BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data sekunder yang diperoleh dari hasil akuisisi data yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan hasil unduhan dari situs-situs resmi lembaga penelitian astronomi. Data yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini berupa data CME, badai geomagnet, dan badai ionosfer. Dalam penelitian ini digunakan data kelajuan CME yang merupakan sumber kejadian badai geomagnet. Selanjutnya akan dibandingkan data badai geomagnet dengan badai ionosfer sehingga dapat diketahui keterkaitan antara badai geomagnet dengan badai ionosfer. Kejadian badai geomagnet diketahui dari penurunan nilai indeks Dst hingga ratusan nano tesla. Begitu pula dengan kejadian badai ionosfer, ditandai dengan adanya penurunan atau kenaikan nilai foF2 dari median bulanannya. 30 31 B. Diagram Alur Penelitian Data kelajuan CME Data Indeks Dst Badai geomagnet terkait dengan CME, dilihat perubahan nilai indeks Dst Kandidat CME sebagai sumber badai geomagnet Data foF2 Badai Ionosfer yang terkait dengan CME, dilihat dari perubahan nilai frekuensi Korelasi Badai geomagnet dengan badai ionosfer Analisis dan Kesimpulan Bagan 3.1 Diagram alur penelitian. 32 Berdasarkan desain penelitian pada gambar, maka langkah – langkah penelitian yang dilakukan yaitu sebagai berikut: a. Memperoleh data dari kejadian CME Matahari yang terdiri dari waktu kejadian dan kelajuan lontarannya. b. Dari data CME tersebut, selanjutnya ditelusuri data indeks Dst yang terjadi 1 – 5 hari setelah tanggal yang bersesuaian dengan waktu kejadian CME. c. Ditelusuri pula data dari kejadian badai ionosfer yang bersesuaian dengan kejadian CME dan badai geomagnet diatas, dengan melihat perubahan frekuensi kritis lapisan F2 yaitu nilai foF2. d. Setelah data frekuensi kritis foF2 dan geomagnet didapat, masing – masing dibuat grafik variasi nilainya. e. Dari grafik – grafik tersebut, maka dapat dianalisis dengan menghitung korelasi yang didapat antara grafik nilai indeks Dst untuk badai geomagnet dengan grafik foF2 untuk frekuensi kritis lapisan F2. f. Dari kedua hasil diatas, maka dapat disimpulkan keterkaitan antara badai geomagnet dengan badai ionosfer yang dilihat dari korelasi grafik diatas. C. Instrumen Penelitian 1. Alat yang digunakan Pengamatan lapisan ionosfer (50-1.000 Km) menggunakan ionosonda IPS- 71 (Gambar 3.1 dan 3.2) meliputi frekuensi maksimum, frekuensi minimum, dan frekuensi optimum baik secara sounding vertikal maupun Oblique. Ionosonda 33 merupakan radar ionosfer yang menggunakan gelombang radio HF, yaitu 2 – 20 MHz. Ionosonda memancarkan gelombang dengan frekuensi dari range tersebut vertikal ke atas menuju ionosfer. Gelombang yang frekuensinya sama dengan frekuensi osilasi di suatu lapisan ionosfer akan dipantulkan balik ke Bumi. Oleh ionosonda, frekuensi yang terpantul dari ionosfer akan direkam menjadi suatu jejak frekuensi osilasi dan ketinggian ionosfer. Jejak rekam frekuensi osilasi dan ketinggian ionosfer ini disebut ionogram (Gambar 3.3) Gambar 3.1. Transmiter Ionosonda IPS-71 Gambar 3.2. Receiver Ionosonda IPS-71 (sumber: www.sql.com) (sumber:SPD Tanjungsari – LAPAN Bandung) 34 Gambar 3.3. Ionogram (sumber: http://sherriequestioningall.blogspot.com/2011/05/haarp-data-off-chartsright-now.html) Pada gambar ionogram diatas, grafik berwarna menunjukkan nilai frekuensi pada tiap lapisan ionosfer. Kolom keterangan paling atas menunjukkan stasiun pengamatan dan waktu pengamatan. Kolom paling kiri gambar menunjukkan nilai dari frekuensi minimum dari lapisan F1 hingga frekuensi kritis yang masih dapat dipantulkan di lapisan F2. 2. Data yang digunakan a. Data aktivitas Matahari yaitu CME hasil pengamatan SOHO/LASCO pada bulan Oktober-November 2003 http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list/. yang Adapun diunduh bagian-bagian dari yang diperlukan untuk penelitian ini dari data CME adalah data kelajuan CME. 35 b. Data geomagnet berupa indeks Dst yang berkaitan dengan badai geomagnet diperoleh dari http://swdcwww.kugi.kyoto-u.ac.jp. c. Data frekuensi kritis lapisan ionosfer f0F2, diperoleh dari SPD Tanjungsari - LAPAN Bandung. D. 1. Pengolahan Data Cara pengambilan data kelajuan CME Matahari a. Data kelajuan CME hasil pengamatan SOHO/LASCO yang diunduh dari http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list/. b. Setelah masuk ke alamat situs tersebut, akan ditampilkan tabel CME Catalog dimulai dari tahun 1996 sampai tahun 2010. c. Data yang digunakan adalah data pada tahun 2003 bulan Oktober dan November. Dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah. Tabel 3.1 CME Catalog ∗ Tanda panah menandakan data yang dipilih pada bulan Oktober – November 2003. 36 d. Selanjutnya akan muncul tampilan seperti di bawah. Tabel 3.2 Data CME yang teramati oleh SOHO/LASCO e. Setelah itu data kelajuan CME disimpan dalam Microsoft excel. f. Data kelajuan CME kemudian diolah untuk mendapatkan waktu tempuh sampai ke Bumi. Sehingga didapat perkiraan waktu terjadinya badai geomagnet yang kemudian disusul oleh badai ionosfer. 2. Cara pengambilan data badai geomagnet a. Data geomagnet berupa indeks Dst yang berkaitan dengan badai geomagnet diperoleh dari http://swdcwww.kugi.kyoto-u.ac.jp. 37 b. Langkah – langkah pengunduhan dapat dilihat pada gambar dibawah: ∗ tanda panah menandakan bagian data yang harus di klik untuk memperoleh data selanjutnya. 38 39 c. Tampilan akhir hasil unduhan kemudian disimpan dalam Microsoft Excel. Gambar 3.4 Data indeks Dst 3. Cara pengambilan data frekuensi kritis lapisan F2 ionosfer (foF2). Data frekuensi kritis lapisan ionosfer f0F2, diperoleh dari SPD Tanjungsari -LAPAN Bandung. 40 E. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan berupa pencarian nilai koefisien korelasi antara dua variabel yang ditinjau. Data frekuensi kritis F2 dan data indeks Dst didistribusikan ke dalam grafik yang disimpan pada Microsoft Excel. Data yang disimpan berupa waktu terjadinya kedua badai tersebut (dalam setiap jam), variasi dari nilai yang diamati oleh satelit. Setelah data disimpan pada Microsoft Excel, dibuat grafik hubungan frekuensi kritis lapisan ionosfer F2 terhadap waktu terjadinya, grafik tingkat gangguan geomagnet indeks Dst terhadap waktu tejadinya. Adanya gangguan geomagnet dapat diketahui dengan adanya fluktuasi yang menurun cukup drastis hingga mencapai ratusan nano tesla. Gambar 3.5 grafik tingkat gangguan geomagnet indeks Dst pada tanggal 26 – 31 Oktober 2003 dalam waktu UT. Untuk dapat mengetahui adanya pengaruh aktivitas geomagnet terhadap lapisan ionosfer, diperlukan suatu pemisahan dari dominasi pengaruh Matahari dengan cara melakukan pemisahan frekuensi kritis foF2 dari median foF2, 41 sehingga frekuensi relatifnya memberi gambaran gangguan lapisan foF2 yang sudah terbebas dari dominasi pengaruh Matahari ( Ruhimat et al, 2002) Gambar 3.6 Grafik Frekuensi Kritis Lapisan Ionosfer F2 tanggal 26 – 31 Oktober 2003 dalam Waktu UT. Dalam gambar 3.6 dan 3.7 ditunjukkan bahwa setelah terjadi penurunan indeks Dst, frekuensi relatif dari ionosfer juga menurun hingga mencapai -10 Mhz dari mediannya. Untuk mengetahui sejauh mana dominannya parameter geomagnet terhadap varibilitas lapisan ionosfer ini dilakukan dengan menghitung faktor korelasinya.