1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
1.
Permasalahan
Manusia senantiasa selalu mencari dan berusaha untuk memahami Tuhan,
baik sebagai sesuatu yang transenden ataupun yang imanen. Persoalan yang
timbul adalah apakah Tuhan yang dipahami manusia merupakan Tuhan yang
sebenarnya atau Tuhan yang dikonsepsikan oleh manusia. Mendeskripsikan
Tuhan sebagai bukan apa-apa lebih tepat daripada sebagai Zat Yang Maha Tinggi
karena Tuhan tidak ada dalam cara apapun yang dapat dipahami manusia,
manusia tidak dapat mengkonsepsikan Tuhan dengan tepat.
Manusia mencoba memahami Tuhan melalui agama. Agama dianggap
mampu untuk membuka realitas baru dalam memahami tentang “Yang Maha
Tinggi”. Agama merupakan alat legitimasi atas realitas kehidupan sosial
masyarakat yang efektif (Berger, 1991:40). Agama lebih lanjut sering dijadikan
legitimasi untuk membangun persepsi masyarakat agar suatu kekuasaan diakui
sebagai dari Yang Ilahi. Efektifitas agama sebagai instrumen legitimasi kehidupan
sosial itu terjadi karena pemikiran keagamaan dapat menghubungkan konstruksi
tentang kondisi-kondisi yang tidak dapat dijangkau oleh nalar manusia, konstruksi
tentang kehidupan setelah mati dan kehidupan supranatural. Selain itu, efektifitas
agama dalam melegitimasi konstruksi tentang tatanan realitas sosial ternyata
memberikan pengaruh pada perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
1
2
Peran agama dalam kehidupan individu dan masyarakat yang terus
berkembang dan juga sebaliknya bagaimana tuntutan akan perubahaan dalam
kehidupan sosial itu telah membentuk konstruksi pemikiran dan perilaku religius
masyarakat menuntut arah baru dalam studi agama-agama, yaitu perlunya
pendekatan yang bersifat multidimensional. Sudah menjadi satu keharusan jika
arah baru studi agama dewasa ini cenderung tidak sekedar memberi tekanan pada
penggunaan pendekatan teologis yang terlalu abstrak dalam memberikan jawaban
tentang persoalan dalam beragama, tetapi juga secara komprehensif menggunakan
pendekatan sebagaimana berkembang dalam ilmu-ilmu sosial humaniora seperti
pendekatan historis, psikologi, sosilogi, antropologi, maupun ilmu-ilmu sosial
yang lain.
Memahami Agama melalui pendekatan ilmu sosial humaniora pada
dasarnya merupakan sebuah cara atau jalan untuk memandang agama dengan
memberi fokus perhatian pada aspek kemanusian dalam sistem keyakinan dan
praktik keagamaan. Kajian sosial dalam keagamaan dirumuskan sebagai studi
tentang keterkaitan antara agama dan masyarakat dan juga bentuk-bentuk interaksi
sosial yang terjadi akibat adanya dialektika yang terjadi antara agama di satu sisi
dengan masyarakat. Semua hal yang terkait dengan realitas sosial, korelasinya
dengan agama, dan bagaimana agama itu berlaku dalam konteks sosial.
Agama seringkali menjadi persoalan yang sensitif dan sangat krusial karena
umat manusia menjadikan agama sebagai kerangka berpikir dan bertindak dalam
seluruh dimensi lahir batin. Setiap kelompok agama bahkan antar individu
pemeluk agama mempunyai pengalaman religius yang berbeda-beda dalam
3
hidupnya. Bagi kaum beragama, lahirnya agama dianggap sebagai sesuatu hal
yang bersifat wajar dan dapat begitu saja diterima. Agama menurut mereka
merupakan jawaban atas wujud ungkapan iman manusia terhadap kepercayaan
kepada Tuhan. Agama bagi kaum beriman merupakan sesuatu yang baik dan
positif karena dapat menyelamatkan manusia. Akan tetapi sebaliknya bagi
kelompok tertentu yang memiliki pandangan negatif terhadap agama, bagi mereka
agama hanya membuat manusia malas. Agama merupakan bentuk gambaran ilusi
dan mimpi manusia agar ia tidak gelisah.
Seorang filsuf Jerman yang menaruh perhatiaan pada persoalan agama
dengan sudut pandang fenomena sosial adalah Karl Marx. Karl Marx terkenal
karena ucapannya bahwa “agama adalah candu rakyat”. Agama menjanjikan
kebahagiaan di alam sesudah kehidupan, membuat orang miskin dan tertindas
menerima saja nasib daripada memberontak terhadapnya. Hal itu lebih lagi
berlaku bagi Lenin yang menulis bahwa “agama adalah candu bagi rakyat”, jadi
agama dengan licik diciptakan kelas-kelas atas untuk menenangkan rakyat
tertindas. Marx berpendapat beragama adalah bentuk perealisasian hakekat
manusia dalam angan-angan saja, tanda bahwa manusia justru belum berhasil
merealisasikan hakikatnya. Beragama adalah tanda keterasingan manusia dari
dirinya dan dunia sosialnya. Manusia merealisasikan diri hanya dalam khayalan
agama
karena
struktur
masyarakat
nyata
tidak
mengizinkan
manusia
merealisasikan diri dengan sungguh-sungguh (Suseno, 1999:72).
Semakin manusia mengkonsumsi agama, maka akan semakin gila atau
bahkan sudah lebih gila sebelumnya. Itulah yang selama ini diungkapkan oleh
4
Marx. Manusia tidak mempedulikan perihal-perihal materi yang sudah tentu hadir
dalam kehidupan nyata. Manusia hanya terlena dengan khayalan-khayalan tentang
agama dan kehidupan akhirat, hikmah-hikmah, dan mistik.
Agama seperti candu, menghancurkan, menjerumuskan dan merusak tatanan
kehidupan manusia di muka bumi dengan janji-janji yang tidak rasional. Orangorang yang terpuruk di dunia nyata, misal dalam hal ekonomi maupun
kesejahteraan hidup lainnya, selalu melarikan diri kepada agama. Manusia
mencari ketenangan dalam agama, seakan agama memberikan kesejahteraan dan
uang yang banyak, padahal tidak. Orang hanya akan semakin ketergantungan
dengan agama.
Persoalan diatas menunjukkan agama telah kehilangan fungsinya sebagai
aturan moral. Agama justru menjauhkan manusia dari dimensi kemanusiaannya
itu sendiri. Ajaran agama tidak sesuai dengan problematik manusia yang konkrit.
Rumusan ajaran agama sering tidak berpihak pada kenyataan di dunia sehingga
agama menjadi terpisahkan dengan realitas.
Dilihat dari signifikasinya, upaya-upaya intelektual Marx dapat dikatakan
cukup komprehensif dan merambah luas. Marx dapat disebut sebagai pemikir
generalis, tidak terkukung pada spesifikasi tematik tertentu. Kajian yang
dikemukakan Marx berimplikasi luas dan kompleks. Bertolak dari sentralisasi
manusia, Marx menyorot soal struktur sosial masyarakat, negara, ideologi, dan
juga soal agama (Sentosa, 1998: 4).
Terkait dengan pandangan Karl Marx tentang persoalan dalam beragama,
penulis tertarik untuk mencermati film PK sebagai objek material penelitian. PK
5
adalah film drama komedi India yang dirilis tahun 2014 yang menceritakan
tentang pencarian alien terhadap Tuhan. Film ini disutradarai oleh Rajkumar
Hirani, diproduksi oleh Hirani dan Vidhu Vinod Chopra, ditulis oleh Hirani dan
Abhijat Joshi, dibintangi Aamir Khan sebagai pemeran utama. Seperti halnya film
Bollywood 3 Idiots yang pernah populer dibintangi oleh Aamir Khan, film ini
juga dianggap sebagai film India paling sukses sepanjang masa. Situs
perdagangan internasional (boxofficemojo.com) telah melaporkan bahwa PK
adalah film India pertama yang mendapatkan US $ 100 juta (Rs 630 crore) di
seluruh dunia. Selain itu, film PK juga menerima penghargaan sebagai film
terbaik dari International Indian Film Academy Award, penghargaan Filmfare
sebagai dialog terbaik, dan penghargaan Star Guild Award untuk Sutradara
Terbaik.
Film ini berawal dari seorang alien yang ditugaskan untuk melakukan
penelitian dibumi dengan hanya bermodalkan remote control. Tokoh alien ini
diperankan oleh Aamir Khan. Baru saja sampai dibumi remote control miliknya
dirampas oleh manusia, sehingga tidak bisa berkomunikasi lagi dengan pesawat
yang mengatarnya ke bumi. Tanpa remote control alien tidak bisa untuk kembali
ke planet asalnya.
Selama proses perjalanannya mencari remote control, alien menemukan
suatu fenomena aneh dibumi yang berbeda dengan planetnya. Pakaian, bahasa,
agama, uang merupakan hal yang rumit untuk dipahami alien karena berbeda
dengan daerah asalnya. Pencarian remote control berubah menjadi pencarian
Tuhan. Ketika alien menanyakan kepada manusia dimana remote controlnya
6
berada, semua orang memberikan jawaban yang hampir sama “hanya Tuhan yang
tahu”.
Film PK menggambarkan bagaimana bentuk kondisi keberagamaan
masyarakat India pada saat itu. Penghayatan dalam beragama yang berlebihan
membuat manusia jauh pada tataran dimensi kodrati kemanusiaannya. Film ini
menceritakan tentang bagaimana doktrin agama berhasil menidurkan manusia
sehingga tidak bisa untuk mengembangkan hakekatnya secara nyata dan positif.
Kondisi yang seperti ini dimanfaatkan oleh pemuka agama untuk mengambil
keuntungan dan memperkaya dirinya dari hasil kebohongan untuk menakuti para
pengikutnya.
Penulis memilih film sebagai objek material karena film dapat merangsang
cara berpikir manusia lebih cepat dibandingkan membaca buku. Film dapat
diserap dengan mudah oleh masyarakat karena menyajikan informasi dalam
bentuk visual. Informasi yang dicerna dalam gambar gerak akan lebih cepat
dibandingkan memahami konsep sebuah kalimat dalam sebuah buku.
Cerita film selalu meninggalkan pesan moral yang menggambarkan realita
masyarakat pada saat itu. Film sebagai salah satu wadah penyampaian informasi
kepada masyarakat, menarik untuk dikaji dari sudut pandang filsafat. Seperti yang
jelaskan oleh Bambang Sugiharto melalui kata pengantarnya dalam buku karya
Mark Rowlands (2004: xxxi) memaparkan beberapa hal mengapa film bisa
dijadikan sebagai media perenungan filosofis
Pertama, bahasa film merupakan bahasa pengalaman, bukan bahasa konsep.
Informasi yang terkandung dalam sebuah film akan lebih mudah untuk diserap
7
dibandingkan membaca kalimat demi kalimat dalam buku. Hal ini dikarenakan
bahasa yang digunakan di dalam film merupakan bahasa empiris, bahasa visual,
dan gerak tubuh sedangkan bahasa yang digunakan di dalam buku merupakan
bahasa konsep. Bahasa konsep dalam sebuah buku memerlukan interpretasi
sehingga pemahaman antara individu yang satu dengan yang lainnya dapat
berbeda.
Kedua, film mampu membukakan kemungkinan-kemungkinan baru untuk
memahami realitas saat ini maupun masa depan secara grafis dan imajinatif. Film
selalu menampilkan cerita-cerita yang berangkat dari realitas manusia.
Penyampaian informasi yang sulit diungkapkan dapat diselipkan ke dalam narasi
film.
Ketiga, film mampu menyingkapkan pergulatan batin eksistensial
tersembunyi manusia dalam dunianya yang spesifik. Konseptual filosofis yang
biasanya abstrak menemukan sosok konkritnya di sana. Kehidupan konkrit bisa
jauh lebih kompleks dibandingkan dengan wacana filsafat. Film mampu
memberikan gambaran untuk membuat manusia dapat melihat sisi-sisi baru
realitas kehidupan lebih dari yang pernah dilihat dan disadari.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan dari latar belakang diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut:
a. Apa hakikat agama menurut Karl Marx?
b. Bagaimana fenomena keberagamaan dalam film PK?
8
c. Apa persoalan penghayatan beragama dalam film PK ditinjau
berdasarkan pemikiran Karl Marx?
3. Keaslian Penelitian
Sejauh pengamatan dan penelusuran yang dilakukan, peneliti belum pernah
menemukan tulisan, jurnal, buku, skripsi atau karya ilmiah lainnya yang
membahas secara terperinci mengenai Dimensi Pemikiran Karl Tentang
Penghayatan Beragama Dalam Film PK. Berikut penulis menemukan beberapa
karya ilmiah yang berhubungan dengan tema penelitian yaitu :
a. Felix Sri Suwantoro. 1985. Kritik Filosofis Feuerbach Tentang Agama dan
Ketuhanan.
Skripsi.
Fakultas
Filsafat
Universitas
Gadjah
Mada
Yogyakarta. Skripsi ini memaparkan pandangan Feuerbach sehubungan
dengan kritiknya terhadapa agama dan ketuhanan.
b. Giyono, 1989. Keterasingan Manusia Modern Menurut Karl Marx.
Skripsi. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi ini
mengemukakan secara umum tentang keterasingan manusia modern yang
merupakan titik sentral perhatian Marx di waktu mudanya dan berlanjut
pada masa tuanya dalam tindakan praktis revolusioner.
c. Firman Sentosa. 1998. Pandangan Karl Marx Tentang Agama (Suatu
Tinjauan Filsafat Sosial). Skripsi. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Skripsi ini memaparkan tentang Pandangan Karl Marx
terhadap agama berdasarkan perspektif antroposentris atau antropologis.
d. Tri Utamai Oktafiani. 2015. Tinjauan Filsafat Perennial Terhadap Konsep
Ketuhanan Dalam Film PK. Skripsi. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
9
Mada Yogyakarta. Skripsi ini menjelaskan Tinjauan Filsafat Perennial
terhadap konsep ketuhanan dalam film PK menunjukkan bentuk dan
substansi agama, realitas ultim, serta pluralitas agama.
4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, pemahaman, serta
memeperkaya perspektif bagi umat beragama tentang Realitas persoalan
keberagamaan. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan masukan
bagi masyarakat tentang persoalan nilai religius, secara khusus bagi negara
Indonesia yang memiliki pluralitas agama
b. Bagi Ilmu Filsafat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis mengenai
kajian Ilmu Filsafat yang membahas permasalahan tentang keberagamaan
khususnya yang
menggunakan teori Karl Marx. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumber referensi dalam diskusi yang membahas
tema yang berkaitan dengan persoalan dalam beragama.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai bentuk aktualisasi pemikiran filsafat dan digunakan
untuk konsep berpikir terhadap persoalan-persoalan keberagamaan.
B. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan hakikat agama menurut Karl Marx.
10
2. Menjelaskan persoalan keberagamaan dalam film PK.
3. Menganalisis persoalan penghayatan beragama dalam film PK dengan
menggunakan pemikiran Karl Marx.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Objek material dalam penelitian ini adalah Film PK, sebuah film yang
mengangkat
realitas
masyarakat
dalam
mengkonsepsikan
Tuhan.
Data
kepustakaan yang dirancang oleh peneliti terdahulu tentang film PK adalah skripsi
yang ditulis oleh Tri Utamai Oktafiani, mahasiswa Filsafat Universitas Gadjah
Mada dengan fokus pembahasan Tinjauan Filsafat Perennial Terhadap Konsep
Ketuhanan Dalam Film PK.
Tri Utamai Oktafiani (2015: 98-99) menjelaskan tentang Tinjauan Filsafat
Perennial terhadap konsep ketuhanan dalam film PK menunjukkan bentuk dan
substansi agama, Realitas Ultim, serta pluralitas agama. Bentuk dan substansi
agama ditunjukkan dengan adegan-adegan dalam film yang memiliki dimensi
eksoterik dan esoterik dalam agama. Dimensi eksoterik merupakan aspek luar,
bentuk formal, ritual, serta etika yang terdapat dalam agama. Dimensi esoterik
merupakan esensi terdalam berupa pengalaman keilahian (religious experience)
yang dimiliki oleh setiap agama. Pada dasarnya, setiap agama meyakini ada satu
kesamaan dalam setiap ajaran agama yang menjadi sumber kebaikan yaitu
Realitas Ultim. Realitas Ultim ialah sumber kesejatian yang merupakan inti dari
setiap tradisi. Manusia meyakini bahwa Tuhan sebagai Realitas yang tidak
terbantahkan dapat menyelasaikan permalasahan manusia. Keyakinan manusia
11
terhadap Tuhan, terlepas dari bahasa, simbol, atau ritual yang berbeda, menunjukkan
bahwa terdapat gambaran mengenai Realitas Ultim dalam film PK. Film PK yang
mengambil latar di India menunjukkan gambaran pluralitas agama. Pluralitas
agama digambarkan dengan tiga agama dominan di India yaitu Hindu, Kristen,
dan Islam.
Skripsi dari Giyono (1989: 93) yang berjudul Keterasingan Manusia
Modern Menurut Karl Marx menjelaskan bahwa Tuhan merupakan proyeksi diri
manusia yang terasing di dalam kehidupan sosial ekonomi. Manusia
memproyeksikan ada miliknya diluar dirinya sendiri, karena tidak menemukan
dalam dunia tempat dirinya hidup. Dapat disimpulkan bahwa keterasingan agama
pada dasarnya merupakan penyimpangan hidup yang dikarenakan keterasingan
dalam dunia sosial yang mewujud pada suatu penciptaan yang darinya dijadikan
tempat gantungan hidup.
Firman Sentosa dalam skripsinya yang berjudul Pandangan Karl marx
Tentang Agama (Suatu Tinjauan Filsafat Sosial) menjelaskan bagi Marx adalah
jelas bahwa kesadaran beragama pada diri manusia merupakan duplikasi
kesadaran tentang realitas yang diimpikan manusia itu sendiri yang belum
terwujud atau terenggut dari dirinya. Agama dalam wacana Marx dibagi kedalam
bentuk: a.) Agama sebagai refleksi alienasi manusia, b.) Agama sebagai proyeksi
ideal sosial manusia, c.) Agama dalam rumusan Quasi-Religions. Dipahami pula
bahwa kesadaran pada manusia ini sekaligus menyiratkan realitas keberadaanya,
keterasingan. Manusia terasing dari realitas yang diimpikan dan ini kemudian
dilarikan kedalam agama (Sentosa, 1998: 52).
12
Felix Sri Suwantoro dalam skripsinya yang berjudul Kritik Filosofis
Feuerbach Tentang Agama dan Ketuhanan memaparkan bahwa agama tidak lain
hanyalah merupakan suatu perwujudan cita-cita manusia. Ilusi religius terdiri dari
membuat suatu objek yang bersifat imanen pada pikiran kita menjadi bersifat
lahiriah mewujudkan dan mempersonifikasikannya (Suwantoro, 1985: 53).
Feuerbach berpendapat bahwa manusia tidak diciptakan oleh Tuhan, akan tetapi
justru sebaliknya Tuhan diciptakan manusia. Agama atau Tuhan adalah hasil
ciptaan pikiran manusia sebagai pemisahan diri dan pengasingan diri dari
kesadaran.
D. LANDASAN TEORI
Defenisi tentang agama dapat dipilah dalam dua pengertian, yaitu defenisi
agama secara substantif dan defenisi agama secara fungsional. Defenisi agama
secara substantif merupakan pembatasan pengertian agama dengan melihat isi dari
keyakinan dan ritual keagamaan. Sementara itu defenisi fungsional lebih
menekankan pada pemahaman terhadap agama dengan mendasarkan pada
pengertian yang diberikan dengan mengkaji fungsi dari doktrin dan praktik
keagamaan bagi masyarakat.
Umumnya dalam pemahaman agama melalui defenisi fungsional hal-hal
yang bersifat substansi atau isi dari keyakinan dan praktik religius dianggap
kurang begitu penting dibandingkan dengan konsekuensi dari aktivitas keagamaan
menurut sistem keyakinan dan ritual (Soehadha, 2014:7). Kajian agama dalam
pengertian fungsional ini berbicara tentang fungsi yang berkaitan dengan
13
kelompok sosial (meaning for social group) dan fungsi yang berkaitan dengan
kehidupan individu-individu sebagai bagian dari kelompok sosial terkait dengan
peran agama itu sebagai aturan normatif yang secara sosial melegitimasi tindakan
sosial. Robert N.Bellah memberikan argumen bahwa agama dipandang sebagai
nilai sentral yang berperan dalam sebuah sistem sosial (Shoehadha, 2014:8).
Sebagai contoh adalah bagaimana aturan tentang kasta dalam agama Hindu telah
melegitimasi struktur sosial yang terdiferensiasi dalam kelas-kelas sosial.
Kajian fungsional tentang implikasi persoalan beragama dalam institusi
sosial pernah dilakukan oleh Karl Marx. Karl Marx (1818—1883) berkutat pada
konsep-konsep dan tatanan-tatanan dalam masyarakat dan sejauh mana semuanya
itu berhubungan serta akhirnya membentuk suatu konsep dan model masyarakat
yang baru.
Memahami keberadaan dan pengaruh agama terhadap manusia, Marx
mendapatkan inspirasi pemikirannya dari pandangan tokoh yang bernama
Feuerbach. Pada tahun 1841, terbit suatu karya Feuerbach yang berjudul Das
Wesen des Christentums (Hakikat Agama Kristiani). Feuerbach memandang
bahwa bukan Tuhan yang menciptakan manusia tetapi sebaliknya Tuhan adalah
ciptaan angan-angan manusia. Agama merupakan proyeksi hakikat manusia dan
dengan demikian agama mengungkapkan keterasingan manusia dari dirinya
sendiri (Hardiman, 2004: 29).
Berdasar pemikirannya Feuerbach, Marx menambahkan bahwa orang
kristiani mempercayai bahwa Allah itu menciptakan manusia secitra dengan-Nya.
Padahal yang menjadi kebenaran bagi Marx adalah bahwa manusia menciptakan
14
Tuhan sesuai dengan citranya. Kekuatan dan kemampuan manusia lalu
diproyeksikan ke dalam Tuhan yang dimunculkan sebagai yang Maha Kuasa dan
Maha Sempurna (Hamilton, 1995: 81).
Keterlibatan Marx dalam diskusi tentang agama lebih berpangkal pada
pencariannya pada hubungan intensif antara realitas sosial dan sebab pertama
yang mendasari mengapa realitas itu muncul. Agama bagi Marx memiliki dua sisi
dan karena itu segala kritik terhadapnya mesti perlu dikritisi: apakah berasal dan
mengarah pada realitas primer dari agama itu sendiri (aspek transendental,
misteri) atau realitas sekunder semata (aspek konkrit, riil, nyata) (Hadiwijono,
1980:20).
Lebih lanjut lagi agama menurut Marx adalah universal ground of
consolation dan sebagai candu rakyat. Pengertian memuat suatu implikasi bahwa
apapun penghiburan yang dibawa oleh agama bagi mereka yang menderita dan
tertindas adalah merupakan suatu penghiburan yang semu dan hanya memberi
kelegaan sementara. Agama tidak menghasilkan solusi yang nyata dan dalam
kenyataannya, justru cenderung merintangi berbagai solusi nyata dengan
membuat penderitaan dan penindasan menjadi dapat ditanggung. Solusi nyata
yang dimaksud di sini adalah terkait dengan pengusahaan peningkatan
kesejahteraan secara material. Agama ternyata tidak mampu mengarah pada hal
tersebut. Agama justru membiarkan kondisi yang sudah ada, meskipun orang
sedang mengalami penderitaan. Agama mengajak orang hanya berpasrah dengan
keadaan daripada mengusahakan barang-barang yang dapat memperbaiki kondisi
hidup (Hamilton, 1995: 82).
15
Marx mengatakan bahwa beragama menjadi semacam ekspresi atas protes
terhadap penindasan dan penderitaan riil. Marx menulis: “penderitaan agama
adalah pada saat yang sama merupakan ekspresi atas penderitaan yang riil dan
suatu protes terhadap penderitaan yang riil. Agama adalah keluh kesah mahluk
yang tertindas, hati dari suatu dunia yang tak memiliki hati, sebagaimana juga
merupakan jiwa dari suatu keadaan yang tidak memiliki jiwa (Marx, 1992: 244).
Keinginan untuk beragama menjadi semacam pelarian karena realitas
memaksa manusia untuk melarikan diri. Manusia lalu hanya dapat merealisasikan
diri secara semu yakni dalam khayalan agama karena struktur masyarakat nyata
tidak mengizinkan manusia merealisasikan diri dengan sungguh-sungguh. Karena
dalam masyarakat nyata manusia menderita, manusia lalu mengharapkan
mencapai keselamatan dari surga. Oleh karenanya, penyebab keterasingan yang
utama haruslah ditemukan dalam keadaan masyarakat itu sendiri (Suseno, 1999:
73).
Karl Marx menekankan bahwa agama mempunyai peran penting bagi
terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Bagi Marx, agama merupakan alat
legitimasi kelas penguasa untuk tindakan eksploitatif yang dilakukannya. Kaum
kapitalis menggunakan fatwa-fatwa dari kalangan agamawan (gereja) untuk
melegalkan kebijakan-kebijakan yang diterapkan kepada parah buruh. Dengan
demikian agama tidak memberikan pencerahan bagi masyarakat, bahkan
sebaliknya.
16
E. METODE PENELITIAN
1. Bahan Penelitian
Bahan dan materi kepustakaan terdiri dari berbagai sumber yaitu buku,
artikel, dan sumber lainnya yang relevan dengan pembahasan tema penelitian.
Data kepustakaan dalam penelitian ini dapat dibagikan kedalam dua kategori,
yang bersumber dari data primer dan data sekunder:
a. Data Primer
Berikut beberapa sumber yang dijadikan sebagai data primer:
1) Film “PK”, 2014, karya Rajkumar Hirani produksi Rajkumar Hirani Films
dan Vinod Chopra Films, India.
2) Marx, Karl. 1961. Capital: A Critique of Political Economy. Moscow:
Foreign Languages Publishing House.
3) Marx, Karl. 1992. Early Writings, London: Pinguin Books.
4) Marx, Karl & Engels, F. 1962. On Religion. Moscow: Foreign Languages
Publishing House.
5) Marx, Karl & Engels, F. 1988. Economic and Philosophic Manuscript of
1844 Karl Marx and The Communist Manifesto. New York: Prometheus
Books.
b. Data Sekunder
Bahan sekunder merupakan bahan yang diperoleh dari berbagai tulisan atau
sember lainnya yang digunakan peneliti sebagai tambahan seperti buku, artikel,
surat kabar ataupun tilisan yang bersumber dari internet yang berhubungan
dengan tema penelitian.
17
Berikut beberapa sumber yang dijadikan sebagai data sekunder:
1) Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosial Utopis Ke
Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia.
2) Elster, John. 1986. Karl Marx: A Reader. Cambridge: Cambridge
University Press.
3) Hamilton, Malcolm B. 1995. The Sociology of Religion, London:
Routledge.
4) Suseno, Franz Magnis. 2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius.
2. Jalan Penelitian
Penelitian dijalankan dengan langkah-langkah berikut:
a. Tahap persiapan: dimulai dengan mengumpulkan data kepustakaan yang
berhubungan dengan objek material dan objek formal
b. Tahap pengolahan data: data yang dikumpulkan akan diolah, kemudian
dilakukan penguraian sesuai dengan objek material dan objek formal.
c. Tahap penyusunan akhir: hasil pengolahan data akan disusun kedalam
bentuk hasil laporan penelitian yang sesuai dengan kerangka berpikir dan
pembahasan penelitian.
3. Analisis Hasil
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merujuk buku
Metodologi Penelitian Filsafat karangan Anton Bakker dan Achmad Charris
Zubair (1994) yang di mana penelitian ini menggunakan metode sistematis
refleksif. Data yang didapat akan dianalisis dan direfleksikan menggunakan
18
beberapa unsur metode penelitian filsafat. Adapun unsur-unsur metodis sebagai
berikut:
1. Deskripsi, yakni menjelaskan gambaran tentang persoalan beragama dan
pemahaman tentang Tuhan dalam film PK serta memaparkan konsep
persoalan dalam penghayatan beragama menurut Karl Marx.
2. Interpretasi, yaitu memahami isi dari film PK dan konsep agama menurut
Karl Marx sehingga dapat menangkap yang menjadi inti persoalannya.
3. Holistika, yaitu memahami keseluruhan dari aspek-aspek dan latar
belakang pembuatan film PK serta nilai-nilai filosofis yang terkandung
dalama pemikiran Karl Marx.
4. Koherensi Intern, unsur-unsur pemahaman dan persoalan filosofis dalam
film PK dihubungkan dengan pandangan filosofis Marx tentang hakekat
agama. Pemahaman menyeluruh atas unsur-unsur filosofis akan mendapat
arti dan kedudukannya.
F. HASIL YANG DICAPAI
Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh penjelasan yang lebih rinci tentang hakikat agama menurut Karl
Marx.
2. Memperoleh penjelasan yang komprehensif tentang fenomena keberagamaan
dalam film PK.
19
3. Menganalisis dan memberikan penjelasan secara filosofis persoalan
penghayatan beragama dalam film PK ditinjau dengan menggunakan
perspektif Karl Marx
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan penelitian ini akan dirumuskan kedalam lima bab
yaitu:
1. BAB I berupa pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka sebagai dasar landasan teori,
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian, hasil yang akan dicapai,
dan sistematika penulisan.
2. BAB II berupa pembahasan objek formal penelitian yaitu uraian tentang Karl
Marx meliputi biografi Karl marx, sumber-sumber pemikiran, karya-karya
Karl Marx, pandangan Karl Marx tentang agama.
3. BAB III berupa pembahasan objek material yaitu uraian tentang film PK
meliputi latar belakang film, sinopsis film, karakteristik tokoh dalam film,
dan fenomena keberagamaan dalam film PK.
4. BAB IV merupakan analisis persoalan penghayatan beragama dalam film PK
ditinjau berdasarkan pemikiran Karl Marx
5. BAB V merupakan penutup dari rangkaian penelitian yang berisikan
kesimpulan dan saran.
Download