Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur dan

advertisement
69
Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur dan Tanda Vital
Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Ritha Melanie
Stikes Jenderal A. Yani Cimahi
ABSTRAK
Gagal jantung menimbulkan berbagai gejala klinis, yang paling sering dirasakan adalah
paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) atau sesak napas pada malam hari, dan sering muncul tibatiba yang menyebabkan pasien terbangun. Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan
tidur pada pasien gagal jantung adalah ketidakmampuan pasien untuk mengambil posisi tidur
karena PND. Kualitas tidur yang buruk mengakibatkan proses perbaikan kondisi pasien akan
semakin lama sehingga akan memperpanjang masa perawatan di rumah sakit. Pengaturan sudut
posisi tidur sebagai salah satu tindakan keperawatan mempunyai fungsi penting dalam
menurunkan sesak napas dan memenuhi kebutuhan istirahat pasien sehingga memperoleh
kualitas tidur yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas
tidur dan tanda vital pasien gagal jantung. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment
dengan sampel 30 responden, 15 responden mendapatkan perlakuan posisi tidur dengan sudut
30˚ sedangkan 15 responden mendapatkan perlakuan posisi tidur dengan sudut 45˚. Pengumpulan
data untuk kualitas tidur dilakukan dengan menggunakan instrumen PSQI (The Pittburgh Sleep
Quality Index), sedangkan penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi dan respirasi) dilakukan
dengan observasi, selanjutnya dianalisis dengan uji statistik chi square, t-test independent dan
Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien gagal jantung yang dirawat pada ruang intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin sebanyak 63,3% tergolong kriteria NYHA f.c III, rentang umur berkisar
antara 33-87 tahun dan sebanyak 57% adalah laki-laki. Penelitian ini membuktikan adanya
pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung (p: 0,034). Namun,
tidak ada pengaruh yang signifikan antara sudut posisi tidur terhadap 3 parameter tanda vital
(p>0,05) yaitu tekanan darah sistolik (p: 0,740), tekanan darah diastolik (p: 0,784), nadi (p: 0,140)
dan respirasi (p: 0,919).
Implikasi dari penelitian ini bahwa intervensi pengaturan sudut posisi tidur secara bermakna
dapat menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai salah satu
intervensi untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien.
Kata kunci : Sudut Posisi Tidur, Kualitas Tidur, Tanda Vital, Gagal Jantung
A. PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan sindrom dengan gejala unik yang terkadang kurang disadari
oleh penderita dan sering menyebabkan ketidakmampuan dan penurunan kualitas hidup
penderitanya dan juga merupakan masalah epidemik kesehatan masyarakat dan merupakan
penyakit nomor satu yang memicu terjadinya kematian (Dipiro, et al, 2008).
Data American Heart Association (AHA) tahun 2003 menunjukkan gagal jantung sebagai
penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan peningkatan jumlah kematian. Sekitar 5
juta warga Amerika mengalami gagal jantung dengan penambahan 550 ribu kasus baru setiap
70
tahunnya. Pasien yang baru di diagnosis gagal jantung dapat bertahan hidup rata-rata 5 tahun
(Goodman & Gilman, 2007). Peningkatan ini sangat erat hubungannya dengan semakin
bertambahnya usia seseorang.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien
terutama pada pasien usia lanjut, sedangkan pada usia muda, gagal jantung akut diakibatkan
oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital atau kelainan katup dan
miokarditis. Prevalensi penderita gagal jantung meningkat dari 2% pada usia 65 tahun dan
mencapai 80% pada usia lebih dari 80 tahun. Di Indonesia, data prevalensi gagal jantung
secara nasional memang belum ada, namun sebagai gambaran data dari rekam medik RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung yang di peroleh selama 3 bulan (Agustus – Oktober 2011) total
jumlah penderita gagal jantung yang dirawat di ruang intensif sebanyak 101 pasien.
Penanganan gagal jantung memerlukan tindakan yang tepat agar tidak memperburuk
keadaan jantung dari penderita. Istirahat serta rehabilitasi, pola diet, kontrol asupan garam, air,
monitor berat badan adalah cara-cara yang praktis untuk menghambat progresifitas dari
penyakit ini. Melihat besarnya angka mortalitas dan morbiditas yang terjadi, banyak kemajuan
telah dibuat untuk memudahkan diagnosis, penatalaksanaan, dan terapi dalam mengatasi
penyakit kardiovaskuler (Hudak & Gallo, 2010). Kegiatan yang perlu ditekankan adalah
pendidikan kesehatan dan deteksi sedini mungkin, pengenalan awitan gejala, serta
pengendalian faktor risiko, bukan hanya sekedar pengobatan yang merupakan akibat klinis dari
penyakit yang sudah terjadi (Price & Wilson, 2010).
Gagal jantung menimbulkan berbagai gejala klinis yang dirasakan pasien beberapa
diantaranya dispnea, ortopnea, dan gejala yang paling sering dijumpai adalah paroxysmal
nocturnal dyspnea (PND) atau sesak napas pada malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba
dan menyebabkan penderita terbangun. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal
jantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar
manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri dada pada
aktivitas, dyspnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Doengoes, 1999).
Dr. Susan dari Case Western Reserve, yang merupakan salah seorang peneliti senior,
mengatakan bahwa dokter ahli jantung perlu memberikan perhatian khusus terhadap pasien
yang mengalami gangguan tidur, karena gangguan tidur dianggap sebagai salah satu faktor
risiko hipertensi, baik pada pasien dewasa maupun pada pasien anak dan remaja.
Identifikasi dan penanganan gangguan istirahat tidur pasien adalah tujuan penting bagi
perawat. Perawat harus memahami sifat alamiah dari tidur, faktor yang mempengaruhi tidur
dan kebiasaan tidur pasien untuk membantu pasien mendapatkan kebutuhan tidur dan istirahat
(Perry &Potter, 2005). Tanpa istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi,
membuat keputusan dan berpartisipasi dalam aktivitas harian atau keperawatan akan menurun
dan meningkatkan iritabilitas. Disamping itu jika seseorang memperoleh tidur yang cukup,
mereka merasa tenaganya telah pulih. Beberapa ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga yang
pulih dengan kualitas tidur yang baik akan memberikan waktu untuk perbaikan dan
penyembuhan sistem tubuh.
Pasien di unit perawatan intensif pada umumnya akan mengalami gangguan tidur.
Penyebab gangguan tidur itu dikarenakan oleh penyakit yang dideritanya, lingkungan unit
perawatan intensif, stress psikologis dan efek dari berbagai obat dan perawatan yang diberikan
pada pasien kritis tersebut. Pada populasi Eropa prevalensi gangguan pernafasan dalam tidur
71
pada pasien dengan gagal jantung sangat tinggi, sehingga penelitian tentang kualitas tidur
harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung (Schulz, et al, 2007).
Sejak penelitian Framingham tahun 1951 tentang faktor-faktor dan perkembangan unit
perawatan koroner kritis dalam dekade yang sama, perawat unit kritis telah memiliki peran
utama dalam menurunkan mortalitas akibat penyakit jantung. Untuk menanggulangi penyakit
kardiovaskuler, perawat harus mempunyai keterampilan mengkaji, melakukan intervensi
dengan cepat, dan evaluasi ulang terhadap hasil intervensi (Hudak & Gallo, 2010). Perawat
mempunyai peran memberikan asuhan keperawatan kepada pasien secara holistik pada
kondisi seperti apapun. Pasien dalam kondisi kritis pun seharusnya mendapatkan asuhan
keperawatan holistik, dengan tetap memprioritaskan pada aspek mempertahankan hidup.
Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat kritis
dapat mengenali masalah pasien dengan cepat (Talbot, et al, 1997).
Positioning adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan posisi
tubuh dalam meningkatkan kesejahteraaan atau kenyamanan fisik dan psikologis (Dochterman
& Bulechek, 2000). Aktivitas intervensi keperawatan yang dilakukan untuk pasien gagal jantung
diantaranya menempatkan tempat tidur yang terapeutik, mendorong pasien meliputi perubahan
posisi, memonitor status oksigen sebelum dan sesudah perubahan posisi, tempatkan dalam
posisi terapeutik, posisikan pasien dalam kondisi body alignment, posisikan untuk mengurangi
dyspnea seperti posisi semi-fowler, tinggikan 20˚ atau lebih di atas jantung untuk memperbaiki
aliran balik.
Salah satu faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada pasien dengan gagal
jantung adalah ketidakmampuan untuk mengambil posisi tidur yang disukai karena nocturnal
dyspnea (Wilkinson ,2007). Tindakan keperawatan yang tepat dapat mengatasi gangguan tidur
jangka pendek dan panjang. Tindakan perawat Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Interventions and NOC Outcomes menjelaskan terapi keperawatan positioning dengan posisi
tidur semi-fowler untuk mengatasi gangguan tidur pada pasien gagal jantung karena sesak
napas.
Tujuan dari tindakan memberikan posisi tidur adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen
dan meningkatkan ekspansi paru yang maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan pertukaran
gas yang berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus (Doenges, 2000).
Memperoleh kualitas tidur terbaik adalah penting untuk peningkatan kesehatan yang baik dan
pemulihan pasien yang sakit. Meningkatkan kualitas tidur sangat penting dalam prognosis
(Talwar, et al, 2008). Gangguan istirahat tidur pada pasien gagal jantung terutama terjadi pada
malam hari karena sesak napas sangat mengganggu kualitas tidur klien. Kualitas tidur
merupakan aspek dari tidur yang meliputi lama tertidur, waktu bangun dan kenyenyakan dalam
tidur. Pasien yang sakit seringkali membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat daripada
pasien yang sehat. Sifat alamiah dari penyakit akan mengurangi pasien mendapatkan istirahat
dan tidur yang cukup. Kualitas tidur yang buruk pada pasien dengan gangguan penyakit
jantung dapat disebabkan oleh dyspnea, disritmia dan batuk (Rahayu, 2009). Kualitas tidur
yang buruk mengakibatkan proses perbaikan kondisi pasien akan semakin lama sehingga akan
memperpanjang masa perawatan di rumah sakit. Lamanya perawatan ini akan menambah
beban biaya yang ditanggung pasien menjadi tinggi dan kemungkinan akan menimbulkan
respon hospitalisasi bagi pasien.
72
Fenomena yang peneliti temukan selama melakukan studi pendahuluan bahwa di ruang
intensif ternyata masih terdapat perbedaan pendapat dalam hal memberikan intervensi sudut
posisi tidur pada pasien gagal jantung, dimana ada yang menyatakan bahwa pada pasien
dengan PND yang penting diberikan posisi tidur dengan duduk miring senyamannya pasien
saja, ada yang menyatakan posisi tidur yang biasa diberikan adalah posisi semi-fowler (15˚30˚), namun sebagian besar mengatakan bahwa posisi tidur yang biasa dilakukan pada pasien
dengan sesak adalah semi-fowler (20˚-30˚). Di dalam standar asuhan keperawatan pasien
gagal jantung yang sudah ditetapkan oleh RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung bahwa
pengaturan sudut posisi tidur belum spesifik dijelaskan karena intervensi keperawatan yang
tercantum hanya memberikan posisi semi-fowler saja tanpa memperhatikan besaran sudut
kemiringan pada tempat tidurnya. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan mengingat PND
sangat mempengaruhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien serta proses penyembuhan.
Berdasarkan latar belakang diatas dan fenomena yang ditemukan, maka penelitian yang
terkait dengan analisis pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan tanda vital pada
pasien gagal jantung di ruang rawat intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung menjadikan
motivasi peneliti untuk menganalisisnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar sudut posisi tidur yang menghasilkan
kualitas tidur yang baik bagi pasien gagal jantung di ruang rawat intensif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung di
ruang rawat intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
2. Menganalisis pengaruh sudut posisi tidur terhadap tanda vital pasien gagal jantung di ruang
rawat intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif quasy experiment dengan desain
penelitian kohort, untuk mempelajari tentang pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur
dan tanda vital pada pasien gagal jantung di ruang intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Variabel bebas (independent variable) yaitu sudut posisi tidur, sedangkan variabel terikat
(dependent variable) yaitu kualitas tidur dan tanda vital. Variabel perancu adalah yaitu umur,
jenis kelamin, lingkungan dan kebiasaan tidur.
73
Dengan alur penelitian sebagai berikut :
Asupan
Gagal jantung
Penurunan curah jantung
Kelemahan
Proses
PND
Keluaran
Gangguan tidur
Peningkatan
ventriculer filling
pressure
Terapi non farmakologi:
posisi tidur yang sesuai
30˚ atau 45˚
Kualitas Tidur :
PSQI (The
Pittsburg Sleep
Quality Index)
Mekanisme
Kompensasi
Menurunkan
kebutuhan O2
Tanda Vital:
(Tekanan darah,
nadi, respirasi)
Variabel Perancu :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
Peningkatan
ekspansi paru
Mengatasi kerusakan
pertukaran gas
Gambar 1 Alur Penelitian
Populasi sasaran adalah semua pasien gagal jantung di kota Bandung. Populasi
terjangkau adalah semua pasien gagal jantung yang dirawat di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah pasien gagal jantung yang dirawat di
ruang intensif (Intermediate High Care (IHC), Coronary Intensive Care Unit (CICU), dan High
Coronary Care Unit (HCCU)) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Teknik pengambilan sampel
menggunakan consecutive sampling. Pada penelitian ini sampel yang dipilih adalah yang
benar-benar memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian dengan
menggunakan perhitungan rumus sehingga didapatkan jumlah responden sebanyak 30 orang.
Kriteria inklusi sampel adalah :
(1) Pasien gagal jantung dengan kelas fungsional NYHA f.c III dan NYHA f.c IV
(2) Pasien tidak mendapat terapi obat-obat yang mempengaruhi tidur
(3) Hemodinamik dalam keadaan stabil
(4) Pasien dapat berkomunikasi dan kooperatif
Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
(1) Sudut posisi tidur berpengaruh terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung di ruang rawat
intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
(2) Sudut posisi tidur berpengaruh terhadap tanda vital pasien gagal jantung di ruang rawat
intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Pengumpulan data primer diperoleh dari pasien dengan wawancara menggunakan lembar
kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan observasi dengan lembar observasi untuk
mengukur tanda vital (tekanan darah, nadi dan respirasi rate). Data sekunder diperoleh dari
status pasien yang meliputi umur, jenis kelamin dan kelas fungsional gagal jantung (NYHA).
74
Setelah diketahui responden sesuai dengan kriteria inklusi dan mendapat rekomendasi dokter
untuk dirawat di ruang rawat intensif lalu diberikan posisi tidur dengan sudut 30˚ atau 45˚ pada
masing-masing pasien sesuai dengan indikasi intervensi yang sudah ditetapkan sebelumnya
oleh dokter/perawat yang bertanggung jawab, dengan mengatur besar sudut posisi tempat
tidurnya dengan menggunakan alat pengukur (busur derajat). Peneliti mengobservasi tanda
vital (tekanan darah, nadi dan respirasi) mulai pasien dirawat dari hari pertama diberikan
intervensi posisi tidur sesuai dengan sudut yang sudah di tentukan sampai pada hari ke tiga.
Observasi tanda vital dilakukan setiap jam sesuai prosedur tetap di ruang rawat intensif.
Peneliti melakukan pengukuran kualitas tidur dengan wawancara menggunakan kuesioner
PSQI setelah pasien mendapatkan intervensi posisi tidur dengan sudut tertentu selama tiga
hari.
Penilain tanda vital (tekanan darah, nadi dan respirasi) diukur berdasarkan kondisi normal
tidaknya yang diobservasi selama tiga hari. Penilaian kualitas tidur menurut PSQI ini memiliki
skor minimal 0 dan skor maksimal 21 dengan diinterpretasikan dalam kategori baik (skor ≤ 5)
dan buruk (skor > 5) , semakin tinggi skor yang didapatkan seseorang menandakan bahwa
orang tersebut mengalami kualitas tidur yang buruk.
Analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan analisis univariat dan analisis
bivariat dengan menggunakan chi square, t-test independent dan Mann-Whitney. Peneliti dalam
tahapan analisis data menggunakan aplikasi statistik komputer.
1) Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti. Analisa
univariat pada penelitian ini adalah karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin,
kelas fungsional gagal jantung dan intervensi dalam pemberian posisi tidur dengan sudut
tertentu. Data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan ukuran
persentase.
2) Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara dua variable bebas dan
variabel terikat, yaitu pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan tanda vital.
Analisis bivariat ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi program statistik komputer.
Karena variabel bebas dan variabel terikat yang dihubungkan dalam penelitian ini
merupakan variabel kategorik (ordinal dan interval), maka untuk menganalisis hipotesa
penelitian dengan menggunakan uji t-test independent dan Mann-Whitney.
Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah menolak Ho dari data
penelitian, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas dengan variabel
terikat, maka keputusan analisis statistik diambil dengan cara membandingkan nilai p dengan
nilai alpha (α=0,05) dengan ketentuan Ho ditolak jika nilai p ≤ 0,05 dan Ho diterima jika nilai p
> 0,05.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Umum Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung
75
Diagnosis Medis (Kelas Fungsional)
n=30
%
NYHA f.c III
19
63,3
NYHA f.c IV
11
36,7
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa dari 30 responden sebanyak 11 pasien (36,7%) berumur 50-59 tahun,
sebanyak 4 pasien (13,3%) berumur kurang dari 50 tahun, berumur lebih dari 70 tahun 9 pasien
(30%) dan yang berumur 60-69 tahun sebanyak 6 pasien (20%). Berdasarkan jenis kelamin, lakilaki lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 17 pasien (56,7%), sementara
perempuan sebanyak 13 pasien (43,3%).
2. Karakteristik Diagnosis Medis (Kelas Fungsional) Responden
Tabel 2. Karakteristik Responden berdasarkan Kelas Fungsional Gagal Jantung di Ruang Rawat
Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Pada hasil penelitian ini, berdasarkan diagnosis medis (kelas fungsional gagal jantung) terlihat
bahwa pasien yang datang dengan diagnosis medis NYHA f.c III lebih banyak daripada NYHA f.c IV
yaitu sebanyak 19 pasien (63,3%), sementara dengan diagnosis medis NYHA f.c IV sebanyak 11
pasien (36,7%).
3. Karakteristik Skor Kualitas Tidur Responden
Tabel 3. Skor Kualitas Tidur berdasarkan PSQI Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Skor Kualitas Tidur
2
3
4
5
6
n=30
1
9
10
3
7
%
3,3
30
33,3
10
23,3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden, yang memiliki skor kualitas tidur 4
sebanyak 10 pasien (33,3%), yang memiliki skor kualitas tidur terendah yaitu 2 hanya ada 1 pasien
(3,3%) dan skor kualitas tidur 6 ada sebanyak 7 pasien (23,3%).
76
4. Karakteristik Kategori Kualitas Tidur Responden
Tabel 4. Kategori Kualitas Tidur berdasarkan PSQI Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Kategori Kualitas Tidur
Baik
Buruk
n=30
23
7
%
76,7
23,3
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari 30 responden yang memiliki kualitas
tidur baik sebanyak 23 pasien (76,6%), sementara yang memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 7
Variabel
Umur (Tahun)
- Rata-rata (x̄)
- Rentang
Jenis Kelamin
- Laki-laki
Posisi semi-fowler
30˚(n=15)
45˚ (n=15)
58,7
33 - 87
59, 2
35-72
6 (40%)
11 (73,3%)
Nilai p
0,926
pasien (23,3%).
5. Karakteristik
Tanda Vital
0,141
Tabel
5.
Karakteristik Tanda Vital
(Nilai Rata-rata Tekanan
Darah, Nadi dan Respirasi)
Pasien Gagal Jantung di
Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung
Tanda Vital
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Nadi (x/menit)
Respirasi (x/menit)
Posisi Tidur
30˚ (n=15)
115,8
74,3
89,7
21,3
45˚ (n=15)
114,1
73,5
81,5
21,2
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30 responden, pasien dengan posisi tidur
30˚ memiliki rata-rata tekanan sistolik 115,8 mmHg, rata-rata tekanan diastolik 74,3
mmHg, nadi 89,7 x/menit dan respirasi 21,3 x/menit. Sementara pada pasien dengan
posisi tidur 45˚ memiliki rata-rata tekanan sistolik 114,1 mmHg, tekanan diastolik 73,5
mmHg, nadi 81,5 x/menit dan respirasi 21,2 x/menit.
6. Analisis Karakteristik Responden berdasarkan Sudut Posisi Tidur
Tabel 6. Analisis Karakteristik Responden berdasarkan Sudut Posisi Tidur pada Pasien Gagal Jantung
di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
77
- Perempuan
Diagnosis Medis
(Kelas Fungsional)
- NYHA f.c III
- NYHA f.c IV
9 (60%)
4(26,7%)
8 (53,3%)
7(46,7%)
11(73,3%)
4(26,7%)
0,449
Dari penelitian ini didapatkan bahwa pada intervensi posisi tidur dengan sudut 30˚ dan 45˚
rata-rata umur responden adalah 59 tahun, pasien dengan intervensi sudut posisi tidur 30˚ berada
pada rentang umur 33-87 tahun dan pasien dengan intervensi sudut posisi tidur 45˚ berada pada
rentang umur 35-72 tahun. Berdasarkan tabel 4.6, hasil uji statistik pada variabel umur didapatkan
nilai p=0,926 (p>0,05), maka disimpulkan bahwa pada alpha=5% tidak terdapat perbedaan rerata
yang bermakna antara kelompok pasien dengan posisi tidur 30˚ dan posisi tidur 45˚.
Dari hasil penelitian ini, distribusi jenis kelamin laki-laki pada posisi tidur 45˚ lebih banyak
dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 11 pasien laki-laki (73,3%) , sementara pada intervensi
posisi tidur dengan sudut 30˚ lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 9
pasien (60%). Hasil uji statistik pada variabel jenis kelamin didapatkan nilai p=0,141 (p>0,05),
maka disimpulkan bahwa pada alpha=5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel
jenis kelamin laki-laki dengan variabel jenis kelamin perempuan.
Berdasarkan diagnosis medis (kelas fungsional gagal jantung), bahwa pasien dengan posisi
tidur 30˚yang datang dengan diagnosis medis NYHA f.c III lebih banyak dari pada NYHA f.c IV yaitu
sebanyak 8 pasien (53,3%). Demikian pula halnya pada pasien dengan posisi tidur 45˚, diagnosis
medis NYHA f.c III lebih banyak daripada NYHA f.c IV yaitu sebanyak 11 pasien (73,3%). Hasil uji
statistik pada variable diagnosis medis (kelas fungsional) pasien gagal jantung didapatkan nilai
p=0,449
(p>0,05), maka disimpulkan bahwapada alpha=5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara variabel diagnosis medis NYHA f.c III dan NYHA f.c IV.
Berdasarkan uji chi square dan t-test independent, didapatkan nilai p>0,05 pada seluruh
variabel (umur, jenis kelamin dan diagnosis medis), maka disimpulkan bahwa seluruh variabel
tersebut homogen sehingga layak dapat diperbandingkan.
7. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur
Tabel 7. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur pada Pasien Gagal Jantung di
Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Skor kualitas tidur
2
3
4
5
6
Mean
Posisi tidur semi-fowler
30˚ (n=15)
0
4
3
2
6
5
45˚ (n=15)
1
5
7
1
1
4
Nilai p
0,034
78
Dari hasil analisis pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur diperoleh hasil bahwa
pasien dengan sudut posisi tidur 30° memiliki rata-rata skor kualitas tidur yang lebih rendah
dibandingkan dengan skor kualitas tidur pasien gagal jantung dengan sudut posisi tidur 45˚.
Berdasarkan perhitungan statistik diperoleh nilai p=0,034 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
pada alpha=5% terdapat perbedaan rerata skor kualitas tidur yang bermakna antara dua intervensi
posisi tidur baik pada sudut 30° dan 45˚.
8. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Tanda Vital
Tabel 8. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Tanda Vital (Tekanan Darah, Nadi dan
Respirasi) Pasien Gagal Jantung di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Tanda Vital
Sudut Posisi Tidur
30°
Mean
SD
115,8
4,3
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan
Diastolik
74,3
(mmHg)
Nadi (x/mnt)
89,7
Respirasi (x/mnt)
21,2
45˚
Mean
114,1
SD
2,8
Nilai p
0,740
2
73,5
1,8
0,784
4,2
0,6
81,5
21,2
3,4
0,5
0,140
0,919
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan, bahwa pasien pada sudut posisi tidur 30° memiliki mean
sistolik sebesar 115,8 mmHg, mean diastolik 74,3 mmHg, nadi 89,7 x/menit dan respirasi 21,2 x/menit.
Sementara pasien pada sudut posisi tidur 45° memiliki mean sistolik sebesar 114,1 mmHg, mean
diastolik 73,5 mmHg, nadi 81,5 x/menit dan respirasi 21,2 x/menit. Pada penelitian ini, berdasarkan
perhitungan statistik diperoleh bahwa pada tekanan sistolik diperoleh nilai p=0,740, tekanan diastolik
diperoleh nilai p=0,784, nadi diperoleh nilai p=0,410 dan respirasi diperoleh nilai p=0,919. Dari
keseluruhan variable tanda vital memiliki nilai p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pada alpha=5%
terdapat tidak terdapat perbedaan rerata tanda vital yang bermakna antara dua intervensi posisi tidur
baik pada sudut 30° dan 45˚.
D. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30 responden sebanyak 11 pasien (36,7%) berumur
50-59 tahun, sebanyak 4 pasien (13,3%) berumur kurang dari 50 tahun, berumur lebih dari 70 tahun 9
pasien (30%) dan yang berumur 60-69 tahun sebanyak 6 pasien (20%). Berdasarkan jenis kelamin, lakilaki lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 17 pasien (56,7%), sementara perempuan
sebanyak 13 pasien (43,3%). Hasil penelitian ini mendukung atau sesuai dengan hasil penelitian atau
temuan sebelumnya. Penelitian lain menemukan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak didapatkan
mengalami gagal jantung dibandingkan dengan perempuan.
79
Hasil studi literatur menunjukan bahwa usia memegang peranan terjadinya gagal jantung, hal ini
dikarenakan pada usia tua fungsi jantung sudah mengalami penurunan. Salah satu penyebab terjadinya
gagal jantung yang terjadi pada usia tua adalah karena hipertensi. Hipertensi atau tekanan darah yang
tinggi akan memacu jantung untuk bekerja lebih giat, bahkan melebihi kapasitas kerjanya. Apabila hal
ini berlangsung terus menerus, lama kelamaan otot jantung akan mengalami pembesaran atau
penebalan (hipertrofi). Penebalan itu, dimulai dari ventrikel kiri yang bertugas memompa darah ke
sirkulasi tubuh. Jika pembesaran ini tidak segera diatasi dan diidentifikasi, maka curah jantung atau
jumlah darah yang dipompa keluar jantung akan mengalami penurunan. Akibatnya akan timbul gejala
gagal jantung kongestif atau jantung tidak mampu memompa darah sesuai kebutuhan tubuh.
Penelitian lain menyatakan bahwa umur kurang dari 75 tahun merupakan penyebab paling sering
untuk gagal jantung disusul oleh penyakit hipertensi dan diabetes. Penyakit jantung koroner merupakan
etiologi gagal jantung akut pada 60%-70% pasien terutama pada pasien usia lanjut. Gagal jantung
kongestif lebih sering terjadi pada rentang umur 60 sampai 90 tahun (Israel, et al, 2008).
Menurut American Heart Association (2008) lebih dari 83% orang yang mempunyai kelainan
kardiovaskuler berusia 65 tahun atau lebih. Penelitian yang dilakukan Brostrom (2001) mendapatkan
bahwa umur penderita gagal jantung kongestif adalah antara 38-82 tahun pada laki-laki dan 55 – 85
tahun pada wanita.
Penelitian lain menyatakan bahwa tidur normal dipengaruhi oleh usia, dan juga menyebutkan bahwa
seseorang yang berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan usia tua (Amir,
2008).
Data dari American Heart Association mengatakan pada perempuan setelah menopause angka
kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung meningkat. Berdasarkan hasil penelitian ini dan studi
literatur di atas bahwa hasil penelitian ini selaras atau mendukung literatur dan hasil penelitian
sebelumnya.
Berdasarkan diagnosis medis (kelas fungsional gagal jantung), bahwa pasien dengan posisi tidur
30˚ yang datang dengan diagnosis medis NYHA f.c III lebih banyak dari pada NYHA f.c IV yaitu
sebanyak 8 pasien (53,3%). Demikian pula halnya pada pasien dengan posisi tidur 45˚, diagnosis medis
NYHA f.c III lebih banyak daripada NYHA f.c IV yaitu sebanyak 11 pasien (73,3%). Hasil uji statistik
pada variabel diagnosis medis (kelas fungsional) pasien gagal jantung didapatkan nilai p=0,449
(p>0,05), maka disimpulkan bahwa pada alpha=5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
variabel diagnosis medis NYHA f.c III dan NYHA f.c IV.
Penentuan derajat gagal jantung sangat penting untuk program pengobatan pasien (Sudoyo, et al,
2006 ). Penelitian yang dilakukan oleh Allen (2008) dinyatakan bahwa sekitar 42 % responden berusia
62 tahun tergolong NYHA f.c III dan NYHA f.c IV. Brostrom (2008) menyatakan bahwa lebih dari 50%
termasuk dalam NYHA f.c II dan sisanya NYHA f.c III dan NYHA f.c IV.
80
2. Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur pada pasien Gagal Jantung
Dari hasil analisis pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur diperoleh hasil bahwa pasien
dengan sudut posisi tidur 30° memiliki rata-rata skor kualitas tidur yang lebih rendah dibandingkan
dengan skor kualitas tidur pasien gagal jantung dengan sudut posisi tidur 45˚. Berdasarkan perhitungan
statistik diperoleh nilai p=0,034 (p<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa pada alpha=5% terdapat
perbedaan rerata skor kualitas tidur yang bermakna antara dua intervensi posisi tidur baik pada sudut
30° dan 45˚.
Hasil literatur menerangkan bahwa penyakit fisik seperti nyeri, ketidanyamanan fisik misalnya
kesulitan bernapas atau masalah suasana hati seperti kecemasan dapat menyebabkan masalah tidur
(Perry & Potter, 2006). Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun
diperkirakan sekitar 20 – 50 % orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17 %
mengalami gangguan tidur yang serius. Orang dewasa atau usia lanjut yang sudah di diagnosis depresi,
stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis atau hipertensi sering melaporkan bahwa
kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang (Amir, 2008).
Menurut penelitian Julie (2004) bahwa posisi tidur pasien mempengaruhi keadaan curah jantung
pasien gagal jantung. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat
tidur kurang lebih 45 derajat akan mempertahankan curah jantung sehingga sesak nafas berkurang
yang pada akhirnya akan mengoptimalkan kualitas tidur pasien.
Sedangkan menurut Doengoes (1999) bahwa mengatur pasien dalam posisi tidur semi-fowler akan
membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-paru maksimal serta
mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan membran alveolus.
Dengan posisi semi-fowler, sesak napas berkurang dan sekaligus akan meningkatkan durasi tidur klien.
Menurut peneliti kelas fungsional gagal jantung yang lebih berat (NYHA f.c III dan NYHA f.c IV)
akan mempengaruhi rata-rata kualitas tidurnya, karena pada kelas fungsional tersebut diatas pasien
biasanya sudah mengalami sesak nafas saat berbaring di tempat tidur karena aliran balik ke jantung
yang cepat. Disamping itu pada gagal jantung kongestif, paroxysmal nocturnal dyspnea pada umumnya
terjadi setelah beberapa jam pasien tidur berbaring (fallen a sleep) dan akan berkurang bila pasien
duduk atau posisi tidur semi-fowler.
Demikian juga gejala orthopnea, terjadi pada saat berbaring (lying flat) yang menyebabkan pasien
terganggu tidurnya dan pasien langsung bangun atau duduk di kursi untuk mengatasi sesaknya. Pada
umumnya jumlah bantal yang dibutuhkan untuk mengatasi sesak napasnya sekitar 3 bantal (3 pillows
orthopnea) (Allen, 2008). Dengan kondisi ini, mengatur posisi tidur menjadi komponen yang harus
diperhatikan untuk membantu pasien mengurangi sesak napas sehingga kebutuhan istirahat dan tidur
pasien terpenuhi.
81
Brostom, (2001) menyatakan bahwa gangguan tidur sangat sering pada pasien gagal jantung
kongestif. Polisomnografik menunjukan bahwa total durasi tidur pasien gagal jantung kongestif sangat
pendek dan adanya gangguan struktur tidur dengan menimbulkan perubahan tahapan tidur.
Dalam penelitian ini tidak sedikit memang pasien yang mengalami kualitas tidur yang buruk akibat
dari faktor lingkungan selain akibat dari faktor fisiologis, seperti pencahayaan yang terlalu terang, suara
berisik, posisi tempat tidur yang terlalu dekat dengan pintu, tindakan perawatan yang dilakukan pada
malam hari, dan terlalu banyak orang dalam ruangan. Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan
kualitas tidur dan seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor
fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Lingkungan fisik
tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur seperti
ventilasi yang baik, ukuran, kekerasan dan posisi tidur, suara yang tenang dan nyaman, perubahan
suara gaduh akan menghambat tidur.
3. Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Tanda Vital( Tekanan Darah, Nadi dan Respirasi) pada
pasien Gagal Jantung
Pemberian posisi semi-fowler akan mengakibatkan peningkatan aliran balik ke jantung tidak terjadi
secara cepat (Sudoyo, et al, 2006; Smeltzer, 2005; Tjokronegoro,1998). Aliran balik yang lambat maka
peningkatan jumlah cairan yang masuk ke paru berkurang, sehingga udara di alveoli mampu
mengabsorbsi oksigen atmosfer. Disamping itu menurut peneliti klien gagal jantung dengan curah
jantung yang sudah menurun akan merangsang mekanisme kompensasi (seperti peningkatan
vasopresin, renin, angiotensin, aldosteron) serta peningkatan aktivitas simpatik. Hal-hal tersebut diatas
akan mengakibatkan peningkatan systemic vascular resistance dan retensi Na dan H2O. Dengan retensi
tersebut maka akan terjadi peningkatan preload (beban awal) dan afterload (beban akhir) yang akhirnya
menambah sesak napas yang diderita pasien.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Van Bredore et al yang menyebutkan bahwa
posisi tidur 15˚ menyebabkan tekanan darah sistolik berkurang secara nyata (p< 0,005), demikian pula
penelitian yang dilakukan oleh Duward et al juga menyatakan bahwa dengan posisi tidur 15˚ sampai 30˚
ditemukan penurunan tekanan arteri yang progresif, penurunan CVP (p<0,005).
Penelitian Julie, (2008) yang berjudul The Effect of positioning cardiac output measurement,
penelitian ini menyebutkan bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur kurang lebih 45
derajat akan mempertahankan curah jantung sehingga sesak napas berkurang yang pada akhirnya
akan mengoptimalkan kualitas tidur pasien. Dan ini tentunya akan berpengaruh terhadap perubahan
tanda vital terutama laju respirasi pasien.
Pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala memungkinkan rongga
dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan
menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal.
82
Secara teori sebenarnya posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap perubahan denyut nadi dan
tekanan darah, hal ini karena efek gravitasi bumi.. Pada saat duduk maupun berdiri kerja jantung dalam
memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi sehingga kecepatan denyut jantung
meningkat. Apabila terjadi perubahan posisi dari supine ke posisi berdiri maka nadi akan sedikit
meningkat untuk mengkompensasi tekanan darah. Tubuh akan mendeteksi tekanan darah tidak
mencukupi maka akan terjadi mekanisme kompensasi dari jantung untuk meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatkan nadi dan seterusnya meningkatkan aliran curah jantung.
Pada saat berbaring gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena arah peredaran
tersebut horizontal sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak terlalu memompa, sehingga
perubahan posisi berbaring dengan berbagai ukuran sudut tidak berpengaruh besar terhadap
perubahan tanda vital (tekanan darah, nadi dan respirasi).
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat simpulan secara umum, sebagai berikut :
a. Sudut posisi tidur berpengaruh terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung di ruang rawat
intensif RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung.
b. Sudut posisi tidur tidak berpengaruh terhadap tanda vital (tekanan darah, nadi dan respirasi)
pasien gagal jantung di ruang rawat intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Pada pasien gagal jantung, posisi tidur dengan sudut 45° dapat menghasilkan kualitas tidur yang
lebih baik dibandingkan dengan posisi tidur dengan sudut 30°.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka diajukan saran-saran sebagai berikut :
a. Aspek Teoritis
1) Menyebarluaskan informasi pada peserta didik keperawatan tentang pengaruh perubahan
sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung.
2) Mewujudkan evidence based practice terutama dalam hal pengelolaan pasien gagal jantung
untuk meningkatkan kualitas tidur dengan menggunakan terapi non farmakologi.
b. Aspek Aplikatif
1) Menjadikan rujukan dalam menentukan sudut posisi tidur yang paling sesuai dengan
kebutuhan pasien gagal jantung untuk meningkatkan kualitas tidur dalam upaya
mengoptimalkan penyembuhan.
2) Menjadikan salah satu acuan bagi perawat untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan dengan memberikan intervensi keperawatan yang mandiri khususnya terhadap
pasien gagal jantung yang mengalami gangguan tidur, sehingga diharapkan dapat
menurunkan komplikasi dan mortalitas pasien gagal jantung.
83
c. Aspek Penelitian
Hasil ini dijadikan sebagai data awal untuk penelitian lanjutan tentang pengaruh sudut
posisi tidur. Penelitian berikutnya perlu untuk lebih mempertimbangkan beberapa hal seperti
riwayat kebiasaan tidur sebelumnya, pengelompokkan penyakit penyerta, observasi tanda vital
(tekanan darah, nadi dan respirasi) dengan waktu yang lebih lama dan jumlah sampel yang
lebih banyak.
F. KEPUSTAKAAN
Allen, L.A. (2008). Heart failure patients optimistic about life, http:// www.medicalnewstoday.com/articles/109374.php,
diunduh tanggal 7 Januari 2012.
Amir,
N.
(2008).
Gangguan
tidur
pada
lanjut
usia
diagnosis
penatalaksanaan.http://www.critpathcardio.com/pt/re/cpcardio/abstract.00004268-200312000-
dan
00022.htm,
diunduh tanggal 2 Februari 2010.
Ancoli, I., S., Duhamel, E., R., Stepnowsky, C., Engler, R., Cohen-Zion, M., Marler, M., (2003). The Relationship between
Congestive Heart Failure, Sleep Apnea, and Mortality in older men. Chest Journal. 124 (4) : 1400-5.
Baron, E., V., C. (1930). Sleep a problem of localization. J Nerv Ment Dis : 17:249-259.
Buysse, D., J., Reynolds, C., F., Monk, T., H., et al. (1989). The pittsburgh Sleep Quality Index : A New Instrument for
Psychiatri Practice and Research. Psychiatric Research, 28 (2):193-213. University of Pittsburgh.
Brostom, A., Stromberg, A., Dahlstrom, U., et al. (2001).Patients with congestive heart failure and their conception of
their sleep situation, http://www.adaa.org/GettingHelp/FocusOn/Sleep.asp, diunduh tanggal 5 Juli 2008.
Chandrasoma dan Taylor. (2006). Ringkasan Patologi Anatomi. Ed : ke -2. Jakarta : EGC.
Craven, F., R. & Hirnle, J., C. (2009). Fundamental of Nursing : Human, Health and Function. 6th edition. USA. Lippincott
Williams & Wilkins.
Dahlan, M., S. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Dickstein, K., Cohen-Solal, A., Filippatos, G, et al. (2008). ESC Guidelines for The Diagnosis and Treatment of Acute and
Chronic Heart Failure. Eropean Society of Cardiology. Doi : 10.106/j.ejheart. 2008.08.005.
Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L. (2008). Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic
Approach. Seventh Edition, Mc-Hill Medical Publishing, New York, 174-213.
Doenges, M., E., Moorhouse, M., F., & Geissler, A., C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa : I Made K., Nimade S. Jakarta : EGC.
Fowler, G., R. (1990). Diffuse septic peritonitis, with special reference to a new method of treatment, namely, the elevated
head and trunk posture, to facilitate drainage into the pelvis, with a report of nine consecutive cases of recovery.
The Medical Record. New York, 57:617-623, 1029-1931.
Goodman and Gilman. (2007). Dasar Farmakologi Terapi. Edisi 10. Alih bahasa oleh Amalia. Jakarta : EGC, 875
Guyton, A., C., & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed : ke 9. Jakarta : EGC.
Hudak, C., M., & Gallo, B., M. (2010) Keperawatan Kritis Holistik (VIII ed.Vol I). Jakarta: Penerbit EGC.
Ignativicium, D., D., & Workman, L., M. (2006). Medikal Durgical Nursing : Critical Thingking for Collaborative Care (5 ed.
Vol.2) : Elsevier Saunders.
Israel, S.A., Duhamel, E.R.,Stepnowsky, C., Engler, R., Zion, M.C., & Marler,
M.(2003). The relatioship between congetive heart failure, sleep apnea, and mortalty in older men,
http://www.guideline.gov/summary.aspx? Vied_id diunduh tanggal 12 Januari 2012.
ii
iii
Julie,
C.H.
(2008).
The
effect
of
positioning
on
cardiac
ouput
measurement,
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=579636611&SrchMode=1&sid=3
&Fmt=2&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1213971
316&clientId=45625, diunduh
tanggal 19 Januari 2011.
Kozier, Erb, Olivieri. (1991). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 4th edition. Redwood City:
Addison Wesley Nursing.
McCloskey J., & Bulechek (1996). Nursing Intervensi Classification. Second edition. Mosby.
Nugroho, H., S. (2009). Heart Failure Pathophisiologi and Management. Surakarta : FKUNS.
Norman, W.M., Hayward, L.F., (2005). Sleep Neurobiology for the Clinician. Sleep; 27:811-820. Lippincott Williams &
Wilkins : Philadelphia.
Perry & Potter, A., G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep Proses dan Praktek. Alih bahasa : Renata,
K., dkk., vol : 2. Jakarta : EGC.
Polit D., F., & Hungler, B., P. (1999). Nursing research Principles and Methods. Sixth edition, Lipincott. Philadelphia.
Rahayu, U. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan vital exhaustion pada Pasien Penyakit Jantung Koroner
(PJK). Disampaikan Pada Semiar Nasional Keperawatan dan Presentasi Ilmiah. Bandung.
Schultz, J., M., & Videbeck, S., L. (2008). Care Planning. In Lippincott’s Manual of Psychiatric Nursing Care Plans (8 th
ed.). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Sharon,H., A., Abraham, T., W., Chin, H., M., et al. (2005). Circulation. Journal Update for the diagnosis and Management
of Chronic Heart Failure in the Adult. American Heart Association.
Smeltzer, S., C., & Brenda G., B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Vol 2). Philadephia.
Buku kedokteran EGC.
Sudoyo, W., A., Setiyohadi, B., Alwi, I., et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Susan, R., Fung, M., Peters, K., et al. (2011). Decreased Slow Wave Sleep Increases Risk of Developing Hypertension in
Eldery Men. Hypertension:Journal of the American Heart Association. Doi : 10.1161/Hipertensioaha.111.174409,
58: 596-603.
Sugeng dan Sitompul. (2003). Gagal Jantung dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Talwar, A., Liman, B., Greenberg, H., Feinsilver, S., H., and Vijayan, H.(2008). Sleep in the Intensive Care Unit. India :
University of Delhi.
Wilkinson M., J. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC. Edisi 7. Alih
bahasa : Widyawati, S.Kp., M.Kes., dkk. Jakarta : EGC.
Download