SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU ANTROPOLOGI Nama : Muhammad Fariz Kasyidi NIM : 2013920032 Abstrak Penulisan ini terfokus pada “Sejarah dan Perkembangan Ilmu Antropologi”. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara menyesuaikan manusia sesuai pada tempat atau lingkungannya Manfaat dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi ilmiah di bidang ilmu sejarah sosial pendidikan Islam. Manfaat lainnya adalah dapat memberikan tambahan khazanah pengetahuan secara teoritis di bidang ilmu pendidikan dan juga merupakan panduan praktis bagi seseorang dalam memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya. Kata Kunci : Sejarah Perkembangan Antropologi BAB I PENDAHULUAN Ilmu Antrologi sebagai ilmu yang memperlajari makhluk anthropos atau manusia, merupakan ilmu yang tidak serta merta berada secara langsung dengan sendinya. Akan tetapi Ilmu Antropologi ada seperti saat ini melalui tahap demi tahap, atau dapat dikatakan perkembangan secara dinamis dari masa ke masa. Dengan kata lain, Antropologi memiliki sejarah perkembangan sejak eksistensinya diakui dan dipelajari oleh manusia. Antropologi lahir dari kehidupan manusia terhadap manusia lain. Bangsa eropa mempelopori pengiriman ekspedisi ke berbagai negara. Perjalanan tersebut di dorong oleh tujuan yang beragam, yakni murni didorong oleh rasa ingin tahu akan daerah sekitarnya, mencari daerah jajahan, mencari bahan mentah dan pasaran hasil industri, dan menyebarkan agama. Dari pernyataan tersebut, wawasan masyarakat (Eropa) mengenai kehidupan di luar dirinya semakin luas. Hal tersebut menumbuhkan kesadaran akan adanya perbedaan bentuk fisik manusia, seperti ada berkulit hitam, kuning, rambut keriting, lurus dan sebagainya. Selain itu, terdapat pula perbedaan bahasa, tingkat teknilogi, cara hidup, dan adat istiadat.1 Untuk itu kita mengetahui di berbagai tempat suasananya berbeda, bahkan karakter manusianya pun berbeda. Untuk mempelajarinya yaitu dengan ilmu antropologi agar manusianya sendiri tidak terjadi perpecahan. Dengan mengetahui ilmu antropologi ini akan menambah wawasan manusia dalam bidang apapun terutama dalam bidang social dan pendidikan. 1 Tedi Sutardi, Mengungkap Keberagaman Budaya (Bandung: PT Setia Purna Inves, 2003), h. 2. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Antropologi Kata antropologi menurut Koentjaraningrat merupakan gabungan dua konsep yaitu Antropos yang berarti manusia dan Logos yakni ilmu. Artinya,ilmu yang mempelajari tentang aspek manusia yang manitiktekankan pada: 1. Sejarah perkembangan manusia sebagai makhlkuk sosial dan budaya. 2. Sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia dipandang dari sudutciri tubuhnya. 3. Penyebaran dan terjadinya aneka warna bahasa yang diucapkan olehmanusia di dunia. 4. Pekembangan, penyebaran, dan terjadinya aneka warna darikebudayaan manusia di dunia. 5. Dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupannya.2 B. Fase-fase Perkembangan Antroplogi 1. Fase pertama (sebelum 1800) Dimulai dari kedatangan bangsa Eropa Barat ke benua Asia, Afrika, Oceania, dan Amerika selama empat abad yang kebanyakan olehpara musafir, pelaut, pendeta nasrani, dan pegawai pemerintah jajahanmengumpulkan laporan, kisah perjalanan dan pengetahuan berupadeskripsi tentang adat istiadat, susunan masyarakat dan dan ciri-ciri fisikpenduduk pribumi tersebut. Bahan deskripsi itu disebut etnografi (ethos=bangsa). Beberapa pandangan Eropa barat terhadap masyarakat pribumitersebut, yaitu: a. Ada yang berpandangan bahwa bangsa-bangsa itu bukanmanusia melainkan manusia liar atau keturunan iblis dan sebagainya b. Ada yang berpandangan bahwa bangsa-bangsa itu adalah contohmasyarakat yang masih murni dan belum mengenal kejahatandan keburukan seperti masyarakat yang ada di Eropa. c. Ada yang tertarik pada adat istiadat aneh, lalu mengumpul benda-benda kebudayaan dari berbagai suku di Asia, Afrika, Oceaniadan Amerika 2 Moh. Rosyid, Antropologi Pendidikan (Kudus: STAIN Kudus Press,2009), h. 134. pribumi ini menjadi satu dan membuat museumpertama agar dapat dilihat oleh umum. 2. Fase kedua (sekitar abad pertengahan) Masyarakat Eropa kala itu berpikir bahwa masyarakat dankebudayaannya lambat laun akan berevolusi dalam beberapa tahunlamanya dan menempuh berbagai tingkatan dari tingkatan, dari tingkatanrendah ke tingkatan yang tertinggi. Masyarakat Eropa kala itumenganggap bahwa bentuk masyarakat dan kebudayaan tertinggi adalanEropa barat. Masyarakat di luar Eropa Barat adalah primitif yang tingkatkebudayaannya lebih rendah yang masih hidup sampai sekarang,sebagai sisa-sisa dari kebudayaan manusia jaman dulu. Timbulnya klasifikasi/ tingkatan evolusi masyarakat dan beragam kebudayaan di dunia maka timbulah Ilmu Antropologi dan menyebabkan timbulnya pulakarangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran kebudayaanbangsa-bangsa. Pada fase ini ilmu antropologi masuk ke dalam ilmuakademis dengan tujuan: “mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitive dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebarankebudayaan manusia. 3. Fase ketiga (permulaan abad ke 20) Setelah sebagian Eropa memantapkan kekuasaannya di daerah jajahan luar Eropa maka ilmu antropologi menjadi sangat penting karenapada umumnya masyarakat tersebut masih belum kompleks sepertimasyarakat bangsa Eropa. Sebagai contoh Amerika yang mengalamiberbagai masalah yang berhubungan dengan suku-suku bangsa Indianpenduduk pribumi benua Amerika, kemudian terpengaruh oleh ilmu antropologi tadi. Sehingga “mempelajari masyarakat dan kebudayaansuku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial danguna mendapatkan suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks”. 4. Fase keempat (sesudah kira-kira 1930) Pada fase ini, ilmu antropologi berkembang semakin luas yangdisebabkan adanya dua perubahan di dunia: a. Timbulnya antipasti terhadap kolonialisme sesudah PD II;2. b. Hilangnya bangsa-bangsa primitif (bangsa- bangsa asli danterpencil dari pengaruh kebudayaan Amerika dan Eropa)dengan cepat sekitar tahun 1930 dan setelah PD II hampir tak ada lagi. Kedua proses tersebut menyebabkan hilangnya lapangan ilmuantropologi ini sehingga timbul keinginan memperluas dengan tujuanbaru. Para ilmuwan dan tokoh antropologi di berbagai negara Amerikadan Eropa (termasuk Uni Soviet) mengadakan symposium merumuskanpokok tujuan dan ruang lingkup ilmu antropologi sehingga para peneliti mengembangkan ilmu antropologi yaitu tidak hanya mempelajari sukubangsa primitive namun beralih ke manusia pedesaan baik di Eropamaupun di luar Eropa, yang ditinjau dari ragam fisik, masyarakat dankebudayaannya. Tetapi warisan dari fase pertama, kedua dan ketigatidak dibuang begitu saja namun sebagai landasan perkembangan yangbaru.Mengenai tujuannya, perkembangan ilmu antropologi yangkeempat ini dibagi menjadi dua, yaitu: tujuan akademis dan tujuan praktif.Tujuan akademis adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari keragaman bentuk fisiknya,masya rakat serta kebudayaannya. Tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangunsuku bangsa masyarakat itu.3 C. Tokoh Antropologi Dalam Islam 1. Koentjaraningrat Koentjaraningrat lahir di Yogyakarta tahun 1923. Beliau lulus Sarjana Sastra Bahasa Indonesia Universitas Indonesia pada tahun 1952. mendapat gelar MA dalam antropologi dari Yale University (Amerika Serikat) tahun 1956, dan gelar Doktor Antropologi dari Universitas Indonesia pada tahun 1958. Sebelum menjalani pensiun tahun 1988, ia menjadi gurubesar Antropologi pada Universitas Indonesia. Beliau pernah pula menjadi gurubesar luar biasa pada Universitas Gajah Mada, Akademi Hukum Militer, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan pernah diundang sebagai gurubesar tamu di Universitas Utrecht (Belanda), Universitas Columbia, Universitas Illinors, Universitas Ohio, Universitas Wisconsin, Universitas Malaya, Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales di Paris, dan Center for South East Asian Studies, 3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antopologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hh. 2-5. Universitas Kyoto. Penghargaan ilmiah yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Utrecht (1976) dan Fukuoka Asian Cultural Price (1995). Menurut beliau, dalam menentukan dasar-dasar dari antropologi Indonesia, kita belum terikat oleh suatu tradisi sehingga kita masih dapat memilih serta mengkombinasikan berbagai unsur dari aliran yang paling sesuai yang telah berkembang di negara-negara lain, dan diselaraskan dengan masalah kemasyarakatan di Indonesia.4 Karya-karyanya yang telah diterbitkan antara lain Atlas Etnografi Sedunia, Pengantar Antropologi, dan Keseragaman dan Aneka Warna Masyarakat Irian Barat. 2. Parsudi Suparlan Prof. Parsudi Suparlan adalah seorang Antropolog Nasional, ilmuwan sejati, yang berjasa menjadikan Antropologi di Indonesia memiliki sosok dan corak yang tegas sebagai disiplin ilmiah, yang tak lain adalah karena pentingnya penguasaan teori. Beliau lulus Sarjana Antropologi dari Universitas Indonesia tahun 1964. Kemudian menempuh jenjang MA lulus pada tahun 1972 dan PhD lulus tahun 1976 di Amerika Serikat. Beliau mencapai gelar Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia tahun 1998. Menurut beliau, antropologi merupakan disiplin ilmu yang kuat, karena pentingnya teori, ketajaman analisis, ketepatan metodologi, dan tidak hanya sekedar mengurai-uraikan data. Selain itu, juga pentingnya pemahaman yang kuat mangenai konsep kebudayaan dan struktur sosial. D. Landasan Filosofis Antropologi Pendidikan Untuk memperoleh pemahaman tentang landasan filosofis antropologi pendidikan, tentunya memunculkan jawaban yang berkaitan dengan tig alandasan dasar filsafat yakni epistimologi, ontologi dan aksiologi keilmuan. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani dari asal kata ‘epistema’ yang berarti pengetahuan dan ‘logos’ yang bermakna pengetahuan. Jadi, epistimologi adalah pengetahuan mengenai pengetahuan. Esensi dasar yang dikaji epistimologi adalah persoalan yang diketahui dan bagaimana cara mengetahui. 4 Jd, epistimologi dalam pendidikan adalah Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi I, cet. III (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hh. 6-7. memberikan jawaban bahwa ilmu antropologi pendidikan adalah ilmu yang memadukan antara konsepsi budaya dengan pendidikan. Sedangkan kata ‘ontologi’ berasal dari bahasa Inggris yakni ‘ontology’ juga berasal dari bahasa Yunani dari kata ‘on’ yang berarti ada dan ‘ontos’ berarti pemikian.Jadi, ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadannya. Sedangkan landasan ontologi ilmu antropologi pendidikan adalah keberadaan budaya di tengah ekologi budaya. Adapun aksiologi menurut Heri dan Listiyono berasal dari kata ‘axios’yang berarti nilai dan ‘logos’ yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah ilmu atau teori yang mempelajari hakikat nilai. Jd, aksiologi kaitannya dengan antropologi pendidikan digunakan sebagai landasan sejauh mana manfaat yang diberikan dari konsep (antropologi pendidikan) terhadap peserta didik dalam kehidupan sehari-sehari di tengah ekologi budayanya. E. Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan Antara kebudayaan dengan pendidikan terdapat hubungankomplementer. Pertama, kebudayaan berperan sebagai masukan (input) bagi pendidikan. Kedua, pendidikan berfungsi untuk melestarikan kebudayaan masyarakat (fungsi konservasi) dan juga berfungsi dalam rangka melakukan pengembangan dan perubahan kebudayaan masyarakat ke arah yang lebih baik (fungsi kreasi atau inovasi).5 F. Pentingnya Kajian Antropologi Pendidikan Untuk memperoleh pemahaman tentang pentingnya mengkaji antropologi pendidikan, dapat dipahami beberapa poin berikut antara lain: memahami esensi dasar kebudayaan, mencetak generasi yang berbudaya, menghormati aneka-ragam kebudayaan indonesia, memahami pesan budaya, berinovasi dengan budaya baru, tertanamnya praktik pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti, dan terciptan ya pesertadidik yang berbudaya.6 5 Din Wahyudin, Materi Pokok Pengantar Pendidikan (Jakarta: Universitas terbuka, 2007), hh. 6-9. 6 Din Wahyudin, Materi Pokok Pengantar Pendidikan, hh. 148-150. G. Peran Antropologi pendidikan Dapat dinyatakan bahwa peran antropologi pendidikan pada dasarnya adalah mediator (perantara) antara peserta didik dengan dinamika beserta pernikpernik budaya yang ada di sekitarnya. Untuk memediasinya langkah dasar yang harus ditanamkan adalah pengenalan terhadap aneka budaya.Meskipun penanam itu memerlukan kiat dan strategi yang dinamis sesuaidengan objek budaya setara berkesinambungan.7 H. Hambatan Antropologi pendidikan Adapun hambatan pelaksanaan Antropologi pendidikan antara lain : 1. Komersialisasi Komersialisasi dalam konteks ini diberi nama praktis dan sederhana adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu ketika berinteraksiyang mengeluarkan tenaga atau pikiran dengan pihak lain, bagi pelakunya mengharapkan upah atau materi. Hal ini pada dasarnya menafikan esensisikap tolong-menolong antar sesama. 2. Kapitalisasi Maksud kapitalisasi adalah penghargaan dan kesuksesan orang hidup di abad modern diukur dengan seberapa besar modal yang dimiliki seseorang. Bahkan hal ini pun dialami bagi individu yang hidup di masa-masa sebelumnya. Karena hidup di dunia membutuhkan materi. Dengan besarnya modal yang dimiliki seseorang, keberadaanya mampu beraksi sesuai dengan karakternya. Biasanya karena banyaknya modal adalah individualis.8 7 8 Din Wahyudin, Materi Pokok Pengantar Pendidikan, h. 159. Din Wahyudin, Materi Pokok Pengantar Pendidikan, hh. 202-203. karakter yang terbangun BAB III PENUTUP Kesimpulan Selama manusia tidak memanusiakan dirinya, manusia tidak akan pernah kenal dengan lingkungan sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antopologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi I, cet. III (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Rosyid, Mohammad, Antropologi Pendidikan (Kudus: STAIN Kudus Press,2009) Sutardi, Tedi, Mengungkap Keberagaman Budaya (Bandung: PT Setia Purna Inves, 2003) LEMBAR PENGECEKAN PLAGIASI di Plagiarisma.net <a href="http://plagiarisma.net/" title="plagiarism checker"><img src="http://cdn.plagiarisma.net/banner270x20.gif" alt="plagiarism checker" width="270" height="20" style="border-style:none" /></a> Total 13405 chars (2000 limit exeeded) , 279 words, 3 unique sentences, 100% originality