zonasi kawasan perlindungan air tanah pada

advertisement
ZONASI KAWASAN PERLINDUNGAN AIR TANAH PADA
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BAUBAU PROPINSI
SULAWESI TENGGARA
ZONATION GROUNDWATER PROTECTION AREA AT
WATERSHED BAUBAU SOUTHEAST SULAWESI
La Ode Nasrun, Muhammad Ramli, Rohaya Langkoke
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi:
La Ode Nasrun
Jl. Hayam Wuruk 141 Baubau
HP: 085255860925
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kebutuhan air utamanya di perkotaan sangatlah penting. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis zonasi resapan air tanah untuk kawasan perlindungan air tanah di DAS baubau,
penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk memperoleh data-data secara faktual di
lapangan. Populasi dan teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling
dimana lokasi sampel dipilih di daerah-daerah yang berpeluang memberi kontribusi terhadap
resapan air tanah di lokasi penelitian. Analisis zonasi resapan air tanah memakai Sistem Informasi
Geografis dengan metoda tumpang susun menggunakan data-data dan peta-peta antara lain Peta
Topografi, Geologi, Hidrogeologi, sistem lahan dan landsat sehingga terbentuk zonasi daerah
resapan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor Topografi, Geologi dan
Hidrogeologi sangat berpengaruh terhadap penentuan zona resapan air pada daerah penelitian,
sedangkan faktor-faktor infiltrasi, permeabilitas, curah hujan, tutupan lahan dan pengelolaan lahan
memberi kontribusi terhadap kuantitas daerah resapan air pada daerah penelitian. Faktor infiltrasi
dengan nilai antara 9,540 cm/jam – 15,095 cm/jam menunjukan infiltrasi baik setelah pengamatan
1 jam di lapangan. Permeabilitas dengan nilai antara 0,38 cm/jam – 19,36 cm/jam menunjukkan
permeabilitas sedang sampai baik, sedangkan tutupan lahan dan pengelolaan lahan berdasarkan
analisis peta landsat masih baik.
Kata kunci : Analisis Pemetaan, Zonasi Perlindungan Air tanah, Air Tanah, Baubau, Sulawesi
Tenggara
ABSTRACT
Requerement of waters is very important in the city. This research is conducted to zonation
analysis of groundwater diffusion for area of groundwater resources protection in Baubau area. It
uses descriptive method for getting the datas in factual at the site. Population and intake technique
sampel use “purposive sampling method” where location sample are selected in area that give
contribution to groundwater diffusion in research location. Zonation analysis of groundwater
diffusion wears Geographical Information System with “over lays method” use datas and maps
like map of Topografi, Geology, Hidrogeology, Land System, landsat until formed zonation of
water diffusion area. Research result indicates that factors Topografy, Geology and Hidrogeology
has an effect to determination of water diffusion zone at research area, where as factors infiltrate,
permeability, precipitation, land cover and land use give contribution to amount of water diffusion
area at research place. Factor infiltrate by value between 9,540 – 15,095 cm/hour after
perception 1 hour shows good infiltrate. Permeability by value between 0,38 – 19,36 cm/hour of
laboratory test result shows permeability till good, while land cover and land use base map
analysis landsat still good.
Keyword : Mapping Analisys, Zonation Water protection, Groundwater, Baubau, Southeast
Sulawesi
PENDAHULUAN
Air merupakan faktor terpenting dalam kehidupan di muka bumi ini. Dari
air bermula kehidupan dan karena air peradaban tumbuh dan berkembang. Logika
sederhananya, tanpa air peradaban akan surut dan bahkan kehidupan akan musnah
karena planet bumi akan menjadi sebuah bola batu dan pasir raksasa yang luar
biasa panas, masif dan mengambang di alam raya menuju kemusnahan. Air
menopang kehidupan manusia, termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai
pangan makhluk di muka bumi. Karena itulah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mendeklarasikan bahwa air merupakan hak asazi manusia; artinya setiap manusia
di muka bumi ini mempunyai hak dasar yang sama terhadap pemakaian air.
Pemanfaatan air terutama air tanah yang terus meningkat dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap air tanah itu sendiri maupun lingkungan
disekitarnya, diantaranya berkurangnya kualitas dan kuantitas air tanah,
penyusupan air laut dan amblesan tanah (Rahayu dkk., 2009). Berkurangnya
daerah hijau terkait mengenai penggunaan lahan di daerah perkotaan juga menjadi
pemicu rendahnya kualitas air. Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk
intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik materil maupun spiritual (Arsyad, 2010). Menurunnya kualitas dan kuantitas
air tanah akan menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, agar
pemanfaatan air tanah dapat optimal tanpa menimbulkan dampak negatif, maka
dalam
pelaksanaan
kegiatan
tersebut
diperlukan
panduan
perencanaan
pendayagunaan air tanah sebagai acuan dalam perencanaan pendayagunaan air
tanah yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang meliputi kegiatan
penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan air
tanah (Tamim, 2012).
Penggunaan air bersih sebagai sarana kehidupan di daerah Kota Baubau
semakin meningkat, baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk industri.
Peningkatan pemanfaatan air ini dapat kita jumpai pada daerah-daerah yang padat
penduduk, daerah pemukiman baru, daerah-daerah industri dan daerah areal
pertanian. Sehubungan dengan tingginya pemakaian air tanah di Kota Baubau
maka daerah resapan air tanah tersebut harus diatur sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Kehutanan yang menetapkan jenis dan
kriteria penetapan kawasan lindung termasuk di dalamnya ketentuan untuk
kawasan resapan air dan juga mengacu Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, dimana Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota harus
membuat zonasi di beberapa kawasan sebagai daerah resapan air untuk
keberlangsungan sumber air tanah pada masa yang akan datang.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Baubau, maka dapat
menetapkan zonasi kawasan perlindungan air tanah pada Aliran Sungai Kota
Baubau sebagai kawasan yang harus dilindungi dan diprioritaskan sebagai
kawasan resapan air tanah dalam perencanaan yang berkelanjutan. Penelitian ini
dilakukan dalam upaya menjaga dan melestarikan sumberdaya air yang sangat
bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia, agar tidak terjadi penurunan
kuantitas air tanah dengan membuat batasan-batasan zonasi pemanfaatan lahan.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh litologi dan struktur batuan, pengaruh morfologi, pengaruh curah hujan
dan faktor hidrologi/geohidrologi terhadap analisis zonasi kawasan perlindungan
air tanah.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang mengkombinasikan antara
penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini mengambil populasi pada
kawasan DAS Baubau Pemilihan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan
metoda Purposive Sampling yaitu dengan mengambil sampel di beberapa titik
yang
dianggap
presentatif
(Nasir,
2011).
Data
dikumpulkan
secara
observasi/pengukuran di lapangan menyangkut parameter: data geologi yaitu
litologi, struktur batuan, Geomorfologi, data hidrologi/hidrogeologi, jarak,
koordinat, infiltrasi (infiltration), dan pengelolaan lahan (Land use), sedangkan
data permeabilitas (permeability) didapat dari hasil uji analisis laboratorium. Data
pendukung penelitian meliputi : peta topografi, peta geologi, peta hidrogeologi,
peta sistem lahan, peta penggunaan lahan dan peta landsat dengan menggunakan
metode penomoran analisis GIS (Geographical Information System), dan data
curah hujan (precipitation) untuk memperkuat analisis resapan air di lokasi
penelitian.
Kajian dalam penelitian ini memberi gambaran mengenai situasi yang
berkaitan dengan bentang alam (land scape) berdasarkan letak topografi wilayah
untuk menentukan batas-batas alami dari suatu kawasan daerah resapan (recharge
area), sebaran batuan berdasarkan peta geologi dan sebaran vegetasi (tutupan
lahan) berdasarkan peta landsat yang diperkirakan dapat memberi kontribusi atau
pengaruh terhadap resapan air tanah. Pada dasarnya bersifat penelitian deskritif
analisis dengan teknik survey lapangan, pengambilan sampel tanah, pemeriksaan
laboratorium dan melakukan upaya mendeskripsikan zonasi kawasan air tanah
dengan menggunakan beberapa data dan peta-peta yang menggunakan aplikasi
SIG (System Informasi Geografi) dengan teknik tumpang susun (overlay)
sehingga menghasilkan peta analisis zonasi perlindungan air tanah.
Pengukuran Infiltrasi
Pengukuran dilakukan dengan infiltrometer silinder ganda dengan diameter
30 cm dan silinder luar diameter 50 cm. Kedua silinder tersebut dibenamkan ke
dalam tanah dengan kedalaman antara 5 cm sampai 50 cm. Air dimasukan ke
dalam ke dua silinder tersebut dengan ketinggian 1 cm sampai 2 cm di atas
permukaan, dan terus dipertahankan dengan cara mengalirkan air ke dalam
silinder tersebut dari suatu bejana yang diketahui volumenya. Dilakukan
pencatatan terhadap waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah volume
tertentu dan air yang dituangkan ke dalam silinder. Pengukuran dilakukan
terhadap penurunan air pada silinder yang lebih kecil, air pada silinder yang besar
berfungsi sebagai penyangga untuk menurunkan efek batas yang timbul oleh
adanya silinder (Knapp 1978).
Analisis Laboratorium
Penelitian laboratorium merupakan kegiatan analisis sampel yang diperoleh
di lokasi daerah penelitian. Sampel dianalisis dengan analisa petrografi untuk
mengetahui secara lebih detail komposisi penyusun mineral dan mengetahui
permeabilitas di lokasi penelitian.
HASIL
Keadaan topografi DAS Baubau dianalisis dalam GIS berdasarkan kelas
kelerengan. Kelas kelerengan yang ada di wilayah DAS Baubau cukup bervariasi
akan tetapi kelas kelerengan V (sangat curam) menempati area terluas (gambar
1).
Analisis citra satelit dan GIS menunjukkan, bahwa pola penggunaan lahan
(land use) di DAS Baubau terdiri dari atas hutan, ladang/tegalan, lahan terbuka,
pemukiman, rumput, sawah dan semak/belukar. Hutan merupakan penggunaan
lahan yang terluas (tabel 1).
Berdasarkan tatanan stratigrafinya, daerah penelitian dibagi atas empat
satuan batuan dari yang termuda hingga yang tertua, yakni: satuan Batugamping,
satuan Tufa, Satuan Batupasir, dan Satuan Ultrabasa. Luas pola litologi batuan
pada DAS Baubau dari hasil pemetaan geologi diperoleh luasan untuk satuan jenis
batuan. Satuan batupasir merupakan satuan batuan terluas (gambar 2).
Setelah dilakukan delineasi zonasi daerah resapan air dengan proses Sisten
Informasi Geografis dengan metoda tumpang susun (overlay) menggunakan datadata dan peta-peta (peta kelerengan, peta geologi, peta penggunaan lahan dan peta
curah hujan) dan faktor infiltrasi dan permeabilitas, maka hasil akhir adalah
terbentuknya peta zonasi kawasan perlindungan air tanah (gambar 3). Sedangkan
luas zonasi perlindungan air tanah pada DAS Baubau disajikan pada gambar 4.
Faktor-faktor infiltrasi, permeabilitas, memberi kontribusi terhadap
kuantitas daerah resapan air pada daerah penelitian. Faktor infiltrasi di daerah
penelitian dengan nilai antara 9,540 cm/jam – 15,095 cm/jam menunjukan
infiltrasi baik setelah pengamatan 1 jam di lapangan. Permeabilitas dengan nilai
antara 0,38 cm/jam – 19,36 cm/jam menunjukkan permeabilitas sedang sampai
baik
Dari hasil analisis zona 1 merupakan zona perlindungan air tanah yang
didominasi oleh kemiringan lereng sangat curam dan penggunaan lahan sebagai
hutan yang memberikan kontribusi yang besar terhadap air tanah dan air
permukaan DAS Baubau dan menjadi kawasan potensial untuk daerah resapan air,
zona 2 merupakan kawasan pemukiman dan pada bagian hulu zona ini digunakan
sebagai lahan pertanian terbatas dengan memperhatikan ekologi kawasan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa zonasi kawasan resapan air tanah di
DAS Baubau harus difokuskan pada faktor litologi (geologi), kelerengan
(topografi) dan penggunaan lahan serta kemampuan tanah untuk meloloskan air
(infiltrasi). Litologi merupakan faktor yang urgen dimana menyangkut
kemampuan suatu batuan untuk menyimpan dan meloloskan air. Kelerengan juga
hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penentuan zonasi karena terkait
tentang kebencanaan yang rentan terhadap terjadinya erosi atau banjir yang dapat
berakibat pada buruknya kualitas air. Sedangkan penggunaan lahan juga harus
dikontrol karena terkait aktivitas manusia dalam pengalihan fungsi lahan dan
infiltrasi merupakan data pendukung untuk mengetahui secara real nilai
permeability kawasan yang ditetapkan untuk menjadi zonasi air tanah.
Pembagian dan banyaknya zonasi dari sebuah daerah resapan air sangat
tergantung pada sifat dan karakteristik kawasan daerah resapan itu sendiri,
misalnya jenis dan karakteristik batuan penyusun kawasan, penggunaan dan
peruntukan lahan, kondisi topografi dan lainnya.
Pulau Buton yang letaknya di ujung tenggara Sulawesi Tenggara termasuk
dalam kelompok pulau-pulau diantaranya pulau Muna, Pulau Wawoni dan Pulau
Kabaena. Pulau-pulau ini dipisahkan oleh selat-selat yang sempit. Dari gugusan
kepulauan Buton ini yang tersebar ketenggara, selatan dan barat daya. Terutama
pada bagian selatan Pulau Buton tertutupi oleh rangkaian karang yang berumur
Plistosen hingga ketinggian mencapai 703m. Rangkaian karang ini membentang
dengan bentuk morfologi undak (morphology terrace).
Pulau Buton membujur selaras dengan pulau lainnya dimana tingkat
morfologinya berelief sedang sampai tinggi, yang tersusun oleh batugamping,
terumbu koral, napal, serpih, batulempung dan konglomerat. Batuan beku dan
batuan metamorf ditemukan menyebar secara setempat-setempat, serta bongkahbongkah andesit sepanjang sungai di daerah ini. Struktur-struktur geologi yang
cukup kompleks di daerah Busur Banda terbentuk pada kala Eosen (Katili, 1980).
Struktur-struktur ini merupakan dampak dari pergerakan-pergerakan lempeng,
sebagai akibat dari pergerakan lempeng-lempeng pasifik dan lempeng Australia.
Berdasarkan letak topografi wilayah untuk menentukan batas-batas alami
dari suatu kawasan daerah resapan (recharge area), maka faktor kelerengan perlu
mendapat perhatian khusus. Aliran permukaan (run off) pada wilayah ini
merupakan yang tertinggi sehingga alih fungsi lahannya pun harus diperhatikan
secara serius.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik
dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi, dan faktor kelembagaan. Faktor fisik
dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah,
air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan kependudukan. Faktor pertimbangan
ekonomi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik, dan keadaan sosial
(Young, 1998).
Berdasarkan hal tersebut, dikenal bermacam-macam tipe penggunaan
lahan seperti perladangan, tanaman semusim campuran, sawah, perkebunan
rakyat, perkebunan besar, hutan produksi, hutan lindung, cagar alam, padang
penggembalaan, dan lain-lain (Sparovec et al, 2002). Sustainabilitas penggunaan
lahan dapat dipengaruhi oleh jenis pengelolaan lahan yang diterapkan serta sifatsifat lahan tersebut dalam merespon pengelolaan yang diberikan (Baja, 2002),
memaparkan peran sistem penggunaan lahan pada suatu bentang lahan. Peran
sistem penggunaan lahan pada suatu bentang lahan dapat dinilai dari sudut
perubahan tingkat evapotranspirasi yang berhubungan dengan keberadaan pohon,
laju infiltrasi tanah hubungannya dengan kondisi fisik tanah, dan laju drainase
yang berhubungan dengan jaringan drainase dan skala bentang lahan.
Penutupan lahan berbeda dengan penggunaan lahan. Tutupan lahan
berkaitan dengan jenis penutup yang terdapat pada suatu lahan, sedangkan
penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan. Asdak
(2002), membagi dua jenis penutupan lahan yaitu jenis non vegetasi dan jenis
vegetasi. Dalam Glosarry Penggunaan Lahan (2003), penutupan lahan jenis non
vegetasi disebut juga sebagai tutupan buatan yaitu bentuk-bentuk tutupan hasil
konstruksi seperti gedung, teracering, jalan, pertambangan, dan lain-lain.
Sedangkan tutupan jenis vegetasi terdiri dari berbagai jenis pohon, alang-alang,
rerumputan, dan lain-lain (Posthumus et al, 2011).
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil analisis topografi menggunakan peta kontur skala 1 : 50.000 dari peta rupa
bumi indonesia yang dideliniasi menjadi zona resapan diperoleh luas 6.932,60 ha
dengan pembagian 1 zona yaitu zona 1 memiliki luas 4.420,38 ha dan zona 2
dengan luas 2.512,22 ha. Dari analisis tersebut zona 1 merupakan zona
perlindungan air tanah dengan didominasi tingkat kemiringan lereng sangat curam
dan penggunaan lahan sebagai hutan dan zona 2 merupakan penyangga dan
kawasan budidaya dan pemukiman. Dari analisis Sistem Informasi Geografis,
berdasarkan peta geologi yang terdapat di dalam zona resapan air maka potensi
terbesar sebagai daerah resapan air terdapat pada zona I dan zona 2 dengan
didominasi oleh satuan Batupasir. Upaya-upaya yang dilakukan dalam usaha
perlindungan air tanah pada zona 1 adalah dengan cara konservasi tanah dengan
pendekatan
cara
vegetatif.
Konservasi
tanah
dilakukan
dalam
upaya
mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna lahan sesuai
dengan peruntukkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. (2010). Konservasi Tanah dan air. IPB Press. Bogor.
Asdak, C. (2002). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta; Gajah Mada University Press.
Baja, S. (2002). Metode Sistematis Penggunaan GIS dan Analytic
Hierarcy Process Dalam Evaluasi Lahan Dengan Pendekatan
Paralel. Jurnal Informatika Pertanian. Volume 11. Desember 2002.
P 619 – 635. (Online). (http;//www.litbang.deptan.go.id.
Katili, J.A., (1980) Geotectonic of Indonesia a Modern View. Department
of Geology, Bandung Institute of Technology.
Knapp, B.J, (1978). Infiltration and stotage of soil water. Dalam Hillslope
Hydrology, M.J. Kirkby (ed). John Wiley & Sons 389 hal.
Nasir, M. (2011). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Posthumus, H., Deeks, H.K., Fenn, I., and Rickson, R.J. (2011). Soil conservation
in two English catchments: Linking soil management with policies. Land
Degradation & Development, 22 (1): 97–110.
Rahayu, S, Widodo, RH, van Noordwijk, M, Suryadi, I dan Verbist, B. (2009).
Air Di Daerah Aliran Sungai. Bogor, Indonesia. World Agroforestry
Centre - Southeast Asia Regional Office. 104 p.
Sparovec, G., Beatriz, S., Ranieri L., Gasner, A., deMaria, I.C., Schnug, E., and
Joubert, A. (2002). A conceptual framework for the definition of the
optimal width of riparian forests Agriculture, Ecosystems and
Environment, 90: 169–175.
Tamim, MZ. Amirul. 2012. Model Rekayasa Sumber Daya Alam Dan Buatan
Secara Terintegrasi Berbasis Kinerja Das Baubau. Universitas
Hasanuddin.
Young, A. (1998). Land Resources: Now and for the Future. Cambridge
University Press, Cambridge.
60.00
51.61
50.00
40.00
30.00
23.35
13.00
20.00
6.68
5.36
15 - 25 %
25 - 45 %
10.00
0.00
0-8%
8 - 15 %
> 45 %
Gambar 1. Diagram persentase (%) luas DAS Baubau berdasarkan kelas
kemiringan lereng
Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan di DAS Baubau
No
PenggunaanLahan
Luas(ha)
1
Hutan (htn)
2.765,75
2
Ladang (ldg)
1.167,59
3
Lahan terbuka (ltbk)
1.142,14
4
Pemukiman (pm)
5
Rumput (rpt)
68,27
6
Sawah (sw)
41,44
7
Semak/belukar (smk/b)
698,01
1.049,40
70.80
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
18.94
20.00
8.50
1.76
10.00
0.00
batugamping
ultrabasa
tufa
batupasir
Gambar 2. Diagram persentase (%) pola litologi batuan DAS
Baubau.
Gambar 3. Peta kelerengan untuk zonasi kawasan perlindungan
air tanah DAS Kota Baubau
63.76
70
Persentase (%)
60
36.24
50
40
30
20
10
0
1
2
Zona
Gambar 4.
Diagram persentase (%) zonasi kawasan pada DAS
Baubau
Download