analisa daerah potensi banjir

advertisement
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR
DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN
CITRA AVHRR/NOAA-16
Any Zubaidah1, Suwarsono1, dan Rina Purwaningsih1
1
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Jalan LAPAN 70, Pekayon - Pasar Rebo, Jakarta 13710
Telp/Fax : +62 21 8710065/+62 21 8710274
email : [email protected]
Abstrak
Fakta telah menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negeri yang sangat rawan akan berbagai bencana alam, seperti
kekeringan, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan bencana gempa bumi serta tsunami yang belum lama
terjadi di Aceh dan Sumatera Utara. Bencana banjir meskipun menimbulkan resiko relatif lebih rendah daripada letusan
gunung berapi, gempa bumi maupun tsunami, namun mempunyai frekuensi relatif lebih tinggi, sehingga apabila
diakumulasikan bencana ini juga menimbulkan kerugian yang tidak kalah jauh dari ketiga bencana yang lainnya. Salah
satu cara memperkecil resiko banjir adalah dengan memperkirakan kapan suatu daerah akan berpotensi terlanda banjir.
Analisa ini dapat dilakukan dengan memperkirakan potensi terjadinya hujan lebat yang diintegrasikan dengan peta
kerawanan bencana banjir yang sudah ada. Dengan demikian dapat diketahui daerah mana yang kemungkinan akan
terjadi banjir dan kapan akan terjadinya. Dalam hal ini, peranan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi
Geografis sangatlah diperlukan.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis daerah potensi banjir menggunakan data satelit penginderaan jauh yang
memiliki resolusi temporal tinggi, pada penelitian ini digunakan citra NOAA 16 AVHRR kanal 1 (sinar tampak) dan
kanal 4 (inframerah). Lokasi penelitian mencakup wilayah Indonesia bagian barat yaitu Pulau Sumatera, Jawa dan
Kalimantan.
Metode penelitian meliputi 1) memutakhirkan daerah genangan menggunakan data DEM (SRTM 90 m) dari data dasar
yang diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum, 2) menghitung estimasi awan yang berpeluang hujan lebat harian
dari data AVHRR/NOAA-16, dan 3) menganalisa daerah potensi banjir berdasarkan integrasi antara data estimasi awan
yang berpeluang hujan lebat harian dan daerah genangan.
Dalam penelitian ini dianalisis daerah potensi banjir di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan untuk periode tanggal 1
sampai dengan 31 Januari 2005. Hasil analisis daerah genangan menunjukkan bahwa lokasi genangan terdapat di 26
kabupaten di seluruh P. Jawa, 42 kabupaten terdapat di pulau Sumatera dan 21 lokasi genangan di seluruh Kalimantan.
Hasil integrasi dengan data estimasi awan berpeluang hujan lebat harian menunjukkan daerah-daerah yang potensial
mengalami kejadian banjir. Hasil validasi menunjukkan bahwa 71% kejadian banjir di Pulau Sumatera, Jawa dan
Kalimantan pada bulan Januari 2005 sesuai dengan hasil analisa.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri yang sangat rawan
akan berbagai bencana alam, seperti kekeringan,
banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, dan
bencana gempa bumi serta tsunami yang belum
lama terjadi di Aceh dan Sumatera Utara. Bencana
banjir meskipun menimbulkan resiko relatif lebih
rendah daripada letusan gunung berapi, gempa
bumi maupun tsunami, namun mempunyai
frekuensi relatif lebih tinggi, sehingga apabila
diakumulasikan bencana ini juga menimbulkan
kerugian yang tidak kalah jauh dari ketiga bencana
yang lainnya.
Salah satu cara memperkecil resiko banjir adalah
dengan memperkirakan kapan suatu daerah akan
berpotensi terlanda banjir. Analisa ini dapat
dilakukan
dengan
memperkirakan
potensi
terjadinya hujan lebat yang diturunkan dari citra
AVHRR/NOAA-16 dan diintegrasikan dengan
peta kerawanan bencana banjir yang sudah ada.
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005
MBA - 127
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
Peta kerawanan bencana banjir diperoleh dari
Departemen Pekerjaan Umum dengan beberapa
revisi (updating) menggunakan data Digital
Elevation Model (DEM) dari data SRTM (Shuttle
Radar Topography Mission). Dengan demikian
dapat diketahui daerah mana yang kemungkinan
akan terjadi banjir dan kapan akan terjadinya.
Dalam hal ini, peranan teknologi penginderaan
jauh dan Sistem Informasi Geografis sangatlah
diperlukan.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis
daerah potensi banjir menggunakan data satelit
penginderaan jauh
yang memiliki resolusi
temporal tinggi. Pada penelitian ini digunakan citra
NOAA 16 AVHRR kanal 1 (sinar tampak) dan
kanal 4 (inframerah jauh). Lokasi penelitian
mencakup wilayah Indonesia bagian barat yaitu
Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
dilaksanakan berdasarkan data DEM (SRTM 90 m)
sehingga dihasilkan lokasi (titik-titik) daerah
genangan yang lebih tepat.
b)
Menghitung
estimasi
awan
yang
berpeluang hujan lebat harian dari data
AVHRR/NOAA-16. Estimasi awan berpeluang
hujan lebat dari data AVHRR/NOAA-16
digunakan kanal 1 kanal 1 (sinar tampak) dan
kanal 4 (inframerah). Formula yang digunakan
berdasarkan ujicoba dari nilai-nilai Digital Number
(DN) untuk kedua kanal tersebut, yaitu diperoleh
untuk nilai DN kanal 1 > 544 dan kanal 4 > 750
(Khomarudin, 2002).
c)
Menganalisa daerah potensi banjir dengan
mengintegrasikan data estimasi awan yang
berpeluang hujan lebat harian dengan daerah
genangan.
d)
Validasi hasil analisis daerah potensi
banjir menurut laporan di lapangan berdasarkan
catatan media massa.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi
data citra AVHRR/NOAA-16 (Advanced Very
High Resolution Radiometer/National Oceanic and
Atmospheric Administration) yang diakuisisi
secara harian dari tanggal 1 - 31 Januari 2005, data
DEM (Digital Elevation Model) yang diturunkan
dari data SRTM dengan resolusi 90 meter, dan data
peta administrasi dijital untuk wilayah Pulau
Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
3.1. Analisis Daerah Genangan
Hasil analisis daerah genangan yang direvisi
menggunakan DEM (SRTM 90 m) menunjukkan
bahwa daerah genangan terdapat di 26 kabupaten
di seluruh P. Jawa, 42 kabupaten terdapat di pulau
Sumatera dan
Kalimantan.
21
lokasi
genangan
di
seluruh
Untuk keperluan validasi digunakan data kejadian
banjir untuk ketiga wilayah tersebut yang diperoleh
dari media cetak KOMPAS, Media Indonesia dan
Republika.
2.2 Metode Penelitian
Metode penelitian meliputi :
a)
Memutakhirkan
daerah
genangan
menggunakan data DEM (SRTM 90 m) dari data
dasar yang diperoleh dari Departemen Pekerjaan
Umum (PU).
Data daerah genangan yang diperoleh dari
Departemen PU didasarkan atas catatan kejadian
banjir yang telah terjadi. Pada beberapa lokasi
(titik) perlu dilakukan perbaikan (revisi). Revisi
Gambar 1. Peta Daerah Genangan Pulau Sumatera
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005
MBA - 128
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
mempunyai resolusi spasial 1,1 km (pada titik
nadir) dan lebar liputan 2600 km. Sensor ini
mempunyai 5 buah kanal dengan panjang
gelombang tertentu (Tabel 1).
Gambar 2. Peta Daerah Genangan Pulau Kalimantan
Secara umum data AVHRR/NOAA dapat
diaplikasikan untuk menganalisis parameterparameter di bidang meteorologi, oseanografi,
maupun hidrologi. Menurut Harsanugraha (1991),
kombinasi penggunaan beberapa kanal dari data
AVHRR/NOAA dapat dimanfaatkan untuk
berbagai aplikasi, yaitu pemantauan vegetasi,
kebakaran hutan, ekstraksi data albedo, ekstraksi
data suhu permukaan laut dan suhu permukaan
darat,
pertanian,
liputan
awan
maupun
pendeteksian salju/es dipermukaan bumi.
Tabel 1. Karakteristik Kanal AVHRR/NOAA
Kanal
1
2
3
4
5
Panjang gelombang
0,5-0,68
0,725-1,10
3,55-3,93
10,30-11,30
11,50-12,50
Daerah spektrum
Tampak (visible)
Inframerah dekat
Inframerah tengah
Inframerah jauh
Inframerah jauh
Tabel 2. Fungsi tiap-tiap Kanal Data AVHRR/NOAA
Kanal
1
Gambar 2. Peta Daerah Genangan Pulau Jawa
3.2. Estimasi Awan Berpeluang Hujan Lebat
Harian dari Data AVHRR/NOAA-16
3.2.1.
2
Citra AVHRR/NOAA
Satelit NOAA merupakan satelit milik Amerika
Serikat yang dirancang sebagai satelit meteorologi.
Generasi satelit NOAA meliputi NOAA-11,
NOAA-12, NOAA-14, NOAA-15, NOAA-16,
NOAA-17 dan NOAA-18. Satelit ini mempunyai
orbit polar dengan ketinggian 833-870 km.
Periode sekali orbit mencapai 102 menit, dengan
demikian setiap hari menghasilkan 14,1 orbit.
Bilangan orbit yang tidak genap tersebut
menyebabkan suborbital track tidak berulang pada
basis harian walaupun pada saat perekaman data
waktu lokalnya tidak berubah dalam satu lintang.
3
4 dan 5
Fungsi
Menghitung albedo permukaan bumi dan
puncak awan, mendeteksi permukaan
darat dan laut, memantau pertumbuhan
dan perkembangan tanaman, mendeteksi
permukaan salju di permukaan bumi
Memantau vegetasi, mendeteksi awan,
albedo permukaan darat dan laut,
mendeteksi permukaan salju di permukaan
bumi
Menghitung suhu permukaan laut,
mendeteksi distribusi awan pada siang dan
malam hari, mendeteksi kebakaran hutan.
Kanal ini peka terhadap sumber panas di
permukaan bumi
Menghitung suhu permukaan laut dan
darat, mendeteksi distribusi awan pada
siang dan malam hari, memantau
gunungapi dan suhu puncak awan
Sensor AVHRR merupakan salah satu instrumen
utama yang berfungsi untuk mendeteksi
gelombang elektromagnetik atmosfer. AVHRR
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005
MBA - 129
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
3.2.2. Pemisahan awan berpeluang hujan
lebat dari data AVHRR/NOAA-16
Awan merupakan hasil kondensasi dari uap air
yang bergerak naik bersama dalam suatu kolom
udara. Awan terbentuk apabila udara yang
mengandung uap air bergerak ke atas dan pada
kemudian pada ketinggian tertentu mengalami
pendinginan yang pada akhirnya sebagian uap air
berkondensasi membentuk awan (Sariwulan,
2004). Awan yang telah jenuh uap air berpeluang
menimbulkan hujan.
Sementara di pulau Jawa, daerah lokasi genangan
yang berpotensi banjir pada dasarian pertama
bulan Januari 2005 sebagian besar terjadi di DKI
Jakarta, propinsi Banten, Jawa Barat, dan sebagian
kecil propinsi Jawa Tengah. Pada akhir dasarian
kedua hingga awal dasarian ketiga (tanggal 16 s/d
21 Januari 2005) hampir seluruh lokasi genangan
berpotensi banjir kecuali di Kabupaten Cirebon
dan Sumedang. Pada awal dasarian ketiga tanggal
25 Januari 2005 di propinsi Jawa Timur dan DKI
Jakarta berpotensi untuk banjir.
Pengkelasan awan yang berpeluang hujan
dikelaskan menjadi 4 kelas dengan kategori hujan
lebat, hujan sedang, gerimis dan cerah
(Khomarudin, 2002). Pemisahan awan berpeluang
hujan lebat dari data AVHRR/NOAA dilakukan
dengan menggunakan kanal 1 (sinar tampak) dan
kanal 4 (inframerah jauh).
3.3. Analisis Daerah Potensi Banjir
Analisis daerah potensi banjir didasarkan pada
integrasi antara data estimasi awan yang
berpeluang hujan lebat harian dan daerah
genangan.
Hasil integrasi daerah genangan dengan data
estimasi awan berpeluang hujan lebat harian, pada
dasarian pertama bulan Januari 2005 menunjukkan
bahwa di pulau Sumatera potensi banjir sebagian
besar terjadi di Propinsi Sumatera Barat, Riau,
Jambi serta Lampung. Pada awal dasarian kedua
bulan Januari 2005 yang berpotensi banjir adalah
di propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Bengkulu serta Lampung. Di
Propinsi Lampung hujan lebat terjadi sejak tanggal
7 s/d 17 Januari 2005. Pada dasarian ketiga daerah
yang berpotensi banjir umumnya sudah mulai
berkurang.
Di Kalimantan potensi banjir pada bulan Januari
2005 hampir merata disetiap lokasi genangan
kecuali di propinsi Kalimantan Timur. Pada
dasarian pertama potensi banjir sebagian besar
terjadi di propinsi Kalimantan Barat dan
Kalimantan Selatan, dan pada dasarian kedua
maupun ketiga potensi banjir sebagian besar terjadi
di propinsi Kalimantan Tengah dan Selatan.
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005
Gambar 4. Peta Daerah Potensi Banjir
Tanggal 2 Januari 2005
Gambar 5. Peta Daerah Potensi Banjir
Tanggal 16 Januari 2005
MBA - 130
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
Tabel 2 . Hasil validasi kejadian banjir dari dua skenario
VALIDASI
No
skenario
jumlah
kejadia
n banjir
tervalidasi
JML
1
2
Gambar 6. Peta Daerah Potensi Banjir
Tanggal 30 Januari 2005
3.4. Validasi Hasil Analisis Daerah Potensi
Banjir
Hasil analisis daerah potensi banjir selanjutnya
divalidasi dengan fakta di lapangan berdasarkan
catatan media massa dalam kurun waktu 1-31
Januari 2005. Analisis daerah potensi banjir
menggunakan data penginderaan jauh yang telah
dilakukan diharapkan mampu memprediksi daerah
yang berpotensi mengalami bencana banjir.
Pemantauan daerah potensi banjir ini ditentukan
berdasarkan analisis komponen darat yang
didukung oleh hasil pengkelasan awan berpotensi
hujan lebat di Indonesia dengan menggunakan data
AVHRR/NOAA-16.
Pemantauan daerah banjir untuk komponen darat
dilakukan berdasarkan analisis karakteristik fisik
lahan berupa bentuk lahan yang diperoleh dari data
Digital Elevation Model (DEM). Hasil-hasil
analisis berupa informasi spasial daerah potensi
banjir dalam bentuk titik-titik beserta lokasi
kota/kotamadya/kabupaten dan provinsi mana
terjadi. Informasi yang dihasilkan masih berupa
potensi banjir. Oleh sebab itu perlu dilakukan
kegiatan validasi untuk mengetahui sampai sejauh
mana informasi yang diberikan terbukti
kebenarannya.
Validasi
dilakukan
dengan
membandingkan informasi spasial daerah potensi
banjir dengan data dan informasi kejadian banjir
yang bersesuaian dengan waktu kejadiannya.
c. sempurna sehingga berpengaruh terhadap
ketepatan informasi yang dihasilkan,
d. Kesalahan dalam pengolahan, terutama pada
tahap koreksi geometrik, karena selama ini
dilakukan secara manual dengan menentukan
0-1-0
0-1-1
45
45
13
16
%
28,9
35,6
tidak
tervalidasi
JM
L
32
29
%
71,1
64,4
Metode
validasi
dilakukan
dengan
membandingkan informasi spasial daerah potensi
banjir dengan data dan informasi kejadian banjir
yang bersesuaian dengan waktu kejadiannya
kemudian menghitung jumlah prediksi potensi
banjir yang tervalidasi (terbukti kebenarannya)
dengan mengambil dua skenario, yaitu: 1)
skenario 0-1-0 : tervalidasi hari itu, 2) skenario 01-1: tervalidasi hari itu sampai 1 hari sesudahnya.
Perhitungan
validasi
dihitung
berdasarkan
prosentase jumlah kejadian banjir yang sesuai
dengan hasil prediksi oleh kegiatan pemantauan.
Berdasarkan perhitungan beberapa skenario
diketahui bahwa jumlah kejadian banjir tervalidasi
pada skenario V 0-1-0 dan V 0-1-1 relatif rendah
yaitu 29,89% dan 35,6%, sedangkan untuk
beberapa skenario yang lain V 1-1-1, V 1-1-3, V 11-5 dan V-1-17 relatif lebih tinggi yaitu berturutturut 60,0%, 66,7%, 68,9% dan 82,2%.
Skenario yang paling ideal untuk validasi adalah V
0-1-0 maksimum 0 -1-1. Rendahnya nilai validitas
pada skenario tersebut dapat dipahami dengan
memperhatikan kondisi-kondisi sebagai berikut:
1). Keterbatasan teknik pengolahan data:
a. Data AVHRR/NOAA-16 diakuisisi sekitar jam
14.30 WIB sehingga perhitungan validasi tidak
memperhitungkan skala waktu jam, sehingga
terdapat jeda waktu yang memungkinkan
keterlambatan antara jam pengolahan dan jam
kejadian banjir,
b. Metode pemisahan hujan lebat dari data
AVHRR/NOAA-16
kemungkinan
belum
titik-titik Groud Control Point (GCP) yang
tepat. Apabila banyak data yang tertutup awan
terutama pada lokasi-lokasi GCP yang
representatif, maka akan berpengaruh
terhadap validitas lokasi GCP,
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005
MBA - 131
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV
”Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”
e. Daerah genangan yang dipakai sebagai base
daerah rawan banjir kemungkinan masih
kurang akurat dalam hal posisi dan lokasi
serta kurang mewakili semua daerah rawan
banjir. Hal ini terbukti dengan tercatatnya
kejadian banjir di luar wilayah daerah rawan
banjir yang dijadikan basis data.
2) Keterbatasan pencatatan data kejadian banjir,
dapat disebabkan oleh:
a. Tidak semua kejadian banjir tercatat oleh
media cetak maupun elektronik, kemungkinan
hanya kejadian yang menimbulkan korban
jiwa atau materi cukup berarti yang tercatat,
b. Tidak semua kejadian banjir yang tercatat
oleh media cetak maupun elektronik tercatat
dalam proses inventarisasi data dikarenakan
keterbatasan dalam menginventarisasi data.
Perlu diketahui bahwa pencatatan kejadian
banjir pada validasi ini hanya bersumber pada
tiga media cetak nasional yaitu 1) Harian
Umum KOMPAS, 2) Harian Umum Media
Indonesia dan 3) Harian Umum republika.
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Citra AVHRR/NOAA dapat diaplikasikan untuk
memperkirakan daerah potensi banjir dalam skala
regional meskipun masih mempunyai tingkat
validitas relatif rendah.
metode pemisahan awan penghasil hujan lebat
dengan menggunakan citra NOAA-16, 2) perlu
diperhatikan proses pengolahan citra terutama
dalam proses koreksi geometrik yaitu lebih
berhati-hati dalam menentukan titik GCP dalam
kondisi banyak tutupan awan, dan 3) perlu
diupdate daerah genangan (rawan banjir) dengan
memperhatikan banyak faktor dan menggunakan
citra dengan resolusi spasial memadai seperti
Landsat-7 ETM+ atau ASTER.
5. DAFTAR PUSTAKA
Harsanugraha W, 1991. Perkembangan Instrumen
dan Potensi Pemanfaatan data AVHRR. Jakarta.:
Warta LAPAN.
Khomarudin
MR,
2005.
Pendugaan
Evapotranspirasi Skala Regional Menggunakan
Data Satelit Penginderaan Jauh. Tesis. Jurusan
Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, IPB, Bogor.
Sariwulan B, 2005. Pemanfaatan Penginderaan
Jauh dan SIG Untuk Analisis Neraca Air Studi
Kasus DAS Way Besai, Lampung Barat. Tesis.
Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.
Sumardjo AS, 1996. Pendugaan Curah Hujan
Untuk Analisis Banjir di Indonesia. Laporan
Akhir Kegiatan LAPAN Tahun 1996. Jakarta.
Untuk meningkatkan validitas perlu diperbaiki
beberapa metode, yaitu 1) perlu dikaji ulang
Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, 14 – 15 September 2005
MBA - 132
Download