adopsi dalam perspektif etika kristen

advertisement
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
YESUS SEBAGAI ANAK ALLAH DALAM INJIL YOHANES
Pdt. Decky K. Lolowang, M.Th.
PENDAHULUAN
Pengakuan iman kepada Yesus sebagai Anak Allah merupakan
kredo yang sangat penting dalam kehidupan Gereja. Namun,
sebagaimana St.Darmawijaya mencatat, Yesus sebagai Anak Allah
mungkin merupakan gelar yang paling sering diucapkan, namun yang
paling kabur artinya dalam pikiran kita. Padahal sejak awal kehidupan
Gereja, gelar Anak Allah merupakan ide dasar dan sentral kristologi
Kristen1. Tentu agak mengejutkan bila keyakinan kepada Yesus sebagai
Anak Allah yang menjadi kredo dasar dalam Gereja sebagaimana yang
selalu diungkapkan dalam pelbagai ibadah gereja tidak cukup jelas
pengertiannya dan atau tetap menjadi yang kabur dalam benak
kekristenan. Karena itu, diperlukan penelusuran terhadap asal usul kredo
dimaksud.
Kekristenan muncul sebagai akibat langsung dari kehadiran
tokoh sentral Perjanjian Baru yakni Yesus. Kemunculannya dalam
pentas sejarah dunia sebagai gerakan dengan berita utama yakni
keselamatan yang berakar di dalam hidup dan pelayanan Yesus dari
Nazareth, Pembawa dan pewarta injil sebagai kabar sukacita tetang
Kerajaan Allah. Kedatangan-Nya dicatat sebagai momentum pengkinian
Kerajaan Allah. Sebagaimana kesaksian penginjil Markus: waktunya
sudah genap, Kerajaan Allah sudah dekat, tepat sudah datang
(Mark.1:15)2. Ricahard A. Norris mencatat, dari sejak awal kekristenan
ada dua hal yang harus dikatakan tentang Yesus yakni, pertama; Dia
adalah pewarta keselamatan Allah bagi dunia; kedua, Dialah membawa
perintah Allah, mediator dari Penyelamatan Allah. Dialah Mesias,
Kristus, Anak Allah3. Hanya sesudah kebangkitan, gereja mulai
memproklamirkan Yesus sebagai Kristus dan Tuhan. Dengan Paskah
St.Darmawijaya, Pr: Gelar-gelar Yesus, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1986), h.45.
LAI menerjemahkan kalimat dalam teks Yunani: waktunya sudah genap, Kerajaan
Allah sudah dekat. Kata sudah dekat dalam terjemahan NKJ = the kingdom of God is at
hand. Artinya, sudah di tangan dalam arti telah ada. Kehadiran Kerajaan Allah oleh
karena Yesuslah yang mewujudkannya.
3 Richard A. Norris, Jr.: The Christological Controversy,(Philadelphia: Forthress Press,
1980), h.2.
1
2
1
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
itulah, Yesus dari Nazareth yang memberitakan tentang Kerajaan Allah
telah datang, mulai menjadi obyek proklamasi Gereja. Ia yang
mendorong orang untuk beriman kepada Allah, kini menjadi pusat iman.
John Reumann berpendapat, di sekitar tahun 30-an Masehi, pasca
kebangkitan-Nya, Yesus mulai diyakini sebagai Mesias di kalangan
orang-orang Yahudi berbahasa Aram di sekitar Palestina. Lalu,
keyakinan baru itu menyebar ke dunia Yahudi Helenis di Palestina dan
diaspora. Akhirnya, agama baru tentang Yesus muncul di dunia Helenis4.
Kepercayaan kepada Yesus sebagai Kristus Tuhan, Anak Allah,
di kemudian hari menimbulkan kontroversi yang telah turut
menghadirkan kekisruhan dalam kekristenan sendiri. Sejarah mencatat
sejumlah pertikaian kristologis yang hadir di pelataran dunia misi gereja
ketika kekristenan bertumbuh dari dataran Palestina, menyebar
memasuki dunia Yunani-Romawi. Kontroversi terkait kredo tentang
Yesus sebagai Anak Allah yang dipahami dalam kaitan dengan
keilahiannya, makin menjadi bahan diskusi dan pertikaian teologis,
sehingga memaksa kaisar Konstantin Agung (280-337) turut campur
tangan dengan memaksa terselenggaranya Konsili Nicea di tahun 3255.
Usaha pada konsili Nicea belum cukup berhasil sehingga diadakan lagi
Konsili Konstantinopel tahun 381. Dari dua konsili inilah menghasilkan
Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel yang hingga kini masih dipakai
menjadi salah satu bagian integral dalam sejumlah liturgi gereja
Protestan6. Inti pertikaian yang ditegaskan dalam Kredo Nicea-
4 John Reuman, mencatat dalam pendahuluannya pada buku Willi Marxsen, The
Beginnings of Christology, together with The Lord’s Supper as a Christological Problem,
terj.(Philadelphia: Fortress Press, 1979),h. 9.
5 Tom B. Jones; “Constantine I”, dalam Encyclopaedia Americana, Jilid 7, (Connecticut:
Americana Corporation,
1980), h.649. Dari catatan historis Tom B. Jones,
Konstantinus Agung adalah kaisar pertama yang menjadi Kristen, sekalipun ia nanti
dibaptis menjelang ajal tiba. Namun keluarganya sebagian besar telah menjadi Kristen,
apalagi ibundanya Helena, merupakan sosok Kristen yang setia, sehingga Helena
sempat mengadakan perjalanan siarah ke tanah suci, memperkenalkan dan membela
kekristenan baik di daerah kekaisaran Konstantinopel bahkan sampai di Roma.
Konstantine Agung berperan besar ketika Konsili Nicea dilaksanakan di tahun 325. Ia
berusaha mendamaikan pertikaian teologi yang dimunculkan Arius yang memandang
bahwa Yesus Kristus hanyalah ciptaan Allah paling pertama dan utama.
6 Dalam lingkungan Gereja Protestan di Indonesia, mencantumkan Pengakuan
Iman Nicea Konstantinopel dalam Tata Gereja dan Tata Ibadahnya(perhatikan Tata
Gereja GPI, Bab II, Pasal 6 sebagaimana tercantum dalam buku: GPI – Sola Fide, Sola
Gratia, Sola Scriptura, hlm.16). GMIM sebagai Gereja Bagian Mandiri GPI
2
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
Konstantinopel terkait paham Arius yang menganggap Yesus bukanlah
Anak Allah yang ilahi. Dia hanyalah ciptaan pertama dan tertinggi
derajatnya. Ia tidak kekal, dan hanyalah makhluk Tuhan yang ada batas
hidupnya sebagaimana makhluk lainnya7.
Doktrin gereja tentang Yesus sebagai Anak Allah lebih banyak
bersumber dari apa yang diwartakan penginjil Yohanes. Hingga kini
Gereja tetap menghadapi pergumulan menyangkut kredo ini, apalagi
sejak konsili Nicea dan Konstantinopel, kepercayaan kepada Yesus
Kristus sebagai Anak Allah, ditarik lebih jauh pada pemahaman tentang
hakekat bahwa Yesus sungguh-sungguh manusia dan sungguh-sungguh
Allah. Ia adalah bagian yang tak terpisahkan dari ke-Tritunggal-an Allah
(Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus), yang memberi penegasan bahwa Ia
adalah Anak Allah, Allah yang sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan
bukan dibuat, sehakekat dengan Bapa. Rumusan kredo ini, di kalangan
kekristenan sendiri mengalami kesulitan memahaminya. Apalagi bagi
kaum beragama lain yang memandang kekristenan bukanlah agama
monoteis. Perhatikan rumusan kredo Nicea – Konstantinopel
menyangkut Yesus sebagaimana dicatatkan James D.G.Dunn8:
We believe … ini one Lord Jesus Christ, the Son of God
Begotten from the Father, only begotten, that is, from the substance of the
Father, God from God, light from light, true God from true God, Begotten
not made, of one substance with the Father,Through whom all things came
into being, things in heaven and things on earth,
Who because of us men and because of our salvation became incarnate,
became man
Persoalan yang patut diapungkan lagi, apa yang sebenarnya
menjadi latar belakang penekanan penginjil Yohanes tentang Yesus
sebagai Anak Allah? Mengapa ia dengan sengaja mengemukakan tujuan
penulisan dan pemaparannya tentang segala tanda ajaib yang dilakukan
Yesus untuk memberi kesaksian bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah
mencantumkannya dalam Tata Gereja GMIM 2007, Tata Dasar, Bab II, Pasal 3:2; juga
dicantumkan dalam Tata Ibadah GMIM Minggu Bentuk III, dan bahkan menjadi
bahan ajar pada katekisasi bagi calon sidi jemaat (lihat, buku: Bertumbuh Dalam Kristus
Jilid I/2 = Katekisasi Sidi, diterbitkan oleh BPS GMIM, 2002), h.81.
7 H. Berkhof & I.H.Enklaar: Sejarah Gereja, edisi ke-11 (Jakarta; BPK Gunung Mulia,
2011), h.53-56; juga disinggung Richard A. Norris, Jr., op.cit., h.17-18.
8 James D.G.Dunn: Christology in the Making, An Inquiry into the Origins of the Doctrine of
the Incarnation, (London: SCM Press, 1980), h.12.
3
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
yang pantas diimani. Dijamin bahwa orang yang percaya kepada-Nya
sebagai Mesias, Anak Allah, akan hidup di dalam nama-Nya. Untuk
alasan inilah, dirasa perlu menggali lagi makna yang terkandung dari
gelar Anak Allah yang ditekankan penginjil Yohanes.
I. Latar belakang pemakaian Gelar Anak Allah.
I.1. Perjanjian Lama.
Sebagaimana umum diketahui, Alkitab (PL dan PB) merupakan
koleksi tulisan perenungan iman umat percaya tentang segala sesuatu
yang mereka alami dan yang kemudian diimani tentang kehadiran dan
peran dari Tuhan yang Mahakuasa, yang mulanya dikenal sebagai Allah
nenek moyang Abraham, Ishak dan Yakub. Allah yang dulunya
memperkenalkan dirinya; “Akulah Yahweh”(Kej.17:1; Kel.6:2; juga
Kej.45:3) Yahweh yang Mahakuasa, Yahweh yang menjamin masa depan
(Yes.43:10; 45:6 dst). Allah yang berbicara, memberi perintah dan
manusia patut mendengarkan dan mematuhinya (Kel.3:6)9.
Dalam Perjanjian Lama, gelar Anak Allah dipakai dalam tiga cara
yakni: menunjuk pada bangsa Israel, raja Israel dan seseorang dengan
penugasan khusus dari Allah. Dalam Keluaran 4:22 dst, Musa
diperintahkan untuk mengatakan kepada Firaun bahwa umat Israel
adalah “Anakku yang sulung”. Ungkapan-ungkapan yang berkaitan
dijumpai dalam Yesaya 1:2; 30:1; 45:11; Hosea 11:1; Yer.31:20, juga
Maz.82:6; Mal.1:6, baik berupa ide tentang Allah sendiri yang memilih
umat-Nya sebagai Anak-Nya untuk sebuah misi khusus maupun sebagai
ungkapan ketaatan iman umat sebagai Anak yang pantas menyapa Allah
sebagai Bapa10. Raja juga disebut Anak Allah mewakili umat yang
olehnya Allah menyapa dan menetapkannya sebagai anak(2 Sam.7:14).
Di saat seorang raja diurapi, ia tetapkan sebagai Anak oleh Allah untuk
melaksanakan segala perintah-Nya dalam segala aktifitas pemerintahnya
(Maz.2:7). Demikian pula para malaekat juga disebut anak-anak Allah
(Kej.6:2; Ayub 1:6)11
9 Werner H. Schmidt: The Faith of the Old Testament, terj. (Oxford: Basil Backwell,
1983), h. 53-54.
10 Oscar Culmann, Christology of the New Testament, terj., (London: SCM Press, 1959),
h.272-275.
11 St.Darmawijaya, Pr., op.cit., h.48-49.
4
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
I.2. Dunia Helenis
Kekristenan lahir dalam dunia yang sangat dipengaruhi
Helenisme. Bahasa Yunani telah menjadi bahasa internasional di masa
itu. Tulisan-tulisan PB pun dipersembahkan dalam bahasa Yunani,
belum terhitung pengaruh tradisi budaya, filsafat dan seni. PB sendiri
menjadi dokumen yang memberi kesaksian tentang kuatnya pengaruh
Helenisme, termasuk melalui Yahudi Helenis12. Umum dalam dunia
Helenisme, Anak Allah (anak dewa) menunjuk pada para pahlawan
Yunani, misalnya Dionysius dan Herkules. Di Mesir, para pejabat
pemerintah disebut Anak Allah. Sebut saja Ptolemeus menganggap
dirinya Anak Allah (dewa).13 Seseorang yang percaya memiliki sesuatu
kuasa ilahi dapat disebut Anak Allah oleh orang lain dan atau dirinya
sendiri. Semua yang mengerjakan hal-hal ajaib adalah anak-anak dewa14.
Rudolf Bultmann, sebagaimana disitir Oscar Cullmann,
berpandangan bahwa gelar Anak Allah tidak berasal dari Yesus sendiri
atau dari jemaat Palestina, melainkan hanya dari Kekristenan Helenis
yang menerima makna konsep ini dari pengaruh dunia Helenis. Gereja
mula-mula dengan merujuk pada Mazmur 2 tentang pengurapan raja,
mengenakan gelar Anak Allah kepada Kristus yang bangkit. Bultmann
sangat menekankan ada kesamaan antara gagasan tentang orang-orang
yang memiliki kuasa ilahi sehingga dapat melakukan pelbagai hal yang
ajaib sebagai anak-anak dewa dengan Yesus sebagai Anak Allah.15
Namun, sebagaimana Cullmann menyanggahnya, patut diingat, gagasan
tentang orang-orang yang memiliki kuasa ilahi semata-mata karena
Eduard Lohse, op.cit., , h.13.
James D.G.Dunn, Christology in the Making, An Inquiry into the Origin of the Doctrine of
the Incarnation, (London: SCM Press, 1980), h.14
14 Oscar Cullmann, op.cit., h.272. Hal yang sama disinggung pula oleh Reginald F.
H. Fuller dalam bukunya: The Foundations of New Testament Christoloy, (London:
Lutterworth Press, 1965, h.68-72). Fuller menunjuk pandangan Bultmann dan para
muridnya, yang memandang konsepsi tentang Anak Allah dalam Yohanes tidak bisa
lepas kaitannya dengan pengaruh Helenis (F.H.Fuller., op.cit., h.69).
15 Tom Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1982), h.128. Karena itu, penginjil Yohanes sejak awal tulisannya memberi
penegasan dengan antara lain memakai Yohanes Pembaptis sebagai pemberi kesaksian
bahwa Yesus sungguh-sungguh Mesias dan ia tidak berdusta untuk itu(Yoh.1:19-20).
Dengan tegas Yohanes Pembaptis berseru: Inilah Dia – ecce homo (Yoh.1:15). Allah Bapa
sendiri memberi kesaksian tentang Anak-Nya itu(Yoh.5:32, 37; 8:8), bahkan segala
pekerjaan Bapa diserahkan kepada Anak-Nya itu(5:36; 10:25).
12
13
5
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
mereka memiliki kuasa ilahi. Apalagi konsepsi Helenis berakar kuat pada
pemikiran politeistik sehingga dengan demikian tidak serta merta dapat
dialihkan kepada pola monoteis sebagaimana yang dinyatakan dalam injil
Yohanes.
II. Titik sentral tulisan injil Yohanes
Dari kesaksian para penginjil sinoptik, Yesus sendiri tidak
pernah menyebut diri-Nya sebagai Anak Allah, walaupun para penginjil
sinoptik melihat di dalam diri Yesus, sebagai Anak Allah, seperti yang
diungkapkan dalam bentuk pengakuan Allah ketika Yesus dibaptis
(Mark.1:11; Mat.3:17; Luk.3:22)16. Pengakuan itu, ditegaskan lagi pada
peristiwa pemuliaan Yesus di atas gunung, di mana proklamasi Allah
dinyatakan lagi bahwa Yesus sungguh Anak-Nya yang terkasih(Mark.9:7;
Mat.17:5, band.Mat.12:18; Luk.9:35). Hanyalah dalam injil Yohanes,
Yesus sering menyebut diri-Nya sendiri sebagai Anak Allah.
Sesuai dengan apa yang dicatatnya pada bagian akhir injilnya,
tujuan dari tulisan injil Yohanes adalah; “supaya kamu percaya, bahwa
Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu
memperoleh hidup di dalam nama-Nya”(Yoh.20:31).17 Menurut
penginjil Yohanes, Anak Allah adalah Allah sendiri yang menyatakan
diri-Nya.18 Selain diperkenalkan oleh Yohanes Pembabtis
(1:7,8,15,32,34), Yohanes mencatat bahwa Allah Bapa sendiri yang
memperkenalkan menyatakan Yesus sebagai Anak-Nya(5:32,37; 8:18).
Kesaksian yang diberikan Allah Bapa berlangsung terus selama sejarah
keselamatan bahkan dalam tulisan surat Yohanes (1 Yoh.1:2; 4:14)19
16 Wener Georg Kummel, The Theology of the New Testament, terj.(Nashville: The
Abingdon Press, 1973), h.74-75. Benar bahwa Yesus dalam doanya menyapa Allah
sebagai Abba, Bapa (Mark.14:36 par.), tetapi tidak dengan sendirinya membenarkan
pernyataan bahwa Diri-Nya adalah Anak Allah. Formula Abba, ya Bapa lebih
menunjukkan sapaan relasional yang akrab antara Yesus yang berdoa kepada Allah.
17 Tom Jacobs, S.J; op.cit., h.125. Tom Jacobs menganggap hal yang menyolok
adanya kesamaan antara Yohanes 20:31 dengan Markus 1:1: “Inilah permulaan Injil
tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Namun yang membedakannya adalah, Markus
menganggap karangannya suatu kabar baik, sedangkan Yohanes berbicara tentang kitab.
Memang dalam seluruh tulisan sastra Yohanes, penginjil Yohanes tidak pernah memakai
kata injil atau menginjil.
18 Oscar Cullmann, op.cit., h. 305.
19 Tom Jacobs S.Y; op.cit., h.128.
6
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
Dalam injil Yohanes ditonjolkan bahwa Yesus sendiri yang
menyebut diri-Nya, Anak Allah(5:31; 8:13-14,18). Puncak kesaksian
Yesus di saat saat peradilan Pilatus(18:37).20 Apa sebetulnya maksud
utama penginjil Yohanes ketika ia menonjolkan Yesus adalah MesiasKristus, Anak Allah? Tom Jacobs menganggap, penginjil Yohanes tidak
bertujuan mewartakan lagi Yesus dari Nazaret adalah Kristus dan Anak
Allah (band.Mark.6:1-6,14-15), bahkan tidak bermaksud membuktikannya (band.Kisah 9:20,22), tetapi memberi kesaksian iman: apa
sebenarnya arti Kristus dan Anak Allah bagi seorang beriman21. Karena
itu, penginjil Yohanes menekankan betapa pentingnya soal percaya dan
mengenal Dia, sebab dengan cara itu, manusia dapat mengimani Allah
yang menyatakan diri-Nya di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Untuk
menjelaskan maksud tersebut, dua kata kerja menjadi istilah favorit
Yohanes yakni percaya (pisteuein) dipakainya 96 kali, dan mengenal
(ginwskein), dipakai 56 kali. Percaya berarti, menerima Dia sebagai
Kristus, Anak Allah (perhatikan antara lain 6:69; 8:24; 11:27; 16:27;
20:31) dan berkomitmen kepada Yesus ini(antara lain: 1:12; 3:16; 6:29;
11:25-26; 17:20) 22. Percaya kepada Dia, Mesias Anak Allah itulah yang
menuntun kepada kehidupan. Karena itu, Dunn menunjuk pula salah
satu karakteristik penting injil ini adalah dengan memakai hingga 67 kali
kata kerja dan benda tentang hidup23.
Kata kerja ginoskein= mengenal, tidak sekedar tahu melainkan
pada dasarnya percaya kepada-Nya. Mengenali kehendak Bapa yang
dinyatakan oleh dan melalui Anak-Nya24. Menjadi orang percaya yang
memahami dengan benar maksud dan kehendak Allah yang menyatakan
kasih dan perhatiannya yang sangat spesial kepada manusia sehingga Ia
menempuh cara yang paling dramatis, mengutus anak-Nya yang tunggal,
menjadi sama dengan manusia (Yoh.1:14) dan berkorban hingga mati
tersalib bagi kepentingan penyelamatan dunia. Pemuliaan-Nya bukan
pada takhta terhormat melainkan justru melalui jalan salib (Yoh.3:14-17).
Yohanes mencatatkan momentum pemuliaan pada salib itu tergambar
Tom Jacobs, SJ., up.cit., h.128-129.
Tom Jacobs, op.cit., h.128.
22 James D.G.Dunn, Unity and Diversity, An Inquiry Into the Character of Earliest
Christianity, (Philadelphia: The Westminster Press, tt), h.26-27.
23 James D.G. Dunn, Ibid, h. 28-29.
24 James D.G.Dunn, op.cit., 27.
20
21
7
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
jelas dalam doa syafaat Yesus (Yoh.17:1-26). Momentum telah tiba
saatnya, yaitu saat Sang Anak dimuliakan pada salib itu.
Seringnya Yesus disebutkan dengan gelar Anak, Anak Allah,
bahkan Anak Tunggal Allah, disamping hendak menunjukkan keintiman
relasi antara Anak dan Allah sebagai Bapa tetapi terutama terkait dengan
tugas, pekerjaan yang diamanatkan Bapa, dan karena itu Ia diutus ke
dalam dunia. Pendengar berita-Nya haruslah memilih hidup atau mati
sebagaimana juga diperhadapkan kepada bangsa Israel di padang
belantara. Bila memilih hidup, maka ia melewati momentum kematian
kepada kehidupan dan dengan demikian menghindarkannya dari
penghukuman dibalik momentum kematian itu (perhatikan 3:36; 5:24;
11:25-26). Tidak ada tempat untuk kompromi. Harus ada pilihan. Bagi
James D.G.Dunn, kemungkinan bahwa bahasa Yesus sebagai Anak
Allah dari kekristenan awal berakar dari dalam pelayanan Yesus sendiri,
walaupun kekristenan mula-mula belum memakai gelar itu sebagai
konfesi. Nanti pada jemaat Kristen Helenis maka konfesi Yesus sebagai
Anak Allah mengalir penuh.25
Yang jelas, penginjil Yohanes menempatkan iman kepada Anak
Allah sebagai titik sentral injilNya. Hal itu dimunculkannya mulai pada
prolog (1:1-18) yang berisikan himne tentang Yesus sebagai logos.
Konsepsi ini kemungkinan besar mengambil alih paham hikmat dalam
PL (Amsal 8:22-36), suatu konsepsi yang mempersonifikasi hikmat yang
telah ada sebelum segala sesuatu ada, bahkan yang turut mengambil
bagian dalam proses penciptaan alam semesta. Dengan mengadopsi
gagasan dalam PL yang kemudian dikenakan kepada Yesus sebagai
logos, pada dasarnya penginjil bermaksud menanamkan keyakinan yang
kuat bahwa Yesus datang dari Allah dan satu dengan Bapa.
Kesatuan Anak - Bapa digambarkan berulang kali dalam
Yoh.5:19-26, suatu kesatuan fungsional yang olehnya Anak mengerjakan
apa yang dikerjakan Bapa, bahkan menunaikan apa yang ditugaskan
Bapa kepadanya. Dalam doa syafaatnya, Yesus sang Anak meminta agar
kesatuan antara Bapa dan Anak kiranya juga menginspirasi kesatuan
umat percaya, sehingga sama seperti Bapa di dalam Anak dan Anak di
dalam Bapa, demikian juga kiranya umat-Nya memiliki kesatuan yang
25 James D.G.Dunn; Unity and Diversity, h.45-49. Bagi Dunn, pengakuan tentang
Yesus sebagai Anak Allah menjadi kunci deskripsi tentang Yesus dalam kredo-kredo
klasik.
8
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
intim di antara umat itu sendiri dan dengan sendirinya mereka pun dapat
menikmati kesatuan yang intim dengan Bapa dan Anak (Yoh.17).
Kesatuan yang begitu intim, digambarkan lebih jelas dalam
bahasa anak tunggal Allah, istilah yang hanya muncul 4 kali dalam Injil
Yohanes dari seluruh tulisan PB (Yoh.1:14, 18; 3:16,18)26. Pengungkapan
keintiman relasi Anak-Bapa ditegaskan dalam dalam Yoh.1:18, bahwa
Anak Tunggal itu yang menyatakan Allah Bapa itu, duduk di pangkuan
Bapa. Anak yang begitu intim dengan Bapa, setia dan patuh
melaksanakan kehendak Bapa-Nya yang begitu mendalam mengasihi
dunia milik-Nya (Yoh.3:16). Allah mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal itu kepada dunia, karena kasih-Nya supaya siapa pun yang
percaya, dijamin memiliki kehidupan. Karena untuk itulah Bapa
mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia demi tujuan
penyelamatan(Yoh.3:17; band.1Yoh.4:9,14).27
Dengan sering pula memakai kata mengutus anak-Nya, maka
penginjil Yohanes hendak mempertegas bahwa Yesus Anak Allah,
sungguh-sungguh berasal dari Allah. Malahan Ia ada dalam satu kesatuan
yang utuh dengan Bapa. Di kemudian hari, dari pengungkapan
pengutusan itu gereja memberi penafsiran terhadap keilahian Yesus
Kristus yang sungguh-sungguh Allah yang sejati tetapi juga manusia yang
sejati.
III. Persoalan historisitas Injil Yohanes
Sebagaimana dikemukakan Norman Perin dan Dennis Duling,
ciri khusus dari injil Yohanes adalah bahwa injil ini merupakan kesaksian
dalam bentuk meditasi atas sosok Yesus. Dari awal hingga akhir, setiap
sudut kisah yang kebanyakan dipersembahkan dalam bentuk narasi,
bernafaskan meditasi itu. Karena itu, alangkah sulitnya menemukan
jawaban atas persoalan keaslian peristiwa historis di dalamnya.28 Sumbersumber tulisannya pun tidak ada kaitannya dengan injil-injil sinoptik,
padahal injil Yohanes ditulis sesudah ketiga injil sinoptik. Namun dari
penelusuran terhadap isi, sejumlah pendapat muncul dari para ahli yang
menganggap bahwa sumber utama injil ini berasal dari koleksi sumber
tanda-tanda (sign source) dan kisah penderitaan (passion story).
Oscar Cullmann, op.cit., h.298.
Tom Jacobs, op.cit., h.136-139.
28 Norman Perrin & Dennis Duling, The New Testament, An Introduction, Edisi ke2(New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc, 1982), h.329-330.
26
27
9
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
Bultmann sendiri berpendapat, selain dari sumber-sumber tersebut, juga
dari sumber gnostik, walaupun acuannya pada gnostik Mandean yang
muncul di sekitar abad II-III Masehi, sehingga tidak banyak dipakai
menjadi acuan dalam studi belakangan ini29.
Hal yang jelas tergambar dalam Injil Yohanes menunjukkan
adanya ketegangan antara komunitas Yohanes dengan Yudaisme dan
temanya yakni iman kepada Yesus sebagai Anak Allah. Agaknya jemaat
Yohanes telah diusir keluar dari sinagoge (9:22; 16:1-3), dan di mata
Yohanes, orang Yahudi tidak dapat lagi dipandang sebagai orang saleh,
tetapi semata-mata sebagai mewakili dunia yang menolak menjawab
Yesus dengan iman.30
Khusus menyangkut tentang Firman yang menjadi daging
merupakan reaksi keras Yohanes terhadap gagasan tentang Gnostik yang
menonjolkan tentang Penebus yang turun dari atas. Jadi, firman menjadi
daging merupakan antithesis terhadap gagasan Penebus gnostik doketis,
yang menganggap bahwa Yesus sungguh-sungguh Anak Allah yang ilahi,
bukan manusia, berasal dari dunia atas dan tak mungkin menderita
apalagi mati.31
Siapa sesungguhnya alamat tulisan injil Yohanes, atau juga
penghasil injil ini? Sebab diduga tulisan reflektif/kontemplatif ini
29 Ibid, h.335. Rudolf Bultmann dalam uraiannya khusus menyangkut injil Yohanes,
berpendapat, selain dua sumber tersebut, sumber ketiga adalah kisah wahyu Gnostik.
Bagi Bultmann, kristologi Yohanes dibentuk dari pola mitos Penebus Gnostik , yakni
Penebus yang diutus membawa pengetahuan tentang asal usul manusia (R.Bultmann;
Theology of the New Testament II, The Theology of John, The Development of Church Order and
Doctrine, The Problems of Christian Living, London: SCM Cheap Edition, 1967, h.6-7, ).
C.H.Dodd, sebagaimana disinggung George Aldon Ladd, menganggap bahwa Injil
Yohanes memiliki kemiripan idiom dan gagasan seperti pada Hermetica, kumpulan
tulisan keagamaan di Mesir. Hanya saja, bagi George Aldon Ladd, pandangan
C.H.Dodd ini sulit dipegang karena sejumlah gagasan dalam Hermetica tidak ada dalam
Yohanes. Bagi Ladd, latar belakang injil Yohanes harus dicari dari PL Septuaginta
(Geoge Aldon Ladd, A Theology of the New Testament,New York: Wm.B.Eerdmans
Publishing Company, 1979, h.217-218).
30 Rudolf Bultmann; op.cit., h.5. Bagi Bultmann, Yohanes menonjolkan Yesus bukan
sebagai rabi yang bergumentasi berkaitan dengan Hukum Torat, atau sebagai nabi yang
memproklamasikan tentang pemerintahan Allah, melainkan hanya tentang Pribadi
Yesus sebagai Pewujudnyata kehendak dan maksud Allah yang mengutus Dia ke dunia
ini. Pengutusan Yesus ke dunia oleh Allah Bapa, adalah peristiwa eskatologis dan
merupakan titik balik zaman, atau kegenapan waktu (3:19; 9:39).
31 James D.G.Dunn, op.cit., h. 299-300.
10
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
merupakan suatu karya yang tidak hanya dihasilkan oleh tangan seorang
melainkan oleh suatu kelompok, suatu komunitas gereja yang telah
mengalami perkembangan dan mungkin juga konflik hebat sebagaimana
tergambar dalam injil ini. Raymond E. Brown melukiskan bahwa injil
dan surat-surat Yohanes dihasilkan oleh suatu komunitas yang ditandai
sebagai Paguyuban murid yang terkasih. Suatu komunitas yang berasal
dari berbagai latar belakang (Kristen Yahudi Palestina, komunitas
Yohanes Pembaptis, kelompok Samaria, dan juga Yunani) yang datang
dengan segala latar belakang pemikiran dan gagasan kristologi
sebagaimana yang dapat ditelusuri dari sastra Yohanes itu. Oleh latar
belakang yang beraneka itulah menyebabkan adanya perkembangan
kristologi tinggi hingga membawa kepada perpecahan, sebagiannya di
kemudian hari dikenal melalui kelompok gnostik doketis. Bagi Brown,
apa yang tergambar dalam injil ini cukup jelas memberi informasi adanya
faksi-faksi dalam paguyuban Yohanes yang dengan segala latar belakang
pemikiran kristologinya. Kristologi tinggi yang kemudian menjadi acuan
kepada doktrin tentang keilahian dan kemanusiaan Yesus, tidak bisa
dilepaskan dari apa yang dipaparkan dalam injil Yohanes. Raymond
Brown menjelaskan, paguyuban Yohanes harus ditelusuri mulai dari
sejak mulanya dan membaginya dalam 4 fase32;

Fase I, kelompok awal yakni orang Kristen dekat Palestina, termasuk
pengikut Yohanes Pembaptis di sekitar decade 50-80 M. Dalam
kelompok ini kemungkinan muncul sosok yang kemudian
diidentifikasi sebagai murid yang terkasih. Dalam fase itu, bergabung
pula kelompok kedua baik orang yang anti Bait Allah dan juga
orang-orang Samaria, yang membawa serta pemahaman tentang
Yesus sebagai Juruselamat dunia, yang telah ada bersama Allah dan
32 Raymond E. Brown, The Community of the Beloved Disicple, The Life, Loves and Hates
on an Individual Chruch in the New Testament Times, (New York: Paulist Press, 1979), h.165168. Menolong sekali memahami pandangan Raymond E. Brwon karena pada bagian
akhir ia membuat ringkasan dalam bentuk skema perkembangan komunitas tersebut,
juga dengan lampiran sejumlah pendapat para ahli lainnya seperti J. Louis
Martin, Georg Richter, Oscar Cullmann, Marie-Emile Boismard, Wolfgang
Langbrandtner. Khusus uraian tentang Paguyuban Yohanes berdasarkan pandangan
Raymond Brown pada buku tersebut di atas, Pdt. Dr. Samuel B Hakh telah
menguraikan secara ringkas dan lugas dalam bentuk materi kuliah Biblika PB pada
program Pasca Sarjana UKIT, Juli 2013.
11
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
melihat Dia, dan membawa firman-Nya ke dalam dunia. Dengan
penerimaan kelompok kedua itulah memunculkan pemahaman
Kristologi pra eksis yang mengantar kepada perdebatan hebat
dengan monoteisme Yahudi sehingga memaksa mereka
mengeluarkan paguyuban itu dari sinagoge. Dari situlah terbuka
kepada penerimaan orang-orang kafir menjadi anggota paguyuban
itu.
 Fase II, sekitar dekade 90 Masehi. Sejak orang Yahudi dibutakan,
maka masuknya orang Yahudi adalah pemenuhan rencana Allah.
Oleh perkembangan itu, memunculkan konflik yang telah turut
membawa kepada perpecahan internal.
 Fase III, sekitar tahun 100 Masehi saat surat-surat Yohanes ditulis.
Pada fase ini terjadi pemisahan antara para pengikut penulis surat
dan yang mengembangkan kristologi tinggi yang kemudian menjadi
gnostik doketis.
 Fase IV, sesudah surat-surat Yohanes ditulis sekitar abad II Masehi.
Pada fase ini, kelompok utama bergabung dengan gereja utama yang
menerima Injil Yohanes yang telah disalah pahami oleh kelompok
yang kemudian mengembangkan kristologi tinggi yang menuju
kepada gnostik doketis. Sementara kelompok yang telah
memisahkan diri menuju sepenuhnya kepada gnostik doketis yang
mengembangkan pemahaman bahwa Yesus, Anak Allah sungguhsungguh ilahi dan tidak mungkin sama dengan manusia. Justru
penerimaan atas Injil Yohanes yang memberi penegasan tentang
logos yang berinkarnasi (Yoh.1:14), memberi penegasan tentang
kebenaran pewartaan tentang kemanusiaan Yesus walau ia juga
dilukiskan dalam konsepsi keilahiannya.
Pandangan Raymond Brown ini saya pandang dapat dijadikan
pedoman karena kerumitan yang mewarnai keanekaragaman pehamanan
kristologi dalam injil Yohanes itu, mendapatkan jalan untuk
memahaminya lebih baik. Dengan demikian, injil Yohanes yang bersifat
uraian meditatif tentang Yesus sebagai Anak Allah dengan segala gelar
yang melekat pada-Nya dapat lebih dimengerti.
IV. Maknanya Bagi Gereja Masa Kini
Bagaimana pun juga, kehidupan Gereja tidak dapat lepas dari
kredo tentang Yesus Kristus adalah Anak Allah dalam ke-Tritunggalan
dengan Bapa dan Roh Kudus. Kredo ini, walau tetap menjadi sesuatu
yang sulit dipahami dan dijelaskan, namun tetap menjadi sesuatu yang
12
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
dipegang teguh sebagai keyakinan iman Kristiani yang telah mewarnai,
menginspirasi dan yang menggerakkan pertumbuhan Gereja. C.
Groenen memandang, doktrin tentang Yesus Kristus sebagai Anak Allah
dan kaitannya pula dengan Allah Tritunggal diakui menimbulkan
pergumulan teologis baik di kalangan Protestan maupun Katolik.33 Tetap
diakui bahwa Yesus Kristus memang tetap sama, kemarin, hari ini dan
untuk selamanya. Hanya saja manusia yang berubah, mau tidak mau
harus memikirkan Dia secara lain. Untuk konteks Indonesia, C.Groenen
sampai mengusulkan agar para teolog Indonesia sebagai pelayan umat,
harus siap menyusun suatu kristologi yang sesuai dengan manusia
Indonesia dewasa ini dan doktrin kristologi yang diwarisi dari dunia
Barat kiranya tidak serta merta dipindahkan di Indonesia. Suatu upaya
mengkontekstualisasikan kristologi ala Indonesia, kristologi otentik
dengan memperhatikan pelbagai faktor. Suatu kristologi kontekstual
sekaligus pastoral34.
Pada dasarnya, Kristologi Yohanes adalah kristologi fungsional.
Ketika menjelaskan tentang Kristus yang diimani sebagai Anak Allah,
yang ditekankan adalah fungsinya sebagai pelaksana kehendak dan
maksud mulia Bapa, mengerjakan pekerjaan Bapa. Pekerjaan Bapa
adalah penyelamatan dunia ini. Sang Anak Allah tidak patut didiskusikan
keberadaannya tetapi bahwa kehadiran-Nya adalah mengerjakan
pekerjaan Allah, bahkan dengan kesegeraan selama masih
siang(Yoh.9:4). Pernyataan tersebut tentu tidak sekedar warta tetapi
dibuktikan Yesus dalam kepelayanan dan juga atas segala tanda ajaib
yang dilakukan-Nya, supaya dunia percaya bahwa Yesuslah Anak Allah.
Dalam rangka kontekstualisasi teologi Kristen, maka dapatlah
dipahami, dalam Dokumen Keesaan Gereja PGI, baik dalam rumusan
PTPB, PBIK, yang ditonjolkan adalah bagaimana mewujudkan iman
kepada Allah Bapa di dalam Yesus Kristus Anak Allah dan yang selalu
hadir dalam sejarah hidup manusia melalui karya Roh Kudus,
mengilhami terus gereja untuk mewujudkan injil tentang Yesus Anak
33 C. Groenen; Sejarah Dogma Kristologi, Perkembangan Pemikiran tentang Yesus Kristus
pada umat Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988),h. 205-297. Dalam uraiannya
pada Bab VI, C.Groenen menggali pelbagai pandangan kristologi baik dari kalangan
Reformasi maupun Katolik sendiri. Tetap tergambar kegalauan atas kepelbagaian
pandangan kristologis itu, bila dikaitkan dengan kondisi dunia dengan segala
perkembangannya di masa kini.
34 C.Groenen, ibid., hl.287-294..
13
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
Allah dalam pelayanan praksis umat, dan dengan demikian kristologi
tidak boleh menjadi bahan debat teori belaka tetapi terutama kepada
pelayanan diakonal-pastoral yang terarah kepada praksis kehidupan35.
Rumusan tentang Yesus sebagai Anak Allah bahkan Anak Tunggal
masih cukup mewarnai DKG itu tetapi lebih ditekankan pada apa yang
harus dilakukan Gereja Tuhan yang percaya kepada Yesus Kristus, Anak
Allah dalam konteks masyarakat Indonesia dan dunia sekarang ini. Itulah
yang lebih mulia disaksikan Gereja, kini dan di sini. Semoga.
KEPUSTAKAAN
Berkhof, H. & Enklaar, I.H.; Sejarah Gereja, edisi ke-11 (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011).
BPS GMIM; Tata Gereja GMIM, Tomohon 2007; Tata Ibadah GMIM
Minggu Bentuk III, Tomohon, 2010;
Bertumbuh Dalam Kristus Jilid I/2, GMIM, 2002).
Brown, R.E; The Community of the Beloved Disicple, The Life, Loves and Hates
on an Individual Chruch in the New Testament Times, (New York:
Paulist Press, 1979).
Bultmann, R; Theology of the New Testament II, The Theology of John, The
Development of Church Order and Doctrine, The Problems of Christian
Living, (London: SCM Cheap Edition, 1967).
Culmann, O.; Christology of the New Testament, terj., (London: SCM Press,
1959).
St.Darmawijaya, Pr: Gelar-gelar Yesus, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1986).
Dunn, J.D.G.; Christology in the Making, An Inquiry into the Origins of the
Doctrine of the Incarnation, (London: SCM Press, 1980).
35 MPH-PGI, Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia 2009 –
2014, Jakarta: PGI, 2010), h.104-111. Khusus dokumen II: PBIK, yang berusaha
menjelaskan tentang Yesus Kristus lebih umum walau tetap menyiratkan kredo tentang
Dia sebagai Anak Allah yang tunggal. Perhatikan pula C. Groenen, op.cit., h.295.
14
Educatio Christi Nomor : 23 Tahun XX Agustus 2015
_______ ; Unity and Diversity, An Inquiry Into the Character of Earliest
Christianity, (Philadelphia: The Westminster Press, tt).
C. Groenen; Sejarah Dogma Kristologi, Perkembangan Pemikiran tentang Yesus
Kristus pada umat Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988)
Jacobs, Tom; Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1982).
Jones, T.B; “Constantine I”, dalam Encyclopaedia Americana, Jilid 7,
(Connecticut: Americana Corporation, 1980).
Kummel, W.G; The Theology of the New Testament, terj.(Nashville: The
Abingdon Press, 1973).
Ladd, G.A; A Theology of the New Testament,(New York: Wm.B.Eerdmans
Publishing Company, 1979).
Lohse, E.; The New Testament Environment,terj. (Nashville: Parthenon
Press, 1976).
Marxsen, W; The Beginnings of Christology, together with The Lord’s Supper as a
Christological Problem, terj.(Philadelphia: Fortress Press, 1979).
MPH GPI; GPI – Sola Fide, Sola Gratia, Sola Scriptura,tt.
MPH-PGI; MPH-PGI, Dokumen Keesaan Gereja Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia 2009 – 2014, Jakarta: PGI, 2010)
Norris, Jr.R.C; The Christological Controversy,(Philadelphia: Forthress
Press, 1980).
Perrin, N & Duling, D; The New Testament, An Introduction, Edisi ke2(New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc, 1982).
Schmidt, W.H; The Faith of the Old Testament, terj. (Oxford: Basil
Backwell, 1983).
15
Download