BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya air tanah merupakan sumberdaya alam yang terbarukan (renewable natural resources), dan memainkan peranan penting pada penyediaan pasokan kebutuhan air untuk berbagai keperluan. Mengingat peranannya yang semakin vital, maka pemanfaatan air tanah harus memperhatikan keseimbangan dan pelestarian sumberdaya itu sendiri atau dengan kata lain pemanfaatan air tanah harus berwawasan lingkungan dan lestari (sustainable). Air tanah sebagai salah satu sumberdaya air, saat ini telah menjadi permasalahan nasional yang cukup komplek, sehingga mutlak dituntut perlunya langkah-langkah nyata untuk memperkecil dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan eksploitasi air tanah yang tidak terkendali. Pengelolaan air tanah harus dilakukan secara bijaksana yang bertumpu pada aspek hukum, yakni peraturan yang berlaku di bidang air tanah, serta aspek teknis yang menyangkut pengetahuan ke-air tanah-an (groundwater knowledge) di suatu daerah. I.1 Latar Belakang Pemakaian sumberdaya air tanah dari waktu ke waktu dirasakan semakin terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi, penduduk dan perkembangan pembangunan lainnya yang juga semakin berkembang. Disamping itu airtanah masih dianggap sebaqai sumber air bersih yang cukup dapat menjamin kualitasnya dan cukup ekonomis cara pengambilannya. Dalam menghadapi era pembangunan ini juga pemerintah belum dapat memenuhi dalam pelayanan menyediakan air bersih dari sumber lain untuk berbagai keperluan. Dampak dari pemakaian air tanah yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius, yang sangat sukar untuk menanggulanginya. Seperti menjadi tidak seimbangnya antara pengambilan airtanah di daerah keluaran (discharge area) dan daerah pemasukan airtanah (recharge area), kemudian juga dapat menimbulkan intrusi air laut ke arah daratan yang dapat mengkontaminasi airtanah. I.2 Tujuan Penyelidikan Penyelidikan pendugaan geolistrik bertujuan untuk mengetahui keberadaan lapisan batuan yang berfungsi sebagai akuifer, dimana hasil pendugaan geolistrik ini akan memberikan gambaran tentang keadaan lapisan batuan bawah permukaan tanah seperti ketebalan, kedalaman, serta penyebaran lapisan batuan sehingga nantinya akan membantu perencanaan lokasi dan kedalaman sumur bor. 1.3 Lingkup pekerjaan Lingkup pekerjaan pelacakan airtanah dalam yang dilaksanakan, terutama terdiri dari: 1. Pekerjaan persiapan yang meliputi: studi meja. Peninjauan awal lapangan, mobilisasi personil dan peralatan. Studui meja merupakan evaluasi data yang telah ada untuk mengetahui kondisi umum daerah penyelidikan dan sekitarnya, terutama: bentukan morfologi, stratigrafi umum dan struktur geologi. 2. Survey geolistrik atau pengukuran tahanan jenis dengan metoda Schlumberger. Perkejaan ini terutama dimaksudkan untuk mengetahui kondisi geologi dibawah permukaan, terutama keberadaan lapisan batuan pembawa airtanah (akuifer) 3. Analisis terpadu berdasarkan data-data sekunder dan data survei geolistrik. 4. Penyusunan laporan. I.4 Waktu dan Lokasi Penyelidikan Pendugaan geolistrik di lokasi ini telah dilaksanakan pada tanggal 07 Januari 2012 menghasilkan 3 (tiga) titik duga geolistrik di lokasi PESANTREN HABIBURAHMAN, Desa Bojong, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung. I.5 Peralatan yang digunakan Adapun peralatan yang digunakan dalam penyelidikan ini adalah sebagai berikut : Peralatan geolistrik NANIURA NRD 300 HF Elektroda arus yang terbuat dari logam atau stainless steel, elektroda potensial porous pot Cu-CuSO4 Kabel Alat komunikasi GPS Palu atau martil dan alat penunjang lainnya. BAB II GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI II.1 Geologi Daerah Penyelidikan Secara vertikal maupun lateral, satuan batuan yang menyusun daerah ini adalah: Endapan vulkanik muda terdiri tufa, lahar, breksi dan lava andesit sampai basal. Kelulusan tinggi hingga sedang; berkelulusan tinggi terutama pada endapan lahar dan aliran lava vesikuler. II.2 Hidrogeologi Bila dikaitkan dengan geologi regional maka hidrogeologi atau muka air tanah daerah penyelidikan berkaitan dengan kondisi batuan yang terbentuk di sekitar daerah ini. Kondisi hidrogeologi, umumnya berkaitan erat dengan sistem akuifer tertentu. Hasil pengamatan hidrologi setempat, tampak jenis batuan yang dapat bertindak sebagai akuifer (lapisan pembawa air) yang produktif terutama dari jenis pasir yang termasuk ke dalam sistem akuifer melalui ruang antar butir dan termasuk sistem akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas (Akuifer dengan keterusan sangat beragam; kedalaman muka airtanah umumnya dalam; debit sumur umumnya kurang dari 5 liter/detik). SEBAGIAN PETA HIDROGEOLOGI LEMBAR BANDUNG Lokasi Penyelidikan LEGENDA : BAB III PENYELIDIKAN CARA TAHANAN JENIS III.1 Dasar Teori Penyelidikan geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan terhadap arus listrik, dimana setiap jenis batuan yang berbeda akan mempunyai harga tahanan jenis yang berbeda pula. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya umur batuan, kandungan elektrolit, kepadatan batuan, jumlah mineral yang dikandungnya, porositas, permeabilitas dan lain sebagainya. Berdasarkan hal tersebut di atas apabila arus listrik searah (Direct Current) dialirkan ke dalam tanah melalui 2 (dua) elektroda arus A dan B, maka akan timbul beda potensial antara kedua elektroda arus tersebut. Beda potensial ini kemudian diukur oleh pesawat penerima (receiver) dalam satuan miliVolt. Dalam penyelidikan geolistrik ini telah digunakan susunan elektroda dengan menggunakan susunan aturan Schlumberger dimana kedua elektroda potensial MN selalu ditempatkan diantara 2 buah elektroda arus (Gambar 3). Gambar 3. Susunan elektroda menurut aturan Schlumberger Pada setiap pengukuran, elektroda arus AB selalu dipindahkan sesuai dengan jarak yang telah ditentukan, sedangkan elektroda potensial MN hanya bisa dipindahkan pada jarak-jarak tertentu dengan syarat bahwa jarak MN/2 1/5 jarak AB/2. Oleh karena jarak elektroda selalu berubah pada setiap pengukuran, maka Hukum Ohm yang digunakan sebagai dasar setiap penyelidikan geolistrik dalam memperoleh harga tahanan jenis semu harus dikalikan dengan faktor jaraknya (K-Factor). Sehingga rumus untuk memperoleh harga tahanan jenis semu dapat ditulis sebagai berikut : a = .{(AB/2)2 - (MN/2)2}/MN. V/I dapat ditulis juga sebagai : a = K. V I dimana : a = Tahanan jenis semu K = Konstanta faktor geometrik, (K = .{ (AB/2)2 - (MN/2)2 }/MN) V = Beda potensial yang diukur (volt) I = Besar arus yang digunakan (Ampere) AB = Jarak elektroda arus AB (meter) MN = Jarak elektroda potensial MN (meter) BAB IV HASIL PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Tabel Korelasi Tahanan Jenis BATUAN BEKU BATUAN UBAHAN LEMPUNG SERPIH LUNAK SERPIH KERAS PASIR BATUPASIR GAMPING POROS GAMPING PADAT Skala tahanan jenis (ohm-meter) 1 10 100 1.000 10.000 100.000 IV.2 Penampang Tegak Tahanan Jenis Dari hasil interpretasi pendugaan geolistrik dan telah dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, di daerah penyelidikan pendugaan geolistrik ini bertahanan jenis antara 0 – 30 Ohm-meter. Dan dari kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokkan dengan berdasarkan perbedaan kontras harga tahanan jenisnya, yaitu : Tahanan Jenis < 30 30 – 40 40 – 80 80 – 100 100 – 200 200 < Perkiraan Litologi Lanau Lanau boulderan Tufa pasiran Tufa Tufa breksian Breksi Perkiraan Hidrogeologi Akuifer Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai keadaan lapisan batuan dibawah tanah secara vertikal, maka dapat dibuat gambar penampang tegak tahanan jenis masingmasing titik duga geolistrik. GL.1 0 10 55 32 608 175 20 30 GL.2 388 21 70 10 20 542 20 76 30 30 4076 40 50 50 60 335 70 60 80 80 9075 90 100 100 110 194 110 120 120 130 130 140 73 150 140 160 160 170 170 180 94 180 190 190 200 200 379 452 80 90 78 100 110 179 120 130 158 140 150 79 160 73 170 180 96 190 200 0 673 73 60 73 24 10 40 50 GL.3 0 62 97 70 150 Keterangan: diduga pada lapisan ini merupakan akuifer (lapisan pembawa air) Gambar 4.1. Penampang Tegak Tahanan Jenis GL.1 0 55 32 GL.2 175 20 30 073 62 608 10 388 21 10 673 20 542 20 76 30 30 40 76 40 50 50 60 335 70 60 80 80 90 75 90 100 100 110 194 110 120 120 130 130 140 73 140 150 150 160 160 170 170 180 94 180 190 190 200 200 73 60 379 70 452 80 90 78 100 110 179 120 130 158 140 150 79 160 73 170 180 96 190 200 0 24 10 40 50 GL.3 97 70 Keterangan: Tanah penutup Tufa Lanau Tufa breksian Lanau boulderan Breksi Tufa pasiran Gambar 4.2. Penampang Tegak Tahanan Jenis Tabel Hasil Penafsiran dan korelasi antara geologi, hidrogeologi dan pendugaan geolistrik di lokasi penyelidikan Titik Duga GL.1 GL.2 GL.3 Lapisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Hasil Penafsiran Tahanan Kedalaman Jenis 0.00 55.49 2.69 2.69 32.27 5.13 5.13 608.38 14.52 14.52 19.27 174.56 19.27 42.18 387.51 42.18 54.37 73.43 54.37 87.74 451.76 87.74 136.81 179.23 136.81 162.94 78.52 162.94 96.37 0.00 62.19 2.63 2.63 21.28 12.39 12.39 25.24 673.43 25.24 32.51 75.52 32.51 87.36 379.17 87.36 106.57 78.29 106.57 158.14 158.15 158.14 169.42 72.52 169.42 97.44 0.00 72.56 3.24 3.24 24.17 8.82 8.82 542.36 35.59 35.59 44.82 76.39 44.82 82.14 334.58 82.14 98.26 75.42 98.26 125.49 193.56 125.49 159.43 73.28 159.43 94.47 Perkiraan Litologi Tanah penutup Lanau boulderan Breksi Tufa breksian Breksi Tufa pasiran Breksi Tufa breksian Tufa pasiran Tufa Tanah penutup Lanau Breksi Tufa pasiran Breksi Tufa pasiran Tufa breksian Tufa pasiran Tufa Tanah penutup Lanau Breksi Tufa pasiran Breksi Tufa pasiran Tufa breksian Tufa pasiran Tufa Perkiraan Hidrogeologi Akuifer Akuifer Akuifer Akuifer Akuifer Akuifer Akuifer Akuifer BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dari hasil penafsiran dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pendugaan geolistrik telah dapat memberikan gambaran tentang keadaan lapisan batuan baik vertikal maupun lateral. 2. Kondisi hidrogeologi di daerah penyelidikan termasuk dalam sistem akuifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir dengan keterdapatannya akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas. 3. Batuan yang diharapkan dapat bertindak sebagai akuifer dalam pada lokasi penyelidikan yaitu tufa pasiran. 4. Dari hasil penyelidikan pendugaan geolistrik, dapat diketahui lapisan akuifer, yaitu : Titik Duga GL.1 GL.2 GL.3 Kedalaman (m) 42.18 – 54.37 136.81 – 162.94 25.24 – 32.51 97.36 – 106.57 158.14 – 169.42 35.59 – 44.82 82.14 – 98.26 125.49 – 159.43 Tebal (m) 38.32 37.76 59.29 V.2 Saran-saran 1. Penyediaan air bersih di lokasi penyelidikan yang diharapkan bisa diambil dari air tanah dalam dengan memakai cara pemboran dapat dilaksanakan dan disarankan di sekitar titik duga GL.3 dengan kedalaman pemboran 160 - 200 m. 2. Setelah pemboran selesai, disarankan untuk melakukan penyelidikan penampang sumur bor (well logging) agar dapat menentukan letak saringan pada akuifer yang akan disadap.