43 Muhammadiyah Journal of Nursing Errick Endra Cita1, Tri Wulandari 2, Yuni Permatasai Istanti 3 1 Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 3 Ketua Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Korespondensi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia. Email: [email protected] Terapi Islamic Self Healing Terhadap Quality of life pada Klien Gagal Ginjal Kronis dengan Terapi Hemodialisa ABSTRAK ABSTRACT Latar Belakang. Pengukuran terhadap kesehatan yang berkaitan dengan Quality of Life penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penyaktit terhadap kehidupan. Upaya dalam pengobatan nonfarmakologi telah dilakukan untuk meningkatkan Quality of Life pada klien dengan gagal ginjal kronik. Terapi Islamic Self Healing adalah terapi nonfarmakologi yang didalamnya terdapat aspek tausiah, doa, dzikir dan meminum air zam-zam. Tujuan dari penelitan ini adalah membuktikan efektifitas terapi Islamic Self Healing dalam meningkatkan Quality of Life. Metodologi. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan desain Action Research. Jumlah partisipan pada penelian ini sebanyak 5 partisipan, metode pengambilan sampel dengan purposive sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini dengan semi struktur wawancara, observasi dan dokumentasi untuk mengeksplorasi Quality of Life dan efektifitas dari terapi Islamic Self Healing. Analisa data dilakukan dengan manual sampai tema-tema ditemukan. Hasil. Analisa secara tematik telah didapatkan. Empat tema telah teridentifikasi pada Qualty of Life sebagai dampak dari penyakit gagal ginjal kronik : gangguan terhadap status fisik, terhadap status psikologi, dan terhadap status hubungan sosial dan lingkungan. Tiga tema telah teridentifikasi sebagai dampak positif terapi Islamic Self Healing terhadap Quality of Life pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu dampak positif terhadap fisik, dampak positif terhadap hubungan sosial dan dampak positif terhadap status psikologi . Kesimpulan.Berdasarkan analisis terhadap hasil wawancara dari seluruh partisipan gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialsia terhadap Quality of Life didapatkan hasil bahwa terapi Islamic Self Healing dapat meningkatkan Quality of Life terutama pada domain psikologi. Key Word :Gagal ginjal kronik, Islamic Self Healing, Quality of Life. Background. The measurement of health that related to Quality of Life is necessary to find out the impact of the illness to the life. Non pharmacology therapy is being used to enhance patients with chronic renal failure Quality of Life. Islamic Self Healing Therapy is non pharmacology therapy that includes counseling aspect, prayer, dzikir and drinking zam-zam water. The purpose of this research is to prove the effectiveness of Islamic Self Healing Therapy in improving Quality of Life. Methodology. This study design is qualitative using Action Research, with 5 participants and purposive sampling. Collecting data in this study with semistructured interviews, observation and documentation to explore the Quality of Life and the effectiveness of Islamic Self Healing therapy. Manual data analysis is used to find the theme out. Results. Thematic analysis has been obtained. Four themes have been identified in Qualty of Life of patients with chronic renal failure: the disruption of the status of the physical, the psychological status, and the status of social relationships and environment. Impact of Self Healing Islamic therapy to Quality of Life in patients with chronic renal failure have identified three themes, includes the positive impact on the physical, social and psychological status. Conclusion. Based on an analysis of interviews of all participants with chronic renal failure therapy hemodialsia showed that Islamic Self Healing therapy can improve the Quality of Life, especially in the domain of psychology. Key Word: Chronic renal failure, Islamic Self Healing, Quality of Life. 44 Muhammadiyah Journal of Nursing PENDAHULUAN Insidensi gagal ginjal kronik di Indonesia diduga sebesar 100-150 tiap 1 juta penduduk per tahun Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 2.617 pasien dengan hemodialisa dengan beban biaya yang ditanggung oleh Askes sebesar Rp 32,4 milyar dan pada tahun 2004 menjadi 6.314 kasus dengan biaya Rp 67,2 milyar [1]. Di Indonesia, yaitu berdasarkan data survei yang dilakukan PERNEFRI baru-baru ini mencapai 30,7 juta penduduk. Menurut data PT ASKES, ada sekitar 14,3 juta orang penderita penyakit ginjal tingkat akhir (PGTA) yang saat ini menjalani pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 perjumlah penduduk menurut Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr. Dharmeizar [2]. Insiden dan prevalensi modalitas untuk hemodialisa, peritoneal dialisa, dan transplantasi ginjal pada tahun 2010 per satu juta penduduk yang menjalani hemodialisa sejumlah 316, peritoneal dialisa 23,3, transplantasi 7,9[3]. Mayoritas terapi dialisa yang dijalani pasien CRF adalah terapi hemodialisa[4]. Dampak secara fisik menimbulkan gejala-gejala seperti enselopati, cegukan, perikarditis, mual, muntah, pruritus, malaise, impotensi, gangguan menstruasi, dan neuropati (campuran motorik dan sensorik) (Kowalak, 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Chen (2010) [7] pada 200 pasien dengan hemodialisa didapatkan 35% mengalami depresi, kecemasan sebesar 21%, dan bulan sebelumnya dengan ide bunuh diri sebesar 21,5%, tingkat depresi lebih tinggi daripada kelelahan dan terjadi penurunan Quality of Life. Pengukuran terhadap kesehatan yang berkaitan dengan Quality of Life (domain fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan) penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penyaktit terhadap kehidupan [7]. Untuk mengatasi gangguan psikologi/mental pada pasien dengan hemodialisa telah dilakukan, baik pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi. Upaya dalam pengobatan nonfarmakologi salah satunya adalah cognitive behavior teraphy (CBT) [8]. , intradialytic exercis, humor, yoga, meditasi, imageri, music terapi dan doa yang dapat meningkatkan kondisi psikologis dari individu[10]. Pengobatan Islamic Self Healing merupakan pengobatan nonfarmakologi yang mempunyai dasar pemikiran dari pengobatan islam yang diadalamnya terdapat aspek hikmah faidahfaidah adanya penyakit, doa, dzikir dan herbal (pengobatan dengan air zam-zam) yang bertujuan untuk mendatangkan keridhaan Allah, menguatkan hati dan badan. Mengikuti jejak Rosulullah Muhammad SAW, merupakan suatu sunnah bagi umat Islam, termasuk mewarisi metodologi pengobatan. Allah berfirman: ”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakitpenyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman” (QS:Yunus 57). Sampai saat ini belum banyak penelitian di bidang keperawatan untuk mengkaji terapiterapi modalitas secara islami pada pasien dengan gagal ginjal kronik deangan terapi hemodialisa. Fenomena pada latar belakang diatas menjadi motivasi tersendiri bagi peneliti untuk melakukan penelitian tentang terapi Islamic Self Healing terhadap Quality Of Life pada Klien Gagal Ginjal Kronis dengan Terapi Hemodialisa. Tu j u a n u m u m p e n e l i t i a n i n i a d a l a h “Meningkatkan Quality of Life dengan implementasi Islamic Self Healing pada penderita gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisa dan untuk mengetahui efektifitas dari terapi Islamic Self Healing. Hasil penelitian ini diharapkan memperkaya khasana ilmu keperawatan khususnya keperawatan nefrologi terkait dengan terapi modalitas keperawatan. METODE 1. Partisipan Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, dengan 45 Muhammadiyah Journal of Nursing teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling[21]. Partisipan yang digunakan sejumlah 5 partisipan gagal ginjal kronik dan 2 orang profesi. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan oleh pertimbangan informasi dimana penentuan unit sampel dianggap telah sampai pada taraf “redundancy” [5] [22]. Adapun kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini adalah: a) Diagnosis Gagal ginjal kronik b) Dapat berkomunikasi dengan orang lain c) Memiliki pendengaran yang baik d) Klien belum pernah mendapatkan Islamic Self Healing sebelumnya. e) Beragama islam f) Mendapat terapi hemodialisa dua kali dalam satu minggu. g) Umur ≥18 tahun Tabel 1 Karakteristik Partisipan dan Profesi Karakteristik Partisipan Jumlah N % dari Partisipan Laki-Laki 4 5 80 Perempuan 1 Pasien Jenis Kelamin 20 Status Kawin 3 Belum Kawin 2 5 60 Karakteristik Partisipan > 1 Tahun ≤ 5 Tahun N % dari Partisipan 40 Umur JK Pendidikan Ahli Spiritual 40 Lakilaki S2 Perawat 43 Lakilaki S1 Profesi > 5 Tahun Profesi Jumlah 2 1 20 2. Metodologi/Cara Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan desain Action Research, dengan prosedur penelitan menurut Kemmis dan McTaggart [11] . Prosedur itu membentuk siklus seperti spiral yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pada penelitian ini tahap plan yaitu menerencankan implementasi islamic self healing. Pada tahap action yaitu pelaksanaan Islamic Self Healing. Pada tahap observation yaitu melakukan observasi pada pelaksanaan tahap action. Tahap reflection yaitu menulis refletif, manganalisis dan mengintepretasi data dari partisipan berupa pengalaman hidup partisipan terhadap terhadap penyakitnya, dampak terapi Islamic Self Healing terhadap kualitas hidupnya dan pendapat partisipan terhadap terapi Islamic Self Healing. 40 Umur 20-29 tahun 1 30-39 tahun 3 5 20 60 40-49 tahun 0 0 50-59 tahun 1 20 Pekerjaan Bekerja 2 Tidak Bekerja 3 5 40 60 Pendidikan SD 1 5 20 SMP 1 20 SMA 3 60 Lama Hemodialisa ≤ 1Tahun 2 5 40 Gambar 1: Alur Penelitian Tindakan (Kemmis & McTaggart’s, 2007) 46 Muhammadiyah Journal of Nursing Alat/instrumen yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah Guide terapi Islamic Self Healing yang sebelumnya telah disusun oleh peneliti dengan dasar pemikiran dari Al-Quran dan AlHadist, panduan wawancara, alat perekam dan instrumen quality of life kuesioner WHOQOLBREF. Wawancara dengan cara berhadap-hadapan, peneliti melakukan wawancara perorangan, untuk mendapatkan kesan bebas dan wajar peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur yang dilakukan secara individu. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sifatnya spontanitas dan tergantung dari pewancara sendiri. Pertanyaan yang dilontarkan untuk menggali data, informasi dan pengalaman partisipan adalah pengalaman hidup pasien dengan gagal ginjal kronik, ekspolrasi kondisi psikologi, spiritual dan emosional sebagai dampak dari penyakit dan perawatan hemodilaisa, pertanyaan terbuka berkaitan dengan proses pelaksanaan implementasi Islamic Self Healing dan dampaknya. Seluruh partisipan diberikan inform consent sebelum dilakukan wawancara dan terapi Islamic Self Healing. Analisa terhadap hasil wawancara secara tematik dilakukan secara manual dengan proses mengumpulkan data-data mentah (transkripsi, data lapangan), mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis, membaca keseluruhan data, menkoding data (manual), menentukan sub kateori tema-tema, membuat deskripsi dan tema-tama, dan mentintepretasikan tema-tema [5] [22]. Untuk melakukan uji kredibilitas data, penelitian ini menggunakan cara triangulasi data dan member check. HASIL Pelaksanaan terapi selama tiga minggu dengan frekuensi terapi dua kali dalam satu minggu didapatkan hasil yaitu terdapat peningkatan Quality of Life dengan skor sebelum diberikan terapi dengan total skor 81 dan terjadi peningkatan dengan skor 99 setelah pemerian terapi Isalmic Self Healing dalam hal menikmati hidup, keberartian dari arti hidup, penerimaan terhadap diri, perasaan negatif yaitu berupa feeling blue’(kesepian), putus asa, cemas dan depresi, dan kepuasan hidupnya. Gambaran kondisi status psikologis pasien dapat dilihat pada Gambar 2. dibawah ini: Gambar 2: Gambaran Skor Kondisi Psikologis Partisipan terhadap Terapi Islamic Self Healing dengan Menggunakan Evaluasi Kuisioner WHO-BREEF pada Domain Psikologi Analisis wawancara dengan partisipan teridentifikasi beberapa tema dibawah ini yaitu : a. Dampak penyakit dan pengobatan terhadap status fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan b. Dampak terapi Islamic Self Healing. terhadap status fisik, psikologis, hubungan sosial. c. Hasil refleksi partisipan dan ahli spiritual terhadap terapi Islamic Self Healing terhadap aturan dalam pelaksanaannya. Tujuan utama dari peneltian ini adalah untuk mengeksplorasi dampak gagal ginjal kronis dan dampak Islamic Self Healing terhadap Qualty of Life partisipan dengan menggunakan temuan secara kontekstual kualitatif, WHOQoL BREEF digunakan sebagai kerangka untuk menganalisi data. Domain dan aspek untuk mengukur Qualty 47 Muhammadiyah Journal of Nursing of Life sebagai dampak dari penyakit gagal ginjal dan dampak dari terapi Islamic Self Healing yang ditunjukkan pada tabel 2. Aspek yang dicetak tebal adah gambaran tema/sub kategori tema dari analisis data secara kualitatif. Tabel 2: Asesmen WHOQoL domain dan aspek Quality of Life pada partisipan dengna gagal ginjal kronik dan dampak terapi Islamic Self Healing terhadap Quality of Life[25]. Dampak Gagal Ginjal Kronik terhadap QoL Dampak terapi Islamic Self Healing terhadap QoL Domain Aspek Domain Aspek Fisik Nyeri Fisik Nyeri Psikologis Hubungan sosial Energi Energi Tidur Tidur Mobilitas Mobilitas Aktivitas Aktivitas Pengobatan Pengobatan Kerja Kerja Perasaan positif Psikologis Berfikir Berfikir Harga diri Harga diri Gambaran diri Gambaran diri Perasaan negatif Perasaan negatif Spiritualitas Spiritualitas Hubungan Hubungan sosial Dukungan Keselamatan Hubungan Dukungan Seks Lingkungan Perasaan positif Seks Lingkungan Keselamatan Rumah Rumah Keuangan Keuangan Pelayanan Pelayanan Informasi Informasi Waktu luang Waktu luang Lingkungan Lingkungan Transportasi Transportasi Dari tabel diatas menggambarkan hubungan secara alamiah dengan domain pada WHOQol Breef dan bagaimana data-data dari penelitian masuk kedalam domain dan aspek-aspek pada Quality of Life. 1. Dampak gagal ginjal kronik terhadap status fisik. a) Adanya ketidakseimbangan energi Kelemahan dan tingkat penurunan energi berdampak pada kehidupan partisipan digambarkan partisipan mengungkapkan adanya perubahan dari kualitas bekerja, penurunan kemampuan dalam bekerja ini disebabkan oleh penurunanan energi atau perasaan lemah pada fisik untuk mengerjakan aktivitas yang lebih berat, sehingga semua partisipan hanya bekerja sesuai dengan kemampuannya saja “Gak kerja mas gak kuat, badannya itu lemes, mau apa-apa males gak da tenaga”. (P4, W1, 83-84, 91) “Lemas mas…sebelum ini kan saya sering tranfusi turun mas hb nya rendah terus dibawah 8, sering drop”. (P3,W1,61-64) “la dulu saya tu mau jalan sendiri aja susah lemes, harus dituntun bawaanya lemas gitu mas…”(P4, W1, 34-35) “bawaannya cuman tidur itu, sampe setengah tahunan itu, cuma bisa mah tidur, makan, kadang yo dede opo yo istilahe dede hoho…”(P2,W1, 132-135) b) Adannya gangguaan aktivitas tidur. Gangguan dalam akativitas tidur sebagai akibat dari kondisi fisik seperti sesak nafas dan kondisi dari fungsi tubuh yang berkurang. Gangguan dalam aktivitas tidur partisipan mengungkapkan dapat berupa mimpi buruk, bangun tidur pada malam hari dan terbangun sampai pagi hari. “Kalau tidur miringnya kiri…. e kadangkadang tidur gak nyaman…terus mimpinya itu yang buruk-buruk, yang jelek-jelek” (P1, W1, 107,109, 219-220) 48 Muhammadiyah Journal of Nursing “kalo tidurnya itu kalo tidur di rumah itu paling miring…miring itu kadang nyesek mas…kanan kiri, pokoknya ga bisa nyenyak lah tidurnya…nanti kalo udah nyenyak setelah miring sana…kayanya panas gitu loh sininya.. (menunujuk sisi dada samping).. airnya kaya disini semua gitu loh mas”(P5,W1,74-83) c) Adanya penurunan pemenuhan aktivitas Kesulitan dalam berkativitas seharihari yang disebabkan oleh keterbatasan fisik karena penurunan fungsi yang disebabkan oleh lemahnya otot dan tulang, perasaan tidak ada adanya energy, dan merasa kesulitan dalam memakai pakain. Partisipan juga mengungkapkan aktivitas sehari-hari sebatas duduk, makan dan tidur. “bawaannya cuman tidur itu, sampe setengah tahunan itu, cuma bisa mah tidur, makan, kadang yo dede opo yo istilahe dede hoho…”(P2,W1, 132-135) “saya jalannya pake tongkat untuk menopang tulangnya….kalo awal sakit sih masih bisa kemana-mana…kalo sekarang Cuma duduk sebentar udah capek banget pinggulnya….sekarang waktunya cepet gitu loh mas, ga enggak kuat gitu loh. Pake baju aja susah yah mas, jalan berapa langkah udah ngos nogosan”(P5,W5, 3646, 55-57) d) Adanya ketidaknyaman fisik. Partisipan mengungkapkan ketidaknyamanan nyeri dan mual yang lama dijalani dan terapi hemodialisa dilakukan dua kali dalam satu minggu, setiap minggu harus datang untuk terapi hemodialisa dan harus mengalmai tusukan pada tangan atau pada paha, tidak boleh bergerak selama proses hemodialisa dan ini menyakiktan “Ini pas ditusuknya ini mas sakit apa lagi pada awal diadaerah paha ini sakit mas, tapi sekarang lebih mendingan nusuknya ditangan ini mas sudah dipasang AV shunt.”(P3, W1, 100-102) “Apa ya, yang bikin gak nyaman itukan gak boleh bergerak ituloh. Hehe gak boleh kemana-mana terus berjam-jam. Harus tinggal di, hehe gak boleh ngapangapain.”(P1,W1, 295-301) “….bawaannya badan lemes terus, mual dan muntah,… kalau dirumah Paling sih cuma makan tidur. Hehe…”(P1, W1, 98,102) e) Adanya penurunan menejemen kesehatan diri Pengobatan gagal ginjal kronik sebagai salah satu cara yang diartikan oleh partisapan adalah hanya untuk memperpanjang hidup tetapi tidak menyembuhkan. Partisipan juga mengungkpakan kejenuhanannya terhadap pengobatan hemodilialisa. “ya bosen lah namanya manusia ada toh. Tiap hari jadwalnya rabu sabtu, coblos teruss haha.. ya ada bosennya, tapi ya gimana lagi obatnya.”(P2,W1, 145-147) “Saya agak bosen, tapi kan harus . nunggu lama tapi gimana lagi…kan harus cuci darah cuci darah terus mas.”(P3,W1, 66-67) 2. Dampak gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa terhadap status psikologis. a. Adanya gangguan konsep diri Partisipan mengungkapkan adanya keputusasaan terahadap terapi hemodialisa yang sudah berlangsung lama tetapi hasilnya belum ada, timbul berbagai pandangan terhadap pengobatan hemodialisa oleh partisipan diantarnya bahwa hemodilisa 49 Muhammadiyah Journal of Nursing hanya untuk memperpanjang hidup yang lama kelamaan kondiisi tubuh akan semakin memburuk dan kemudian akan terjadi kematian. “…yang membuat berhenti cuci darah ini tidak ada, kalau sudah lama kan membuat badannya jadi rusak, diatas 10 tahun ada yang tulangnya rusak tulangnya kropos… ”(P3, W1, 216-218) “Sudah banyak yang mati mas temanteman yang cuci darah disini, kayaknya cuci darah bukan obat hanya alat mbuang air darah nyaring saja… ”(P4, W1, 45-52) “…hampir satu tahun ini terus begini kok gak sembuh-sembuh… (menangis)”(P4, W1, 95-99) b. Adanya resiko cedera fisik Pa r t i s i p a n j u g a m e n g u n g k a p k a n pengalaman dirinya tentang adanya stress depresi dan keinginan dan pasrah akan kematian, adanya ketidakstabilan emosi dan kemarahan, adanya perasaan kecemasan terahdap penyakit dan pengobatan dengan jangka waktu yang lama. “yo.. pernah mati gituu haha… mati “yowis ngono kui.. pernah dulu.. awal awalnya, stress-stressnya haha… dulu pernah sempat depresi… terus ngamuk, ya, awalnya ya emosi lah”(P2,W1,155-169) “ya sering mas, rasanya mau mati saja, sering muncul mas lebih baik mati saja apalagi pas keadaan sakit lemes, kan pas hb rendah perasaannya lemas gak mau makan, rasanya gak enak sakit, sudah kan perasaanya sudah sakit tambah saktit lagi tambah sakit gini ya ngedrop pula.”(P3, W1, 196-198) c. Adanya perubahan respon koping ke maladaptif Timbulnya mekanisme koping yang maladaptif, partisipan mengungkapkan kesedihan, kecemasan dan ketidakstabilan emosi terhadap situasi yang membuat mereka menjadi marah dan ngamuk meskipun pemicu sesuatu hal yang kecil. Pelampiasan kemarahan mereka ada yang ditujukan kepada anggota keluarga dirumah, membunyikan musik dengan keras dan bermain musik yang tidak jelas. “yo ngamuk itu tadi… Ra mari yo wiss.. pelampiasnnya yo cuman ngamuk2 wong umah kae loh,.. marah-marah sama orang rumah…kadang yo opo emosi kaya nyetel music gitu loh mas, terusss keras, gitaran berak berok haha gitarnya gitar elek.”(P2,W1, 250-256) “emosinya tidak stabil tensinya selalu kan tinggi, bawaannya pengin marah biasanya hal apa saja mas yang memicu marah wah gimana ya apa ya hal-hal kecil bisa bikin marah.”(P3, W1, 112-114) d. Adanya penurunan harga diri dan gambaran diri Parsipan juga mengungkapkan adanya penuruan harga diri/perasaan tidak berguna. Partisipan mengungkapkan ketidakbergunaan pada dirinya karena tidak mampu dalam melakukan bentuk aktivitas kerja dalam kehidupan sehari-hari sebagai dampak dari kurangnya energy, kelemahan fisik dan kergantung dari mesin hemodialisa. “…hidup kok bergantung mesin. Kayak apa ya. Terus mau kerja itu agak repot. Di rumah Cuma klentrak klentruk. Gak bisa manfaat, hihi. Kata orang gitulah. Biasanya bekerja, se-enggak enggaknya di rumah sendiri gitu kan, Cuma sekarang ini sudah 50 Muhammadiyah Journal of Nursing tidak kuat. Yaa gitulah hehe….”(P1,W1, 155-162) “iya, yo cuman ya ini sakit ini, koyone iki ga loro.. ya agak minderlah...”(P2,W1,186-187) “merasa diri kurang tidak berguna…sejak awal penyakit ini dan kurang lebih delapan bulan ini…apa lagi saya harus cuci darah seumur hidup.”(P3,W3, 72-76) “bingung masa depannya sedih banget, diem, jarang keluar rumah, hampir gak pernah keluar rumah”(P3, W1, 147-152) e. Adanya gangguan kognitif Hasil analisis dari partisipan didapatkan gangguan kognitif berupa lompatan kesimpulan dalam hal ini klien sudah mempunyai keyakinan bahwa sakitnya kemungkinan tidak dapat disembuhkan dan merupakan suatu kepastian dengan melihat rekan penderita yang sama yang telah meninggal. Paritisipan juga mengalami penalaran emosinal dimana perasaan negatife mencerminkan realita yang ada. “pikirannya? Yo Cuma mari atau enggak mari atau engga…”(P2,w1, 196) “ga ada, kayanya engga engga, ya udah ga bisa sembuh, kalo tetep sembuh prediksinya tetep ga bisa sembuh gitu, tapi gapapa, ga sembuh gapapa yg penting sehat, maksudnya bisa berjalan saya udah bersyukur gitu.”(P5, W1, 265-267) 3. Dampak gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa terhadap status hubungan sosial Adanya perubahan dalam performa peran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan mengalami gangguan dalam hubungan sosial, partisipan mengalami penurunan interaksi sosial dan adanya perpisahan dengan anggota keluarga. “Saya kan kadang ada bau mulut amoniak, jadi mesake mas nya bau yang gak enak, sekarang kan baru amoniak tapi udah minder banget… takut ngeganggu gitu loh haha…cuma kurag percaya dirinya santai aja mas, maksudnya ga terlalu ….nanti malah ga.. gimana yah?? Mesake gitu loh mas.”(P5, W1, 157-162,167,168) “terasanya kayak gak ada teman, gak ada pacaar, jarang jalan-jalan keluar kalau malam badannya gak kuat…”(P3, W1, 157-159) “emm gimana ya, istri saya tinggal sama orang tuanya dan anak saya, gak tau lah mas mungkin sakit saya ini penyebabnya istri saya pergi. ”(P2,W1,170-180) 4. Dampak terapi Islamic self healing terhadap Qualty of Life terhadap status fisik pada partisipan dengan gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa. a. Adanya peningkatan keseimbangan energi Partisipan merasa lebih badan lebih ringan , penurunan dari tekanan darah dan nafsu makan meningkat. Percakapan partisipan dibawah ini mengilustrasikan dampak terapi Islamic Self Healing terhadap status fisik partisipan berupa bertambahnya energi atau tenaga. “anu ringan enteng badannya, kaya orang gak sakit”.(P2,W3,18) “nafsu makan bertambah”.(P5,W4,11) “lebih nyaman, seneng sekarang ada kemaujuan sekarang tensinya sudah mulai turun yang dulunya sampai 190 sampai 200 sempat takut juga. Alhamdulillah… sekarang lebih berkurang”.(P3,W4,16-19) b. Adanya peningkatan aktivitas tidur Partisipan juga mengungkapkan manfaat yang dirasakan setelah melakukan terapi 51 Muhammadiyah Journal of Nursing Islamic Self Healing adalah membaiknya kualitas tidur yaitu tidur lebih mudah, mimpi buruk berkurang, lebih nyenyak dan lebih mudah mengawali tidur. Percakapan partisipan dibawah ini mengilustrasikan dampak terapi Islamic Self Healing terhadap status fisik partisipan berupa membaiknya aktivitas tidur. “setelah doa ini lebih nyaman, tidurnya juga lebih enak nyenyak, biasyanya mau tidur itu sulit, sekarang lebih cepat dalam tidurnya”.(P3,W3,22-25) “tidur lebih nyenyak, biasanya sering mimpi buruk sekarang sudah berkurang mas”.(P1,W4,10-11) c. Adanya peningkatan dalam aktivitas Manfaat lain yang dirasakan partisipan setelah dilakukannya terapi Islamic Self Healing adalah lebih bersemangatnya dalam beraktivitas, kondisi fisik lebih bertenaga untuk beraktivitas. Dibawah ini adalah pengungkapan partisipan yang berkaitan dengan aktivitas setelah melakukan terapi. “kayakanya ada kemajuan, lebih sehat gak klentrak klentruk gak loyo, kayaknya sehat…sekarang sudah bisa ngambil air untuk minum walaupun naik motor, nimba itu mas gak pakai sanyo hee nimba di sumur kadang ya ngrumput untuk kambing itu , ya marmut he eh….tenaganya tambah (P2,W3,20-25) “gimana ya mas, lebih optimis semangat, lebih semangat gitu lah…terus pinginnya bersih-bersih, menata-nata yang dulu sukanya gak mau bersih-bersih, terus menata-nata biar tampak indah”.(P5,W4,5254). 5. Dampak terapi Islamic Self Healing terhadap Quality Of Life pada klien dengan gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa pada status hubungan sosial. Adanya peningkatan interaksi sosial Analisis verbatim berdasarkan hasil transkrip wawancara teridentifikasi atau ditemukan bahwa terdapat dampak terapi Islamic Self Healing terhadap kondisi status hubungan partisipan adanya peningkatan interaksi sosial. Percakapan partisipan dibawah ini mengilustrasikan dampak terapi Islamic Self Healing terhadap status hubungan sosial partisipan partisipan. “Sekarang sudah mulai keluar rumah mas, ke tetangga ya Cuma ngobrol-ngobrol saja”. (P1,W3,27-28) “lebih semangat itu mas, yang biasnya lebih suka dirumah, sekarang mau main, kemarin saya bermain sepak bola, dengan anak-anak sekitar rumah, kemudian mau mengantar ibu, ke sawah gitu mas tapi juga lihat lihat kondisi mas kalau pas ngerasa badan akan ngedrop ya dirumah saja”.(P3,W3,41-45) “lebih cerah, mau melakukan kegiatan itu lebih berani lebih semangat, sebelumnya kan Cuma apa dirumah jarang mau keluar, sekarang udah agak sering keluar gitu…lebih merasa aman dan semangat bertambah yang dulunya mau keluar takut kenapa-napa sekarang sudah keluar kesawah, kadang monceng ibu kesawah ngater itu mas….yah sekarang lebih sabar mas, insyaalllah sembuh”.(P3,W4,34-42) 6. Dampak terapi Islamic Self Healing terhadap Quality Of Life pada klien dengan gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa pada status psikololgis. a. Adanya peningkatan perasaan positif Analisis verbatim berdasarkan hasil transkrip wawancara teridentifikasi atau 52 Muhammadiyah Journal of Nursing ditemukan bahwa terdapat dampak terapi Islamic Self Healing terhadap kondisi psikologis seluruh partisipan diantarnya adanya perasaan kenyamanan dan ketenangan, dapat terilustrasikan pada percakapan seluruh partisipan berikut ini: “persaan lebih tenang, tenang dari rasa kwatir, biasanya kan sering gelisah”.(P3, W2, 19-20) “ya kalau habis doa terasa tenang hatinya, terasa tidak sakit saja ada perasaan tidak takut, jadi mau pergi kemana perasaannya tenang”.(P4,W3,9-10) “hati lebih tenaang, lebih tentraaam, semakin enak gitu lo…gimana ya ada peningkatan gitu, saya merasa nyaman he…hati lebih hidup gitu mas, biasanya pikirannya grambyang kemana-kemana gitu, pokoknya hati lebih hidup lebih nyaman”(P5,W4,4-9) b. Adanya penurunan perasaan negative Parstisipan juga mengungkapkan danya penurunan perasaan prasangka negatif, gelisah dan kawatir setelah melakukan terapi Islamic Self Healing “gelisah dah berkurang, biasanya hati was was gitu mas, rasangkanya jelek terus, dah mulai berkurang”.(P5,W2,12-13) “perasaanya kayaknya ayem, tidak ada kwatir lagi.. kan selalu berdoa to jadi ayem rasanya”.(P2,W3,26-27) “persaan lebih tenang, tenang dari rasa kwatir….rasa sedih juga semkin berkurang tidak gelisah biasanya gelisah tiap malam”. (P3,W3, 22, 28-28) “Perasaan kwatir jarang minggu minggu ini gak pernah aku sekarang, dulu kan sering kwatir , dulu ada tapi sekarang tidak pernah, ya intinya percaya sembuh, kan ada yang bilang gak bakal mari to, tapi aku takut minder itu gak, kuat tetepan pasti sembuh, kalau aku terus yakin, ada yang bilang gak bakal -gak bakal mari lah, mereka kan gak tau to”.(P2,W4,25-29) c. Adanya perubahan respon koping kearah positif Partisipan dalam wawancara setelah pelaksanaan terapi dalam mengahadapi permasalah mengalami perubahan yaitu dengan cara baru yaitu menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah dengan cara berdzikir, dengan kesabaran, mengutarakan masalah , ketika menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan sehingga berdampak pada berkurangnya persaan marah, dalam arti bahwa partisipan mempunyai pola fikir/koping kearah positif. Seperti yang ditunjukan percakapan partisipan dibawah ini: “fikiran itu positif, gak gampang mikir yang jelek-jelek sabar kadang perasaan lebih senang”.(P1,W4,6-7) “dulu yang fikirannya berat, alhamdulillah sekarang lebih tenang fikirannya, saya dulu sering dipendem terus fikiriannya, sekarang sudah di lepas…ya seperti curhat gitu ketika doa misalkan masalah-masalah yang ada dirumah”.(P3,W4,16-25) “lebih banyak berfikir positif ya saya sekarng ini ya…mungkin seumpaama orang menggunjing saya, padahal mereka gak menggunjing saya, persaannya lebih enak yang dulu bawaannya curiga itu jangan mereka begini-begini pokoknya berubah positif mas, kadang orang tua bikin emosi, dan saya sekarang lebih bisa sabar”.(P5,W4,17-25) 53 Muhammadiyah Journal of Nursing d. Adanya penerimaan terhadap kondisi diri Sebagian partisipan mengungkapkan penerimaan terhadap kondisi yang dialaminya setelah dilaksanakan terapi. Partisipan menerima kondisi fisik dan sesuatu yang ada pada dirinya dengan pasrah kepada ketentuan Allah dan memandang stressor dari lingkungan misalkan perkataan yang tidak menyenangkan diterima dengan baik. “rasa kwatir, malu, putus asa kalau itu sudah berkurang, biarlah orang menilai apa, wis manur pasrah ngoten yang terjadi biarlah terjadi, emangnya yang saya takuti apa hanya Allah saja tapi Allah masih menutupi kejelekan saya bersyukur banget padahal dulu saya menghianati Allah”. (P5,W3,39-42 e. Adanya peningkatan kualitas keyakinan dan spiritualitas. Selama proses pemberian terapi dari minggu pertama sampai dengan minggu ke tiga terjadi peningkatan darai kualitas keyakian atau spiritualitas yang dimiliki oleh partisipan. Partisipan mengungkapkan peningkatan kedekatannya dengan Allah, peningktaan aktivitas ibadah, timbulnya perasaan tenang tentram dan terdapat perasaan dosa-dosa telah terampuni. “tambah yakin pada Allah bahwa Allah itu ada, tambah semangat ibadahnya mas… setelah berdoa lebih yakin gitu”.(P5,W2,910, 25) “perasaan lebih dekat, koyok tentrem dari pada dulu… perasaannya kaya burog… ya kayak gak tau Allah, gak percaya kalau Allah itu ada saya tu dablek, semua larangan-larangannya dilanggar, minumanminuman ya diminum sekarang ya tidak… sudah ditinggalkan, ya gak kayak dulu orangnya kan ugal-ugalan, semrawut gak pernah sholat, sekarang lebih kayak apa itu Allah sudah memberikan ampunan dosadosaku”.(P2,W3, 32-46) “keyakinan bertambah, persaannya semakin tenang, yang tadinya gelisah sekarang semakin tenang…apa ya gelisah dengan penyakitnya takut kalau tiba-tiba meninggal gitu…sekarang lebih tenang yakin bisa sembuh”.(P3,W4,14-19) 7. Terapi Islamic Self Healing Suatu tindakan yang bertujuan untuk memberikan efek terapi secara islami yaitu pengobatan dengan memperkuat hati serta bersandar dan tawakal kepada Allah, mencari perlindungan, bersikap rendah hati dan memperlihatkan kelembutan hati di hadapanNya, memohon kepadaNya, dan berdoa kepada Allah untuk memperoleh kesembuhan yang dilakukan dengan cara mendemonstrasikan dan memandu pasien dalam pelaksanaan terapi, berisikan aspek hikmah dan faidah adanya sakit, doa, dzikir kesembuhan dan meminum air zam-zam yang dilakukan kurang lebih selama 25-30 menit. Posisi pada terapi Islamic Self Healing ini dengan posisi bisa duduk dan berbaring sesuai kemampuan klien dengan tangan diletakkan diatas area yang sakit. Setelah itu pasien diberikan modul mengenai terapi Islamic Self Healing. Penelitian pada guide Islamic Self Healing dengan metode action research selama 3 siklus didapatkan penyempurnaan terhadap prosedur pelaksanaan terapi ini dan dari segi isi tidak mengalami perubahan. Hasil prosedur terapi islamic self healing merupakan refleksi dari pengguna terapi yaitu partisipan dengan gagal ginjal kronik dan refleksi dari ahli spiritual. Beberapa pengungkapan pernyataan partisipan terhadap terapi islamic self healing sebagai berikut. 54 Muhammadiyah Journal of Nursing “kalau bisa terapi ini di lanjut terus, dibutuhkan sekali unutk menumbuhkan keyakinan dan biar semangat sebenarnya pada pasien pasien seperti ini meraka semaangat nya turun dan patas semangat, biar tidak patah semangat dan lebih sehat”.(P3,W4,27-31) “ya itu belum hafal doanya jadi saya baca, lebih enak kalau dipandu kaya seperti ni mas, kadang dirumah bapak saya yang suruh bacain”.(P1, W2, 17-19) Hasil refleksi dari wawancara dengan partisipan dan ahli spiritual terhadap prosedur Islamic Self Healing dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3: Aturan Pelaksanaan Terapi Islamic Self Healing sebagai Hasil dari Hasil Wawancara dengan Ahli Spiritual dan Partisipan Aturan Pelaksanaan 1. 2. 3. 4. 5. Dalam pelaksasaan terapi dapat dilkukan dengan membaca buku panduan Dalam pelaksaanaan terapi dapat dipandu oleh orang lain berdasarkan dari buku panduan buku terapi Dalam pelaksanaan terapi posisi tubuh menyesuaikan kemampuan pasien bisa duduk dan berbaring, tetap tangan diatas ginjal pasien dengan boleh bergantian Tausiyah dapat dilakukan dengan membaca buku panduan atau dijelaskan oleh orang lain berdasarkan buku panduan sampai pasien dapat mandiri Pelaksanaan doa-doa dalam buku panduan tidak harus dilakukan secara berurutan tetapi bisa dimulai dari doa mana saja yang ada dibuku panduan PEMBAHASAN Individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan d a l a m k e h i d u p a n n ya . M e r e k a b i a s a n ya menghadapi masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, depresi akibat kondisi yang kronis, dan ketakutan terhadap kematian [4]. Gejala secara fisik dirasakan seperti cegukan, mual, muntah, pruritus, malaise, impotensi, gangguan menstruasi, dan neuropati (campuran motorik dan sensorik) terjadinya uremia menyebabkan anoreksia [24]. Lebih dari 50 % pasien dengan gagal ginjal kronik dengan hemodialisi mengalami gangguan tidur [15], dapat berupa kesulitan mengawali dan menajaga tidur, masalah dengan kurangnya istirahat, kelemahan pada kaki, perasaan kantuk disiang hari. Kebanyakan dari pasien dengan hemodialisis dapat tidur dengan bantuan dari obat [22]. Dua penelitian kualitatif juga mengindikasikan bahwa kelemahan atau penurunan energy berdampak pada fungsi fisik dan mental. Partisipan mengungkapkan bahwa kelemahan fisik sebagai efek samping dari hemodialisa dan penurunan fungsi dari ginjal [23]. Kelemahan fisik semakin memburuk pada hari demi hari dalam proses hemodialisa [14] dan berdampak pada partisipan dalam mengelola dalam kegiatas aktifitas sehariharinya [23] dan kemampuan aktifitas lainnya [14]. Partisipan menggambarkan berkurangnya kekuatan fisik dan energy yang membuat mereka merasa tidak berguna, lemah, dan merasa terbuang [21]. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chen (2010) pada 200 pasien dengan hemodialisa didapatkan 35% mengalami depresi, kecemasan sebesar 21%, dan bulan sebelumnya dengan ide bunuh diri sebesar 21,5%, tingkat depresi lebih tinggi daripada kelelahan dan terjadi penurunan Quality of Life [4]. Pembatasan gaya hidup ini secara signifikan berdampak pada fungsi sosial dengan pasien melakukan tindakan penyeimbangan untuk menjamin pemeliharaan kadar vitamin, zat besi, dan protein. Pembatasan tersebut dapat berdampak pada pasien keyakinan sakit, rasa kontrol pribadi yang mengarah ke kecemasan dan depresi, menghambat koping, dan penyesuaian [13]. 55 Muhammadiyah Journal of Nursing Menurut Wolcott et al. (1988) terdapat hubungan peningkatan Quality of Life dengan harga diri yang lebih tinggi dan penurunan gangguan mood. Penelitan yang dilakukan oleh Finnegan John (2012) bahwa hubungan personal juga dipengaruhi oleh adanya tanda dan gejala dari gagal ginjal kronik. Perubahan persepsi juga sebagai dasar adanya perubahan hubungan personal. Terapi Islamic Self Healing merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk memberikan efek terapi secara islami yaitu pengobatan dengan memperkuat hati serta bersandar dan tawakal kepada Allah, mencari perlindungan, bersikap rendah hati dan memperlihatkan kelembutan hati di hadapanNya, memohon kepadaNya, dan berdoa kepada Allah untuk memperoleh kesembuhan yang dilakukan dengan cara mendemonstrasikan dan memandu pasien dalam pelaksanaan terapi yang berisikan aspek hikmah dan faidah adanya sakit, doa, dzikir kesembuhan dan meminum air zam-zam. Manusia adalah makhluk fitrah (berketuhanan) dan kerenanya memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar spiritual (basic spiritual needs). Seseorang yang beragama hendaknya jangan hanya sekedar formalitas belaka, tetapi yang lebih utama lebih menghayati dan mengamalkan keyakinannya agamanya itu, sehingga ia memperoleh ketenangan dan kekuatan dari padanya. Berbagai penelitian membuktikan bahwa tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan imunitas atau kekebalan baik fisik maupun mental [17]. Do’a akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa optimisme, mendatangkan ketenangan, damai dan merasakan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga dengan mengingatnya maka keimanan seseorang semakain bertambah dan adanya rasa ketenagan, ketentraman dalam jiwa dengan jiwa yang tenang mengakibatkan rangsangan ke hipotalamus untuk menurunkan produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitary anterior untuk menurunkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon). Hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk menurunkan sekresi kortisol. Kortisol ini yang akan menekan sistem imun tubuh sehingga mengurangi tingkat kecemasan [18]. Dewasa ini perkembangan ilmu keperawatan sudah berkembang kearah pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan ternyata tingkat keimananan seseorang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stresor psikososial. Bagi seseorang yang beragama (Islam) stresor psikososial yang berdampak pada stres, kecemasan, depresi dan penyakit dapat dianggap sebagai musibah, cobaan, peringatan, ataupun ujian keimanan seseorang. Oleh karenanya ia harus bersabar dan tidak boleh berputus asa serta melakukan mawas diri, berusaha berobat dan senantiasa tidak lupa berdoa dan ber dzikir [17]. WHO, (1984) telah menetapkan unsur spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan. Keempat unsur tersebut adalah sehat fisik, sehat psikis, sehat sosial dan sehat spiritual. Pendekatan baru ini telah diadopsi oleh psikiater Amerika Serikat (the American Psychiatric Association/ APA. 1992) yang dikenal dengan pendekatan “bio-psycho-socio-spiritual”. Lindenthal S, (1971) melakukan studi epidemologik yang hasilnya bahwa penduduk yang religius resiko untuk mengalami stres lebih kecil dari pada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya [17]. Sebagaimana juga di dalam Al-Qur’an Alloh Subhanahu wata’ala berfirman sebagai berikut: Artinya :“(tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada allah, sedangkan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (AL-Qur’an Surat, Al-Baqarah Ayat : 112) Ayat diatas dapat diamalkan sebagai doa bagi mereka yang sedang mengalami kecemasan 56 Muhammadiyah Journal of Nursing atau penyakit fisik lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa semua musibah adalah ketentuan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu Wata’ala [19]. Penelitian dilakukan oleh Nia et. al. (2009) yaitu efek doa terhadap kesehatan mental pada pasien dengan hemodialisa. Penelitian ini adalah eksperimental dilakukan pada 88 orang di bawah perawatan hemodialisa, didapatkan hasil bahwa terapi doa adalah terapi yang sesuai atau cocok untuk penyakit gagal ginjal kronis karena tidak hanya menurunkan tingkat stress juga dapat meningkatkan status spiritual [20]. KESIMPULAN 1. Berdasarkan analisis terhadap wawancara dari seluruh partisipan dengan gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa terhadap Quality of Life didapatkan hasil bahwa terapi Islamic Self Healing dapat meningkatkan Quality of Life pada status fisik, status hubungan sosial dan status psikologi (adanyan perasaan kenyamanan dan ketenangan, penurunan kegelisahan dan rasa khawatir, koping individu kearah positif, peningkatan kualitas keyakinan dan penerimaan terhadap kondisi diri partisipan. 2. Terbukti bahwa terapi efektif Islamic Self Healing dalam meningkatkan Quality Of Life pada domain psikologi. SARAN Penelitian dapat dijadikan data awal sekaligus motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dilingkungan keperawatan medikal bedah, baik dinstitusi pelayanan maupun. Peneliti selajutnya dapat mengembangkan penelitian yang tidak hanya berfokus pada domain psikologi saja, tetapi dapat dilakukan peneltian lanjut berupa dampak terapi Islamic Self Healing terhadap status fisik yang lebih obyektif dengan menggunakan jenis peneltian Quasy Exsperiment desain peneltian time series untuk mengevaluasi kefektifan terapi Islamic self healing secara kuantitatif. DAFTAR PUSTAKA Bakri, S., 2005. Deteksi dini dan upaya-upaya pencegahan progresifitas penyaki gagal ginjal kronik, Jurnal Medika Nusantara, 26(3):36-39). Chen, C.K., Tsai, Y.C., Hsu, H.J., Wu, I.W., Sun, C.Y., Chou, C.C., et al. (2010). Depression and suicide risk in hemodialysis patients with chronic renal failure. Psychosomatics, 51, 528-528 e526. Chen, H.Y., Cheng, I.C., Pan, Y.J., Chiu, Y.L., Hsu, S.P., Pai, M.F., et al. (2011). Cognitivebehavioral therapy for sleep disturbance decreases inflammatory cytokines and oxidative stress in hemodialysis patients. Kidney Int, 80, 415422. Chilcot, J., Wellsted, D. & Farrington, K. (2011). Illness perceptions predict survival in haemodialysis patients. Am J Nephrol, 33, 358-363. Ganong (2008). Buku Ajar patofisiologi. Jakarta: Erlangga. Hambali Al. (2008). Stres ,cemas dan depresi. psikoreligi. Jakarta : Rineka Cipta. Hawari, D. (2011). Menejemen stres,cemas dan depresi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI. Heiwe S, Clyne N, Dahlgren MA. Living with chronic renal failure: Patients’ experiences of their physical and functional capacity. Physiotherapy Research International. 2003; 8(4):167–177. Herdiansyah haris (2010), Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial, Salemba Humanika: Jakarta. Horigan Ann E, Schneider Susan M.,Docherty Sharron, Barroso Julie (2007)The Experience and Self-Management of Fatigue in Hemodialysis Patients, Nephrol Nurs J. 2013 ; 40(2): 113–123. John W. Creswell (2009) Research Design Qualitative, Quantitative, dan Mixed 57 Muhammadiyah Journal of Nursing Methods Third Edition Sage Publication, Thousand Oaks California. Kartika, Unoviana. 2013. Rajin Pantau Tensi Turut Sehatkan Ginjal Editor : Asep Candra Rabu, 6 Maret 2013 18:43 diakses 11 Juni dari http://health.kompas.com/ read/2013/03/06/18435262/. Kemmis, S. & McTaggart., R 1997. The Action research planner. Geelong: Deakin University. Kowalak, Jennifer P. (2011) Buku ajar patofisiologi/ editor, Jennifer P. Kowalak, William Welsh, Brenna Mayer; alih bahasa, Andri Hartono ; editor edisi Bahasa Indonesia, Renata Komalasari, Anastasia Onny Tampubolon, Monica Ester, Jakarta : EGC. Kutner NG, Bliwise DL, Brogan D, Zhang R. Race and restless sleep complaint in older chronic dialysis patients and nondialysis community controls. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci 2001; 56(3): 170±175. Lee, Lin, Chaboyer, Chiang, Hung. The fatigue experience of haemodialysis patients in Taiwan.Journal of Clinical Nursing. 2007; 16(2):407–413. [PubMed: 17239077]. Nia Seyyed Hamid Sharif (2009) The Effect of Prayer on Mental Health of Hemodialysis Patients Referring to Imam Reza Hospital in Amol City Iranian Journal of Critical Care Nursing, Spring 2012, Volume 5, Issue 1, Pages: 29 – 34. Ouzouni, S., Kouidi, E., Sioulis, A., Grekas, D. & Deligiannis, A. (2009). Effects of intradialytic exercise training on health-related quality of life indices in haemodialysis patients. Clin Rehabil, 23, 53-63. P.L Kimmel. (2001). Psychosocial factors in dialysis patients. Kidney Int, 59, 1599-1613. PL Kimmel. (2002) Depression in patients with chronic renal dis-ease: what we know and what we need to know. J Psychom Res. 53: 951–956. Smeltzer, S. C., Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. EGC. Jakarta. Snyder Mariah (2006), Complementary & Alternative therapies in Nursing/(edit by) Ruth Lindquist.—6th. Springer Publising Company, New York, NY 10036. U.S. Renal Data System, USRDS. (2012) Annual Data Report: Atlas of Chronic Kidney Disease and End-Stage Renal Disease in the United States, National Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, Bethesda, MD diakses 11 Juni 2013 dari http://www. usrds.org/atlas.aspx. Walker S, Fine A, Kryger MH. Sleep complaints are common in a dialysis unit. Am J Kidney Dis 1995; 26(5): 751±756. World Health Organisation (2004), Measuring Quality of Life, http://www.who.int/ mental_health/media.pdf.