Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. PENGEMBANGAN SATELIT MIKRO INDONESIA Oleh Rakhim Yuba 1. PENDAHULUAN 1.1. Sistem Satelit Mikro Bagi Kondisi Geografis Indonesia Kondisi geografis Indonesia merupakan anugrah yang sekaligus merupakan tantangan baqgi kesinambungan Pembangunan Nasional. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri lebih dari 17,000 pulau besar dan kecil yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang mengharuskan Indonesia untuk menggunakan Satelit bagi keperluan Komunikasi dan pemanfaatan Antariksa bagi kesinambungan pembangunan Nasional dan kemajuan Bangsa. Salah satu pemecahan yang dipandang tepat guna adalah dengan pengembangan Sistem Satelit Mikro untuk pemanfaatan antariksa Indonesia, seperti untuk komunikasi “Store & Forward”, pengumpulan data cuaca, pengideraan Jauh (Surveilance dan Navigasi. Disamping itu, pengembangan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai wahanan penelitian teknologi Antariksa skala kecil untuk menuju ke penelitian teknologi antariksa skala besar. Sistem pemanfaatan antariksa berbasis Satelit tersebut mempunyai cakupan yang mampu mengatasi kendala rentang dan struktur geografis kepulauan Indonesia. 1.2. Tantangan Strategi Ketertinggalan Teknologi Antariksa Walaupun telah lebih dari 20 tahun menjadi Negara pengoperasi dan pengguna teknologi Antariksa dan termasuk dalam jajaran Negara pengguna yang paling awal dikawasan Asia, penguasaan teknologi antariksa Indonesia masih tertinggal disbanding dengan beberapa Nregara – Negara Asia lainnya. Untuk menghadapi tantangan strategi tersebut perlu ditetapkan program pengembangan teknologi Satelit yang dimulai dari program pengembangan teknologi Satelit Mikro Untuk melaksanakan program tersebut, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dapat ditunjuk sebagai Koordinator untuk menghimpun semua potensi yang ada di seluruh Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, dalam pembuatan Satelit Mikro kita belum punya 1 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. pengalaman dalam bidang “Manufacturing” sehinnga kita bekerja sama dengan TU – Berlin. Pekerjaan Satelit Mikro LAPAN – TUBSAT ini dikerjakan di TU – Berlin selama satu tahun enam bulan dibawah bimbingan Prof. Udo Renner, dan direncanakan diluncurkan pada tahun 2005 dengan Roket PSLV India. 1.3. Stimulasi Pertumbuhan Kemampuan Nasional Perwujudan program pengembangan teknologi Satelit Mikro dapat bermanfaat sebagai sarana penguasaan teknologi antariksa dengan biaya yang ekonomis dan dapat dicapai dalam waktu yang relative tidak terlampau lama. Penguasaan teknologi antariksa, khususnya dalam bidang Elektronika dan Informatika, dengan hal ini upaya pelaksanaan stimulasi dapat dimanifestasikan dengan melakukan ekslorasi dalam 4(empat) bidang kegiatan meliputi ; • • • • Pengembangan Teknologi, pengvembangan teknologi elektronika terpakai dalam bidang keantariksaan. Aliansi Teknologi Nasional, untuk menumbuhkan kemampuan Industri Strategi Nasional yang diperlukan, Pelatihan Fabrikasi Produk, untuk memberikan pelatihan bagi masyarakat yang bergerak dalam bidang Industgri, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi. Penelitian Inovatif Industri Kecil, untuk menumbuh-kembangkan minat In dustri kecil dalam berpartisipasi yang menghasilkan produk Inovatif yang berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Antariksa. 2. PROGRAM STRATEGI PENGEMBANGAN Program pengembangan Satelit Mikro LAPAN – TUBSAT yang di desain menyangkut sekitar 7 (tujuh) Subsistem seperti berikut ; a. Subsistem Komando dan Penanganan Data Misi : Telemetri, Proses Telecommand dan Kontrol Operasi Satelit • • • Manajemen Sistem Satelit Kontrol Payload Komunikasi Stasiun Bumi b. Subsistem Penentuan dan Kontrol Perilaku Satelit Misi : Penentuan lokasi dan pengontrolan perilaku satelit 2 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. c. Subsistem Telekomunikasi Satelit Misi : Disain dan pengembangan system telekomunikasi satelit • • • Pengembangan system TT & C Pengembangan system image data downlink Komujnikasi stasiun bumi d. Subsistem Daya Satelit Misi : Pengaturan, distribusi dan suplai daya kesubsistem satelit dan pengembangan subsistem daya e. Subsistem Muatan Satelit Misi : Pengembangan muatan satelit untuk berbagai misi (komunikasi, Ilmiah dan Pengideraan Jauh). • • • • Komunikasi digital (store & forward) Observasi bumi dan pengideraan jauh Navigasi Lingkungan Antariksa f. Subsistem Struktur Mekanis Satelit Misi : Disain dan manufacturing struktur mekanis satelit g. Subsistem Stasiun Bumi Misi : Stasiun Bumi control dan komando untuk operasi satelit. Ketujuh subsistem tersebut diatas secara lengkap mencakup seluruh segment system satelit mikro LAPAN – TUBSAT, yaitu segvment antariksa (Space Segment) dan segmen ruas bumi (Ground Segment). Arah dan prioritas dari program tersebut tidak lain adalah kemampuan dan kemandirian penguasaan teknologi dari ke-tujuh subsistem diatas dengan sasaran adalah satelit mikro dari hasil rekayasa Nasional untuk misi – misi yang memenuhi kebutuhan Nasional. 3. TAHAPAN PROGRAM PENGEMBANGAN 3 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. Tahapan program pengembangan yang merupakan suatu proses system rekayasa, proses system rekayasa tersebut secara keseluruhan dapat dibagi dalam beberapa tahapan (fase). Total waktu yang ditempuh mulai dari konsep awal sampai dengan peluncuran dan pengoperasian dari suatu misi Satelit Mikro LAPAN – TU BSAT akan dicapai waktu selama 2 tahun. Program Satelit Mikro LAPAN – TUBSAT ini secara garis besar dibagi dalam beberapa tahapan adalah sebagai berikut ; 3.1. Tahapan Studi Kelayakan Tahapan ini memiliki sasaran • • • Pemilihan konsep sistem yang optimum dan efektifitas dengan biaya dari berbagai macam pilihan Mendemostrasikan kelayakan dari proyek dengan disain dan analisis. Definisi pemecahan teknis sampai penjabaran untuk menghasilkan kinerja yang realistic, rencana, jadwal dan biaya untuk pentahapan disain. 3.2. Tahapan Perincian Disain Tahapan ini berasosiasi dengan definisi dan disain secara terinci, dan kegiatan yang dilakukan dalam tahapan dalam hal ini : • • • Definisi disain sistem dan subsistem yang cukup terinci agar disain utama dan tahapan pengembangan dapat diproses. Produksi prasyarat subsistem dan spesifikasi disain, subsistem dan disain peralatan dan rencana pengembangan jadwal program. Mengawali dari kegiatan program berikutnya seperti pemesanan peralatan atau disain terinci dari bagian – bagian yang kritis. 3.3. Tahapan Pengembangan, Manufaktur, Integrasi dan Test Tahapan ini merupakan tahapan yang terpanjang yang meliputi pengembangan, manufaktur, integrasi dan test. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahapan adalah : • • • • Penyelesaian semua disain dan analisa Persiapan gambar-gambar manufaktur dan prosedur Penyelesain semua pengembangan dan test kualifikasi Manufaktur perangkat keras wahana terbang dan test kelayakan 4 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. 3.4. Tahapan Peluncuran Tahapan ini berasosiasi dengan peluncuran, termasuk pengiriman wahana ketempat peluncuran dan dapat mendukung program peluncuran. Dalam pelaksanaan peluncuran Satelit Mikro LAPAN – TUBSAT akan digunakan fasilitas PIGYBAG dengan roket PSLV India. 3.5. Tahapan Persiapan Operasi Misi Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah untuk mendukung operasi Orbit Wahana (muatan), dan kegiatan ini mencakup saat peluncuran, transfer orbit, data akusisi dari orbit satelit yang sedang beroperasi, pengaktifan misi, operasi-operasi rutin lainnya. 4. DISAIN SATELIT MIKRO LAPAN – TUBSAT LAPAN-TUBSAT SATELLITE” adalah satelit yang akan dibuat dalam rangka kerjasama teknik antara LAPAN dengan Technical University of Berlin (TU Berlin) Jerman. Kerjasama ini sebagai wujud nyata dalam usaha LAPAN untuk mencoba menguasai teknologi pembangunan satelit, khususnya satelit dengan kualifikasi terbang dengan kelas mikro (0 -100) kg. TU Berlin dipilih sebagai mitra kerjasama, didasarkan pada pengalaman mereka dalam pengembangan satelit kelas mikro maupun nano, oleh karena sejarah kerjasama yang sudah berlangsung lama antara LAPAN – Jerman (DLR), sehingga diharapkan kerjasama ini dapat lebih optimal. Sebagai bagian dari usaha penguasaan teknologi satelit (tahap I), maka satelit “LAPAN-TUBSAT” akan diusahakan untuk dirangkai, dibangun, ditest serta dipersiapkan kondisi terbangnya di Jerman (TU Berlin). Dalam proses tersebut, total 15 engineer dari Indonesia akan berangkat ke Jerman secara bergantian, dalam kurun waktu 1 tahun sampai 1.6 tahun, hingga pada saat peluncuran dilaksanakan. 4.1. Misi Satelit Satelit LAPAN TUBSAT memiliki misi pengamatan bumi dengan resolusi bumi sampai dengan 200 meter dan 3,5 Km. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya muatan 2 buah Kamera yaitu untuk lensa 1000 mm dan 50 mm. Dalam pengiriman gambar ke bumi menggunakan Transmitter pada alokasi frekuensi S- 5 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. Band. Dan juga dilengkapi dengan Komunikasi “Store & Forward” yang sebatas “Electronic Mail” pada kecepatan 1200 bps. 4.2. Batasan Dalam membangun Satelit LAPAN-TUBSAT, ada batasan-batasan yang harus dipenuhi, dan dipakai sebagai dasar dalam perancangan. Secara umum batasan tersebut akan meliputi batasan teknis maupun ilmiah, sebagai berikut : SUBYEK BATASAN Tipe Misi Mikrosat dengan Tujuan Ilmiah dan Teknis Kerjasama LAPAN + TU BERLIN Lama Pengembangan JULI 2003 – JULI 2005 Waktu peluncuran 2005 (TBD) Life Time 2 years (minimal) Peluncur Piggy back launch into LEO Muatan Sistem Kamera untuk Remote Sensing Spacecraft Attitude Three Axes Stabilization MCGS Amateur Ground Segment S-Band for Payload System TT & C 436,075 MHz (Uplink/Downlink ) Payload Remote Sensing : (2,2 – 2,3) GHz (Downlink ) Space environmental : (TBD) Batasan-batasan tersebut selanjutnya digunakan sebagai pedoman awal untuk melakukan desain lanjut untuk masing-masing sub sistem, seperti halnya pemilihan bentuk struktur, spesifikasi sensor, sistem bus, dan subsistem lainnya. Sementara batasan yang lain merupakan pegangan bagi pengendali program dalam hal pencapaian target program secara umum. 4.3. Orbit dan Desain Orbit dan desain secara umum dari satelit ini adalah sebagai berikut : Orbit Altitude Inclination Mass of Satellite Shape Dimension : Polar : 630 km : 92o (TBD) : 50 kg (TBD) : Segi empat : 45 X 45 X 27 cm 6 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. Power Communications Data Handling Payloads : 14 Watt : 2 TTCs, Modulasi FFSK 1200 bps, 3,5 Watt RF output : OBDH 524 kB external, 4 kB internal RAM, 524 kB EEPROM, 16 kB PROM 38,4 kbps SCI speed : S-band, Frekuensi 2220 MHz, FM Video modulation, 5 Watt output Camera 1, CCD with color splitter prism, Effective pictureelement (752 x 582), 1000 mm casegrain lens, swath 3,5 Km & ground resolution 5 m (in 630 km LEO) Camera 2 , color CCD, Effective picture element (752 x 582), 50 mm lens, swath 81 km, ground resolution 200 m (in 630 km LEO) Messaging Store and Forward Attitude Control System : 3 wheels/fiber optic laser gyros in orthogonal axis CMOS star sensor 3 magnetic coils in orthogonal axis coarse sun sensor (solar cells) at 6 side Secara blok sistem satelit tersebut dapat pada gambar tersebut dibawah ini : 7 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. Gambar 1: Struktur Satelit Mikro LAPAN - TUBSAT Gambar 2: Bentuk Fisik Satelit Mikro LAPAN-TUBSAT Level 0 dari satelit ini akan terdiri dari beberapa sub sistem yaitu : - Sub Sub Sub Sub Sub Sub sistem sistem sistem sistem sistem sistem Payload Komunikasi Telemetri Power OBDH AODCS Secara Blok Diagram dapat digambarkan sbb : 8 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. Gambar 3: Blok Diagram Level 0 LAPAN-TUBSAT Dari blok gambar di atas komponennya akan terdiri dari : No 1 2 3 4 5 Komponen Solar Panel Baterey Power Control Transmiter TT&C OBDH Keterangan 4 panel sisi 5 baterey UHF 1 UNIT 9 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. 6 7 Air Coil Reaction Wheels 8 9 10 11 Wheel Drive Electronics Gyro Star sensor Transmiter and Antenna for payload Payload system 12 Adapter Ground Stasiun 4 buah, for three axes stabilization 7 buah 3 buah S-band Panchromatic camera Color Camera 1 UNIT 5. PELUNCUR DAN OPERASI TERBANG 5.1. Peluncur Peluncur merupakan salah satu batasan sekaligus “driver” bagi beberapa sub sistem. Peluncur akan menjadi masukan dalam proses perancangan spacecraft dan pemilihan orbit. Pada program ini, peluncur yang akan digunakan adalah peluncur milik ISRO yaitu PSLV ( Polar Satellite Launch Vehicle ), karena pengalaman ISRO dalam meluncurkan satelit serta ditunjang adanya hubungan baik antara LAPAN dan ISRO. 10 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. Gambar 4: Peluncur PSLV Data penting dengan ketersediaan peluncur adalah data Auxiliary Satellite User’s Manual, mengingat dari dokumen tersebut kita dapat memperhitungkan : • posisi dan dinamika terbang, • persyaratan teknis struktur, • kebutuhan interface, • kebutuhan dokumen, • kebutuhan testing, • kebutuhan persyaratan desain • dan lain-lain Misalnya adalah masalah adapter, karena terkait erat dengan desain struktur sejak awal. Adapter PSLV dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 5: Adapter PSLV Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah masalah proses separasi dan parameter yang menyertainya. Secara umum proses separasi dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Separasi satelit Utama 2. Separasi satelit penumpang 1 setelah diputar -40° 3. Separasi satelit penumpang 11 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. Gambar 6: Proses separasi pada PSLV Selain separasi, urutan terbang atau Flight Sequence dari peluncur menjadi batasan dan persyaratan yang harus diperhatikan, untuk PSLV tabel berikut menggambarkan Flight Sequence nya : Tabel 1: 5.2 OPERASI TERBANG Operasi terbang satelit ini pada dasarnya bersifat tumbling namun dapat dikendalikan secara aktif dengan prinsip Three Axes Stabilization dengan menggunakan Reaction Wheel 4 buah. Proses data receiving di stasiun bumi akan dimulai dengan cara melakukan command aktif ke spacecraft, dan pada saat itu data yang akan di kover maupun data yang akan di download dapat diproses. Tracking dan command akan dilakukan melalui transmiter dengan 12 Online Journal of Space Communication Issue8: Regional Development: Indonesia Fall, 2004. band UHF (436,075 MHz) sedangkan payload data akan ditransmisikan melalui S-band (2,2 – 2,3) GHz. 13