Migrasi_Internasiona..

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
MIGRASI INTERNATIONAL :
TENAGA KERJA PEREMPUAN DAN HUMAN TRAFFICKING
DOSEN
: Drs. CHOTIB M.Si
KELOMPOK 7 :
HIDAYATUNNISMAH
FENY NUR ANGGRAENI
QORYLLAH FITRI PERTIWI
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI KAJIAN KEPENDUDUKAN DAN
KETENAGAKERJAAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2013
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 0
MIGRASI INTERNATIONAL :
TENAGA KERJA PEREMPUAN DAN HUMAN TRAFFICKING
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Internasional Organization For Migration (IOM) jumlah migran
Internasional telah meningkat dari 150 juta orang di tahun 2000 menjadi 214 juta
orang di tahun 2010. Tingginya permintaan tenaga kerja di negara maju dan
ketersediaan tenaga kerja di negara berkembang menjadi faktor yang
meningkatkan kegiatan migrasi Internasional. Kementerian Luar Negeri mencatat
tidak kurang dari 3.091.284 warga Negara Indonesia saat ini berada di luar negeri,
dimana 58,9 persen diantaranya bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Angkaangka ini diperkirakan dua sampai tiga kali lebih tinggi, karena sebagian besar
warga negara Indonesia tidak melaporkan ke Dinas Imigrasi. Daerah asal tenaga
kerja adalah Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera
Selatan. Mayoritas pekerja migran Indonesia menghadapi kondisi kerja paksa dan
perbudakan di Negara-negara Asia yang lebih maju dan Timur Tengah khususnya
Malaysia, Arab Saudi, Singapura, Kuwait, Suriah dan Irak. Pada tahun 2011,
Kementerian luar negeri mencatat 20.000 kasus yang dihadapi oleh Tenaga Kerja
Indonesia di luar negeri. Sebagian besar kasus terkait dengan kondisi kerja di
negara penerima, seperti gaji yang tidak dibayar, kerja paksa, jam kerja yang tidak
teratur,pelecehan seksual dan kekerasan fisik.
Tidak hanya fakta bahwa jumlah orang Indonesia yang tinggal di luar
negeri, namun proses migrasi tidak teratur sering terjadi juga merupakan pemicu
umum untuk meningkatkan jumlah orang Indonesia yang menghadapi masalah
diluar negeri seperti perdagangan dan penyelundupan manusia. Perdagangan
manusia telah berkembang sedemikian rupa dalam cakupan dan keseriusannya
sehingga sekarang menjadi fokus Internasional, regional dan nasional dalam
menentang perdagangan manusia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memeperkirakan setiap tahunnya
700.000 sampai 4 juta perempuan dan anak-anak menjadi korban perdagangan
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 1
manusia. Hal yang paling memprihatinkan adalah bahwa sebagian besar korban
perdagangan ini adalah dan anak perempuan yang akhirnya terpuruk dalam
pelacuran dan eksploitasi tenaga kerja, kerja paksa, perhambaan hutang atau
perbudakan. Pada tahun 2011 diperkirakan 100.000 perempuan dan anak dari
Indonesia diperdagangkan setiap tahunnya untuk eksploitasi seksual, pekerja
rumah tangga, kawin paksa dan pekerja anak (Razak, 2012)
Faktor ekonomi, kemiskinan dan ketidakadilan gender diduga sebagai
faktor utama penyebab terjadinya perdagangan manusia. Selain ketiga faktor
tersebut, (Sagala&Rozana, 2007) dalam Andari (2011) berpendapat dalam
perspektif feminis penyebab anak-anak dan perempuan rentan menjadi korban
perdagangan manusia adalah : (1)Menguatnya ideologi patriaki dalam masyarakat
dan negara, ideologi ini melihat posisi anak dan perempuan sebagai obyek dan
bukan subjek patriarki, sehingga mereka mendapatkan posisi kedua atau
subordinat di mana anak dan perempuan tidak memiliki posisi tawar terhadap
keinginan orang tuanya; (2)Tingkat pendidikan yang rendah bagi perempuan, lalu
kekerasan terhadap yang merupakan alat bagi laki-laki untuk menunjukkan
kekuasaannya dan juga pernikahan dini (early marriage) dan; (3)Menguatnya
globalisasi dan neoliberalisme.
Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk melakukan tinjauan literatur untuk
mendalami migrasi internasional terkait dengan Tenaga Kerja Perempuan (TKW)
dan Human Trafficking.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 2
BAB II. TEORI
Definisi Migrasi
Migrasi sebagai komponen demografi memiliki beragam definisi. Secara
sederhana, migrasi diartikan sebagai perpindahan penduduk dengan tujuan untuk
menetap dari suatu tempat ke tempat lain melalui batas politik/negara ataupun
batas administrasi/batas bagian dari suatu negara.
Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa merumuskan bahwa migrasi
penduduk sebagai suatu perpindahan tempat tinggal dari suatu unit administrasi ke
unit administrasi yang lain (United Nations 1970; 1 dalam Eridiana 2010). Masih
dalam Eridiana (2010), Gould dan Prothero (1975,41) juga menekankan unsur
perpindahan tempat tinggal. Namun menurut mereka, walaupun seseorang telah
secara resmi pindah tempat, tetapi apabila ada niat sebelumnya untuk kembali ke
tempat semula, maka harus dianggap sebagai mobilitas sirkuler, bukan sebagai
migrasi.
Di Indonesia, konsep migrasi yang digunakan dalam sensus 1971 sama
dengan sensus 1980. Migrasi adalah perpindahan seseorang melewati batas
propinsi menuju ke propinsi lain dalam jangka waktu 6 bulan atau lebih. Hampir
semua migrasi berkaitan dengan ruang dan waktu, mengenai keterkaitan antara
ruang dan waktu ini, para ahli dihadapkan kepada suatu kesulitan untuk
menetapkannya. Sehingga definisi terhadap migrasi oleh beberapa ahli sering
dirasa adanya kekurangtepatan.
Menurut Tjiptoherijanto (2000) dalam Safrida (2008), migrasi merupakan
perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi
didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah
tersebut. Tujuan utama migrasi adalah meningkatkan taraf hidup migran dan
keluarganya, sehingga umumnya mereka mencari pekerjaan yang dapat
memberikan pendapatan dan status sosial yang lebih tinggi di daerah tujuan.
Definisi senada juga diungkapkan oleh Martin (2003), dimana migrasi
adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, yang terjadi karena
adanya perbedaan kondisi kedua daerah tersebut. Menurut Martin, perbedaan
terbesar yang mendorong terjadinya migrasi adalah kondisi ekonomi dan non
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 3
ekonomi. Berdasarkan pengelompokannya, maka faktor yang mendorong migran
untuk migrasi dibedakan dalam tiga kategori, yaitu faktor demand pull, supply
push dan network. Faktor demand pull terjadi jika ada permintaan tenaga kerja
dari daerah tujuan, seperti tenaga kerja Meksiko yang direkrut untuk bekerja pada
sektor pertanian di Amerika. Faktor supply push terjadi jika tenaga kerja sudah
tidak mungkin lagi memperoleh pekerjaan di daerahnya sendiri, sehingga
mendorong mereka untuk migrasi ke daerah lain. Network factor merupakan
faktor yang dapat memberi informasi bagi migran dalam mengambil keputusan
untuk migrasi.
Menurut Osaki (2003) dalam Safrida (2008) migrasi penduduk terjadi
karena adanya keperluan tenaga kerja yang bersifat hakiki (intrinsic labor
demand) pada masyarakat industri modern. Pernyataan ini merupakan salah satu
aliran yang menganalisis keinginan seseorang melakukan migrasi yang disebut
dengan dual labor market theory. Menurut aliran ini, migrasi terjadi karena
adanya keperluan tenaga kerja tertentu pada daerah atau negara yang telah maju.
Oleh karena itu migrasi bukan hanya terjadi karena push factors yang ada pada
daerah asal tetapi juga adanya pull factors pada daerah tujuan.
Aliran new economics of migration, beranggapan migrasi penduduk tidak
hanya berkaitan dengan pasar kerja saja, tetapi berkaitan juga dengan keputusan
lingkungan terdekat migran, terutama keluarganya. Berbeda dengan keputusan
individu, keputusan keluarga lebih mampu menangani resiko dalam rumah tangga
pada saat migrasi dilakukan, yaitu melalui diversifikasi alokasi sumber daya yang
mereka miliki, seperti alokasi tenaga kerja keluarga.
Beberapa anggota keluarga tetap berada di daerah asal, sementara yang
lain bekerja di daerah atau negara lain. Alokasi tersebut merupakan upaya untuk
meminimalkan resiko kegagalan yang dapat terjadi akibat migrasi. Selain itu, jika
pasar kerja lokal tidak memungkinkan anggota keluarga yang berada di daerah
asal
memperoleh
penghasilan
yang
memadai,
maka
pengiriman
uang
(remittances) yang dikirim oleh anggota keluarga yang bekerja di luar daerah atau
luar negara dapat membantu ekonomi rumah tangga (Stark, 1991).
Salah satu teori migrasi yang dinyatakan oleh Ravenstein yaitu faktor
ekonomi sebagai motif utama migrasi. Kemudian Todaro mengembangkan teori
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 4
migrasi yang dikenal sebagai teori income harapan. Todaro mengasumsikan
bahwa keputusan migrasi adalah merupakan fenomena ekonomi yang rasional.
Postulat yang dikemukakan oleh Todaro bahwa seseorang masih mempunyai
harapan untuk mendapatkan income yang lebih tinggi daripada upah di sektor
pertanian.
Manfaat dari seseorang melakukan migrasi dinyatakan oleh Da Vanso
(1976) dalam Hermawan (2005) dimana manfaat tersebut dapat dilihat dari
kenaikan upah nyata dan keuntungan moneter lainnya yang diterima di tempat
tujuan, seperti kesejahteraan hidup, iklim dan keamanan yang sesuai harapan.
Selain penelitian Da Vanso, terdapat beberapa
penelitian
yang
menunjukkan bahwa dampak positif yang merupakan keuntungan ekonomi dari
migrasi jauh lebih besar dari pada dampak negatifnya. Seperti dinyatakan oleh
Herdiana (1995) dalam Hermawan (2005), aspek-aspek positif dari migrasi
internasional yang diukur berupa pendapatan yang dibawa atau dikirim ke desa
asal yang disebut remitan, dan juga diukur dari perubahan tingkat pendapatan.
Masih dalam Hermawan (2005), Regiati (1999) dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa dampak migrasi terhadap perekonomian keluarga dapat dilihat dari
peningkatan pendapatan, tabungan, serta barang yang dibeli/barang kekayaan.
Berdasarkan teori-teori tersebut terlihat bahwa tujuan utama migrasi
adalah meningkatkan taraf hidup migran dan keluarganya, sehingga masalah
migrasi masih dipandang sebagai suatu hal yang positif dalam pembangunan
ekonomi. Fakta yang terjadi di negara berkembang berbeda dengan pandangan
tersebut, dimana arus migrasi tenaga kerja dari pedesaan yang umumnya bekerja
pada sektor pertanian jauh melampaui tingkat penciptaan atau penambahan
lapangan pekerjaan khususnya sektor industri atau jasa-jasa layanan sosial
diperkotaan.
Definisi Migrasi Internasional
Migrasi Internasional sebagai salah satu jenis migrasi memiliki arti yakni
migrasi yang melewati batas politik antar negara. Batas politik ini sangat dinamis
tergantung kepada konstelasi politik global yang ada.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 5
Sebagai suatu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan tingkat
pengangguran yang tinggi, maka migrasi tenaga kerja ke luar negeri (migrasi
internasional) merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Migrasi internasional merupakan proses perpindahan penduduk suatu negara ke
negara lain. Umumnya orang melakukan migrasi ke luar negeri untuk
memperoleh kesejahteraan ekonomi yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya.
Suatu fakta memperlihatkan bahwa pengangguran, upah yang rendah, prospek
karir yang kurang menjanjikan untuk orang-orang yang berpendidikan tinggi dan
resiko untuk melakukan investasi di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang melakukan migrasi ke luar negeri (Solimano 2001).
Syahriani (2007) dalam Safrida (2008) menyatakan banyak faktor yang
memotivasi para pekerja Indonesia memilih bekerja di luar negeri diantaranya
peluang kerja yang terbatas, upah yang rendah, dan kemiskinan mendorong
seseorang meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di
negara lain. Para migran ini pergi ke negara tujuan yang memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding negara asalnya.
Berbeda dengan migrasi internal, dalam migrasi internasional, para migran
tidak dapat memutuskan dengan bebas dalam mencari pekerjaan di negara tujuan.
Tetapi negara tujuan yang memutuskan menerima migran tersebut sesuai
kebutuhannya. Negara tujuan dapat memilih tenaga-tenaga ahli dan terampil yang
sedang dibutuhkan. Hal ini merupakan keuntungan ekonomi bagi negara tujuan.
Keuntungan ekonomi bagi negara asal adalah berkurangnya tekanan terhadap
pasar kerja di dalam negeri, dan sumber penerimaan devisa melalui kiriman uang
mereka kepada keluarganya (Solimano 2001).
Di Indonesia, terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 semakin memicu
peningkatan migrasi buruh internasional. Sebuah penelitian di Indramayu Jawa
Barat melihat bahwa migrasi internasional merupakan strategi bertahan hidup di
desanya yang krisis (Wulan 2010 dalam Irawaty 2011).
Buchori (2006) dalam Irawaty (2011) menyebutkan bahwa sejak tahun
1980-an, migrasi perempuan sebagai pekerja, terutama sektor domestik, mulai
terjadi dalam jumlah yang signifikan akibat adanya kebijakan pemerintah yang
mulai mengintegrasikan ekspor buruh ke luar negeri dalam rencana pembangunan.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 6
Semakin meningkatnya jumlah pekerja perempuan Indonesia ini,
memunculkan fenomena feminisasi migrasi. Mereka ikut mengambil alih
tanggung jawab ekonomi keluarga. Mereka bekerja sebagai buruh tani, buruh
perkebunan, pembantu rumah tangga, pemulung, buruh pabrik, dan pekerja
migran. Proses ini melanjutkan proses feminisasi kemiskinan yang merupakan
proses pemiskinan perempuan secara sistematis, perempuan harus lebih berat
menanggung proses beban karena kemiskinan (Wulan 2010).
Berdasarkan persentase, dimulai tahun 1996, jumlah tenaga kerja
perempuan tercatat 55,8 persen dari 517.169 pekerja migran Indonesia, tahun
2000 jumlah tenaga kerja perempuan tercatat 68,3 persen dari 435.222 pekerja
migran Indonesia, dan pada tahun 2004, jumlah tenaga kerja perempuan tercatat
77,9 persen dari 380.700 pekerja migran Indonesia. Walaupun jumlah pekerja
migran Indonesia pada tahun ini mengalami penurunan, namun pekerja migran
perempuan masih mendominasi migrasi internasional tersebut (BNP2TKI 2006
dalam IOM 2010). Kemudian pada tahun 2007, pekerja migran Indonesia
meningkat kembali, dengan persentase jumlah tenaga kerja perempuan sebanyak
78 persen dari 696.746 pekerja migran Indonesia, tahun 2008, jumlah tenaga kerja
perempuan tercatat 73,3 persen dari 748.825 pekerja migran Indonesia. Pada
tahun 2009, walaupun jumlah tenaga kerja migran Indonesia sedikit mengalami
penurunan, namun tenaga kerja perempuan mendominasi dengan persentase 83,7
persen dari 632.172 pekerja migran Indonesia (BNP2TKI 2010).
Definisi Tenaga Kerja Perempuan
Istilah tenaga kerja baru diperkenalkan secara resmi di Indonesia pada
tahun 1966. Waktu itu dibentuk Kabinet Ampera dan Departemen Perburuhan
diganti namanya menjadi Departemen Tenaga Kerja. Menurut Undang-Undang
No.14 tahun 1969 Bab I ayat 1 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok mengenai
Tenaga Kerja disebutkan bahwa: “Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa terutama untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri atau masyarakat”. Sedangkan pekerja adalah
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan lain. Tenaga kerja
adalah bagian/golongan penduduk yang berumur antara 10 sampai 56 tahun.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 7
Tegasnya adalah semua orang/penduduk yang telah mencapai usia kerja (people
of working age). Dari uraian tersebut dapat dikatakan tenaga kerja perempuan
adalah perempuan yang berumur 10 sampai 56 tahun dan mampu melakukan
pekerjaan guna mendapatkan penghasilan, tenaga kerja perempuan ini sering
disebut sebagai TKW.
Warsito (2010) dalam Irawaty (2011), ada beberapa pendorong Tenaga
Kerja Perempuan (TKW) ingin bekerja keluar negeri antara lain: (1) dorongan
ekonomi, karena kebutuhan hidup yang semakin tinggi, (2) semakin sempitnya
lahan pertanian sebagai mata pencaharian mereka sebagai petani, (3) lapangan
kerja dalam negeri sempit serta upah yang rendah, sedangkan di luar negeri
upahnya tinggi hingga tujuh kali lipat, (4) karena alasan sosial berupa pendidikan
yang rendah, (5) demonstration effect, dimana mereka melihat tetangganya hidup
enak dan mewah dari hasil bekerja di luar negeri, dan (6) faktor demografi usia
muda membuat mereka ingin mempunyai uang yang banyak.
Dalam berbagai literatur yang membahas tentang buruh migran perempuan
banyak ditemukan istilah Tenaga Kerja Indonesia Perempuan (TKIW). Menurut
Kustini (2002) dalam Irawaty (2011) TKIW adalah sebutan bagi kelompok
perempuan Indonesia yang pergi ke luar negeri sebagai buruh tamu. Selain itu ada
juga yang menyebutkan istilah TKIW dengan sebutan Tenaga Kerja Perempuan
(disingkat Nakerwan atau TKW). Menurut Kustini (2002) pengistilahan Buruh
Migran Perempuan di atas dengan TKIW dimaksudkan untuk menunjukkan asal
negara yaitu Indonesia. Mengistilahkan TKIW sama dengan TKW yaitu merujuk
kepada semua tenaga kerja perempuan, baik yang bekerja ke luar negeri maupun
di dalam negeri, dan istilah tersebut sekaligus membedakan dengan tenaga kerja
laki-laki yang dikenal dengan istilah TKI. Pengistilahan tersebut merujuk pada
semua tenaga kerja perempuan, akan tetapi banyak orang yang mempersepsikan
bahwa istilah TKIW atau TKW adalah buruh perempuan yang melakukan migran
ke luar negeri untuk bekerja.
Definisi Trafficking
Trafficking atau perdagangan manusia memiliki beberapa definisi antara
lain:
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 8
1.
Menurut hasil Konferensi Nasional tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan
dan Anak Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28-30 Juli
2003, Perdagangan Manusia adalah: “Perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, atau penggunaan
kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima
bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai
wewenang atas orang lain”.
2.
Keputusan Presiden Nomor 88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN)
Penghapusan Terhadap Perdagangan Perempuan dan Anak. Yang termasuk ruang
lingkup Perdagangan Manusia menurut Keputusan Presiden tersebut adalah:
“segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau lebih
tindakan
perekrutan,
pengangkutan
antar
daerah
dan
antar
negara,
pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara
atau ditempat tujuan perempuan dan anak”.
3.
Konvensi Palermo. Berdasarkan protokol untuk mencegah, menindas, dan
menghukum perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak (Protokol
Perdagangan), tambahan Konvensi PBB melawan Kejahatan Transnasional yang
terorganisir, 2000, yang dikenal dengan Konvensi Palermo mendefinisikan
Perdagangan
Manusia
sebagai:
“Pengerahan,
pengangkutan,
pengiriman,
penyembunyian atau penerimaan orang, dengan cara ancaman atau penggunaan
kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari paksaan, penculikan, kecurangan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan atau pemberian atau
penerimaan
pembayaran-pembayaran
atau
keuntungan-keuntungan
untuk
mencapai persetujuan dari seseorang yang memiliki kekuasaan atas orang lain,
untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk di dalamnya adalah, paling
minimum, eksploitasi pelacuran pihak lain atau bentuk lain dari eksploitasi
seksual, kerja atau pelayanan-pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek
lain yang mirip dengan perudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh
manusia”.
Menurut
Undang-Undang
(UU)
No.
21
Tahun
2007
Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) pasal 1 ayat 1,
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 9
definisi trafficking (perdagangan manusia) adalah: “tindakan perekrutan,
pengangkutan,
penampungan,
pengiriman,
pemindahan,
atau
penerimaan
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atau orang lain tersebut, baik yang
dilakukan di dalam negeri maupun antar negara, untuk tujuan eksplorasi atau
mengakibatkan orang tereksploitasi”.
Tindakan-tindakan yang dapat dianggap sebagai bentuk trafficking
sebenarnya ada banyak sekali. Yang jelas, tindakan-tindakan itu termasuk dalam
kategori kejahatan yang sangat berat. Korban dari trafficking adalah mereka yang
terpinggirkan, terutama kaum perempuan. Pihak perempuan sangat fleksibel untuk
mudah dieksploitasi. Sebab mereka sering dirugikan dengan posisi mereka yang
selama ini lemah dan diperlakukan secara tidak adil dari lingkungannya.
Penyebab awal yang menggiring pada perangkap trafficking adalah akibat dari
kondisi kemiskinan dan ketidakmandirian yang mereka alami. Banyaknya calon
TKI yang memalsukan identitas umurnya menyebabkan mereka mudah
dieksploitasi dengan modus trafficking. Alasannya bahwa pekerja dibawah umur
biasanya belum banyak mengetahui tentang konsekuensi kerja, apalagi di negeri
rantau.
Sumber: Cameron & Newmann, 2008:3
Skema kerangka berpikir tersebut menjadi dasar pemikiran untuk
menjelaskan proses viktimisasi struktural dalam penelitian ini. Skema tersebut
melihat adanya berbagai faktor struktural dalam masyarakat yang memberikan
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 10
kontribusi bagi terjadinya kejahatan perdagangan manusia, yaitu faktor ekonomi
yang terdiri dari globalisasi, kemiskinan, penurunan tingkat ekonomi, dan
pergerakan migrasi. Kemudian adalah faktor sosial, yaitu adanya ketimpangan
sosial, diskriminasi berdasarkan gender, diksriminasi berdasarkan usia dan status
gender. Selanjutnya adalah faktor ideologi seperti rasisme, gender, dan stereotipe
budaya. Bentuk-bentuk patriarkisme dalam masyarakat juga merupakan salah satu
contoh dari faktor ideologis. Terakhir adalah faktor geopolitik. Hal yang termasuk
kedalam faktor geopolitik adalah perang, konflik kekerasan, serta operasi militer.
Faktor geopolitik dapat ditemukan di negara yang sedang mengalami konflik.
Faktor-faktor struktural tersebut akan menciptakan kondisi vulnerability atau
kerentanan bagi perempuan dan anak-anak untuk menjadi korban perdagangan
manusia.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 11
BAB III. PEMBAHASAN
Lintas batas barang dan jasa keseluruhannya bertujuan untuk peningkatan
keuntungan ekonomi suatu negara, dan lintas batas tenaga kerja sering terjadi dan
tak bisa dihindari, namun yang menjadi permasalahan adalah ternyata ada pihakpihak yang memanfaatkan arus migrasi ini untuk kepentingan pribadi. Jika
diamati arus migrasi, maka dapat di lihat bahwa perpindahan tenaga kerja terjadi
dari negara berkembang menuju negara maju atau dari negara miskin ke negara
yang lebih makmur. Pengiriman tenaga kerja ke negara lain ini justru merupakan
suatu tindakan yang pada akhirnya cenderung menimbulkan tindakan yang
melanggar martabat manusia.
Menurut International Labor Organization (ILO) kebijakan-kebijakan
migrasi yang bersifat membatasi berbeda dengan kenyataan-kenyataan pasar di
negara asal maupun tujuan, dan kebijakan tersebut mengakibatkan terjadinya
peningkatan jumlah mereka yang bersedia mengambil resiko untuk diselundupkan
dan/atau diperdagangkan. Di satu sisi prospek dan perbedaan upah yang sangat
jauh berbeda, sehingga walaupun kemungkinan harus menanggung resiko-resiko
yang ada, menjadi suatu tawaran yang menarik bagi masing-masing migran. Di
sisi lainnya, juga karena ketidakseimbangan yang tejadi membuat perdagangan
dan penyelundupan pekerja migran menjadi “bisnis” yang sangat menguntungkan.
United Nations Office for Drug Control and Crime Preventation telah
menjelaskan bahwa perdagangan orang sebagai bisnis yang paling cepat
berkembang dari kejahatan terorganisir karena jumlah orang yang terlibat, skala
keuntungan yang dihasilkan dan sifatnya yang berlipat-lipat. Para pelaku
perdagangan orang sering sangat berhasil karena berbagai hubungan mereka
dengan kelompok kejahatan transisional lainnya, seperti para pedagang senjata
gelap atau para pengedar narkoba yang memberikan rute atau jalur-jalur yang
aman dan sudah teruji, akses ke uang tunai, dokumen-dokumen palsu dan pejabatpejabat yang bisa disuap (Lousie Shelley, 2010)
Berdasarkan data yang diperoleh dari website Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) didapat bahwa sebagian
besar tenaga kerja Indonesia (TKI) adalah wanita. Dari Gambar.1 dapat dilihat
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 12
dengan jelas bahwa proporsi tenaga kerja wanita jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan proporsi tenaga kerja laki-laki. Sebagai contoh dapat dilihat
bahwa pada tahun 2006 proporsi TKI yang berjenis kelamin perempuan adalah
79.08 persen dan laki-laki hanya 20.92 persen. Begitu pula pada tahun 2012
proporsi TKI berjenis kelamin perempuan adalah 59.13 persen dan laki-laki 40.87
persen. Besarnya proporsi tenaga kerja wanita diduga disebabkan oleh permintaan
tenaga kerja di luar negeri lebih banyak sebagai pekerja rumah tangga di banding
disektor lainnnya.
Sumber : Diolah dari data BNP2TKI
Perempuan dan anak perempuan di bawah umur sangat rentan terhadap
kasus eksploitasi dan perdagangan
manusia. Sarana eksploitasi yang sering
digunakan adalah berupa ancaman, penyalahgunakan otoritas, jeratan hutang,
perkawinan, penahanan dan pemerkosaan. Ketika korban sampai di negara tujuan
mereka dipaksa bekerja tanpa pembayaran atau diperdagangkan untuk prostitusi.
Perempuan juga menjadi korban dari perdagangan mempelai pesanan; mereka
tertipu oleh penawaran perkawinan dengan orang-orang asing, hanya berakhir
kerja paksa atau bahkan lingkaran pelacuran. Ada juga kasus-kasus dimana
perempuan dan anak perempuan dijual atau diperdagangkan sebagai istri ke
orang-orang asing.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 13
Negara yang paling banyak menjadi tujuan Tenaga Kerja Wanita (TKW)
adalah Arab Saudi, Malaysia dan Taiwan. Pemilihan Arab Saudi mungkin terkait
dengan kesamaan keyakinan mayoritas masyarakat Arab Saudi dengan
masyarakat Indonesia. Sedangkan pemilihan Malaysia disebabkan kesamaam
rumpun masyarakat Malaysia dan Indonesia yang sebagian besar adalah suku
melayu, sehingga memiliki budaya yang hampir serupa. Tujuan pemilihan negara
tujuan yang memiliki agama dan budaya yang sama adalah untuk mempermudah
adaptasi dan terkait dengan kemudahan komunikasi dengan majikan.
Berdasarkan data yang bersumber dari website BNP2TKI diperoleh bahwa
selama kurun waktu 2006 hingga 2011 negara yang menjadi Primadona TKW
adalah Arab Saudi (Tabel 1). Pada tahun 2006 hingga 2009 negara tujuan yang
menjadi primadona TKW adalah Saudi Arabia kemudian diikuti oleh Malaysia.
Pada tahun 2010 terjadi sedikit pergeseran, setelah Saudi Arabia (45.56 persen)
negara tujuan kedua adalah Taiwan (12,22%) kemudian diikuti Malaysia (9.28
persen).
Tabel 1. Proporsi Tenaga Kerja Wanita yang bekerja di luar negeri.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Negara
Saudi Arabia
Malaysia
Taiwan
Singapore
United Emirate
Arab
Hong Kong
Kuwait
Qatar
Lainnya
Total
2006
2007
2008
Tahun
2009
49.89
22.33
8.01
5.49
44.04
20.87
8.54
7.01
40.58
20.59
10.81
4.39
51.31
12.51
10.86
6.74
0.43
3.69
4.70
1.05
4.43
100
5.00
5.61
4.79
1.41
2.74
100
6.56
6.08
5.29
1.38
4.33
100
2010
2011
2012
45.56
9.28
12.22
8.85
32.15
11.08
18.49
11.87
3.71
13.71
23.19
15.69
0.08
8.06
1.03 11.73
6.60
7.44 14.27 16.88
4.66
0.10
0.60
0.47
1.79
2.72
3.90
7.18
5.46
5.77
6.61
7.44
100
100
100
100
Sumber : Diolah dari data BNP2TKI
Pada tahun 2011 sebaran negara tujuan TKW cenderung lebih bervariasi
jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Negara yang menjadi tujuan
TKW adalah Saudi Arabia (49.89 persen), Taiwan (18,49 persen), Hongkong
(14.27 persen), Singapore ( 11, 87 persen), Malaysia (11. 08 persen) dan sisanya
ke Negara lainnya. Jika diperhatikan secara umum dari tahun ke tahun TKW
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 14
dengan negara tujuan Taiwan mengalami penambahan proporsi, sedangkan TKW
dengan tujuan Malaysia cenderung menurun.
Pada tahun 2012 negara tujuan yang paling banyak diminati TKW adalah
Taiwan (23.19 persen), Hongkong (16.88 persen), Singapore (15,69 persen),
Malaysia (13,71 persen) dan United Emirated Arab (11,73 persen). Persebaran
Negara tujuan TKI yang cenderung lebih beraneka ragam di tahun 2011 dan 2012
dimungkinkan karena adanya peningkatan skill yang dimiliki TKW sehingga bisa
masuk pasar kerja disektor jasa dan Indutri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 1.
Trafficking umumnya terjadi pada kasus-kasus pengiriman TKI ke luar
negeri. Untuk itulah, penanganan terhadap masalah trafficking juga perlu
mengatasi masalah pengiriman tersebut. Sebab, banyak para calon TKI yang akan
berangkat ke luar negeri tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang
bagaimana prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kelengahan mereka
kemudian dimanfaatkan secara ekonomi namun tidak bertanggung jawab oleh
sejumlah agen, calo, atau jasa pengiriman TKI. Negara kita sebenarnya sudah
cukup maju dalam menyoal pemberantasan masalah trafficking, yaitu telah
disahkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada
tanggal 20 Maret 2007. UU ini berisi 67 pasal. Pembahasan UU tersebut dimulai
sejak tanggal 11 Oktober 2006, yang dilakukan antara Pansus RUU PTPPO
bersama dengan pihak pemerintah.
Undang-undang No.21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana
perdagangan manusia, membawa harapan baru dan tantangan bagi aparatur
hukum dan pemerhati terjadinya tindak pidana perdagangan manusia untuk
kembali memperhatikan dan mempelajari unsur-unsur dan sistem perlindungan
hukum (terutama bagi saksi korban) dalam tindak pidana perdagangan manusia.
Perlindungan hukum yang sesuai bagi buruh migran guna mencegah terjadinya
perdagangan perempuan buruh migran adalah : a) pembuatan bilateral agreement
antara Indonesia dengan negara pengguna jasa buruh migran, b)pembentukan
women desk yang menangani permasalahan buruh migran, c) memperluas funsi
LSM pendamping.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 15
Hukum yang berlaku di negara kita sangat melarang perbudakan atau
perdagangan orang. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 20 menyebutkan:
“Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan atau
perhambaan, perdagangan budak, perdagangan perempuan, dan segala perbuatan
serupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang”.Pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM), termasuk hak-hak pekerja merupakan penyebab maupun konsukensi dari
perdagangan manusia. Proses feminisasi kemiskinan dan pengangguran parah di
negara-negara asal telah memperburuk kerentanan para migran perempuan dan
anak perempuan terhadap perdagangan.
Kasus perdagangan perempuan dengan modus pelacuran di luar negeri
adalah kasus yang paling umum terjadi. Bahkan menurut data yang ada, fenomena
ini makin meningkat dari tahun ke tahun. Daerah-daerah yang memasok terbesar
kasur trafficking tersebar di tanah air. Suatu data menyebutkan bahwa sedikitnya
80% dari 8800 kasus trafficking sejak tahun 2004 melibatkan korban asal warga
Subang, Karawang, Cianjur, dan Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Akibat dari
besarnya kasus tersebut, kemungkinan besar Indonesia terancam dalam daftar
negara yang berhak mendapatkan jatah bantuan kemanusiaan dari PBB.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011) mengenai perlindungan
hukum bagi buruh
migran
terhadap tindakan perdagangan
perempuan
mengungkapkan bahwa unsur-unsur perdagangan perempuan yang terjadi dalam
pengiriman buruh migran dapat
berupa : (1) tindakan melintasi batas, yang
merupakan keseluruhan proses pengiriman buruh migran yang dilakukan dengan
melakukan pengiriman dari bangkalan dan sampang, melintasi perbatasan wilayah
Indonesia menuju Negara lain, (2) adanya tindakan kekerasan atau ancaman
kekerasan, tindakan yang terjadi selama di lokasi penampungan, (3) adanya
penipuan berupa pemberian janji untuk diberangkatkan bekerja ke luar negeri
(telah membayar sejumlah uang) tapi tidak terlaksana, (4) lilitan hutang, buruh
migran berangkat ke luar negeri dengan tanggungan hutang yang nantinya dibayar
dengan uang upahnya, (5) kekerasan dengan penyalahgunaan kekuasaan, tindakan
majikan untuk menyimpan dokumen dan sebagai pihak yang berkuasa, f)kerja
paksa atau kondisi perbudakan, yang dialami buruh migran di tempat kerja.
Dengan adanya Undang-undang no.39 tahun 2004 tentang penempatan
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 16
dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, diharapkan mampu
memberikan upaya perlindungan yang integral serta sistem penempatan yang
lebih mudah bagi TKI. Selain itu dalam undang-undang juga mengamanatkan
untuk membentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) yang baru terbentuk pada april 2007 yang mempunyai
tugas secara khusus menangani persoalan TKI dan mengupayakan perlindungan
bagi TKI secara Optimal. Keberadaan UU dan BNP2TKI diharapkan mampu
memberikan kepastian hukum serta menjawab segala persoalan yang dihadapi
oleh TKI.
Selama tahun 2010, pemerintah telah melakukan upaya koordinasi untuk
usaha anti trafficking. Namun pemerintah belum memberlakukan undang-undang
migran dan menerapkan sanksi pidana yang sesuai untuk perekrutan tenaga kerja.
Selain itu juga belum ada upaya yang kuat untuk menyelidiki, mengadili, dan
menghukum aparat yang terlibat dalam perdagangan orang. Upaya yang dilakukan
untuk melindungi korban perdagangan manusia antara lain : menempatkan
korban ke tempat yang aman, mengembalikan ke daerah asal (daerah asal atau
negara asal) termasuk upaya pendampingan hukum, rehabilitasi (pemulihan
kesehatan fisik dan psikologis), reintegrasi (Penyatuan kembali ke keluarga atau
ke lingkungan masyarakat) dan upaya pemberdayaan di sektor ekonomi dan
pendidikan agar korban tidak terjebak kembali dalam perdagangan manusia.
UU nomor 21 tahun 2007 memberikan perlindungan bagi korban sebagai berikut:
1. Korban berhak untuk bersaksi tanpa tampil di depan pengadilan
2. Korban human trafficking dilindungi sesuai dengan UU No.13 tahun 2006
tentang perlindungan saksi dan korban
3. Korban dan keluarga korban berhak menyembunyikan identitas
4. Korban berhak menerima restitusi terhadap kejahatan yang mereka terima.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk
mengatasi human trafficking adalah melakukan kerjasama bilateral dan regional.
Pada tingkat bilateral Indonesia telah menandatangani nota kesepakatan dengan
Negara tujuan migran untuk melindungi buruh migran Indonesia. Misalnya pada
tahun 2006 pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia telah menandatangani
Mou Rekrutmen dan Penempatan Pekerja rumah tangga Indonesia, yang
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 17
kemudian di ubah pada tanggal 30 mei 2011. MoU tersebut mengatur hak dan
kewajiban dari kedua pengusaha dan karyawan di Negara tujuan (Malaysia). Mou
ini diharapkan dapat mencegah jenis pelanggaran terhadap buruh migran yang
mengarah pada tinddak pidana perdagangan manusia atau penyelundupan orang.
Contoh Kasus
1. Perempuan hamil diduga menjadi korban trafficking
Seorang
perempuan
hamil
berinisial
S
diduga
menjadi
korban
perdagangan manusia (human trafficking) di Malaysia. Perempuan berusia 24
tahun asal Desa/Kecamatan Tegal Buleud, Kabupaten Sukabumi berhasil pulang
dan tiba di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Jumat (28/12). Dari pengakuan S, dia
berangkat ke Malaysia bersama delapan orang lainnya termasuk satu di antaranya
suaminya. Namun, kini S tidak mengetahui keberadaan delapan warga asal
Sukabumi ini. Pasalnya, setibanya di Malaysia dia bekerja di lokasi berbeda
dengan laki-laki lainnya. Ia berangkat dengan korban lainnya sekitar dua bulan
lalu. Dalam perjalanan menuju perbatasan Malaysia, dia bersama korban lainnya
dipisah-pisahkan dengan cara menggunakan kendaraan berbeda.
“Saya tahu hamil setelah di Malaysia. Sekarang usia kandungan saya
sekitar empat bulan. Waktu berangkat saya bersama suami dan tujuh orang
lainnya. Saya berangkat dalam satu mobil bersama suami saya. Sementara lima
orang lainnya menggunakan truk serta dua orang dengan kendaraan berbeda,”
akunya ketika diterima pengurus penanganan Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi.
Korban menerangkan, begitu tiba di Malaysia dia bekerja di kedai roti. Dia
tidak mengetahui tempat dan jenis suami dan tujuh orang lainnya bekerja.
Awalnya, S dijanjikan akan bekerja bersama suaminya.Tragisnya lagi, S hanya
menerima gaji 22 ringgit perhari atau sekitar Rp600 ribu sebulan. Nominal gaji ini
tak sesuai dengan perjanjian awal yakni sebulan digaji 2 ribu ringgit. “Saya
bekerja dari pukul 05:00 sampai pukul 19:00. Saya hanya bisa istirahat di kamar
mandi,” keluhnya. Kini, kasus yang menimpa S dan delapan warga lainnya tengah
ditangani P2TP2A Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat.
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 18
Ketua P2TP2A Kabupaten Sukabumi, Elis Nurbaeti menjelaskan
terungkapnya kasus dugaan penjualan manusia ini ketika korban S ditempatkan
bekerja tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Soalnya, S pada saat berangkat
akan bekerja di sebuah real estate di Malaysia. Baru sepuluh hari di sana, korban
langsung mengadukan ke majikannya di sana. Ternyata majikannyapun merasa
tertipu karena telah memberikan uang sekitar Rp20 juta kepada agennya,”
ungkapnya. Elis menegaskan, untuk mengusut tuntas jaringan perdagangan
manusia ini akan langsung koordinasi dengan petugas kepolisian. Termasuk untuk
memulangkan beberapa korban lainnya yang kini keberadaannya masih dicari.
(Sumber : Poskotanews.com, 29 Desember 2012)
2. Dua orang PRT Migran Indonesia yang menjadi korban trafficking
Dua orang perempuan berinisial E dan D (PRT Migran Indonesia yang tersekap di
Irak) akhirnya dapat diselamatkan dan dipulangkan ke Indonesia tiba di Jakarta,
Rabu 7 November 2007 jam 18.50 WIB di Airport Soekarno Hatta CengkarengJakarta. Setelah selama hampir 7 bulan, E dan D terperangkap di kawasan konflik
bersenjata Mosul, Kurdistan, Irak, akhirnya mereka dapat diselamatkan dan di
evakuasi oleh IOM (International Organization of Migration) yang beroperasi
melakukan misi kemanusian di Irak.
E adalah orang pertama yang berkomunikasi dengan Migrant CARE (pada
awal bulan September 2007) dan menginformasikan bahwa dia beserta 23 PRT
Migran asal Indonesia terperangkap di kawasan konflik bersenjata di Mosul,
Kurdistan, Irak. Mereka adalah korban sindikat perdagangan manusia yang
beroperasi kawasan Uni Emirat Arab dan Irak untuk dipekerjakan sebagai PRT di
kawasan yang rawan. Hingga kini, Baru E Anita dan Darniati yang bisa lolos dari
kawasan bahaya tersebut, masih ada sekitar 22 PRT Migran Indonesia yang masih
belum dapat dievakuasi.
Elly Anita dan Darniati tiba di Airport Soekarno-Hatta Cengkareng pada
hari Rabu, 7 November 2007 jam 18.30 WIB dengan menumpang pesawat
Emirates nomor penerbangan EK 348. Migrant CARE, keluarga E dan
Departemen Luar Negeri RI akan melakukan penjempuatan di terminal
kedatangan Internasional .Dengan kedatangan E dan D, Migrant CARE mendesak
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 19
kepada Pemerintah RI untuk terus mengupayakan penyelamatan dan evakuasi 22
PRT Migran Indonesia lainnya yang masih terperangkap di kawasan konflik
bersenjata di Kurdistan, Irak. (Sumber : www.migrantcare.net)
3. Mojang Sukabumi diduga di Jual di Malaysia
REPUBLIKA.CO.ID,SUKABUMI - Tiga mojang asal Desa Kebonpedes,
Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diduga menjadi
korban penjualan manusia atau human trafficking di Malaysia. Ketua Serikat
Pekerja Migran Indonesia (SBMI) cabang Sukabumi, Jejen Nurjanah, di
Sukabumi, Rabu (23/3), menyatakan pihaknya tengah menangani laporan dari
warga yang keluarganya diduga menjadi korban perdagangan manusia di
Malaysia. "Kami masih menyelidiki kasus dugaan ini dan kami pun sudah
melaporkannya ke Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) di Jakarta," ungkapnya.
Untuk ketiga perempuan ini, Jejen mengatakan bahwa pihaknya masih
menelusuri nama dan alamat lengkapnya. Karena, kasus seperti itu cukup sulit
untuk dilacak. "Kami hanya menerima laporan saja dan kami pun saat ini tengah
menindak lanjuti laporan ini," tambahnya. Sebenarnya ada lima orang yang
diduga menjadi korban trafficking ke Malaysia. Dua diantaranya sudah ditemukan
yakni satu warga Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, dan satu lagi warga Kota
Sukabumi. "Kami pun sudah melaporkannya ke intansi terkait lainnya untuk
mengembangkan kasus ini," lanjut Jejen.
Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Sukabumi mengakui belum menerima informasi tersebut. Kepala Seksi
Penyediaan dan Penempatan TKI Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, Ismail,
menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan tentang adanya warga
kabupaten yang menjadi korban traficking ke malaysia. "Kami belum menerima
laporan atas kasus ini. Untuk tahun 2011, kami baru menerima satu kasus TKI. Itu
pun masalah hilang kontak selama lima tahun," singkatnya. (Sumber: www.
republika.co.id)
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 20
DAFTAR PUSTAKA
Andari, Annisa Jihan “Analisis Viktimasi structural terhadap tiga korban
perdagangan perempuan dan anak perempuan.”. Jurnal Kriminologi Indonesia
Vol.7 N0. III Desember 2011, Jakarta. 2011
Eridiana, Wahyu. Migrasi. Paper. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
2010
Fatimana Agustinanto, et.al. Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia.
Jakarta: United States Agency for International Development. 2003.
Hermawan, Rizky. Skripsi. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi dari
Desa ke Kota (Studi Pada Penjual Bakso Keliling di Kecamatan Cepu,
Kabupaten Blora. Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. 2005.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana
Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak
Kurniadie. Thesis. Perdagangan Manusia Terselubung Dalam Pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri. Universitas Indonesia, Fakultas
Hukum Pascasarjana. Jakarta. 2006
Irawaty, Tuti. Skripsi. Migrasi Internasional Perempuan Desa dan Pemanfaatan
Remitan di Desa Pusakajaya, Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang,
Provinsi Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. 2011
Lee, Alexander. Gridlock: Labor, Migration, and Human Trafficking in Dubai.
Journal of International Affairs; Fall 2012; 66, 1; ProQuest pg. 238
Lee, Everett S. A Theory of Migration. University of Pennsylvania. Demography,
Vol. 3, No. 1. (1966), pp. 47-57.
Martin, Philip. Sustainable Labor Migration Policies in a Globalizing World.
University of California, Davis. 2003.
Nieuwenhuys, Celine, et.al. Human Trafficking, Information Campaigns, and
Strategies of Migration Control. American Behavioural Scientist. Sage
Publication: 2007.
Nurbaeti,
Elis.
“Wanita
Hamil
Jadi
Korban
Perdagangan
Manusia”.
Poskotanews.com, Sabtu 29 Desember 2012. Diunduh tanggal 15 maret 2013
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 21
O’Neill, Casey. Immigration and Human Trafficking in the U.S.-Mexico Border
Region: A Conceptual Model of the Geography of Human Trafficking, Human
Smuggling, and Undocumented Immigration. New Mexico State University.
Fix Project, May, 2010.
Philip, Martin and Jonas Widgren. International Migration: Facing the
Challenge. Population Bulletin; Mar 2002; 57, 1; ProQuest pg. 3
Purwadi,
Didi.
“Mojang
Sukabumi
di
duga
dijual
di
Malaysia”.
www.republika.co.id, Rabu 23 Maret 2011. Diundunh tanggal 16 Maret 2013.
Rahayu, Devi, “Perlindungan Hukum bagi Migran terhadap tindakan
Perdagangan Perempuan”. Junnal Hukum No.1 Vol. 18 Januari 2011, Jakarta.
2011
Razak, Tatang Budi Utama (2012), “Eliminating Trafficking in persons and
people smuggling : Indonesia experience." Director for Protection of
Indonesians and Legal Entities Overseas. Jakarta : Ministry for foreign of
republic of Indonesia : 2011
Ravenstein, E.G. The Law of Migration. Journal of the Statistical Society of
London. Vol. 48. No.2. (Tun., 1885). pp. 167-235
Safrida. Disertasi. Dampak Kebijakan Migrasi Terhadap Pasar Kerja dan
Perekonomian di Indonesia. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
2008
Siaran Pers Migrant CARE, “Elly Anita bt Susilo dan Darniati bt Jabasali”.
Migrant CARE, Selasa, 06 Nopember 2007. Di unduh tanggal 15 Maret 2013
Shelley, Louise, “Human Trafficking : A Global Perspective”, New York :
Cambridge University Press. 2010
Solimano, Andres. International Migration and The Global Economic Order: An
Overwiew. Macroeconomics and Growth Development Economics Research
Group. The World Bank. 2001
Stanslas, Pooja Theresa. Transborder Human Trafficking in Malaysian Waters:
Addressing the Root Causes. Journal of Maritime Law and Commerce; Oct
2010; 41, 4; ProQuest Research Library pg. 595
Stark, Oded. The Migration of Labor. Basil Blackwell Inc. Cambridge.
Massachusstes, USA. 1991
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 22
Todaro, Michael P. Migration, Unemployment, and Development: A Two Sector
Analysis. The American Economic Review. Vol. 60. 1970
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1969 Tentang KetentuanKetentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
Undang-Undang
Republik
Indonesia
Nomor
21
Tahun
2007
Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi
www.bnp2tki.go.id
www.iom.int
Migrasi Internasional :
Tenaga Kerja Wanita & Human Trafficking
Page 23
Download