organisasi-organisasi sosial guna mencegah terjadinya perilaku hubungan seks pranikah di kalangan remaja. Mahasiswa Akademik Kebidanan Sandi Karsa memberi tanggapan sebagai berikut : 87 Tabel 17 Distribusi Tanggapan Terhadap Keterlibatan Organisasi-Organisasi Sosial No Tanggapan Responden Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Sangat terlibat 10 10.2 2 Cukup Terlibat 51 52.0 3 Agak terlibat 28 28.6 4 Tidak terlibat 9 9.2 Jumlah 98 100 Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 Berdasarkankan tabel 18 di atas menunjukkan bahwa sebagian responden atau 52.0 % yang memberi jawaban bahwa organisasi sosial cukup terlibat dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah. Kemudian responden yang memberikan jawaban peranan organisasi sosial itu agak terlibat dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah itu sebanyak 28 orang atau 28.6 %. Hanya 10 orang atau 10.2 % yang memberi jawaban bahwa organisasi sosial memiliki keterlibatan yang sangat penting dalam mencegah terjadinya perilaku hubungan seks pranikah. Adapun responden yang memberi jawaban peranan organisasi sosial tidak perlu terlibat dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah itu sebanyak 9 orang dengan persentase 9.2 %. Hal ini berarti fungsi organisasiorganisasi sosial dalam melakukan pembinaan dan pendidikan tentang guna mencegah terjadinya perilaku seks pranikah dan pergaulan bebas sangatlah penting bagi kalangan remaja. Fungsi organisasi sosial ini seperti diadakannya kegiatan yang berhubungan langsung dengan remaja misalnya pemberantasan narkoba dan seks bebas yang marak terjadi saat sekarang ini. 88 5. Peranan Pemerintah Dalam Mengatasi dan Mencegah Perilaku Hubungan Seks Pranikah. Dari hasil kuesioner terhadap 98 responden mahasiswa Akademik Kebidanan Sandi Karsa terhadap pertanyaan mengenai peranan pemerintah guna mengatasi dan mencegah terjadinya perilaku hubungan seks pranikah di kalangan remaja, maka untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tebel berikut ini : No Tabel. 18 Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Pemerintah Tanggapan Responden Frekuensi (F) 1 Sangat berperan 22 22.4 2 Cukup Berperan 39 39.8 3 Agak berperan 35 35.7 4 Tidak berperan 2 2.0 98 100 Jumlah Persentase (%) Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel.19 di atas terlihat bahwa sebanyak 39 orang atau 39.8 % yang memberikan jawaban bahwa peranan pemerintah itu ada dalam mencegah perilaku seks bebas. Kemudian sebanyak 35 orang atau 35.7 % yang memberikan jawaban bahwa pemerintah kurang berperan dalam mencegah perilaku seks pranikah. sebanyak 22 orang atau 22.4 % yang memberikan jawaban bahwa pemerintah sangat berperan dalam mencegah perilaku seks pranikah. Adapun responden yang memberikan jawaban tidak berperannya pemerintah dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah itu sebanyak 2 orang atau 2.0 %, mereka menganggap bahwa pemerintah terlalu disibukkan dengan urusan 89 politiknya dibanding dalam mengatasi maraknya hubungan seks bebas yang terjadi dikalangan remaja. Hal ini berarti peranan pemerintah masih cenderung rendah dalam melakukan pembinaan dan pendidikan seks kepada kalangan remaja guna mencegah perilaku hubungan seks pranikah dan pergaulan bebas. Peranan pemerintah seperti diadakannya penyuluhan mengenai seks atau seminar seputar reproduksi remaja. 90 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan mengenai tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja di Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Mahasiswa di Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja merupakan perilaku yang melanggar aturan-aturan sosial ataupun nilainilai sosial norma-norma sosial serta adat istiadat yang berlaku. Pengetahuan mahasiswa mengenai seks tergolong tinggi, itu dapat dilihat hampir seluruh responden tahu akan arti seks dan mereka menganggap bahwa yang dimaksud dengan seks adalah bersetubuh, kemudian hubungan seks pranikah diartikan sebagai hubungan seks yang dilakukan di luar nikah, lalu mahasiswa menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja adalah segala bentuk perilaku yang muncul berkaitan dengan pergaulan bebas dikalangan remaja dan dorongan seksual yang dilakukan dikalangan remaja. Hampir seluruh responden di Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa mengannggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah marak terjadi karena kurangnya informasi tentang dampak dan bahaya dari seks bebas tersebut. Adapun berbagai tindakan yang di lakukan 91 mahasiswa selaku responden dalam penelitian ini jika mendapati atau menemui adanya perilaku hubungan seks pranikah tersebut maka akan diberikan pengarahan atau teguran serta penjelasan mengenai hubungan seks dan bahaya seks pranikah tersebut, sedangkan tanggapan atas pembinaan dan pendidikan yang masih dinilai rendah karena masih kurang optimalnya peranan organisasi-organisasi sosial dan pemerintah. B. Saran-Saran Berdasarkan uraian dari kesimpulan-kesimpulan diatas dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut : 1. Diharapkan kepada pemerintah, organisasi-organisasi sosial yang terkait untuk meningkatkan peranannya terhadap masalah perilaku hubungan seks pranikah yang semakin marak terjadi dikalangan remaja. 2. Untuk meningkatkan sumber daya manusia dan menciptakan kondisi yang sehat dikalangan remaja sebagai penerus generasi yang tangguh, cerdas dan bertanggung jawab maka diharapkan kepada orang tua untuk sejak dini menanamkan nilai-nilai agama dan sosial kepada anak remaja khususnya masalah seks dan selalu memberikan bimbingan dan arahan serta pengawasan yang ketat terhadap anak. 3. Diharapkan kepada kalangan remaja untuk lebih menambah pengetahuannya terutama pengetahuan terhadap seks dan tidak menyerap informasi-informasi yang tidak dipercaya seperti internet, majalah dan lain-lainnya yang bisa membawa kedunia seks bebas. 92 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Alamsyah.2004.Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja. Fisip Unhas : Makassar.Skripsi Al-Makatti, Abdurahman, 2001; Pacaran Dalam Kacamata Islam. Jakarta; Media Dakwah. Basri, Hasan. Drs.1996. Remaja Berkualitas Problematika Dan Solusinya. Pustaka Pelajar: Yogjakarta. Gunawan , Ary H. 2000. Sosiolgi Pendidikan. PT. Rineka Cipta : Jakarta. Hurlock, Elizabeth B. 1981. Perkembangan Anak. Penerbit Erlangga : jakarta. . 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Penerbit Erlangga : Jakarta. Kartasapoetra, G dan R.G Widyaningsih. 1982. Teori Sosiologi. Armico : Bandung Kartono, Kartini. 1981. Patologi Sosial. Rajawali : Jakarta. .1992. Patologi SosialII Kenakalan Remaja. Rajawali Jakarta. .1985. Peranan Keluarga Memandu Anak. Rajawali. Jakarta. Munti,Ratna Batara.2005. Demokrasi Keintiman : Seksualitas di Era Globalisasi. LkiS Yogjakarta: Yogjakarta. Mulyono, B. 1995. Pendekatan Analisis Kenakalan Remajadan Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius. 93 Narwako, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Prenada Media Group : Jakarta. Narbuko, Kholid. 2003. Metode Penelitian. Bumi Aksara : Jakarta Nurdin, Fadhil. M. 1990. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Angkas:Bandung. Santoso, Drajad. 1992. Dinamika Kelompok. Bumi Aksara : Jakarta. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan TeoriTeori Psikologi Sosial, Balai Pustaka : Jakarta. . 2008. Psikologi Remaja, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. . 1981. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja, Rajawali : Jakarta. Sayomukti, Nurani.2008. Dari Demonstrasi Hingga Seks Bebas : Mahasiswa di Era Kapitalisme dan Hedonisme, Garasi : Yogyakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta. Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, PT. Rineka Cipta : Jakarta Simamora, Sahat. 1983. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Bina Aksara : Jakarta Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Bina Aksara : Jakarta. 94 Sunarto, Kumanto.2004. Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta Purwanto. 2007. Sosiologi Untuk Pemula. Media Wacana : Yogyakarta. Puspitawati, Herien.2000.”Perilaku Kenakalan Remaja Pengaruh Lingkungan Keluarga. Willis, S. 1994. Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Penerbit Angkasa. B. Sumber Lain Lapu,YuvenMerdiaris,2010.”KenakalanRemaja”.[online]http://sabdaspace.co m/kenakalan_remaja. (diaksespada tanggal 26 Juni 2010). http:halasehat/index.php/remaja-sukses/DAMPAK-PERILAKU-SEKSBEBASDiakses pada tanggal 22 Maret 2011 http://www.scribd.com/doc/7757681/Bahaya-perilaku-Seks-Bebas-Pada-Remaja. Diaksespada tanggal 05 Agustus 2011 Anonim.2010.”Pengertian Kenakalan Remaja”.[online].http://matheduunila. blogspot 95