BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Pelaksanaan Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Surakarta, Jawa Tengah. Kota Surakarta, juga disebut Solo atau Sala, adalah wilayah otonom dengan status kota di bawah Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan penduduk 563.659 jiwa (2010) dan kepadatan 12.799 jiwa/km2. Secara geografis, Surakarta berada antara 110°45'15" - 110°45'35" bujur timur dan antara 7°36'00" - 7°56'00" lintang selatan, dengan luas wilayah kurang lebih 4.404,06 Ha. Kota Surakarta juga berada pada cekungan di antara dua gunung, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi dan di bagian timur dan selatan dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo. Kota Surakarta dibagi menjadi lima kecamatan administratif, yaitu Jebres, Banjarsari, Serengan, Laweyan, dan Pasar Kliwon. Gambar 3.1 menjelaskan pembagian lima wilayah kecamatan di kota Surakarta. Gambar 3.1 Peta administrasi kota Surakarta. 25 26 3.2 Pengambilan Data Sekunder Data sekunder pada penelitian ini diambil dari Badan Meteorologi dan Geofisika di Bandara Adi Soemarmo, Surakarta. Data sekunder meliputi karakteristik angin di seluruh wilayah Surakarta, yaitu: kecepatan angin, kelembaban nisbi, tekanan, temperatur, serta arah angin dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2015. Data yang ada disajikan dalam bentuk rata-rata harian, kenudian dibuat rata-rata per bulan selama 5 tahun, kenudian dibuat rata-rata per tahunnya. 3.2.1 Atmospheric Boundary Layer Proses analisis terhadap potensi energi angin membutuhkan dipengaruhi oleh beragam variabel, salah satunya adalah atmospheric boundary layer. Lapisan ini adalah lalpisan terendah dari keseluruhan lapisan atmosfer dan karakteristik yang dimiliki langsung dipengaruhi oleh kontak dengan permukaan bumi. Karakteristik yang mempengaruhi lapisan ini adalah: a) Tekanan dan kerapatan udara pada lapisan b) Kestabilan lapisan c) Turbulensi d) Kekasaran permukaan bumi e) Perubahan kondisi pada permukaan bumi f) Bentuk dan elevasi tanah Dalam analisis potensi energi angin, keenam karakteristik tersebut perlu diperhitungkan dalam menentukan profil angin untuk aplikasi energi angin. Namun, dalam penelitian ini variabel atmospheric boundary layer tidak dijelaskan secara detil dikarenakan penelitian menggunakan data sekunder secara umum, mulai dari kecepatan angin rata-rata, tekanan, serta arah angin terbanyak. 3.3 Penentuan Metode Pemetaan Angin Untuk melakukan analisis terhadap potensi angin diperlukan pengukuran dan analisis data angin yamg memadai, guna mengetahui secara tepat wilayah yang memiliki potensi angin terbesar. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 27 1. Melakukan pengukuran, pencatatan, dan analisis data angin secara kontinu pada suatu titik yang akan dihitung potensi angin. Diperlukan data minimal satu tahun agar data-data tersebut dapat mewakili karakteristik angin di titik tersebut. Pada penelitian ini data diambil dari titik menara BMKG di Bandara Adi Soemarmo, Surakarta. 2. Pengolahan data. Data diambil per harian, kemudian data diolah dalam bentuk per bulan, dan penelitian ini memakai sampel data selama 5 tahun dari Januari 2011 hingga Desember 2015. 3. Menentukan klasifikasi angin berdasarkan kecepatan rata-rata dan potensi energi yang tersedia, misalkan pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Klasifikasi kelas potensi energi angin (LAPAN, 1996) 4. Membuat peta angin diagram wind rose berdasarkan kecepatan dan frekuensi arah angin. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan wilayah yang memiliki potensi angin terbesar berdasarkan arah angin terbanyak yang memiliki kecepatan angin rata-rata optimal. 3.4 Pengolahan Data untuk Menganalisis Potensi Energi Angin 3.4.1 Variasi Kecepatan Angin Berdasarkan Ketinggian Kecepatan angin yang dekat dengan permukaan akan berubah sesuai dengan ketinggian, sehingga membutuhkan suatu persamaan yang dapat memprediksi kecepatan pada satu ketinggian dengan kecepatan pada ketinggian lainnya. Pada umumnya, data diambil dari ketinggian 10 m sesuai dengan rekomendasi dari World Meteorological Organizaion (WMO) (Sathyajith, 2006). Untuk turbin angin, penting juga untuk mengetahui kecepatan angin pada pusat hub. Pernyataan yang paling umum adalah menggunakan persamaan power law, yang dirumuskan sebagai berikut: 28 𝑧 𝛼 𝑣 = 𝑣0 ( ) 𝑧0 (3.1) dimana v adalah kecepatan angin yang dicari pada ketinggian tertentu, z; v0 adalah kecepatan angin yang diukur pada ketinggian referensi, z0a atau zG; α adalah koefisien friksi dasar permukaan. Eksponen α bervariasi tergantung pada ketinggian, waktu dalam sehari, musim, sifat medan, kecepatan angin, dan temperatur. Untuk kondisi stabilitas netral, α adalah sekitar 1/7, atau 0.143, dianggap sebagai perkiraan yang wajar tetapi konservatif (Chaudry, et al., 2014). Tabel 3.2 Nilai tipikal untuk zG dan α beberapa kondisi permukaan (Chaudry, et al., 2014) 3.4.2 Kecepatan Angin Rata-Rata Untuk perhitungan energi angin, kecepatan harusnya ditimbang dari kandungan daya sembari menghitung rata-ratanya (Sathyajith, 2006). Maka, kecepatan rata-rata angin dihitung menggunakan rumus: 𝑉𝑚 = Dimana: 1⁄ 3 3 𝑛 ( ∑𝑖=1 𝑉𝑖 ) 𝑛 1 𝑉𝑚 = kecepatan angin rata-rata (m/s) 𝑉𝑖 = kecepatan angin yang terukur (m/s) 𝑡𝑖 = lama angin bertiup dengan kecepatan 𝑉𝑖 n = jumlah data pengukuran (3.2) 29 3.4.3 Distribusi Weibull Dalam praktiknya, ada tiga metode dasar yang digunakan dalam menilai energi angin: (i) analisa statistik dari potensial energi angin yang ada dan dari data meteorology, dan informasi topografi; (ii) indikator kualitatif dari tingkatan kecepatan angin jangka panjang; dan (iii) pengaplikasian teori kemiripan lapisan batas dan penggunaan observasi tekanan permukaan (Spera, 1995). Pengukuran disribusi kecepatan angin atau distribusi frekuensi digunakan untuk menghitung output dari energi angin dalam suatu daerah jika tersedia. Jika tidak, distribusi kecepatan angin dapat direpresentasikan dengan analisis distribusi fungsi lainnya untuk kecepatan angin yang terjadi. Salah satu dari fungsi ini adalah distribusi fungsi Weibull (dinamakan dari fisikawan Swedia, Weibull, yang menerapkan fungsi ini saat mempelajari kekuatan material dalam kekuatan tegang dan lelah pada tahun 1930), yang akhirnya sering dipakai oleh para peneliti dalam menentukan distribusi kecepatan angin. Hal ini dikarenakan fleksibilitas dan kesederhanaannya, dan juga lebih sesuai dengan data eksperimen. Dengan kata lain, analisis distribusi untuk menyesuaikan data kecepatan angin secara umum lebih diterima untuk analisis penilaian energi dan studi beban angin (Ulgen & Hepbasali, 2002). Dalam distribusi Weibull, variasi kecepatan angin (V) dikategorikan menjadi 2 fungsi, yakni (1) Fungsi probability density dan (2) Fungsi cumulative distribution. Fungsi probability density (Gambar 3.2) mengindikasikan berapa besar kemungkinan kecepatan angin (V) yang akan terjadi. Fungsi ini dinyatakan dengan: 𝑘 𝑣 𝑘−1 𝑓 (𝑣 ) = ( 𝑐 ) ( 𝑐 ) 𝑣 𝑘 𝑒𝑥𝑝 [− ( 𝑐 ) ] (3.3) dimana f(v) adalah probabilitas observasi dari kecepatan angin v, k adalah parameter (atau faktor) nondimensi perwujudan Weibull, dan c nilai referensi dalam satuan kecepatan angin (biasa disebut faktor skala Weibull). Jangkauan nilai k dari 1,5-3,0 untuk kebanyakan kondisi angin. Distribusi Rayleigh adalah kasus khusus untuk distribusi Weibull dimana nilai k adalah 2,0 (Spera, 1995). 30 Gambar 3.2 Grafik fungsi probability density (Spera, 1995) Fungsi cumulative distribution (Gambar 3.3) sendiri adalah turunan dari fungsi probability density [22]. Fungsi ini memperlihatkan kemungkinan seberapa sering suatu nilai kecepatan angin terjadi. Dengan kata lain fungsi distribusi kumulatif merupakan integrasi dari fungsi probabilitas densitas. Fungsi cumulative distribution dinyatakan dengan: 𝛼 𝑣 𝑘 𝐹(𝑣) = ∫0 𝑓(𝑉 )𝑑𝑉 = 1 − exp [− ( 𝑐 ) ] (3.4) Determinasi parameter dari distribusi Weibull membutuhkan pernyataan yang sesuai untuk Persamaan (3.3) untuk distribusi frekuensi berlainan yang tercatat. Dengan mengambil logaritma natural dari kedua sisi Persamaan (3.3) dua kali kita dapatkan: ln{− ln[1 − 𝐹(𝑣)]} = 𝑘 ln(𝑣) − 𝑘 ln(𝑐) (3.5) Sehingga, plot ln{− ln[1 − 𝐹(𝑣)]} dengan ln v menampilkan garis lurus. Gradien dari garis ini adalah k perpotongan dengan sumbu y adalah −𝑘 ln 𝑐. Gambar 3.3 Grafik fungsi cumulative distribution (Spera. 1995) 31 Dua parameter signifikan k dan c sangat berhubungan dengan nilai rata-rata kecepatan angin vm yang dinyatakan dengan: 1 𝑣𝑚 = 𝑐 𝛤 (1 + 𝑘) 1 (3.6) 1 dimana 𝛤 (1 + 𝑘) adalah fungsi gamma dari 1 + 𝑘 . Standar deviasi dari kecepatan angin dapat dicari menggunakan rumus berikut: 𝜎𝑣 = √ 2 ∑𝑛 𝑖=1(𝑉𝑖 −𝑉𝑚 ) 𝑛 (3.7) Dalam menentukan nilai 𝑘 dan 𝑐 dapat menggunakan beberapa metode seperti metode grafik, metode standar deviasi, metode momen, dan sebagainya (Spera, 1995). Namun, untuk penelitian ini akan digunakan metode standar deviasi dan metode grafik. Dari Persamaan (3.6) dan (3.7) bisa didapatkan persamaan sebagai berikut: 2 𝜎 (𝑣 𝑣 ) = 𝑚 2 𝑘 1 𝛤 2 (1+ ) 𝑘 𝛤(1+ ) −1 (3.8) Dalam pendekatan lebih sederhananya, nilai untuk 𝑘 dapat dicari berdasarkan: 𝜎 𝑘 = (𝑣 𝑣 ) −1.090 (1≤ k≤10) 𝑚 (3.9) Dan nilai c dapat dicari menggunakan persamaan berikut: 𝑐= 𝑣𝑚 1 𝑘 𝛤(1+ ) (3.10) Secara lebih akurat c juga dapat dicari dengan persamaan: 𝑐= 𝑣𝑚 𝑘 2.6674 0.184+0.816 𝑘 2.73855 (3.11) 32 3.4.4 Estimasi Daya Angin Angin adalah udara yang memiliki massa dan bergerak dengan suatu kecepatan. Dari pergerakan ini, angin memiliki energi yang sebanding dengan massa dan kecepatan.Nilai potensi energi angin ditentukan dengan persamaan berikut (Giancoli, 1998): 𝐸= dimana: 1 2 . 𝑚 . 𝑉2 𝐸 = energi kinetik angin (J) 𝑚 = massa udara (kg) 𝑉 = kecepatan angin (m/s) (3.12) Massa udara di sini adalah massa yang terkandung dalam suatu volume udara, dan nilainya dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Giancoli, 1998): 𝑚 = 𝜌 .𝑣 dimana: 𝑚 = massa udara (kg) 𝜌 = massa jenis udara (kg/m3) 𝑣 = volume udara (m3) (3.13) Volume udara yang terukur dapat dihitung dari perkalian antara luas penampang lingkar turbin dan panjang lintasan yang ditempuh udara dalam satuan waktu atau: 𝑣 = 𝐴.𝑥 dimana: (3.14) A = luas penampang bidang putar turbin (m2) x = lintasan yang ditempuh angin dalam suatu waktu (m) Jika persamaan (3.13) dan (3.14) disubtitusikan: 𝑚 = 𝜌. 𝐴. 𝑥 (3.15) Kemudian Persamaan (3.15) disubtitusikan dengan Persamaan (3.12) menjadi: 𝐸 = 0.5 . 𝜌 . 𝐴 . 𝑥 . 𝑉 2 (3.16) 33 𝑝= 𝑑𝐸 𝑑𝑡 𝑑𝑥 = 0.5 . 𝜌. 𝐴 . 𝑉 2 𝑑𝑡 𝑝 = 0.5 . 𝜌 . 𝐴. 𝑉 3 (3.17) dan daya spesifik dari angin per satuan luas bidang putar turbin, nilainya dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 𝑃= 𝑝 𝐴 = 0.5 . 𝜌 . 𝑉 3 (W/m2) (3.18) Kalkulasi bulanan daya angin menunjukkan nilai densitas udara hampir selalu stabil. Lalu, perubahan densitas udara standar (ρ = 1.225 kg/m3) sangat kecil, sehingga densitas standar dapat digunakan (Mostafaeipour, et al., 2011). Berdasarkan densitasnya yang kecil, udara bisa dibilang sumber daya yang mudah tersebar. Estimasi daya angin berdasarkan pada asumsi densitas udara tidak berkorelasi dengan kecepatan udara. Error yang diakibatkan asumsi ini dalam tekanan konstan adalah sekitar 5% (Mostafaeipour, et al., 2011). Wind power density (WPD) atau densitas daya angin, dinyatakan dalam Watt per meter persegi (W/m2), diperhitungkan dalam distribusi frekuensi kecepatan angin dan ketergantungan daya angin terhadap densitas dan kubus kecepatan angin. Oleh karena itu, WPD umumnya lebih diperhitungkan sebagai indikator yang lebih baik dibandingkan dengan kecepatan udara. WPD dirumuskan dengan (Mostafaeipour, et al., 2011): 𝑊𝑃𝐷 = 2 ∑𝑛 𝑖=11⁄2𝜌𝑣𝑖 (3.19) 𝑁 Jika kita nyatakan i sebagai perhitungan kecepatan udara dan N menjadi total sample data kecepatan udara per tahunnya. Untuk mengevaluasi sumber angin yang tersedia di suatu daerah, pengkalkulasian WPD dibutuhkan. Ini menunjukkan berapa banyak daya yang tersedia di suatu daerah untuk konversi listirk menggunakan turbin angin. Daya angin per satuan luas, P/A atau WPD dapat dihitung sebagai berikut: 𝑃 𝐴 ~1 = ∫0 2 1 3 2 𝑘 𝜌𝑣 2𝑓 (𝑣 )𝑑𝑣 = 𝛤𝜌𝑐 3 (1 + ) (3.20) 34 Ada beberapa literatur yang mengkategorikan karaktersitik angin berdasarkan densitas daya angin. Sebuah klasifikasi yang telah dilakukan oleh European Wind Energy Association (EWEA), karakteristik angin dan kategorinya adalah sebagai berikut (Mostafaeipour, et al., 2011): 1. cukup bagus (6.5 m/s, ≈300-400 W/m2); 2. bagus (7.5 m/s, ≈500-600 W/m2); 3. sangat bagus (8.5 m/s, ≈700-800 W/m2). Yu dan Qu (2010) juga membuat klasifikasi angin berdasarkan densitas daya angin untuk ketinggian pengukuran 50 m. Klasifikasi yang dilakukan dijelaskan pada Tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3 Klasifikasi daya angin pada ketinggian 50 m (Yu & Qu, 2010) Adapun klasifikasi lain yang dilakukan adalah sebagai berikut (Mostafaeipour, 2010): 1. cukup (P, W/m2 < 100); 2. cukup bagus (100 ≤ P, W/m2 < 300); 3. bagus (300 ≤ P, W/m2 < 700); 4. sangat bagus (P, W/m2 ≥ 700). 3.4.5 Densitas Energi Angin Densitas energi angin untuk durasi yang diinginkan dapat dihitung dengan: 𝐸 𝑃 1 3 = (𝐴) 𝑛𝛥𝑡 = 2 𝛤𝜌𝑐 3 (1 + 𝑘) 𝑛𝛥𝑡 𝐴 (3.21) 35 Dimana n adalah angka periode pengukuran, Δt. Menurut Keyhani et al. (2010), “Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung energi angin tersedia untuk periode waktu yang telah ditentukan di saat distribusi frekuensi kecepatan angin adalah untuk periode waktu yang berbeda. Limit Betz, yang mana telah sering digunakan, mengatakan turbin angin tidak bisa mengekstraksi daya angin yang tersedia lebih dari 59.3%. Oleh karena itu, daya angin terekstraksi maksimum adalah merupakan produk faktor 0.593 dan perhitungan hasil dari Persamaan (3.20). 3.4.6 Kecepatan Angin Frekuensi Terbanyak dan Kecepatan Angin Optimal Kecepatan angin yang paling mungkin (V F) dan kecepatan angin optimal yang membawa energi maksimal (VE) dapat dihitung dari nilai c dan k. Kecepatan angin yang paling mungkin (VF) menunjukkan kecepatan angin yang paling sering muncul untuk probabilitas distribusi angin: 1 𝑉𝐹 = 𝑐 (1 − 𝑘) 1⁄ 𝑘 (m/s) (3.22) Jamil et al. (1995) mengatakan, “Kecepatan angin yang membawa energi terbanyak mewakilkan kecepatan angin yang membawa energi angin terbesar”. Kecepatan angin optimal (VE) dapat dinyatakan dengan rumus berikut: 2 𝑉𝐸 = 𝑐 (1 + 𝑘) 1⁄ 𝑘 (m/s) (3.23) Pada beberapa referensi 𝑉𝐸 dinyatakan sebagai kecepatan angin maksimal untuk turbin angin, yang mana merupakan kecepatan yang menghasilkan energi terbesar (Johnson, 1985 & Keyhani, et al., 2010). Turbin angin seharusnya dipilih berdasarkan kecepatan angin nominal sesuai dengan kecepatan angin makimal untuk memaksimalkan output energi. Sekali 𝑉𝐸 diperoleh untuk suatu daerah, kecepatan angin maksimal turbin angin dapat dicari (kecepatan turbin nominal adalah kecepatan angin terkecil berkenaan dengan daya terukur dikarenakan alasan teknis dan ekonomi, turbin angin didesain untuk menghasilkan daya konstan, dinamakan daya nominal). Untuk output energi seterusnya, turbin angin terpilih akan memiliki faktor kapasitas terbesar, didefinisikan oleh rasio daya aktual yang dihasilkan oleh daya nominal output (Keyhani, et al., 2010). 36 3.5 Pembuatan Peta Angin dan Diagram Wind Rose 3.5.1 Pembuatan Peta Angin Pengolahan data untuk analisis wind-map dimulai dengan menyiapkan data karakteristik angin berupa arah, kecepatan, energi spesifik, dan output daya turbin. Kemudian data-data tersebut diintegrasikan dalam peta wilayah Surakarta yang dibagi berdasarkan lima kecamatan di Kota Surakarta, yaitu Jebres, Banjarsari, Serengan, Laweyan, dan Pasar Kliwon. Pada penelitian ini, peta akan dibuat berdasarkan dua aspek, yaitu berdasarkan database BMKG Adi Soemarmo dan korelasi pengukuran permukaan, yang kemudian menggabungkan fitur-fitur skala mikro untuk diterapkan pada peta mesoscale. Peta Surakarta sendiri akan diambil dari peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) yang merupakan jenis peta tematik, dengan skala peta dan wilayah Surakarta 1:25000 seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. Gambar 3.4 Peta RBI Kota Surakarta (skala 1:25000) 37 Data dari BMKG dan korelasi pengukuran permukaan diterapkan pada peta RBI kota Surakarta kemudian direanalisis menggunakan software ArcGIS. Plot peta digrid menjadi matriks 13 x 13 dengan resolusi 0.5° x 0.5°. Yang pertama dilakukan adalah membuat peta kontur ketinggian pada seluruh wilayah administratif kota Surakarta menggunakan data ketinggian yang telah disajikan pada peta RBI. Kemudian power law (persamaan 3.1) digunakan untuk memodifikasi model peta sehingga menampilkan data kecepatan dan arah angin pada ketinggian 50 meter. 3.5.2 Pembuatan Diagram Wind Rose Angin memiliki kecepatan yang bervariasi; di samping itu arahnya pun berubah-ubah tiap saat. Oleh karena itu, pembuatan diagram wind rose menjadi penting dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk merepresentasikan kecepatan angin dalam arah tertentu berdasarkan data yang ada. Dari sini kita dapat menentukan dari mana arah angin dominan dan berapa besar kecepatan rata-ratanya selama 6 tahun. Pada penelitian ini, diagram akan dibuat menggunakan software WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data). WRPLOT memberikan gambaran kejadian angin pada kecepatan tertentu dari berbagai arah, persentase kecepatan angin, kecepatan angin minimum dan maksimum. Wind rose memberikan gambaran kecepatan distribusi angin dalam satuan (knots) dan (m/s). Distribusi tersebut ditandai dengan pengaturan warna yang berbeda di setiap kecepatan angin pada lokasi dan jangka waktu tertentu. 3.6 Penentuan Referensi Teknologi Turbin Angin Setelah proses penyusunan peta angin dan wind rose, kita dapat menentukan turbin apa yang cocok digunakan pada wilayah yang berpotensi untuk dipasang turbin angin. Untuk itu, diperlukan referensi teknologi mengenai turbin angin yang ada (Tabel 3.4). Berikut adalah daftar jenis teknologi turbin angin yang tersedia di pasaran (Respati, 2012): Tabel 3.4 Tipe Turbin Angin (Respati, 2012) No Teknologi Angin Diameter Range Cut-in wind speed rotor (m) Angin (m/s) (m/s) Rated Wind Speed (m/s) Rated Power Swept (kW) Area (m2) 1 Energy Ball/Venturi 1.1 2-40 2 17 0.5 0.95 2 Swift Wind Turbine 2.1 3.6-64.8 3.6 11 1.5 3.46 3 Wind Tamer 1.4 2-25 2 14 1.3 1.54 4 Counter Rotating 4.4 2.5-40 2.5 8 3.6 15.28 5 Direct Drive (AWE- 54 2-25 2 14 900 2289.06 549000) 6 Broadstar Wind Systems 3.05 1.8-35 1.8 13.5 10 46.63 7 O’Connor Hush Turbine 1 N/A N/A 15 0.68 0.78 8 Enflo Windtech 0.71 2.5-55 2.5 12.5 0.5 0.39 9 Sky Stream 3.72 3.5-63 3.5 13 2.4 10.86 10 Diffuser Augmented Wind 1.83 N/A Controller specific 6.3 1 2.63 Turbine 11 Wind Dancer 2.98 N/A 1 17 3.2 6.97 12 Eco Whisper 6.5 N/A 3.5 14 20 33.16 13 Wind Spire 1.2 4-45 4 11.2 1.2 7.32 14 Turby 0.25 4-55 4 14 2.5 5.3 15 Ropatec 3.3 - 2 14 6 8.55 16 Seahawk Vertical Axis 0.76 N/A 3.1 12.5 0.5 0.93 38 39 3.7 Alat Analisis Potensi Energi Angin Dalam menganalisis potensi energi angin diperlukan beberapa peralatan maupun software pendukung untuk melaksanakannya. Adapun alat-alat yang digunakan dalam menganalisis potensi energi angin pada penelitian ini dijabarkan pada Gambar 3.5, 3.6, 3.7, dan 3.8 berikut ini: Gambar 3.5 Software WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) Gambar 3.6 Software ArcMap: ArcGIS Tools Gambar 3.7 Sensor anemometer BMKG 40 Gambar 3.8 Windtracker Spesifikasi dari anemometer (Gambar 3.4) dan windtracker (Gambar 3.5) yang digunakan di BMKG dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan 3.6 berikut: Tabel 3.5 Spesifikasi sensor anemometer Spesifikasi sensor anemometer 1. Merk Young 2. Model 05103 6660-AU-000-2713 Sn. 3. Range - Wind Speed: 0-60 m/s (134 mph) - Gust survival: 100 m/s (220 mph) - Azimuth: 360° mechanical 355° electrical (5° open) 4. Accuracy - Wind speed: ± 0.3 m/s (0.6 mph) - Wind direction: ± 3 degrees 5. Threshold - Propeler: 1.0 m/s (2.2 mph) - Vane: 0.9 m/s (2.0 mph) at 10° displacement; 1.3 m/s (2.9 mph) at 5° 6. Weight Sensor weight 1.0 kg 41 Tabel 3.6 Spesifikasi windtracker Spesifikasi windtracker 1. Merk Young 2. Model 06201 6625-AU-001-8698 Sn. WT24116 3. Input Wind monitor, wind sentry TPV4065 4-20 mA RS-485 4. Output 0-5 VCD, RS-485 to remote display WS/WD alarm relays (30 second delays) 5. Power 12-30 VDC, AC, adapter supplied 6. Wind speed range 100 mph, 50 m/s, 200 km/hr 100 kt 7. Wind direction range 0-360°, 36 points at 10° 8. Remote display Up to 16 units connected in parallel 9. Dimensions 144 mm x 144 mm x 36 mm 10. Weight 1 kg (2 lbs) 42 3.8 Diagram Alir Penelitian MULAI Pengumpulan data angin (2010-2015) berupa: 1. 2. 3. 4. 5. Kecepatan angin Arah angin Tekanan temperatur kelembaban Pengolahan data angin berupa kecepatan ratarata dan potensi energi dalam periode per bulan dan per tahun Membuat diagram wind rose Kota Surakarta berdasarkan frekuensi, kecepatan, dan energi Analisis probabilitas kecepatan dan energi angin menggunakan distribusi Weibull Menerapkan hasil diagram wind rose menjadi peta angin Kota Surakarta yang dibagi dalam lima kecamatan Pemilihan turbin angin yang cocok berdasarkan analisis dan kondisi wilayah SELESAI Gambar 3.9 Diagram alir penelitian