Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ISSN 1410-6086 MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT Chevy Cahyana Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ABSTRAK MODEL SEBARAN PANAS AIR KANAL PENDINGIN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK KE BADAN AIR LAUT. Pengoperasian suatu instalasi pembangkit listrik tenaga termal, baik yang berbahan bakar batubara, minyak bumi maupun energi nuklir, umumnya menggunakan air laut sebagai pendingin. Air pendingin yang masuk kembali ke laut memiliki temperatur di atas temperatur ambien air laut. Masuknya limbah air panas dari kanal pendingin ke laut (thermal pollution) dalam jumlah besar dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan biota laut di sekitarnya. Pengkajian tentang pola sebaran polutan panas dari kanal pendingin pembangkit listrik perlu dilakukan untuk dapat mengetahui luas daerah yang terkena dampak dan berapa besar perubahan temperatur yang terjadi. Simulasi sebaran panas di laut dilakukan dengan mengasumsikan pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas 7000 MWe beroperasi di Semenanjung Muria Jepara sebagai calon tapak PLTN di Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan temperatur sebesar 34-360C menyebar sejauh 115 m, sementara temperatur sebesar 31-330C menyebar sejauh 1048 m dari outlet kanal pendingin. Kata kunci: instalasi pembangkit tenaga thermal, sebaran polutan panas ABSTRACT HEAT DISPERTION MODEL OF COOLING CANAL WATER ON ELECTRICAL POWER PLANT INSTALLATION TO SEA WATER. The operation of a thermal power plant, including coal-fired, oil and nuclear energy, use sea water as coolant. Cooling water back into the sea has a temperature above the ambient temperature of sea water. The entry of warm water waste from the cooling canal to the sea (thermal pollution) in large quantities may cause negative impact on marine biota around the canal outlet. Assessment of heat pollutant dispersion pattern from power plant cooling canal needs to be done in order to know the area affected and how much the temperature changes that occur. It is assumed that 7000 MWe nuclear power plant is operated to simulate heat dispersion to ocean water body at Muria peninsula, Jepara as a candidate site of nuclear power plant at Indonesia. The simulation results show that 34-360C temperature disperse along 115 meters, meanwhile 31-330C temperature disperse along 1048 meters from cooling canal outlet. Keywords: thermal power plant, heat dispertion, thermal polution PENDAHULUAN Pengoperasian suatu instalasi pembangkit listrik, baik yang berbahan bakar batubara, minyak bumi maupun energi nuklir, umumnya menggunakan air laut sebagai pendingin. Air laut yang telah digunakan sebagai pendingin ini dibuang kembali ke laut. Untuk menurunkan temperatur, sebelum dibuang kembali ke laut, air pendingin dialirkan melalui suatu kanal pendingin (cooling channel). Namun, air pendingin yang masuk kembali ke laut tetap memiliki temperatur di atas temperatur ambien air laut. Masuknya limbah air panas dari kanal pendingin ke laut (thermal pollution) dalam jumlah besar dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan biota laut di sekitarnya. Hanya ikan, krustasea dan moluska yang dapat bertahan terhadap temperatur yang tinggi dan dapat hidup dalam lingkungan yang panas. Temperatur tertinggi yang dapat ditoleransi oleh ikan adalah 38,10C, krustasea 37,90C dan moluska 36,70C [1]. Secara kimia kenaikan temperatur berpengaruh terhadap kecepatan reaksi dimana reaksi pada kondisi yang setimbang akan berubah sejalan dengan perubahan temperatur. Kecepatan reaksi akan naik sekitar duakalinya untuk setiap kenaikan 100C. Banyak reaksi yang mempengaruhi kualitas air yaitu reaksi biokimia di sekitar pusat aktivitas mikroba. Rasa dan bau terjadi pada air yang hangat karena terjadinya penurunan kelarutan terutama gas H2S, SO2, CH4, SOx [2]. Penyebaran temperatur di badan air akan dipandang sebagai penyebaran material yang konservatif yang tidak mengalami peluruhan oleh proses kimia dan biologi di dalam air, jadi perubahahan temperaturnya hanya disebabkan oleh proses fisis saja [3]. Proses fisis tersebut berupa adveksi, difusi, 293 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa konduksi dan konveksi. Proses adveksi dan difusi terjadi pada badan air laut, sedangkan proses konduksi dan konveksi terjadi pada batas air dan udara. Adveksi adalah proses perpindahan panas sebagai akibat dari adanya aliran. Difusi adalah proses perpindahan panas berupa rambatan dari air dengan temperatur tinggi ke air dengan temperatur yang lebih rendah. Biasanya permukaan laut lebih panas dari udara di atasnya sehingga terdapat sejumlah panas yang hilang dari laut melalui proses konduksi. Kehilangan tersebut relatif kecil dibanding total panas lautan sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, kecuali untuk pencampuran konvektif oleh angin yang memindahkan udara hangat dari permukaan laut [4]. Dengan kata lain luas sebaran polutan panas dari kanal pendingin tergantung pada beberapa faktor yaitu volume air limbah, temperatur air limbah, temperatur ambien air laut dan sirkulasi air laut di lokasi masuknya air limbah ke laut. Pengkajian tentang pola sebaran polutan panas dari kanal pendingin pembangkit listrik perlu dilakukan untuk dapat mengetahui luas daerah yang terkena dampak dan berapa besar perubahan temperatur yang terjadi. Pola sebaran polutan panas di laut dapat diprediksi dengan cara simulasi menggunakan pemodelan numerik hidrodinamika laut. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Hidrodinamika Laut Definisi hidrodinamika adalah studi ilmiah tentang gerak fluida, khususnya zat cair incompressible yang dipengaruhi oleh gaya internal dan eksternal. Dalam hidrodinamika laut gaya-gaya yang terpenting adalah gaya gravitasi, gaya gesekan dan gaya Coriolis [5]. Gaya gravitasi merupakan gaya yang dominan dalam hidrodinamika. Gaya berat dari air laut yang merupakan akibat dari adanya gravitasi, menghasilkan tekanan hidrostatis. Perubahan gravitasi yang diakibatkan oleh gerakan matahari dan bulan relatif terhadap bumi, menyebabkan terjadinya pasang surut, arus dan pencampuran. Gravitasi juga menyebabkan terjadinya buoyancy, yaitu gaya naik atau gaya turun pada paket-paket air yang memiliki densitas lebih besar atau lebih kecil 294 ISSN 1410-6086 dari pada air di sekitarnya pada level yang sama. Gaya gesekan adalah gaya yang bekerja pada dua buah permukaan yang saling bersentuhan dan terjadi gerak relatif antara keduanya. Permukaan di sini dapat berupa paket air atau udara. Tekanan angin adalah gesekan yang disebabkan oleh bertiupnya angin di atas permukaan laut. Tiupan angin mentransfer momentum horisontal kepada laut sehingga menghasilkan arus. Jika angin bertiup pada gelombang laut, maka akan terjadi gelombang laut yang lebih besar. Gaya Coriolis adalah gaya semu yang dominan yang mempengaruhi gerak dalam sistem koordinat yang disesuaikan terhadap bumi. Gaya semu adalah gaya yang nyata yang muncul dari gerak dalam curvilinear atau koordinat yang berputar. Efek Coriolis adalah pantulan dari angin yang bergerak sepanjang permukaan bumi ke kanan arah gerak pada bagian utara bumi, dan ke kiri arah gerak pada bagian selatan bumi. Efek Coriolis disebabkan oleh rotasi bumi dan menentukan arah rotasi dari massa air, akibatnya arus berputar searah jarum jam di bumi bagian selatan, dan berlawanan arah jarum jam di bumi bagian utara. Hidrodinamika adalah cabang dari mekanika fluida. Dalam oseanografi, mekanika fluida digunakan berdasarkan mekanika Newton yang dimodifikasi dengan memperhitungkan turbulensi. Persamaan umum dalam konsep hidrodinamika dibentuk dari hukum kekekalan massa, hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi [5]. Model Hidrodinamika untuk Perairan Dangkal Aliran pada muara, perairan pantai dan laut tidak dapat dianggap satu dimensi. Dalam tesisnya Yulianto [6] mengatakan bahwa pemodelan perilaku aliran pada muara dan perairan pantai harus menggunakan model tiga dimensi, khususnya pada muara dan daerah perairan pantai dengan batimetri yang sangat kompleks dan cukup dalam serta terjadi perlapisan (stratification). Untuk kasus dimana kedalaman perairan cukup dangkal dibandingkan dengan lebar perairan dan tidak terjadi perlapisan (non stratification) atau terjadi perlapisan yang sangat kecil (weakly stratified), maka variasi kecepatan dalam arah vertikal biasanya kecil dan Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa jarang ditinjau. Menurut Yulianto, untuk kasus seperti ini hanya distribusi horisontal dari kecepatan rata-rata terhadap kedalaman yang diperlukan, sehingga persamaan hidrodinamiknya cukup didekati dengan persamaan dua dimensi (two dimensional depth average equation). Gerak sirkulasi arus di pantai yang dangkal dapat diasumsikan sebagai aliran massa yang bercampur sempurna (homogen) mulai dari permukaan laut sampai ke dasar perairan, dan pengaruh angin di permukaan diasumsikan mencapai dasar laut [3]. Oleh karena itu pemodelan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan yang diintegrasikan terhadap kedalaman. Resource Management Associates (RMA2) merupakan model hidrodinamik numerik dua dimensi untuk rata-rata kedalaman dengan metode elemen hingga. RMA2 menghitung solusi elemen hingga untuk bentuk Reynold dari persamaan Navier-Stokes untuk aliran turbulensi. Gaya gesekan dihitung dengan formula Manning/Chezy, sedangkan koefisien viskositas olakan digunakan untuk mendefinisikan karakteristik turbulensi [7]. Sistem persamaan yang digunakan dalam RMA2 terdiri dari dua persamaan gerak (persamaan 1 dan 2) dalam koordinat Cartesian, serta satu persamaan kontinuitas (persamaan 3) untuk fluida incompressible sebagai berikut, h ∂u ∂u ∂u h ∂ 2u ∂ 2u + hu + hv − E xx 2 + E xy 2 ∂t ∂x ∂y ρ ∂x ∂y gun 2 ∂z ∂h + gh + + + u2 + v2 2 ∂x ∂x h 16 ( ) 1 2 − ζVa2 sinψ + 2hωv sin φ = 0 ................. (1) ∂v ∂v ∂v h ∂ 2v ∂ 2v h + hu + hv − E yx 2 + E yy 2 ∂t ∂x ∂y ρ ∂x ∂y ∂z ∂h gvn2 + gh + + + u 2 + v2 2 ∂y ∂y h 16 ( 1 ) 2 − ζVa2 sinψ + 2 hωv sin φ = 0 ....................... (2) ∂u ∂v ∂h ∂h ∂h + h + + u +v = 0 ............ ∂t ∂ x ∂ y ∂ x ∂ y (3) ISSN 1410-6086 Dimana: H u, v t ρ E g z n ξ Va ψ ω φ kedalaman air kecepatan lokal dalam koordinat Cartesian x, y waktu densitas fluida koefisien viskositas olakan percepatan gravitasi elevasi dasar laut koefisien kekasaran Manning koefisien gesekan angin empiris kecepatan angin arah angin laju rotasi angular bumi garis lintang lokal Persamaan 1, 2 dan 3 diselesaikan dengan metode elemen hingga menggunakan metode residu berpemberat Galerkin. Elemen yang digunakan dapat berupa garis satu dimensi, segi empat dua dimensi atau segi tiga, serta dapat juga memiliki sisi yang melengkung (parabolic). Fungsi dari bentuk elemen adalah kuadratik untuk kecepatan dan linear untuk kedalaman. Integrasi dalam ruang dilakukan dengan integral Gaussian. Turunan terhadap waktu diganti dengan pendekatan beda hingga non linear. METODOLOGI Dalam kajian ini, pemodelan sebaran temperatur dari kanal pendingin dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Surface Water Modeling System (SMS) yang dikembangkan oleh Environmental Modeling Research Laboratory (EMRL), Brigham Young University bekerjasama dengan US Army Corps of Engineers Research and Development Center (ERDC) dan US Federal Highway Administration (FHWA). SMS dapat digunakan untuk mengolah, mengedit dan memvisualisasi-kan data geometris dan hidrolika, baik untuk satu, dua maupun tiga dimensi. Pemodelan sebaran temperatur dari kanal pendingin menggunakan modul RMA2 dan RMA4. RMA2 berfungsi untuk mengeksekusi penghitungan hidrodinamik aliran dengan asumsi kecepatan rata-rata terhadap kedalaman menggunakan metoda elemen hingga (finite element methods). Metoda elemen hingga melakukan penghalusan jaring-jaring (mesh) untuk merepresentasikan bentuk saluran sungai maupun muara. Data arah dan kecepatan aliran hasil penghitungan RMA2 digunakan untuk memodelkan pola sebaran temperatur 295 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa air hangat kanal pendingin menggunakan modul RMA4. dengan Data yang digunakan pada pemodelan ini berupa peta batimetri, data pasang surut dan data arus. Peta batimetri dan data pasang surut diperoleh dari DISHIDROS TNI AL [8,9]. Peta batimetri Semenanjung Muria digunakan sebagai gambar latar belakang untuk pemodelan. Peta tersebut dikalibrasi dengan menggunakan tiga titik acuan untuk mendapatkan koordinat garis lintang dan garis bujur yang tepat. Data kedalaman laut dari peta batimetri disimpan dalam bentuk data digital dalam format XYZ. Dalam format ini data koordinat lintang dan bujur diubah ke dalam satuan meter, dimana 1 derajat setara dengan 110 km. Selanjutnya data koordinat lintang dan bujur serta data batimetri disajikan dalam tiga kolom secara berurutan. Data batimetri dalam format XYZ disimpan dalam file dengan ekstensi dat. HASIL DAN PEMBAHASAN Validasi Model Validasi model dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pemodelan arus terhadap data hasil pengukuran arus di lapangan. Pengukuran arus di lapangan dilakukan di perairan semenanjung Muria Jepara bersama dengan tim dari Kelompok Oceanology, Pusat Pengembangan Energi Nuklir, BATAN. Pengukuran arah dan kecepatan arus dilakukan dengan cara melepaskan bola pelampung yang dilengkapi dengan sirip besi ke laut. Bola pelampung akan bergerak terbawa arus. Kecepatan arus diperoleh dengan cara menghitung waktu yang diperlukan untuk membentangkan tali pengikat pelampung sepanjang 5 meter dengan menggunakan stopwatch. Sedangkan arah arus diukur dengan mengukur arah gerak bola pelampung dengan menggunakan kompas. Pengukuran arah dan kecepatan arus dilakukan pada rentang koordinat 110,890 BT - 6,400 LS sampai dengan 110,950 BT - 6,400 LS atau sejauh 6820 meter. Pengukuran dilakukan pada sembilan titik. Pada setiap titik, pengukuran dilakukan sebanyak lima kali. Untuk keperluan validasi, nilai rata-rata data pengukuran pada setiap titik selanjutnya dibandingkan dengan data hasil pemodelan. Gambar 1. Peta batimetri Semenanjung Muria Jepara. Sumber: DISHIDROS TNI AL [8] 296 ISSN 1410-6086 Kecepatan arus, m/s Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ISSN 1410-6086 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 Model Pengukuran 110,88 110,9 110,92 110,94 110,96 Koordinat, Bujur Timur Arah arus, derajat Gambar 2. Perbandingan besarnya kecepatan arus hasil pemodelan dan pengukuran 350 330 310 290 270 250 Model Pengukuran 110,88 110,9 110,92 110,94 110,96 Koordinat, Bujur Timur Gambar 3. Perbandingan arah arus hasil pemodelan dan pengukuran Gambar 2 dan 3 merupakan grafik perbandingan arah dan kecepatan arus hasil pengukuran dan pemodelan. Standar deviasi dari data pengukuran rata-rata disajikan dalam bentuk error bar. Tampak bahwa arah dan kecepatan arus hasil pemodelan dan pengukuran tidak menunjukkan selisih yang signifikan. Selisih antara keduanya berada pada rentang 0,02 - 0,13 m/s atau 3,42% 24,01% untuk kecepatan arus. Sementara itu selisih antara hasil pemodelan dan hasil pengukuran arah arus berada pada rentang 0 - 26 derajat atau 0 - 26%. Simulasi Kanal Pendingin PLTN 7000 MWe Indonesia berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang pertama di semenanjung Muria Jepara, Jawa Tengah. Pembangunan PLTN yang direncanakan berkapasitas 7000 MWe ini diharapkan sudah dapat dioperasikan secara komersial pada sekitar tahun 2016 [10]. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk membuat simulasi sebaran panas dari kanal pendingin PLTN dengan kapasitas daya 7000 MWe. Simulasi dibuat dengan lokasi di laut pesisir semenanjung Muria pada kondisi arus laut mengalir dari barat ke timur dengan kecepatan 0,1 m/s dengan temperatur ambien air laut 290C. Kanal pendingin dibuat dengan skenario lebar kanal 40 meter, panjang kanal 1000 m dan temperatur limbah panas 400C. Adapun waktu pemodelan ditentukan selama 168 jam (7 hari) yang terdiri dari 337 tahapan waktu masing-masing sebesar 30 menit. Untuk menghasilkan energi listrik sebesar 7000 MWe, PLTN dengan efisiensi 33% akan melepaskan energi panas ke lingkungan sebesar: E= 67 x7000 = 14212,12 MWatt 33 Sebanyak 5% dari energi panas yang terlepas ke lingkungan terbuang di dalam instalasi. Sedangkan 62% energi panas atau sebesar 13151,5 MWatt dibuang ke dalam air pendingin pada saat kondensasi uap menjadi air pada kondensor. Sesuai dengan skenario yang dibuat, beda temperatur antara air yang masuk ke kondensor (temperatur ambien) dan air yang 297 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dibuang ke kanal pendingin (air limbah panas) adalah sebesar 100C. Untuk memperoleh kondisi ini maka dibutuhkan air pendingin sebesar 314,6 m3/s. Nilai tersebut diperoleh dari penghitungan berikut [11], Q= H ............................................ (4) ρ ⋅ C p ⋅ ∆T Dimana, Q debit aliran air pendingin, m3/s H laju perpindahan energi panas ke air pendingin = 13151,515 x 106 J/s p kerapatan air = 1000 kg/m3 Cp kapasitas panas = 4180 J kg-1 K-1 ∆T kenaikan temperatur air pendingin = 11°C Sehingga diperoleh 13151,515 × 106 Q= = 314,6 m 3 s 1000 × 4180 × 11 Dengan memasukkan nilai 314,6 m3/s sebagai debit inlet kanal pendingin, diperoleh hasil simulasi pola arus dan pola sebaran panas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Pada Gambar 4 tampak bahwa aliran air dari kanal pendingin hanya sedikit berpengaruh terhadap pola arus laut, hal ini terjadi karena arus laut jauh lebih kuat daripada arus aliran kanal pendingin. Untuk ukuran lebar domain pemodelan 5000 meter dengan kedalaman rata-rata 15 meter, maka kecepatan arus laut ISSN 1410-6086 sebesar 0,1 m/s identik dengan debit aliran sebesar 7500 m3/s, jauh lebih besar dibanding debit kanal pendingin yang hanya 314,6 m3/s. Pengaruh debit aliran yang keluar dari kanal hanya berdampak pada pola arus pada sekitar 100 meter dari outlet kanal. Pada Gambar 5 tampak bahwa secara kualitatif sebaran panas mengikuti pola arus yaitu bergerak ke arah timur dan timur laut. Untuk dapat menganalisa pola sebaran panas secara kuantitatif, maka dibuat beberapa titik tinjau pada arah barat laut, utara dan timur laut. Besarnya temperatur pada titik-titik tinjau ini disajikan dalam bentuk grafik temperatur terhadap jarak dengan titik nol diambil pada outlet kanal (Gambar 6, 7 dan 8). Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa pada arah barat laut terjadi penurunan temperatur yang sangat signifikan, yaitu sebesar 40C pada jarak 600 meter. Ini berarti bahwa pada arah barat laut sebaran temperatur yang terjadi sangat kecil. Hal ini terjadi karena arah sebaran yang disebabkan oleh perbedaan suhu (difusi) membentuk sudut -450 dengan arah sebaran yang disebabkan oleh arus (adveksi) sehingga arah sebaran total yang dihasilkan bersifat destruktif. Gambar 4. Pola sebaran arus yang dipengaruhi debit kanal pendingin 298 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ISSN 1410-6086 Gambar 5. Sebaran panas dari PLTN dengan kapasitas 7000 Mwe Temperatur, C 34 33 32 31 30 29 150 350 550 750 Jarak, m Gambar 6. Sebaran temperatur ke arah barat laut 35 Temperatur, C 34 33 32 31 30 29 28 100 600 1100 1600 Jarak, m Gambar 7. Sebaran temperatur ke arah utara 299 Temperatur, C Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ISSN 1410-6086 37 36 35 34 33 32 31 30 29 0 1000 2000 3000 4000 5000 Jarak, m Gambar 8. Sebaran temperatur ke arah timur laut Pada arah utara, arah sebaran temperatur akibat proses difusi tegak lurus dengan arah sebaran oleh proses adveksi, sehingga arah sebaran totalnya justru cenderung berbelok ke arah timur laut. Sebaran temperatur pada arah utara relatif lebih besar dibanding sebaran pada arah barat laut, hal ini terlihat pada grafik pada Gambar 7 dimana terdapat penurunan temperatur sebesar 60C pada jarak 1597 meter. Sebaran temperatur pada arah timur laut sangat besar. Hal ini terjadi selain karena adanya penguatan akibat adanya pembelokan arah difusi yang menuju utara, juga karena sebaran temperatur oleh proses adveksi dan difusi membentuk sudut 450 sehingga arah sebaran totalnya bersifat konstruktif. Besarnya sebaran temperatur ke arah timur laut dicirikan dengan kecilnya penurunan temperatur pada arah tersebut. Penurunan temperatur sebesar 70C terjadi pada jarak 4482 meter. Dalam pengkajian dampak dari lepasan limbah air panas pembangkit listrik tenaga termal, selain pola sebaran temperatur terhadap ruang (sebaran spasial), perlu juga 300 dikaji pola sebaran temperatur terhadap perubahan waktu (temporal). Pola perubahan temperatur secara temporal dilakukan dengan melakukan pemodelan untuk beberapa variasi rentang waktu. Gambar 9 menunjukkan grafik sebaran temperatur terhadap jarak pada selang waktu 1 jam sampai dengan 20 hari. Tampak bahwa untuk selang waktu 24 jam sampai dengan 20 hari, kurva sebaran temperatur berhimpit yang berarti bahwa besarnya temperatur pada setiap titik tinjau nilainya sama. Agar sebaran temperatur secara temporal dapat lebih jelas, maka dibuat plot grafik perubahan temperatur terhadap waktu untuk beberapa titik tinjau pada arah timur laut, yaitu pada jarak 870 m, 1684 m, 2472 m, 3071 m dan 4077 m (Gambar 10). Tampak bahwa pada selang waktu 24 jam atau lebih besarnya temperatur konstan. Ini berarti bahwa setelah mencapai selang waktu 24 jam sebaran temperatur bersifat stasioner. Nilai stasioner ini terjadi karena setelah mencapai waktu 24 jam terjadi kesetimbangan antara sebaran temperatur oleh proses difusi dan sebaran temperatur oleh proses adveksi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ISSN 1410-6086 36 1 jam Temperatur, C 35 34 5 jam 33 10 jam 32 24 jam 31 30 jam 30 36 jam 29 48 jam 28 0 1000 2000 3000 4000 5000 10 hari 20 hari Jarak, m Gambar 9. Perubahan temporal sebarantemperatur terhadap jarak 32 Temperatur, C 31,5 31 870 m 30,5 30 1684 m 29,5 2472 m 29 3017 m 28,5 4077 m 0 10 20 30 40 50 Waktu, jam Gambar 10. Perubahan temperatur secara temporal pada beberapa titik tinjau KESIMPULAN Dari uraian hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut, 1. Analisis sensitivitas perangkat lunak terhadap parameter potensial berupa kekasaran dasar laut dan viskositas olakan menunjukkan bahwa semakin besar nilai kekasaran dasar laut, maka semakin besar pula elevasi muka air pada bagian hulu kanal. Sementara itu perubahan viskositas olakan tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap elevasi muka air. Walau rentang variasi viskositas olakan yang digunakan sangat besar, tetapi perubahan nilai elevasi muka air pada solusi model tidak menunjukkan nilai yang signifikan. 2. Validasi model dengan cara membandingkan arah dan kecepatan arus hasil pemodelan dengan hasil pengukuran di lapangan menunjukkan selisih yang tidak terlalu signifikan, yaitu berada pada rentang 0,01 - 0,1 m/s atau 3,5% - 24% untuk kecepatan arus. Sementara itu selisih antara hasil pemodelan dan hasil pengukuran arah arus berada pada rentang 0 - 26 derajat atau 0 - 26%. Hasil simulasi arus dan sebaran panas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pola arus dipengaruhi oleh kedalaman laut dan elevasi muka air yang dipengaruhi oleh pasang surut. Sementara itu pola sebaran panas secara spasial dipengaruhi oleh proses adveksi dan difusi berupa besarnya debit aliran dari kanal pendingin dan pola arus pada badan air laut. Pola sebaran panas secara temporal menunjukkan bahwa sebaran temperatur akan mencapai kondisi yang tunak setelah tercapai kesetimbangan antara pengaruh difusi dan adveksi. 301 Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 302 MIHARDJA, D. K., et al. Modelling of the Heated Water Spreading in Muara Karang Coastal Waters, Jakarta Bay, Proceeding ITB, Vol. 31, No. 1, Bandung, 1999. HUBOYO, H. S., ZAMAN, B. Analisis Sebaran Temperatur dan Salinitas Air Limbah PLTU-PLTGU Berdasarkan Sistem Pemetaan Spasial (Studi Kasus: PLTU-PLTGU Tambak Lorok Semarang), Jurnal Presipitasi, Vol. 3, No. 2, Semarang, September 2007. ISMANTO, A., WIDADA, S., SUSIATI, H. Kajian Dispersi Termal dalam Rencana Pembangunan PLTN Muria: Sebuah Analisis, Jurnal Geoaplika, Vol. 3, No. 3, 2008. SUPANGAT, A., SUSANNA. Pengantar Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya NonHayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. STEWART, R. H. Introduction to Physical Oceanography, Department of Oceanography, Texas A&M University. Texas, 2006. YULIANTO, P. Justifikasi Pemakaian Model Numerik Dua Dimensi (2D) ISSN 1410-6086 Transport Sedimen di Muara, Tesis Program Studi Ilmu Teknik Sipil, Kekhususan Manajemen Sumber Daya Air, Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik, Universitas Indonesia. Depok, 2005. 7. PETRESCU, V., SUMBASACU, O. Comparison Between Numerical Simulation and Measurements of the Pollutant Dispersion in a River Case Study, U.P.B. Sci. Bull., Series D, Vol. 72, Iss. 3, 2010. 8. DISHIDROS. Peta Batimetri Jawa – Pantai Utara, Semarang sampai Tanjung Awar-awar. Dinas Hidro-Oseanografi, TNI AL. Jakarta, 2007. 9. DISHIDROS. Daftar Pasang Surut (Tide Tables) Tahun 2011 Kepulauan Indonesia, Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL. Jakarta, 2011. 10. Pusat Pengembangan Energi Nuklir. Sejarah singkat program pembangunan PLTN di Indonesia, (http://www.batan.go.id/ppen/). 11. MAJEWSKI, W., MILLER, D. C. Predicting Effect of Power Plant OnceThrough Cooling on Aquatic System. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. Paris, 1979.