Eksekutif 17 Edisi Minggu Bisnis Indonesia 10 April 2011 Samuel A. Budiono Sangat dipengaruhi musik Herry Suhendra Bisnis Indonesia BIO Sketsa: Edi t. P erjalanan karier Samuel A. Budiono sempat berada di persimpangan. Sejak kecil dia sudah belajar musik (piano), sementara keinginannya mendalami arsitektur terus membayangi. Dia kini menjadi pemilik, pendiri, sekaligus presiden pada Samuel A. Budiono Associates yang bergerak di bidang arsitektur, perencanaan, serta desain interior. Samuel menggabungkan kecintaanya terhadap musik dengan minatnya terhadap arsitektur. Mengapa memilih menjadi arsitek? Saya sekolah di bidang arsitektur dan kerja­­ nya sebagai arsitek, berkecimpung di bidang ar­sitektur. Cita-cita sempat di persimpangan an­tara arsitektur dan musik. Saya main keyboard (piano). Pilihannya musik atau arsitektur. Saya pikir kalau mu­sik saja sudah Jadi arsitek bila direcoki banyak, ta­pi arsitek ju­ga pemusik tidak tak berkembang, konsep tak yang banyak. Saya pernah tumbuh. Apalagi banyak unsur main musik, di Java politis, nonteknis. Jazz bersama Donny Suhendra pada 2009. Ke mana saja belajar arsitektur? Waktu mau jadi ar­sitek saya ke Amerika Se­ rikat, belajar di University of Wisconsin sampai meraih gelar Master. Tapi sebelum melanjutkan ke Master saya ke Paris dulu belajar di Universitas Cite’. Selama di Eropa saya berkeliling dan yang paling berkesan di antaranya ke Italia dan Yu­nani untuk mempelajari sejarah arsitektur. Sangat bermanfaat, jadi tahu sejarahnya bangunan dan sebagai bekal yang kuat atau basis dalam arsitektur modern. Seperti dalam musik, komposisi pertama kla­sik, dasarnya harus tahu, tapi tak harus atau tak perlu seperti itu. Itu ‘kan zaman dulu. Saya be­lajar piano pada Buby Chen di Surabaya. Di Amerika (Chicago) saya belajar dan main bersama musisi Scott Black dan David Haseltine data Nama : Samuel A. Budiono Tempat/ tanggal lahir: Malang, 7 April Riwayat pendidikan: • Master of Architecture, University of Wisconsin-Milwaukee, AS, 1986 • Europe Study Program-Paris, Prancis & Berlin, Jerman, 1985 • Bachelor of Science in Architectural Studies, University of Wisconsin- Milwaukee, AS, 1984 Pekerjaan: •Founder & President, Samuel A. Budiono & Associates, Jakarta & Surabaya, (1992-sekarang) • Project Designer, Wimberly Allison Tong & Goo (WATG), Newport Beach, California, AS (1989-1992) •Senior Designer, Lee & Sakahara Associates AIA, Costa Masa, California, AS (1988-1989) • Architectural Designer, Wellenstein & Sons, Wauwatosa, Wisconsin, AS, 1985-1988. serta berkenalan dengan pianis jazz Hiromi Uehara. Apa hubungan musik dan arsitektur bagi Anda? Musik sangat mempengaruhi karya arsi­ tektur saya. Seperti pepatah pianis jazz termuka Amerika Thelonious Monk: writing in music like dancing architecture. Saya bilang composing architecture like designing in musical. Dalam bidang musik saya juga menciptakan lagu, di antaranya Illusions dan Waltz dan sem­p­at bikin album d’Marszyo. Jadi kalau menciptakan lagu [dipikirkan] tema­nya apa, kenapa, melodinya bagaimana. Dalam arsitektur membuat rancangan statement-nya apa, begitu juga bangunan bagaimana. Untuk membuat karya arsitektur perlu penghayatan, is not the building, ada jiwa, suatu spirit. Terkadang bila melihat satu bangunan ada sesuatunya, garis birama menyatakan dalam bangunan yang diciptakan mengingatkan nada atau musik diimplikasikan dalam arsitektur. Contohnya karya yang mana? Di musik ada rhytm, harmoni dan melodi. Di arsitektur juga begitu, rythtm sebagai struktur tidak kaku, melodi juga begitu, satu melodi di atas satu rhytm. Contoh konkret karya saya sekarang ada di Bandung, bangunan judulnya “Stairs To Heaven”. Tangga tak ada atasnya tapi ditengahnya ada melodi, dalam perjalanan [langkah] di tangga ada irama, melengkung. Bangunan ini untuk performance arts tapi masih dalam proses. Contoh lainnya Agro Park di Pandaan, Jawa Timur. Konsepnya staccato, sangat menarik. Waktu mau dibangun, belum ada Lapindo, di atas rumah panggung pertama aksen, de­ngan alam berkonsep musik, dibuat 2008, dan mendapat Award 2009 dari World Architechture. Luas tanahnya 2 hektare, luas bangunan sekitar 5.000 meter persegi dua lantai, letak bangunannya tinggi di tengah sawah bangunan. Kembali ke musik, bangunan utama “chorus”, ada kios untuk display, owner-nya punya barang seni dan koleksi lagu-lagu . Di atasnya untuk restoran, bikin undak-undak. Saya merancang dengan bebas [penuh kepercayaan]. Tapi kalau musti begini, musti begitu repot deh. Penghargaan lain diperoleh dari Dubai. Karyanya kecil sekali semacam shelter di lapangan golf. Pemesan menyatakan bangunannya terserah. Saya rancang menyatu dengan alam, ada batu-batu, sangat unik. Yang dinilai idenya. Penghargaan untuk karya ini awardnya dari Dubai pada 2007. Karya ini ada di Graha Family Golf Surabaya. Sebelumnya saya kaget juga kaget ada undangan untuk menerima penghargaan untuk karya ini, benar atau tidak. Ternyata ada orang yang menilai. Yang lebih kaget lagi pada waktu menerima penghargaan seperti penghargaan Oscar, ramai sekali. Selain karya saya, waktu itu bangunan CCTV Beijing juga dapat penghargaan untuk kategori lainnya, begitu juga ada artshop. Yang lainnya mega project, sementara karya saya kecil. Bagaimana pandangan terhadap arsitektur di Indonesia? Menurut saya Indonesia sangat potensial, tapi saya katakan harus digalakkan kebebasan berkarya. Ini yang kurang di Indonesia diban­ dingkan negara lain, terutama dalam estetika. asih ada campur tangan ini-itu, nonteknis. Misalnya dalam memesan pakaian, sebut saja untuk busana pesta atau busana apa. Tak usah bilang tidak suka ininya begini-begitu soal yang kecil-kecil. Kalau begitu mana bisa berkarya? Di sini memang beda. Di negara maju, pemesan sudah membayar, tidak ikut campur. Karena sudah bayar mahal mereka percaya dan memberi kebebasan, masalah estetik terserah perancang. Di sini kebalikannya, gue yang bayar gue yang mau, beda pola pikirnya. Jadi arsitek bila direcoki tak berkembang, konsep tak tumbuh. Apalagi banyak unsur politis, nonteknis. Berapa banyak sih masterpiece building di Indonesia, kalau mau jujur. Padahal dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, banyak arsiteknya. Jumlah potensi bibit di jurusan arsitektur banyak dan bagus, sangat potensial. Orang Indonesia sangat berbakat, daya seninya tinggi, dari lingkungannya, semua orang mau main musik bawaan alaminya sangat potensial, tinggal pengarahan dan juga apresiasi. (herry. M [email protected])