Yohanes 10:40-42 - GRII Kelapa Gading

advertisement
Khotbah Minggu (18 Agustus 2013)
Ringkasan Khotbah
GRII Kelapa Gading
Pengkhotbah : Pdt. Billy Kristanto, Th.D Tema : …....….…..……………...….........
Nas Alkitab
: .............................................................................................................
688/727
Tahun ke-14
Hati-Hati terhadap Ragi Kemunafikan
Pdt. Billy Kristanto, Th.D.
Lukas 12:1-12
Dalam bagian yang sudah kita baca ini
Yesus
menekankan
tentang
ragi
kemunafikan, istilah ragi dalam alkitab
memang tidak selalu dipakai negatif, itu bisa
dipakai negatif bisa juga positif. Kita membaca
bagaimana Yesus juga memakai istilah ragi ini
untuk menggambarkan realita Kerajaan Allah,
ragi mengkhamirkan semuanya, tetapi di
dalam bagian ini dipakai secara negatif. Coba
kita perhatikan natur atau sifatnya itu sama, ini
semacam imitasi dari dosa terhadap pekerjaan
Roh Kudus dan firman. Ragi itu begitu masuk
akan mengkhamirkan semuanya, baik itu
benih yang kudus ataupun imitasinya yaitu
dosa. Gambaran di sini, waktu kita melihat
sesuatu yang buruk itu masuk, itu akan
mempengaruhi
semuanya,
tidak
bisa
dilokalisasi, mungkin gambaran sederhana
yang juga dijelaskan oleh Paulus sendiri,
gambaran penjelasan secara biologis. Kita
juga tidak bisa melokalisasi rasa sakit bukan,
tidak bisa kan? Kalau kita sakit gigi,
persoalannya bukan hanya pada gigi saja,
seluruh tubuh akan menanggung rasa sakit itu
kan? Karena ada kaitan organik satu dengan
yang lain.
Demikian waktu kita melihat ragi, ragi itu
tidak bisa dilokalisasi, kalau ragi sudah mulai
tercampur dalam adonan, kita tidak bisa
membalikkan lagi, karena sudah tecampur
kemana-mana. Demikian juga waktu kita
melihat
ragi
kemunafikan,
selain
kemunafikannya sendiri juga bahaya, tetapi
juga penyebarannya. Orang tidak sadar kalau
itu sudah tersebar, seperti dalam perikop
sebelumnya, diumpamakan seperti kubur
yang tidak ada tandanya, orang yang berjalan
diatasnya tidak mengetahui dan menajiskan
dirinya tanpa dia tahu. Ragi setelah tersebar
akan sulit untuk ditarik kembali, ini seperti
satu bakteri yang berkembang biak begitu
cepat di dalam kehidupan manusia, conciously,
unconciously ini ditularkan oleh orang-orang
yang
dengan
sengaja
melakukan
GRII KG 688/727 (hal 4)
18 Agustus
2013
kemunafikan, seperti yang dicatat dalam
bagian ini adalah orang-oranf Farisi.
Di dalam alkitab banyak sekali yang
membicarakan aspek komunal, bukan hanya
aspek individual, termasuk dalam bagian ini.
Karena itu waktu kita membaca seperti di
dalam Mazmur 1, penting sekali waktu
dikatakan, jangan duduk bersama dengan
orang fasik, bukan berarti orang kristen lalu
diminta untuk tidak berurusan sama sekali
dengan orang berdosa, tidak mungkin, karena
kita sendiri juga orang berdosa. Tetapi apa
yang dimaksudkan dalam Mazmur 1 yaitu
bahwa ragi itu kalau sudah menyebar, kita
tidak bisa lagi menahan, orang yang tidak
berniat seperti itu pun akan tertular menjadi
satu lifestyle, jadi satu system yang kita seperti
tidak diberikan pilihan lagi. Saya percaya di
Indonesia kita juga menghadapi model seperti
ini bukan? System, betapa sulitnya orang
hidup tidak mengikuti system yang sudah
salah ini, kalau orang mau keluar dari system
yang keliru itu, sangat tidak mudah,
pengorbanannya besar dan bahayanya juga
besar.
Dalam bagian ini Yesus dengan berani
menegur, ingin menyelamatkan kelompok
yang besar ini, beribu-ribu orang dikatakan,
supaya jangan terjangkiti atau tertular
terhadap ragi kemunafikan orang Farisi
(kemunafikan mereka sudah dibahas dalam
pasal 11). Hari ini boleh ditambahkan satu
poin
yang
esensial,
substansial,
apa
sebetulnya kemunafikan itu? Yaitu satu
keadaan
yang
tidak
mencerminkan
kesinambungan integritas antara yang di luar
dan di dalam (luar dan dalam berbeda), itu
namanya kemunafikan. Kemunafikan itu
bukan berarti setiap orang harus sempurna
lalu tidak pernah memiliki kelemahan lagi,
karena kita tahu bahwa kita semua punya
kelemahan. Kemunafikan itu bukan berarti
oh… orang itu bagus di situ tapi dalam bagian
lain di lemah sekali, ya mungkin kita sendiri
juga seperti itu, tetapi itu tidak necessary
menjadikan kita orang yang munafik. Munafik
itu bukan orang yang baik disatu bagian lalu
kurang di dalam bagian yang lain, bukan, saya
GRII KG 688/727 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (16)
Ekspositori Injil Lukas (16)
percaya kita semua memiliki persoalan itu.
Tetapi waktu kita di dalam satu keadaan tidak
jujur dengan kelemahan kita sendiri, oleh
karena itu kita harus jujur mengakui
kelemahan kita dan bahwa kita juga bergumul
dengan kelemahan itu.
Kemunafikan
mengajarkan
yang
berbeda, kita menutupi kelemahan, tidak
sincere, tidak tulus di dalam hati, memainkan
satu peran yang berbeda. Ada orang di dalam
kehidupannya itu sangat ahli, expert, seperti di
dalam pikirannya itu ada banyak channel,
kalau bertemu dengan orang apa channel 3,
bertemu dengan orang apa lagi channel 5 dst.,
dan itu cepat sekali bergantinya, sangat mahir.
Ada orang yang mempunyai kemampuan
untuk langsung bisa mengganti topeng,
topengnya diganti dengan topeng yang lain,
sangat profesional. Kita harus hati-hati
dengan kecenderungan yang seperti ini,
meskipun ini certain skill juga, tetapi seringkali
tidak melibatkan apa yang di dalam hati, itu
yang berbahaya. Kalau kita bandingkan
dengan sejarah seni pada umumnya, ada
perbedaan periode antara Barok dengan
periode romantik, di dalam periode Barok
(zaman rasionalis) waktu kita menyajikan seni
musik selalu ada distance, jarak, jadi saya tidak
boleh terlalu terlibat di dalamnya, saya
sebagai subyek, yang saya mainkan itu obyek,
saya dengan cepat bisa ganti-ganti channel,
karena memang saya tidak pernah terjun ke
dalam.
Tetapi kalau kita perhatikan
penghayatan daripada zaman romantik, orang
malah tenggelam di dalamnya, tidak memakai
topeng, tidak sedang memainkan peran,
bukan berarti zaman romantik lebih biblikal,
bukan, tetapi di dalam arti bahwa di dalam
kehiduan kita bisa terjadi kemungkinan
paradigma seperti itu juga. Waktu kita
menjadikan segala sesuatu itu sekedar
sebagai sesuatu yang saya kendalikan sebagai
obyek yang di luar dan bukan sesuatu yang
saya hayati. Firman Tuhan bisa dikhotbahkan
secara profesional, bisa, waktu kita sharing
kepada orang lain bisa secara profesional,
bisa, maksudnya saya tidak harus terlibat.
Bahkan keterlibatan yang diciptakan pun juga
bisa, kalau mau, seperti ketika satu orang
dalam acara duka, tadinya baru saja ketawaketawa, ketika diminta memberi sambutan,
dalam waktu yang singkat bisa ganti channel,
tiba-tiba dia langsung bisa sedih dan
menangis. Luar biasa profesional….
Saya percaya walaupun kita berbakat
atau kurang berbakat, kita tidak kebal dengan
kecenderungan seperti itu, ini yang disebut
dengan kemunafikan. Kemunafikan adalah
orang yang tidak ada kaitan, disintegrasi
antara yang di luar dengan yang di dalam,
tidak sama, yang di luar tidak mencerminkan
yang di dalam, ekspresi yang di luar itu
berbeda dengan apa sebetulnya yang di
dalam hati, tetapi hanya sekedar pengelolaan
manusiawi belaka. Yang terjadi bukan satu
ketersentuhan natural karena kita menerima
sesuatu dari Tuhan, tergerak, tetapi sesuatu
yang kita created sendiri, professionally, bukan
suatu respon, tetapi sesuatu yang saya
merupakan inisiatif sendiri, menciptakan dari
diri saya sendiri lalu berusaha untuk
mengesankan
orang
lain.
Di
dalam
kemunafikan tidak ada satu pun transformasi
yang betul-betul terjadi di dalam hati,
kenapa? Karena kita tidak pernah membuka
bagian dalam tersebut, kita maunya main
dengan hal-hal yang eksternal, kerohaniankerohanian yang eksternal, ibadah menjadi
ibadah yang eksternal, semuanya bisa jadi
eksternal. Bahkan kehidupan keluarga pun
eksternal juga, tidak melibatkan apa yang di
dalam hati, akhirnya menjadi orang yang
munafik. Orang-orang Farisi adalah orangorang yang digambarkan seperti itu, Yesus
memperingatkan pertama kepada muridmuridNya, tetapi juga kemudian kepada
ribuan orang yang ada di situ.
Ayat 2 dan 3 mengatakan, mengapa
tidak
worthed,
tidak
mungkin
juga
menjalankan filosofi kemunafikan itu karena
tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang
tidak akan dibuka, ini adalah satu panggilan
untuk hidup transparan, hidup terbuka.
Kalau boleh kita aplikasikan dalam hal
sederhana khususnya mungkin dalam kultur
orang Indonesia yang suka gosip. Kita
seringkali mengatakan sesuatu yang kita tidak
siap kalau hal itu terbuka lalu kemudian orang
lain mengetahui. Kita cerita ke A, kita bilang,
saya hanya kasih tahu kamu, jangan kasih tahu
orang lain lagi, si A lalu kasih tahu lagi sama si
B, saya hanya kasih tahu kamu ya, jangan
kasih tahu orang lain lagi, lalu kasih tahu lagi
ke C, akhirnya seribu orang tahu semua dan
akhirnya orang yang diomongin tahu juga,
setelah orang yang diomongin tahu lalu
bagaimana? Lalu orang itu panik dan
membuat
satu
penjelasan-penjelasan,
rasionalisasi, lalu kita bilang bahwa kamu
salah mengertilah dst., tetapi intinya adalah
sebenarnya kita tidak siap bahwa perkataan
yang kita katakan itu di dengar oleh banyak
orang.
Pertimbangannya
bukan
karena
pertimbangan rohani seperti, oh… dia belum
siap menerima atau mendengar kalimat itu,
bukan, tetapi karena saya tidak siap bahwa
kejelekan saya terbongkar, yang suka
GRII KG 688/727 (hal 2)
ngomongin orang lain, yang suka ngomongin
kelemahan dan kejelakan orang lain, kan tidak
enak sekali kalau ketahuan. Kemunafikan,
ketidaksiapan untuk diperhadapkan secara
publik. Ayat 2 dan 3 ini adalah satu panggilan,
satu ajakan dari Tuhan Yesus untuk hidup
transparan, kalau kita sudah mengatakan ya
kita
harus
siap
bahwa
orang
lain
mengetahuinya, sebetulnya cara yang paling
baik kalau kita kurang suka atau kita rasa ada
kelemahan di dalam diri orang lain, cara yang
paling dewasa adalah berbicara langsung
dengan dia, mungkin sebelumnya perlu bicara
sama Tuhan, minta kekuatan dari Tuhan untuk
berbicara dengan orang itu. Setelah itu ya
bicarakan langsung dengan orang itu, tidak
usah bicara kepada orang lain, kalau bicara
kepada orang lain tetapi tidak bicara kepada
orang itu, ya jadinya adalah gosip. Bukan
berarti tidak ada tempat sama sekali untuk
uneg-uneg (misalnya kejelekan orang lain),
tapi uneg-uneg itu bisa berubah jadi gosip
kalau kita ceritakan kepada orang lain, lalu kita
masih tetap katakan bahwa itu uneg-uneg, ya
tidaklah, itu bukan lagi sharing uneg-uneg
tetapi sudah menjadi satu gosip mania.
Kalau kita membaca tulisan orang-orang
puritan, orang-orang yang diberkati Tuhan,
yang mencoba untuk membuat aplikasi
sedetail mungkin di dalam kehidupan mereka,
kadang-kadang kita mendapati tulisan mereka
seperti legalism-nya seperti ini, tetapi kalau
kita humble enough untuk betul-betul
mendengarkan lalu belajar apa yang mereka
maksudkan indeed mereka mengajarkan halhal yang begitu praktis, yang sangat berguna
juga untuk pembentukan kerohanian kita.
Misalnya membicarakan orang lain sampai di
dalam batas apa? Sering kita mendengar
bahwa orang-orang kristen itu tidak pernah
gosip, mereka hanya share beban, saya bukan
sedang membicarakan orang lain, saya mengencourage orang lain untuk mendoakan orang
yang saya jelek-jelekkan tadi, supaya ada
beban doa. Kan bagus ada doa syafaat, kalau
tidak, apa yang mau didoakan? Tetapi itu
hanya rasionalisasi di dalam kehidupan kita, di
dalam spiritualitas yang kacau.
Sekali lagi ayat 2 dan 3 satu ajakan dari
Tuhan Yesus supaya kita hidup di dalam
transparansi integritas, tidak banyak channel,
waktu dikatakan tidak banyak channel bukan
berarti kita tidak lincah, itu hal yang berbeda.
Peka terhadap konteks dengan orang yang
main channel secara profesional itu totally
differenting,
itu
sama
sekali
tidak
berhubungan. Kita tidak membicarakan orang
yang lincah di dalam pimpinan Roh Kudus
waktu bertemu seseorang bisa mengetahui
kebutuhannya lalu berbicaranya berbeda
karena di dalam kasih. Kasih kan membuat
kita peka terhadap konteks, kalau kita
mengasihi kita kan jadi mengenal, mengenal
orang yang kita kasihi dan orang yang
mengenal akan memperlakukan orang secara
berbeda, oh… anak yang pertama ini harus
saya perlakukan begini, kalau anak yang ke
dua harus begini dst. kenapa? Karena kita
mengenal kenapa kita mengenal, karena kita
mengasihi, karena kita mengasihi maka kita
mengenal.
Tetapi yang dimaksud di sini adalah
bukan itu, tidak ada hubungannya dengan
kasih, orang yang ganti-ganti channel secara
lincah di dalam pengertian tidak ada
integritas atau munafik, professionally di
dalam pergantian peran seperti itu adalah hal
yang sama sekali berbeda dengan orang yang
peka terhadap konteks secara positif. Ada
satu komentator yang mengatakan ayat 3 ini
interesting ditafsir secara positif waktu di sini
dikatakan, “apa yang kamu katakan dalam
gelap kedengaran dalam terang, apa yang
kamu bisikkan ketelinga di dalam kamar”,
kamar di dalam bahasa aslinya di dalam
istilah yang sama seperti yang dibicarakan
Yesus dalam khotbah di bukit, “kalau kamu
berdoa, masuklah ke dalam kamar”. Kamar itu
dalam zaman kita mirip seperti gudang, satu
tempat untuk persediaan barang-barang,
tidak ada jendela sama sekali dan gelap,
makanya di sini dikatakan gelap, kamar yang
tersembunyi itu. Masuk ke sana di dalam
ketersembunyian, ya mungkin komentator
itu menafsir ayat 3 berdasarkan khotbah di
bukit, dia mencoba melihat secara spirit yang
sama, secara positif.
Intinya adalah berlaku dua-dua, baik hal
yang baik atau hal yang buruk, yang kita
katakan di dalam ketersembunyian akan
dibongkar kedengaran di dalam terang. Ini
satu prinsip, baik hal yang negatif, hal yang
buruk akan dibongkar juga di dalam terang,
tetapi hal yang positif Tuhan juga yang akan
membongkar di dalam terang pada waktru
Tuhan, kita tidak bisa menghindari prinsip ini.
Pertanyaannya bukan apakah kita melakukan
yang
tersembunyi
atau
tidak,
tetapi
pertanyaannya adalah apa yang kita
bicarakan
di
dalam
tempat
yang
tersembunyi itu, kalau kita membicarakan
yang buruk, maka yang buruk itu akan
dibongkar dan diketahui oleh banyak orang,
akan mempermalukan. Tetapi kalau yang kita
tabur, yang kita bicarakan dalam tempat
tersembunyi adalah hal-hal yang baik, juga
akan terbongkar dan itu akan memberkati
banyak orang. Dalam ayat 3 kita melihat ada
GRII KG 688/727 (hal 3)
satu prinsip yang universal, yang mendorong
kita untuk memikirkan ketersembunyian kita
itu lebih banyak diisi oleh apa? Apa yang kita
lakukan?
Ada penulis spiritual mengatakan,
seseorang keadaanya bagaimana itu dinilai
waktu dia sedang sendiri, justru karena ada
bahaya kemunafikan, dihadapan banyak orang
kita cenderung berperan, kalau bisa ya
berperan baik dong, berparan holy, berperan
menyenangkan, berperan orang saleh, tapi
apa yang terjadi waktu kita berada di dalam
satu tempat yang tersembunyi, yang sendiri,
ya itulah keadaan saudara dan saya
sesungguhnya. Waktu tidak ada orang lain
yang melihat dan maksudnya di sini bukan
hanya secara lokasi, tetapi juga di dalam
pengertian sosial, oh… kalau saya melakukan
ini tidak dapat bintang loh…. istilah fulgarnya
pak Tong tidak tahu, tidak dapat pujian…, ya
itulah tempat tersembunyi. Pikiran dunia
adalah terus-menerus di dalam kesibukan
untuk mengesankan seluruh dunia, alkitab
bilang itu kemunafikan, istilah sederhana.
Tetapi orang-orang yang membangun
dirinya di dalam integritas mengetahui saatsaat tersembunyi, saat-saat di dalam kamar
gelap, yang tertutup, yang kemudian akan
diberitakan dari atas atap rumah. Rumahrumah di Timur Tengah itu tidak seperti di sini,
atap rumahnya datar, jadi orang bisa berdiri di
atasnya, waktu orang bicara di atas, orang
yang berjalan di bawah bisa mendengar.
Intinya adalah apa yang tersembunyi akan
tersebar keluar, berbahagialah kalau kita
mengisi saat-saat ketersembunyian kita
dengan hal-hal yang mempermuliakan Tuhan,
itu menjadi satu latihan integritas, latihan
kejujuran, satu latihan yang menahan,
mengurung
dan
menginjak-injak
kemunafikan.
Waktu kita menekankan bagian seperti
ini, berperang secara public seperti Yesus
Kristus terhadap bahaya kemunafikan, ada
bahaya yang bisa dialami, maka di dalam ayat
4 Yesus sudah mengantisipasi. Waktu orang
berperang terhadap kemunafikan, kita juga
akan turut melukai orang-orang yang
memang suka hidup dalam kemunafikan, ya
kan? Waktu kita berperang terhadap
ketidakjujuran, bersamaan dengan itu kita
juga potentially sekaligus actually melukai
orang-orang yang memang suka hidup di
dalam kepura-puraan dan kebohongan
tersebut, di situ ada bahaya. Kalau ada bahaya
ya kita bisa takut, waktu takut bagaimana? Ya
terbawa di dalam kemunafikan mereka,
sudah terkhamir di dalam ragi tadi. Bahaya loh
kalau bicara, jangan bicara dong, ini bahaya,
nanti bisa runyam kalau kita bicara, lalu
bagaimana? Ya lebih baik diam, waktu diam,
ya ragi itu sudah masuk. Ragi itu kan sangat
mudah menyebar, orang hidup di dalam
kepura-puraan, itu menjadi satu system
culture yang di celebrate di seluruh dunia, lalu
waktu orang seperti Yesus berusaha untuk
counter hal tersebut Dia barada dalam satu
keadaan yang bahaya.
Maka ayat 4 dikatakan, hai sahabatsahabatKu, jangan kamu takut terhadap
mereka yang dapat membunuh tubuh, bisa
dibunuh orang membongkar kemunafikan,
bisa dibenci, bisa dikucilkan. Jangan takut
terhadap mereka yang dapat membunuh
tubuh tetapi kemudian tidak bisa berbuat
apa-apa lagi, di sini Yesus memberikan satu
batas, yang bisa dilakukan manusia itu apa
sih? Memang mereka masih diijinkan Tuhan
untuk membunuh tubuh, tetapi setelah itu
tidak bisa apa-apa lagi, tidak bisa masuk
kebagian dalam, hanya bisa menyerang
bagian eksternal. Karena mereka adalah
orang-orang yang suka menghidupi yang
eksternal, menyerangnya pun hanya bagian
yang eksternal, karena kategori orang-orang
eksternal. Mereka tidak bisa menyerang
bagian yang di dalam, tidak bisa. Mereka tidak
bisa menghancurkan iman kepercayaan kita,
kejujuran kita, tidak mungkin bagian itu bisa
dibunuh. Yesus kemudian mengatakan, Aku
akan menunjukkan kepada kamu siapa yang
harus kamu takuti yaitu Allah sendiri, yang
setelah membunuh mempunyai kuasa untuk
melemparkan orang ke dalam neraka,
sesungguhnya Aku berkata, takutlah Dia.
Di sini ada satu kontras, antara takut
manusia yang sangat dekat dengan
kemunafikan itu, orang yang takut akan
Allah tidak akan takut pada manusia. John
Owen pernah mengatakan, kita berdosa dan
kita dijauhkan dari alkitab atau kita mengikuti
alkitab, dosa yang akan dibunuh, hanya ada
dua pilihan itu, dosa yang menguasai kita atau
kita yang menguasai dosa. Kita takut kepada
Tuhan dan karena itu kita akan menyingkirkan
takut kepada manusia atau kita takut kepada
manusia dan karena itu kita tidak punya hati
yang takut kepada Tuhan. Dua-duanya itu
tidak mungkin, satu akan menyingkirkan yang
lainnya, kalau kita takut kepada Tuhan, tidak
akan takut pada manusia, kalau kita terlalu
takut kepada manusia, ya orang seperti itu
tidak mungkin punya rasa takut banar
dihadapan Tuhan, tidak mungkin. Maka di sini
Yesus mengatakan, takutlah kepada Dia yang
mempunyai
kuasa
untuk
menentukan
kehidupan
orang
setelah
kematian,
melemparkan orang ke dalam neraka.
Manusia hanya bisa membunuh, setelah
membunuh tidak bisa membawa orang lagi ke
neraka kan? Manusia tidak ada kuasa
GRII KG 688/727 (hal 4)
menentukan after life itu, tetapi Yesus, Allah
mempunyai kuasa melakukan itu.
Gambaran ini paradoks, ayat 5 , 6 sangat
menarik kalau kita melihat flow-nya, ayat 5
bicara tentang Allah yang mempunyai kuasa
melemparkan orang ke dalam neraka, kalau
kita memiliki hati yang takut kepada Allah
yang seperti itu, tapi ayat 6 mendadak pindah
ke bagian pemeliharaan Allah, burung pipit
di jual 5 ekor dua duit, tapi seekor pun tidak
ada yang dilupakan Allah. Ini berarti mau
mengatakan, takut akan Tuhan di sini bukan di
dalam pengertian takut kepada Allah yang
sebagai hakim atau algojo yang sudah siap
membunuh kapan saja, kan ada juga
gambaran agama seperti ini? Kalau kita tidak
hati-hati bisa masuk juga dalam gambaran
agama seperti ini, gambaran Tuhan yang siap
memberikan ganjaran kepada siapapun yang
melakukan dosa, akhirnya kita takut berbuat
dosa karena hukuman, bukan karena kita
mengasihi Tuhan, takut yang seperti itu
kurang dewasa.
Memang betul, Allah adalah Allah yang
sanggup melemparkan orang ke neraka, ini
gambaran yang riil, tapi bersamaan dengan itu
juga sekaligus juga adalah Allah yang bahkan
memelihara burung pipit yang tidak ada
artinya, yang dijual 5 ekor dua duit, itu murah
sekali, seperti tidak ada harganya, itupun tidak
dilupakan Allah. Allah yang kita takuti
sekaligus adalah Allah yang memelihara dan
bahkan rambut yang jatuh pun tidak diluar
kehendak Tuhan, ini hal yang tidak penting,
satu rambut jatuh dari sekian ratus rambut
apa artinya? Tetapi di sini dikatakan, bahkan
hal sekecil itu pun terhitung oleh Tuhan, ini
adalah ajaran tentang penetapan, tentang
providensia, kita jangan menarik spiritnya,
kalau spiritnya yang ditarik, akan menjadi
perdebatan yang tidak karu-karuan.
Mungkin dikalangan reformed juga
terjadi perdebatan, berapa detail sih
penetapan Allah? Kalau saya begini ini,
penetapan Allah atau bukan? Akhirnya masuk
ke dalam teologi skolastik yang tidak ada
kaitannya dengan spirit yang dibicarakan di
sini. Jangan lupa, penetapan Allah yang
sampai hal-hal kecil, spiritnya di sini bukan
mau mengajarkan, jangan lupa ya Allah itu
adalah Allah yang menetapkan semua sampai
yang paling detail, jam bergerak sedikit ini
pun di dalam penetapan Allah, salah, ini bukan
di dalam spirit seperti itu. Tetapi di dalam
spirit bahwa Tuhan itu memeliharakan semua
milimeter di dalam kehidupan kita sampai
yang terkecil, itu semuanya ada di dalam
kontrol Tuhan. Intinya adalah kita tidak perlu
takut, karena tidak ada hal yang sekecil
apapun Tuhan luput mengontrol. Doktrin
pemeliharaan, providensia, bukan tentang
perdebatan berapa dalam Tuhan menetapkan
atau hal-hal yang besar saja, yang kecil-kecil
diserahkan kepada kita, dst., akhirnya masuk
ke dalam satu diskusi teologi yang tidak
fruitful, tidak berhasil karena kehilangan
spiritnya. Intinya kita harus percaya kepada
Tuhan yang mengetahui semua kehidupan
kita dari yang paling besar sampai yang paling
kecil dan Dia merajut semuanya di dalam
rencanaNya yang sempurna.
Dalam
ayat
selanjutnya
doktrin
providensia ternyata bukan dipakai setelah
Tuhan memelihara, terus kita bersyukur, maka
marilah kita menikmati pemeliharaan Allah
yang sempurna itu. Ayat 8 mengatakan, justru
karena
Tuhan
adalah
Tuhan
yang
memelihara, maka beranilah bersaksi.
Doktrin providensia menurut Lukas 12 itu
strongly
connected
dengan keberanian
bersaksi, mengaku Yesus di depan manusia.
Masih ada kaitan dengan kemunafikan,
kemunafikan itu tidak berani mengaku
Tuhan, oh kalau lagi sendiri bisa mengaku
Tuhan, tetapi begitu dihadapan publik,
langsung mendadak jadi orang pluralis,
bahkan mengaku agama lain, karena takut
tidak dapat keuntungan kalau mengaku
kristen, kalau seperti ini bagaimana? Lalu
pura-pura tampil dari bagian mayoritas, sekali
lagi tidak sincere, ini kemunafikan lagi kan?
Tetapi di sini Yesus mengatakan, setiap
orang yang mengakui Aku di depan manusia,
Anak Manusia juga akan mengakui dia di
depan malaikat-malaikat Allah. Mengakui
bukan hanya secara private, tetapi mengakui
juga dihadapan publik, dua-duanya. Tadi
sudah dibahas, persoalannya bukan apakah
kita tersembunyi atau tidak tersembunyi,
tetapi apa yang kita lakukan di dalam
ketersembunyian. Yang tersembunyi itu akan
terlihat secara publik, tetapi di dalam bagian
ini kita mendapat tekanan yang paradoksikal
yang mengatakan, kita juga bisa melakukan
sesuatu yang benar dihadapan publik, berarti
bukan semuanya tersembunyi, bukan. Duaduanya harus dilakukan baik yang pribadi dan
yang publik, itu yang disebut berintegritas,
orang yang munafik, waktu tersembunyi
melakukan yang jahat, yang buruk, di depan
publik melakukan yang baik.
Tetapi ada jenis kekacauan yang lain lagi,
ada orang yang hanya berani di private, kalau
di private, dia berdoa, berdoa sebut nama
Tuhan, begitu dihadapan publik, langsung
diam seribu bahasa, tidak berani bicara
tentang Tuhan, takut. Bagian ini menutup
semua kemungkinan kebocoran kalau kita
melihat di depan publik mengaku Yesus,
kenapa bisa mengaku Yesus dihadapan
publik? Karena Tuhan memelihara. Doktrin
providensia bukan satu doktrin yang sekedar
GRII KG 688/727 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (16)
Ekspositori Injil Lukas (16)
menikmati pemeliharaan Tuhan, Tuhan
mencukupkan saya, ya memang betul, kalimat
itu tidak salah, tapi cara berpikir seperti itu
tidak terlalu dewasa, sangat self centre,
urusannya hanya kepada kepetingan pribadi.
Tapi dalam bagian ini lebih jauh dari pada itu,
kamu dipelihara Tuhan, karena itu beranilah
bersaksi dihadapan publik, saksikanlah
Kristus, karena kamu dipelihara oleh Tuhan,
jangan takut.
Siapa yang menyangkal Yesus dihadapan
manusia, dia juga akan disangkal dihadapan
malaikat-malaikat Allah, ini bukan berarti
bahwa Tuhan tergantung kita, Tuhan jadi
responsif terhadap kita bukan. Sebetulnya
mau menyatakan iman yang sejati atau tidak,
kenapa di sini Tuhan menyangkal dihadapan
malaikat-malaikat Tuhan, karena orang ini
memang tidak punya iman yang sejati. Apa
iman sejati? Iman sejati adalah iman yang
berani diakui secara publik. Kita harus hatihati dengan bentuk kekristenan yang private,
kalau bisa orang lain tidak usah mengenal
kekristenan saya, saya menunjukkan dari
karakter saja, tidak perlu bicara kalau saya
kristen. Percuma ngomong sebagai kristen
kalau tingkah laku tidak karuan, nanti malah
jadi batu sandungan, tidak mengaku karena
takut jadi batu sandungan, berarti memang di
dalamnya sudah jadi batu sandungan,
makanya tidak mau mengaku karena sudah
tahu akan jadi batu sandungan.
Kalau orang tidak seperti itu di dalam
kehidupannya, dia tidak perlu takut untuk
mengakui Yesus, di dalam firman Tuhan lain
dikatakan, terang bukan dibawah gantang,
tetapi diletakkan disatu tempat yang bisa
menyinari banyak orang, supaya orang
melihat lalu memuliakan Allah Bapa yang di
sorga. Kesaksian publik itu ada tempatnya,
bukan hanya kesalehan dan integritas
privately, tapi juga publicly, private itu tidak
membawa kemana-mana, tapi publik yang
berbeda dengan private juga disintegritas.
Maka di sini dikatakan, mengakui Yesus di
depan manusia tanda iman yang sejati.
Ayat 10, 11 dan 12, bagian ini khususnya
ditujukan kepada kelompok orang-orang yang
terus melawan pemberitaan injil, menghujat
Roh Kudus, menolak pekerjaan Tuhan sampai
pada akhirnya, itu adalah orang yang
menghujat Roh Kudus. Orang yang menolak
Anak Manusia, mungkin dia memang belum
dicelikkan, dicelikkan oleh siapa? Oleh Roh
Kudus. Kalau Roh Kudus terus-menerus
dipadamkan, ditolak, akhirnya orang itu ada di
dalam satu kebahayaan, ia tidak akan
diampuni, di dalam bentuk yang pasif, seperti
dia sedang membuang dirinya sendiri karena
dia terus menolak pekerjaan Tuhan. Orangorang yang terus menghalangi pekerjaan
Tuhan, pekerjaan Roh Kudus berada dalam
satu bahaya, menghujat Roh Kudus.
Yesus sudah mengantisipasi bahwa satu
saat murid-murid akan diperhadapkan kepada
majelis-majelis,
pemerintah-pemerintah,
penguasa-penguasa karena iman mereka
kepada Yesus. Sekali lagi di sini meneguhkan
doktrin providensia, providensia bukan hanya
di dalam pengertian Tuhan memberikan
kepada saya makanan yang secukupnya dst.,
tetapi juga di dalam bagian yang mungkin
jarang kita pikirkan yaitu penyertaan yang
khusus, waktu seseorang menderita karena
nama Tuhan. Waktu kita mengikut Tuhan, kita
akan menderita karena dunia ini tidak bisa
menerima Kristus, tetapi di situ ada
penyertaan khusus, spontan, dalam bagian ini
tidak perlu persiapan. Bukan berarti semuanya
tidak perlu persiapan, bukan, tetapi ada saatsaat kita tidak bisa kontrol, tidak bisa
antisipatif secara persiapan, Roh Kudus yang
akan mengajar pada saat itu juga secara
spontan apa yang harus kita katakan (seperti
Paulus, Petrus, Stefanus bagaimana mereka
mempertahankan iman). Penyertaan khusus
seperti ini hanya bagi orang yang menderita
karena nama Kristus, bukan untuk setiap
orang, kalau kita kurang menderita karena
nama Kristus, lalu kita tidak persiapan dan
karena itu tidak bisa bicara apa-apa, persoalan
bukan ada pada Roh Kudus, persoalan ada
pada diri kita sendiri.
Kaitannya dengan kemunafikan adalah
bahwa
kemunafikan
tidak
berani
melakukan kesaksian tentang Kristus dalam
kehidupannya sampai harus menderita.
Kemunafikan tidak akan membiarkan Roh
Kudus bekerja memimpin secara spontan,
karena tidak ada tempat lagi. Roh Kudus
sudah padam lebih dahulu, kenapa? Karena
kita sudah takut kepada manusia, waktu
dihadapkan kita takut, lalu kita berusaha
untuk menyenangkan orang-orang yang ada
disekitar kita. Kita memang tidak dipanggil
untuk semakin banyak melukai orang semakin
bagus, tidak, tetapi ada bahaya begitu besar
dalam
kehidupan
manusia,
menjilat
sesamanya. Menjilat, berusaha ambil hati,
dunia memang menjanjikan hal seperti ini,
karena manusia itu memang lemah, yang
dijilat pun bisa senang waktu dia dijilat, maka
orang tahu bahwa ini adalah trik yang bagus,
menjilat orang, menyenangkan orang, angkatangkat, karir jadi naik, dunia bermain dengan
cara yang seperti ini dalam semua urusan.
Menurut alkitab itu adalah kemunafikan,
bagaimana kita bisa mengalami penyertaan
GRII KG 688/727 (hal 2)
Roh Kudus kalau kita hidup di dalam budaya
seperti itu? Tidak ada kemungkinan, kecuali
orang yang betul-betul takut kepada Dia yang
sanggup melemparkan orang ke dalam
neraka, tetapi juga sekaligus sanggup
memelihara kehidupan kita. Yesus Kristus
sendiri memberikan teladan yang sempurna
kepada kita, Dia sendiri disalibkan, dipaku di
atas kayu salib, karena Dia seumur hidupNya
mengatakan
tidak
terhadap
budaya
kemunafikan.
Kultur
yang
munafik,
keagamaan yang munafik, bangsa yang
munafik, mungkin juga bahkan gereja yang
munafik tidak bisa menerima orang seperti
Yesus Kristus, akhirnya Dia disalib dan
dibunuh. Tetapi Dia bangkit, perspektif yang
sempit,
bangkit
mengalahkan
kuasa
kemunafikan,
kematian
terhadap
kemunafikan supaya kita bisa hidup dipenuhi
dengan hati yang takut akan Tuhan, punya
satu kebebasan di dalam mengekspresikan
iman kita baik secara private ataupun secara
publik. Kiranya Tuhan memberkati kita semua.
Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa
oleh pengkhotbah (AS)
GRII KG 688/727 (hal 3)
Download