KONFIGURASI CEKUNGAN BANDUNG BERDASARKAN DATA GAYA BERAT REGIONAL Andreas Edy Kurniawan (1), Reza Aprilda (2), Olin Olivia (3), Agata Vanessa Kindangen (4) ABSTRAK Cekungan Bandung dikenal sebagai jenis cekungan antar pegunungan (Intra Montana basin) merupakan cekungan yang terbentuk akibat wilayahnya dikelilingi oleh pegunungan. Untuk bisa mengetahui bentuk, dimensi dan unsur-unsur batuan yang ada pada cekungan tersebut dilakukan pengukuran dengan metode gaya berat secara regional diseluruh kawasan cekungan. Berdasarkan peta. Anomali Bouguer terlihat jelas bahwa batuan dasar cekungan Bandung tidak merupakan bentuk mangkok cekungan tunggal yang rata, tetapi kedalaman batuan dasar tidak merata. Sektor Bandung kota–Sukaraja dan Sektor Citali–Gudang mempunyai batuan dasar paling dalam, karena mempunyai nilai anomali Bouguer mencapai antara –12 mGal sampai –16 mGal. Diantara kedua cekungan tersebut dibatasi oleh sebuah ketinggian dengan nilai anomali Bouguer mencapai 7 mGal. Hasil pemodelan penampang melalui 4 lintasan diwilayah cekungan Bandung memperlihatkan batuan paling atas berupa batuan aluvial dengan rapatmassa sekitar 2.25 gr/cm3, dengan ketebalan maksimum bisa mencapai 800 m. Lapisan kedua dibawahnya berupa batuan vulkanik muda mempunyai rapatmassa 2.74 gr/cm3 dan ketebalan batuan sekitar 1.4 km. Selanjutnya disusul batuan vulkanik tua dengan rapatmassa 2.76 gr/cm3 serta mempunyai ketebalan sekitar 1.6 km. Paling bawah didasari oleh batuan beku yang mempunyai rapatmassa 2.80 gr/cm3 dimana dibeberapa bagian mengintrusi lapisan batuan diatasnya membentuk punggungan. Diantara dua punggungan batuan dasar terjadi zone patahan normal berupa graben. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Later Belakang Penelitian daerah cekungan Bandung ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan tentang keadaan geologi area tersebut dengan memanfaatkan besaran fisis yang ada di dalam bumi. Mengingat wilayah ini mencakup area cukup luas maka metode gayaberat (gravity method) menjadi metode yang dirasa logis untuk penelitian kali ini. Wilayah cekungan Bandung terletak di bagian tengah busur vulkanik (volcanic-arc) yang membentuk punggungan kepulauan Jawa (Van Bemmelen, 1949). Kajian wilayah ini dapat dikarakteristikan sebagai cekungan antargunung yang dikelilingi oleh medan vulkanik yang mengandung beberapa batuan muda, gunung merapi strata aktif. Sebelah barat zona ini dibentuk oleh dataran Cianjur dan lembah Cimandiri. Sebelah timur dilanjutkan dataran Garut, lembah Citanduy, dan muara Segara Anakan. Secara lokal, vulkanik tersier dan sedimentasi punggungan gunung naik diatas formasi kuarter dan deposit cekungan. Arah selatan wilayah Bandung dibatasi oleh dataran tinggi dan semakin ke selatan terdapat landaian perbukitan pegunungan. Di sebelah utara Bandung, medan vulkanik tinggi komplek Sunda/ Tangkubanparahu secara perlahan-lahan berubah terhadap morfologi undulasi zona Bogor, diubah oleh formasi tersier dan dataran (strata) kuarter. Dari batuan yang terdapat di daerah ini, tentunya ada sifat fisis batuan yang bisa membedakan antara satu batuan dengan batuan lainnya, diantara sifat fisis batuan ini adalah rapatmassa batuan (density of rock). Rapatmassa batuan ini dapat diperoleh dengan cara melakukan penelitian geofisika dengan metode yang sesuai. Dalam hal ini metode yang digunakan yaitu metode gayaberat. Metode gayaberat adalah metode penelitian geofisika yang didasarkan pada variasi medan gravitasi bumi. Adanya perbedaan variasi medan gravitasi ini disebabkan oleh penyebaran (distribution) massa yang tidak merata di kerak bumi. Kelebihan dari metode ini yaitu kemampuannya membedakan rapatmassa dari suatu material terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat memperkirakan struktur batuan bawah permukaan. Pengetahuan tentang struktur batuan bawah permukaan ini penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi selanjutnya. 1.2. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, metode gravitasi dipilih sebagai metode yang sesuai untuk penelitian ini. Pada penelitian inipun tidak lepas dari masalah-masalah yang timbul. Pertama, belum tersedia basis data gravitasi untuk daerah cekungan Bandung. Kedua, daerah cekungan Bandung terletak diantara 4 seri peta anomali Bouguer yaitu peta anomali Bouguer lembar Bandung, lembar Garut, lembar Sindangbarang, dan lembar Cianjur. Ketiga, kedalaman dan ketebalan batuan dasar (basement) daerah penelitian belum diketahui. Dari permasalahan ini bagaimana mendapatkan gambaran yang baik tentang struktur batuan bawah permukaan dengan memanfaatkan data gravitasi. 1.3. Batasan Masalah Masalah yang ingin dibahas terbatas pada penafsiran data anomali Bauguer secara kualitatif dan kuantitatif. Penafsiran ini meliputi penafsiran peta anomali Bouguer, dilanjutkan penafsiran setiap penampang struktur batuan bawah permukaan sekaligus hubungan antara satu penampang dengan penampang yang lainnya. 1.4. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini ialah penafsiran data gayaberat dengan memanfaatkan parameter fisis seperti rapatmassa batuan yang terukur, baik yang tersingkap maupun yang terdapat di bawah permukaan. Adapun tujuannya ialah mencari bentuk geometris dan kedalaman benda-benda penyebab anomali, sehingga model struktur batuan bawah permukaan di wilayah cekungan Bandung ini dapat terungkap. Secara umum pemodelan ini diharapkan dapat membantu memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan struktur batuan bawah permukaan di wilayah Cekungan Bandung. 1.5. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) kantor bidang Geofisika Jl. Diponegoro 57 Bandung 40122. Waktu penelitian dimulai pada bulan Juni-November 2004. Dibawah bimbingan Sartono, Ir, MSc. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penuiisan tersusun atas 6 bab yaitu : bab I pendahuluan, merupakan bab pengantar yang berisikan gambaran singkat dari seluruh penuiisan skripsi ini yang membahas tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan, dan sistematika penuiisan. Untuk menyelidiki permasalahan diperlukan landasan teori, oleh karena itu Bab II membahas fonnulasi dan reduksi data gayaberat untuk mendapatkan anomali Bouguer, pemisahan anomali Bouguer, dan teori penafsiran data. Pada bab in tinjauan daerah penelitian, untuk menyelidiki permasalahan suatu daerah diperlukan wawasan geologi daerah yang dimaksud, dalam penelitian ini yaitu daerah cekungan Bandung. Pada bab III ini membahas fisiografi, keadaan struktur, dan perkembangan daerah penyelidikan. Adapun tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan sampai diperoleh gambaran struktur batuan bawah permukaan daerah cekungan Bandung akan dibahas di bab IV. Kemudian hasil penelitian akan dtbafias pada bab V, yang berisikan interpretasi model struktur batuan bawah permukaan tiap-tiap penampang serta hubungan antara penampang yang satu dengan penampang yang lainnya. Dan sebagai bab penutup atau bab VI berisi kesimpulan dan saran dari penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Gravitasi Umum Gaya diantara dua partikel yang mempunyai massa ml dan m2 yang dipisahkan oleh jarak r adalah suatu tarikan yang bekerja sepanjang garis yang menghubungkan partikel-partikel tersebut yang besarnya adalah (2.1) dimana F : gaya gravitasi dari m l ke m 2 (Newton) m1,m2 : massa benda 1 dan massa benda 2 (kilogram) r G : jarak dari m: kem 2 (meter) : konstanta gravitasi umum = 6,67 x 10 ~H m 3 kg"1 s ~2 Persamaan (2.1) di atas dapat dinyatakan dalam bentuk vektor menjadi: (2-2) dimana r adalah vektor pergeseran. Persamaan (2.2) merupakan sebuah hukum kuadrat balik dagat-dUihat dengan hubungan F = (G ml m2 / r 2)(r / r); disini vektor pergeseran dibagi oleh besarnya sendiri r / r adalah tak lain dari vektor satuan. Gaya dari ml persatuan massa m2 pada sembarang titik yang berjarak r dari w, didefinisikan sebagai gravitasi ml. Bila ml adalah massa bumi, maka gravitasi bumi sering disebut dengan percepatan gravitasi bumi, yang dapat dirumuskan sebagai: F r = — = g (2.3) dimana /Wj adalah massa bumi dan r adalah vektor pergeseran. Dari persamaan (2.3) terlihat jelas bahwa nilai gravitasi berbanding langsung dengan massa penyebabnya. Karena medan gravitasi ini bersifat konservatif, artinya kerja yang dilakukannya hanya tergantung pada posisi awal dan posisi akhir, dengan kata lain tidak tergantung pada lintasan yang ditempuh, maka medan gravitasi dapat dinyatakan sebagai gradien dari fungsi potensial skalar U\r\ sebagai berikut : (2.4) dimana : grl : medan gravitasi (ms~2) U\r l : potensial skalar medan gravitasi bumi (joule) Dari persamaan (2.3) dan persamaan (2.4), maka potensial gravitasi U\rf dipermudah dengan asumsi bumi bersifat homogen dan berbentuk bola, sebesar: (2.5, dimana ml : massa bumi (kilogram) R : jarak titik material terhadap pusat bumi (meter) G : konstanta gravitasi umum = 6,67 x 10~n m3kg"! s~2 2.2. Formula Medan Gravitasi 2.2.1 Medan Gravitasi Bumi Dengan anggapan bahwa unsur pembentuk massa bumi homogen (sejenis) dan permukaan bumi itu rata. Maka permukaan bumi dapat diibaratkan seperti bidang khayal yang merapakan bidang ekuipotensial berbentuk bola, yang dinamakan spheroid. Tetapi para ahli geodesi memakai bidang ekuipotensial baru sebagai bidang acuan perhitungan, yaitu geoid yang didefinisikan sebagai bidang yang dibentuk oleh permukaan laut rata-rata yang meliputi seluruh lautan dan permukaan air laut yang melebar ke daratan. Karena permukaan bumi berundulasi, maka penyebaran massa bumi tidak merata sehingga bidang geoid juga tidak datar melainkan berundulasi sesuai dengan bentuk permukaan bumi. Gambar 2.1 Bidang geoid dan spheroid (Devi, 2005) 2.23. Medan Gravitasi Teoritis Medan gravitasi teoritis adalah medan gravitasi yang diakibatkan oleh faktor-faktor non-geologi dan harganya dihitung berdasarkan rumusan yang dijabarkan secara teoritis, Medan gravitasi teoritis yang ditentukam lebih awal adalah gravitasi normal. Rumusan medan gravitasi normal pada bidang datum ini telah ditetapkan oleh The international Association of Geodesy (IAG1967), yaitu : g(q>) = 978031.846(1 + 0.0053024sin>-0.0000059sin2 2tp) (mgal) (2.6) dengan <p adalah sudut lintang bumi dimana material tersebut berada. 2.3 Reduksi Data Gravitasi Konsep reduksi data gravitasi lebih mudah dipahami dengan cara menelaah terlebih dahulu arti anomali gravitasi. Secara matematis didefinisikan bahwa anomali gravitasi di topografi atau di posisi (x,y,z) merupakan selisih dari gravitasi observasi di topografi terhadap gravitasi teoritis di topografi. Secara matematis, anomali gravitasi di topografi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut: Ag(*, y,z) = gobs (x, y,z)- gteorms (x, y, z) dimana : &g(x,y, z) S0bs (x> y>z) : anomali gravitasi di topografi : gravitasi observasi di topografi gteoritis(x,y,z) : merupakan gravitasi teoritis di topografi (2.7) 2.3.1. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction) Jika persamaan (2.6) disubtitusikan ke persamaan (2.7) maka anomali gravitasi di topografi yang dihasilkannya belum dapat didefinisikan tetapi masih perlu koreksi-koreksi selanjutnya. Hal ini disebabkan karena gravitasi normal, g(<p), masih berada pada bidang datum (z=0) sedangkan gravitasi observasinya, gob,(x,y,z), berada pada topografi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan suatu teknik untuk membawa gravitasi normal yang berada pada bidang datum itu ke permukaan topografi, sehingga medan gravitasi normal dan medan gravitasi observasi sama-sama berada pada topografi. Teknik yang digunakan untuk mengatasinya yaitu dengan melakukan koreksi udara bebas (free air correction) yang rumusan matematisnya adalah: g fa =~~h = -0.3086/7 K (mgal/m) (2.8) dengan h adalah ketinggian dari datum. Persamaan (2.8) di atas disebut sebagai koreksi udara-bebas karena hanya memperhitungkan elevasi antara permukaan topografi (titik-titik observasi) dengan geoid dengan mengabaikan massa diantaranya. Dengan melibatkan koreksi udara-bebas sebagaimana di atas, maka OVz) di permukaan topografi dapat ditulis sebagai : (2-9) Dengan koreksi udara-bebas ini maka diperoleh anomali gravitasi udara-bebas di topografi yang diformulasikan dalam persamaan berikut : &g(x,y,z)fa=gohs(x,y,z)-gleorit:s(x,y,z) (2.10) 10 Pada penghitungan anomali gravitasi udara-bebas di atas, massa yang terletak diantara datum dan permukaan topografi tidak diperhitungkan, padahal massa ini sangat mempengaruhi harga anomali gravitasi. Maka persamaan (2.10) akan lebih sempurna jika massa ini turut diperhitungkan, (Grand and West, 1965) mendefinisikan bahwa massa yang terletak antara permukaan topografi dan bidang datum dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. bagian massa yang terletak antara bidang bouguer dan bidang datum dimana efek dari massa ini disebut efek bouguer. Anomali yang dihasilkan setelah dilakukan koreksi bouguer terhadap anomali udara-bebas disebut anomali gravitasi bouguer sederhana. b. bagian massa yang berada di atas bidang bouguer dan bagian massa yang hilang di bawah bidang bouguer. Efek dari massa ini disebut efek medan (terrain effect). Anomali yang dihasilkan setelah dilakukan koreksi medan terhadap anomali bouguer sederhana disebut anomali gravitasi bouguer lengkap. Secara matematis, anomali gravitasi bouguer sederhana di topografi, Agj&s (*> y->z)' dinyatakan Oleh persamaan berikut: &8BS (*, y, Z) = gobs (X, y,z)- (gteorit,* (*, V^ + 8s ) Sedangkan anomali gravitasi bouguer lengkap di topografi adalah : 4&it (*. y>z) = gob* (x, y,z} - (gteor,,,s <X y,^+gB-gT) dimana : AgflL (jc, y, z) : anomali gravitasi bouguer lengkap (mgal) gobs (x> y^z) : wfai gravitasi pengamatan (mgal) t2"11) I! gB : koreksi bouguer (mgal) gr : koreksi medan (mgal) Anomali gravitasi bouguer lengkap merefleksikan adanya variasi-variasi densitas dalam kerak. Dengan dilakukannya koreksi bouguer tidak menghilangkan anomali massa yang terdapat di atas datum karena densitas massa yang digunakan dalam perhitungan koreksi bouguer adalah densitas rata-rata dengan menganggap massa topografi bersifat homogen. Seperti halnya koreksi udara-bebas, dengan dilakukannya koreksi bouguer tidak berarti secara fisis memindahkan titik-titik observasi ke geoid, dan tidak pula menimbulkan diskontinuitas densitas dari massa-massa yang berada di atas dan di bawah geoid. 2.3.2. Model Koreksi Bouguer Model pendekatan terhadap koreksi bouguer telah mengalami perkembangan dan pembaharuan. Salah satu model yang dikenal adalah model slab horisontal tak hingga dengan ketebalan h relatif dari datum ke titik amat. Besar koreksi bouguer untuk model slab horisontal tak hingga adalah : gB= 2npGh = 0.04191pfc dim ana : (2.13) G : konstanta gravitasi umum = 6.6732 x 10 ~8 (cgs) p : densitas massa bouguer/ massa topografi h : ketinggian statiun dari datum (m) (gr/cm3) 12 Untuk daerah penelitian yang tidak luas maka secara geometris, model slab horisontal tak hingga dapat mewakili daerah kosong antara bidang bouguer dan geoid karena derajat kelengkungan topografi rendah atau makin mendekati bentuk datar. Bidang Bmiguer Lempeng Bouguer v Geoid Gambar 2.2 Koreksi bouguer model slab horizontal tak hingga (Devi, 2005) 2.3.3. Koreksi Medan Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat bagian massa yang berada di atas bidang bouguer dan bagian massa yang hilang di bawah bidang bouguer yang pada kenyataannya merepresentasikan keberadaan bukit dan lembah. Efek dari massa ini disebut efek medan (terrain effect). Adanya lembah akan mengurangi nilai medan gravitasi di titik pengamatan. Massa bukit mengakibatkan terdapatnya komponen gaya ke atas yang berlawanan arah dengarrkojR^onen gaya gravitasi. Jadi adanya lembah dan bukit di sekitar titik pengamatan akan mengurangi besarnya medan gravitasi sebenarnya di titik tersebut. 15 ketinggian (m) 140 120 100 80 60 jarak (km) g pengamatan (mGal) 3.0 2.0 1.0 0 jarak (km) gB (mGal) gayaberat bouguer profil terbaik jarak (km) Gambar 2.3' Kurva Nettleton untuk menentukan nilai densitas', (a) Grafik topografi, (b) Grafik gayaberat pengamatan, (c) Grafik gayaberat bouguer dengan menggunakan densitas. (Digambar ulang oleh Devi, 2005) 16 Gambar 2.3a merupakan kondisi topografi pada daerah observasi yang mempunyai ketinggian yang berbeda-beda untuk tiap titik pengamatan. Hasil pengamatan gayaberat ditunjukkan oleh gambar 2.3b yaitu semakin turunnya data pengamatan pada topografi tinggi. Densitas yang diperoleh mempunyai nilai yang berbeda-beda seperti pada gambar 2.3c. Untuk menentukan nilai densitas terbaik digunakan harga densitas yang tidak dipengaruhi oleh kondisi topografi (dari gambar 2.3c nilainya sekitar 1.9 g/cc). Metoda ini dipakai dengan asumsi bahwa kondisi geologi daerah tidak terlalu komplek sehingga harga anomali bouguer relatifnya konstan atau tidak terpengaruh oleh topografi. Guna memperkuat keyakinan terhadap hasil perhitungan densitas dengan menggunakan metoda di atas diperlukan pula informasi geologi tentang struktur batuan daerah penelitian. 2.5. Metoda Pemisahan Anomali Regiortal-Sisa Anomali bouguer merupakan superposisi dari anomali yang bersifat regional dan anomali yang bersifat lokal. Anomali regional berasosiasi dengan kondisi geologi umum yang dominan pada daerah yang bersangkutan, sedangkan anomali lokal atau sering disebut juga/sebagai anomali sisa mengandung informasi kondisi geologi setempat yang telah terdeviasi dari kondisi regionalnya. Anomali bouguer dapat pula dianggap sebagai superposisi anomalianomali yang ditimbulkan oleh struktur geologi dangkal, menengah, dan dalam, maupun struktur yang berdekatan dan saling berinteraksi sehingga menimbulkan anomali yang turn pang tindih (overlap). 17 Anomali-anomali tersebut perlu dipisahkan untuk mendapatkan anomali yang berasosiasi dengan kondisi geologi yang menjadi sasaran penyelidikan sebelum diinterpretasi secara kuantitatif. Disamping itu pemisahan anomali dapat juga dimaksudkan untuk membantu interpretasi data gravitasi secara kualitatif. Metoda yang digunakan untuk pemisahan anomali regional-sisa dapat dikelompokkan dalam: metoda empiris/ grafts (smoothing, grid griffin, dsb) metoda turunan vertikal - metoda filtering/kontinuasi (tmnsformasi fourier) metoda pencocokan permukaan (surface fitting) Kriteria pemilihan metoda didasarkan atas aspek pemisahan anomali yang ingin ditekankan sesuai dengan kondisi geologi, tujuan penyelidikan dan data penunjang yang ada. 2.5.1. Metoda Pencocokan Permukaan (Surface fitting) Pada metoda pencocokan permukaan, anomali regional dianggap dapat direpresenjtasikan oleh suatu 'permukaan' anomali yang dinyatakan oleh fungsi matematis dengan orde tertentu. Permukaan tersebut diperoleh dengan meminimumkan selisih anomali bouguer (data) dengan anomali regional hasil perhitungan menggunakan fungsi tersebut secara kuadrat-terkecil (least square). Fungsi matematis yang digunakan umumnya adalah fungsi polinomial. 18 rfity g$<^iCjUOr Orovif ORDE-5 Residual ORDE- 7 Gambar 2.4 : Metode pencocokan permukaan (digambar ulang oleh Devi, 2005) Nilai anomali sisa yang dihasilkan sangat tergantung pada pemilihan orde polinomial yang digunakan. Disamping itu anomali sisa akan berada pada keseimbangan antara positif dan negatif, sedangkan anomali sisa sebenarnya mungkin hanya positif atau negatif saja (gambar 2.4). 19 Dengan demikian diperlukan informasi tambahan dan teknik penerapan tertentu yang dapat membantu pemilihan orde yang tepat agar diperoleh hasil pemisahan (anomali sisa) yang representatif dan dapat diinterpretasikan langsung. 2.5.2. Trend-Surface Analysis Untuk kasus dimana fungsi matematis yang digunakan adalah fungsi polinomial dalam kordinat geografi x dan y metode pencocokan permukaan lebih dikenal sebagai 'trend-surface analysis' (TSA). Secara umum anomali regional dapat dinyatakan dalam bentuk suatu polinomial berorde-p sebagai berikut: an_s sx"-sys (2.14) =0 5=0 Jika i menyatakan indeks data (i = 1,2,...,m) maka selisih antara anomali bauguer dengan anomali regional hasil perhitungan menggunakan polinomial adalah: (2.15) n=0 Prinsip dasar dari metode kuadrat-terkecil adalah meminimumkan jumlah kuadrat dari selisih tersebut. min o = (2.16) BAB III TINJAUAN DAERAH PENELITIAN 3.1. Lokasi daerah penyelidikan Cekungan Bandung terletak di pusat wilayah Jawa Barat, sekitar 150 km arah tenggara dari kota Jakarta, 7° LS dan 107° -108° BT. Cekungan antargunung ini dikelilingi dataran tinggi gunung merapi hingga puncak tertinggi mencapai ketinggian lebih dari 2000 m di atas MSL, seperti bagian utara : Tangkubanparahu 2076 m, Bukittunggul 2209 m, dan bagian selatan : Malabar 2321m, Patuha 2434 m. 3.2. Fisiograf i Daerah Cekungan Bandung Wilayah cekungan Bandung terletak di bagian tengah busur vulkanik (volcanic-arc) yang membentuk punggungan (backbone) kepulauan Jawa (Van Bemmelen, 1949). Kepulauan Jawa dibagi menjadi beberapa zona dan pembagian zona masih dipakai hingga saat ini (gambar 3.1). Daerah penelitian cekungan Bandung terletak pada zona Bandung yang dapat dikarakteristikan sebagai cekungan antargunung yang dikelilingi oleh medan vulkanik yang mengandung bebefapaoatuan muda, gunung api strata aktif. Sebelah barat zona ini dibentuk oleh dataran Cianjur dan formasi Cimandiri. Sebelah timur dilanjutkan dataran Garut, lembah Citanduy, dan muara Segara Anakan. Secara lokal, batuan vulkanik tersier dan sedimentasi punggungan gunung tersingkap diatas formasi kuarter dan deposit cekungan. Kearah selatan wlayah Bandung dibatasi oleh 25 dataran tinggi dan semakin ke selatan terdapat landaian perbukitan pegunungan. Di sebelah utara Bandung, medan vulkanik tinggi komplek Sunda/Tangkubanparahu secara perlahan-lahan berubah terhadap morfologi undulasi zona Bogor, diubah oleh formasi tersier dan dataran (strata) kuarter. SO Hit f it X * | 100 J A V A S F A •000* JINTICLINOHWII CI»T «»L of«Mi»w« ran* I N D I A N 0 C f A N sourniuM MOvmtAtnt of WCIT JAVA Dawt **o «ro«f» m Tx( C(»T**C OtmtciOM ZOM Gambar 3.1: Pembagian zona Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949) 3.3. Keadaan Struktural Cekungan Bandung Sistem subduksi busur Sunda aktif menentukan elemen geologi utama bagian barat Jawa, termasuk wilayah Bandung raya (gambar 3.2). Dimana segmen lempeng samudra India-Australia menujam ke bawah batas semi-benua Eurasia ctengatTkecepatan lempeng 6-10 cm pertahun selama masa kuarter. Hal ini indikasi adanya gejala gempa bumi cukup kuat, terutama selatan Jawa Barat. Gambaran struktur utama wilayah Bandung termasuk sesar Lembang timur-barat dan beberapa perkiraan sesar normal sepanjang batas daratan 27 Bandung/ Batujajar (selatan) timur-barat. Sebagian besar dari daerah penelitian dibentuk vulkanik muda yang menutupi geologi tua, hanya sesar muda yang tersingkap. Hasil pengamatan gravimetrik di cekungan Bandung oleh Kridoharto, dkk (1978) menunjukkan bahwa struktur perlapisan yang lebih dalam dikarakteristik oleh anomali gravitasi/frowgwer, yang diinterpretasikan sebagai cekungan Bandung. Intrusif di barat dan selatan cekungan ditunjukkan dengan anomali gravitasi-tinggi kemungkinannya disebabkan sesar normal. Menurut Van Bemmelen (1949) bahwa penyebab utama terjadi formasi cekungan antargunung ini adalah patahan dan endapan di bagian tengan Jawa Barat "geantiklin" pada awal pleistosen. -*••{ present volcanic arc Eurasian plate (continental) transitional zone (accrettonary wedge) i Indian Ocean plate SUSDUCTION SYSTEMS -A ----- *— Cretaceous - Early Tertiary * * -*- * » A Miocene -*- Present 0 N - S Section Gambar 3.2: Wilayah tektonik Jawa Barat (Katili, 1989) 28 3.4. Peta Geologi cekungan Bandung Peta geologi ini memfokuskan pada lingkungan geologi cekungan Bandung dan daerah sekitarnya. Peta disusun tanpa survei medan yang baru. Hal ini kombinasi dari informasi 4 peta geologi penting wilayah ini. Empat peta geologi utama ini diantaranya lembar Bandung, lembar Garut, lembar Sindangbarang, dan lembar Cianjur. Dari seri peta geologi ini memberikan informasi batas-batas geologi daerah cekungan Bandung, stratifigrafi, dan gambaran struktur. Peta sekarang memperlihatkan geologi regional dan informasi lithofades yang mencakup daerah cekungan Bandung. Distribusi sedimen tersier, (unit Tmc, Tmb, Tmcs dan Mt) untuk daerah barat, wilayah pegunungan baratdaya waduk Saguling dan punggungan gunung Rajamandala. Vulkanik Pliosen (unit Pb) ditemukan juga di area ini, dan selatan Sindangkerta. Bagian yang tak beraturan ini, medan vulkanik terbelah dengan kuat membentuk batuan intrusif (unit A), yakni bukit Cimahi, yang membentuk punggungan gunung utaraselatan tertentu, barat, dan baratdaya Bandung. Sebagian kecil intrusi tersier andesit dan breksi keluar dari punggung Gn. Geulis. Vulkanik kuarter awal, tengah dan pleistosen menempati bagian mayor wilayah peta. Medan vulkanik sebelah selatan terbentuk pada masa pliosen akhir ke kuarter awal (unit Qwb dan Qopu), dengan vulkanisme muda (unit Qvu) adalah dominan di sebelah utara. Selanjutnya distribusi aluvial dan deposit danau (unit Ql, Qd) berpindah satu persatu secara perlahan. Sesar normal bergerak sepanjang batas cekungan Bandung terutama sebelah selatan dianggap penyebab utama untuk perkembangan cekungan daerah bawah (low-lying) secara struktural (gambar 3.3) 29 yang selanjutnya pengendapan terjadi pada masa kuarter akhir. Secara relatif vulkanik muda menutupi sebagian besar daratan. Secara lokal, sesar aktif kuat meningkatkan ketidakstabilan lereng (slope) dan rawan longsor/pergeseran tanah. 3.5. Perkembangan Geologi wilayah Bandung Raya Perkembangan geologi wilayah Bandung Raya telah ditentukan sebagian besar oleh proses subduksi lempeng samudera selang-seling antara ruang dan waktu selama 2-3 juta tahun terakhir, busur aktivitas magmatik dan vulkanisme tampak sebagai faktor yang signifikan. Perubahan struktur yang paling signifikan pada busur vulkanik diilustrasikan pada seri cross-section (gambar 3.3 A-H & gambar 3.5) dari sebelah selatan samudra Hindia ke utara pantai Jawa, kurang lebih mengiris cekungan Bandung. 3.5.1. Perkembangan masa Pra- dan Tersier awal Aktivitas tektonik paling awal di daerah ini diambil dari singkapan batuan paling tua di Jawa, dimana beberapa melange yang diperkiran dari masa tersier awal (Van Bemmelen, 1949; Hamilton, 1979; Katili, 1989). Melange ini menandai perkiraan posisi komplek subduksi pada masa awal tersier. Ternyata hingga sekarang terbukti bahwa seluruh elemen tektonik sistem subduksi di daerah selatan Jawa masih aktif. Sedimen masa eosen tengah-oligosen tengah (gambar 3.3A) mengindikasikan bahwa formasi melange tersier awal relatif stabi] dan secara 33 BOGOR ZONE NORTH COAST \ SOUTHERN MTS. BANDUNG ZONE SOUTH COAST BOGOR ZONE NORTH COAST SOUTHERN MTS BANDUNG ZONE SOUTH COAST Sr, EOCENE .OLIGOCENE UPPER MIDDLE MIOCENE A E OLIGOCENE - MIOCENE B BOGOR ZONE NORTH COAST BANDUNG ZONE SOUTHERN MTS. SOUTH COAST BOGOR ZONE NOHTH COAST SOUTHERN MTS BANDUNG ZONE . -»• + + -., MIDDLE MIOCENE * ' D Gambar 3.3: Perkembangan Geologi Wilayah Bandung Sekitarnya (M.A.C Dam, 1994) SOUTH COAST 34 continental crust jU (Eurasian plate) transitional complex ~j Palaeogene sediments 1 Oligocene - Miocene and Pliocene marine sedimentary formations V///.VJ Miocene and Pliocene volcanics /\f I Quaternary volcanics —N stress regime in volcanic arc <^2S— subducting oceanic plate VV roll back of subducting plate block faulting, thrusting f A magmatic intrusions Gambar 3.4 : legenda gambar 3.3 Arah utara barisan vulkanik tinggi terbentuk ketika intrusi magmatik terbentuk antara deformasi strata di antiklin (gambar 3.3G-H & gambar 3.5). Ini termasuk komplek Burangrang-Sunda (Gn. Tangkubanparahu), dan paling banyak kandungan medan vulkanik terletak antara Bandung dan Sumedang. Berdasarkan pengangkatan Gn. vulkanik strata tinggi (atau Gn. vulkanik Sunda), maka muatan sejumlah vulkanik mahabesar di atas sedimen perairan, deformasi ductile menyebabkan sesar, yang mana pemekaran dapur magma utama menuntut ke sesar normal dan formasi sesar Lembang. 3.5.8. Vulkanisme Kuarter Akhir (gambar 3.5) Vulkanisme aktif diekspresikan sebagai hamburan panas, furnoral, dan danau kawah sulfur terjadi pada masa kuarter akhir. Area ini dipusatkan sekitar komplek Patuha (baratdaya Ciwidey) dan komplek vulkanik Sunda /gunung Tangkobanparahu. Deposit komplek selatan Patuha di area Ciwidey menutupi topografi lapisan bawahnya. (Dam dan Suparan, 1992) mengindikasikan erupsi mayor sekitar 50.000 tahun. Dalam hal ini erupsi menghancurkan kerucut vulkanik BAB IV METODOLOGI 4.1. Data Anomali Bouguer Data anomali bouguer diperoleh dari peta anomali bouguer dengan cara pencuplikan data (digitizer). Dari data yang tercuplik pada peta anomali bouguer lembar Bandung, lembar Garut, lembar Sindangbarang, dan lembar Cianjur, dapat dicantumkan bahwa : - Jumlah data tercuplik adalah 848 buah data. Gravitasi normal dihitung dengan rumus gayaberat Internasional tahun 1967 (IAG'67). Rapatmassa batuan yang digunakan dalam mereduksi data gayaberat ini adalah rapatmassa rata-rata dari kerak bumi yaitu 2,67 gram/cm 3 . Dari data anomali bouguer dicantumkan pula data anomali residual dan data anomali regional untuk setiap irisan (slice). 4.Z Pengolahan Data Pengolahan data gravitasi secara garis besar dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : a. Pengolahan data awal, yaitu pengolahan dari data mentah lapangan sampai dengan mendapat harga medan gravitasi mutlak dari titik amat. Nilai medan gravitasi mutlak ini sering disebut dengan g obsMvasi (gobs ). 38 b. Pengolahan data kedua, yaitu melakukan reduksi data sampai dengan mendapatkan anomali bouguer lengkap (atau dalam beberapa kasus cukup sampai pada anomali bouguer sederhana). c. Pemisahan efek lokal-regional. d. Interpretasi baik secara manual maupun dengan pemodelan. Pengolahan data diawali dari data anomali bouguer hasil pencuplikan sampai pemodelan daerah penyelidikan. 4.2.1. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan mencuplik harga anomali bouguer dari peta anomali bouguer cekungan Bandung menjadi data digital, yang dikenal dengan istilah data digit. Pengambilan data ini memanfaatkan program digitizer (under DOS). Dengan format data digit berupa (x,y,z) dimana x : bujur, y : lintang, dan z : nilai anomali bouguer. Adapun langkah-langkah pengambilan data ini, ialah: a. Dari pencuplikan data ini, diperoleh data sebanyak 848 buah format data, 1 buah format data terdiri dari data lintang, bujur, dan harga anomali bouguer. b. Setelah diperoleh data digit, lakukan pembersihan/penghapusan data yang tidak terpakaLJDan untuk data anomali bouguer dibagi 10 sebagai konversi satuan mikroGal menjadi milliGal. Dalam geofisika dan geodesi 39 satuan yang dipakai sesuai ketentuan yang dipakai satuan SI yaitu 1 // mdet~2 sama dengan 0.1 mGal. 4.2.2. Pemetaan Data (Data Mapping) Format data digit yang telah tersedia, selanjutnya dilakukan pemetaan data atau yang dikenal sebagai pemetaan anomali bouguer dengan memanfaatkan program Surfer7. Pemetaan ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: a. Membaca data. Memilih menu grid, lalu sub menu data dan tentukan data yang dikehendaki, tunggulah beberapa saat sampai menampilkan data tersebut. b. Membuat kontur. Memilih menu map, lalu pilih sub menu contour map, lanjutkan dengan new contour map, sesuaikan data grid, dan terbentuklah peta daerah penyelidikan. 42 Perhatikan apakah kerangka, pola kontur sudah sama/persis dengan peta kontur anomali bougiier hasil pemetaan. e. Pemisahan amomali gravitasi regional-residual. Masukkan namafile dalam bentuk *.grd, tentukan orde awal, orde akhir, dan kenaikan orde untuk diproses secara otomatis. f. Ubah bentuk data ke bentuk data (*.dat) Setelah proses pemisahan anomali gravitasi regional-residual selesai, diperoleh data anomali gravitasi regional-residual berdasarkan orde yang dipakai. Data yang diperoleh dalam bentuk data (*.dat). Selanjutnya dilakukan pemetaan atas data gravitasi regional-residual yang telah diperoleh. Proses pemetaan menggunakan program surfer7. Petakan seluruh data sesuai ordenya dan pilihlah peta residual berdasarkan kemiripan peta/pola kontur anomali residual dua orde berurutan. Hal ini dipaparkan oleh Abdelrahman (1985) yang menyimpulkan bahwa untuk memperoleh pendekatan objektif untuk menentukan orde fungsi polinomial yang membentuk persamaan permukaan yang optimum, ditentukan berdasarkan adanya kemiripan peta/pola kontur anomali sisa dua orde berurutan. Berdasarkan pemetaan pada gambar 4.3. menunjukkan peta regional-residual untuk beberapa orde. -'"HA 107.4 107.5 107.6 107.7 1078 107.9 107.4 107.5 107.8 107.7 1078 1079 Peta anomali gravitasi regional orde-2 Peta anomali gravitasi residual orde-2 107.4 107.5 107.6 107.7 107.8 1079 107.4 107.5 Peta anomali gravitasi residual orde-3 107.4 107.5 107.6 107.7 107.8 Peta anomali 107.9 Peta anomali gravitasi residual orde-4 1074 107.5 Peta anomali gravitasi regional orde-4 Gambar 4.3. Peta korttur anomali regional-sisa berdasarkan orde (Devi, 2005) 44 107.4 107.5 107.6 1077 107.6 107.9 Peta anomali gravitasi residual orde-5 107.4 107.5 107.6 107.7 107.8 1079 Peta anomali gravitasi residual orde-6 107.4 107.5 107.6 107.7 107.8 107.9 Peta anomali gravitasi residual orde-7 107.4 107.5 107-6 107.7 107.8 Peta anomali gravitasi regional orde-5 107.4 107.5 107.6 107.7 107.8 107.9 Peta anomali gravitasi regional orde-6 107.4 107.5 107.6 107.7 107.8 107.9 Peta anomali gravitasi regional orde-7 Gambar 4.3. Peta kontur anomali regional-sisa berdasarkan orde (Devi, 2005) BABV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penafsiian Data Kualitatif Penafsiran (interpretation) ini dilakukan dengan membaca peta gayaberat dengan tujuan untuk membuat suatu analisa tentang sebab-musabab gambaran anomali dalam peta tersebut. Dari peta tersebut dapat menafsirkan struktur geologi bawah permukaan. Ada kalanya peta anomali bouguer sudah dapat menggambarkan secara kasar keadaan struktur geologi bawah permukaan. Tetapi banyak kasus atau hampir semua kasus pada peta terlalu sulit untuk ditafsirkan, karena sangat rumit atau terlalu sederhana, sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan menajamkan penyebaran anomali untuk lebih mudah ditafsirkan. Pada umumnya peta anomali gayaberat memperlihatkan bagian dengan penyebaran kearah samping lebih dominan dari yang lainnya. Pada keadaan pertama anomali lebar-lebar berhubungan dengan struktur regional, seperti geosinklin atau gejala tektonik global sedangkan anomali yang lainnya berhubungan struktur setempat yang dapat disebut struktur geologi sisa atau residual. S.W^Anomali Bouguer Peta anomali bouguer daerah cekungan Bandung selang kontur 2 mGal ini secara umum menunjukkan perubahan anomali dari arah baratdaya ke timurlaut. Anomali ini lanjutan dari anomali bouguer pulau Jawa disekitar 47 48 cekungan Bandung dengan perubahan anomali dari arah selatan ke utara. Sepanjang pantai selatan mencapai anomali sebesar antara 100 sampai 150 mGal yang mengecil dengan landaian yang teratur sebesar 50 mGal/km ke utara. Jalur gunung api dilalui oleh anomali sedang sampai kecil, kemudian lebih mengecil lagi menuju ke utara, anomali bertahan dalam kisaran antara 50 mGal. Secara lokal pola kontur anomali bouguer daerah cekungan Bandung terbagi menjadi dua pola kontur anomali yaitu pola kontur melingkar dan pola kontur melajur. Pola kontur melingkar dapat digolongkan lagi menjadi dua yaitu pola kontur anomali menurun (decreasing anomaly) dan pola kontur anomali menaik (increasing anomaly). Pola kontur anomali menurun terlihat pada bagian utara dan timur daerah penelitian. Sebelah utara, tepatnya daerah Pasirmanggu, Cipada, dan Sukaraja nilai anomalinya mencapai 2-4 mGal. Di sebelah timur, terdapat pula pola kontur anomali menurun tepatnya daerah Citali dan Gudang dengan nilai anomali mencapai 14 mGal. Rendahnya nilai anomali ini merupakan depresi anomali yang membentuk dataran rendah yang terisi oleh batuan aluvial. Untuk pola kontur anomali menaik terlihat di bagian utara, timur, dan tengah daerah penelitian. Sebelah utara, tepatnya daerah komplek gunung vulkanik Sunda dengan nilai anomali sekitar 36-38 mGal. Di bagian tengah, tepatnya daerah Rancabuntu, Ujungberung, dan Cianjur dengan nilai anomalinya mencapai 32 mGal. Kemudian di sebelah timur, terdapat pula pola kontur anomali menaik di daerah Sundulan, Pangeureunan dan Cimanggu dengan nilai anomalinya mencapai 44 mGal. Tingginya nilai anomali ini dicirikan dengan naiknya anomali sekitar komplek gunung vulkanik, gunung Tangkubanparahu, gunung Wayang, gunung Sunda, gunung Batulawang, dan 49 gunung Sembul di bagian utara, gunung Kareumbi dan gunung Karenceng yang membentuk dataran tinggi di sebelah timur. Sedangkan pola kontur melajur terlihat di sebelah timurlaut, selatan, dan baratbaya. Di bagian timurlaut, nilai anomali menurun hingga mencapai 8 mGal untuk daerah Bantarsero. Bagian selatan, nilai anomalinya juga menurun hingga mencapai 12 mGal. Menurunnya nilai anomali ini merupakan depresi anomali daerah tersebut. Dan bagian baratdaya terlihat nilai anomali menaik hingga mencapai nilai 80 mGal untuk sekitar gunung Patuha dan gunun g Tambangruyung. Pola kontur anomali menaik menunjukkan bahwa komponen batuan di daerah tersebut memiliki nilai rapatmassa yang lebih besar dibandingkan dengan pola kontur anomali menurun. 5.1.2. Anomali Bouguer Residual Peta kontur anomali bouguer residual cekungan Bandung diperoleh dari peta kontur anomali bouguer cekungan Bandung. Pemisahan anomali regional-sisa menggunakan metode pencocokan permukaan (surface fitting method) dengan memanfaatkan program Surfit. Anomali bouguer residual mencerminkan bentuk struktur geologi kearah/dekat permukaan. Peta anomali bouguer residual ini secara garis besar \ terbagi menjadi dua zona yaitu zona anomali positif dan zona anomali negatif. Zona anomali negatif membentuk lembah anomali terlihat pada bagian tengah dan timur daerah penelitian. Zona anomali negatif tepatnya terletak di daerah Cipada dan Sukaraja dengan nilai anomali mencapai -10 mGal. Disebelah timur 50 terlihat pada daerah Citali dengan nilai anomali mencapai -10 mGal. Adanya anomali negatif ini diperkirakan karena adanya formasi batuan yang berumur muda seperti yang terlihat pada peta geologi cekungan Bandung, anomali negatif ini tersusun atas batuan vulkanik muda kuarter, tuf pasir, dan endapan undak. Adapun zona anomali positif dijumpai di bagian utara, baratdaya, tengah, dan timur. Zona anomali positif membentuk bukit anomali terlihat pada peta kontur anomali bouguer residual (gambar 5.3). Di bagian utara, zona anomali positif terlihat pada daerah kompleks gunung vulkanik Sunda yang mencapai 18 mGal. Sebelah baratdaya, zona anomali positif terlihat pada daerah gunung Lalakan dan Pr. Kalapa yang mencapai 16 mGal diperkirakan karena singkapan di permukaan yaitu batuan terobosan (andesit). Di bagian tengah, zona anomali positif juga terlihat pada daerah Ujungberung dengan anomali mencapai 6 mGal. Dan sebelah timur, zona anomali positif terlihat di daerah Cimanggu dengan anomali mencapai 12 mGal. Adanya zona anomali positif ini diperkirakan tersingkap formasi batuan berumur tua masa kuarter, seperti yang terlihat pada peta geologi cekungan Bandung (terlihat pada lampiran D). Pada daerah utara sekitar komplek gunung vulkanik Sunda, zona anomali positif diperkirakan terjadi karena adanya gawir sesar yang dominan "Herjadi di daerah tersebut. Fenomena gawir sesarpun terjadi di daerah Ujungberung. Penyebab lain dari terbentuknya zona anomali positif ialah umur batuan gunung vulkanik tua kuarter yang mendominasi daerah penelitian. 51 -7.05- mCat 107,35 107.4 107.45 107.5 107.55 107.6 107.65 107.7 107.75 107.8 107.85 107.9 Bujur Gambar 5.1: Peta kontur anomali bouguer daerah Cekungan Bandung dengan selang kontur 2 mGal 52 72 M 64 60 56 52 .48 '•AA 40 tf 3? 28 24 2C 16 12 8 4 omGal 107.4 1077 107.8 i07.9Buju r Gambar 5^: Peta kontur anomali Regional daerah Cekungan Bandung dengan selang kontur 2 mGal 53 107.4 107.5 107.6 107.7 107.8 107.9 Bujur Gambar 5.3: Peta kontur anomali Residual daerah Cekungan Bandung dengan selang kontur 2 mGal 71 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan rangkaian proses mulai dari data anomali bmiguer sampai melakukan interpretasi dan pembahasan data gravitasi maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Bahwa daerah cekungan Bandung berbentuk oval (lonjong) kearah barat laut dengan kedalaman batuan sedimen kira-kira 800 m dan kedalaman batuan dasar (basement) mencapai 4 km. Batuan dasar (basement) terbagi atas batuan vulkanik muda (ketebalan rata-rata 1.4 km dengan rapatmassa 2.74 g/cc) dan batuan vulkanik tua (ketebalan rata-rata 1.6 km dengan rapatmassa 2.76 g/cc). Batuan dasar ini didominasi oleh batuan vulkanik kuarter yang tersebar pada daerah ini. Daerah terdalam wilayah cekungan Bandung terletak di daerah Sukaraja dengan kedalaman sedimen kira-kira 1 km (rapatmassa sedimen 2.21 g/cc). 5.2 Saran Karena penelitian struktur batuan bawah permukaan khusus daerah cekungan Bandung jarang dilakukan, maka perlu kajian lebih lanjut dengan penerapan metode geofisika lainnya. Dimana skripsi ini bisa dipakai sebagai rujukan penelitian selanjutnya. 72 DAFTAR PUSTAKA Milton B. Dobrin and Carl H, Savit, 1998, Introduction to Geophysical Prospecting, New York, McGraw-Hill Book Company. W.M. Telford, L.P. Geldart, R.E. Sheriff, 1990, Applied Geophysics Second Edition, Cambridge, Cambridge University Press. M.A.C. Dam, 1994, The Late Quaternary Evolution Of The Bandung Basin, West Java, Indonesia, Amsterdam, Universiteit Amsterdam Mohamad Untung, 2001, Dasar-Dasar Magnet Dan Gayaberat Serta Beberapa Penerapannya Seri Geofisika, Jakarta, Himpunan Ahli Geofisika Indonesia. Tim Laboratorium Geofisika dan Meteorologi, 2003, Pengolahan Data dan Pemodelan Metode Gravitasi dan Geomagnet dan Aplikasinya dalam Pemetaan Regional dan Eksplorasi, Bandung, Institut teknologi Bandung. Komar Karta, 1990, Gayaberat Bumi, Bandung, Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional. Cjmuncong ~ I I \ 107j«B 107.« W1M 107.6 107.« I I I I I 107.7 107.7S W7.» I07.M 107.9 Peta Geologi daerah Cekungan Bandung, Jawa Barat 114 Keterangun Peta Cekungan Bandung : ! cy | endapan danau Rg| kotuvium JQydl tufa g. dano 6 g. tangkubanparahu |Q>t| tuf berbatu apung, pasir tufa Kb»l hasil G. apt muda H hasil G. api tua, breksf, alfran lahar m m hasil G. api tua, lava lava G.Guntur ftttiti batuan G. Malabar • Tilu SQari) batuan G. Mandalawangi - Mandalagiri |»K| formasi Rajamandala [»1 lava a lahar G, Patuha [ftra| hasil G. api tua, breksi, lahar, lava j»fi hasil G.api lebih tua, breksi, tahar ^ andesft Waringin - Bedil, Malabar iOgpHj batuan G. Guntur - Pangkalan |Tmb! formasi Besser H Formasi Cimandiri jaaai Anggota Sindangkerta, Formasi Cimandiri MM formasi Cantayan |^B batuan pasir, batuan lanau l:Hfj tava, batu pasir JH IMSC formasi Jatiluhur anggota batu lempung, formasi Subang 1, Ht;i formasi Kaliwangu H formasi Citalang Hi • I breksi, batu pasir, konglomerat andesit HI andesit, basal HI andesit piroksin Legenda Peta Geologi Cekungan Bandung, Jawa Barat 115