Pengaruh El-nino terhadap perubahan iklim mikro dan....(E. Rezamela dan S. Lubnan Dalimoenthe) Pengaruh El-Nino tehadap perubahan iklim mikro dan kadar air tanah di kebun teh Gambung The influence of El-Nino on microclimate change and soil water content in Gambung tea plantation Erdiansyah Rezamela dan Salwa Lubnan Dalimoenthe Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung Desa Mekarsari Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung 40972 E-mail: [email protected] Dajukan: 26 Februari 2016; direvisi: 24 Maret 2016; diterima: 23 Mei 2016 Abstrak Gejala alam El-Nino dengan intesitas sangat kuat pada tahun 2015 berdampak terhadap perubahan iklim mikro dan kadar air tanah di kebun teh Gambung. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2015 Kebun Gambung mengalami 4 bulan kering (curah hujan < 60 mm), suhu udara maksimum 30,8ºC, kelembaban udara turun hingga mencapai titik terendah 65%. Kondisi ini tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman teh yang mengharuskan jumlah bulan kering minimal 2 bulan dengan intensitas curah hujan di bawah 60 mm, suhu udara optimal 18–25ºC, dan kelembaban udara minimal 70%. Areal yang mengalami dampak kekeringan disajikan dalam bentuk peta (lihat Gambar 3 pada naskah). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 65% dari total blok (afdeling utara ± 80% dan afdeling selatan ± 50%) di kebun teh Gambung terindikasi mengelami dampak kekeringan. Pada blok-blok dengan dampak kekeringan terparah A6 (utara) dan B8 (selatan) sekitar 54,70% tanaman masih normal; 14,65% layu sementara dan permanen; 26,34% gugur daun; 5,19% kering pucuk dan ranting muda; serta 0,12% tanaman mengalami kematian pada ranting dan cabang tua. Kadar air tanah (pada kedalaman 10 cm) pada kedua blok tersebut turun menjadi 7,02% dan 4,99% dari batas minimal 30%. Kata kunci: El-Nino, iklim mikro, gejala kekeringan, kadar air tanah, kebun teh Gambung Abstract The very strong intensity of 2015 El-Nino affected on microclimate change and soil water content of Gambung Tea Plantation. The observation results indicated that in the year of 2015 Gambung was experienced four dry months (with rainfall <60 mm), with maximum air temperature 30,8ºC and air humidity dropped to 65%. These condition were not suitable for tea plant to grow well, which normally required two dry months at minimum (rainfall < 60 mm), air temperature of 18– 25ºC, and with relative humidity of above 70%. The affected areas by drought were present in a map (see Figure 3 of the text). About 65% of the total blocks (north section about 80% and south section about 50%) of Gambung tea plantation were affected by drought. The worst affected were blocks A6 (north section) and B8 (south 15 Jurnal Penelitian Teh dan Kina, (19)1, 2016: 15-26 section). In these blocks, about 54.70% of plant were in normal growth condition; 14.65% were in temporary and permanent wilting status; 25.34% in the state of dropping their leaves; 5.19% of the plants with dried buds twigs, and 0.12% with dried twigs and dried old branches. The soil water content (at 10 cm depth) in these blocks dropped to 7.02% and 4.99% from normally required at minimum 30%. Key words: El-Nino, microclimate, symptom of dryness, soil water content, Gambung tea plantation PENDAHULUAN Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada umumnya musim kemarau terjadi antara bulan April-September dengan puncaknya sekitar bulan Juni sampai Agustus, akibat Monsun Dingin Australia. Musim di Indonesia selain dipengaruhi oleh Monsun dan pengaruh lokal, juga dipengaruhi oleh adanya fenomena global salah satunya peristiwa El Nino (Fadholi 2013). El-Nino adalah suatu gejala anomali kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di samudra Pasifik sekitar equator (equatorial pacific) khususnya di bagian tengah dan timur, karena lautan dan atmosfer adalah dua sistem yang saling terhubung, maka penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya penyimpangan iklim (BMKG 2013). Pengaruh El-Nino sangat terasa di beberapa wilayah di Indonesia yang ditandai dengan jumlah curah hujan lebih kecil dalam tahun El-Nino dibandingkan dengan pra dan pasca El-Nino, sehingga dapat menyebabkan musim kemarau lebih panjang (Fadholi 2013). 16 Pada budidaya tanaman teh, musim kemarau yang berkepanjangan ditandai dengan Jumlah bulan kering lebih dari 2 bulan dengan intensitas curah hujan di bawah 60 mm (PPTK 2006). Dampak kekeringan utama pada perkebunan teh yaitu menurunnya produksi hingga mencapai 50% bila dibandingkan dengan kondisi normal. Jika curah hujan berkurang 100 mm/bulan, maka produksi teh akan menurun antara 30 hingga 90 kg/ha (Wijeratne et al., 1996). Bulan kering yang panjang mempengaruhi pertumbuhan tanaman teh, hal ini disebabkan tanaman teh merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap musim kering yang panjang, karena memerlukan air dalam jumlah banyak (Kartawijaya 1992). Air merupakan penyusun 85–90% berat segar tanaman hidup, reaktan dalam berbagai proses fisiologi termasuk fotosintesis dan hidrolisis. Air juga berperan sebagai pelarut hara dari dalam tanah sehingga hara dapat diserap tanaman dan mempertahankan turgiditas (Stewart 1959; Donahue 1971 cit Dalimoenthe dan Rachmiati 2009). Kekeringan menyebabkan defisit air dalam tanah dan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan tanaman. Pada tahap awal stadia kekeringan, terlihat penurunan produksi pucuk dan pembentukan pucuk burung (Wibowo et al., 1992). Tahapan-tahapan kekeringan pada tanaman teh yang dapat diamati secara kasat mata menurut Sukasman (1992) antara lain: Layu sementara Kadar air tanah minimal yang baik bagi pertumbuhan tanaman teh adala 30% (Darmawijaya 1987). Pada kondisi kadar air di bawah batas minimal, transpirasi tidak dapat diimbangi oleh penyerapan air dan menyebabkan stomata pada daun menutup Pengaruh El-nino terhadap perubahan iklim mikro dan....(E. Rezamela dan S. Lubnan Dalimoenthe) sehingga transpirasi berhenti maka akan dicapai kondisi layu sementara. Kondisi ini menyebabkan berhentinya pertumbuhan. Keadaan layu sementara akan segera pulih apabila udara lembab atau suhu udara turun, atau ada penambahan kandungan air tanah. air pada daun tua sudah habis maka akan terjadi kematian pada bagian-bagian tanaman yang tumbuh aktif, misalnya pucuk dan ranting muda. Gejala ini akan segera kelihatan dari mengeringnya bagian-bagian tanaman tersebut. Layu permanen Mati ranting dan cabang tua Jika kadar air tanah terus-menerus turun di bawah batas minimal, transpirasi tidak dapat diimbangi oleh penyerapan akar, maka keadaan layu bertahan sampai pagi hari berikutnya. Selanjutnya jika kadar air tanah terus turun sampai di bawah 30% (Darmawijaya et al., 1989 cit Sukasman 1992) maka penyerapan air oleh akar berhenti dan terjadilah kondisi layu yang disebut layu permanen. Dalam kondisi layu permanen ini maka pertumbuhan berhenti sama sekali. Kondisi layu permanen hanya dapat disembuhkan jika tanah diberikan air yang cukup (Levitt 1980 cit Sukasman, 1992). Ranting dan cabang akan segera kehabisan cadangan hara jika tidak terjadi aliran air dan hara dari bawah ke atas. Selanjutnya cabang-cabang dan ranting ini akan segera mati. Gugur daun Kadar air tanah kurang dari 15% akan menyebabkan kematian pada tanaman (Darmawijaya 1987). Jika kadar air tanah di bawah 15%, kondisi layu permanen berlangsung lama disertai suhu udara tinggi dan kelembaban nisbi yang rendah, maka akan terjadi proses aliran air dari daun-daun tua ke daun yang lebih muda. Proses ini ditandai dengan gugurnya daun pemeliharaan yang tua yang terletak pada lapisan yang paling bawah. Mati cabang besar dan batang Sejak terjadinya gejala layu sementara maka stomata pada daun telah menutup sehingga tidak terjadi fotosintesis. Oleh sebab itu akan terjadi pembongkaran cadangan hara dalam akar. Cabang dan batang sudah mati sebelum seluruh cadangan dalam akar habis. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka kematian tanaman tidak dapat dihindarkan. Pola pergerakan indeks NINO asia pasifik pada tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 1 berikut (BMKG 2015). Kering pada pucuk dan ranting muda Jika keadaan udara kering dan suhu tinggi terus berlanjut sedangkan cadangan GAMBAR 1 Indeks Nino Indonesia tahun 2015. 17 Jurnal Penelitian Teh dan Kina, (19)1, 2016: 15-26 Pada tahun 2015 telah terjadi gejala alam El-Nino dengan intensitas sangat kuat, dimana indeks NINO mencapai puncaknya di angka 2,483 (BMKG 2015; Null, 2015). Di daerah tropis seperti Indonesia, peristiwa El-Nino mempengaruhi pergeseran pola curah hujan, penurunan kuantitas curah hujan dan peningkatan suhu udara (Irawan 2013). Jumlah curah hujan di bagian khatulistiwa mengalami penurunan yang diikuti oleh peningkatan jumlah bulan kering. Kondisi bulan kering yang panjang ini juga di alami oleh Kebun Teh Gambung, Pusat Penelitian Teh dan Kina, Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh El-Nino tahun 2015 terhadap perubahan kondisi iklim mikro, kadar air dan dampaknya terhadap gejala kekeringan pada tanaman teh. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan selama bulan oktober 2015 di Kebun Teh Gambung, Pusat Penelitian Teh dan Kina dengan keringgian 1.350 mdpl. Sebagian besar memiliki ordo tanah Andisol dan curah hujan menurut klasifikasi Schdmit dan Ferguson (1951) termasuk kategori tipe iklim B (Laksono et al., 2013). Pengamatan iklim mikro bulan Januari–Desember 2015 dilakukan dengan pengambilan data pada stasiun cuaca otomatis/Automatic Weather Station (AWS) merek DAVIS yang terletak di Kantor Pusat Penelitian Teh dan Kina, Desa Mekarsari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Parameter iklim yang diamati meliputi Curah Hujan (mm), Kelembaban Udara Relatif (%), dan Suhu Udara Maksimum 18 (ºC). Data Curah Hujan (mm) disajikan dalam seri bulanan merupakan akumulasi dari data curah hujan harian, sedangkan untuk data Kelembaban Udara Relatif (%), dan Suhu Udara Maksimum (ºC) merupakan rerata harian. Pengamatan terhadap blok-blok yang berdampak kekeringan dilakukan dengan mengamati dan menghitung jumlah blok yang terindikasi gejala kekeringan secara visual di kedua afdeling (utara dan selatan). Data indikasi gejala kekeringan disajikan dalam bentuk peta. Sumber peta berasal dari peta dasar dan peta tanaman yang ada di Kebun Gambung. dari peta dasar tersebut kemudian dilakukan penggandaan dengan menggunakan program Corel Draw. Blokblok yang terindikasi gejala kekeringan diberi warna jingga sedangkan blok normal diberi warna hijau muda. Dari data blok-blok yang berdampak kekeringan, dipilih blok-blok yang paling parah, lalu dibuat plot sejumlah 20 x 20 tanaman sampel dan diambil persentase gejala kekeringan dengan cara menghitung jumlah tanaman yang termasuk dalam stadia gejala kekeringan menurut Sukasman (1992) antara lain: (1) Layu semenetara dan permanen, (2) gugur daun, (3) kering pucuk dan ranting muda, dan (4) mati ranting dan cabang. Pengamatan kadar air tanah (KAT) dilakukan pada blok-blok yang paling parah terdampak gejala kekeringan. Pengamatan KAT menggunakan metode gravimetri. Sampel tanah diambil menggunakan ring sampel sebanyak 2 ulangan setiap plot. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-10 cm, dikarenakan pada kedalam tersebut merupakan zone perakaran yang peka terhadap perubahan kadar air (Sukasman dan Johan 1996). Pegukuran kadar air tanah Pengaruh El-nino terhadap perubahan iklim mikro dan....(E. Rezamela dan S. Lubnan Dalimoenthe) dinyatakan dalam % volume yang didapat dari perhitungan berat kering tanah sesudah kering oven pada suhu 1050C. Persamaan KAT (% volume) dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Rachmiati dan Ansari 2010): HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh El-Nino 2015 terhadap iklim mikro di perkebunan teh Gambung Curah hujan bulanan, suhu maksimum dan kelembaban udara relatif sepanjang tahun 2015 tersaji dalam Tabel 1. TABEL 1 Curah hujan bulanan (CH), kelembaban relatif (RH) dan suhu udara maksimum Kebun Teh Gambung tahun 2015 No. Bulan CH (mm) RH (%) Suhu maks. (0C) 1 Januari 222.6 92 27.3 2 Februari 263.8 86 27.7 3 Maret 209.1 89 27.6 4 April 210.6 84 28.0 5 Mei 174.6 80 27.4 6 Juni 124.6 79 27.9 7 Juli 35.0 80 27.7 8 Agustus 18.6 73 28.9 9 September 2.8 71 29.6 10 Oktober 3.2 65 30.8 11 November 250.6 86 30.2 12 Desember 324.4 80 27.8 Sumber. Rekapitulasi Automatic Weather Station (AWS) Gambung 2015 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sepanjang tahun 2015 kebun teh Gambung mengalami empat bulan kering dengan curah hujan di bawah 60 mm. Curah hujan terus mengalami penurunan mulai dari bulan Juli sebesar 35 mm sampai dengan titik terendah pada bulan Oktober menjadi 3,2 mm, kemudian meningkat kembali pada bulan November. Pada budidaya tanaman teh, musim kering yang berkepanjangan ditandai dengan jumlah bulan kering lebih dari dua bulan dengan intensitas curah hujan di bawah 60 mm (PPTK 2006). Selain penurunan curah hujan, terjadi penurunan kelembaban udara realtif/relative humidity (RH) sampai pada titik terendah di bulan Oktober sebesar 65%, kemudian meningkat seiring peningkatan curah hujan di bulan November dan Desember. Pada tahun 2015 kondisi kelembaban relatif di bawah batas ideal bagi pertumbuhan tanaman teh. Tanaman teh akan tumbuh baik pada kelembaban udara relatif siang hari lebih dari 70% (PPTK 2006). Kondisi kelambaban rendah yang terjadi selama musim kering dapat menurunkan laju fotosintesis dikarenakan terjadinya evapotranspirasi secara cepat pada sel penyangga yang mengakibatkan stomata akan menutup. Pada kondisi lebih lanjut hal ini akan meningkatkan kehilangan air, menyebabkan cekaman air pada daun dan penurunan laju pertumbuhan tanaman teh selama musim kering (Hajra 2001). Rerata bulanan suhu udara maksimum mencapai puncaknya pada bulan Oktober sebesar 30,80C, kemudian mulai turun sampai bulan Desember menjadi 27,8ºC. Carr (1972) cit Wilson dan Clifford (1992) menyimpulkan bahwa suhu udara minimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tunas sekitar 13 atau 14ºC dengan optimal kisaran 18 sampai 30ºC. Pada suhu daun di atas 35ºC laju asimilasi bersih dan pertumbuhan akan menurun secara cepat. Selanjutnya 19 Jurnal Penelitian Teh dan Kina, (19)1, 2016: 15-26 penelitian yang dilakukan oleh Tanton (1982) cit Wilson dan Clifford (1992) menunjukkan pada suhu maksimum 30°C dengan kelembaban relatif 45% menyebabkan penurunan laju pertumbuhan secara relatif. Pengaruh penurunan curah hujan terhadap penurunan produksi pucuk Dampak kekeringan terhadap perkebunan teh adalah menurunnya produksi di beberapa kebun sekitar 20–30% bila dibandingkan dengan kondisi normal. Jika curah hujan berkurang 100 mm/bulan, maka produksi teh akan menurun antara 30 hingga 90 kg/ha (Wijeratne et al.,1996). Pengaruh kemarau panjang yang berpengaruh pada perubahan iklim mikro juga berdampak pada penurunan produktivitas di Kebun Teh Gambung. Hubungan antara penurunan produktivitas dan dinamika curah hujan di KP Gambung tersaji dalam Gambar 2. antara Penurunan produksi pucuk dengan penurunan curah hujan, produksi pucuk semakin menurun seiring penurunan curah hujan. Menurut Kartawidjaya (1992) semakin lama periode kemarau semakin jauh penurunan produksi. Tanaman teh pada dasarnya merupakan tanaman yang sangat bergantung pada hujan, dimana dapat tumbuh dengan baik pada area dengan curah hujan tahunan antara 1.150 sampai dengan 6.000 mm (Hajra 2001). Kondisi curah hujan 2015 berdampak kepada penurunan produksi pucuk. Selain terjadi penurunan produksi sebagai akibat kemarau panjang, tanaman banyak mengalami kematian. Rahardjo et al., (1996) melaporkan bahwa kemarau panjang dapat mengakibatkan kematian pada tanaman teh muda sebesar 83%. Begitu juga dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Sukasman (1992), tingkat kematian tanaman teh akibat kekeringan berkisar antara 1,80– 62,72%. Peta situasi kekeringan di kebun teh Gambung GAMBAR 2 Hubungan penurunan produksi pucuk dengan curah hujan tahun 2015. Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat hubungan regresi yang erat (R2 = 0,87) 20 Indikasi kekeringan secara visual pada Kebun Teh Gambung disajikan dalam bentuk peta Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada afdeling A sejumlah 8 dari 10 blok atau 80% dari total blok yang diamati mengalami kekeringan. Afdeling B memiliki jumlah blok yang mengalami indikasi kekeringan lebih rendah, yaitu sejumlah 5 dari 10 blok atau 50% dari total blok yang diamati mengalami kekeringan, sehingga total 65% blok pada afdeling A dan B terindikasi mengalami kekeringan. Pengaruh El-nino terhadap perubahan iklim mikro dan....(E. Rezamela dan S. Lubnan Dalimoenthe) GAMBAR 3 Peta kekeringan tanaman teh kebun Gambung. 21 Jurnal Penelitian Teh dan Kina, (19)1, 2016: 15-26 Kadar air tanah (KAT) pada musim kemarau 2015. Suhardi et al. (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa efektivitas peningkatan curah hujan dipengaruhi oleh intensitas curah hujan tinggi dan durasi yang panjang. Curah hujan mempengaruhi kondisi kadar air tanah (Sukasman dan Johan 1996). Musim kemarau bagi tanaman teh berarti akan terjadi kekurangan kadar air tanah karena curah hujan berkurang, kemudian keadaan ini akan meningkatkan suhu udara melewati batas optimalnya (Kartawidjaya 1992). Curah hujan dan kadar air tanah pada puncak dan pasca kemarau 2015 dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2 Kadar air tanah (%) dan curah hujan (mm) pada puncak musim kemarau Oktober 2015 dan musim hujan Januari 2016 Bulan Blok A6 (Utara) Blok B8 (Selatan) Curah Hujan (mm) Oktober 2015 Januari 2016 7.02% 18.06% 4.99% 24.26% 3.2 319 Pada Tabel 2 kadar air pada kedalaman 10 cm di blok yang mengalami indikasi gejala kekeringan terparah yaitu blok A6 (Afdeling Utara) dan B8 (Afdeling Selatan). Pada bulan oktober 2015 dimana curah hujan bulanan hanya sebesar 3,2 mm, blok A6 dan B8 masing-masing memiliki kadar air 7,02% dan 18,06%, jauh di bawah batas ideal tanaman. Kadar air tanah minimal yang ideal untuk tanaman teh sebesar 30%. Pada kadar air tanah kurang dari 30% pertumbuhan tanaman teh mulai terhambat, pada kadar air kurang dari 15% akan menyebabkan kematian pada tanaman teh karena terjadinya defisit ketersediaan air (Darmawijaya 1987 cit Dalimoenthe dan Rachmiati 2009). Kadar air tanah meningkat seiring dengan peningkatan curah hujan, 22 pada bulan Januari 2016 dimana curah hujan mencapai 319 mm blok A6 dan B8 masing-masing memiliki kadar air 18,06% dan 24,26%. Persentase gejala kekeringan tanaman teh pada musim kemarau 2015 Kekeringan menyebabkan defisit air dalam tanah dan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan tanaman (Wibowo et al. 1992). Pada kondisi kekeringan berat dan ekstrem tanaman mulai kehilangan cabangcabang muda. Pucuk dan daun muda mulai mati, lalu diikuti dengan kematian cabangcabang dan akhirnya kematian akar (Arunachalam 1995). Pada blok-blok yang terindikasi mengalami dampak kekeringan paling parah, tersaji pada Gambar 4, 5, dan 6. GAMBAR 4 Gejala kekeringan Blok A6 (Afdeling utara). GAMABAR 5 Gejala kekeringan Blok B8 (Afdeling selatan). Pengaruh El-nino terhadap perubahan iklim mikro dan....(E. Rezamela dan S. Lubnan Dalimoenthe) GAMBAR 6 Rerata gejala kekeringan Blok A6 dan B8. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada kadar air tanah (KAT) 7,02% di Blok A6, terdapat 0,23% tanaman mengalami kematian pada ranting dan cabang tua; 5,93% tanaman mengalami kering di bagian pucuk dan ranting muda; 29,89% tanaman mengalami gugur daun; 10,65% layu dan sebanyak 53,30% tanaman masih dalam keadaan normal. Sedangkan di Blok B8 yang ditujukkan oleh gambar 5, walaupun kadar KAT sedikit lebih rendah dibandingkan blok A6 yaitu sebesar 6,00%, namun tanaman yang mengalami kering pucuk dan gugur daun sedikit lebih rendah yaitu 4,45% dan 20,80%. Begitu juga dengan tanaman yang masih dalam kondisi normal, sedikit lebih banyak dari blok A6 yakni sebesar 56,10%, namun persentase tanaman layu lebih tinggi yaitu sebesar 18,65%. Pada Gambar 6 terlihatt bahwa pada blok A6 (Afdeling Utara) dan blok B8 (Afdeling Selatan) rerata KAT dikedua blok hanya sebesar 6,00%, sebesar 54,70% tanaman masih tumbuh normal, 14,65% mengalami layu sementara dan permanen. Kondisi layu ini dapat terpulihkan jika diberikan air secara intensif (Levitt 1980 cit Astika et al., 2001). Kondisi defisit air mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Laju asimilai bersih secara bertahap berku- rang pada kondisi cekaman air (El-Sharkawy and Hesketh 1969; Slatayer 1967 cit Eastin et al., 1969). Tahapan pertama yang akan mengakibatkan terganggunya laju fotosintesis pada kondisi cekaman air adalah menutunya stomata (Eastin et al., 1969). Sebanyak 25,34% tanaman mengalami gugur daun, menurut Astika et al. (2001) gugur daun terjadi pada kondisi tanaman layu permanen yang berlangsung sangat lama didukung dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi. Sukasman (1992) mengungkapkan bahwa proses gugur daun disebabkan terjadinya pergerakann air dari daun-daun tua ke lebih muda. Pada kondisi kadar air tanah yang rendah, kebutuhan potensial air meningkat untuk di salurkan ke akar dan tajuk tanaman, sehingga kandungan potensial air daun menjadi turun, keadaan ini akan berpengaruh pada penutupan stomata (Slatyer cit Eastin et al., 1969). Kondisi gugur daun terus berlanjut akan mengakibatkan kadar pati pada daun tua habis dan akan menyebabkan kematian pada bagian tumbuh yang masih aktif (Sukasman 1992) kondisi ini ditandai dengan kering pada pucuk dan ranting muda dialami pada plot sampel sebesar 5,19%. Pada kondisi ini apabila tidak terjadi aliran air akan mengakibatkan kematian cabang-cabang dan ranting (Sukasman 1992). KESIMPULAN Gejala El-Nino dengan intensitas sangat kuat (+2,483) pada bulan Oktober 2015 berdampak pada iklim mikro di kebun teh Gambung. Sepanjang tahun 2015, terdapat 4 bulan kering dengan intensitas di 23 Jurnal Penelitian Teh dan Kina, (19)1, 2016: 15-26 bawah 60 mm, suhu udara maksimum mencapai 30,8ºC dan kelembaban udara turun di titik terendah hingga mencapai 65%. Dampak kekeringan dialami oleh 80% dari total blok di Afdeling A (Utara) dan 50% dari total blok afdeling B (Selatan). Secara keseluruhan, 65% dari total blok di Kebun Teh Gambung terinidikasi mengalami gejala kekeringan Kadar air tanah (KAT) di blok A6 (Afdeling utara) dan B8 (Afdeling selatan) pada puncak musim kemarau bulan Oktober 2015 jauh di bawah batas ideal yaitu sebesar 7,02% dan 4,99%. KAT meningkat kembali pada musim penghujan di akhir Januari 2015 sebesar 18,06% dan 24,26%. Rerata persentase gejala kekeringan pada tiap stadia di blok A6 dan B8 yaitu sebanyak 54,70% tanaman dalam kondisi normal, 14,65% tanaman layu sementara dan permanen, 25,34% mengalami gugur daun, 5,19% kering pucuk dan ranting muda, serta 0,12% tanaman mengalami kematian pada ranting dan cabang tua. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan peneliti Ibu Restu Wulansari, SP., dan Bapak Nyanjang Rusmana, SP., atas saran dan konsultasinya dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada rekan-rekan teknisi Sdr. Hermawan, Sdr. Jaya, Sdr. Agus Kurniawan, dan Sdr. Toni Antoni yang telah membantu kegiatan pengambilan data di lapangan. 24 DAFTAR PUSTAKA Arunachalam, K. 1995. A Hand Book on Indian Tea. First Printed. New Delhi: All India Press. Astika W.G.P., Z. S. Wibowo, W Widayat, P. Raharjo, dan N. Subarna, 2001. Dampak dan penanggulangan kekeringan pada usaha perkebunan teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina. Kumpulan Makalah Seminar El-Nino 2002 : Dampak dan Penanggulangan Kemarau Panjang pada Usaha Perkebunan Indonesia. Yogyakarta, 20-21 Juni 2001. Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia. Dalimoenthe, S.L., dan Y. Rachmiati. 2009. Dampak perubahan iklim terhadap kadar air tanah di perkebunan teh. Jurnal Penelitian Teh dan Kina 12(3): 59-66 Darmawijaya, M.I. 1982. Pengaruh kekeringan terhadap tanaman teh. BPTK Gambung Eastin, J.D., F. A. Haskins, C. Y. Sullivan, dan C. H. M. Van Bavel. 1969. Physiological Aspects of Crop Yield. USA: American Society of Agronomy, Inc, and the Crop Science Society of America, Inc, 677 South Segoe Road, Madison, Wisconsin 53711 Hajra, N. G. 2001. Tea Cultivation Comprehensive Treatise. India: International Book Distribiting st Company. 1 Ed. p92 Pengaruh El-nino terhadap perubahan iklim mikro dan....(E. Rezamela dan S. Lubnan Dalimoenthe) Irawan, Bambang. 2013. Politik Pembangunan Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. IAARD Press, Balitbang Pertanian. http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/politik pembangunan /BAB-II/BAB-II-2.pdf [23 Desember 2015] Kartawijaya.W.S. 1992. Evaluasi Pengaruh Kemarau Panjang Tahun 1991 terhadap Produksi Di Beberapa Perkebunan Teh. Warta Teh dan Kina 3(3/4): 55-71. Laksono, A.B., I.R. Dewi, C. Suherman dan J. Santoso. 2013. Pengaruh fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan akar setek pucuk kina (Cinchona ledgeriana, Moens) klon Cib5 dan QRC. Jurnal Penelitian Teh dan Kina 16(2): 83-90 Null, Jan. 2015. ONI (Ocenix Nino Index). http://www.cpc.noaa.gov/products/an alysis_monitoring/ensostuff/ensoyear s.shtm l [16 November 2015] Rachmiati, Yati dan Ansari. 2010. Perwilayahan iklim areal kebun teh berdasarkan kepekaan terhadap indikator iklim global. Jurnal Penelitian Teh dan Kina (3): 69-82. Rahardjo, P., Sukasman, Salim, A.A., Dachman, Rusmana, N. 1996. Peranan Mulsa dan Tanaman Pelindung Sementara Terhadap Daya Tahan Tanaman Teh Muda dalam Kemarau Panjang. Warta Teh dan Kina (7) Suhardi, A. Munir, S. N. Faridah dan I. S. Tulliza. 2012. Dinamika Kadar Air Tanah di Bawah Tegakan Kakao pada Berbagai Kondisi. Prosiding Seminar Nasional PERTETA. Malang, 30 November–2 Desember 2012. http://repository.unhas.ac.id/bitstream /handle/123456789/8646/Dinamika% 20Kadar%20Air.pdf?sequence=1 [17 Desember 2015] Sukasman dan E, Johan. 1996. Pengelolaan Pohon Pelindung Sebagai Sarana Pengendalian Mikro klimat yang Optimal di Perkebunan Teh. Risalah Penelitian PPTK 1991-1995: 67–69 Sukasman. 1992. Pengaruh kemarau panjang terhadap tanaman teh dan usaha penanggulangan secara agronomi. Warta Teh dan Kina 3 (3/4): 71-82. Wibowo, Z.R., M. I. Darmawijaya, P. Rahardjo dan E. H. Pasaribu. 1992. Daya sangga tanah-tanah terhadap air dan beberapa langkah konservasinya dalam menyongsong musim kering tahun 1992. Warta Teh dan Kina 3 (3/4). Wijeratne, M. A. 1996. Vurnerability of Srilanka Tea Prodution To global Climate Change. p87-94. Water, Air, and Soil Polution. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Wilson, K. C, and M. N. Clifford. 1992. Tea Cultivation and Consumption. USA: Springer Sicence+Business Media BV 1st Ed. p 87–130. [BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2013. Sejarah dan Dampak El-Nino di Indonesia. http://www.bmkg.go.id/bmkg_pusat/l ain_lain/artikel/Sejarah_Dampak_El_ Nino_di_Indonesia.bmkg#ixzz40CuB mFFR [15 Februari 2016] ––––––––,. 2015. Index El-Nino Indonesia. http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat 25 Jurnal Penelitian Teh dan Kina, (19)1, 2016: 15-26 /Informasi_Iklim/Informasi_Index_El _Nino.bmkg [16 November 2015] [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman The Edisi Tahun 2006. Bandung (ID): Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung 26