pendahuluan

advertisement
PENDAHULUAN
Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh spirochaeta Treponema pallidum.
Jika tidak diobati pada stadium awal, penyakit menjadi kronik, meluas ke seluruh tubuh dan
menyebabkan kerusakan permanen kardiovaskular dan sistem saraf.1,2 Jika seorang wanita hamil
menderita sifilis, maka T. pallidum dapat ditransmisikan ke janinnya melalui plasenta, menyebabkan
keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati, atau sifilis kongenital.1,3-5 Sifilis
kongenital (SK) adalah sifilis yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan oleh ibu terinfeksi
T.pallidum pada waktu hamil.6,7
Di Amerika Serikat, terjadi penurunan angka kejadian SK setelah puncaknya pada tahun
1991. Pada tahun 1991 dilaporkan >100 kasus SK per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2001 turun
menjadi 11,1 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini berhubungan dengan penurunan angka kejadian
sifilis primer dan sekunder pada wanita usia reproduksi. 8 Sementara data Departemen Kesehatan
Rusia tahun 2000 menyatakan terjadi peningkatan SK dari tahun 1991 – 1999. Tahun 1991
didapatkan kasus 29 orang dan tahun 1999 sebanyak 743 orang, dengan angka kejadian 0,09 per
10.000 kelahiran hidup tahun 1991 dan 0,85 per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 1999. 9
Di sub Sahara Afrika, diperkirakan 2 juta atau lebih wanita dengan sifilis aktif, hamil setiap
tahunnya dan 1,64 juta orang tidak terdeteksi selama kehamilan.10 Hal ini disebabkan karena tidak
ada atau kurangnya skrining sifilis prenatal dan pengobatan tidak adekuat selama kehamilan.9
Tingginya titer serologis sifilis pada wanita hamil ( > 1:8 ) merupakan risiko tinggi untuk menularkan
sifilis kepada janinnya.10
Dari 451 kasus SK yang dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di
Amerika Serikat tahun 2002, 73,8% timbul karena ibu hamil tidak mendapat pengobatan atau
pengobatan tidak adekuat selama kehamilan. Beberapa dari kasus ini timbul pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang tidak melakukan prenatal care (PNC).4 Sifilis kongenital dapat dicegah
dengan pengobatan yang adekuat dan sangat diperlukan prenatal care yang teratur dan deteksi dini
sifilis pada kehamilan.4,9,11
Diagnosis SK masih menjadi masalah yang kompleks karena (1) T.pallidum tidak dapat
dikultur dan sulit ditemukan pada sampel klinis, (2) Analisis serologis pada bayi rumit, karena adanya
antibodi maternal yang didapat melalui plasenta, dan (3) Sebagian besar bayi yang terinfeksi
T.pallidum yang dilahirkan, tidak menunjukkan tanda-tanda terinfeksi.12
Sampai saat ini SK tetap menjadi masalah kesehatan dunia.8,11 Selain insidens yang masih
tinggi pada beberapa negara dan diagnosis yang sulit ditegakkan, SK juga dapat menyebabkan
kelainan anatomis permanen dan gangguan multi organ pada bayi baru lahir yang dapat
menyebabkan kematian.4,9,13,14
Tinjauan pustaka ini membicarakan tentang diagnosis dan tatalaksana SK pada bayi baru
lahir dan anak serta upaya pencegahannya agar tidak terjadi gangguan multi organ pada bayi yang
dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian bayi.
TINJAUAN UMUM
Definisi
Seperti telah disebutkan pada bab pendahuluan sifilis kongenital adalah sifilis yang terjadi
pada bayi baru lahir, disebabkan oleh ibu terinfeksi T.pallidum pada waktu hamil.6,7 Literatur lain
menyebutkan SK adalah sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin.14
Epidemiologi
Insidens SK bervariasi dari satu negara dengan negara lain. Di Inggris, pada tahun 1973
ditemukan 163 kasus dan menurun pada tahun 1981 sebanyak 119 kasus. 15 Berdasarkan data
Departemen Kesehatan Afrika Selatan tahun 2005, terjadi penurunan kasus SK tahun 2000-2005.
Pada tahun 2000 didapatkan sebanyak 221 kasus dan tahun 2005, 9 kasus. Hal ini berhubungan erat
dengan menurunnya kasus sifilis pada kehamilan dan pengobatan yang adekuat ibu hamil yang
menderita sifilis.16
Antara tahun 1992 – 1998 di AS, insidens SK menurun sebanyak 78,2%. Hal ini berhubungan
dengan penurunan infeksi sifilis pada dewasa sebanyak 80,5%. 17 Berdasarkan catatan CDC Amerika
Serikat tahun 2001, terjadi penurunan insidens SK pada tahun 1999 dibanding tahun 1997, dari 27,8%
pada tahun 1997 menjadi 14,5% tahun 1999. Hal ini sesuai dengan program National Syphilis
Elimination Plan yang akan menurunkan angka kejadian sifilis primer dan sifilis sekunder pada
dewasa. Penurunan kasus sifilis pada wanita usia reproduktif biasanya juga akan diikuti oleh
penurunan kasus SK.3
World Health Organization (WHO) memperkirakan, setiap tahun wanita hamil dengan sifilis
bertanggung jawab terhadap 460 ribu kasus abortus atau lahir mati, 270 ribu kasus sifilis kongenital
dan 270 ribu kasus berat badan lahir rendah atau prematur. 13 Hampir setengah neonatus yang
menderita SK mempunyai ibu yang tidak melakukan PNC.6 Sheffield dkk. pada penelitian tahun 19821998 melaporkan wanita hamil Afrika Amerika yang menderita sifilis stadium awal dan tidak mendapat
pengobatan, 56 % melahirkan bayi prematur dan 26% lahir mati. Sementara wanita yang mendapat
pengobatan adekuat, melahirkan bayi normal dan tidak terbukti menderita SK. 18
Di Indonesia, belum ada laporan tentang insidens pasti SK. Berdasarkan catatan rekam medik
RS Dr. M. Djamil Padang tahun 1995-2005, tidak ditemukan atau tidak ada laporan tentang kasus SK
di rumah sakit tersebut.
Etiopatogenesis
Sifilis kongenital timbul karena adanya infeksi T.pallidum yang ditransmisikan melalui
plasenta, menimbulkan spirochetemia dan penyebaran diseminata.6,17,19 Organisme masuk ke aliran
darah secara langsung dan menginvasi hati dan berikutnya menginvasi organ-organ lain misalnya
kulit, membran mukosa, tulang dan sistem saraf pusat. T.pallidum akan melekat pada sel endotel dan
menyebabkan vaskulitis.6
Infeksi dapat terjadi setiap saat selama kehamilan atau pada waktu persalinan. 6,13 Tidak
semua neonatus yang lahir dari ibu terinfeksi akan mengalami infeksi. 1 Risiko lebih tinggi terjadi
selama stadium awal infeksi.1,19 Hampir semua neonatus yang lahir dengan ibu menderita sifilis primer
atau sekunder menderita infeksi kongenital, tetapi hanya 50% memperlihatkan gejala pada saat
lahir.6,13 Diperkirakan, wanita penderita sifilis beberapa tahun, 50% kehamilannya akan terpengaruh,
yaitu 50% akan berakhir dengan lahir mati dan setengahnya lagi akan menyebabkan kematian
perinatal atau infeksi neonatus yang serius (sifilis kongenital). 1
DIAGNOSIS
Gambaran klinis
Dari anamnesis didapatkan :
- Riwayat ibu hamil menderita sifilis atau diduga menderita sifilis,
- Riwayat ibu hamil menderita sifilis dan mendapat pengobatan selain penisilin atau tidak
mendapat pengobatan,
- Riwayat ibu hamil menderita sifilis dan mendapat pengobatan 1 bulan sebelum persalinan,
- Riwayat abortus, lahir prematur, dan lahir mati,
- Berat badan bayi baru lahir rendah.
Manifestasi klinis SK dibagi menjadi 3 bagian yaitu (1) sifilis kongenital dini, (2) sifilis
kongenital lanjut dan (3) stigmata.7,15,20 Ada juga penulis yang membagi menjadi (1) SK dini, (2) SK
laten dan (3) SK lanjut.14
Sifilis kongenital dini
Sifilis kongenital dini adalah SK yang timbul sampai anak berusia 2 tahun. 12,17,19,20 Bayi yang
lahir dengan SK biasanya prematur, kurang gizi, rewel dan dehidrasi. Wajah terlihat cekung dan lesu,
menyerupai orang tua.12,19 Kelainan yang ditemukan :
1. Kelainan kulit
Lesi kulit paling sering timbul dalam 3 minggu pertama kehidupan, namun kadang-kadang
timbul 3 bulan setelah lahir. Erupsi kulit dini biasanya berupa makulopapul berwarna merah keunguan
atau merah terang, kemudian berubah menjadi merah tembaga. Papul menjadi besar dan ditutupi
skuama. Lesi yang timbul pada usia lebih dari 1 tahun, terbentuk pustul dengan krusta. Predileksi
yang sering dikenai adalah wajah, lengan, bokong, tungkai, telapak tangan dan telapak kaki. 19 Lesi
pada wajah sering timbul berupa fisura yang dalam di sudut bibir atau lateral lubang hidung. 15
Walaupun relatif jarang, pemfigus sifilitika biasanya timbul pada telapak tangan dan kaki. Bula secara
cepat menjadi purulen dan pecah meninggalkan area erosi, yang segera kering dan berkrusta. 12,19
Selain itu dapat dijumpai deskuamasi yang dapat generalisata atau hanya terbatas pada daerah
periungual.12,13
2. Kelainan pada kuku dan rambut
Kelainan kuku berupa paronikia, atrofi kuku dan deformitas claw-nail, khususnya jari keempat
dan kelima. Kelainan rambut berupa alopesia, rambut kasar dan jarang. Juga ditemukan alopesia
pada bulu mata.12
3. Kelainan selaput lendir
Rinitis sifilitika (snuffles) merupakan tanda yang paling dini dan sering ditemukan.17,19,20
Biasanya timbul 1-2 minggu sebelum lesi kulit. Sekretnya sangat infeksius karena mengandung
banyak T.pallidum, encer, dan berangsur-angsur menjadi kental, purulen dan hemoragik.12,14
4. Kelainan tulang
Osteokondritis merupakan tanda yang sering ditemukan. Sebuah penelitian di Zambia tahun
1985, menemukan kelainan pada foto X-ray sebanyak 95% dari 202 kasus yang berumur di bawah 6
bulan. Osteokondritis terjadi pada ujung tulang panjang, khususnya ujung bawah tibia dan fibula.
Daerah antara tulang dengan tulang rawan menjadi luas dan iregular. 15 Epifise mengalami
pembengkakan, nyeri dan paralisis pada ekstremitas yang terkena, dikenal sebagai pseudoparalisis
Parrot.12 Lebih lanjut dapat terjadi perubahan pada periosteum dan terjadi osteomielitis sifilitika pada
falang (syphilitic dactylitis).15
5. Kelainan organ-organ lain
Organ lain juga terlibat pada SK dini misalnya hati dan limpa (hepatosplenomegali, ikterik),
sumsum tulang (anemia, trombositopenia), dan susunan saraf pusat (meningitis, meningoensefalitis,
dan kejang). Pada mata terjadi koroiditis dan uveitis anterior. 6,15,17,20 Kelainan yang jarang ditemukan
pada SK dini adalah sindrom nefrotik sifilitika, timbul saat bayi berusia 2-3 bulan, ditandai dengan
edema, asites, hipoproteinemia dan proteinuria.14 Pneumonia sifilitika (pneumonia alba) juga jarang
dijumpai, ditandai dengan infiltrat bergaris bilateral.12 Benzick dkk.(1999) di Amerika Serikat
melaporkan satu kasus SK pada bayi yang meninggal pada hari ke-3 kelahiran, dan pada hasil otopsi
ditemukan guma pada kelenjar hipotisa anterior. Ini merupakan kelainan yang jarang ditemukan. 21
Filipi dkk. (2004) di Italia melaporkan 3 kasus SK pada bayi preterm yang dilahirkan oleh ibu yang
tidak mendapat pengobatan secara adekuat pada waktu hamil. Ditemukan kelainan berupa hepatopati
kolestatik berat dan lesi hemoragik iskemik luas pada parenkim serebral. Kelainan ini juga jarang
ditemukan.17
Sifilis kongenital lanjut
Timbul setelah anak berumur lebih dari 2 tahun.6,15,20 Sifat lesi tidak infeksius dan lebih dari
50% pasien tanpa manifestasi klinis.13,20 Kelainan yang ditemukan :
1. Kelainan pada mata
Kelainan mata yang paling sering dijumpai adalah keratitis interstisialis, terdapat pada 20-50%
pasien.12,19 Awitan pada usia 5-16 tahun, diawali dengan fotofobia unilateral, hiperlakrimasi,
pandangan kabur, serta warna merah muda pada kornea akibat neovaskularisasi. Gangguan ini lebih
sering dijumpai pada wanita, swasirna, dan berulang kali kambuh setelah menyembuh dalam waktu 3
minggu sampai beberapa bulan dan pada akhirnya memberikan gambaran kornea berkabut (syphilitic
nebulae).12
2. Kelainan gigi
Terganggunya perkembangan gigi menyebabkan gigi seri berbentuk seperti sekrup,
renggang, ujungnya datar, sedangkan gigi taring kecil dan berwarna keabu-abuan. Selain itu dijumpai
gigi moon atau gangguan pertumbuhan pada gigi molar pertama bawah yang berbentuk kubah
dengan bagian apikal tersusun melingkar seperti buah mulberry dan disebut mulberry molar.14
3. Kelainan sistem saraf
Neurosifilis kongenital terjadi pada 60% pasien SK lanjut.22 Dapat terjadi parese juvenilis,
gangguan belajar, retardasi mental, ataksia, tremor, dan kejang. Timbul pada usia 10-20 tahun.
Ketulian juga sering dijumpai, timbul pada usia 9-15 tahun. Disebabkan kerusakan N.VIII pada liang
telinga dalam.14
4. Kelainan tulang
Terjadi osteoperiostitis terutama pada tulang tibia disertai penebalan pada sepertiga tengah
tulang, sehingga tampak berbentuk pedang (sabre tibia).14 Pada sendi lutut ditemukan Clutton’s joint,
yaitu hidrartosis simetris, tidak nyeri, timbul pada usia 10-20 tahun, dapat dicetuskan oleh trauma.
Berlangsung kronik selama beberapa bulan dan berangsur membaik tanpa gejala sisa. 14,20
5. Kelainan kulit
Timbul fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis
infantil.20
Stigmata sifilis kongenital
Stigmata adalah malformasi yang dijumpai akibat infeksi yang terjadi sebelumnya, pada masa
penting tumbuh kembang. Stigmata menunjukkan adanya kelainan perkembangan jaringan akibat
kerusakan yang disebabkan oleh T.pallidum in utero atau sesaat setelah dilahirkan, atau merupakan
sisa lesi, baik pada stadium dini maupun lanjut.14 Stigmata menetap sepanjang kehidupan dan dapat
membantu menegakkan diagnosis SK.19 Hutchinson memperkenalkan trias yang termasuk stigmata,
disebut dengan trias Hutchinson terdiri atas keratitis interstisialis, gigi Hutchinson dan ketulian akibat
kerusakan N.VIII.15
Dalam literatur lain, stigmata dibagi dua yaitu stigmata lesi dini dan stigmata lesi lanjut. Yang
termasuk stigmata lesi dini: saddle nose, gigi Hutchinson dan gigi mulberry, ragade di sudut bibir,
atrofi, dan koroidoretinitis. Stigmata lesi lanjut : kekaburan pada kornea, sabre tibia, atrofi optik, dan
ketulian saraf.20
Laboratorium
1. Pemeriksaan langsung untuk melihat adanya T.pallidum.
Spesimen diperoleh dari lesi kulit atau selaput lendir. Menggunakan mikroskop lapangan
gelap akan terlihat T.pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat dan angulasi.20 Metode ini kurang
sensitif dan sulit diterapkan karena memerlukan suatu prosedur yang invasif. 12 Saat ini telah
dikembangkan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk deteksi T.pallidum menggunakan
serum atau cairan serebrospinal.23 Lara dkk. (1997) di Amerika Serikat melaporkan bahwa T.pallidum
dapat dideteksi dengan pemeriksaan PCR menggunakan cairan serebrospinal neonatus. 24
Sedangkan Liu dkk. (2001) di Amerika Serikat menggunakan cairan yang diambil dari lesi kulit.25
2. Penentuan antibodi di dalam serum
Tes serologis untuk T.pallidum dibagi menjadi dua yaitu tes non treponemal
(reaginic/screening) dan tes treponemal (spesific/confirmatory).15
World Health Organization merekomendasikan tes flokulasi {VDRL-Venereal Diseases
Research Laboratory test (> 1:4 pada kelompok risiko tinggi dan > 1:8 pada kelompok non risiko
tinggi) dan RPR-Rapid Plasma Reagin test} digunakan secara luas untuk skrining pada populasi yang
besar dan kelompok risiko tinggi. Keuntungan tes flokulasi adalah lebih sederhana, lebih cepat dan
lebih murah biayanya.15 Tes ini merupakan tes standar untuk sifilis, mempunyai spesifisitas yang
rendah karena dapat menunjukkan positif semu biologik.20 Walaupun spesifisitas rendah, tes ini
berguna untuk diagnosis treponematosis, prediksi dan prognosis aktivitas penyakit baik pada pasien
yang mendapat pengobatan maupun yang tidak mendapat pengobatan. 15
Banyak tes yang termasuk dalam tes treponemal, yang lebih spesifik untuk menentukan
adanya antibodi terhadap T.pallidum, misalnya TPI (Treponema Pallidum Immobilization Antibody),
RPCFT (Reiter Protein Complement-Fixation Test), TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination
Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponema Antibody Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination
Assay for antibody to T.pallidum), HATTS (Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), ELISA
(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay), dan Treponema Pallidum Western Blot.15,26-28 TPHA (N =
1:80) dan FTA-ABS merupakan tes yang digunakan secara luas untuk kepentingan diagnostik.15
Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan histopatologi kulit membantu menegakkan diagnosis SK. Terlihat edema dan
proliferasi sel endotel dan infiltrasi sel limfoid dan sel plasma pada perivaskular. 6 Dengan pewarnaan
Silver terlihat adanya T.pallidum.12 Histopatologi plasenta terlihat vili membesar dengan proliferasi
fibroblas dan sel endotel. Ditemukan infiltrasi sel mononuklear dan sel plasma di dalam vili yang
membesar. Dengan pewarnaan Silver juga terlihat adanya T.pallidum.29
Pemeriksaan fungsi hati, cairan serebrospinal, radiologi, oftalmologi, audiometri dan USG
pada bayi juga membantu melihat kelainan-kelainan organ lain yang ikut terlibat pada SK.6,12,14
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis SK, Kaufman dan CDC tahun 1989 yang direvisi mengajukan
kriteria untuk diagnosis SK, sebagai berikut :
Tabel 1. Kriteria Kaufman
Pasti (definite)
Mungkin (probable)
Ditemukan T.pallidum dengan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan
histopatologi
Peningkatan titer VDRL lebih 3 bulan atau TSS reaktif tidak menjadi nonreaktif dalam
waktu 4 bulan
Ditemukan satu kriteria mayor atau dua kriteria minor* dan TSS reaktif atau FTA reaktif
Ditemukan satu kriteria mayor dan satu kriteria minor
TSS reaktif atau FTA reaktif tanpa kriteria klinik
Tersangka (possible)
Keterangan :
* Kriteria mayor : kondilomata lata, osteokondritis, periostitis, rinitis, rinitis hemoragik
Kriteria minor : fisura pada bibir, lesi kulit, bercak mukosa, hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
generalisata, kelainan sistem saraf, anemia hemolitik, hitung sel cairan serebrospinal > 20, protein cairan
serebrospinal > 100
Dikutip dari 12
Tabel 2. Kriteria CDC yang direvisi
Pasti (confirmed)
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan T.pallidum
Tersangka (presumptive)
Semua bayi yang ibunya menderita sifilis dalam kehamilan, tidak mendapat pengobatan
atau tidak mendapat pengobatan secara adekuat *
Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :
Terbukti menderita SK pada pemeriksaan fisik **
VDRL cairan serobrospinal reaktif atau hitung sel cairan serobrospinal > 5 atau protein
cairan serebrospinal > 50 tanpa ada sebab lain
Antibodi IgM 19S FTA-ABS reaktif
Bayi lahir mati menderita sifilis (syphilitic stillbirth) :
Janin yang meninggal setelah 20 minggu kehamilan atau berat janin > 500 gr pada
wanita yang menderita sifilis saat melahirkan, tidak mendapat pengobatan atau tidak
mendapat pengobatan secara adekuat
Keterangan :
* Terapi tidak adekuat adalah terapi nonpenisilin atau penisilin diberikan < 5 hari sebelum melahirkan
** Gejala pada bayi < 2 tahun rinitis, hepatosplenomegali, kelainan kulit yang khas, kondilomata lata, anemia,
ikterik non hepatitis virus, pseudoparalisis, edema
Dikutip dari 12
Diagnosis pada SK lanjut hampir selalu bersifat tersangka (presumptive) dan didasarkan pada
temuan klinis dan dihubungkan dengan tes serologis yang reaktif. Jika tidak ada riwayat ibu menderita
sifilis saat kehamilan, pemeriksaan tes serologis pada ibu membantu membedakan antara infeksi
sifilis kongenital dan didapat.12
Semua bayi yang dilahirkan dari ibu yang mempunyai tes nontreponemal dan treponemal
reaktif harus dilakukan pemeriksaan:
1. Apakah terdapat SK ( kelainan kulit, rinitis, hepatosplenomegali, ikterik, dan atau pseudoparalisis
pada ekstremitas).
2. Pemeriksaan histopatologi yang diambil dari plasenta dan tali pusat menggunakan pewarnaan
antibodi antitreponemal fluoresen spesifik.
3. Pemeriksaan adanya T.pallidum dengan mikroskop lapangan gelap atau imunofluoresen dari lesi
kulit yang dicurigai atau cairan tubuh (sekret hidung).
4. Pemeriksaan serologis menggunakan tes nontreponemal kuantitatif (RPR atau VDRL) yang
diambil dari serum bayi baru lahir, karena darah dari tali pusat bayi dapat terkontaminasi dengan
darah ibu dan dapat memberikan hasil positif palsu. Tes treponemal (FTA-ABS) tidak perlu
dilakukan pada serum bayi baru lahir.30
Diagnosis banding
Diagnosis banding yang dibicarakan dalam tinjauan pustaka ini hanyalah diagnosis banding
kelainan kulit saja, tanpa membicarakan diagnosis banding organ lain.
1. Dermatitis popok
Dermatitis popok kadang-kadang diragukan dengan SK pada bokong. Papul sifilis kurang
hipertrofik dan kurang eksematosa dibandingkan dermatitis popok.15
2. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik (DS) ditandai dengan plak eritem dengan skuama kuning berminyak pada kulit
kepala dan lipatan tubuh. Kadang-kadang DS dapat mengenai seluruh tubuh yang diragukan
dengan SK.31
3. Akrodermatitis enteropatika
Sudheer dkk. (2002) di India melaporkan kasus SK yang gambaran klinisnya menyerupai
akrodermatitis enteropatika. Terdapat plak eritem dengan skuama pada telapak tangan, telapak
kaki, dan daerah perianal. Juga didapatkan alopesia pada rambut kepala, alis dan bulu mata. 32
4. Kandidiasis neonatal
Ditandai dengan papul eritem, pustul dan skuama pada daerah dada atas, punggung, ekstremitas,
telapak tangan dan kaki. Pemeriksaan kerokan kulit menggunakan kalium hidroksida 10% (KOH
10%), tampak gambaran pseudohifa dan blastospora. 33
TATALAKSANA
Pengobatan
Umum
1. Memberikan penjelasan pada ibu bahwa penyakit ini dapat disembuhkan jika dikenal lebih dini.
2. Memberikan penjelasan pada ibu tentang perlunya skrining sifilis pada saat PNC untuk kehamilan
berikutnya.
3. Memberikan penjelasan pada ibu tentang deformitas yang terjadi jika tidak diobati.
Khusus
Pengobatan bayi yang tersangka SK harus berdasarkan:
1. Identifikasi sifilis pada ibu hamil,
2. Adekuatnya pengobatan pada ibu hamil dengan sifilis,
3. Terdapatnya gambaran klinis, laboratorium, dan pemeriksaan radiografi yang menyokong sifilis
pada bayi,
4. Perbandingan titer tes nontreponemal ibu saat melahirkan dengan bayi yang dilahirkan,
menggunakan tes yang sama.30
Bayi yang tersangka SK seharusnya diobati jika lahir dari ibu yang:
1. Mempunyai riwayat sifilis pada saat melahirkan dan tidak mendapat pengobatan,*
2. Mengalami reinfeksi setelah pengobatan berdasarkan hasil serologis (misal: terjadi peningkatan
titer antibodi nontreponemal > 4),
3. Menderita sifilis dalam kehamilan dan diobati dengan eritromisin atau rejimen nonpenisilin,**
4. Mendapat pengobatan sifilis < 1 bulan sebelum melahirkan,
5. Tidak mempunyai riwayat pengobatan sifilis yang tercatat,
6. Menderita sifilis dini dalam kehamilan dan telah mendapat pengobatan rejimen penisilin, akan
tetapi titer antibodi nontreponemal tidak menurun < 4 kali, atau
7. Menderita sifilis sebelum kehamilan dan telah mendapat pengobatan yang sesuai, tapi follow up
serologis tidak ada untuk memastikan apakah respons pengobatan telah adekuat (misal: respons
pengobatan adekuat termasuk (a) terjadi penurunan titer antibodi nontreponemal sedikitnya 4 kali
lipat pada pasien yang diobati pada sifilis dini, (b) terjadi penurunan titer antibodi nontreponemal
atau tetap sekurang-kurangnya atau sama dengan 1 : 4 pada sifilis lain). 34
Sejak diperkenalkan tahun 1940-an, penisilin telah menjadi pilihan untuk sifilis dan merupakan
obat yang ideal untuk pengobatan sifilis dalam kehamilan dan SK. 18,35 Tidak ada bukti toksisitas
terhadap fetus. Penisilin dapat melalui plasenta dan efikasinya > 98%.18
CDC tahun 2002 telah mengeluarkan regimen pengobatan untuk SK pada bayi berumur < 1
bulan, seperti berikut :
1. Bayi yang pasti menderita SK, dengan ditemukannya:
a. Pemeriksaan fisik abnormal yang menyokong ke arah SK,
b. Titer tes nontreponemal kuantitatif serum > 4 kali titer ibu,
c. Ditemukan T.pallidum dengan mikroskop lapangan gelap atau imunofluoresen
pada cairan tubuh.30
Rejimen yang direkomendasikan :
- Penisilin G in aqua 100.000 – 150.000 unit/kgBB/hari, diberikan 50.000 unit/kgBB /dosis IV
setiap 12 jam selama 7 hari pertama kehidupan dan dilanjutkan setiap 8 jam mulai hari ke-8
sampai total 10 hari, atau
- Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB/dosis IM tiap hari, dosis tunggal selama 10 hari.
_______________________________________________________________
*
Wanita yang mendapat pengobatan selain yang direkomendasikan dianggap tidak mendapat
pengobatan.
** Tidak adanya peningkatan titer > 4 pada bayi tidak menyingkirkan SK.
Evaluasi yang direkomendasikan:
- Pemeriksaan VDRL, hitung sel dan protein cairan serebrospinal
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan lain sesuai indikasi klinis (pemeriksaan radiologi tulang panjang dan dada, tes
fungsi hati, CT-scan, pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan audiometri).
- Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer tes nontreponemal kuantitatif serum < 4 kali
titer ibu dan:30
a. Ibu tidak diobati, diobati tapi tidak adekuat atau pengobatan yang diberikan tidak
tercatat,
b. Ibu diobati dengan eritromisin atau rejimen nonpenisilin,
c. Ibu mendapat pengobatan < 4 minggu sebelum melahirkan,
d. Ibu dengan sifilis dini dan mempunyai titer nontreponemal tidak turun sampai 4 kali
dari titer awal atau meningkat 4 kali.
Rejimen:
- Penisilin G in aqua 100.000 – 150.000 unit/kgBB/hari, diberikan 50.000 unit/kgBB /dosis IV
setiap 12 jam selama 7 hari pertama kehidupan dan dilanjutkan setiap 8 jam mulai hari ke-8
sampai hari ke-10, atau
- Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB/dosis IM tiap hari, dosis tunggal selama 10 hari, atau
- Penisilin G benzatin 50.000 unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal.
Evaluasi :
- Pemeriksaan VDRL, hitung sel dan protein cairan serebrospinal
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan radiologi tulang panjang.
2. Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer nontreponemal serum < 4 kali titer ibu dan:
a. Ibu diobati selama kehamilan, pengobatan sesuai dengan tingkat penyakit, dan
pengobatan diberikan > 4 minggu sebelum melahirkan,
b. Titer nontreponemal ibu menurun 4 kali lipat setelah pengobatan yang sesuai untuk
sifilis dini atau tetap stabil dan rendah untuk sifilis lanjut,
c. Tidak terjadi reinfeksi atau relaps.30
Rejimen : Penisilin G benzatin 50.000 unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal.
Tidak diperlukan evaluasi.
3. Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer nontreponemal serum < 4 kali titer ibu dan:
a. Ibu diobati secara adekuat sebelum kehamilan
b. Titer nontreponemal ibu tetap rendah dan stabil sebelum, selama kehamilan dan pada
saat melahirkan (VDRL < 1:2, RPR < 1:4)
Pada keadaan ini tidak diperlukan pengobatan dan evaluasi.30
Bayi berumur > 1 bulan atau anak-anak yang mempunyai tes serologis reaktif setelah periode
neonatus (berumur > 1 bulan) dan kemungkinan menderita SK atau terdapat keterlibatan neurologis,
diobati dengan penisilin G in aqua 200.000-300.000 unit/kgBB/hari, intravena, diberikan 50.000 unit/kg
setiap 4-6 jam selama 10 hari. Evaluasi pada bayi atau anak meliputi pemeriksaan VDRL, hitung sel
leukosit (N<5/mm3) dan protein (N<40mg/dl) cairan serebrospinal, pemeriksaan oftalmologi, dan
pemeriksaan lain sesuai keadaan klinis.30
Stigmata atau deformitas yang terjadi akan menetap selama kehidupan sehingga tidak dapat
diobati.19
Pada bayi yang mempunyai riwayat alergi penisilin atau timbul reaksi alergi yang diduga
sekunder terhadap penisilin, tetap diobati dengan penisilin dengan melakukan desensitisasi terlebih
dahulu.30 Dapat juga diberikan eritromisin dengan dosis 30-50 mg/ KgBB/hari dalam dosis terbagi
selama 15 hari.20
Semua bayi seroreaktif (atau bayi dengan ibu seroreaktif pada saat melahirkan) harus
dilakukan pengamatan fisik dan tes serologis setiap 2-3 bulan sampai tes menjadi nonreaktif atau titer
menurun 4 kali lipat. Titer nontreponemal akan menurun pada umur 3 bulan dan menjadi nonreaktif
pada umur 6 bulan jika bayi tidak terinfeksi SK (jika hasil tes reaktif disebabkan oleh transfer pasif
antibodi dari ibu melalui plasenta) atau terinfeksi SK tetapi telah mendapat pengobatan secara
adekuat.30
Respons serologis setelah terapi lebih rendah pada bayi yang diobati setelah periode
neonatus. Jika titer ini stabil atau meningkat setelah 6-12 bulan, dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinal dan diobati dengan penisilin G selama 10 hari.30
Tes treponemal seharusnya tidak digunakan untuk evaluasi respons pengobatan karena
hasilnya pada anak yang terinfeksi dapat tetap positif walaupun telah mendapat pengobatan yang
efektif. Antibodi ibu yang ditransfer secara pasif melalui plasenta masih ada sampai bayi berumur 15
bulan. Tes treponemal reaktif setelah 18 bulan adalah diagnostik untuk SK. Jika tes nontreponemal
nonreaktif pada saat ini, tidak diperlukan pengobatan maupun evaluasi. Jika tes nontreponemal reaktif
pada saat ini, maka anak diobati sebagai SK dan dilakukan evaluasi lagi. 30
Bayi dengan pemeriksaan cairan serebrospinal abnormal harus dilakukan pengulangan
pungsi lumbal setiap 6 bulan sampai hasilnya normal. Bila VDRL cairan serebrospinal reaktif atau
protein dan hitung sel leukosit cairan serebrospinal abnormal diperlukan pengobatan kembali untuk
kemungkinan terjadinya neurosifilis.30
Pencegahan
Sifilis kongenital merupakan penyakit yang serius, dengan gambaran klinis yang bervariasi
mulai asimptomatik, berat dan akhirnya dapat menyebabkan kematian bayi baru lahir. 36 Sifilis
kongenital dapat dicegah melalui deteksi dini sifilis dalam kehamilan. Kampanye seks yang aman dan
pengendalian infeksi menular seksual dalam populasi dapat mencegah infeksi pada wanita. 10 Tetapi,
jika wanita yang terinfeksi kemudian hamil, maka diperlukan skrining pada awal kehamilan saat PNC
dan pengobatan adekuat untuk mencegah infeksi pada janin. 10,35-37 Skrining dapat dilakukan dengan
pemeriksaan serologis darah ibu dan pemeriksaan ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan pada
janin.12
Di negara-negara Eropa Barat program PNC telah diperkenalkan sejak tahun 1940-an dan
merupakan salah satu strategi nasional untuk mengontrol dan menurunkan angka kejadian sifilis.
Akhir-akhir ini prevalensi sifilis di Eropa Barat sangat rendah dan kasus SK sangat jarang. Ini
memperlihatkan bahwa PNC sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian SK. 35
Prenatal care yang dimulai pada awal kehamilan penting untuk mencegah SK.10,26 Walaupun
ada dugaan bahwa janin terproteksi terhadap infeksi sampai minggu ke-20 kehamilan karena adanya
sawar plasenta, tetapi penelitian baru-baru ini membantah dugaan tersebut.10 Hampir 60% SK terjadi
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tidak melakukan PNC atau PNC terlambat. Tikhonova
dkk.(2003) di Rusia menemukan bahwa risiko SK sangat tinggi pada ibu hamil yang tidak melakukan
PNC yaitu 9 dari 10 kasus.38
Skrining selama kehamilan dan pengobatan sifilis dalam kehamilan kelihatan sederhana,
namun bila PNC pertama dilakukan pada bulan ke-5 atau ke-6 kehamilan, pencegahan SK menjadi
terlambat.10,11 Pengobatan sifilis yang adekuat selama kehamilan juga tidak menjamin bayi tidak
menderita SK. Jeanne dkk. melakukan penelitian prospektif tahun 1982-1998 di Texas mendapatkan
43 wanita hamil yang telah mendapat pengobatan sifilis melahirkan bayi dengan SK. 18 Di Uganda,
untuk mencegah atau menurunkan angka kejadian SK dilakukan pengobatan masal pada wanita umur
15-49 tahun.11 Untuk populasi dengan insidens sifilis masih tinggi atau pada individu berisiko tinggi,
perlu dilakukan tes serologis sifilis pada saat PNC pertama, dan diulang pada awal trimester ketiga
dan segera setelah melahirkan.23,36
Prognosis
Prognosis SK dini baik. Pada SK lanjut prognosisnya bergantung pada kerusakan yang telah
ada. Stigmata bersifat menetap seumur hidup.39
KESIMPULAN
Sifilis kongenital adalah sifilis yang terjadi pada bayi baru lahir, didapat dari ibu yang terinfeksi
T.pallidum pada waktu hamil dan ditularkan melalui plasenta. Sifilis kongenital dapat menyebabkan
kelainan anatomik permanen dan kematian pada bayi baru lahir. Diagnosis SK sulit karena adanya
antibodi ibu yang didapat dari plasenta. Diagnosis SK berdasarkan : riwayat sifilis pada ibu hamil,
manifestasi klinis pada bayi, tes serologi sifilis pada ibu dan bayi, serta ditemukan T.pallidum dengan
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap. Penatalaksanaan bergantung pada stadium penyakit,
identifikasi sifilis pada ibu hamil, terapi sifilis dalam kehamilan, gejala klinis, serologis, dan radiografi
yang menyokong sifilis kongenital, dan perbandingan titer tes nontreponemal ibu saat melahirkan
dengan bayi yang dilahirkan. Sifilis kongenital dapat dicegah melalui deteksi dini sifilis dalam
kehamilan saat PNC dan pengobatan adekuat sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
1.
World Health Organization. Eliminating congenital syphilis. Geneva : Department of Reproductive Health and Research,
2005 : 1-4.
2.
Brown DL, Frank JE. Diagnosis and management of syphilis. Am Fam Physician 2003;68:283-90.
3.
Centers for Disease Control and Prevention. Congenital syphilis-United States, 2000. MMWR Morb Mortal Wkly Rep
2001;50(27):573-7.
4.
Centers for Disease Control and Prevention. Congenital syphilis-United States, 2002. MMWR Morb Mortal Wkly Rep
2004;53(31):716-9.
5.
Cowles TA, Gonik B. Perinatal infections. Dalam: Fanaroff AA, Martin RJ editor. Neonatal-perinatal medicine: diseases
of the fetus and infant.Edisi ke-6. St.Louis : Mosby, 1997: 327-49.
6.
Darmstadt GL, Dinulos JG. Bacterial infections. Dalam: Eichenfield LF, Frieden IJ, Esterly NB, editor. Textbook of
neonatal dermatology. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001:179-200.
7.
Washington State Department of Health. Syphilis (including congenital). Reporting and Surveillance Guidelines 2002:110.
8.
Carey JC. Congenital syphilis in the 21st century. Current Women’s Health Rep 2003;3:299-302.
9.
Salakhov E, Tikhonova L, Southwick K, Shakarishvili A, Ryan C, Hillis S. Congenital syphilis in Rusia-the value of
counting epidemiologic cases and clinical cases. Sex Transm Dis 2004;31(2):127-32.
10.
Schmid G. Economic and programmatic aspect of congenital syphilis prevention. Bull World Health Organ
2004;82(6):402-9.
11.
Walker DG, Walker GJA. Prevention of congenital syphilis-time for action. Bull World Health Organ 2004;82(6):401.
12.
Radolf JD, Sanchez PJ, Schulz K, Murphy FK. Congenital syphilis. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Mardh PA, Lemon
SM, Stamm WE, Piot P, et al, editor. Sexually transmitted diseases. Edisi ke-3. New York: McGraw-Hill, 1999: 1165-89.
13.
Saloojee H, Velaphi S, Goga Y, Afadapa N, Steen R, Lincetto O. The prevention and management of congenital syphilis:
an overview and recommendations. Bull World Health Organ 2004;82(6):424-30.
14.
Sawitri R, Santosa NY, Sumaryo S, Hartadi. Sifilis kongenital. MDVI 2000;27(2):78-83.
15.
Morton RS. The treponematoses. Dalam: Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editor.
Rook/Wilkinson/Ebling Textbook of dermatology. Edisi ke-6. Oxford : Blackwell Science, 1998: 1237-75.
16.
Department of Health Republic of South Africa. Congenital syphilis. Statistical Notes 2005.
17.
Filippi L, Serafini L, Dani C, Bertini G, Pezzati M, Tronchin M, et al. Congenital syphilis: unique clinical presentation in
three preterm newborns. J Perinat Med 2004;32:90-4.
18.
Sheffield JS, Sanchez PJ, Morris G, Maberry M, Zeray F, McIntire DD, et al. Congenital syphilis after maternal treatment
for syphilis during pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2002;186:569-73.
19.
Odom RB, James WD, Berger TG. Syphilis, yaws, bejel and pinta. Andrew’s diseases of the skin. Edisi ke-9.
Philadelphia: WB. Saunders Company, 2000: 445-72.
20.
Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J, editor. Penyakit menular seksual. Edisi ke-2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2001:85-103.
21.
Benzick AE, Wirthwein DP, Weinberg A, Wendel GD, Alsaadi R, Leos K, et al. Pituitary gland gumma in congenital
syphilis after failed maternal treatment: a case report. Pediatrics 1999;104(1):4-8.
22.
Michelow IC, Wendel GD, Norgard MV, Zeray F, Leos K, Alsaadi R, et al. Central nervous system infection in congenital
syphilis. N Engl J Med 2002;346:1792-8.
23.
Calonge N. Screening for syphilis infection: recommendation statement. Ann Fam Med 2004;2(4):362-5.
24.
Lara AC, Castro C, Shaffer JM, vanVoorhis WC, Marra CM, Lukehart SA. Detection of treponema pallidum by a
sensitive reverse transcriptase PCR. J Clin Microbiol 1997;35(6):1348-52.
25.
Liu H, Rodes B, Chen CY, Steiner B. New test for syphilis : rational design of a PCR method for detection of treponema
pallidum in clinical specimens using unique regions of the DNA polymerase I gene. J Clin Microbiol 2001;39(5):1941-6.
26.
Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for the prevention and control of congenital syphilis. MMWR
Morb Mortal Wkly Rep 1988;37(S-1):1-13.
27.
Castro R, Prieto ES, Santo I, Azevedo J, Exposto FL. Evaluation of an enzyme immunoassay technique for detection of
antibodies against treponema pallidum. J Clin Microbiol 2003;41(1):250-3.
28.
Rawstron SA, Mehta S, Bromberg K. Evaluation of a treponema pallidum-spesific IgM enzyme immunoassay and
treponema pallidum western blot antibody detection in the diagnosis of maternal and congenital syphilis. Sex Transm
Dis 2004;31(2):123-6.
29.
Benirschke K, Kaufmann P. Infectious diseases. Dalam: Benirschke K, Kaufmann P, editor. Pathology of the human
placenta. Edisi ke-3. New York: Springer-Verlag. 1994: 537-96.
30.
Centers for Disease Control and Prevention. Congenital syphilis. Sexually transmitted diseases treatment guidelines.
MMWR Recomm Rep 2002;51(RR-6):26-8.
31.
Levy ML, Spraker MK. Erythrodermas: the red scaly baby. Dalam: Eichenfield LF, Frieden IJ, Esterly NB, editor.
Textbook of neonatal dermatology. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001:260-75.
32.
Sudheer MS, Silveira MP. Congenital syphilis. Ind Ped 2002;39:972-3.
33.
Frieden IJ, Howard R. Vesicles, pustules, bullae, erosions, and ulcerations. Dalam: Eichenfield LF, Frieden IJ, Esterly
NB, editor. Textbook of neonatal dermatology. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001:137-77.
34.
Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for treatment of sexually transmitted diseases. MMWR Recomm
Rep 1998;47(RR-1):1-118.
35.
Deperthes BD, Meheus A, Reilly KO, Broutet N. Maternal and congenital syphilis programmes: case studies in Bolivia,
Kenya and South Africa. Bull of World Health Organ 2004;82:410-6.
36.
Chudomirova K, Mihajlova E, Ivanov I, Lasarov S, Stefanova P. Congenital syphilis-missed opportunities for prenatal
intervention. Sex Transm Inf 2002;78:224-5.
37.
Hawkes S, Miller S, Reichenbach L, Nayyar A, Buse K. Antenatal syphilis control: people, programmes, policies and
politics. Bull World Health Organ 2004;82:417-23.
38.
Tikhonova L, Salakhov E, Southwick K, Shakarishvili A, Ryan C, Hilis S. Congenital syphilis in the Russian federation:
magnitude, determinants, and consequences. Sex Transm Inf 2003;79:106-10.
39.
Natahusada EC, Djuanda A. Sifilis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002: 371-91.
Download