View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
SKRIPSI
TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN
SEKS PRANIKAH
(Survei Kampus Akademik Kebidanan Sandi Karsa)
M.IRSYAD
E411 07 003
Disusun dan Diajukan
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
1
LEMBAR PENGESAHAN
TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP PERILAKU HUBUNGAN
SEKS PRANIKAH
(Studi kasus Mahasiswa Akbid Sandi Karsa)
M.IRSYAD
E 411 07 003
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs.Hasbi, M.Si
Nip : 19630827 199103 1 003
Nuvida RAF. S.Sos., MA
Nip : 19630827 199103 1003
Mengetahui/Menyutujui
Drs. H. M. Darwis, MA, DPS
Nip: 19610709 198601 1 002
2
LEMBAR PENGESAHAN TIM EVALUASI
Skripsi Ini Telah Diuji Dan Dipertahankan Didepan Tim Evaluasi Skripsi
Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
Oleh :
NAMA MAHASISWA
: M. IRSYAD
NOMOR POKOK
: E411 07 003
JUDUL
: TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP
PERILAKU HUBUNGAN SEKS PRANIKAH
(Kasus Kampus Akademi Kebidanan Sandi
Karsa Makassar)
Pada :
Hari/Tanggal : Senin, 10 Januari 2012
Tempat : Ruang Ujian Skripsi Jurusan Sosiologi
TIM EVALUASI SKRIPSI
KETUA
: Prof. H. M.Tahir Kasnawi,Su
(.......................)
SEKRETARIS
: Nuvida RAF, S.Sos., M
(.......................)
ANGGOTA
: Drs. Hasbi, M.Si
(.......................)
Drs. Andi Sangkuru, M.Si
(.......................)
Drs. Iqbal Latiet, M.Si
(.......................)
3
KATA PENGANTAR
Assalamu’Alaikum Wr.Wb
Tiada untaian terindah yang paling pantas kita ucapkan, melainkan puji
serta syukur yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
nikmat, rezeki, rahmat serta karunianya yang tak terhingga, yang tak mampu
penulis bahasakan. Karena atas petunjuk dan bimbingan sehingga penulis dapat
menyelesaikan segala propesi dan menyusun kata demi kata, merangkai kalimat
demi kalimat dan akhirnya dikemas menjadi skripsi.
Skripsi ini saya
serahkan kepada almamater tercinta untuk memenuhi pengsyaratan guna
memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin.
Dari lubuk hati yang paling dalam perkenankanlah penulis menghanturkan
rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada kedua Orang
Tua penulis yang tercinta Ayahanda Drs.Abdul Kadir Sahabu dan Ibunda
Masjidha atas segala doanya yang tak pernah putus, semangat yang tak ternilai,
semua ketulusan korban jiwa dan raganya kepada penulis yang tak ada
bandingannya. Semoga Ananda mampu membalas setiap tetesan keringat yang
Orang Tua keluarkan demi membimbing Ananda menjadi seorang manusia.
Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs.Hasbi, M.Si selaku pembimbing I dan
Nuvida RAF, S.Sos., MA selaku pembimbing II yang dengan tulus, ikhlas dan
penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan
arahan kepada penulis mulai dari awal hingga selesai penulisan ini.
4
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak prof, Dr. Dr. Idrus A. Patturussi, Sp.B, Sp.B.O, Selaku Rektor
Universitas Hasanuddin yang telah memimpin Universitas, Terima Kasih
atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si selaku pimpinan Fakultas serta
seluru Dosen dan Staf Pengawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik atas
bantuannya selama proses penyelesaian skripsi.
3. Bapak Drs. Hasbi, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fisip Unhas dan
Bapak Drs. Suparman Abdulah, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi
Fisip Unhas.
4. Para Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya pada
Jurusan Sosiologi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama
duduk dibangku kuliah.
5. Para Staf di Jurusan Sosiologi Fisip Unhas, Buat Pak Ian, Pak Khalid, Dg
Rahman terima kasih atas bantuannya.
6. Ibu Dra. Lintje Tulu M.Kes selaku Direktur Akademik Kebidanan Sandi
Karsa yang telah membantu penulis dalam penelitian ini hingga selesai.
7. Para Dosen, Staf Pegawai serta Pihak Pengelolah Kampus Akademik
Kebidanan Sandi Karsa yang telah membantu penulis dalam penelitian.
8. Adek Herlinda selaku mahasiswa dari Kampus Akademik Sandi Karsa
Makassar yang telah membantu penulis dalam penelitian.
9. Buat Sahabat sejatiku Cua....Cua....Cakep yang setia menemani penulis
dalam melakukan penelitian.
5
10. Buat Husni Moehammad Mubarak makasih Ner... tas bantuannya slama
ini.
11. Buat
Sahabat
Terbaikku
selama
nie
Soel,
Unyil,
Makka,
Udin/Ayyub,Arlan, Enal Ca’do yang selama nie sudah menerima penulis
apa adanya “ Persahabatan dan Kebersamaan kita selama nie akan selalu
memberikan warna dalam kehidupan.
12. Buat Teman-Teman “Solid 07” Tanpa terkecuali atas Canda n’ Tawanya
selama ini, kebersamaan kalian-kalian gak kan pernah terlupakan zampe
kapan pun.
13. Teman-Teman KKN UNHAS Gelombang 80’ Kab.Sinjai, Kec.Sinjai
Timur khususnya teman KKN Posko Sanjai Ulla, Rahmat, Kusdiana n
Idha makasi tas kenangannya selama ini.
14. Buat senior dan juniorku yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa
Sosiologi (KEMASOS) Fisip Unhas.
15. Dan terakhir, spesial buat seseorang yang selalu memberi perhatian,
semangat dan mengajari arti kesabaran......kenangan bersamamu akan slalu
kujaga n takkan terlupakan.
Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan,
pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya. Amin yaa rabbal Alamin.
Makassar,27 Desember 2011
Penulis
6
ABSTRAK
M.Irsyad, Nim E41107003, Jurusan Sosiologi Pada Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, dengan judul skripsi
“Tanggapan Mahasiswa Terhadap Perilaku Hubungan Seks Pranikah”.
Dibimbing oleh Drs. Hasbi, M.Si dan Nuvida RAF, S.Sos., MA selaku
pembimbing I dan pembimbing II.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran mengenai
tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan
remaja dan memberikan gambaran mengenai faktor-faktor pendorong terjadinya
perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja. Dasar penelitian yang
digunakan adalah survey pada Kampus Akademik Kebidanan Sandi Karsa.
Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran-gambaran, atau lukisan
secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang menjadi obyek penelitian. Pengumpulan data
melalui observasi, menggunakan kuesioner yang langsung dibagikan kepada
responden dan wawancara langsung kepada responden. Teknik penarikan sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling (
pengambilan sampel secara acak sederhana ). Pengambilan sampel sebanyak 98
orang (4%) dari 2.450 mahasiswa. Data yang telah dikumpulkan dari hasil
penelitian diolah dengan menggunakan tabel frekuensi dengan persentasi,
kemudian dianalisa secara kualitatif dengan hasil wawancara sebagai pelengkap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya mahasiswa tidak
menyetujui dan menilai negatif terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada
kalangan remaja berdasarkan pemahaman, pengetahuan, dan tindakan yang
dimilikinya. Dalam hal pembinaan masih dinilai rendah karena masih kurang
optimalnya peranan pemerintah dan organisasi-organisasi setempat. Sedangkan
faktor utama yang mendorong terjadinya perilaku hubungan seks pranikah adalah
akibat dari pergaulan yang semakin bebas serta meningkatnya libido atau hasrat
seksualitas pada kalangan remaja. Kemudian salah satu dampak dari perilaku
hubungan seks pranikah itu karena kurangnya informasi tentang seks. Maka dari
itu diharapkan kepada orang tua, pemerintah, organisasi-oranisasi sosial serta
semua yang berada disekeliling remaja kiranya meningkatkan peranannya dalam
membimbing dan memberikan arahan kepada remaja sehingga para remaja dapat
berkembang menjadi generasi muda yang mempunyai wawasan luas, cerdas dan
menjadi penerus bangsa yang tangguh.
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................... ........
i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM EVALUASI....................................
iii
KATA PENGANTAR...............................................................................
iv
ABSTRAK.................................................................................................
vii
DAFTAR ISI ............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL......................................................................................
x
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................
1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 10
D. Kegunaan Penelitian........................................................................ 10
E. Kerangka Konseptual...................................................................... 11
F. Metode Penelitian........................................................................... 15
a. Waktu dan Lokasi Penelitian.............................................. 15
b. Tipe dan Dasar Penelitian................................................... 16
c. Populasi dan Sampel ........................................................
16
d. Teknik Pengumpulan Data.................................................
17
e. Jenis Data...........................................................................
18
f. Teknik Analisa Data ........................................................
18
G. Defenisi Operasional......................................................................
19
a. Tanggapan .........................................................................
19
b. Perilaku Seks Bebas...........................................................
19
c. Remaja................................................................................ 19
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................
20
A. Tinjauan Tentang Tanggapan......................................................... 20
8
B. Tinjauan Tentang Fenomena..........................................................
21
C. Tinjauan Tentang Remaja..............................................................
22
a. Pengertaian Remaja...........................................................
22
b. Ciri-ciri Remaja................................................................... 24
c. Perkembangan Remaja........................................................ 28
D. Tinjauan Tentang Perilaku Seks Bebas Dikalangan Remaja.......... 32
BAB III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN....................
41
A. Pembentukan dan Nama Perguruan Tinggi..................................... 41
B. Lambang dan Bendera.................................................................... 43
C. Hymne dan Mars............................................................................
43
D. Susunan Organisasi......................................................................... 45
E. Senat...............................................................................................
46
F. Pimpinan Akademi.........................................................................
48
G. Laboratorium..................................................................................
50
H. Learning Resource Center..............................................................
50
I. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat.........................................
51
J. Lembaga Pendidikan......................................................................
51
K. Unsur Pelaksanaan Administrasi.................................................... 53
L. Unsur Penunjang............................................................................
53
M. Penyelenggaraan Pendidikan.........................................................
54
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................
55
A. Identitas Responden......................................................................
55
B. Pemahaman Tentang Perilaku Hubungan Seks Pranikah..............
60
C. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Hubungan Seks Pranikah.........
63
D. Faktor-Faktor Pendorong Perilaku Hubungan Seks Pranikah.......
66
E. Pencegahan dan Dampak Perilaku Hubungan Seks Pranikah........ 69
BAB V. PENUTUP..................................................................................
81
A. Kesimpulan....................................................................................
81
B. Saran-Saran....................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA
9
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur..................................... 56
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Agama................................... 57
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Masuk......................... 58
Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan Asal Daerah............................ 59
Tabel 5. Distribusi Tanggapan Menurut Arti Seks Pranikah....................... 61
Tabel 6. Distribusi Tanggapan Menurut Bentuk-Bentuk Perilaku Seks...... 62
Tabel 7. Distribusi Tanggapan Menurut Penyebab Perilaku Seks............... 64
Tabel 8. Distribusi Tanggapan Menurut Penyebab Perilaku Seks............... 65
Tabel 9. Distribusi Tanggapan Terhadap Pengaruh Libido Seksualitas...... 66
Tabel 10. Distribusi Tanggapan Terhadap Pengaruh Pergaulan Bebas....... 68
Tabel 11. Distribusi Tanggapan Terhadap Informasi Pendidikan Sek........ 69
Tabel 12. Distribusi Tanggapan Menurut Tindakan.................................... 70
Tabel 13. Distribusi Tanggapan Menurut Pemberian Pendidikan Seks...... 71
Tabel 14. Distribusi Tanggapan Menurut Peranan Orang Tua.................... 74
Tabel 15. Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Lembaga Pendidikan.. 75
Tabel 16. Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Tokoh Agama............. 76
Tabel 17. Distribusi Tanggapan Terhadap Keterlibatan Organisasi Sosial.. 78
Tabel 18. Distribusi Tanggapan Terhadap Peranan Pemerintah................... 79
10
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan – perubahan.
perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai – nilai sosial, norma –
norma sosial, pola – pola interaksi, interaksi sosial, lapisan - lapiasan dalam
masyarakat dan lain sebagainya. Perubahan pada masyarakat dunia dewasa ini
merupakan suatu gejala normal, yang pengaruhnya dapat menjangkau dengan
cepat ke bagian dunia lain atau sifatnya yang menglobal. Hal ini, salah satunya
disebabkan karena adanya perkembangan teknologi yang serba modern dan
pembangunan yang luar biasa hebatnya yang mampu membawa manusia pada
sebuah dinamisasi kehidupan.
Meningkatnya sejumlah sarana komunikasi serta banyaknya budaya dari
luar yang masuk khususnya ke Indonesia akan memberikan kolerasi yang
berkesinambungan dalam mendukung proses perubahan utamanya dalam segi dan
gaya hidup masyarakat.
11
Menurut Bagong Suyanto, bahwa ketika zaman berubah dengan cepat,
salah satu kelompok yang rentan atau mudah ikut terbawa arus tidak lain adalah
kalangan remaja, disebabkan karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang
unik yakni labil dan sedang pada taraf mencari identitas. Pada masyarakat yang
sedang mengalami masa transisi, kalangan remaja khususnya seolah – olah
terjepit antara norma – norma yang baru.
Secara sosiologis, remaja umumnya amat rentan terhadap pengaruhpengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri, mereka mudah sekali
terombang-ambing, dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya.
Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya.
Karena kondisi kejiwaan yang labil, remaja mudah terpengaruh dan labil. Mereka
cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau memikirkan dampak negatifnya.
Di berbagai komunitas dan kota besar yang metropolitan, tidak heran jika hurahura, seks bebas, menghisap ganja dan zat adiktif lainnya cenderung mudah
menggoda para remaja (Bagong Suyanto, 2004).
Menurut Drs. Hasan Basri (1996) dalam bukunya “ Remaja Berkualitas ,
Problematika dan Solusinya” menilai bahwa remaja sebagai kelompok yang
tengah meninggalkan masa kanak – kanak yang penuh dengan ketergantungan
pada orang tuanya dan menuju masa pembentukan tanggung jawab.
Perilaku kalangan remaja sering kali dijadikan acuan terhadap adanya
perubahan – perubahan yang menyangkut norma – norma dan budaya dalam
masyarakat itu sendiri. Termasuk pula ketika orang bahkan media mulai
menyoroti masalah yang paling berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai
12
mahluk yang selalu berkembang (generatif) yaitu masalah seksualitas. Hal itu
disesuaikan dengan masa pertumbuhan remaja itu sendiri yang dikenal dengan
masa strom dan stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi pertumbuhan
fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi.
Hubungan seks pranikah yang marak terjadi di kalangan remaja saat
sekarang ini dianggap sebagai perilaku menyimpang, hal ini disebabkan karena
hubungan seks tersebut merupakan tingkah laku yang melanggar atau bertentagan
dengan aturan normatif dan aturan – aturan sosial ataupun nilai dan norma sosial
yang berlaku.
Menurut Soerjono Soekanto perilaku menyimpang disebut sebagai salah
satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit
masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai,
melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa
diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai penyakit
masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus
menjadi ”penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu
fungsinya. Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan
penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab
para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa
atau abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri
demi kepentingan pribadi. (Kumanto Sunarto, 2004).
13
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan
berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk
mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat remajalah proses menjadi manusia
dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu bahkan
menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri. Sayangnya,
banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman yang
tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa ingin tahu dari para
remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut
dari suatu perbuatan. Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin
dianggap sebagai manusia dewasa, kaburnya nilai-nilai moral yang dianut,
kurangnya kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua),
berkembangnya naluri seks akibat matangnya alat reproduksi sekunder, ditambah
kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah/lembaga formal serta bertubitubinya berbagai informasi seks dari media massa yang tidak sesuai dengan norma
yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil mengenai masalah
cinta dan seks begitu kompleks dan menimbulkan gesekan-gesekan dengan orang
tua ataupun lingkungan keluarganya.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting
dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis.
Seharusnya Pada masa remaja ini informasi tentang masalah seksual sudah
seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain
atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali.
Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat
14
remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan
dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi
yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut
akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki
pengetahuan dan informasi yang tepat. Mungkin sebagian besar dari remaja kita
tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan, seringkali
remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika
harus menanggung resiko dari hubungan seksual tersebut
Willis (1994) yang mengemukakan bahwa perilaku seks telah beranjak
dari posisi nilai moral menjadi budaya. Dengan kata lain, jika sebelumnya seks
sarat dengan kaidah moral, sekarang seks telah merambah ke segala penjuru
kehidupan sebagai gaya hidup yang nihil moralitas bahkan di kalangan remaja
sekalipun. Seks yang pada mulanya diidentikkan dengan jalinan cinta dan
pernikahan, sekarang lebih diasosiasikan dengan suka dan kencan belaka. Salah
satunya ruang kehidupan yang telah dimasuki oleh perilaku seks adalah masa
berpacaran. Pengertian pacaran dalam era globalisasi, informasi saat ini sangat
berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu ( Kartono, 1992 ).
Perkembangan perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat ditentukan
dari berbagai faktor sosial, seperti masuknya kebudayaan asing yang merubah tata
nilai antara lain disebabkan oleh komunikasi global dan perubahan/inovasi
teknologi. Sebaliknya faktor kreativitas internal yang berbentuk perubahan
intelektual merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku
reproduksi.
15
Setiap bentuk perubahan perilaku memiliki makna tertentu yang ditujukan
untuk kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan
untuk tujuan hidup yang beragam.
Perilaku seksual dikatakan perilaku positif atau perilaku negatif apabila di
lihat dari aspek biologis, psikologis, sosial dan moral. Secara biologis, remaja
melakukan perilaku seksual karena kematangan organ – organ seksualnya. Secara
psikologis, penyaluran hasrat seksual akan memberikan dampak psikologis seperti
kepuasan, rasa nyaman dan sebagainya. Secara sosial, perilaku yang dilakukan
remaja harus bisa diterima dengan norma yang ada dalam masyarakat. Begitu pula
dengan norma moral dan agama, telah mengatur perilaku-perilaku seksual apa
yang dapat di lakukan oleh remaja ( Sarwono, 2002 ).
Belakangan, hubungan seks bebas menjadi fenomena yang melanda kaum
remaja. Banyak yang ingin melakukannya lantaran ingin tahu. Wajar, secara
alamiah manusia perlu seks. Namun, seks yang seperti apa? Seks telah diatur
secara hukum maupun agama. Nah, seks bebas dalam artian hubungan badan di
luar pernikahan dianggap sebagai kesalahan.
Penelitian tentang hal tersebut berdasarkan survey yang dilakukan oleh
Departemen Sosial dan Ekonomi Internasional pada tahun 1998 di beberapa
Negara Barat seperti Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia, Inggris dan
Amerika menunjukkan bahwa 2/3 remaja wanita berusia 19 tahun telah
melakukan hubungan seksual di luar pra nikah. Senestein (1989) telah melaporkan
hasil penelitiannya yaitu bahwa sekitar 69% remaja wanita Afrika-Amerika telah
16
melakukan hubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun. Sedangkan Hoffer
(1988) menemukan bahwa 25% remaja wanita Afrika-Amerika telah berhubungan
seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun dan 74% pada usia 18 tahun, sedangkan
pada remaja wanita berkulit putih adalah 15% dan 56% (Yusuf, 2006), sedangkan
survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994, jumlah penduduk
usia 20-24 tahun mencapai 31,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut
Kepala BKKBN seks bebas telah ditemukan di setiap propinsi di Indonesia. Hasil
penelitian PKBI juga menunjukkan bahwa 9,1% remaja wanita telah melakukan
hubungan seks dan 85% melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 1315 tahun di rumah mereka dengan pacar. Remaja wanita masa kini sudah
melakukan hubungan seksual secara aktif. Tiap tahunnya 15 juta remaja wanita
berusia 15-19 tahun melahirkan.
Sebenarnya banyak yang menyalah-artikan mengenai seks bebas atau
hubungan badan layaknya suami istri. Keingintahuan mengenai hubungan seks
yang tidak pernah diajarkan atau informasikan kepada anak dari sekolah atau
orangtua di lingkungan keluarga. Penyebab yang paling sering terjadi adalah
pacaran di usia dini misalnya dari SMP sehingga ketika duduk di bangku SMA
sudah hamil sebelum lulus ujian. Bisa juga karena perjodohan yang telah
diikrarkan oleh orangtua, sehingga si anak bisa saja melakukan seks bebas
sebelum nikah, kemudian ia hamil dan harus menikah di usia dini. Hal-hal yang
mendukung seks bebas, biasanya sangat mudah didapatkan sumbernya untuk
memicu perilaku tidak sopan dan tidak beretika ini. Misalnya saja ada suatu media
yang menampilkan perempuan berbikini seperti majalah playboy atau DVD/CD
17
porno yang sangat murah beredar di pelosok daerah dan mudah didapatkan: pada
malam harinya di layar kaca atau layar lebar juga bisa menonton pemberitaan
perkosaan, video porno artis, adegan-adegan mesra ataupun seks yang vulgar dan
situs-situs internet yang banyak juga menampilkan video atau gambar-gambar
yang tidak wajar yang mudah sekali di akses melalui komputer ataupun
handphone.
Menurut Damardjati (dalam Ratna, 2005) perilaku seks bebas memang
sebuah potret kegelisahan zaman, anak remaja mencari eksistensi diri dengan
segala kebebasan, namun justru terjerumus pada aktivitas yang tak terpuji.
Perilaku seks bebas memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya
melainkan di dorong atau di motivasi oleh faktor – faktor internal yang tidak
dapat di amati secara langsung. Dengan demikian individu bergerak untuk
melakukan perilaku seks bebas atau halusnya seks pranikah.
Pada kalangan remaja, perilaku seks bebas tersebut dapat dimotivasi oleh
rasa sayang dan cinta dengan di dominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah
yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai oleh komitmen yang jelas,
dimana remaja tersebut ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti
norma – norma yang telah di anut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya
telah melakukan seks bebas.
Diberbagai media baik itu media elektronik maupun media cetak telah
banyak membahas masalah perilaku seks bebas pada kalangan remaja. Akan tetapi
masalah tersebut belum pernah tuntas bahkan tetap ada. Dan remaja adalah suatu
18
potensi yang besar akan tetapi remaja juga bisa sebagai problema yang besar.
Kedua kemungkinan tersebut dapat dilihat dari bagaimana masyarakat atau
pihak-pihak yang terlibat baik itu keluarga maupun guru memberikan pengarahan
atau pengajaran terhadap perilaku seks bebas pada kalangan remaja.
Dari sinilah, maka penulis mencoba membahas dan melakukan penelitian
mengenai masalah tersebut dengan mengambil kasus dari Kampus Akademi
Kebidanan Sandi Karsa karena dari sekian sekolah tinggi ilmu kesehatan,
Akademi Kebidanan Sandi Karsa mempunyai mahasiswa terbanyak yaitu hampir
mencapai 2000 mahasiswa yang dimana semua mahasiswanya berjenis kelamin
perempuan dan Akademi Kebidanan Sandi Karsa hampir semua disiplin ilmunya
mengkaji tentang alat-alat reproduksi manusia serta kost atau pondokan yang
berada disekitaran kampus adalah mahasiswa dari Akademi Kebidanan Sandi
Karsa tersebut.
Kemudian mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa juga ikut berperan
dalam menghindarkan remaja dari perilaku hubungan seks pranikah tersebut
dengan cara berbagi cerita kepada kalangan remaja mengenai disiplin ilmunya
yang berkaitan dengan perilaku hubungan seks pranikah bahwa apa yang mereka
lakukan sangat berbahaya bagi mereka dan disiplin ilmu yang didapat mahasiswa
tersebut bisa diaplikasikan kepada masyarakat terutama kepada kalangan remaja.
Dari pengambilan kasus diatas maka penulis tertarik meneliti melalui judul
penelitian
“TANGGAPAN
MAHASISWA
TERHADAP
PERILAKU
HUBUNGAN SEKS PRANIKAH PADA KALANGAN REMAJA”
19
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana tanggapan mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi
Karsa terhadap perilaku hubungan seks pranikah.
b. Faktor-faktor
apa
yang
menyebabkan
munculnya
perilaku
hubungan seks pranikah.
C.TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui tanggapan mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa
terhadap perilaku hubungan seks pranikah
b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perialku
hubungan seks pranikah
D.KEGUNAAN PENELITIAN
a.
Akademis
Secara akademis penelitian hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan kepada si pembaca khususnya mahasiswa
sosiologi sekaligus sebagai bahan informasi kepada pihak lain.
b.
Praktis
Secara praktis bahwa hasil penelitian ini berguna bagi mahasiswa
akademi kebidanan khususnya bagi kalangan remaja saat ini tentang
20
perilaku hubungan seks pranikah atau seks bebas yang saat ini marak di
lakukan tanpa menyadari dampak negatif dari seks bebas tersebut.
E. KERANGKA KONSEPTUAL
Oswald Spengler (dalam Gunawan, 2000) mengemukakan bahwa
pertumbuhan manusia memgalami empat tahapan yaitu anak-anak, remaja,
dewasa dan tua. Dan demikian pula halnya dengan masyarakat terdapat
perkembangan dalam suatu kehidupan dimana masyarakat akan mengalami proses
kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan.
Remaja sebagai generasi muda merupakan aset bangsa yang sangat
penting karena pada pundaknya terletak tanggung jawab kelangsungan hidup
bangsa. Masa remaja seringkali merupakan masa yang kritis dimana mereka
dihadapkan pada berbagai masalah. Memasuki gerbang remaja, umumnya remaja
merasa dirinya sudah besar, dalam arti bukan anak – anak lagi. Oleh karena itu,
terkadang remaja cenderung susah untuk diatur, meskipun oleh orang tuaanya
sendiri. Batasan tentang remaja pun berbeda – beda tapi pada umumnya seseorang
dapat dikatakan remaja pada usia antara 11 - 24 tahun (Sarwono, 2008)
Perilaku remaja pada dasarnya adalah perubahan dalam setiap perbuatan
atau tindakan yang mengarah terhadap perilaku positif atau negatif. Perilaku
positif yang diperlihatkan remaja seperti mentaati kebiasan – kebiasaan, disiplin,
keteraturan, kejujuran, semangat, dan motivasi, juga hal lainnya untuk
menyesuaikan diri dengan norma – norma dalam masyarakat.sedangkan perilaku
negatif yang diperlihatkan remaja seperti berkelahi, membuat keributan,
21
menantang serta melakukan tindakan kejahatan lainnya sebagai akibat pengaruh
pergaulan, media elektronik, dan media cetak seperti televisi, film, buku – buku,
majalah – majalah yang justru membangkitkan gairah remaja untuk melakukan
tindakan tercela, salah satunya melakukan hubungan seksual sebelum manikah.
Perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenisnya. Bentuk – bentuk
tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa
berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah
laku itu tidak berdampak apa – apa, terutama jika ada akibat fisik atau sosial yang
dapat ditimbulkan (Sarwono, 2002).
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa seks adalah hakikat manusia yang
paling menentukan perkembangan psikologis manusia. Menurut Sgmund Freud,
tindakan manusia ditentukan oleh dorongan libidinalnya baik itu secara disadari
maupun tidak di sadari (dalam Sayomukti, 2008). Ketika kebutuhan seks semakin
menggeliat pada usia remaja, pengingkaran atau represi (pengekangan) terhadap
kebutuhan ini akan dialihkan ke dalam bentuk (metode sublimasi atau pengalihan)
berupa tindakan – tindakan yang secara tidak sadar dilakukan oleh remaja yang
dalam realitasnya lebih banyak menimbulkan kerugian – kerugian dalam
hubungan kehidupan bermasyarakat masyarakat.
22
Perilaku seks bebas pada kalangan remaja mulai tersalurkan ketika remaja
mulai mengenal pacaran yang tidak sehat serta kurangnya kontrol dari orang tua
dan masyarakat serta pengetahuan yang kurang di bangku pendidikan. Pacaran
menjadi sorotan yang meluas dan melahirkan cara pandang yang kadang
berlawanan : disatu sisi, ada kalangan yang memandang relasi antar individu di
kalangan remaja ini secara negatif, terutama yang menggunakan pendekatan
moral dan agama, disisi lain, ada yang memandang dari aspek positifnya. Secara
sosiologis, pacaran pada dasarnya adalah wujud hubungan antarmanusia yang
menjadi bagian kecil dari hubungan masyarakat dalam struktur sosial (Sayomukti,
2008)
Perilaku seks bebas merupakan bagian dari penyimpangan perilaku karena
suatu tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang ada dalam
masyarakat. Dimana menurut W.Vander Zanden, penyimpangan didefenisikan
sebagai suatu perilaku yang oleh sejumlah besar dianggap sebagai hal yang tercela
dan diluar batas toleransi (Suyanto, 2004)
Menurut teori Labeling yang dijelaskan oleh Becker (dalam Purwanto,
2007) bahwa penyimpangan yang terjadi akibat pemberian label perilaku terhadap
seseorang. Ia diperlakukan sedemikian rupa seolah-olah ia telah berperilaku
sebagaimana dilabelkan, meski dalam kenyataannya tidak demikian. Namun
karena
perlakuan
melalui
label
itu
dilaksanakan
terus-menerus
maka
menjadikannya kian mantap dan kuat hingga pada akhirnya label tersebut menjadi
kenyataan. seseorang yang semula tidak berperilaku menyimpang kemudian
melakukan apa yang dilabelkan khalayak.
23
Perilaku yang dilakukan oleh kalangan remaja khususnya seks bebas pada
dasarnya bukan tindakan yang murni dari mereka saja (faktor internal), melainkan
ada faktor pendukung atau pengaruh dari luar (faktor eksternal). Selain faktor
diatas, faktor yang lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan
sebuah seks bebas karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang sangat besar untuk
mencoba segala hal yang belum diketahui serta ingin mendapatkan sebuah
pengakuan dari teman sepergaulan.
Monks (dalam Kartono, 1985) menjelaskan bahwa perubahan hormonal
pada masa puber mempengaruhi munculnya perilaku seksualitas. Perubahan
hormonal yang terjadi pada masa puber mengakibatkan kematangan pada organ
kelamin, yang memunculkan hasrat seksualitas.
Remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang
diterima oleh temannya tanpa memiliki dasar informasi yang signifikan dari
sumber yang dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tersebut dalam hal
ini sehubungan dengan perilaku seks bebas yang menimbulkan rasa penasaran
yang membentuk serangkaian pertanyaan dalam diri remaja tersebut. Untuk
membuktikan kebenaran informasi yang didapat dan didorong oleh rasa ingin tahu
yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui, mereka cenderung
melakukan dan mengalami perilaku seks bebas itu sendiri tanpa menyadari bahwa
mereka
berada
dalam
suatu
lingkungan
bermasyarakat.
24
komunitas
sosial
dan
hidup
Untuk lebih jelasnya, maka penulis mencoba menggambarkan kerangka
konseptual seperti nampak sebagai berikut
Individu
Lingkungan
Faktor
Keluarga
Media
Dampak
Tanggapan
Mahasiswa
Individu
Lingkungan
Pencegahan
Keluarga
Media
E. METODE PENELITIAN
a. Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan September
sampai akhir bulan Oktober 2011. Penelitian ini di laksanakan di Kampus
akademi Kebidanan
Sandi Karsa
Makassar.
25
di
kecamatan
Tamalanrea,
Kota
b. Tipe dan Dasar Penelitian
a. Tipe Penelitian
Adapun tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tentang
tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks pranikah yang
terjadi di kalangan remaja.
b. Dasar Penelitian
Dasar penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
survei dikarenaka bahwa suatu penelitian yang menggunakan metode
survei tidaklah perlu untuk meneliti semua individu di dalam populasinya
karena hal tersebut memerlukan banyak tenaga, waktu dan biaya.
c. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang ada di
Akademi Kebidanan Sandi Karsa yang berjumlah 2.450 mahasiswa.
b. Sampel
Dari 2.450 mahasiswa akan diambil sampel sebanyak 4% atau 98
mahasiswa. Dimana pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan
teknik Simpel Random Sampling yaitu penarikan sampel secara acak
sederhana.(Singarimbun, 1989).
26
d. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini merupakan langkah yang sangat
penting dalam penelitian, karena langkah ini sangat menentukan kualitas
keabsahan dan kridibilitas hasil penelitian.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
a. Kuesioner
Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk memperoleh data
responden dengan sejumlah pertanyaan tertulis, yang sifatnya terbuka
yang nantinya akan dijadikan sebagai pegangan untuk mengambarkan
fenomena yang ada sesuai dengan data yang diperoleh.
b. Observasi
Observasi yang di maksudkan adalah pengamatan langsung
melalui penginderaan yang dilakukan di lapangan pada objek yang diteliti
untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan masalah penelitian dalam
jangka waktu tertentu.
c. Studi Pustaka
Studi Pustaka yaitu berupa pengumpulan dan penggalian informasi
yang di ambil dari buku – buku yang relevan dan artikel – artikel yang
menyangkut dengan judul yang di angkat.
27
e. Jenis Data
a. Data Primer
Yaitu data yang di peroleh langsung dari responden yang dijadikan
sampel melalui wawancara langsung (bertatap muka) secara lisan.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang didapatkan melalui penelusuran terhadap sumber –
sumber informasi, misalnya: dokumen – dokumen dan arsip – arsip yang
relevan dengan tujuan dan masalah penelitian, baik itu keadaan alam,
keadaan penduduk dan sebagainya.
f. Teknik Analisa Data
Data
yang
diperoleh
dari
hasil
penelitian
ini
dianalisa
menggunakan metode analisa kuantitatif. Penelitian kuantitatif
menurut Asmadi Alsa (2004) adalah penelitian yang bekerja dengan
angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai, peringkat atau
frekuensi) yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk
menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik
dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu
mempengaruhi variabel yang lain.
28
F. DEFENISI OPERASIONAL
a. Tanggapan
Tanggapan mahasiswa adalah reaksi/respon
yang meliputi sikap
pengetahuan, pengalaman, tindakan, penerapan nilai – nilai budaya dan
norma – norma sosial yang terjadi dilingkungan sekitarnya terhadap suatu
fenomena.
b. Perilaku Seks Bebas
Perilaku seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis, dilakukan
tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun
menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
c. Remaja
Remaja adalah masa transisi atau peralihan/perubahan dari masa kanak –
kanak menuju dewasa yang ditandainya dengan adanya perubahan aspek
fisik, psikis, dan psikososialnya. Remaja di Indonesia adalah usia antara
11-24 tahun dan belum menikah. Masa tersebut dibagi dalam tiga tahap;
remaja awal (12-15 tahun), remaja tengah (16-18 tahun), dan remaja akhir
(19-24 tahun).
29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Tanggapan
Dalam kehidupan sehari-hari, sering digunakan perkataan tanggapan yang
berasal dari akar dari kata tanggap dan biasa dikonotasikan dengan sikap
responsivitas atau respon terhadap suatu masalah atau kejadian
Tanggapan berarti produk dari sikap menanggapi suatu peristiwa atau
kejadian atau tindakan, yang biasa diistilahkan juga dengan pendapat, pandangan
atau penilaian yang kesemuanya bersumber dari adanya pengetahuan, pengalaman
serta kesadaran atas peristiwa atau kejadian atau tindakan yang terjadi baik pada
diri sendiri, keluarga maupun orang lain serta masyarakat luas.
Terjadinya tanggapan pada diri seseorang biasanya ditentukan adanya
rangsangan objek-objek yang ditangkap melalui alat-alat panca indra seseorang
dan proyeksikan pada bagian-bagian tertentu di otak, sehingga kita dapat
mengetahui objek tadi.
Menurut T. Vredenberg (dalam Kartasapoetra, 1860) yaitu tanggapan atau
persepsi adalah cara mengalami objek-objek dari gejala-gejala menurut suatu
proses selektif. Melalui proses selektif tersebut seseorang dapat mempunyai
tanggapan atau pendapat tentang suatu gejala atau objek dari sebuah peristiwa
ataupun kejadian.
30
Begitu pula pendapat dari Sarwono (2002) yang mengemukakan
tanggapan atau persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau kejadian
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Adanya pengalaman terhadap objek atau peristiwa-peristiwa
atau kejadian merupakan kesatuan dari apa yang di lakukan oleh seseorang
sebagai kegiatannya.
Pendapat saya sendiri mengenai tanggapan yaitu suatu bayangan kejadian
atau peristiwa yang tinggal dalam ingatan setelah melakukan pengamatan.
B. Tinjauan Tentang Fenomena
Fenomena, atau masalah, atau gejala adalah segala sesuatu yang dapat kita
lihat, atau alami, atau rasakan. Suatu kejadian adalah suatu fenomena. Suatu
benda merupakan suatu fenomena. Adanya suatu benda juga menciptakan
keadaan atau perasaan, yang tercipta karena keberadaannya.
Istilah masalah yang dijadikan pedoman dari istilah fenomena harus di
bedakan dari persoalan. Masalah mempunyai pengertian netral, sedangkan
persoalan mengandung pengertian memihak. Suatu persoalan juga merupakan
suatu masalah atau gejala, dan karenanya juga merupakan suatu fenomena.
Persoalan merupakan suatu fenomena yang kehadirannya tidak dikehendaki.
Menurut Saswinadi Sasmojo, ada beberapa pengertian dari istilah
fenomena tersebut antara lain, fenomena adalah hal-hal yang dapat di saksikan
melalui panca indera dan dapat di terangkanserta di nilai secara ilmiah seperti
fenomena alam. Contohnya : gerhana, fenomena juga diartikan sebagai sesuatu
yang luar biasa serta fenomena merupakan suatu fakta atau kenyataan.
31
C. Tinjauan Tentang Remaja
1. Pengertian Remaja
Manusia selalu memgalami perubahan, baik itu perubahan yang bersifat
fisik (bentuk tubuh) maupun perubahan yang bersifat nonfisik (sifat dan tingkah
laku). Masa remaja merupakan masa yang pasti akan dialami oleh setiap orng.
Pada masa ini, pola pikir kita mengalami peralihan dari pola pikir yang masih
bersifat kekanak-kanakan menjadi pola pikir yang lebih dewasa. Setelah melewati
masa remaja setiap orang akan memasuki sebuah tahapan atau fase yang di sebut
dengan fase pendewasaan. Di dalam fase ini manusia mengalami perubahan pola
pikir menjadi lebih matang secara bertahap.
Pada masa remaja biasanya setiap individu masih bingung dalam
menentukan apa sebenarnya dia (tahap pencarian jati diri) dalam artian bahwa
masih mencari apa yang harus ia lakukan dalam kehidupannya. Pada masa inilah
diperlukan penanaman nilai-nilai dan norma-norma yang di anut atau yang
berlaku pada waktu menjalani fase pendewasaan agar tidak terjerumus ke dalam
jurang kesalahan yang dalam.
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa, remaja berasal dari kata latin yaitu
adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah
adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan
mental, emosional dan fisik sehingga memperjelas pemahaman tentang remaja
dan membantu dalam menghindari kekaburan menentukan masa remaja.
Kemudian Sarwono (2008) mendefenisikan remaja sebagai individu yang tengah
32
mengalami perkembangan fisikdan mental, Beliau membatasi usia remaja ini
antara 11-24 tahun dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai nampak (kriteria fisik).
2. Kebanyakan masyarakat indonesia, usia 11 tahun sudah di anggap aqil
baligh baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi
memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan
jiwa.
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberikan
kesempatan
mengembangkan
dirinya
setelah
sebelumnya
masih
tergantung pada orang tua.
Sedangkan H. H. Remmers & C. G. Hackeet (dalam Alamsyah, 2004)
mengemukakan: “ Remaja ialah masa yang berada diantara kanak-kanak dan masa
dewasa yang matang. Ia adalah masa dimana individu tampak bukan anak-anak
lagi, tetapi juga tidak tampak sebagai orang dewasa yang matang, baik pria
maupun wanita”.
Selanjutnya WHO (dalam Sarwono, 2008) memberikan defenisi yang
lebih konseptual, bahwa remaja adalah suatu masa ketika:
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ini menunjukan tanda-tanda
seksual sekundernya sama seperti saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
33
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadan yang relative lebih mandiri.
Selain itu Piaget (Hurlock : 1980,hal 206), mengemukakan bahwa masa
remaja adalah usia dimana individu berinteragsi dengan masyarakat dewasa, usia
dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
hak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah di mana
individu mengalami perubahan atau peralihan usia baik secara fisik maupun non
fisik yang ditandai dengan adanya interaksi sosial dengan manusia dewasa dan
tidak lagi menggantungkan hidup kepada orang yang lebih tua dalam hal ini
adalah orang tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, baik dalam masalah
hak maupun kewajibannya.
2. Ciri-ciri Remaja
Semua periode terdapat hal yang penting selama rentan kehidupan, masa
remaja mempunyai ciri-ciri tertentu untuk membedakannya dengan periode
sebelumnya dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1980), ciri-ciri tersebut adalah :
a. Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting
Beberapa periode lebih penting dari beberapa periode lainnya karena
akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting
karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat
langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting
karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja
34
kedua-duanya sangat penting. Dalam membahas akibat fisik pada masa remaja,
Tanner (1856) mengatakan “Bagi sebagian besar anak muda, usia antara dua belas
tahun dan enam belas tahun merupakan kehidupan yang penuh dengan kejadian
sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan fisik
yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang
terutama pada awal masa remaja. Semua itu menimbulkan perlunya penyesuain
mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat yang baru”.
b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah
terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap
perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya
akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang.
Seperti yang di jelaskan oleh Osterrieth (Sarwono, 2008) “struktur psikis anak
remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan banyak ciri yang umumnya dianggap
sebagai ciri khas masa remaja yang ada pada akhir masa kanak-kanak.
Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat
keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi
seseorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa, jika mereka berperilaku
seperti anak-anak maka ia akan diajari untuk bertindak sesuai umurnya, dan jika
remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa, ia sering kali dituduh mencoba
bertindak seperti orang dewasa.
35
c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar
dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik
terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sifat juga berlangsung cepat,
begitupun sebaliknya (Sarwono, 1981).
Adapun perubahan yang sama, yang hampir bersifat universal. Pertama,
meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik
dan psikologis yang terjadi. Karena, perubahan emosi biasanya terjadi lebih cepat
selama masa awal remaja. Kedua,
perubahan tubuh, minat dan peran yang
diharapkan kelompok sosial yang dipesankan. Ketiga, dengan berubahnya minat
dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar anak
remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan, mereka menginginkan dan
menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan
akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat untuk mengatasi
tanggung jawab tersebut.
d. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh
anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu.
Pertama, sepanjang masa-masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian di
selesaikan oleh orang tua dan guru-guru. Sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalahnya sendiri. Kedua, karena para remaja
merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri,
menolak bantuan orang tua dan guru-guru (Sarwono, 1981)
36
e. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas
Erikson (1902) mengemukakan bahwa, identitas diri yang di cari remaja
berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat.
Erikson
selanjutnya
menjelaskan
bagaimana
pencarian
identitas
ini
mempengaruhi perilaku remaja, dalam usaha mencari perasaan kesinambungan
dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan
tahun-tahun lalu. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identifikasi ego
adalah lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi masa kanak-kanak.
f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
Majeres (dalam Sarwono, 1981) mengemukakan bahwa, banyak anggapan
populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya,
banyak di antaranya yang bersifat negative. Anggapan stereotip budaya bahwa
remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat di percaya dan
cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang
harus membimbingnya dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung
jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
g. Masa Remaja yang Tidak Realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah
jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan
dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak
realistik ini tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan temantemannya yang menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal
masa remaja, remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain
37
mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang
ditetapkannya sendiri (Sayomukti, 2008)
h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi
gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan
bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang
dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri
pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum
minuman keras, menggunakan obat-obatan, terlibat dalam perbuatan seks. Mereka
menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan
(Sayomukti, 2008)
3. Perkembangan Remaja
Pada umumnya permulaan masa remaja ditandai oleh perubahanperubahan fisik yang mendahului kematangan seksual. Bersamaan dengan itu,
juga dimulai proses perkembangan psikis remaja, dimana mereka mulai
melepaskan diri dari ikatan dengan orang tuanya. Kemudian terlihat perubahanperubahan kepribadian yang terwujud dalam cara hidup untuk menyesuaikan diri
dalam masyarakat.
38
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, Petro Blos (dalam
Sarwono, 2008), mengemukakan bahwa ada 3 tahap perkembangan remaja, yakni
1. Remaja Awal (Early Adolensence)
Pada tahap ini remaja masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi
pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahanperubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan
ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego yang menyebabkan
remaja sukar mengerti dan dimengerti oleh orang lain.
2. Remaja Madia (Middle Adolensence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman yang mempunyai sifatsifat yang sama dengan dirinya, dan pada anak laki-laki cenderung untuk
membebaskan diri dari eodipus (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanakkanak).
3. Remaja Akhir (Late Adolensence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
seperti minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, egonya mencari
kesempatan untuk bersatu dengan orang lain untuk mencari pengalamanpengalaman baru, terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi,
egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, tumbuh
“dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum
(the public).
39
Selanjutnya, menurut M. Carballo (dalam Sarwono, 2008), ada 6
penyesuain diri yang harus dilakukan remaja,yaitu :
a. Menerima
dan
mengintegrasikan
pertumbuhan
badannya
dalam
kepribadiannya.
b. Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang kuat dalam kebudayaan
tempatnya berada.
c. Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri, dan
kemampuan untuk menghadapi kehidupan.
d. Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat.
e. Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas, dan nilai-nilai
yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan.
f. Memecahkan masalah-masalah nyata dalam pengalaman sendiri dalam
kaitannya dengan lingkungan.
Selanjutnya pada masa remaja ini pula atau tahap pencarian jati diri
terkadang kalangan remaja mulai melakukan perilaku menyimpang atau yang
biasa dikenal dengan kenakalan remaja bentuknya bermacam-macam seperti
perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan,
pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan
seks bebas pranikah. Bentuk-bentuk kenakalan yang demikian biasa disebut juga
dengan pergaulan bebas. Pada dasarnya perilaku menyimpang adalah hal-hal yang
dilakukan oleh remaja sebagai individu dan yang tidak sesuai dengan normanorma hidup yang belaku di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988)
mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka
40
menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah
masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu
kelainan dan dianggap terjadi hal yang menyimpang atau “kenakalan
Menurut para ahli, salah satunya adalah Kartono seorang ilmuan sosiologi,
(dalam Lapu, 2010) mengemukakan pendapatnya bahwa kenakalan remaja atau
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan
gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian
sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang.
Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku mengapa seorang
remaja melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan
melanggar aturan. Soerjono Soekanto (1988) mengatakan bahwa tidak ada alasan
untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan
untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia
pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi dan adanya kesempatan
tertentu, tetapi terkadang pada kebanyakan orang tidak menjadi berwujud
penyimpangan.
Dasar pengakategorian penyimpangan didasari oleh perbedaan perilaku,
kondisi dan individu. Penyimpangan dapat didefinisikan secara statistik, absolut,
reaktifis, dan normatif. Perbedaan yang menonjol dari keempat sudut pandang
pendefinisian itu adalah pendefinisian oleh para reaktifis, dan normatif yang
membedakannya dari kedua sudut pandang lainnya.( Jokie M.S. Siahaan:, 2008).
41
D. Tinjauan Tentang Perilaku Seks Bebas di Kalangan Remaja
Sebelum kita membahas tentang perilaku seksual remaja, ada baiknya jika
kita mengetahui sebelumnya pengertian dari perilaku itu sendiri. Perilaku
dipandang dari segi biologis ialah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan jadi, pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.
Perilaku manusia mempunyai bentangan yang cukup luas, mencakup
berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan
internal sendiri, seperti berpikir, tanggapan,dan emosi juga merupakan perilaku
manusia. Dalam hal ini perilaku merupakan apa yang dikerjakan oleh organisme,
baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang dapat diamati secara tidak
langsung.
Menurut Ensiklopedia Amerika mengartikan perilaku sebagai aksi reaksi
organism terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi
apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk meniombulkan reaksi, yakni yang
disebut
rangsangan.
Dengan
demikian
maka
atau
rangsangan
tertentu
menghasilkan perilaku tertentu. Kemudian Robert Kwick (dalam Alamsyah,
2004) juga menyatakan bahwa “perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organism yang dapat dipelajari”.
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan
baik disadari maupun tidal disadari. Perilaku merupakan kumpulan berbagai
faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut
amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab
42
seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu, amat penting untuk dapat
menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku
tersebut.
Bentuk-bentuk perubahan perilaku itu sendiri bervariasi sesuai dengan
konsep yang digunakan para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku.
Berikut ini di uraikan bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO yang
mana perubahan perilaku itu dikelompokan menjadi 3 yaitu :
1. Perubahan Alamiah
Perilaku manusia selalu berubah dimana sebagian perubahan itu
disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar
terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi,
maka anggota-anggota masyarakat
didalamnya juga akan mengalami
perubahan.
2. Kesedian Untuk Berubah (readdiness to change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan
di masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat
cepat untuk menerima inovasi atau perubahan
tersebut, dan sebagian
orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahanperubahan tersebut. Hal ini di sebabkan karena setiap orang mempunyai
kesedian orang untuk berubah yang berbeda-beda.
Sejalan dengan perubahan-perubahan sosial, ekonomi, politik, dan
komunikasi dalam beberapa dekade terakhir terjadi perubahan-perubahan
mengenai perilaku seks dan norma-norma baik di negara-negara industri maupun
43
di negara-negara berkembang. Proses perubahan tersebut berjalan terus terutama
di kalangan remaja.
Masalah seks pada remaja sering kali mencemaskan para orang tua, juga
pendidik dan sebagainya. Bagi masyarakat masalah seks remaja sekarang ini
merupakan masalah sosial karena perilaku tersebut sudah melanggar norma dan
peraturan-peraturan yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Kartono (1981)
yang disebut sebagai masalah sosial ialah :
1. Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memperkosa adat-istiadat
masyarakat.
2. Situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat
sebagai menganggu, tidak dikehendaki, berbahaya dan merugikan orang
banyak.
Selanjutnya menurut Robert K. Merton dan Kingsley Davis (dalam
Nurdin, 1990) mengemukakan: “suatu masalah sosial adalah suatu cara
bertingkah laku yang menentang satu atau beberapa norma yang telah di terima
dan berlaku di dalam masyarakat”.
Sedangkan yang di maksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun
dengan sesama jenisnya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini pun bisa bermacammacam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu
dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang hayalan atau
diri sendiri.
44
Kebebasan pergaulan antara jenis kelamin pada remaja dengan mudah
dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya di kota-kota besar
seperti Makassar, karena perilaku ini merupakan perilaku menyimpang. Menurut
Sahat (1983) mendefenisikan penyimpangan itu adalah setiap perilaku yang tidak
berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau
kelompok tertentu dalam masyarakat.
Penyimpangan adalah perbuatan yang melanggar norma, penyimpangan
ini terjadi jika seseorang atau sebuah kelompok tidak mematuhi patokan baku di
dalam masyarakat. Salah satu teori dari perilaku menyimpang yang sangat
berhubungan dengan masalah perilaku seks bebas di kalangan remaja sekang
yaitu teori kontrol, di mana teori ini menjelaskan bahwa penyimpangan
merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian sosial (Narwoko dan
Suyanto, 2006).
Menurut beberapa ahli bahwa perilaku seks pada remaja tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti yang dikemukan oleh Sanderowits dan
Paxman (Sarwono, 2008), bahwa, faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
remaja menunjuk kepada faktor-faktor sosial ekonomi seperti rendahnya
pendapatan dan taraf pendidikan, besarnya jumlah keluarga dan rendahnya nilai
agama yang bersangkutan.
Faktor lain yang kadang-kadang dicurigai sebagai pendorong perilaku
seksual adalah citra diri yang menyangkut keadaan tubuh (body images) dan
kontrol diri, ada pendapat bahwa orang yang kurang mengenal keadaan tubuhnya
kurang sempurna, cenderung mengkompensasikannya dengan perilaku seksual. Di
45
sisi lain, dikatakan pula bahwa orang yang percaya bahwa ia mampu mengatur
keadaan dirinya (Ber-locus of control internal) maka akan kurang perilaku
seksualnya.
Adapun uraian yang lebih jelas mengenai faktor-faktor penyebab
penyimpangan perilaku seksual remaja menurut Sarwono (2008), dapat
diklarifikasikan sebagai berikut :
1. Meningkatnya Libido Seksual
Dalam upaya mengisi peran sosialnya yang baru itu, seorang remaja
mendapatkan motivasinya dari meningkatnya energi seksualnya atau libido.
Menurut Sigmund Freud (1856-1939) mengemukakan bahwa energi seksual ini
berkaitan erat dengan kematangan fisik. Sementara itu, menurut Anna Freud
(1895-1982) berpendapat bahwa fokus utama dari energy seksual ini adalah
perasaan-perasaan di sekitar alat kelamin, objek-objek seksual dan tujuan-tujuan
seksual. Dalam kaitan dengan kematangan fisik tersebut diberbagai masyarakat
dunia sekarang ini ada kecenderungan menurunnya usia kematangan seksual
seseorang. Seperti di Inggris, usia haid pertama (menarche) menurun dari rata-rata
14 tahun (pada tahun 1900) menjadi 12,9 tahun (pada tahun 1980).
Di Nigeria, usia haid pertama atau menarche merosot dari 14 tahun (pada
tahun 1990) menjadi 12,3 tahun di kalangan kelas sosial-ekonomi tingkat bawah
(1960). Menurutnya usia kematangan seksual ini dipengaruhi oleh semakin
membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak, dan juga meningkatnya informasi
melalui media massa serta hubungan antar orang dengan pihak lain.
46
2. Penundaan Usia Perkawinan
Indonesia terutama di daerah-daerah pedesaan, masih terdapat banyak
perkawinan di bawah umur, karena ukuran perkawinan di masyarakat seperti itu
adalah kematangan fisik belaka. Akan tetapi dengan semakin meningkatnya taraf
pendidikan masyarakat, dengan banyaknya anak-anak perempuan yang bersekolah
maka makin tertunda kebutuhan untuk mengawinkan anaknya. Kecenderungan ini
terutama terjadi pada masyarakat di kota-kota besar atau di kalangan masyarakat
kelas sosial-ekonomi menengah ke atas.
3. Tabu-Larangan
Hubungan seks diluar perkawinan tidak hanya dianggap tidak baik, tetapi
juga tidak boleh ada. Bahkan, sering dianggap tidak pernah ada. Anggapan ini
yang sangat dipengaruhi oleh ajaran agama, sehingga menyebabkan sikap
negative masyarakat terhadap hubungan seks. Orang tua dan pendidik jadi tidak
mau terbuka atau berterus terang kepada anaknya tentang pendidikan seks,
takutnya nanti jika anak-anak mereka ikut-ikutan melakukan hubungan seks
sebelum waktunya (sebelum nikah). Pendidikan seks kemudian menjadi tabu
untuk dibicarakan walaupun antara anak dengan orang tuanya sendiri. Sulitnya
komunikasi, khususnya dengan orang tua, pada akhirnya akan menyebabkan
perilaku seksual yang tidak di harapkan.
47
4. Kurangnya Informasi tentang Seks
Melihat kenyataan sekarang, sebenarnya cukup waktu untuk remaja putraputri itu untuk mempersiapkan dirinya dalam mencegah hal-hal yang tidak
dikehendaki. Akan tetapi, pada umumnya mereka ini memasuki usia remaja tanpa
pengetahuan yang memadai tentang pendidikan seks. Mereka hanya mendapatkan
informasi-informasi yang salah, itu semua di sebabkan karena orang tua tabu
membicarakan pendidikan seks dengan anaknya dan hubungan orang tua-anak
sudah terlanjur jauh sehimgga anak berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak
akurat, khususnya teman.
5. Pergaulan yang Makin Bebas
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya dengan
mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota
besar. Keadaan pergaulan antar remaja pria dan wanita telah bergeser bila
dibandingkan dengan keadaan 20 atau 30 tahun yang lalu.
Menurut Kartini Kartono (1989) berbagai perilaku seksual pada remaja
yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain
dikenal sebagai :
a. Masturbasi atau Onani yakni suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi
terhadap alat gentikal dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk
pemenuhan kenikmatan yang sering kali menimbulkan goncangan pribadi
dan emosi.
48
b. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti
sentuhan. Pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan
seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan
memuaskan dorongan seksual.
c. Berbagai kegiatan yang mengarah kepada pemuasan dorongan seksual
yang pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam
mengendalikan atau kegagalan umtuk mengalihkan dorongan tersebut ke
kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
Selain itu, adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya
permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi
Remaja, 1994) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.
Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran
dalam bentuk tingkah laku tertentu
2. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya
penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya
undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang
semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk
perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain)
3. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak
dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal
tersebut.
49
Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptif yang
menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter
bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu dalam arti
berhubungan
yaitu menyenangkan, puncak rasa kecintaan,
yang serba
membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini
hubungan seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation).
Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan
mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja dan
kebanyakan pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat
rendah.
Menurut Dr. Boyke Dian Nugraha berikut dampak – dampak yang di
timbulkan dari seks bebas di luar nikah pada kalangan remaja :
1) Terjadi kehamilan di luar nikah
2) Resiko terjangkitnya penyakit menular seksual ( PMS )
Kemudian dampak psikologis yang di timbulkan dari seks bebas di luar
nikah tersebut adalah sebagai berikut :
1) Hilangnya harga diri ( keperawanan / keperjakaan )
2) Perasaan di hantui dosa
3) Perasaan takut hamil dan takut ketahuan
4) Lemahnya ikatan yang terjalin, pernikahan gagal
50
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Pembentukan dan Nama Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi ini dibentuk pada tanggal 9 oktober 2001 dan nama
perguruan tinggi ini adalah Akademi Kebidanan Sandi Karsa yang
berlokasi di kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan.
Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar diselenggarakan sebagai
suatu lembaga pendidikan tinggi yang ikut berupaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan para mahasiswa sebagai sumber
daya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
serta berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat
jasmani dan jiwani, kepribadian mantap dan mandiri, serta bertanggung
jawab untuk menunjang pembangunan Nasional.
Tujuan khusus Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kebidanan yang
menekankan keseimbangan aspek kognitif, efektif, psikomotor yang
51
berkualitas tinggi dan profesional yang mampu mengantisipasi kebutuhan
masyarakat Nasional / Internasional melalui penyelenggaraan program
pendidikan tinggi di bidang kebidanan yang dapat dilakukan dalam bentuk
peyelengaraan kegiatan-kegiatan penelitian dan pengkajian untuk ikut
membantu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan keperawatan
dan khususnya bagi umat manusia secara utuh menyangkut Biopsikososial, spritual, baik dalam lingkup promosi, prevensi, kurasi maupun
rehabilitasi yang berskala lokal, Nasional maupun Internasional baik
lingkup masyarakat, bangsa, negara dan kebutuhan pasar global.
Adapun jumlah mahasiswa dari Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar terbagi 3 tingkatan yaitu : Tingkat I sebanyak 627 mahasiswa,
Tingkat II sebanyak 553 mahasiswa, Tingkat III sebanyak 460 mahasiswa
jadi jumlah mahasiswanya sebanyak 1.640 mahasiswa. Dari jumlah
keseluruhan mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa semuanya
berjenis kelamin perempuan. Selain itu, Staf dan Dosen yang mengajar di
Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa sebanyak 68 orang yang
meliputi Dosen tetap sebanyak 27 orang dan Dosen tak tidak tetap
sebanyak 41 orang. Serta jumlah pengawai sebanyak 28 orang dan 1
security kampus.
52
B. Lambang dan Bendera Akademi Kebidanan Sandi Karsa
1. Lambang Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah
gambaran tentang kegiatan yang dilandasi semangat kepahlawanan
bangsa yang luhur, membekali kader-kader bangsa yang berjiwa
pancasila dan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
kesehatan menyongsong era globalisasi.
2. Bendera Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar yang
digunakan pada setiap upacara dan pertemuan Akademik tertentu
memiliki ketentuan sebagai berikut :
Ukuran
: tinggi 120 cm, panjang 180 cm,
Warna dasar
: biru, gambar bunga putih, bingkai hitam
Lambang Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah bunga
wijaya Kusuma Putih yang menggambarkan kelembutan dan jiwa
yang suci, berbingkai segi lima yang melambangkan Dasar Negara
adalah pancasila.
C. Hymne dan Mars Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
1. Hymne Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah syair
dan lagu yang mengungkapkan kebanggaan jati diri Akademik
Kebidanan Sandi Karsa Makassar yang diperdengarkan pada
Upacara Akademi sebagai lagu resmi Akademi Kebidanan Sandi
Karsa.
53
2. Mars Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah syair dan
lagu untuk membangkitkan semangat dan persatuan civitas
Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
Uniform atau Seragam Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah
uniform atau seragam kebesaran yang dipakai oleh mahasiswa Akademi
Kebidanan Sandi Karsa Makassar terdiri atas seragam praktek klinik kebidanan di
rumah sakit (putih-putih) serta seragam kelas dan lapangan ( putih-hijua ) dengan
blazer hijau.
Bahasa indonesia merupakan bahasa resmi dalam penyelenggaraan
kegiatan
pendidikan,
penelitian
pengabdian
pada
masyarakat
maupun
administrasi. Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang ditekankan untuk
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Bahasa asing digunakan bilamana
keikutsertaan orang asing atau persiapan untuk menghadapi orang asing cukup
penting untuk mengerti bahasa resmi dengan bahasa asing dalam keadaan yang
bersangkutan.
Pola ilmiah Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar adalah
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya bidang kesehatan
melalui pembinaan sumber daya untuk menunjang pembangunan teknologi bidang
kesehatan dan kebidanan yang berwawasan global.
54
D. Susunan Organisasi
Susunan organisasi Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar terdiri atas
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
2. Unsur pimpinan meliputi :
a. Direktur
b. Pembantu Direktur I ( bidang akademik )
c. Pembantu Direktur II ( bidang administrasi umum )
d. Pembantu Direktur III ( bidang kemahasiswaan )
3. Unsur Akademi meliputi :
a. Bidang Tata Operasional Akademik
b. Lembaga Penelitian
c. Lembaga Pengabdian Masyarakat
4. Unsur Pelaksana Administrasi meliputi :
a. Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan
b. Biro Administrasi Umum
5. Unsur Penunjang Umum meliputi :
a. Perpustakaan
b. Pusat Komputer, Internet, dan laboratorium
c. Unit Instlasi
d. Unit Pelaksana Teknis
e. Asrama
55
Sesuai dengan kebutuhan, unsur-unsur organisasi tersebut dapat ditambah
atau dikurangi oleh Direktur dengan persetujuan rapat Senat Akademi Kebidanan
Sandi Karsa Makassar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
E. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
1. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar merupakan
badan tertinggi di lingkungan Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar yang tugas pokok untuk :
a. Merumuskan kebijaksanaan penilaian prestasi Akademi dan
pengembangan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
b. Merumuskan kebijaksanaan penilaian prestasi akademi dan
pengembangan kecakapan serta kepribadian civitas akademik.
c. Merumuskan
Norma
dan
tolak
ukur
penyelenggaraan
pendidikan, penelitian dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat.
d. Memberikan persetujuan atas rencana anggaran pendapatan dan
belanja Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar yang
diajukan Pimpinan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
e. Menilai pertanggung jawaban Pimpinan Akademi Kebidanan
Sandi Karsa Makassar atas pelaksanaan kebijaksanaan yang
telah ditetapkan.
56
f. Merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan akademi,
kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuaan pada
Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
g. Memberiakan pertimbangan kepada badan penyelenggara
pendidikan tinggi Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat
menjadi Direktur Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
2. Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar terdiri atas :
a. Direktur bertindak sebagai Ketua
b. Semua pembantu Direktur, Pembantu Direktur I bertindak
sebagai Ketua bilamana Direktur berhalangan.
c. Kepala Tata Operasional Akademik
d. Kepala Tata Usaha.
e. Kepala Administrasi Akademi dan Kemahasiswaan.
f. Tokoh masyarakat atau pihak luar yang berkompeten
dibidangnya.
3. Ketua Senat didampingi oleh Sekretaris yang dipilih dari para
anggota senat untuk masa jabatan tiga (3) tahun dan dapat dipilih
kembali untuk masa jabatan berikutnya.
4. Dalam melaksanakan tugasnya, Senat Akademi Kebidanan Sandi
Karsa
Makassar
dapat
membentuk
komisi-komisi
yang
beranggotan anggota Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar dan bila dianggap perlu dapat ditambah anggota lain.
57
5. Tata
cara
penyelenggaraan
rapat,
mekanisme
kerja
dan
pengambilan keputusan dalam rapat Senat Akademi Kebidanan
Sandi Karsa Makassar diatur dalam peraturan tersendiri dengan
berpedoman pada perundang-undangan yang berlaku.
F. Pimpinan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar dipimpin oleh seorang
Direktur yang bertanggung jawab kepada yayasan Sandi Karsa Makassar dengan
dibantu oleh 3 (tiga) Pembantu yang terdiri atasPembantu Direktur bidang
akademik, Pembantu Direktur bidang Administrasi Umum, dan Pembantu
Direktur bidang Kemahasiswaan.
1. Direktur memimpin peyelenggaraan dan pengembangan pendidikan,
penelitian dan pengabdian masyarakat. Direktur juga membina para tenaga
kependidikan, para mahasiswa, dan tenaga administrasi Akademi serta
memelihara hubungan yang bermanfaat antara Akademi Kebidanan Sandi
Karsa dan Lingkungannya.
2. Bilamana Direktur berhalangan tidak tetap, Pembantu Direktur Bidang
Akademi bertindak sebagai pelaksana harian Direktur.
3. Bilamana Direktur berhalangan tetap, Yayasan Sandi Karsa Makassar
mengangkat pejabat sementara sebelum diangkat Direktur yang baru.
4. Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan Sandi Karsa Makassar
setelah mendapat pertimbangan Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar.
58
5. Pembantu Direktur bertanggung jawab langsung kepada Direktur Akademi
Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
6. Pembantu Direktur Bidang Akademi, membantu Direktur dalam
memimpin
pelaksanaan
dan
pengembangan
dibidang
pendidikan,
penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Pembantu Direktur Bidang
Akademi dibantu oleh suatu Biro Administrasi Akademi yang dipimpin
oleh seorang Kepala Biro yang juga bertindak sebagai pencatat resmi
(Registrasi)
7. Pembantu Direktur Bidang Administrasi Umum membantu Direktur dalam
memimpin pelaksanaan dan pengembangan dibidang Administrasi Umum
dan Keuangan, serta mengusahakan pemeliharaan, perbaikan, dan
pengembangan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Akademi
Kebidanan Sandi Karsa Makassar serta juga mengatur pemanfaatannya.
8. Pembantu Direktur Bidang Kemahasiswaan dan Alumni membantu
Direktur dalam memimpin pelaksanaan dan pengembangan dibidang
kemahasiswaan, termasuk pembinaan dan pelayanan kesehjateraan
mahasiswa, serta hubungan para alumni.
9. Para Pembantu Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Yayasan Sandi
Karsa Makassar atau usul Direktur dan setelah mendapat pertimbangan
Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
10. Masa jabatan Direktur dan Pembantu Direktur adalah 4 ( empat ) tahun.
Direktur maupun Pembantu Direktur dapat diangkat kembali untuk masa
59
jabatan berikutnya setelah mendapat pertimbangan Senat Akademi
Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
G. Laboratorium
Laboratorium Kebidanan dipimpin oleh seorang Dosen yang
keahliannya telah memenuhi persyaratan sesuai dengan bidang ilmu dan
teknologi tertentu dan bertanggung jawab kepada Direktur Akademik
Kebidanan Sandi Karsa Makassar.
H. Learning Resource Center
1. Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar menyelenggarakan dan
mengembangkan Learning Resource Center untuk memproses
informasi untuk menyelenggarakan penelitian, pendidikan dan
administrasi, serta pengabdian masyarakat.
2. Learning Resource Center dipimpin oleh seorang Ketua Learning
Resource Center yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur
Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar dan bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar. Staf Learning Resource Center diangkat oleh Direktur
atas usulan dari Ketua Learning Resource Center.
3. Fasilitas Learning Resource Center dapat digunakan oleh Dosen,
peneliti, tenaga kependidikan lain, pejabat administrasi dan
mahasiswa Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar sesuai
dengan peraturan yang diadakan oleh Pimpinan Learning Resource
Center.
60
I. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat
Lembaga
pengabdian
masyarakat
diadakan
untuk
melaksanakan
pembinaan dan pengembangan kegiatan pengalaman ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk ikut berusaha membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Lembaga ini mengkoordinasi, memantau, dan menilai kegiatan pengabdian
kepada masyarakat serta ikut mengusahakan dan mengendalikan pengelolaan
sumber daya yang diperlukan untuk memungkinkan pelaksanaan kegiatankegiatan yang bersangkutan.
Pimpinan lembaga pengabdian pada masyarakat terdiri atas Kepala dan
Sekretaris lembaga. Kepala Lembaga bertanggung jawab langsung kepada
Direktur,sedangkan Sekretaris Lembaga bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Lembaga. Kepala dan Sekretaris Lembaga diangkat dan diberhentikan
oleh Direktur.
Pada Lembaga pengabdian masyarakat diangkat oleh Dosen dan Tenaga
Ahli lain sebagai anggota staf ahli atau staf administrasi lembaga.
J. Lembaga Penelitian
1. Lembaga penelitian diadakan untuk melaksanakan pembinaan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan
penelitian
praktis.
Lembaga
Penelitian
inimengkoordinasi,
memantau dan menilai pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan
ke pusat-pusat penelitian, pusat-pusat pengkajiaan,
serta ikut
mengusahakan dan mengelolah sumber daya yang diperlukan
61
dalam menyelenggarakan kegiatan penelitian. Lembaga Penelitian
melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian yang bersifat multi
bidang khususnya bidang kesehatan dan kebidanan.
2. Pimpinan Lembaga Penelitian pusat penelitian dan pusat
pengkajian masing-masing terdiri atas Ketua dan Sekretaris yang
diangkat oleh Direktur untuk masa 3 (tiga) tahun dengan
kemungkinan diangkat kembali. Kepala Lembaga Penelitian dan
Kepala pusat pengkajian bertanggung jawab langsung kepada
lembaga penelitian dan para Sekretaris bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Lembaga Penelitian.
3. Pada lembaga penelitian, pusat penelitian dan pusat pengkajian
dapat ditempatkan Dosen atau Tenaga Ahli sebagai anggota staf
peneliti atau staf administrasi sesuai dengan kebutuhan dan sumber
daya yang tersedia. Pada lembaga penelitian, pusat penelitian dan
pusat pengkajian dapat juga ditempatkan tenaga ahli yang berasal
dari perguruan tinggi yang lain yang bekerja dilembaga itu untuk
jangka waktu yang tersedia.
4. Lembaga Penelitian diatur, dikendalikan dan diawasi melalui
sidang-sidang seperti Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar, yang terdiri atas peneliti-peneliti senior, termasuk
peneliti senior yang bekerja dilembaga sebagai peneliti, para
Kepala dan Sekretaris Pusat Penelitian, para Kepala dan Kepala
Perpustakaan sebagai peserta sidang. Sidang-sidang lembaga
62
penelitian yang diselenggarakan secara berkala ini diketahui oleh
kepala lembaga penelitian yang bilamana berhalangan dalam
sidang, diwakili oleh Sekretaris Lembaga.
5. Usul pengadaan pusat penelitian atau pusat pengkajian baru dan
sebaliknya usul penutupan suatu lembaga penelitian atau pusat
pengkajian juga dikembangkan dalam suatu sidang-sidang berkala
ini sebelum diajukan Senat Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar.
K. Unsur Pelaksanaan Administrasi
1. Pelaksanaan Administrasi Akademi Kebidanan Sandi Karsa
Makassar terdiri atas bagian Administrasi Akademi serta bagian
Administrasi Umum
2. Unsur pelaksanaan administrasi sebagaimana dimaksud diatas di
Pimpin oleh seorang Kepala bagian dan bertanggung jawab kepada
Pimpinan Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
L. Unsur Penunjang
1. Unsur penunjang pada Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
dapat berbentuk unit pelaksana teknis, terdiri atas perpustakaan dan
unsur-unsur
penunjang
lain
yang
diperlukan
untuk
penyelenggaraan Akademi Kebidanan.
2. Unsur penunjang sebagaimana yang dimaksud diatas di Pimpin
oleh Kepala UPT dan bertanggung jawab kepada Akademi
Kebidanan.
63
M. Penyelenggaraan Pendidikan
Jenis-jenis yang diselenggarakan meliputi :
1. Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar meyelenggarakan
pendidikan dan penelitian terapan serta pengabdian pada
masyarakat yang tercantum didalam tri darma perguruan tinggi.
2. Pendidikan merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan
manusia terdidik yang bermoral serta berkualitas tinggi.
3. Penelitian merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan
pengetahuan secara empiris, teoritis, konsepsional, metedologis,
dan sistematis dalam menciptakan model atau informasi baru dan
memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kebidanan.
4. Pengabdian
pada
masyarakat
merupakan
pengembangan
pertanggung jawaban terhadap ilmu pengetahuan dalam upaya
memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Responden
Sebelum kita membahas secara keseluruhan permasalahan yang berkaitan
dengan tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks bebas pra nikah
pada remaja, terlebih dahulu kita perlu mengklasifikasikan identitas responden
sebagai pendukung dalam memberikan analisa terhadap masalah yang diteliti.
Adapun klasifikasi identitas responden meliputi: jenis kelamin, umur, agama,
tahun masuk, dan asal daerah.
1. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis, dapat
diketahui jenis kelamin responden yang berada pada Kampus Akademi Kebidanan
Sandi Karsa semuanya berjenis kelamin perempuan. Hal yang wajar saja bila
Akademi Kebidanan didominasi oleh kaum perempuan karena disiplin ilmu dari
Akademi kebidanan mengenai alat reproduksi wanita dalam hal persalinan.
65
2. Umur
Untuk memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam
memberikan tanggapan atau pendapat terhadap suatu hal, maka umur responden
sangat penting untuk diketahui. Umur responden ini dikaitkan dengan
pengetahuan dan pengalaman seseorang dalam merespon sesuatu dan membentuk
pola pikir dalam pergaulannya, oleh karena itu, pada tabel dibawah ini akan
disajikan responden menurut kelompok umur.
Tabel 1
Distribusi Responden berdasarkan Umur
No
Umur
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
17 – 20 Tahun
59
60.2
2
21 – 24 Tahun
39
39.8
Jumlah
98
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa responden dapat dibagi dalam 2
kelompok umur yaitu kelompok umur 17 -20 tahun sebanyak 59 orang atau 60.2
% responden dan kelompok umur 21 -24 tahun sebanyak 39 orang atau 39.8 %
responden. Kelompok umur 17 – 20 tahun dimana manusia mulai menemukan
identitasnya dan bisa mengadaptasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat.
Kelompok umur 21 – 24 tahun dimana manusia memasuki masa dewasa dan
berusaha menghindari dari sikap menyendiri.
66
3. Agama
Dalam diri manusia tidak terlepas dari sebuah keyakinan yaitu
agama yang telah diyakini semenjak manusia dilahirkan. Oleh karena itu, pada
tabel berikut ini akan disajikan responden berdasarkan agama.
Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan Agama
No
Agama
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Islam
67
68.4
2
Protestan
23
23.5
3
Katolik
8
8.2
Jumlah
98
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan
agama sebanyak 67 orang atau 68.4 % responden yang beragama Islam. Sebanyak
23 orang atau 23.5 % responden yang beragama Kristen Protestan dan sebanyak 8
orang atau 8.2 % responden yang beragama Kristen Katolik.
4. Tahun Masuk
Tahun masuk responden merupakan hal yang penting untuk
mengukur kemampuan pengetahuan, pengalaman dan tanggapan atau pendapat
seseorang dalam memberikan atau merespon sesuatu hal dan membentuk pola
fikir dalam pergaulannya. Pada tabel berikut ini akan diuraikan jumlah responden
menurut tahun masuk.
67
Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Masuk
No
Tahun Masuk
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
2010
61
62.2
2
2009
37
37.8
Jumlah
98
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan
tahun masuk diantaranya masuk tahun 2009 sebanyak 37 orang atau 37.8 % dan
responden yang tahun masuknya 2010 sebanyak 61 orang atau
62.2 %.
Banyaknya angkatan 2010 di banding dengan angakatan 2009 hal ini disebabkan
karena angkatan 2010 adalah mahaiswa paling aktif sedangkan angkatan 2009
menuju tahap akhir dalam penyelesaian studi.
5. Asal Daerah
Asal daerah responden sangatlah berpengaruh dalam penelitian ini
untuk membedakan karakteristik maupun penilaian terhadap suatu hal dari daerah
yang satu maupun daerah yang lain. Karakteristik responden berdasarkan asal
daerah yang ada di kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa dapa dilihat pada
tabel. 4 berikut ini :
68
Tabel 4
Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah
no
Asal Daerah
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Pangkep, Barru, Pare-Pare, Sidrap
15
15.3
2
Enrekang, Toraja, Palopo
13
13.3
3
Makassar
9
9.2
4
Gowa, Takalar,Bantaeng, Jeneponto
10
10.2
5
Bulukumba, Sinjai
18
18.4
6
Soppeng, Bone
14
14.3
7
Jawa Timur
5
5.1
8
NTT dan NTB
9
9.2
9
Papua
5
5.1
Jumlah
98
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa distribusi responden tertinggi
berasal dari daerah Bulukumba dan Sinjai yaitu sebanyak 18 responden atau 18.4
% berasal dari daerah. Kemudian dari daerah Pangkep, Barru, Pare-Pare, Sidrap
yaitu sebanyak 15 responden atau 15.3 %. Sebanyak 14 responden atau 14.3 %
berasal dari daerah Soppeng dan Bone. Kenapa asal daerah tersebut di atas
dikelompokkan karena Pangkep. Barru, Pare-pare dan Sidrap karena mempunyai
kedekatan daerah, kemudian Enrekang, Toraja dan Palopo mempunyai kemiripan
seperti cuaca dan karakter dari masyarakat itu sediri. Makassar merupakan kota
besar di Sulawesi Selatan. Gowa, Takalar, Bantaeng, dan Jeneponto mempunyai
suku yang sama yaitu bugis-makassar, sedangkan NTT dan NTB merupakan
daerah satu pulau.
69
B. Pemahaman Tentang Hubungan Seks Bebas Pranikah
Seiring dengan pertumbuhan dan perubahan secara primer, sekunder dan
psikis pada remaja kearah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat
dorongan untuk menyalurkan dorongan seksualnya. Hal tersebut merupakan suatu
hal yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi
untuk
menyalurkan
kasih
sayang
antara
dua
insan,
sebagai
fungsi
pengembangbiakan dan mempertahankan keturunan. Perilaku hubungan seks
bebas pranikah pada pada remaja harus mendapat perhatian khusus baik orang
tuanya sendiri, masyarakat maupun pemerintah. Dibagian ini akan dibahas
bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks bebas pra
nikah berdasarkan :
1.
Pemahaman
a.
Pemahaman Tentang Arti Seks bebas
Mengkaji seksualitas hampir selalu berhubungan dengan konsep tubuh,
jenis kelamin, dan berbagai konstruksi yang dibangun di atasnya. Kemudian di
dalam konstruksi itu biasanya terkandung sudut pandang mengenai sesuatu yang
dianggap stabil, baik, mapan, umum, dominan dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis dapat diketahui bahwa
semua responden telah terbiasa dengan istilah seks bebas dalam kehidupan sehariharinya apalagi mereka ini adalah calon bidan nantinya sehingga wajar apabila
mereka paham tentang seks bebas tersebut, itu terlihat dari 98 responden dengan
persentase 100% tahu tentang arti seks bebas tersebut.
70
b. Pengetahuan Tentang Arti Seks Bebas
Pengetahuan atau knowledge adalah sesuatu yang hadir dan terwujud
dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan
hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi
emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran.
Perubahan sosial, budaya dan perkembangan teknologi telah berdampak
pada perubahan pola pikir, sikap dan perilaku masyarakat. Hal ini juga
berpengaruh terhadap pengetahuan tentang perilaku hubungan seks pranikah.
Perilaku seks adalah salah satu bagian kehidupan yang senantiasa mewarnai
kehidupan remaja selama ini yang penuh dengan inovasi dan kreatifitas dengan
menjadikan dunia modern diatas segalanya. Berikut ini kita akan melihat
tanggapan responden tentang arti perilaku hubungan seks pranikah pada remaja
Pentingnya pengetahuan tentang seks bebas pada responden sangat
berpengaruh dengan jawaban yang diberikan. Dalam hal ini arti sesk bebas juga
penting untuk diketahui, sejauh mana responden mengartikan seks bebas. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No
Tabel 5
Distribusi Tanggapan Berdasarkan
Arti Seks Bebas
Arti Seks Bebas
Frekuensi (F)
1
Hubungan diluar nikah
49
50.0
2
Hubungan seks dengan gonta-ganti
43
43.9
Hubungan berdasarka suka sama suka
6
6.1
Jumlah
98
100
Persentase (%)
pasangan
3
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
71
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian responden memahami
arti seks bebas adalah suatu hubungan seks yang dilakukan di luar nikah sebanyak
49 orang atau 50.0 %.. Sebanyak 43 orang atau 43.9 % mengartikan seks bebas
itu adalah hubungan yang dilakukan dengan gonta-ganti pasangan. Kemudian arti
yang lain adalah seks bebas berdasarkan suka sama suka sebanyak 6 orang atau
6.1% responden. Disini dapat disimpulkan bahwa seks bebas itu diartikan sebagai
suatu hubungan seksual yang dilakukan antara lawan jenis bahkan sesama jenis.
c. Bentuk-Bentuk Perilaku Hubungan Seks Pranikah.
Berdasarkan hasil kuesiner terhadap 98 responden terhadap
pertanyaan yang diajukan tentang perilaku hubungan seks bebas pranikah yang
biasa dilakukan remaja, diperoleh jawaban sebagaimana disajikan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 6
Distribusi Tanggapan Menurut
Bentuk-Bentuk Perilaku Hubungan Seks
No
Bentuk Perilaku Seks Pranikah
Frekuensi (F)
1
Bersetubuh
92
93.9
2
Berciuman
4
4.1
3
Bercumbu
2
2.0
Jumlah
98
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
72
Persentase (%)
Pada tabel 7 di atas dapat kita lihat bahwa pada umumnya responden
memahami perilaku seks bebas itu mengarah pada bentuk – bentuk berhubungan
badan terdapat 92 orang atau 93.9% responden. Berciuman diartikan sebagai
perilaku seks bebas pranikah di kalangan remaja, responden yang menjawab hal
tersebut sebanyak 4 orang atau 4.15% responden. Sementara itu, bentuk – bentuk
perilaku yang lainnya adalah bercumbu, responden yang menanggapi bentuk
perilaku seks pranikah dalam arti bercumbu sebanyak 2 orang atau 2.0% dari 98
responden. Berciuman itu adalah persentuhan laki-laki dan perempuan disekitar
muka, bercumbu adalah persetuhan tangan melewati daerah sekitar muka,
sedangkan bersetubuh adalah hubungan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan.
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hubungan Seks Bebas Pranikah
1. Faktor Manusia
Bicara tentang siapa penyebab seseorang terjerumus kedalam lembah
perilaku hubungan seks pranikah tidaklah terlepas karena pengaruh individu itu
sendiri, pengaruh dari teman sepergaulan dengan kata lain lingkungan tempat
tinggalnya, masalah dalam keluarga tersebut serta disebabkan karena pengaruh
media yang sering meliput iklan – iklan seronok.
Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap siapa penyebab utama
seseorang melakukan perilaku hubungan seks bebas pranikah dapat kita lihat pada
tabel di bawah ini:
73
Tabel 7
Distribusi Tanggapan Menurut
Faktor Penyebab Perilaku Seks Bebas Pranikah
No
Faktor Penyebab Perilaku Seks Frekuensi (F)
Persentase (%)
Pranikah
1
Individu
30
30.6
2
Lingkungan
56
57.1
3
Keluarga
6
6.1
4
Media
6
6.1
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 30 responden atau
30.6 % yang menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah disebabkan
karena individu itu sendiri dengan alasan rasa ingin tahuan tentang hubungan seks
itu seperti apa, dan sekedar coba-coba.terdapat 56 responden atau 57.1 % yang
menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah disebabkan karena
lingkungannya dengan alasan bahwa pergaulan disekitarnya yang semakin bebas
dan pembentukkan kpribadian itu di mulai dari lingkungan serta dezakan zaman
yang gaya kebarat-baratan tanpa memandang moral indonesia. Adapun 6
responden atau 6.1 % yang menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah
disebabkan karena keluarganya sendiri dengan alasan dalam keluarga terkadang
ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dan orang tua yang tertutup
membicarakan tentang masalah seks pranikah. Serta sebanyak 6 responden atau
6.1 % yang menganggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah disebabkan
karena pengaruh dari media yang sering meliput iklan – iklan yang seronok.
74
2. Non Manusia
Seseorang melakukan perilaku hubungan seks pasti ada penyebabnya.
Hampir dari sebagian kalangan remaja terperangkap dalam perilaku hubungan
seks di karenakan dampak dari pergaulan bebas, akibat dari perilaku menyimpang
serta desakan zaman dalam artian sebagai tuntutan hidup atau budaya yang
semakin modern. Biasaya hal yang paling menonjol pada desakan zaman tersebut
yaitu gaya hidup atau lifestyle remaja. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada
tabel di bawah ini mengenai tanggapan responden terhadap penyebab perilaku
hubungan seks pranikah sebagai berikut :
Tabel 8
Distribusi Tanggapan Menurut
Penyebab Perilaku Hubungan Seks Bebas Pranikah
No
Faktor
Penyebab
Perilaku
Seks Frekuensi (F)
Pranikah
Persentase
(%)
1
Dampak dari pergaulan bebas
65
66.6
2
Perilaku menyimpang
20
20.4
3
Desakan zaman
9
9.2
4
Lainnya
4
4.1
Jumlah
98
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa pengetahuan responden
terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja lebih banyak
diartikan sebagai segala bentuk perilaku yang muncul berkaitan dengan dampak
dari sebuah pergaulan bebas ini terlihat dengan 65 orang atau 66.6 %. Adapun
responden yang mengartikan sebagai salah satu bentuk perilaku menyimpang
yaitu sebanyak 20 orang atau 20.4 % dan yang mengartikan perilaku hubungan
75
seks pranikah akibat dari desakan zaman sebanyak 9 orang atau 9.2 %. Serta
sebanyak 4 orang atau 4.1 % yang berpendapat bahwa perilaku hubungan seks
pranikah akibat desakan dari pacar dan ingin mendapat pengakuan dari temannya
sendiri.
D. Faktor Pendorong Terjadinya Perilaku Hubungan Seks Pranikah
1. Pengaruh Meningkatnya Libido (hasrat) Seksualitas
Remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan, yang
dari segi kematangan biologis, seksual sedang berangsur-angsur memperlihatkan
karakteristik seks sekunder sampai mencapai kematangan seks, dari segi
perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat anak-anak
menjadi dewasa. Pada saat sekarang ini hampir di seluruh dunia terjadi penurunan
usia kematangan sehingga secara tidak langsung akan meningkatnya aktivitas
seksual di usia-usia dini. Dari hasil penelitian terhadap 98 responden mengenai
apakah tingkat libido atau hasrat seksualitas berpengaruh terhadap perilaku
hubungan seks maka di peroleh jawaban sebagaimana disajikan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 9
Distribusi Tanggapan Terhadap
Pengaruh Libido Seksualitas
No
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Sangat setuju
14
14.3
2
Cukup Setuju
61
62.2
3
Agak setuju
23
23.5
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
76
Berdasarkan pada tabel 10 di atas menunjukkan bahwa terdapat 61 orang
atau 62.2 % yang memberikan jawaban cukup setuju terhadap dampak perilaku
hubungan seks pranikah akibat meningkatnya libido (hasrat) seksualitas
dikalangan remaja. Mereka menganggap bahwa meningkatnya libido atau hasrat
seksual tersebut adalah hal yang wajar terjadi disetiap kalangan remaja. Sebanyak
14 orang atau 14.3 % yang memberikan jawaban sangat setuju Adapun yang
memberikan jawaban agak setuju sebanyak 23 orang atau 23.5 % terhadap
dampak perilaku hubungan seks pranikah akibat meningkatnya libido atau hasrat
seksual. Mereka menganggap bahwa meningkatnya libido atau hasrat seksualitas
itu bukan karena alami dari remaja tersebut melainkan ada suatu dorongan dari
luar seperti pengaruh dari teman atau berita yang berkaitan tentang seks yang
membuat hasrat seksual tersebut muncul.
2. Pengaruh Pergaulan Bebas
Saat sekarang ini pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah
semakin bebas, semua itu biasa kita lihat dalam lingkungan sehari-hari. Pergaulan
antara laki-laki dan perempuan 20 tahun yang lalu hanya sekedar berpandangan
dan bersama tanpa berpegangan tangan, tapi dibandingkan dengan pergaulan saat
sekarang ini sangat berubah dimana remaja sudah tidak malu lagi untuk
berpegangan, berpelukan bahkan berciuman ditempat umum. Untuk lebih jelasnya
kita dapat lihat pada tabel di bawah ini :
77
Tabel 10
Dristribusi Tanggapan Menurut
Pengaruh Pergaulan Bebas
No
Tanggapan Responden Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Sangat setuju
38
38.8
2
Cukup Setuju
49
50.0
3
Agak setuju
2
2.0
4
Tidak Setuju
9
9.2
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa responden yang memberikan
jawaban sangat setuju sebanyak 38 orang atau 38.8 % dan responden yang
memberikan jawaban cukup setuju sebanyak 49 orang atau 50.0 % terhadap
dampak perilaku hubungan seks pranikah akibat pergaulan bebas. Adapun
responden memberikan jawaban agak setuju sebanyak 2 orang atau 2.0 % serta
responden yang memberikan jawaban tidak setuju sebanyak 9 orang atau 9.2 %
terhadap dampak dari perilaku hubungan seks pranikah akibat pergaulan bebas.
3. Pengaruh Kurangnya Informasi Tentang Seks
Sikap mentabukan seks ternyata tidak hanya terdapat pada orang tua,
tetapi juga pada remaja-remaja itu sendiri, biasanya mereka tidak tertarik, bahkan
jijik mendengar masalah seks atau gambar-gambar pria dan wanita tanpa busana
sehingga mereka memasuki masa remaja tanpa pengetahuan yang cukup
mengenai seks. Untuk lebih jelasnya kita bisa melihat tabel dibawah ini :
78
Tabel 11
Distribusi Tanggapan Menurut
Kurangnya Informasi Tentang Seks
No
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
Persetan (%)
1
Sangat setuju
34
34.7
2
Cukup Setuju
41
41.8
3
Agak setuju
21
21.4
4
Tidak setuju
2
2.0
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 12 diatas menunjukkan bahwa sebanyak 34 orang atau
34.7 % yang menyatakan sangat setuju dan sebanyak 41 orang atau 41.8 % yang
menyatakan cukup setuju terhadap dampak perilaku hubungan seks pranikah
akibat dari kurangnya informasi tentang seks. Sedangkan responden yang
memberikan jawaban agak setuju sebanyak 21 orang atau 21.4 % dan yang
memberikan jawaban tidak setuju sebanyak 2 orang atau 2.0 % terhadap dampak
perilaku hubungan seks pranikah akibat kurangnya informasi tentang seks.
E. Pencegahan dan Dampak Perilaku Hubungan Seks Bebas Pranikah.
Sebagai Mahasiswa Akademi Kebidanan, selaku responden penulis dalam
melakukan penelitian, Mereka mempunyai tanggung jawab bersama dengan
masyarakat dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah di kalangan
remaja. Hal ini disebabkan karena Mahasiswa Akademi Kebidanan mengkaji
disiplin ilmu tentang alat – alat reproduksi manusia sehingga mereka tahu betul
tentang dampak yang ditimbulkan dari hubungan seks pranikah.
79
a. Tindakan atau Responsivitas
Aspek sikap tindakan juga menjadi hal yang penting bagi mahasiswa di
Akademik Kebidanan Sandi Karsa dalam mencegah dan mengatasi perilaku seks
pranikah pada remaja.
Sikap tindakan adalah respon langsung terhadap perilaku seks pranikah
pada remaja yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Respon sebagai sikap dapat
berupa tindakan memberi teguran, mengarahkan, tidak peduli dan lainnya.
Berdasarkan hasil kuesioner dari 98 responden terhadap pertanyaan yang
diajukan tentang apakah tindakan yang dilakukan jika melihat perilaku hubungan
seks pranikah pada remaja dilingkungan sekitar, diperoleh jawaban sebagaimana
disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 12
Distribusi Tanggapan Menurut
Tindakan Terhadap Perilaku Seks Pranikah
No
Tindakan Responden
Frekuensi (F)
1
Memberi teguran
13
13.3
2
Memberi pengarahan
69
70.4
3
Tidak peduli
12
12.2
4
Lainnya
4
4.1
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
80
Persentase (%)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa, tindakan responden yang
memberikan pengarahan sebanyak 69 orang atau 70.4 %. Adapun yang memberi
teguran sebanyak 13 orang atau 13.3 % . Kemudian responden yang tidak peduli
sebanyak 12 orang atau 12.2 % karena bagi mereka itu bukan urusan mereka
dengan kata lain mereka bukan keluarga. Sedangkan sebanyak 4 orang atau 4.1 %
yang memberikan jawaban lainnya yaitu mereka langsung melaporkan kepihak
yang berwewenang atau melaporkan ke orang tua remaja tersebut.
b. Pendidikan
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi remaja adalah pengetahuan
dan informasi. Ketika pengetahuan dan informasi seksualitas yang diharapkan
pertama kali berasal dari orang tua ditutup karena dianggap sebagai hal yang tabu.
Remaja akhirnya memilih sumber informasi dari media massa dan teman sebaya.
Informasi dari teman sebaya sering kali salah sedangkan berita media massa
kurang edukatif sehingga justru mendorong remaja untuk melakukan hubungan
seksual.
Untuk
mengetahui
tanggapan
masyarakat
terhadap
pentingnya
pendidikan seks bagi remaja dapat kita lihat pada tabel dibawah ini :
No
Tabel 13
Distribusi Tanggapan Berdasarkan
Pemberian Pendidikan Seks Pada Remaja
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Sangat Penting
81
82.7
2
Cukup Penting
4
4.1
3
Agak penting
13
13.3
4
Tidak penting
0
0
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
81
Berdasarkan tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
memberikan jawaban bahwa pendidikan seks sangat penting diberikan kepada
remaja itu terlihat dari 81 orang atau 82.7 % dari 98 responden. Mereka
beranggapan memberikan pendidikan seks pada remaja adalah salah satu cara
untuk mengurangi atau mencegah dampak-dampak negatif
yang tidak
dikehendaki, penyakit menular seksual, defresi dan perasaan berdosa serta dengan
mempelajari pendidikan seks kita akan banyak memperoleh pengetahuan sehingga
bisa memilah mana yang baik dan buruk apalagi bagi anak yang mulai beranjak
remaja. Adapun responden yang memilih jawaban cukup penting sebanyak 4
orang atau 4.1 %. Serta responden yang memilih agak penting sebanyak 13 0rang
atau 13.3 %. Mereka beranggapan bahwa pendidikan seks itu kurang penting
untuk diberikan kepada remaja karena mereka menganggap bahwa pemberian
informasi serta pendidikan seks justru membuat para remaja penasaran dan
dorongan keingintahuan yang besar sehingga mereka jadi ingin mencobanya tapi
alangkah baiknya jika seks pranikah tersebut di lakukan setelah adanya
pernikahan.
Pendidikan tentang seks sebenarnya perlu diberikan pada anak sejak anak
usia dini agar anak bisa lebih memahami keunikan dirinya. Dengan demikian,
anak akan lebih percaya diri, mampu menerima keunikan dirinya sekaligus tahu
bagaimana menjaga dirinya sendiri.
82
c. Pembinaan Anak Remaja
Kegiatan pembinaan yang dimaksud di sini adalah bagaimana Mahasiswa
Akademi Kebidanan Sandi Karsa menanggapi peranan-peranan dari semua
lapisan masyarakat untuk mencegah perilaku hubungan seks pranikah yang terjadi
di kalangan remaja, baik itu peranan orang tua, guru, lembaga pendidikan, tokoh
agama, organisasi- organisasi sosial maupun pemerintah.
1.
Peranan Orang Tua dan Keluarga dalam Mencegah Perilaku
Hubungan Seks Pranikah.
Pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh
orang tua sendiri. Keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi
anak. Dalam keluarga ini anak mendapatkan rangsangan, hambatan atau pengaruh
yang pertama-tama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik biologis
maupun perkembangan jiwanya. Apabila para anak tidak mendapat pengetahuan
dari orang tuanya maka akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak
sehat. Informasi seks yang tidak sehat mengakibatkan anak terlibat dalam kasuskasus berupa konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan yang
berhubungan dengan seks.
Berdasarkan hasil kuesioner terhadap 98 responden berdasarkan
pertanyaan yang diajukan tentang peranan orang tua dan keluarga dalam
mencegah perilaku seks pranikah di peroleh jawaban sebagaimana disajikan pada
tabel berikut :
83
Tabel 14
Distribusi Tanggapan Berdasarkan
Peranan Orang Tua Dalam Mencegah Perilaku Hubungan Seks Pranikah
No
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Sangat berperan
91
92.9
2
Cukup Berperan
5
5.1
3
Agak berperan
2
2.0
4
Tidak berperan
0
0
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 15 di atas menunjukkan bahwa terdapat 91 orang atau
92.9 % menyatakan bahwa orang tua sangatlah berperan dalam mencegah perilaku
hubungan seks pranikah pada anaknya karena bagi mereka orang tualah yang
lebih berhak untuk mengatur segala pergaulan anaknya dan orang tualah yang bisa
melakukan pengawasan serta orang tua adalah orang yang terdekat dari seorang
anak. Adapun yang memilih cukup berperan dengan frekuensi sebanyak 5 orang
atau 5.1%. kemudian yang memilih kurang berperan dengan frekuensi sebanyak 2
orang atau 2.0 % , mereka menganggap bahwa orang tua agak berperan dalam
mencegah perilaku hubungan seks pranikah dikarenakan orang tua terlalu sibuk
dengan aktivitas yang lain dibanding dalam hal mengawasi anak serta orang tua
percaya terhadap anak namun kenyataannya lain.
Orang tua adalah mediator utama dalam pembinaan seks pada remaja salah
satu peranannya yaitu memberikan pengarahan dan memberikan penjelasan
mengenai organ-organ yang ada pada dirinya.
84
2.
Peranan Lembaga Pendidikan dalam Mencegah Perilaku Hubungan
Seks Pranikah.
Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga, di mana anak
mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan perlindungan. Oleh karena itu,
pendidikan seks di sekolah merupakan komplemen dari pendidikan seks di rumah.
Untuk lebuh jelasnya bagaimana tanggapan responden akan peranan guru dan
lembaga pendidik dalam pembinaan dan mensosiallisasikan pendidikan seks pada
remaja dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 15
Distribusi Tanggapan Terhadap
Peranan Lembaga Pendidikan
No
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Sangat berperan
48
49.0
2
Cukup Berperan
46
46.9
3
Agak berperan
4
4.1
4
Tidak berperan
0
0
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel. 16 di atas menunjukkan menurut responden bahwa
lembaga pendidikan sangat berperan dalam mencegah terjadinya perilaku
hubungan seks pranikah itu terlihat dengan jawaban responden sebanyak 48 orang
atau 49.0%. Hal ini dikarenakan para responden melihat lembaga pendidikan
merupakan wadah untuk atau tempat untuk menimbah ilmu dan menambah
pengetahuan, tidak hanya tentang pengetahuan tentang pendidikan seks namun
kita juga dapat mengetahui sesuatu yang belum pernah kita ketahui.
85
Adapun responden yang menilai bahwa lembaga pendidikan cukup
berperan alam mencegah perilaku hubungan seks pranikah sebanyak 46 orang
atau 46.9 %. Responden berpandangan bahwa tanpa adanya lembaga pendidikan
seseorang akan terjerumus kedalam hal-hal yang tak diinginkan seperti pergaulan
bebas yang marak terjadi bahkan kelembah dunia seks bebas. Sedangkan
responden yang menilai bahwa lembaga pendidikan agak berperan dalam
mencegah perilaku hubungan seks pranikah itu sebanyak 4 orang atau 4.1 %.
Responden menilai bahwa dalam lingkungan pendidikan jarang mendapatkan
pendidikan tentang seks sehingga banyak anak remaja yang kurang mengetahui
dampak dari hubungan seks tersebut.
3.
Peranan Tokoh Agama dalam Mencegah atau Mengatasi Perilaku
Hubungan Seks Pranikah.
Dari hasil kuesioner terhadap 98 responden terhadap pertanyaan mengenai
peranan tokoh agama dalam mengatasi dan mencegah terjadinya perilaku
hubungan seks pranikah di kalangan remaja diperoleh jawaban sebagaimana pada
tabel dibawah ini :
Tabel 16
Distribusi TanggapanTerhadap
Peranan Tokoh Agama
No
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
1
Sangat berperan
65
66.3
2
Cukup Berperan
27
27.6
3
Agak berperan
6
6.1
4
Tidak berperan
0
0
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
86
Persentase (%)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 65 orang atau
66.3% menilai bahwa peran tokoh agama dalam mencegah perilaku hubungan
seks pranikah sangat berperan. Kemudian 27 orang atau 27.6 % yang memberikan
jawaban cukup berperan terahadap peranan tokoh agama dalam mencegah
perilaku hubungan seks pranikah. Adapun responden yang memberi jawaban
bahwa peranan tokoh agama agak berperan dalam mencegah perilaku hubungan
seks pranikah sebanyak 6 orang atau 6.1 %. Hal ini berarti peran tokoh agama
dalam pembinaan dan pendidikan kepada remaja guna mencegah terjadinya
perilaku hubungan seks pranikah dan pergaulan bebas sangatlah berperan ini
terbukti misalnya dengan adanya kegiatan meliputi ceramah yang disampaikan
oleh ustadz, kiai dan tokoh-tokoh masyarakat dimana disampaikan bahwa
pengaruh nilai-nilai budaya asing yang sudah banyak merusak tatanan kehidupan
sosial dan semakin meningkatnya perilaku hubungan seks pranikah dan pergaulan
bebas yang marak terjadi saat sekarang ini.
4.
Keterlibatan Organisasi-Organisasi Sosial dalam Mencegah Perilaku
Hubungan Seks Pranikah.
Dari hasil kuesioner terhadap 98 responden terhadap pertanyaan mengenai
keterlibatan organisasi-organisasi sosial guna mencegah terjadinya perilaku
hubungan seks pranikah di kalangan remaja. Mahasiswa Akademik Kebidanan
Sandi Karsa memberi tanggapan sebagai berikut :
87
Tabel 17
Distribusi Tanggapan Terhadap
Keterlibatan Organisasi-Organisasi Sosial
No
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Sangat terlibat
10
10.2
2
Cukup Terlibat
51
52.0
3
Agak terlibat
28
28.6
4
Tidak terlibat
9
9.2
Jumlah
98
100
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
Berdasarkankan tabel 18 di atas menunjukkan bahwa sebagian responden
atau 52.0 % yang memberi jawaban bahwa organisasi sosial cukup terlibat dalam
mencegah perilaku hubungan seks pranikah. Kemudian responden yang
memberikan jawaban peranan organisasi sosial itu agak terlibat dalam mencegah
perilaku hubungan seks pranikah itu sebanyak 28 orang atau 28.6 %. Hanya 10
orang atau 10.2 % yang memberi jawaban bahwa organisasi sosial memiliki
keterlibatan yang sangat penting dalam mencegah terjadinya perilaku hubungan
seks pranikah. Adapun responden yang memberi jawaban peranan organisasi
sosial tidak perlu terlibat dalam mencegah perilaku hubungan seks pranikah itu
sebanyak 9 orang dengan persentase 9.2 %. Hal ini berarti fungsi organisasiorganisasi sosial dalam melakukan pembinaan dan pendidikan tentang guna
mencegah terjadinya perilaku seks pranikah dan pergaulan bebas sangatlah
penting bagi kalangan remaja. Fungsi organisasi sosial ini seperti diadakannya
kegiatan yang berhubungan langsung dengan remaja misalnya pemberantasan
narkoba dan seks bebas yang marak terjadi saat sekarang ini.
88
5.
Peranan Pemerintah Dalam Mengatasi dan Mencegah Perilaku
Hubungan Seks Pranikah.
Dari hasil kuesioner terhadap 98 responden mahasiswa Akademik
Kebidanan Sandi Karsa terhadap pertanyaan mengenai peranan pemerintah guna
mengatasi dan mencegah terjadinya perilaku hubungan seks pranikah di kalangan
remaja, maka untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tebel berikut ini :
No
Tabel. 18
Distribusi Tanggapan Terhadap
Peranan Pemerintah
Tanggapan Responden
Frekuensi (F)
1
Sangat berperan
22
22.4
2
Cukup Berperan
39
39.8
3
Agak berperan
35
35.7
4
Tidak berperan
2
2.0
98
100
Jumlah
Persentase (%)
Sumber data : Diolah Dari Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel.19 di atas terlihat bahwa sebanyak 39 orang atau 39.8 %
yang memberikan jawaban bahwa peranan pemerintah itu ada dalam mencegah
perilaku seks bebas. Kemudian sebanyak 35 orang atau 35.7 % yang memberikan
jawaban bahwa pemerintah kurang berperan dalam mencegah perilaku seks
pranikah. sebanyak 22 orang atau 22.4 % yang memberikan jawaban bahwa
pemerintah sangat berperan dalam mencegah perilaku seks pranikah. Adapun
responden yang memberikan jawaban tidak berperannya pemerintah dalam
mencegah perilaku hubungan seks pranikah itu sebanyak 2 orang atau 2.0 %,
mereka menganggap bahwa pemerintah terlalu disibukkan dengan urusan
89
politiknya dibanding dalam mengatasi maraknya hubungan seks bebas yang
terjadi dikalangan remaja. Hal ini berarti peranan pemerintah masih cenderung
rendah dalam melakukan pembinaan dan pendidikan seks kepada kalangan remaja
guna mencegah perilaku hubungan seks pranikah dan pergaulan bebas. Peranan
pemerintah seperti diadakannya penyuluhan mengenai seks atau seminar seputar
reproduksi remaja.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan mengenai
tanggapan mahasiswa terhadap perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan
remaja di Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Mahasiswa di Kampus Akademi Kebidanan Sandi Karsa menganggap
bahwa perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja
merupakan perilaku yang melanggar aturan-aturan sosial ataupun nilainilai sosial norma-norma sosial serta adat istiadat yang berlaku.
Pengetahuan mahasiswa mengenai seks tergolong tinggi, itu dapat
dilihat hampir seluruh responden tahu akan arti seks dan mereka
menganggap bahwa yang dimaksud dengan seks adalah bersetubuh,
kemudian hubungan seks pranikah diartikan sebagai hubungan seks
yang dilakukan di luar nikah, lalu mahasiswa menganggap bahwa
perilaku hubungan seks pranikah pada kalangan remaja adalah segala
bentuk perilaku yang muncul berkaitan dengan pergaulan bebas
dikalangan remaja dan dorongan seksual yang dilakukan dikalangan
remaja. Hampir seluruh responden di Kampus Akademi Kebidanan
Sandi Karsa mengannggap bahwa perilaku hubungan seks pranikah
marak terjadi karena kurangnya informasi tentang dampak dan bahaya
dari seks bebas tersebut. Adapun berbagai tindakan yang di lakukan
91
mahasiswa selaku responden dalam penelitian ini jika mendapati atau
menemui adanya perilaku hubungan seks pranikah tersebut maka akan
diberikan pengarahan atau teguran serta penjelasan mengenai
hubungan seks dan bahaya seks pranikah tersebut, sedangkan
tanggapan atas pembinaan dan pendidikan yang masih dinilai rendah
karena masih kurang optimalnya peranan organisasi-organisasi sosial
dan pemerintah.
B. Saran-Saran
Berdasarkan uraian dari kesimpulan-kesimpulan diatas dapat dikemukakan
saran-saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada pemerintah, organisasi-organisasi sosial yang terkait
untuk meningkatkan peranannya terhadap masalah perilaku hubungan seks
pranikah yang semakin marak terjadi dikalangan remaja.
2. Untuk meningkatkan sumber daya manusia dan menciptakan kondisi yang
sehat dikalangan remaja sebagai penerus generasi yang tangguh, cerdas
dan bertanggung jawab maka diharapkan kepada orang tua untuk sejak
dini menanamkan nilai-nilai agama dan sosial kepada anak remaja
khususnya masalah seks dan selalu memberikan bimbingan dan arahan
serta pengawasan yang ketat terhadap anak.
3. Diharapkan
kepada
kalangan
remaja
untuk
lebih
menambah
pengetahuannya terutama pengetahuan terhadap seks dan tidak menyerap
informasi-informasi yang tidak dipercaya seperti internet, majalah dan
lain-lainnya yang bisa membawa kedunia seks bebas.
92
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Alamsyah.2004.Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja. Fisip Unhas :
Makassar.Skripsi
Al-Makatti, Abdurahman, 2001; Pacaran Dalam Kacamata Islam. Jakarta;
Media Dakwah.
Basri, Hasan. Drs.1996. Remaja Berkualitas Problematika Dan Solusinya.
Pustaka Pelajar: Yogjakarta.
Gunawan , Ary H. 2000. Sosiolgi Pendidikan. PT. Rineka Cipta : Jakarta.
Hurlock, Elizabeth B. 1981. Perkembangan Anak. Penerbit Erlangga :
jakarta.
. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Penerbit Erlangga : Jakarta.
Kartasapoetra, G dan R.G Widyaningsih. 1982. Teori Sosiologi. Armico :
Bandung
Kartono, Kartini. 1981. Patologi Sosial. Rajawali : Jakarta.
.1992. Patologi SosialII Kenakalan Remaja. Rajawali
Jakarta.
.1985. Peranan Keluarga Memandu Anak. Rajawali.
Jakarta.
Munti,Ratna Batara.2005. Demokrasi Keintiman : Seksualitas di Era
Globalisasi. LkiS Yogjakarta: Yogjakarta.
Mulyono, B. 1995. Pendekatan Analisis Kenakalan Remajadan
Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius.
93
Narwako, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Prenada Media Group : Jakarta.
Narbuko, Kholid. 2003. Metode Penelitian. Bumi Aksara : Jakarta
Nurdin, Fadhil. M. 1990. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial.
Angkas:Bandung.
Santoso, Drajad. 1992. Dinamika Kelompok. Bumi Aksara : Jakarta.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan TeoriTeori Psikologi Sosial, Balai Pustaka : Jakarta.
. 2008. Psikologi Remaja, Edisi Revisi, PT. Raja
Grafindo Persada : Jakarta.
. 1981. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum
Remaja, Rajawali : Jakarta.
Sayomukti, Nurani.2008. Dari Demonstrasi Hingga Seks Bebas :
Mahasiswa di Era Kapitalisme dan Hedonisme, Garasi :
Yogyakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian
Survei, LP3ES, Jakarta.
Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, PT. Rineka
Cipta : Jakarta
Simamora, Sahat. 1983. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Bina Aksara :
Jakarta
Soekanto, Soerjono. 1988. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Bina Aksara :
Jakarta.
94
Sunarto, Kumanto.2004. Pengantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta
Purwanto. 2007. Sosiologi Untuk Pemula. Media Wacana : Yogyakarta.
Puspitawati, Herien.2000.”Perilaku Kenakalan Remaja Pengaruh
Lingkungan Keluarga.
Willis, S. 1994. Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Penerbit
Angkasa.
B. Sumber Lain
Lapu,YuvenMerdiaris,2010.”KenakalanRemaja”.[online]http://sabdaspace.co
m/kenakalan_remaja. (diaksespada tanggal 26 Juni 2010).
http:halasehat/index.php/remaja-sukses/DAMPAK-PERILAKU-SEKSBEBASDiakses pada tanggal 22 Maret 2011
http://www.scribd.com/doc/7757681/Bahaya-perilaku-Seks-Bebas-Pada-Remaja.
Diaksespada tanggal 05 Agustus 2011
Anonim.2010.”Pengertian Kenakalan Remaja”.[online].http://matheduunila.
blogspot
95
Download