PENGARUH EKSTRAK DAUN SIRSAK Annona muricata L. TERHADAP MORFOLOGI DAN PROLIFERASI SEL PIG KIDNEY (PK) Wahida Rahmadani Fitrianingrum(1), Dwi Listyorini(2) dan Abdul Gofur(3) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang (1)Email: [email protected] ABSTRAK: Annona muricata L. merupakan salah satu bahan herbal yang dimanfaatkan sebagai obat kanker. Ekstrak daun sirsak digunakan untuk mengetahui apakah reaksi ekstrak daun sirsak pada sel kanker juga akan terjadi pada sel normal. Sel Pig Kidney (PK) diberi ekstrak daun sirsak sebanyak 5 µg/ml, 10 µg/ml, 20 µg/ml, 40 µg/ml, atau 80 µg/ml dan diinkubasi selama 24 jam atau 48 jam. Hasil MTT Proliferation Assay menunjukkan bahwa pada masa inkubasi 24 jam ekstrak daun sirsak memperbesar morfologi sel dan meningkatkan proliferasi sel PK sedangkan pada masa inkubasi 48 jam ekstrak daun sirsak menurunkan proliferasi sel PK. Kata kunci: ekstrak daun sirsak, morfologi sel PK, proliferasi sel PK Kanker merupakan penyakit kedua terbesar setelah stroke dan serangan jantung. Selama kurang lebih 50 tahun terakhir, perlawanan terhadap kanker dilakukan dengan 3 tindakan yaitu operasi, terapi penyinaran (radiasi), dan kemoterapi. Namun di sisi lain, penggunaan terapi alami non-toxic telah mengalami keberhasilan selama lebih dari 20 tahun terakhir (Lam, 2003). Salah satu bahan herbal yang dimanfaatkan sebagai obat kanker adalah Annona muricata L. Annona muricata umumnya disebut sirsak, yaitu tanaman buah tropis yang termasuk dalam famili Annonaceae dan tumbuh setinggi 5-6 meter. Daun Annona muricata mengandung beberapa kelompok zat kimia yaitu murihexocin, annocuricin, annopentocin, muricatocin annohexocin, muricoreacin, murihexocin dan acetogenins (Arthur et al., 2011). Acetogenins dari Annona muricata diharapkan mampu menjadi anti tumor dan anti kanker pada sejumlah studi in vitro. Acetogenins ini ditunjukkan dapat selektif toksik melawan beberapa macam sel kanker (Hamizah et al., 2012). Sifat Annonaceous Acetogenins yang sitotoksik dikarenakan Acetogenins merupakan inhibitor potensial dalam aktivitas Complex I pada mitokondria mamalia (Degli Esposti et al., 1994). Morré et al. (1994) melaporkan bahwa bullatacin dan kelompok Acetogenins lainnya memiliki aktivitas potensial dalam penghambatan aktivitas NADH oxidase vesikel membran plasma dari sel HeLa maupun sel HL-60 tanpa vesikel membran plasma yang diisolasi dari organ hati tikus. Sel merupakan unit struktural dan fungsional terkecil pada organisme hidup (Vandebrouk et al., 2007). Dalam kultur sel, tingkat kepadatan sel yang rendah akan mampu membantu proses penjuluran sel. Tingkat kepadatan sel yang tinggi menghambat proliferasi sel normal. Faktor lain yang mempengaruhi proliferasi sel adalah siklus sel. Siklus sel merupakan mekanisme penting dalam proses duplikasi dan pembelahan sel (Alberts et al., 2008). Sel kanker memiliki beberapa ciri fisiologis yang berbeda dari sel normal. Ciri fisiologis tersebut 1 2 antara lain kemampuan untuk menyediakan sendiri sinyal pertumbuhan, kemampuan replikasi tak terbatas, memicu angiogenesis, invasi jaringan dan metastasis, tidak sensitif terhadap sinyal anti pertumbuhan, penolakan terhadap kematian sel terprogram (apoptosis) (Hanahan & Weinberg, 2000). METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sampel dalam penelitian ini adalah sel Pig Kidney (Laboratorium Tissue Culture bidang PMPP PUSVETMA). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis ekstrak daun sirsak dan periode inkubasi, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah morfologi dan proliferasi sel Pig Kidney (PK). Daun sirsak diekstraksi dengan metode sokletasi menggunakan soxhlet dan pelarut n-butanol (George et al., 2012). Ekstrak daun sirsak kemudian diencerkan hingga diperoleh dosis ekstrak yaitu 5 µg/ml, 10 µg/ml, 20 µg/ml, 40 µg/ml, dan 80 µg/ml. Sel PK dalam medium DMEM + FBS 5% ditanam dalam mikroplate 96 well dengan masing-masing well berisi 100 µl. Sel diinkubasi dalam inkubator CO2 5% dengan suhu 37°C selama 24 jam. Perlakuan kontrol diberikan dalam dua macam kelompok kontrol yaitu kontrol sel dan kontrol medium. Kontrol sel yaitu medium DMEM + sel PK tanpa ekstrak daun sirsak sedangkan kontrol medium yaitu medium DMEM tanpa sel PK dan tanpa ekstrak daun sirsak. Perlakuan ekstrak daun sirsak dilakukan dengan menambahkan ekstrak daun sirsak dengan variasi dosis 5 µg/ml, 10 µg/ml, 20 µg/ml, 40 µg/ml, dan 80 µg/ml dalam medium kultur DMEM + FBS 5% + sel PK. Variasi dosis ekstrak daun sirsak dalam medium kultur yang diperlakukan pada sel PK dibedakan dalam dua periode inkubasi yaitu masa inkubasi 24 jam dan 48 jam setelah pemberian ekstrak. Skema pengamatan proliferasi sel PK pada mikroplate 96 well dijabarkan dalam Gambar 3.1. Ulangan Gambar 3.1. Desain perlakuan pada mikroplate 96 well Keterangan: : Kontrol sel : Kontrol medium : Dosis ekstrak 5 µg/ml : Dosis ekstrak 10 µg/ml : Dosis ekstrak 20 µg/ml : Dosis ekstrak 40 µg/ml : Dosis ekstrak 80 µg/ml 3 Morfologi sel diamati melalui mikroskop Inverted Phase Contras dengan mengamati bentuk sel. Indeks proliferasi dihitung mengggunakan MTT proliferation assay. Reagen MTT ditambahkan pada sel di masing-masing well. Sel kemudian diinkubasi dalam inkubator CO2 5% dengan suhu 37°C selama ± 3 jam, kemudian dihentikan reaksinya dengan DMSO. Pengukuran nilai absorbansi dengan menggunakan ELISA readers pada panjang gelombang 620 nm. Nilai absorbansi menunjukkan jumlah sel hidup di masing-masing well dalam mikroplate. Data dianalis menggunakan analisis deskriptif untuk morfologi sel sedangkan untuk tingkat proliferasi sel menggunakan uji Analisis Varian (ANAVA) dengan taraf signifikan 5% untuk mengetahui perbedaan pengaruh kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil uji anava dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). HASIL PENELITIAN Morfologi sel PK adalah epiteloid. Setelah melalui masa inkubasi 24 jam, kondisi sel pada kelompok kontrol negatif stabil (Gambar 4.1A). Pada kelompok perlakuan dengan dosis 5 µg/ml (Gambar 4.1B), 10 µg/ml (Gambar 4.1C) dan 20 µg/ml (Gambar 4.1D) sel lebih besar dari kelompok kontrol negatif. Pada kelompok perlakuan dengan dosis 40 µg/ml (Gambar 4.1E), sel PK lebih besar dari kelompok perlakuan dengan dosis 5 µg/ml, 10 µg/ml dan 20 µg/ml. Berbeda dengan dosis lainnya, pada kelompok perlakuan dengan dosis 80 µg/ml sel relatif normal namun sebagian besar sel banyak yang mati (Gambar 4.1F). Perbedaan kondisi sel juga ditunjukkan pada kelompok kontrol dan perlakuan setelah masa inkubasi 48 jam. Kondisi sel pada kelompok kontrol negatif stabil (Gambar 4.1G). Sel pada kelompok perlakuan dengan dosis 5 µg/ml (Gambar 4.1H ), 10 µg/ml (Gambar 4.1I) dan 20 µg/ml (Gambar 4.1J) relatif sama yaitu lebih besar daripada sel pada kelompok kontrol negatif. Pada kelompok perlakuan dengan dosis 40 µg/ml (Gambar 4.1K) sel lebih besar daripada kelompok perlakuan dengan dosis 5 µg/ml, 10 µg/ml dan 20 µg/ml. Pada kelompok perlakuan dengan dosis 80 µg/ml (Gambar 4.1L) morfologi sel sama dengan pada kelompok perlakuan dengan dosis 5 µg/ml (Gambar 4.1H), 10 µg/ml (Gambar 4.1I) dan 20 µg/ml (Gambar 4.1J). Proliferasi sel PK ditunjukkan dengan nilai absorbansi. Pada kelompok perlakuan dengan masa inkubasi 24 jam proliferasi sel lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Nilai absorbansi pada kelompok perlakuan dengan masa inkubasi 48 jam lebih rendah daripada kontrol sel. Pada masa inkubasi 24 jam, nilai absorbansi sel PK naik hingga mencapai nilai absorbansi tertinggi pada dosis 10 µg/ml dan kemudian turun mengikuti peningkatan dosis dari 20 µg/ml, 40 µg/ml, dan 80 µg/ml (Gambar 4.2; bar hijau). Pada masa inkubasi 48 jam, nilai absoransi sel PK menurun mengikuti peningkatan dosis dengan nilai absorbansi terendah pada dosis 40 µg/ml, kecuali pada dosis 80 µg/ml nilai absorbansi sel PK lebih tinggi daripada nilai absorbansi pada dosis 40 µg/ml (Gambar 4.2; bar oranye). Grafik nilai absorbansi sel PK disajikan dalam Gambar 4.2. Periode Inkubasi 48 Jam Periode Inkubasi 24 Jam 4 Gambar 4.1 Kondisi sel PK pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan dengan Masa Inkubasi 24 Jam dan 48 Jam. Tanda panah merah menunjukkan sel hidup dan tanda panah kuning menunjukkan sel mati. Skala bar warna hitam = 25 µm Nilai Absorbansi 0.7 0.6 0.5 d d b d c d c c b 0.4 b bb 0.3 0.2 0.1 aa Rata-rata Nilai Absorbansi 24 jam Rata-rata Nilai Absorbansi 48 jam 0 Dosis Ekstrak Daun SirsaK Gambar 4.2 Grafik Nilai Absorbansi sel PK setelah Pemberian Ekstrak Daun Sirsak 5 Uji Anava menunjukkan bahwa ekstrak daun sirsak secara signifikan berpengaruh terhadap proliferasi sel. Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) menunjukkan bahwa pada masa inkubasi 24 jam, kontrol negatif (kontrol sel) berbeda signifikan dengan kontrol positif (kontrol medium). Kontrol negatif berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan kecuali dosis 80 µg/ml. Kelompok perlakuan dengan dosis 5 µg/ml, 10 µg/ml dan 20 µg/ml tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan namun berbeda signifikan dengan dosis 40 µg/ml dan 80 µg/ml. Kelompok perlakuan dengan dosis 40 µg/ml berbeda signifikan dengan dosis 80 µg/ml. Dosis 5 µg/ml, 10 µg/ml, 20 µg/ml, dan 40 µg/ml secara signifikan berpengaruh terhadap proliferasi sel, sedangkan dosis 80 µg/ml tidak signifikan berpengaruh terhadap proliferasi sel. Pada masa inkubasi 48 jam, kontrol negatif (kontrol sel) berbeda signifikan dengan kontrol positif (kontrol medium). Kontrol negatif berbeda signifikan dengan semua kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan dengan dosis 5 µg/ml tidak berbeda signifikan dengan dosis 10 µg/ml. Perlakuan dosis 20 µg/ml tidak berbeda signifikan dengan dosis 40 µg/ml dan 80 µg/ml. Semua kelompok perlakuan dari dosis 5 µg/ml, 10 µg/ml, 20 µg/ml, 40 µg/ml dan 80 µg/ml secara signifikan berpengaruh terhadap proliferasi sel. PEMBAHASAN Penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun sirsak terhadap pembelahan sel mengamati dua parameter yaitu morfologi sel dan proliferasi sel. Pada seluruh kelompok kontrol dan perlakuan morfologi sel PK normal menunjukkan bentuk sel epiteloid selapis. Pada kelompok kontrol kondisi sel stabil sedangkan pada kelompok perlakuan ukuran sel relatif lebih besar daripada kontrol. Hal ini disebabkan oleh perubahan morfologi sel yang terjadi setelah diinkubasi. Pada klon sel dapat terjadi perbedaan dalam hal morfologi, ukuran sel, bentuk koloni, kepadatan koloni dan tingkat pertumbuhan. Karakteristik morfologi sel ditunjukkan 24 jam setelah inkubasi. Kultur sel biasanya 70% - 100% confluent dan menunjukkan campuran morfologi sel yang berbeda (Richter et al., 2012). Proliferasi sel PK secara signifikan dipengaruhi oleh ekstrak daun sirsak. Pada kelompok perlakuan masa inkubasi 24 jam, ekstrak daun sirsak meningkatkan proliferasi sel dari dosis 5 µg/ml hingga dosis 10 µg/ml, kemudian menurun mengikuti peningkatan dosis ekstrak namun tetap lebih tinggi daripada proliferasi pada kelompok kontrol. Kondisi yang berbeda terjadi pada kelompok perlakuan yang diinkubasi selama 48 jam. Proliferasi sel menurun dari dosis 5 µg/ml hingga dosis 40 µg/ml, kemudian meningkat pada dosis 80 µg/ml namun tetap lebih rendah daripada proliferasi pada kelompok kontrol negatif. Terjadinya peningkatan proliferasi pada kelompok perlakuan masa inkubasi 24 jam sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya bahwa Annonaceous acetogenins dalam ekstrak daun sirsak tidak berpengaruh pada sel normal namun bersifat sangat toksik pada sel kanker. Tom Corbett di Wayne State University menunjukkan bahwa anggota acetogenins seluruhnya tidak toksik dibandingkan adriamycin pada sel normal namun sangat toksik pada sel kanker (Oberlies et al., 1995). Acetogenins merupakan inhibitor kuat Complex I (NADH: ubiquinone oxidoreductase) pada sistem transport elektron mitokondria insekta dan mamalia (Degli et al., 1994). Annonaceous acetogenins menunjukkan potensi bioaktivitasnya dalam penipisan tingkat ATP melalui penghambatan Complex I 6 mitokondria dan penghambatan NADH oxidase pada membran plasma sel tumor. (Morre et al., 1994; Alali et al., 1999; Gonzalez-Coloma et al., 2002). Annonaceous acetogenins menghalangi mekanisme pertahanan ATP. Penghambatan aliran elektron NADH: ubiquinon menghalangi sebagian besar reaksi metabolik oksidatif yang dipimpin oleh mitokondria. Banyaknya substrat yang dioksidasi pada Complex I menandakan bahwa Complex I merupakan kunci masuk utama untuk menyalurkan elektron menuju akseptor elektron final yaitu oksigen (Wallace et al., 2000). Annonaceous acetogenins pada tanaman family Annonaceae hanya akan berpengaruh pada sel kanker, sedangkan sel normal akan tetap mengalami proliferasi yang normal seperti pada hasil penelitian pada kelompok perlakuan masa inkubasi 24 jam. Seluruh sel membutuhkan ATP, dan inhibitor ATP sangat mungkin bersifat sitotoksik pada jaringan yang essensial seperti sel kanker. Proses mitosis sangat penting bagi sel. Sel normal maupun sel kanker sangat memerlukan ATP. Tidak hanya hidrolisis ATP yang dibutuhkan untuk menyediakan energi biokimia untuk pembelahan sel, namun ATP juga merupakan komponen utama dari asam nukleat yang dibutuhkan untuk konstruksi kromosom untuk mitokondria baru dan nukleus baru. Sel kanker harus memproduksi ATP secepat mungkin dan gangguan pada produksi ATP diduga menggangu pengaturan waktu pembelahan sel sehingga dapat berakibat pada apoptosis (McLaughlin, 2008). Mitokondria tidak hanya mengatur pembentukan energi, namun juga memegang peran kunci dalam pengaturan apoptosis (Liu et al., 2012). Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi keberlangsungan hidup sel, termasuk sel yang hidup dalam lingkungan in vitro. Dalam penelitian ini, terlihat jelas bahwa jumlah sel meningkat pada masa inkubasi 24 jam. Tingkat kepadatan sel menjadi tinggi sehingga hal ini diduga menjadi salah satu faktor dalam proses proliferasi sel. Jumlah sel yang terus meningkat menyebabkan ruang gerak sel semakin sempit sehingga menghambat proliferasi sel. Oleh karena itu, pada masa inkubasi 48 jam diduga jumlah sel mulai menyusut, disebabkan oleh banyaknya sel yang mati akibat terhambatnya proliferasi oleh tingkat kepadatan sel yang tinggi. Proliferasi dan apoptosis merupakan dua hal yang berkaitan. Proliferasi yang tinggi dapat dihubungkan dengan tingkat apoptosis yang tinggi (Alenzi, 2004). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sirsak memperbesar sel dan meningkatkan proliferasi sel PK pada masa inkubasi 24 jam serta menurunkan proliferasi sel PK pada masa inkubasi 48 jam. Berdasarkan hasil penelitian diajukan saran untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak daun sirsak terhadap sel normal dengan menggunakan objek pembanding sel kanker sehingga dapat diketahui perbedaan efek ekstrak pada pembelahan sel normal dan sel kanker khususnya proliferasi dan apoptosis sel. DAFTAR PUSTAKA Alali, F. Q.; Liu, Xiao-Xi; McLaughlin, Jerry L. 1999. Annonaceous Acetogenis. Journal of Natural Products. 62(3): 504-540. 7 Alberts, B.; Johnson, A.; Lewis, J.; Rafi, M.; Roberts, K.; Walter, P. 2008. Molecular Biology of The Cell Fifth Edition. United States of America: Garland Science. Alenzi, F.Q.B. 2004. Links Between Apoptosis, Proliferation And The Cell Cycle. British Journal Of Biomedical Science. 61(2). Arthur, F.K.N.; Woode, E.; Terlabi, E.O.; Larbie, C. 2011. Evaluation of Acute and Subchronic Toxicity of Annona Muricata (Linn.) Aqueous Extract in Animals. European Journal of Experimental Biology. 1(4): 115-124. Degli E., M.; Ghelli, A.; Ratta, M.; Cortes, D.; Estornell, E. 1994. Natural substances (acetogenins) from the family Annonaceae are powerful inhibitors of mitochondrial NADH dehydrogenase (Complex I). Biochem. Journal. 301: 161-167. George, V. C.; Kumar, D. R. N.; Rajkumar, V.; Suresh, P. K.; Kumar, R. A. 2012. Quantitative Assessment of the Relative Antineoplastic Potential of the nbutanolic Leaf Extract of Annona Muricata Linn. in Normal and Immortalized Human Cell Lines. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 13: 699-704. Gonzalez-Coloma, A.; Guadano, A.; de Ines, C.; Martinez-Dıaz, R.; Cortes, D. 2002. Selective Action of Acetogenin Mitochondrial Complex I Inhibitors. Z. Naturforsch. 57c: 1028-1034. Hamizah, S.; Roslida, A.H.; Fezah, O.; Tan, K.L.; Tor, Y.S.; Tan, C.I. 2012. Chemopreventive Potential of Annona Muricata L Leaves on ChemicallyInduced Skin Papillomagenesis in Mice. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 13: 2533-2539. Hanahan, D. & Weinberg, R. 2000. The Hallmark of Cancer. Cell. 100: 57-70. Lam, M. 2003. Beating Cancer with Natural Medicine. USA: Bloomington, IN. Liu, Y.; Cheng, X.; Guo, L.; Mao, C.; Chen, Y.; Liu, H.; Xiao, Q.; Jiang, S.; Yao, Z.; Zhou, G. 2012. Identification of an Annonaceous Acetogenin Mimetic, AA005, as an AMPK Activator and Autophagy Inducer in Colon Cancer Cells. PLoS ONE. 7(10): e47049. McLaughlin, J. L. 2008. Paw Paw and Cancer: Annonaceous Acetogenins from Discovery to Commercial Products. Journal of Natural Products. 71(7): 1311–1321. Morre, D.J.; de Cabo, R.; Farley, C.; Oberlies, N.H. and McLaughlin, J.L. 1994. Mode of action of bullatacin, a potent antitumor acetogenin: Inhibition of NADH oxidase activity of HeLa and HL-60, but not liver, plasma membranes. Life Sciences. 56: 343-348. Oberlies,N. J.; Corbett, J.; Fotopoulos, T.; Mclaughlin, S. 1995. Tumor Cell Growth Inhibition By Several Annonaceous Acetogenins In An In Vitro Disk Diffusion Assay . Cancer Lett. 96: 55-62. Richter, A.; Kurome, M.; Kessler, B.; Zakhartchenko, V.; Klymiuk, N.; Nagashima, H.; Wolf, E.; Wuensch, A. 2012. Potential of primary kidney cells for somatic cell nuclear transfer mediated transgenesis in pig. BMC Biotechnology. 12: 84. Vandebroek, A.; Schrijvers, D. 2007. Principles of normal cell biology. Wallace, K. B.; Starkov A. A. 2000. Mitochondrial Targets of Drug Toxicity. Annu. Rev. Pharmacol. Toxicol. 40: 353–88.