UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL FAKULTAS TEKNIK JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA KULIAH -10 PROSES REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI KASUS : D.I. ACEH, D.I. YOGYAKARTA DAN BEBERAPA KOTA DI INDONESIA Selama tahun 2005, terjadi 87 bencana banjir dan longsor di berbagai daerah di Indonesia (sumber : Dept. PU) PETA 3 DIMENSI BANDA ACEH Sumber data: Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM), resolusi 90m x 90m. before disaster after disaster BANDA ACEH SEBELUM BENCANA CITRA TIGA DIMENSI SPOT 5 Res. 2.5 m, Januari 2003 BANDA ACEH SESUDAH BENCANA PERBESARAN IKONOS Res. 1 m, 7 Januari 2005 Pelabuhan Uleu Ulheu, 28 Desember 2004 Pelabuhan Uleu Ulheu, 23 Juni 2004 Penyeberangan Ke Sabang Tenggelam Pusat Kota Banda Aceh, 23 Juni 2004 Sumber : digitalglobe, 2004 Pusat Kota Banda Aceh, 28 Desember 2004 Pelabuhan Uleu Ulheu 23 Juni 2004 (SEBELUM TSUNAMI) Shoreline Missing Pelabuhan Uleu Ulheu 28 Desember 2004 (SESUDAH TSUNAMI) Garis Pantai Hilang Permukiman di Wilayah Pesisir, 28 Desember 2004, (SESUDAH TSUNAMI) Permukiman di Wilayah Pesisir, 23 Juni 2004, (SEBELUM TSUNAMI) Kerusakan Kawasan Nelayan Permukiman Ulat Naga Kerusakan Taman Kota Korban Tsunami Berjatuhan KERUSAKAN RUANG PANTAI PASCA TERJADINYA BECANA TSUNAMI AKIBAT BENCANA TSUNAMI : 1. KERUSAKAN AREA TERBANGUN 2. KERUSAKAN EKOSISTEM PESISIR 3. KERUSAKAN MENTAL/ TRAUMA PSIKOLOGIS ð ð × × × ×× ññ í " " DAERAH BAHAYA I GELOMBANG TSUNAMI " " " 3,5KM 3,5 km GERAKAN PERAPATAN LEMPENG BENUA DAN SAMUDRA MENIMBULKAN ENERGI DAN PANCARAN GELOMBANG AIR LAUT TAMPILAN TIGA DIMENSI TAMPILAN TIGA DIMENSI SKENARIO PENATAAN RUANG SKENARIO PENATAAN RUANG Kawasan Permukiman Lama Yang Dipertahankan (Rusun) Kawasan Bandar Udara Pusat Pemukiman Baru Hutan Bakau Kawasan Permukiman Lama Yang Direlokasi Kawasan Pusat Kota Yang DIpertahankan & DIbatasi Perkembangannya Kawasan Permukiman Yang Menampung Pengungsi Kawasan Pendidikan yang Dipertahankan Kawasan Permukiman Lama Yang Direlokasi Kawasan Permukiman Baru Kawasan Pusat Kota Lama yang Dipertahankan (Rusun) dan Dibatasi Pengembangannya Hutan Bakau SKENARIO RENCANA TATA RUANG (3 D) Kawasan Permukiman Lama Yang Dipertahankan (Rusun) dan Dibatasi Pengembangannya ALUR BENCANA BANJIR BANDANG DI KEC. PANTI, RAMBIPUJI DAN BALUNG Kec. Panti Kec. Rambipuji Ke Surabaya Ke Bondowoso Ke Balung Ke Puger Laut VISUALISASI BENCANA JEMBER Lokasi Bencana • • DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Jl. Pattimura No.20 Kebayoran Baru - Jakarta Selatan Pemanfaatan lahan di kawasan hutan lindung telah lama berubah fungsi menjadi perkebunan kopi dan karet Curah hujan di sekitar Jember selama 12 jam dan merata di DAS Bedadung dan Kali Putih dengan total rainfall 178 mm mengakibatkan longsor pada lahan-lahan terjal di hulu yang merupakan daerah perkebunan. Pemanfaatan lahan di sempadan sungai maupun penebangan kayu ilegal, bantaran sungai selain dimanfaatkan sebagai lahan terbangun (permukiman) dijadikan lahan pertanian TRENGGALEK 19 April 2006 Banjir :Kecamatan Gandusari, Kecamatan Pogalan, Kecamatan Kota Trenggalek, Kecamatan Bendungan, Kecamatan Tugu, Kecamatan Karangan, dan Kemacatan Durenan. Banjir dan longsor :Kec. Bendungan, yang terletak di sebelah utara yang merupakan lereng dari Gunung Wilis. Kecamatan lain yang masuk kategori rusak berat yaitu Kec. Pogalan dan Trenggalek Kota Jaringan jalan utama terendam banjir Sampah akibat banjir Lahan pertanian terkena banjir Trotoar dan gorong-gorong rusak karena banjir Stadion terendam banjir ±70 cm Bantaran Sungai Ngasinan yang terkena erosi Tinggi genangan air ±1,80 meter Kerusakan tempat tinggal akibat banjir Jalan rusak berat akibat banjir Jembatan rusak akibat banjir Jalan rusak berat akibat banjir Tanah longsor di Kecamatan Bendungan ARAH ALIRAN SUNGAI YANG BERPOTENSI TERJADINYA BENCANA BENDUNGAN - TUGU PULE Kec. Bendungan terletak di bagian atas/utara Kota Trenggalek Hutan lindung di G. Wilis banyak beralih fungsi/berubah menjadi kawasan budidaya TRENGGALEK DAM DAWUNG KARANGAN SURUH Aliran 4 (empat) sungai bertemu dan mengumpul di Kec. Kota • Curah hujan yang tinggi dan tanggul tidak Trenggalek mampu menahan tekanan air. • Kabupaten Trenggalek berada pada daerah alluvial fan yang mudah tererosi. • Kondisi sungai mudah tererosi sehingga tingkat sedimentasi tinggi • Terdapat 4 catchment area yang mengarah pada satu sungai yaitu Sungai Ngasinan • Hutan gundul akibat penjarahan • Loberan di Dam Bendo 80 cm di atas tanggul Kapasitas sungai tidak bisa menampung debit air hujan/volume air Sabtu 27 Mei 2006 Gempa Utama Pukul 05.55 wib berkekuatan 6,2 Skala Richter diikuti 513 gempa susulan berkekuatan 3 – 4 Skala Richter Disebabkan oleh gempa tektonik akibat pergeseran lempeng bumi Eurasia dan Indoaustralia Pusat gempa 8,6 Lintang Selatan 110,33 Bujur Timur kedalaman 37,6 Km Selatan Yogyakarta Sumber : Kompas, 28 Mei 2006 1. Gempa Bumi yang terjadi di Prov. D.I.Yogyakarta dan Jawa Tengah diawali oleh tunjaman lempeng tektonik (tectonic plate) Samudera Hindia dan biasa disebut Lempeng Indonesia – Australia dengan Lempeng Eurasia. Tunjaman (subduction) itu menyebabkan pergeseran-pergeseran dan retakan pada lapisan batuan lempeng Eurasia (Eurasia Plate). Akibat retakan tersebut terjadilan pelepasan energi dari retakan-retakan itu dan terjadilan perambatan gelombang energi ke segala arah, termasuk ke daratan. 2. Di daratan sudah ada patahan geser mendatar ( strike slip fault ) yang disebut geser mendatar opak yang aktif sepanjang 12 Km mengarah ke Timur Laut yang melewati Kretek – Depok (Parangtritis) kab. Bantul sampai Tulung (Kab. Klaten Jateng). 3. Pusat gempa terletak pada Samudra Hindia yang berjarak kurang lebih 38 km arah selatan Kab.Bantul (Prov. DI.Yogyakarta), atau terletak pada koordinat 8,2 Lintang Selatan (LS) dan 110 Bujur Timur (BT). 4. Gempa bumi tersebut memiliki kekuatan 6,2 Mw (Moment Magnitude) atau setara dengan 5,9 skala richter pada kedalaman 17,1 km atau kategori gempa dangkal (Dep. ESDM). Bencana alam gempa bumi terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 jam 5.54 pagi pada Kab. Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, Kota Yogyakarta (Prov.DI.Yogyakarta) dan Kab. Klaten, Purworejo, Magelang, dan Boyolali (Prov. Jawa Tengah). Rusak Berat Rusak Ringan dan Sedang Tidak Mengalami Kerusakan Jalan Batas Administrasi Pertanian Kerusakan Akibat Gempa di Kab. Klaten Gerbang perbatasan DIY dan Jawa Tengah yang rusak Bangunan ruko rusak Sebagian besar bangunan rusak di jalan utama Bangunan bertingkat yang rusak dan miring Perkampungan penduduk rusak berat Ruang tunggu Bandara Adi Sucipto rusak Gedung Perguruan Tinggi rusak berat Gedung Perguruan Tinggi rusak berat Pusat Belanja rusak Selasar di Bandara Adi Sucipto rusak Pusat Belanja rusak Kerusakan Akibat Gempa di Kabupaten Bantul Ruko yang rusak berat Bangunan rumah rusak berat Bangunan disepanjang jalan rusak berat Bangunan rumah rusak berat Bangunan rumah rusak berat Jalan sliding/patah Gempa terjadi Senin tgl 17 Juli 2006 pukul 15.19 WIB, berpusat di selatan Pulau Jawa, tepatnya 9,46 Lintang Selatan (LS) dan 107,19 Bujur Timur (BT) pada kedalaman 33 kilometer. Terukur dengan kekuatan 6,8 Skala Richter (SR) oleh BMG dan 7,2 Mw (momen magnitude) yang kemudian direvisi menjadi 7,7 Mw oleh United States Geological Survey (USGS), gempa terjadi di laut sehingga berpotensi menghasilkan tsunami. Proses terjadinya tsunami di Pangandaran dan sebagian pantai selatan Pulau Jawa pada dasarnya tidak berbeda dengan tsunami di Aceh. Keduanya sama-sama dipicu gempa tektonik di sekitar zona subduksi atau penunjaman lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Hanya saja, kekuatan gempa yang lebih kecil dan jarak yang jauh dari daratan membuat tsunami yang menyapu sebagian pantai selatan Pulau Jawa itu lebih lemah daripada tsunami di Aceh. Pusat gempa berada di sekitar zona penunjaman yang merupakan ujung pertemuan lempeng Indo-Asia dengan Australia. Ketinggian gelombang saat masih di dekat epicenter (pusat gempa) hanya sekitar 1 hingga 1,3 meter, namun ketinggian gelombangnya akan semakin tinggi ketika mendekati pantai yang mendangkal. Menurut masyarakat setempat, tinggi gelombang saat memecah bibir pantai mencapai 4 meter hingga 10 meter. Pergeseran lempeng ini sebenarnya terus terjadi sejak terbentuknya lempeng-lempeng tersebut jutaan tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, gaya dorong mendorong kedua lempeng menyebabkan energi terkumpul di titik tersebut. Karena kedua lempeng tidak sanggup lagi menahan energi yang terkumpuk, energi dilepaskan sehingga menghasilkan gempa. Saat energi dilepaskan, lempeng Eurasia yang berada di atas lempeng Indo-Australia terangkat sehingga mendorong gejolak air laut di atasnya. Gejolak air laut akan mengalir ke segala arah dalam bentuk gelombang yang merambat dengan kecepatan hingga 800 kilometer perjam. Air laut di daratan terdekat sempat surut karena tertarik energi gelombang yang terangkat di atas zona penunjaman. Karena jaraknya cukup jauh energi yang dibawa gelombang juga meredam. Namun, begitu memecah bibir pantai, air laut masih menyisakan energi untuk menyapu daratan hingga sejauh 100 hingga 200 meter. Karena pantai lebih rendah daripada daratan, air laut akan kembali dengan arus balik yang kecepatannya mungkin lebih tinggi daripada saat masuk ke darat. Arus balik setelah tsunami inilah yang bisa menjadi penyebab terseretnya korban manusia maupun benda-benda di dekat pantai ke laut. A. Kebijakan terkait pengelolaan kawasan rawan bencana secara garis besar termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). penetapan kriteria kawasan rawan bencana alam penetapan kebijakan pengelolaan kawasan lindung penetapan strategi perwujudan kawasan lindung perumusan pola pengelolaan kawasan rawan bencana alam B. Kebijakan dalam RTRWN perlu diterjemahkan ke dalam langkah-langkah operasional. Getaran tanah (ground shaking) Tsunami Tanah longsor Likuifaksi Perpindahan permukaan tanah di sepanjang patahan Banjir akibat kerusakan pada waduk/tanggul Kebakaran karena rusaknya jaringan listrik dan gas Pencemaran lingkungan akibat lepasnya bahan/limbah beracun dari penampungan Benda-benda yang berjatuhan Keruntuhan bangunan dan kerusakan infrastruktur Efek Gempa pada Bangunan Tsunami Ground Shaking 4. Gelombang Tsunami 3. Goncangan Tanah di Aceh LEMPENG EUROASIA LEMPENG AUSTRALIA 2. Perambatan Gelombang Gempa 1. Epicenter Gempa LEMPENG EUROASIA LEMPENG AUSTRALIA Jalan layang bebas hambatan yang runtuh di Kobe Gedung apartemen yang runtuh akibat likuifaksi di Niigata, Jepang (Gempa Niigata, 16 Juni 1964) Kebakaran akibat putusnya jaringan listrik dan gas Francisco setelah gempa Loma Prieta di San Kerusakan isi bangunan akibat gempa 23 Mei 1968 di Inangahua, New Zealand. Benda-benda berat berjatuhan (bahaya tertimpa benda jatuh) Kompor terguling (bahaya kebakaran) Gedung Keuangan Negara Mall Pantee Pirak Hotel Kuala Tripa STIE BPKP Proses rekonstruksi Konstruksi bangunan darurat/ sementara Konstruksi bangunan baru permanen Rehabilitasi/retrofit bangunan eksisting Evaluasi kerentanan bangunan terhadap gempa Peningkatkan ketahanan bangunan terhadap bahaya gempa Perencanaan dan Evaluasi Bangunan Disain dasar, bentuk bangunan, sistem struktur, parameter gempa termasuk wilayah gempa Perhitungan gaya gempa pada struktur Perhitungan struktur dan elemen-elemen struktur Pembuatan Gambar dan Spesifikasi Estimasi biaya Konsep Bangunan Tahan Gempa Bangunan Baru: Disain dan Metoda Konstruksi Bangunan Rehabilitasi (Peningkatan Kapasitas dan Perbaikan) Bangunan Eksisting: Repair dan Strengthening Repair/strengthening umumnya lebih murah dan lebih efisien dibandingkan membuat bangunan baru Repair: mengembalikan kekuatan struktur sesuai tingkat disain awal Strengthening: meningkatkan kekuatan struktur dari tingkat disain awal ke tingkat disain baru yang lebih tinggi Perbaikan/perkuatan (Structural repair/strengthening) diperlukan karena: Perubahan fungsi bangunan Perubahan ketentuan/peraturan (building code requirement) Meningkatnya nilai keamanan (safety requirement) Desain yang kurang baik (inadequacy in structural design) Konstruksi yang kurang baik (construction defects) Kerusakan struktur Metoda strengthening Reinforced concrete jacketing/section enlargement Steel jacketing/steel plate bonding External post-tensioning Fiber reinforced plastic (FRP) sheet jacketing/external strengthening Proses awal untuk mendapatkan bangunan tahan gempa Harus dilakukan untuk semua jenis bangunan Didasarkan pada suatu tingkat gempa disain rencana, dimana suatu batas risiko gempa dengan kekuatan tertentu akan terlampaui untuk suatu umur bangunan Gempa disain didapat dengan memperhatikan potensi sumber gempa di sekitar lokasi percepatan batuan dasar karakteristik tanah lokal Bangunan sederhana (non-engineered buildings) 70 persen dari bangunan di Indonesia Dibangun secara tradisional tanpa atau dengan sangat sedikit perhitungan/perencanaan bangunan Meliputi bangunan tradisional (kayu, bambu) dan sebagian besar bangunan rumah tinggal berlantai satu atau dua, dari bata/batako Bangunan terekayasa (engineered buildings) Didisain/direncanakan dan dibangun sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga berperilaku seperti yang diharapkan pada saat mengalami gempa. Meliputi gedung bertingkat dan sebagian besar bangunan penting atau fasilitas umum (rumah sakit, sekolah, gedung pemerintahan, dll) Engineered Building Government Law about Building (No. 28, 2002) Standard for Concrete Structures Construction (SNI T-15-1991-03) Standard for Steel Structures Construction (SNI ………….…) Standard for Timber Structures Construction (SNI ………….) Standard for Earthquake Resistant Structures Construction 2002) Standard for Wind Resistant Structures Construction 2397-1991) (SNI 03-1726- (Revision SNI 03- Non-Engineered Building Guidelines for Earthquake Resistant Building Design Guidelines for Repairing and Retrofitting of Damaged building due to Earthquake Hazard Guidelines for Reinforced Concrete Structures and Constructions Seismic Hazard Analysis: Earthquake Risk (RN) → Return Period The probability of a particular intensity (peak ground acceleration, earthquake intensity, etc) is exceeded during a certain life time of structure (N) Earthquake Risk, Rn (%) Moderate Seismic Load Level Strong Very Strong Period, T (year) 5 10 20 50 100 200 500 1000 N = 10 year N = 30 year N = 50 year N = 100 year 89 100 100 100 65 96 100 100 40 79 92 99 18 45 64 87 9.6 26 40 63 4.9 14 22 40 2 9 9.5 18 1 3 5 9.5 Menjamin keamanan dan kenyamanan pengguna Sesuai dengan fungsi/kepentingan bangunan Kinerja/performance bangunan akibat gempa: Gempa ringan – tidak mengalami kerusakan (struktural maupun non-struktural) Gempa sedang – kerusakan pada elemen non-struktural (dapat diperbaiki), sedangkan elemen struktural tidak mengalami kerusakan Gempa kuat – kerusakan pada elemen struktural dan nonstruktural, tetapi bangunan tidak runtuh Perencanaan dan Disain Bangunan Tahan Gempa • Berdasarkan fungsi/kepentingan bangunan, untuk suatu gempa disain rencana: – Bangunan penting - kerusakan minimum sehingga bangunan tetap atau segera dapat berfungsi dan ditempati – Bangunan umumnya - bangunan tidak runtuh dan kerusakan dapat diperbaiki • Terbentuk kesatuan (structural integrity) dari komponenkomponen bangunan tahan gempa yang bekerja bersamasama untuk memikul beban gempa