Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERDAGANGAN TAHUN 2012 JAKARTA, 7 MARET 2012 Yang Saya Hormati: 1. Saudara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Saudara Menteri Perdagangan; 3. Saudara Wakil Menteri Perdagangan; 4. Para Pejabat Eselon I dan Eselon II Kementerian Perdagangan; serta 5. Para Narasumber, undangan, dan hadirin sekalian yang berbahagia. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Selamat Pagi, dan Salam Sejahtera Untuk Kita Semua. Pada kesempatan ini marilah kita bersyukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kita dapat menghadiri acara Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Tahun 2012 ini dengan tema “Perdagangan Sebagai Sektor Penggerak Pertumbuhan”. Saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Kementerian Perdagangan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk memaparkan mengenai harapan masyarakat industri dan pemerintah terhadap Kementerian Perdagangan, yang tentunya dilihat dari perspektif pembangunan sektor industri. Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian memiliki keterkaitan yang sangat erat, baik dalam konteks pembangunan ekonomi nasional maupun latar belakang sejarah yang dulunya merupakan satu instansi, yaitu Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Kita terus berharap, bahwa koordinasi dan sinergi di antara kedua Kementerian ini akan terus berjalan secara positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Saudara-saudara Yang Saya Hormati, Selanjutnya, perkenankan saya menjelaskan secara ringkas mengenai kinerja sektor industri tahun 2011, target pembangunan industri nasional, serta harapan dan masukan kepada Kementerian Perdagangan dalam rangka turut 2 meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan industri nasional. Kinerja industri nasional pada tahun 2011 lalu cukup menggembirakan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan non-migas adalah sebesar 6,83%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi yang sebesar 6,46%. Ini adalah hasil yang membanggakan, di mana pertama kali sejak tahun 2005 pertumbuhan sektor industri non-migas bisa kembali melampaui pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan industri non-migas pada tahun 2010 yang hanya 5,12%, dan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2005. Kontribusi sektor industri pengolahan non-migas terhadap total PDB nasional mencapai 20,92%, merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Seluruh cabang industri non-migas tahun 2011 mengalami pertumbuhan positif. Salah satu cabang yang mengalami pertumbuhan tinggi adalah Industri Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki dengan pertumbuhan 7,52%, meningkat secara tajam dimana sejak 2005 terus mengalami guncangan akibat menurunnya permintaan ekspor & maraknya produk impor, sehingga pertumbuhannya hanya kurang dari 2%. Di sisi lain, 3 Industri Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya hanya mampu tumbuh 0,35%. Dengan adanya kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah yang telah dikeluarkan Kementerian Perdagangan, kita berharap pada tahun 2012 ini cabang industri tersebut mampu tumbuh secara signifikan. Sementara itu, ekspor industri pengolahan non-migas sepanjang tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 24,66%, dengan nilai ekspor mencapai US$ 122,19 miliar, dan memberikan kontribusi sebesar 60,01% terhadap total ekspor nasional. Neraca ekspor positif tertinggi sepanjang tahun 2011 dicapai oleh ekspor produk Tekstil sebesar US$ 6,50 miliar dan ekspor produk Pengolahan Tembaga, Timah, dll sebesar US$ 5,30 miliar. Kinerja investasi sektor industri pada tahun 2011 juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai investasi PMDN sektor industri sepanjang tahun 2011 mencapai Rp 39,05 triliun, atau meningkat sebesar 52,5% dibandingkan tahun sebelumnya; sedangkan nilai investasi PMA sektor industri mencapai US$ 6,78 miliar, atau meningkat sebesar 101,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil positif kinerja industri tersebut merupakan prestasi bersama bangsa Indonesia, yang dapat dicapai karena 4 adanya sinergi yang kuat antara pemerintah, pelaku usaha, dan stakeholder terkait lainnya dalam rangka pengembangan industri nasional, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kinerja positif tersebut juga harus bisa dimanfaatkan sebagai modal yang kuat dalam mendorong pertumbuhan industri yang lebih tinggi lagi pada tahun-tahun yang akan datang. Saudara-saudara Sekalian, Pembangunan sektor industri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional jangka panjang. Visi pembangunan industri sebagaimana diatur di dalam Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN) adalah “Menjadikan Indonesia sebagai negara industri tangguh di dunia pada tahun 2025”. Untuk itu, negara kita harus memiliki kemampuan manufakturing di bidang industri barang modal, information communication technology (ICT) dan peralatan transportasi. Visi tersebut selaras dengan tujuan pembangunan nasional yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 serta Masterplan Percepatan Indonesia dan Perluasan (MP3EI), yaitu Pembangunan “Mewujudkan Ekonomi Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. 5 Secara kuantitatif, target pembangunan ekonomi nasional jangka panjang sebagai negara industri yang maju adalah PDB perkapita sebesar USD 14.250-15.000. Untuk itu, diperlukan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4-7,5% per tahun selama periode 2011-2014 dan sekitar 8-9% pertahun selama periode 2015-2025. Untuk mendukung pencapaian target pembangunan ekonomi seperti di atas, sektor industri diharapkan menjadi sektor utama yang dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut. Untuk itu, pertumbuhan sektor industri harus didorong hingga mencapai 8,5% pada tahun 2014 dan harus terus naik hingga rata-rata sebesar 9,75% pada periode 2020-2025. Berdasarkan Renstra Kementerian Perindustrian Tahun 2010-2014, target pertumbuhan industri pada tahun 2012 adalah sebesar 6,75% dan pada tahun 2013 sebesar 7,47%. Apabila target mempermudah ini tercapai, pencapaian maka target akan semakin pertumbuhan jangka menengah maupun jangka panjang tersebut. Saudara-saudara Yang Saya Hormati, Sejalan dengan prinsip percepatan & perluasan pembangunan ekonomi yaitu bekerja secara “not business 6 as usual”, pembangunan pemerintah sektor ingin industri, melakukan yang percepatan disebut sebagai “Akselerasi Industrialisasi 2012-2014”. Percepatan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor industri sebagai katalis utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya percepatan ini dilakukan dengan menentukan strategi pokok akselerasi industri, menetapkan fokus akselerasi industri pada kelompok industri prioritas tertentu, membuat rencana aksi (action plan) inisiatif stratejik sesuai fokus akselerasi dimaksud, serta menentukan kebijakan afirmatif untuk mendukung pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM). Akselerasi Industrialisasi dilaksanakan melalui 5 (lima) strategi utama, yaitu: 1. Mendorong Partisipasi Dunia Usaha Dalam Keputusan untuk Pembangunan Infrastruktur; 2. Percepatan Proses Pengambilan Menyelesaikan Hambatan Birokrasi (Debottlenecking); 3. Reorientasi Kebijakan Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi; 4. Mendorong Peningkatan Produktivitas & Daya Saing; 5. Meningkatkan Integrasi Pasar Domestik. 7 Pada tahap pelaksanaannya, kelima strategi utama di atas dijalankan melalui penerapan pada 6 (enam) area kebijakan, yaitu: (1) Kebijakan Pengamanan Industri Dalam Negeri, (2) Pembangunan Infrastruktur, (3) Peningkatan Kualitas Pelayanan Birokrasi, (4) Penyempurnaan dan Harmonisasi Regulasi, (5) Kebijakan Fiskal, serta (6) Pembangunan SDM Industri. Untuk lebih mengoptimalkan potensi sektor industri nasional, akselerasi industrialisasi akan difokuskan pada 15 subsektor industri, yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok industri prioritas, yaitu: 1. Kelompok Industri Berbasis Hasil Tambang (industri konversi batubara, pemurnian & pengilangan minyak bumi, kimia dasar termasuk petrokimia, dan logam dasar); 2. Kelompok Industri Berbasis Hasil Pertanian (Industri Minyak & Lemak Nabati, Gula Berbasis Tebu, Pengolahan Kakao & Pembuatan Coklat, Bubur Kayu (pulp) & Kertas, serta Barang Dari Karet); serta 3. Kelompok Industri Berbasis Sumber Daya Manusia dan Pasar Domestik (industri tekstil, pakaian jadi & alas kaki, industri mesin & peralatan, komponen elektronika & telematika, industri komponen & aksesoris kendaraan dan 8 komponen mesin kendaraan bermotor, industri galangan kapal, serta industri furniture). Untuk masing-masing strategi pada kelompok industri prioritas tersebut, telah ditentukan langkah-langkah stratejik sebagai rencana aksinya, yang akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2012 hingga tahun 2014. Saudara-saudara Sekalian, Pembangunan sektor industri dalam rangka peningkatan daya saing nasional tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian, tetapi seluruh stakeholder dan instansi terkait lainnya. Begitu pula pembangunan sektor perdagangan dan sektor-sektor lainnya yang juga saling berkait dengan kewenangan & dukungan dari instansi lain. Salah satu isu penting di dalam peningkatan daya saing industri nasional adalah adanya dorongan Free Trade Agreement (FTA) yang bermaksud membuka pasar seluasluasnya dengan menurunkan atau bahkan menghapuskan tarif bea masuk ke negara-negara tujuan. Sehubungan hal tersebut, saya akan memberikan sedikit gambaran mengenai perkembangan perdagangan internasional produk industri dengan beberapa mitra dagang, 9 yang selanjutnya akan memberikan masukan dan harapan kepada Kementerian Perdagangan terkait sikap pemerintah dalam menanggapi berbagai dorongan FTA tersebut. Secara umum kondisi pasar Indonesia relatif sudah sangat terbuka dilihat dari MFN tarif yang berlaku dibandingkan terhadap negara berkembang ataupun negara maju lainnya. Di sisi lain, kemampuan penetrasi pasar khususnya di negara maju tidaklah mudah dengan tingginya Non Tariff Measures (NTMs) yang berlaku. Indonesia sebagai sebuah negara dengan kondisi tariff yang relatif rendah perlu mengupayakan pengamanan potensi pasar domestik dengan lebih mengintensifkan pengembangan NTMs maupun penggunaan Trade Remedies yang dimungkinkan. Liberalisasi yang ada seyogyanya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi dan industri kesejahteraan nasional rakyat dan dalam bukan rangka peningkatan sebaliknya. Upaya liberalisasi yang ada haruslah mempertimbangkan semua sektor serta harus dapat diukur cost dan benefit yang akan timbul akibat diberlakukannya liberalisasi tersebut. Berkaitan dengan posisi tarif Bea Masuk Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara anggota G-20, pada 10 tahun 2010 sudah relatif liberal, dimana saat ini rata-rata tarif Bea Masuk Indonesia berada di kisaran 6,8%, sedangkan negara lainnya memiliki rata-rata tarif Bea Masuk yang lebih protektif, seperti Korea (12,1%), Brazil (13,7%), China (9,1%) dan India (13%). Jika dilihat dari indeks daya saing, Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Brazil, India, Korea dan China yang menerapkan tarif bea masuk yang relatif lebih tinggi dari Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara yang dengan daya saing yang cukup tinggi pun masih merasa perlu untuk melindungi pasar dalam negerinya. Sementara itu, kinerja Indonesia terhadap perdagangan mitra dagang produk industri negara utama menunjukkan keadaan yang semakin mengkhawatirkan selama 5 (lima) tahun terakhir, dimana defisit perdagangan produk industri semakin melebar terutama untuk barang modal, termasuk produk komponen/penunjang dan barang konsumsi. Padahal, barang-barang ini akan menjadi tumpuan kemandirian negara kita di masa yang akan datang, yang akan terganggu apabila akses pasarnya dibuka terlalu luas. 11 Untuk dapat mengamankan sasaran pertumbuhan ekonomi dan industri sebagaimana yang telah ditetapkan, dalam rangka perdagangan internasional serta pengamanan pasar domestik kami memberikan masukan kepada Kementerian Perdagangan antara lain: 1. Di fora internasional (WTO) negara-negara maju juga mendorong agar inisiatif sektoral juga menjadi bagian dari negosiasi liberalisasi perdagangan. Dalam hal ini kita belum dapat menyetujuinya yang sifatnya mandatory karena hal tersebut sangat mempengaruhi industri dalam negeri. Hal sama juga dialami oleh produk-produk yang terkait masalah lingkungan (enviromental product) yang kalau dilihat secara lebih detail sebenarnya berisikan produk-produk barang modal dan komponen yang masih perlu dilindungi. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah isu liberalisasi enviromental product tersebut juga akan dibahas di forum APEC. Hal-hal seperti ini perlu dicermati secara baik karena dapat mengancam industri nasional di masa yang akan datang; 2. Dalam menghadapi Free Trade Agreement (FTA) yang ditawarkan oleh Negara maju, diharapkan agar perlu dicermati secara hati-hati di dalam mengambil keputusan dalam sektor manufaktur; 12 3. Keputusan kesepakatan liberalisasi dengan mitra dagang Indonesia sebaiknya diputuskan pada rapat koordinasi Kementerian Bidang Perekonomian sehingga keputusan yang diambil dapat lebih melibatkan banyak pihak yang tentunya akan mempertimbangkan kepentingan berbagai sektor bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh; 4. Dalam rangka mengoptimalkan potensi pasar di dalam negeri, Kementerian Perdagangan diharapkan dapat memanfaatkan seoptimal mungkin langkah-langkah “Trade Remedies” bagi kepentingan dan perlindungan industri nasional; 5. Berkaitan dengan promosi produk, maka para Atase Perdagangan dan ITPC sebagai ujung tombak promosi produk dalam negeri diharapkan dapat lebih mempromosikan produk manufaktur dan investasi di sektor industri sesuai dengan apa yang digariskan di dalam Kebijakan Industri Nasional (KIN). Untuk itu, koordinasi yang intensif dengan Kementerian Perindustrian sangat diperlukan. Saudara-Saudara Yang Saya Hormati, Harapan lain yang ingin saya sampaikan pada kesempatan kali ini adalah mengenai Perlindungan Atas Industri Dalam 13 Negeri, khususnya di tengah maraknya produk-produk impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Pertama, mengenai optimalisasi pengawasan barang beredar yang terkait Standar Nasional Indonesia (SNI). Saat ini, banyak produk impor yang harganya murah dan berkualitas rendah dari China yang membanjiri pasar dalam negeri. Untuk itu, Kementerian Perdagangan diharapkan dapat mengefektifkan pengawasan barang beredar di lapangan sesuai SNI yang berlaku secara tegas. Kedua, mengenai Peningkatan Pengawasan di Pelabuhan Impor dan Pengawasan Penyelundupan Impor. Dalam hal ini ada 2 (dua) hal yang menurut hemat kami menjadi perhatian kita bersama, yaitu: a. Masih banyaknya barang-barang ilegal yang sebagian besar berkualitas rendah terutama dari China telah menggerus pasar produk dalam negeri, utamanya untuk produk elektronika, alas kaki, garmen, mainan anak, makanan dan minuman. Padahal, kelima produk tersebut telah ditetapkan hanya boleh diimpor pada 5 (lima) pelabuhan dan 2 pelabuhan di Dumai dan Jayapura (khusus makanan dan minuman). 14 Untuk itu, dapat dipertimbangkan revisi Permendag No. 57 Tahun 2010 untuk menetapkan pelabuhan impor produk tertentu hanya di luar Pulau Jawa. b. Banyaknya produk impor yang dapat dijual langsung sampai ke tingkat eceran sehingga menyulitkan di dalam pengawasan produk-produk ilegal dan produk-produk yang tidak sesuai dengan standar, yang bisa membahayakan kesehatan dan keselamatan. Selanjutnya, diharapkan agar aturan mengenai keagenan penjualan produk impor dapat diterbitkan, dan mengefektifkan pengawasan barang beredar yang wajib menggunakan label & manual berbahasa Indonesia dan kode ML (Merk Luar) dari BPOM untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, mengenai Peningkatan Efektifitas Pengawasan Penggunaan Label Berbahasa Indonesia. Banyaknya barang beredar dengan label dan instruksi kerja/manual yang berbahasa asing seringkali menimbulkan penyimpangan atau kesalahan dalam penggunaan yang membahayakan bagi pengguna/konsumen. Untuk itu, diharapkan agar inspeksi pasar dapat lebih diefektifkan. 15 Keempat, mengenai Pengenaan Bea Keluar terhadap Beberapa Komoditi Primer. Saat ini terjadi ekspor besarbesaran beberapa komoditi mineral primer tanpa mengalami proses industri, antara lain: bijih besi, bauksit, tembaga dan aluminium, yang menyebabkan cadangan bahan baku akan habis dalam waktu singkat sehingga menghambat tumbuhnya industri pengolahan di dalam negeri. Untuk itu, Perdagangan kami dapat mengharapkan agar mengakomodasi Kementerian rencana usulan penerapan bea keluar dari Kementerian Perindustrian terhadap beberapa komoditi tersebut, yang juga sejalan dengan Permen ESDM No. 07 Tahun 2012, yang selanjutnya agar dapat diterapkan pelarangan/pembatasan ekspor komoditi mineral dalam bentuk barang mentah (raw material). Kebijakan ini dalam rangka mendukung program hilirisasi yang telah dicanangkan oleh Kementerian Perindustrian. Selain untuk Perdagangan komoditi juga mineral diharapkan tambang, Kementerian mengakomodasi usulan penerapan bea keluar terhadap beberapa komoditi Sumber Daya Alam Terbarukan guna mendukung hilirasi sesuai dengan kebijakan Akselerasi Industrialisasi 2012-2014 yang telah ditetapkan. 16 Saudara-Saudara Sekalian, Demikianlah beberapa harapan dan masukan dari Kementerian Perindustrian dan masyarakat industri kepada Kementerian Perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing dan meningkatkan potensi industri dalam negeri. Semoga dapat menjadi masukan yang konstruktif di dalam upaya Sinkronisasi Program Kerja Strategis antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam percepatan pembangunan ekonomi Indonesia. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. MENTERI PERINDUSTRIAN MOHAMAD S. HIDAYAT 17