analisis kejadian cuaca ekstrim di wilayah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Curah Hujan
2.1.1. Pengertian Hujan
Endapan (presipitasi) didefenisikan sebagai bentuk air (Cair) dan padat
(es) yang jatuh kepermukaan bumi. Meskipun kabut, embun dan embun beku
(frost) dapat berperan dalam alih kebasahan (moisture) dari atmosfer ke
permukaan bumi, unsur tersebut tidak ditinjau sebagai endapan. Bentuk endapan
adalah hujan, gerimis, salju, dan batu es hujan (hail). Hujan adalah bentuk
endapan yang sangat sering dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud dengan
endapan adalah curah hujan(Bayong,2004).
Curah hujan dan suhu merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi
kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci =
25.4 mm). Jumlah curah hujan 1mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi
permukan 1mm , jika air tersebut tidak meresap kedalam tanah dan menguap ke
atmosfer. Didaerah tropis hujannya lebih lebat dibandingkan dengan daerah
lintang tinggi.
2.1.2. Curah Hujan Di Indonesia
Sumber curah hujan di wilayah monsun Indonesia adalah pertumbuhan
dengan konveksi dari awan konvektif atau gabungan dengan faktor lain seperti
konvergensi, orografik, atau arus siklonik. Awan-awan diatas Indonesia sering
disebut ”awan panas” (warm cloud) karena suhu awan diatas -10˚C, hanya bagian
Universitas Sumatera Utara
atas menara awan yang kadang-kadang mempunyai suhu kurang dari -10˚C.
Dalam awan panas sebagian pertumbuhan tetes hujan dan pembentukan curah
hujan dilakukan melalui proses dua langkah, yaitu: pertama melibatkan proses
difusi dan kondensasi yang menghasilkan populasi tetes awan terbentuk, kedua
melibatkan pertemuan tetes hujan melalui proses tumbukan dan tangkapan
(collision and coalescence) atau proses Bowen-Ludlam.
Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan puncak awan diatas Indonesia
mempunyai suhu dibawah -10˚C yang berarti proses kristal es (proses BergeronFindeisen) memainkan peranan penting dalam produksi curah hujan. Karena
konveksi dan campuran proses awan panas dan dingin mendominasi produksi
curah hujan di Indonesia, maka karakteristik curah hujan sangat berbeda dengan
curah hujan di lintang tengah terutama dalam hal: jumlah tahunan, intensitas,
durasi, frekuensi, dan distribusi hujan secara spasial dan temporal.
Jenis curah hujan yang sering terjadi di wilayah Indonesia adalah:
a. Hujan Konvektif
Curah hujan yang disebabkan oleh gaya apung konveksi akibat pemanasan
oleh radiasi matahari. Curah hujan konvektif biasanya terjadi pada skala ruang
terbatas antara (10-20km 2 ) dan (200-300 km 2 ), sehingga jenis curah hujan ini
mempunyai variabilitas ruang yang besar. Skala ruang konveksional
bergantung pada apakah berbentuk sel konveksi (badai guruh) individu atau
badai terorganisasi (squal lines). Hujan konveksional mempunyai arus udara
keatas cepat, sehingga awan ini menjadi sangat tebal yang puncaknya dapat
mencapai tropopause bahkan dapat menembus lapisan stabil stratosphere
bawah. Awan konvektif dapat menghasilkan hujan lebat, batu es hujan (Hail
Storm), kilat dan guruh (petir).
Gambar 2.1 Hujan Konvektif
Universitas Sumatera Utara
b. Hujan Orografik
Curah Hujan orografik disebabkan oleh kondensasi dan pembentukan
awan udara lembab yang dipaksa naik oleh barisan pegunungan. Di Indonesia,
pembentukan curah hujan orografik sering dibantu oleh proses konveksi.
Untuk lokasi pegunungan di daerah monsun atau musiman, maka distribusi
geografik curah huja orografik dapat berubah secara tegas, karena lereng
diatas angin (Wind Ward Slopes) dapat menjadi lereng dibawah angin (Lee
Ward Side) dan sebaliknya.Curah hujan orografik terbatas pada pegunungan
berbeda dengan curah hujan siklonik yang dapat bergerak seperti pada siklon
tropis.
Gambar 2.2 Hujan Orografis
c. Hujan Siklonik
Curah hujan siklonik disebabkan oleh konvergensi horizontal udara
lembab dalam area sirkulasi dengan pusat tekanan rendah yang mempunyai
vortisitas maksimum. Menurut dinamika atmosfir, vortisitas siklonik berkaitan
denga konvergensi atau penumpukan massa udara lembab (penumpukan uap
air). Contoh hujan siklonik adalah dalam siklon tropis dimana proses
gabungan arus siklonik dan konvesi menghasilkan curah hujan lebat. Curah
hujan siklonik dapat mencapai area yang luas, karena selama hidupnya, (1-8
Hari) siklon tropis bergerak ratusan sampai ribuan kilometer. Siklon tropis
muncul pada laut yang panas (>26˚C) pada parameter coriolis minimum diatas
lintang 5˚ dan intensitasnya menguat pada lintang 10˚. Wilayah Indonesia
mempunyai parameter coriolos kecil, jarang dilalui jalur siklon tropis, tetapi
Universitas Sumatera Utara
dampak
siklon
tropis
terhadap
dampak
cuaca
diindonesia
adalah
meningkatkan jumlah curah hujan dan kecepatan angin terutama tempattempat yang dekat dengan jalur siklon tropis.
Ada tiga tingkat (Taraf) pertumbuhan awan, yaitu :
a.
Taraf cumulus, awan terus tumbuh sampai gaya apung termal
menjadi nol atau suhu parsel udara sama dengan suhu udara
lingkungan. Awan didominasi oleh arus udara ke atas (UP Draft)
dalam taraf ini, sedikit sekali bahkan tidak terjadi hujan dan kilat
sangat jarang.
Gambar 2.3 Taraf Cumulus(beginning stage)
b.
Taraf dewasa (Mature), awan menjadi berbahaya. Pada taraf ini
terjadi hujan lebat, turbulensi kuat, kadang-kadang batu es, guruh
dan kilat. Awan didominasi oleh arus udara kebawah ( Down Draft)
yang menghasilkan hujan dan arus udara keatas yang membawa uap
air kedalam awan sebagai bahan bakar awan ketika berubah fasa
menjadi tetes-tetes awan. Awan konvektif dalam taraf dewasa
merupakan ”jalur maut” bagi penerbangan. Awan Cumulonimbus
(Cb) sering mencapai paras 18 – 20 Km (bagian bawah stratosfer)
jika arus udara keatas sangat kuat, dan sering meninggalkan awan
landasan cirus akibat geser angin (wind shear) troposferik atas.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 tahap dewasa (mature stage)
c.
Taraf disipasi, ketika arus udara kebawah lebih 50 % mendominasi
sel awan konfektif maka awan memasuki taraf disipasi (lenyap).
Pada taraf ini awan mengalami penurunan aktivitas, produksi hujan
melemah menjadi gerimis (hujan ringan) dan awan pada akhirnya
akan mati.
Gambar 2.5 tahap mati (dissipating stage)
Jika ada konvergensi pada arus udara horizontal dari massa udara yang
besar dan tebal, maka akan terjadi gerakan ke atas. Kenaikan udara di daerah
konvergensi dapat menyebabkan pertumbuhan awan dan hujan. Jika dua
massa udara yang konvergen dan horizontal mempunyai suhu dan massa jenis
yang berbeda, maka massa udara yang lebih panas akan dipaksa naik di atas
massa udara dingin. Bidang batas antara kedua massa udara yang berbeda sifat
fisisnya disebut front.
Distribusi curah hujan kedaerahan biasanya dinyatakan dengan garis
kesamaan curah hujan (isohyet). Distribusi curah hujan menunjukkan bahwa
daerah udara naik, yaitu daerah tekanan rendah jumlah curah hujan besar.
Sebaliknya, di daerah udara turun seperti di daerah tekanan tinggi subtropis,
Universitas Sumatera Utara
jumlah curah hujan jauh lebih kecil. Didaerah lintang tinggi udara yang dingin
mempunyai kapasitas air terbatas dan daerah ini kurang sekali mendapat aliran
udara tropis lembab sehingga jumlah curah hujan sangat sedikit. Lagipula
konveksi termal sangat sedikit di daerah kutub dibandingkan di daerah tropis
(Rudolf, 2006).
Daerah hujan berkaitan dengan sabuk (belts) konvergensi yang cenderung
bergerak ke utara jika belahan bumi utara musim panas dan bergerak ke
selatan jika belahan bumi selatan musim panas. Di daerah ekuator yang secara
tetap dibawah pengaruh konvergensi ekuator, jumlah curah hujan berlimpah
sepanjang tahun, tetapi pada daerah beberapa derajat di utara atau selatan
ekuator, secara bergantian dikuasai oleh konvergensi ekuator, yaitu basah pada
musim panas dan kering pada musim dingin.
Sirkulasi monsun mempengaruhi jumlah curah hujan musiman secara
tegas yang menghasilkan periode hujan jika angin berhembus menuju ke
pantai pada waktu musim panas dan periode kering jika angin berhembus
menuju ke lepas pantai pada waktu musim dingin. Ragam curah hujan akibat
monsun sangat jelas di daerah Asia Tenggara seperti di Indonesia.
a. Pola Curah Hujan Jenis Monsun
Karakteristik dari jenis ini adalah distribusi curah hujan bulanan berbentuk
“V” dengan jumlah curah hujan minimum pada bulan juni, Juli atau Agustus.
Saat monsun barat jumlah curah hujan berlimpah, sebaliknya pada saat
monsun timur jumlah curah hujan sangat sedikit. Daerah yang mempunyai
curah hujan jenis monsun sangat luas terdapat di Indonesia.
b. Pola curah hujan jenis ekuator
Distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua maksimum. Jumlah curah
hujan maksimum terjadi setelah ekinos. Tempat di daerah ekuator seperti
Pontianak dan Sumatera Utara mempunyai pola hujan jenis ekuator. Pengaruh
monsun di daerah ekuator kurang tegas dibandingkan pengaruh insolasi pada
waktu ekinoks. Ekinoks adalah kedudukan matahari tepat berada di atas
ekuator terjadi pada 21 Maret dan 23 September.
Universitas Sumatera Utara
c. Pola curah hujan jenis lokal
Distribusi curah hujan bulanannya kebalikan dari jenis monsun. Pola curah
hujan jenis lokal lebih banyak dipengaruhi oleh sifat lokal.
2.2 Sirkulasi Atmosfer
Diatas daerah-daerah lintang rendah, pola arus atmosferik sangat
serbasama atau variasi dari hari kehari kecil. Diatas lintang menengah, migrasi
siklon dan anti siklon menyebabkan variasi angin terus menerus. Dengan
meninjau gerak udara pada lintang-lintang rendah yang serbasama dan ratarata angin yang berubah pada lintang-lintang yang lebih tinggi, maka dapat
dikembangkan gambaran angin rata-rata diatas bumi.
Perubahan panas antara siang dan malam merupakan gaya gerak utama
sistem angin harian, karena ada beda panas yang kuat antara udara diatas darat
dan laut atau antara udara di atas tanah tinggi (pegunungan) dan tanah rendah
(lembah). Karena durasinya terbatas, maka sistem angin harian biasanya hanya
efektif pada area relatif kecil, sehingga sistem angin ini menyebabkan variasi
iklim lokal. Ada dua tipe utama lokasi angin harian yaitu daerah pantai dengan
sistem angin darat-laut, dan daerah pegunungan dengan sistem angin lembahgunung.
2.2.1 Gerak Fluida Atmosfer
Gerak atmosfer dapat dibagi menjadi dua kelas besar, keduanya disebabkan
oleh adanya distribusi pemanasan diabatik yang tidak merata dalam atmosfer;
a. Gerakan akibat gradien pemanasan horizontal baik secara langsung
maupun tak langung, menyebabkan lebih dari 98% energi kinetik
atmosferik. Hampir semua energi kinetik ini dikaitkan dengan medan
angin horizontal skala-sinoptik dan planeter.
b. Gerakan akibat kelabilan (instability) konvektif menyababkan kurang dari
2% energi kinetik atmosferik. Konveksi disebabkan oleh gradien
pemanasan diabatik vertikal. Gerak konvektif mempunyai skala ruang
dengan jangka (ranging) dari sekitar 30 km dalam badai guruh yang
Universitas Sumatera Utara
terbesar turun sampai kurang dari 1mm dalam gerak skala mikro pada
lapisan permukaan. Meskipun gerak konvektif kontribusinya kecil
terhadap energi knietik atmosferik, tetapi gerakan ini memainkan peranan
penting dalam transport panas terselubung (latent heat) dan panas terasa
(sensible heat).
2.2.2 Sistem Angin
Gambar 2.6 menunjukkan gambaran umum distribusi angin-tekanan
terestrial (bumi). Pola sebenarnya sangat berbeda daripada ditunjukkan pada
gambar , akibat ketidakteraturan (irregular) pemanasan permukaan bumi dan efek
perpindahan (migration) daerah tekanan rendah dan daerah tekanan tinggi. Perlu
dicatat bahwa angin memusat (convergence) pada pita (band) tekanan rendah,
yang ditandai oleh gerak udara naik, dan menyebar (divergence) dari sabuk
tekanan tinggi, yang ditandai oleh gerakan udara turun secara vertikal.
Gambar 2.6 Sistem Angin dan Tekanan Terestrial Idaman (ideal).
Karena sifat permukaan bumi yang tidak homogen, maka proses skematik
pada gambar mengalami banyak modifikasi seperti terlihat pada gambar.... yang
menunjukkan angin rata-rata untuk bulan januari dan juli di Indonesia. Peta angin
menunjukkan kondisi rata-rata. Sabuk (belt) tekanan dan angin pada umumnya
dari hari ke hari kondisinya dapat sangat berbeda. Akan sangat bermanfaat untuk
Universitas Sumatera Utara
meninjau sabuk tekanan dan angin dengan menunjukkan pada kondisi rata-rata rill
dan kondisi ideal, agar dapat menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan
perbedaan pola angin ideal (idaman) dan angin rata-rata riil.
Sabuk (belt) tekanan planeter terdiri dari:
a. Daerah Angin Tenang Ekuatorial
Sepanjang tahun terdapat sabuk tekanan rendah mengelilingi bumi dalam
daerah ekuatorial akibat pemanasan bumi berlebihan pada daerah ini. Setelah
tengah hari (sore hari) biasanya terjadi hujan deras (shower) dari konveksi kuat
dan pendinginan adiabatik dimana temperatur hariannya paling tinggi.
Kebanyakan gerak udara disini adalah vertikal dengan angin lemah dan berubahubah (Variabel), yang biasanya mempunyai gerakan ke arah barat. Jadi daerah ini
dikenal sebagai sabuk angin tenang ekuatorial (belt of equatorial calm). Atmosfer
terik (hot), lembab, lengket (sticky) dan menyesakkan nafas dan laut seperti kaca
yang licin disebut melempem atau daerah angin tenang (doldrums). Selama
musim dingin belahan bumi utara (BBU), tekanan rendah ekuatorial bergerak ke
selatan akibat efek pemanasan benua Australia dalam musim panas belahan bumi
selatan (BBS). Tetapi selama musim panas BBU ketika matahari berada di utara
ekuator, terjadi gerakan sabuk tekanan rendah agak jauh ke utara akibat
pemanasan daerah-daerah kontinental yang luas. Perlu diperhatikan bahwa posisi
daerah melempem (doldrums) rata-rata tahunan pada umumnya terletak di utara
ekuator atau di belahan bumi utara (BBU).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Angin rata-rata pada ketinggian 5.000 kaki diatas Indonesia
Atas : Januari, dan bawah : Juli.
b. Sabuk Angin Tenang Subtropis.
Dalam gambar ideal (Gambar 2.6) ada dua sabuk yang ditandai oleh
tekanan tinggi (Sering disebut dengan tekanan tinggi subtropis) dan angin relatif
lemah atau tenang yang terjadi secara simetris terhadap ekuator pada lintang 30˚
U dan 30˚ S. Subsidensi (penurunan) udara yang mempertahankan pola tekanan
tinggi dipanasi secara adiabatik, sehingga menghasilkan kelembbaban relatif
rendah dan langit cerah. Sifat kering udara yang turun ini menyebabkan gurungurun besar pada atau disekitar lintang-lintang kuda (horse latitudes) yaitu lintang
30˚ Utara dan Selatan. Pada BBS, lintang kuda kebanyakan berada di atas laut,
sehingga kondisinya agak serbasama (uniform) sepanjang tahun. Konfigurasi
tahunan hampir serupa dengan pola idaman, kecuali pada kontinental yang
mematahkan punggung tekanan tinggi. Patahan-patahan ini menjadi kurang nyata
dalam musim dingin BBS (juli) akibat pendinginan daratan yang meningkatkan
subsidensi udara dan memperbesar sabuk tekanan tinggi. Pada BBU terjadi
modifikasi pola idaman tahunan lebih drastis (tegas) yang mengikuti variasi
temperatur di lautan (osean).
Universitas Sumatera Utara
Selama musim dingin BBU, sabuk tekanan tinggi secara kasar
mengelilingi bumi, meskipun posisinya diatas kontinen bergeser ke utara dan
diatas osean keselatan dari lintang paralel 30˚. Juga tekanan tinggi secara rata-rata
diperkuat diatas kontinen, terutama diatas Asia, dimana tekanan tinggi diatas
Siberia sangat kuat sebagai konsekuensi pendinginan (refrigeration) yang nyata
massa daratan luas ini. Selama musim panas BBU ada sebagian pembalikan
tekanan diatas Amerika Utara dan pembalikan sangat kuat diatas Asia. Pada
waktu bersamaan, intensifikasi sabuk tekanan tinggi terjadi diatas lautan kerena
relatif dingin terhadap kontinen. Daerah tekanan tinggi sebelah barat Amerika
Serikat dikenal sebagai tekanan tinggi Pasifik, sedangkan diatas Samudera
Atlantik sering menunjukkan ganda (doublet) yang dikenal sebagai tekanan tinggi
bermuda dan Azores.
c. Sabuk Tekanan Rendah Subpolar
Meskipun observasi pada lintang-lintang oseanik tinggi BBS relatif jarang,
tetapi cukup memberi indikasi bahwa ada perubahan kecil dari musim panas ke
musim dingin. Keadaan ini diduga terjadi pada daerah lautan BBS yang
menempati cukup besar pada lintang-lintang Subpolar. Tetapi di BBU terjadi
perubahan tahunan yang cukup besar pada daerah ini akibat perubahan temperatur
yang nyata antara darat dan air. Dalam bulan Januari, tekanan rendah membalik
menjadi tekanan tinggi diatas darat untuk membentuk tekanan tinggi Kanada dan
Siberia, tetapi menjadi daerah tekanan rendah sangat kuat dan berpotensial
menjadi badai (stormy) diatas Samudera Atlantik Utara dan Pasifik Utara yang
relatif panas dengan memakai referensi tekanan rendah Iceland dan Aleutian.
d. Tekanan Tinggi Polar
Secara rata-rata daerah tekanan tinggi berada diatas kedua daerah polar
(kutub). Tetapi, intensitas dan lokasi pusat tekanan tinggi ini diketahui berubah,
jarang terpusat pada kutub-kutub geografis.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Faktor terjadinya angin
Faktor terjadinya angin yaitu:
1.Gradien Barometris : Bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara
dari 2 isobar yang jaraknya 111 km. Makin besar gradien barometrisnya
semakin cepat tiupan angin.
2. Letak tempat : kecepatan angin di dekat katulistiwa lebih cepat dari yang
jauh dari garis khatulistiwa.
3. Tinggi tempat : semakin tinggi tempat semakin kencang pula angin yang
bertiup, hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya gesekan yang menghambat laju
udara.
4. Waktu : Di siang hari angin bergerak lebih cepat daripada pada malam hari.
2.2.4 Jenis-jenis Angin
Jenis-jenis angin antara lain :
a. Angin Monsun
Angin monsun disebabkan oleh beda sifat fisis antara osean dan kontinen;
kapasitas panas osean lebih besar daripada kontinen. Permukaan osean
memantulkan radiasi matahari lebih banyak permukaan daratan (kontinen),
dan radiasi matahari dapat memasuki air sampai dalam dengan bantuan
gerakan air (arus laut), sedangkan di darat panas hanya mencapai beberapa
sentimeter saja. Hasil dari beda fisis ini adalah osean lambat panas bila ada
radiasi matahari dan lambat dingin bila tidak ada radiasi matahari,
dibandingkan dengan kontinen. Akibatnya, osean akan lebih dingin dalam
musim panas dan lebih panas dalam musim dingin dibandingkan dengan
kontinen. Pergantian dari musim dingin ke musim panas atau sebaliknya,
dapat membalikkan arah gaya gradien tekanan, dengan demikian angin
monsun mengalami pembalikan arah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Gaya Gradien Tekanan Dalam Musim Dingin dan
Musim Panas.
Secara latitudinal (melintang) dan longitudinal (membujur),
Indonesia di bawah pengaruh kekuasaan (regime) sirkulasi ekuatorial dan
monsunal
yang
sangat
berbeda
karakteristiknya.
Monsun
dapat
digambarkan sebagai fenomena angin laut raksasa akibat beda panas BBUBBS yang dikaitkan dengan migrasi matahari tahunan. Anggap bahwa
udara dingin di BBS (belahan bumi selatan) dipisahkan oleh udara panas
di BBU (belahan bumi Utara) oleh sebuah dinding yang berdiri pada
ekuator, seperti yang ditunjukkan secara bagan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Bagan Gaya Gravitasional Monsun
Tekanan permukaan (berat kolom udara persatuan luas) lebih besar
di BBS dari pada di BBU. Gradiaen tekanan dari selatan ke utara
mnunjukkan adanya energi potensial. Jika dinding diambil maka udara
Universitas Sumatera Utara
dingin mulai turun dan bergerak ke utara, sedangkan udara panas naik dan
bergerak keselatan, jadi ada kenaikan energi kinetik akibat energi
potensial. Jungkir balik vertikal ini bergantung pada musim yang
mendefenisikan sirkulasi monsun. Beda panas antara utara-selatan yang
sangat penting diperkirakan antara benua Asia dan osean Hindia. Selama
musim panas boreal (BBU), benua asia dipanasi secara efektif dan luas.
Puncak gunung yang tinggi seperti dataran tinggi (plateau) Tibet, memberi
kontribusi secara langsung udara troposferis tengah.
Daerah monsun adalah daerah dimana sirkulasi atmosfer permukaan dalam
bulan januari dan juli memenuhi persyaratan berikut.
a. Arah angin utama pada bulan Januari dan Juli berbeda paling sedikit
120˚.
b. Frekuensi angin utama rata-rata dalam bulan Januari dan Juli lebih dari
40%.
c. Kecepatan angin paduan rata-rata sekurang-kurangnya satu bulan
melebihi 3ms 1 .
d. Indeks monsun ≥ 40%, daerah non monsunal mempunyai indeks
monsun < 40%.
Monsun adalah angin periodik dengan perioda musiman. Daerah monsun
dibatasi oleh garis bujur 30˚ B dan 170˚T dan oleh garis lintang 35˚U dan
25˚S . Jadi jelas benua maritim Indonesia termasuk dalam daerah monsun.
b. Angin Darat dan Angin Laut.
Proses terjadinya angin darat dan angin laut pada dasarnya sama dengan
angin monsun yaitu disebabkan oleh beda sifat fisis antara permukaan darat
dan laut. Periode angin mosun adalah musiman, sedangkan angin darat dan
laut adalah harian. Beda panas antara permukaan darat dan air adalah
penyebab utama pembentukan angin darat dan laut. Pada siang hari, daratan
agak cepat panas jika ada radiasi matahari sedangkan permukaan air lebih
dingin, karena panas hilang pada lapisan air yang lebih tebal oleh turbulensi
dan gelombang dan oleh penetrasi langsung dan absorpsi. Akibatnya terjadi
sel konveksi kecil sehingga angin dekat permukaan bumi berhembus ke darat
Universitas Sumatera Utara
disebut angin laut (the sea breeze). Pada malam hari , darat lebih cepat dingin
akibat kehilangan radiasi gelombang panjang, sedangkan air karena inersia
thermalnya menjadi tetap panas dengan temperatur hampir sama seperti ketika
siang hari, sehingga pola tekanan harian terbalik dan terbentuk angin darat
(the land breeze) karena udara darat yang relatif dingin bergerak ke arah
tekanan lebih rendah diatas laut.
Gambar. 2.10. Pola Dasar Angin Darat dan Angin Laut : a) Angin Laut Siang
Hari dan b) Angin Darat Malam Hari. Garis-garis Horizontal
Menunjukkan Permukaan Isobaris.
Angin laut biasanya lebih kuat dibandingkan angin darat, kecepataannya
mencapai 4-8 ms 1 dan ketebalan lapisan udara mencakup ketinggian 1000m.
Angin laut di tropis dapat masuk ke darat sejauh 100 km.
Angin laut biasanya muncul di dekat pantai beberapa jam setelah matahari
terbit dan mencapai maksimum ketika beda temperatur darat-laut mencapai
maksimum. Secara musiman angin laut paling kuat jika insolasi kuat, karena
itu pertumbuhan angin laut paling baik selama musim kering. Di luar tropis,
musim panas merupakan musim angin laut kuat karena kecepatan angin
sirkulasi umum lemah dan massa udara labil menguntungkan pembentukan
angin laut. Kekuatan dan arah angin laut dikendalika oleh faktor-faktor lokal ;
Universitas Sumatera Utara
temperatur air permukaan dingin disebabkan oleh arus laut dingin atau
kenaikan (upwelling) air dari bawah akan meningkatkan kekuatan angin laut.
Faktor-faktor yang meningkatkan temperatur diatas darat pada siang hari,
misalnya kurangnya tanaman dan permukaan kering mempunyai efek yang
sama. Tutupan tanaman lebat, rawa atau sawah yang kebanjiran (flooded
ricefield) biasanya menurunkan kekuatan anginlaut karena kondisi ini akan
menurunkan beda temperatur darat-laut. Adanya gunung dekat pantai sering
menimbulkan sistem angin gabungan angin laut-lembah.
Jika angin laut memusat (konvergen) dengan angin dari arah yang berbeda
maka sering terbentuk „front angin laut“ yang dapat menyebabkan
pembentukan awan lokal dan hujan.
Angin darat lebih lemah daripada angin laut dalam kebanyakan iklim
tropis. Ini disebabkan beda temperatur darat-laut di tropis jauh lebih besar
akibat pemanasan siang hari dari pada akibat pendinginan waktu malam hari.
Penyebab utamanya adalah pendinginan cepat permukaan darat sepanjang
malam hari. Pengaruh pendinginan ini terbatas pada lapisan udara permukaan
yang tipis, sehingga angin darat jarang mempunyai kecepatan lebih dari
3ms 1 , tetapi kecepatannya dapat meningkat oleh arus katabatik (katabatik
flow). Ketebalan lapisan udara dalam angin darat biasanya hanya beberapa
meter. Angin darat secara normal tidak mencapai lebih dari 15-20 km ke laut.
Semua sirkulasi lokal dipangaruhi oleh angin sirkulasi general tanpa terkecuali
angin laut dan darat. Jika angin skala sinoptik kuat, maka angin darat dan laut
tidak terjadi, karena turbulensi mencegah beda temperatur dan tekanan lokal
antara permukaan air dan darat. Untuk angin general yang lebih lemah, maka
angin laut dan darat umumnya tidak berubah baik arah maupun kecepatannya.
Di daerah angin melempem(doldrum) dan dekat ekuator dimana angin skala
sinoptik sangat lemah maka sirkulasi lokal mendominasi.
Variasi lain angin laut dan darat dikaitkan dengan bentuk umum garis
pantai yang dapat menyebabkan konvergensi atau divergensi. Konvergensi
dan pembentukan awan di dukung di atas tanjung (headlands) sedangkan
divergensi dan garis-garis patah pembentukan awan lebih di dukung diatas
Universitas Sumatera Utara
teluk (bays). Sistem angin laut-darat terjadi diatas pulau yang tidak sangat
kecil (minimum diameter sekitar 15 km). Di atas laut, seperti selat malaka,
konvergensi angin darat yang berlawanan dapat terjadi pada malam hari yang
menimbulkan hujan.Kekuatan angin laut bergantung pada perbedaan
temperatur antara darat dan laut, makin besar perbedaannya makin kuat
anginnya.
c. Angin Gunung dan Lembah
Di daerah pegunungan tropis seringterjadi sistem angin harian yang kuat
dan reguler, yang disebabkan oleh pemanasan dan pendinginan udara pada
lereng. Pada siang yang bermatahari lereng gunung mendapat panas secara
cepat akibat radiasi yang di terima besar. Atmosfer bebas di dataran rendah
kurang di pengaruhi oleh masukan insolasi besar ini sehingga udara sedikit
lebih dingin dibandingkan udara diatas lereng gunung. Karena itu udara lereng
gunung menjadi lebih labil dan cenderung menaiki lereng disebut angin
lembah (valley wind) atau arus anabatik .Angin lembah dapat dengan mudah
dikenali karena sering dibarengin dengan formasi awan cumulus dekat puncak
gunung atau diatas lereng gunung. Pada malam hari, terjadi perbedaan
temperatur kebalikannya, ketika dataran tinggi menjadi dingin secara cepat
akibat kehilangan radiasi gelombang panjang. Udara yang lebih dingin
(densitas lebih besar) kemudian gerak menuruni lereng di bawah pengaruh
gravitasi dan di sebut angin gunung (mountain wind) atau arus katabatik
Arus anabatik (anabatic flows) biasanya lebih kuat dan lebih presisten
(tidak berubah-ubah) daripada arus katabatik. Arus anabatik cendrung lebih
kuat di daerah tropis pada musim panas, ketika insolasi sangat kuat dan
malamnya pendek. Dalam keadaan demikian angin anabatik (anabatic winds)
dapat kontinyu sepanjang malam jika terjadi pada skala yang luas. Angin
anabatik biasanya memperkuat monsun atau angin pasat pada lereng diatas
angin (windward side) gunung. Angin ini dapat memberikan kontribusi pada
curah hujan orografik, dan daerah ini sering memperlihatkan cuarah hujan
maksimum pada sore hari.
Universitas Sumatera Utara
d. Angin Fohn
Angin fohn dikenal di Austria dan Jerman dimana angin ini sering
ditemukan pada lereng utara pegunungan Alpen. Di sebelah barat Amerika Serikat
dan Kanada, angin ini disebut chinook. Biasanya angin chinook disertai dengan
aktifitas siklonik yang menghasilkan awan dan endapan pada lereng diatas angin
(windward). Setelah angin fohn turun pada lereng dibawah angin (leeward), maka
udara mengalami pemanasan secara adiabatik sehingga kelembabannya kecil dan
temperaturnya semakin panas(Gambar 2.12). Angin yang lembab jika menaiki
gunung akan menghasilkan hujan, kemudian pada waktu turun dari pegunungan
akan bersifat panas dan kering.
Tinjauan proses terjadinya angin fohn pada gambar 2.12 . Anggap bahwa
angin relatif lembab menaiki daerah pegunungan dengan puncak 4000 m. Setelah
udara naik setinggi 1500 (dasar awan) maka udara akan mengalami kondensasi
dan terjadi pembentukan awan. Jika temperatur permukaan tanah adalah 10˚c,
maka udara akan mengalami pendinginan 1˚C/100 m, yaitu pada susut temperatur
(lapse rate) adiabatik kering, dan temperaturnya menjadi -5˚C pada dasar awan.
Kenaikan udara selanjutnya menyebabkan pendinginan 0,6˚ C/100 m pada susut
temperatur adiabatik jenuh karena adanya panas laten kondensasi yang diberikan
pada udara.
Gambar 2.11. Terjadinya Angin Fohn
Fohn yang sangat kuat tidak menyenangkan, karena angin tersebut panas,
kering dan kencang, sehingga dapat mempengaruhi macam-macam reaksi
fisiologis (fisik) psikologis (jiwa) misalnya dapat lekas marah, sakit kepala dan
sebagainya. Selain itu juga dapat menyebabkan kekeringan pada tanah, pohonpohon, ranting, sehingga mudah menimbulkan kebakaran hutan.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia angin Fohn sering terjadi pada musim kemarau atau musim
timur, misalnya : ”angin Gending” di Probolinggo, ”angin Kumbang” di
Tegal/Brebes, ”angin Bahorok” di Deli, ”angin Padang Lawas” di Sumatera Barat
dan ”angin Brubu” di Sulawesi Tenggara.
Umumnya pegunungan di pulau Jawa berderet dari barat ke timur. Pada musim
kemarau angin timur membelok ke utara, kemudian turun di sebelah utara
pegunungan yang bersifat kering, panas dan kencang. Sedangkan di lereng bagian
selatan pegunungan angin akan naik dan akibat pengaruh orografi maka angin ini
dapat mendatangkan hujan di lereng bagian selatan.
2.2.3 Alat Ukur Angin
Meskipun pada kenyataannya angin tidak dapat dilihat bagaimana
wujudnya, namun masi dapat diketahui keberadaannya melalui efek yang
ditimbulkan pada benda-benda yang mendapat hembusan angin. Seperti ketika
kita melihat dahan-dahan pohon bergerak atau bendera yang berkibar dan berapa
kecepatannya dapat diketahui dengan menggunakan alat-alat pengukur angin.
Alat-alat pengukur angin tersebut adalah:
a. Anemometer, Yaitu alat yang mengukur kecepatan angin.
b. Wind Vane, yaitu alat yang mengetahui arah angin.
c. Windshock, yaitu alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan
besar kecepatan angin.
2.3 Sea Surface Temperature (SST)
Samudera mempunyai fungsi untuk menstabilkan suhu permukaan bumi.
Ada beberapa referensi yang menjelaskan mengenai kemampuan samudera untuk
mengatur pemanasan dan untuk mengatur distribusi uap air yang di control oleh
suhu permukaan laut. (e.g Duxbury et al;Tomczak & Godfrey 2003). Penelitian
khusus lainnya dilakukan oleh Nicholls (1981,1984) yang menunjukkan bahwa
hubungan antara laut dan udara di Indonesia terkait dengan anomaly/keganjilan
suhu permukaan laut dan hal itu mempunyai hubungan seasonal yang kuat dengan
Samudra Pasifik. Penemuan terakhir menjelaskan bahwa anomaly/keganjilan suhu
permukaan laut di Samudera India juga ada hubungannnya dengan hujan di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Penjelasan tersebut diatas memberikan argument yang jelas bahwa
Suhu Permukaan Laut merupakan parameter kunci dalam hubungan antara
atmosfer dan samudera.Suhu Permukaan Laut yang menyeberang wilayah
Indonesia itu merupakan hal yang penting untuk distribusi hujan. Hubungan ini
telah di selidiki dan di pelajari oleh beberapa model ( Miller et al.,1992) atau oleh
observasi (McBride et al.,1995). Untuk menjelaskan semua itu, Qu et al. (2005)
menggunakan eksperiment modeling untuk menyelidiki sensivisitas atmosfer dan
suhu permukaan laut. Hasilnya menunjukkan bahwa suhu permukaan laut di
wilayah ini menentukan kegiatan konvektif dan proses
penguapan diseluruh
wilayah.
Berdasarkan Rangkaian Data Interpolasi/Penambahan Tertinggi tentang
Samudera dan atmosfer Nasional (NOAA), Awaluddin, et al (2010) menghitung
nilai rata-rata tahunan di Indonesia dari tahun 1982 sampai 2007 (gambar 2.12).
Dapat dilihat dengan jelas bahwa perputaran tahunan suhu permukaan laut di
Indonesia meningkat dari bulan Maret dan mencapai puncaknya pada suhu 29.5
derajat Celsius pada bulan April. Akan tetapi, untuk lima bulan kedepan, suhu
permukaan laut menurun secara terus menerus sampai mencapai suhu terendah
tahunan di suhu 28,2 derajat Celsius pada bulan Agustus. Hasil ini telah mendapat
persetujuan dengan penemuan terakhir oleh Setiawan dan kawamura (2010). Hasil
tersebut difokuskan pada cooling/pendinginan suhu permukaan laut di laut-laut
Indonesia yang berkaitan dengan hubungan antara suhu permukaan laut dan angin
selama periode monsoonal; puncak fenomena ini terjadi pada bulan Agustus.
Gambar 2.12 Peredaran Tahunan Suhu Permukaan Laut dari Tahun 1982
Sampai 2007 Berdasarkan NOAA
Universitas Sumatera Utara
2.4 Karakteristik Hujan
Banyak penelitian menyatakan bahwa curah hujan di Indonesia
dipengaruhi oleh perubahan iklim. Satu indikasi yang dapat dilihat adalah
kecenderungan
curah
hujan.
(Manton.et.al,
2001)
menjelaskan
bahwa
kecenderungan curah hujan dan suhu setiap hari ekstrim di beberapa Negara di
Asia Tenggara dan Australia, termasuk Indonesia. Terutama untuk wilayah
Indonesia, mereka memakai enam pusat curah hujan, yang mana mereka dapat
menyimpulkan bahwa jumlah hari-hari hujan (dengan paling sedikit 2mm curah
hujan) telah menurun drastis di Asia Tenggara dan di Bagian Barat serta Pusat
Pasifik Selatan, tetapi meningkat di bagian utara French Polynesia, Fiji dan
beberapa titik di Australia. Akan tetapi, penelitian ini kelihatan kurang cukup
untuk menjelaskan di wilayah khusus dan kompleks seperti di Indonesia.
Untuk menjawab keterbatasan penelitian di Indonesia, Aldrian dan Djamil
(2006) melakukan penelitian tentang curah hujan di daerah hujan Brantas,Jawa
Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah bulan-bulan musim kemarau ekstrim
telah meningkat di 5 dekade terakhir, khususnya di daerah-daerah dekat pantai. Di
daerah ini, jumlah bulan musim kemarau yang ekstrim meningkat sampai empat
bulan di sepuluh tahun terakhir dan ditahun 2002 itu mencapai 8 bulan dimana hal
ini dianggap sebagai musim kemarau yang paling panjang pada 10 tahun terakhir
yang berlangsung selama 4 bulan. Mereka menyimpulkan bahwa daerah di
dataran rendah lebih mudah terjadi perubahan cuaca.
Dalam istilah regionalisasi, Aldrian dan Susanto (2003), Aldrian (2007)
membagi Indonesia menjadi 3 wilayah cuaca yang berbeda, monsoonal bagian
selatan, semi monsoonal barat daya dan anti monsoonal moluccan (Gambar 2).
Penelitian ini berdasarkan pada data pusat hujan dari tahun 1961 sampai 1993.
Setiap daerah mempunyai karakter khusus masing-masing.
Aldrian dan Susanto (2003), Adrian (2007) menerangkan bahwa bagian
selatan dari wilayah Indonesia atau region A merupakan daerah sensitive ENSO
sementara wilayah region C yang terletak di daerah curah hujan Indonesia juga
merupakan region sensitive ENSO. Dalam hubungannya dengan pengaruh musim,
Universitas Sumatera Utara
Kirono and all (1999) menerangkan bahwa pada bulan September sampai November
(SON) merupakan dampak yang paling hebat dari ENSO secara lingkungan dan
social ekonomi di wilayah Indonesia.
2.5 Interaksi Antara Suhu Permukaan Laut dengan Hujan
Banyak sarjana percaya bahwa perbedaan suhu permukaan laut akan
berpengaruh terhadap perbedaan atmosfir di seluruh wilayah tanah continental
juga pada atmosfir laut local. Suhu permukaan laut yang hangat di suatu wilayah
akan mempengaruhi konveksi yang tinggi dan timbulnya hujan yang penting.
Neale dan Slingo (2003) meragukan bahwa curah hujan kurang di wilayah
Indonesia dapat berpengaruh pada wilayah yang lain. Untuk meneliti sensitifitas
suhu permukaan laut di wilayah ini, Que and aAll (2003) mengembangkan sebuah
eksperimen model. Hasilnya menjelaskan bahwa 1° celcius pada suhu permukaan
laut seluruh lautan Indonesia akan mempengaruhi penurunan yang serius pada
penyebaran curah hujan di bagian Samudra Pasifik dan Hindia barat. Akibatnya,
wilayah di kedua daerah Samudra Pasifik barat dan Samudra Hindia barat
kemungkinannya akan mengalami kemarau.
Sebaliknya, interaksi antara udara dan laut dan dinamika samudra di
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia mempengaruhi kondisi di perairan
Indonesia. Nicholls (1981), (1984) menunjukkan bukti interaksi antara udara dan
laut di Indonesia dan menyatakan bahwa curah hujan di Indonesia berhubungan
langsung dengan anomaly suhu permukaan laut. Terlebih lagi, dia menemukan
hubungan cuaca yang kuat antara suhu permukaan laut di Indonesia dan Samudra
Pasifik. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa anomaly suhu permukaan laut di
Pasifik Barat mempengaruhi hujan yang ekstrim tidak hanya di Indonesia tapi
juga di seluruh dunia. Fenomena ini, telah dikenal sebagai ENSO yang mirip
tetapi berbeda atau ENSO Modoki (Ashok, et al.,2007).
2.6 Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Radiasi balik gelombang panjang atau OLR (Outgoing Longwave
Radiation) dapat diinterpretasikan sebagai radiasi gelombang panjang yang
Universitas Sumatera Utara
dipancarkan oleh bumi ke atmosfer. Jika di atmosfer tidak banyak terdapat
hambatan (misalnya awan yang tebal), maka OLR yang ditangkap oleh satelit
akan bernilai tinggi, begitu pula sebaliknya. Dalam menganalisis OLR, terdapat
beberapa prinsip sederhana yang perlu kita ingat kembali, diantaranya sebagai
berikut.

Nilai OLR tinggi  sedikit awan  sedikit hujan

Nilai OLR rendah  banyak awan  banyak hujan

Anomali OLR positif  lebih sedikit awan dibanding ratarata klimatologi  lebih sedikit hujan dibanding rata-rata
klimatologi

Anomali OLR negatif  lebih banyak awan dibanding ratarata klimatologi  lebih banyak hujan dibanding rata-rata
klimatologi.
2.7 Cuaca Ekstrim
Cuaca Ekstrim adalah kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang
dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta. Bencana
alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Prediksi cuaca ekstrim adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi
gejala cuaca ekstrim yang akan terjadi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) menit sebelum kejadian. Angin kencang adalah angin dengan kecepatan
diatas 25 knots atau 45 km/jam. Hujan Lebat adalah hujan dengan intensitas
paling rendah 50 milimeter(mm)/24 jam dan/atau 20 milimeter(mm)/jam. Suhu
udara ekstrim adalah kondisi suhu udara yang mencapai 3˚C (tiga derajat celcius)
atau lebih diatas nilai normal setempat. Gelombang laut ekstrim adalah
gelombang laut signifikan dengan keteinggian lebih besar dari atau sama dengan 2
meter (BMKG,2010).
Universitas Sumatera Utara
2.8 Peringatan Dini
Peringatan dini cuaca ekstrim adalah serangkaian kegiatan pemberian
informasi sesegera mungkin kepada masyarakat yang berisikan tentang prediksi
peluang terjadinya cuaca ekstrim (BMKG,2010). Peringatan dini merupakan
faktor utama dalam pengurangan resiko bencana. Peringatan dini dapat mencegah
korban jiwa dan mengurangi dampak ekonomi dan material dari sebuah
bencana(EWC III,2006).
2.9 GrADS ( Grid Analysis and Display System)
The Grid Analysis and Display System (GrADS) merupakan software
interaktif yang digunakan untuk memanipulasi dan visualisasi data sains
kebumian secara mudah. GrADS merupakan software yang direkomendasikan
oleh World Meteorological Organization (WMO) untuk menggambarkan
parameter-parameter
meteorologi
dalam
bentuk
spasial
dan
jika
kita
memperhatikan jurnal-jurnal meteorologi internasional, sebagian besar gambar
yang ditampilkan diolah menggunakan software GrADS. Format data yang bisa
digunakan dalam Grads adalah biner biasa, netCDF, dan HDF-SDS (Hierarchical
Data Format – Scientific Data Format). Grads dapat menggunakan data dengan 4
dimensi: garis bujur, garis lintang, ketinggian (level), dan waktu. Data dapat
ditampilkan menggunakan bermacam teknik grafis seperti grafik garis, grafik
batang, kontur biasa, kontur berwarna, vektor angin, ataupun garis alur
(streamlines).
Penggunaan tipe grafik yang digunakan tergantung pada jenis variabel
yang ingin ditampilkan. Untuk curah hujan dapat digunakan kontur berwarna dan
untuk angin digunakan vektor angin.
2.10 Konsep Operasi Dasar GrADS
Terdapat 3 (tiga) perintah dasar GrADS, yaitu :
1. open adalah perintah untuk membuka file grid atau data stasiun.
2. d untuk menggambarkan ekspresi GrADS.
Universitas Sumatera Utara
3. set adalah perintah untuk memanipulasi “apa”, “dimana” dan”bagaimana”
data digambarkan.
Ekspresi GrADS atau “apa” yang Anda ingin lihat dapat dijadikan sesuatu
yang sederhana dari variabel pada file data yang telah dibuka misalnya untuk
menampilkan suhu cukup mengetikkan „d tmp‟ atau juga dapat memasukkan
operasi aritmetika seperti „d tmp-273.15‟ yaitu untuk menampilkan variabel suhu
dalam satuan derajat celcius atau suatu perintah yang telah disiapkan oleh GrADS
seperti perintah mag misalnya „d mag(ugrd,vgrd)‟ yaitu untuk manampilkan
magnitudo dari variabel angin, dimana mag(ugrd,vgrd) merupakan formula dari
sqrt(ugrd*ugrd+vgrd*vgrd). “Di mana” dari tampilan data disebut “dimensi
lingkungan” dan mendefinisikan bagian mana, potongan atau irisan dari ruang
geofisikal 4D (bujur, lintang, ketinggian dan waktu) yang diinginkan. Dimensi
lingkungan ini diatur dengan perintah set dan dikontrol oleh salah satunya adalah
koordinat grid (x, y, z, t atau indeks) atau koordinat dunia (bujur, lintang,
ketinggian dan waktu).
“Apa” dan “Bagaimana” dari tampilan dikontrol oleh perintah set dan
terdapat didalamnya baik metode grafik (misalnya kontur, streamline) dan data
(misalnya display untuk suatu file) Grafik GrADS dapat ditulis kembali menjadi
suatu file (dengan perintah enable print filename dan print) dan kemudian
dikonversi menjadi file PostScript untuk pencetakan atau dikonversi menjadi
format lain misalnya .gif. Sebagai tambahan lainnya, GrADS termasuk primitif
grafik (misalnya garis dan lingkaran) dan pelabelan dapat dilakukan dengan
perintah draw. Perintah q atau query digunakan untuk mendapatkan informasi
dari GrADS tentang file yang dibuka dan data statistiknya.
Selain
mempunyai
kemampuan
untuk
menampilkan
parameter
meteorologi, GrADS juga mempunyai kemampuan untuk mengolah suatu data
baik manipulasi ataupun operasi matematis. Berbagai ekspresi matematika dapat
dipergunakan dalam operasi pada GrADS ini seperti operasi standar +, -, *, dan /,
serta juga dapat memasukkan suatu konstanta, variabel ataupun fungsi.
Universitas Sumatera Utara
Download