BAB III FILSAFAT DAN BIDANG-BIDANG LAIN A

advertisement
BAB III
FILSAFAT DAN BIDANG-BIDANG LAIN
A. Filsafat, Ilmu, Agama dan Seni.
Ada beberapa pendekatan atau hampiran (approach) yang digunakan
manusia untuk memahami dunia tempat mereka hidup. Cita-cita manusia,
kepentingan dan kegiatan-kegiatan dinyatakan dalam empat bidang pokok yaitu
filsafat, ilmu, agama dan seni. Filsafat adalah usaha untuk memahami dunia dalam
hal mekna dan nilai-nilainya. Bidang filsafat sangat luas mencakup secara
menyeluruh. Filsafat berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang jenis
alam semesta tempat manusia hidup serta menanyakan apa yang merupakan
tujuan hidupnya.
Filsafat, bila menggunakan fakta-fakta dan bahan-bahan deskriptif yang
disajikan oleh bidang-bidang khusus, maka filsafat berusaha melampaui deskripsi
itu dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasar (nature), nilai-nilai (values) dan
kemungkinan-kemungkinan dari benda-benda. Tujuannya adalah pemahaman
(understanding) dan kearifan atau kebijaksanaan (wisdom).
Filsafat dan ilmu mempunyai beberapa persamaan. Keduanya tumbuh dari
sikap reflektif dan sikap bertanya. Ilmu-ilmu bersangkutan dengan bidang-bidang
khusus atau bidang yang terbatas. Tujuan ilmu adalah untuk memaparkan dunia
sehingga dapat ditafsirkan dengan istilah-istilah yang pasti atau matematik, dan
bila mungkin kemudian mengadakan kontrol (pengendalian) secara mekanis.
Misalnya kegiatan penelitian ilmiah dengan mengaakan eksperimen. Tujuan ilmu
adalah pemaparan (description), peramalan (prediction) dan eksperimentasi, dan
pengendalian (control). Interaksi antara filsafat dan ilmu dewasa ini menghasilkan
suatu bidang studi campuran yang disebut flisafat ilmu (philosophy of science).
Batas-batasnya tidak dapat ditentukan dengan pasti untuk dipisahkan dari filsafat
atau ilmu.
Pemahaman terhadap seniman memperkaya kehidupan manusia dengan
melalui penciptaan keindahan dan peningkatan aspek estetis dan pengalaman ini
merupakan
bagian
yang
sangat
penting
dari
kehidupan
manusia
yang
bersangkutan dengan penikmatan musik, drama, puisi, lukisan pahatan dan
arsitektur. Bidang estetis dan filsafat seni bertalian dengan problim-problim tentang
sifat dasar keindahan dan seni. Agar supaya dapat hidup secara lengkap manusia
perlu menanamkan sensitivitasnya pada bidang pengalaman manusia semacam
ini. Tujuan seni bukanlah untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan
melakukan pengendalian seperti halnya ilmu, melainkan kreativitas, kesempurnaan
(perfection), bentuk (form), keindahan (beauty), komunikasi, espressi dan terutama
sekali adalah tanggapan estetis. Interaksi antara seni dan filsafat menghasilkan
kritik seni.
Filsafat tidak dapat disamakan dengan agama, akan tetapi suatu agama
yang sudah mencapai kedewasaan tentu mengandung latar belakang filsafat atau
sekumpulan kepercayaan tentang kehidupan dari alam semesta. Agama tidak
hanya suatu kepercayaan atau pemahaman tentang sesuatu. Agama merupakan
reaksi manusia seutuhnya terhadap mana ia merasa bergantung.
Agama mengandung pengertian tentang pengabdian dan suatu objek
tentang pemujaan. Dalam agama, pemujaan merupakan hal yang inti dan melebihi
sekedar memiliki pengetahuan. Orang menginginkan selaras atau menyesuaikan
dirinya dengan dunia tempat mereka hidup. Meskipun demikian keyakinan
seharusnya dikaitkan dengan kenyataan objektif di luar diri manusia, dan filsafat
dapat membantu manusia membentuk keyakinan agamanya. Filsafat dapat
mendukung kepercayaan-kepercayaan dan agama seseorang, dengan syarat
kepercayaan-kepercayaan itu tidak berlandaskan pada konsepsi-konsepsi yang
pra-ilmiah, sempit dan dogmatis. Konsepsi-konsepsi pokok dalam agama adalah
keselarasan (harmony), penyesuaian (adjusment), keterikatan (commitment),
pemujaan (worship), darnai (peace), keadilan (righteous), pembebasan (salvation)
dan Tuhan.
Dengan demikian filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh dan
terpadu terhadap kehidupan dan dunia. Filsafat adalah bidang yang berhubungan
erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia. Filsafat berusaha untuk
menyatukan hasil-hasil ilmu-ilmu, pengalaman moral, estetika dan agama. Para
filsuf baik yang kuno maupun modern telah mencari pandangan hidup secara
terpadu dan mencari maknanya serta berusaa memberikan suatu konsepsi yang
beralasan tentang alam semesta tempat manusia ada di dalamnya.
B. Hubungan flmu dengan Filsafat
Ditinjau secara historis, pada awalnya ilmu yang pertama kali muncul adalah
filsafat. Ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat atau filsafat identik dengan
ilmu. Filsuf yang juga ilmuwan yang pertama adalah Thales. Ia mengembangkan
filsafat alam (kosmologi) yang menanyakan asal mula, sifat dasar dan struktur dan
alam semesta. Menurutnya semuanya berasal dan air sebagai materi dasar alam.
Sebagai ilmuwan ia mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok
persoalan fisika. Ia berusaha mengembangkan astronomi dan matematika dengan
antara lain mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinar karena memantulkan
cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari dan membuktikan dalildalil geometri. Salah satu yang dibuktikan ialah dalil bahwa kedua sudut alas dari
suatu segitiga sama kaki adalah sama besamya.
Pemunculan filsafat yang menyatu dengan ilmu pengetahuan alam berakibat
bahwa filsafat dianggap sebagai induk atau ibunya ilmu (mater scientiarum).
Karena objek material filsafat sangat umurn yaitu “seluruh kenyataan” atau “segala
sesuatu yang ada” pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek material yang khusus
hal ini berakibat berpisahnya ilmu-ilmu khusus dari filsafat. Astronomi (ilmu tentang
bintang) dan fisika adalah ilmu yang pertama-tama memisahkan din dan filsafat,
yang kemudian diikuti oleh ilmu kimia, biologi dan geologi. Pada abad ke-19, dua
ilmu baru muncul yaitu psikologi dan sosiologi. Astronomi pada mulanya
merupakan bagian dari filsafat yang benama kosmologi, sedangkan filsafat
alamiah, filsafat kejiwaan dan filsafat sosial masing-masing menjadi fisika, psikologi
dan sosiologi.
Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri
dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi
terputus. Ciri khusus yang dimiliki setiap ilmu menimbulkan batas-batas yang tegas
di antara masing-masing ilmu. Seolah-olah antara ilmu yang satu dengan ilmu yang
lain ada sekat-sekat yang tidak dapat dilampaui. Dengan kata lain tidak ada bidang
pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat
berusaha untuk menyatupadukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah
mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan
pada pengalaman kemanusiaan yang luas. Oleh karena itu filsafat merupakan
salah satu bagian dan proses pendidikan secara alami dari mahluk yang berpikir.
Ada saling ketergantungan antara ilmu dengan filsafat.
Pertama, ilmu bergantung pada filsafat dalam hal tentang apa yang disebut
penyelidikan asas-asas (prinsip-prinsip). Penyelidikan yang setiap kali diulangi lagi
tentang asumsi-asumsi (anggapan dasar) dan dasar-dasar tempat ilmu itu
bertumpu. Hal ini mempunyai arti yang sangat penting bagi ilmu tersebut akan
tetapi di luar wewenang (kompetensi) ilmuwan tersebut. Dalam hal ini ilmu meminta
bantuan kepada filsafat. Pemikiran tentang asas-asas ini pada satu pihak
merupakan bagian integral dari kegiatan ilmiah, akan tetapi di pihak lain pemikiran
ini berada di luar kerangka dan penyelidikan menurut metode-metode yang sudah
diterima.
Kedua, ilmu-ilmu yang memisahkan diri dari filsafat dan terpisah-pisah itu
pada perkembangannya Iebih lanjut senantiasa terbentur pada persoalanpersoalan yang bercorak kefilsafatan yaitu menyangkut pertanyaan-pertanyaan
mendasar dan persoalan-persoalan batas. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul pada
dasar ilmu itu sendiri dan tidak jarang dibahas dan ditangani di tempat itu juga.
Akan tetapi yang tetap adalah bahwa seorang ilmuwan dalam bidang tertentu mulai
menangani pertanyaan pertanyaan mendasar dari masalah yang berbatasan
dengan ilmu lain pada hakikatnya ia sedang berfilsafat (melampaui bidang ilmunya
sendiri) dan dapat juga meminta bantuan kepada filsafat.
Ketiga, ilmu-ilmu itu masing-masing mempunyai metodenya. Hal ini
terkandung prinsip-prinsip yang bersifat umum. Prinsip-prinsip umum ini pada
semua ilmu adalah sama, dan ini dipelajari oleh filsafat. Dengan demikian ilmu
dalam hal metode tidak dapat mengabaikan filsafat.
Keempat, persoalan tentang fungsi ilmu dalam kehidupan manusia dan
dalam pergaulan masyarakat. Penerapan ilmu bagi kehidupan manusia akan
menyangkut nilai-nilai (values). Karena hal ini menyangkut penerapan ilmu, maka
muncul sejumlah pertanyaan dan persoalan terutama yang bersifat etis atau moral.
Seorang biolog dapat membiakkan kehidupan manusia dalam tabung-tabung
reaksi. Seorang dokter dapat memindahkan alat-alat tubuh manusia. Watak
manusia dapat diperbaiki. Namun apakah semua yang dilakukan itu dapat
dipertangungjawabkan secara etika? Apakah dapat dibenarkan seorang dokter
melakukan euthanasia (mercy killing), yaitu mematikan pasien karena merasa
kasihan? ini bukanlah pertanyaan-pertanyaan dalam biologi atau dalam ilmu
kedokteran, melainkan pertanyaan-pertanyaan filsafat. Dengan demikian ilmu tidak
dapat berkembang tanpa filsafat.
C. Cabang-Cabang Filsafat
Persoalan-persoalan filsafat disamping mempunyai ciri-ciri tertentu sehingga
berbeda dengan persoalan ilmiah juga dapat digolong-golongkan menurut jenisjenisnya.
Jenis-jenis
persoalan
filsafat
ini
bersesuaian
dengan
wadah
pembahasannya yaitu cabang-cabang filsafat. Ada tiga jenis persoalan filsafat yaitu
masalah tentang ada (being) atau eksistensi (exsistence), masalah pengetahuan
(knowledge) dan masalah nilai-nilai (values).
(1) Persoalan ada atau eksistensi. Persoalan ini dibahas dalam cabang filsafat
metafisika.
(2) Persoalan pengetahuan atau kebenaran. Pengetahuan atau kebenaran ditinjau
dari segi isinya dibahas dalam cabang filsafat epistemologi, sedangkan
pengetahuan atau kebenaran ditinjau dari segi bentuknya dibahas dalam
cabang filsafat logika.
(3) Persoalan nilai-nilai. Untuk praktisnya nilai-nilai dibedakan menjadi dua, nilai
kebaikan dan nilai keindahan. Nilai kebaikan dibahas dalam cabang filsafat
etika sedangkan nilai keindahan dibahas dalam cabang flisafat estetika.
(1) Metafisika.
Istilah “metafisika” berasal dari kata Yunani meta ta physika yang berarti
sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik. Aristoteles tidak
menggunakan istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat pertama).
Filsafat pertama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang
gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup dan mati. Metafisika dapat
didefinisikan sebagai kajian atau pemikiran tentang sifat yang terdalam
(ultimate nature) dan kenyataan atau yang ada. Secara tradisional metafisika
biasanya didefinisikan sebagai kajian tentang ada sebagai ada (the study of
“being such as“). Dilawankan dengan fisika yang mempelajari ada dari dunia
benda fisik, dibedakan dengan astronomi yang mempelajari ada dari sistem
matahari, dibedakan dengan biologi yang mempelajari ada dari dunia benda
hidup. Yang dimaksud “hal ada sebagai ada” dimaksudkan bahwa para filsuf
tidak mengarahkan perhatian pada ciri-ciri khusus dari jenis benda tertentu
melainkan memperhatikan ciri-ciri yang paling umum dari semua benda.
Metafisika bersifat fundamental dan komprehensif. Bersifat fundamental sebab
pertanyaan-pertanyaan metafisis menanyakan apakah yang ada itu atau sifat
dasar
yang
penyelidikan
sedalam-dalamnya
khusus.
Metafisika
dan
hal-hal
bersifat
yang
mendasari
komprehensif
oleh
semua
karena
generalitasnya yang sangat umum dan kaitannya dengan dunia sebagai suatu
keseluruhan.
Persoalan metafisika dibedakan menjadi tiga yaitu persoalan ontologi,
persoalan kosmologi dan persoalan antropologi. Istilah Inggris “ontology”
berasal dari kata Yunani “onta” yang berarti “yang ada secara nyata,”
“kenyataan yang sesungguhnya”. Sedangkan istilah “logi” berasal dari kata
Yunani “logos” yang berarti “studi tentang”, “uraian tentang”. Istilah Inggris
“cosmology” berasal dari kata Yunani “cosmos” yang berarti “dunia”, “alam”,
“tatanan”, “struktur dan sesuatu”. Istilah Inggris “anthropology” berasal dari kata
Yunani anthropos yang berarti “manusia” atau “kemanusiaan”.
Persoalan dalam ontologi di antaranya: (a) Apa yang dimaksud dengan ada
atau eksistensi itu? (b) Bagaimana penggolongan dari ada atau eksistensi? (c)
Apa sifat dasar atau hakikat dari ada atau eksistensi?
Persoalan dalam kosmologi di antaranya : (a) Jenis keteraturan apa yang ada
dalam alam? (b) Keteraturan yang ada dalam alam seperti sebuah mesin
(mechanism) atau keteraturan yang bertujuan (teleology)? (c) Apa hakikat
hubungan sebab akibat (causality).? (d) Apakah ruang itu? (e) Apakah ruang
tidak terbatas? (f) Apakah waktu itu? (g) Apakah waktu mempunyai permulaan?
Persoaan dalam antropologi di antaranya: (a) Apakah yang membedakan
manusia dengan mahluk yang bukan manusia (b) Bagaimana terjadi hubungan
badan dan jiwa? (c) Apa yang dimaksud dengan kesadaran. (d) Manusia
sebagai mahiuk bebas atu tak bebas?
(2) Epistemologi.
Istilah “epistemology” berasal dari kata Yunani “episteme” yang berarti
“pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”, dan logos
yang berarti teori. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of
knowledge). Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas)
pengetahuan. Dibandingkan dengan metafisika, pertanyaan pokok dalam
metafisika
adalah
“Apakah
ada
itu?”
sedangkan
dalam
epistemologi
pertanyaannya adalah “Apa yang dapat saya ketahui?”. Ini berarti seseorang itu
dapat mengetahui sesuatu yang ada. Tidak mungkin orang mengetahui sesuatu
yang tidak ada.
Persoalan dalam epistemologi mencakup beberapa bidang yaitu persoalan
tentang
kemungkinan
pengetahuan,
pengetahuan,
batas-batas
asal
pengetahuan,
mula
pengetahuan,
jenis-jenis
syahnya
pengetahuan,
dan
pengetahuan
yang
persoalan kebenaran.
(a)
Persoalan
kemungkinan
pengetahuan.
Apakah
sesungguhnya dapat diperoleh? Bagaimana kita dapat mengetahui
sesuatu? Apakah dunia yang kita pikirkan ada secara objektif ataukah
hanya merupakan khayalan keyakinan yang dibentuk pikiran.
(b)
Persoalan asal mula pengetahuan. Apakah yang merupakan sumber
pengetahuan? Apakah pengetahuan diperoleh dengan indera, akal atau
cara-cara yang lain?
(c)
Persoalan syahnya pengetahuan. Bagaimana syahnya pengetahuan
dapat dinilai? Apa yang merupakan ukuran atau pengujian atas
pengetahuan?
(d)
Persoalan batas-batas pengetahuan. Apa saja hal-hal yang dapat
diketahui dan apa saja hal-hal yang tidak dapat diketahui? Apa yang
merupakan batas di antara pengetahuan yang dapat diketahui dan
pengetahuan yang tidak dapat diketahui?
(e)
Persoalan jenis-jenis pengetahuan. Apa perbedaan antara pengetahuan a
priori (yang dapat diketahui tanpa pengamatan) dan pengetahuan a
posteriori pengetahuan berdasar pengamatan). Apa yang merupakan
ukuran yang tepat untuk membedakan jenis-jenis pengetahuan tersebut?
(f)
Persoalan kebenaran. Apa yang merupakan sifat dasar (hakikat) dan
kebenaran.
Bidang lain yang termasuk dalam pembahasan epistemologi adalah metodologi
Metodologi berasal dari methodos, gabungan dari kata depan meta (menuju,
melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda “hodos” (jalan, perjalanan, cara,
arah). Metode dapat diartikan sebagai (a) Suatu cara yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. (b) Suatu tehnik untuk mengetahui yang digunakan
dalam proses memperoleh pengetahuan tentang sesuatu pokok persoalan
tertentu. (c). Ilmu yang merumuskan aturan-aturan sesuatu cara.
Metodologi dapat dirumuskan sebagai analisis dan pengaturan secara
sistematik dari prinsip-prinsip dan proses-proses rasional dan eksperimental
yang membimbing suatu penelitian ilmiah atau yang menyusun struktur dan
ilmu-ilmu Metodologi yang juga disebut metode ilmiah (scientific method) atau
kadang-kadang disebut methodeutic tidak hanya menunjuk pada keseluruhan
ilmu yang sudah tersusun tetapi juga menunjuk pada persoalan-persoalan
individual atau kelompok persoalan dalam ilmu.
Persoalan-persoalan metodologi di antaranya : Apakah arti metode? Apa
hakikat metode? Apakah ada metode yang khas bagi filsafat? Apa saja metode
ilmu itu?
Metode dapat dibedakan menjadi beberapa macam.
(a) Metode rasional (rational method) yaitu yang digunakan dalam ilmu-ilmu
spekulatif, termasuk di sini adalah teologi.
(b) Metode aksiomatik (axiomatic method) atau metode hipotetiko-deduktif,
digunakan untuk hal-hal yang bersifat teoritis, secara khusus matematika.
(c) Metode nomologis (nomological method) atau metode induktif digunakan
dalam
ilmu-ilmu
eksperimental
yang
bertujuan
untuk
menemukan
keteraturan di antara gejala dan menemukan hukum-hukumnya.
(d) Metode
deskriptif
(descriptive
method)
digunakan
dalam
ilmu-ilmu
kealaman dan ilmu-ilmu sosial yang mencakup pengamatan, penggolongan
dan tehnik statistik.
(e) Metode historis digunakan dalam ilmu-ilmu yang menyangkut peristiwa
masa
lampau
yang
mencakup
kegiatan
pengumpulan,
pemilihan,
penggolongan dan penafsiran fakta-fakta arkeologis.
(f) Metode psikologis digunakan oleh semua ilmu yang menyangkut tingkah
laku dan perkembangan manusia.
(3) Logika
Logika berasal dari kata Yunani logos yang berarti “kata”, “akal”, “uraian”.
Logika dapat didefinisikan sebagai studi tentang aturan-aturan penalaran
(argument) yang lurus. Dalam hal ini argumen merupakan salah satu istilah
pokok dalam logika. Argumen merupakan kegiatan penalaran (reasoning) yang
menunjukkan bukti bahwa sesuatu pemyataan tertentu mengikuti secara
koheren (logis) dari satu atau pemyataan yang lain. Pernyataan lain yang
menurunkan pernyataan tertentu itu disebut premis. Sedangkan pernyataan
yang diturunkan disebut kesimpulan. Kumpulan pernyataan yang memuat
semua premis dan kesimpulannya itu disebut argumentasi.
Persoalan-persoalan dalam logika di antaranya sebagai berikut.
(a) Apa yang disebut pengertian (concept)?
(b) Apa sifat dari putusan (proposition)?
(c) Apa yang dimaksud dengan penyimpulan (inference)?
(d) Apa aturan-aturan untuk dapat berpikir secara lurus (correct thinking)?
(e) Apa yang dimaksud silogisme dan bagaimana macam-macamnya?
(f) Apa saja macam-macam sesat-pikir (fallacy) yang harus dihindari dalam
setiap pemikiran?
(4) Etika
Etika juga disebut filsafat moral (moral philosophy) atau filsafat tingkah laku.
Istilah etika juga disebut moral. Istilah etika berasal dari kata Yunani ethos yang
berarti kebiasaan, watak, kecenderungan, atau cara berbuat. Sedangkan istilah
moral berasal dari kata Latin moralis, mos, moris yang berarti kebiasaan,
tingkah laku. Objek material etika adalah perbuatan atau tingkah laku manusia,
sedangkan obyek formalnya (sudut pandangannya) adalah bahwa tingkah laku
itu ditinjau dari segi penilaian baik-buruk, benar-salah, atau bermoral-tidak
bermoral.
Tidak semua perbuatan manusia dapat dinilai baik buruknya, misalnya
perbuatan insting (detak jantung, bernafas, kedipan mata). Perbuatan yang
dapat dikenai pernilain baik buruk adalah yang dilakukan secara sadar dan
bebas. Perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas artinya si pelaku
menyadari bahwa dialah yang berbuat. Pelaku moral (moral agent) secara
bebas memilih mana yang akan dilakukan dan mana yang tidak dan
bersamaan dengan itu pula dia dapat mengantisipasi kemungkinan akibat dari
perbuatannya itu.
Masalah-masalah pokok dalam etika adalah sebagai berikut.
(a) Apa yang dimaksud “baik” atau “buruk” secara moral? Kalau dikatakan
“orang itu baik”, ini dimaksudkan bahwa orang itu baik secara moral (moral
values). Misalnya orang itu suka menolong, membantu orang miskin.
Sebaliknya kalau dikatakan “spidol ini baik”, ini artinya spidol ini masih
dapat digunakan untuk menulis (non-moral values).
(b) Apa syarat-syarat suatu perbuatan dikatakan baik secara moral? ini
menyangkut kualitas perbuatan. Kualitas perbuatan ditentukan oleh
kehendak (fiat) dan pelaku moral. Kehendak baik memberikan dorongan
yang baik untuk berbuat secara moral.
(c) Bagaimanakah
hubungan
kebebasan
kehendak
(free
will)
dengan
perbuatan susila. Perbuatan dapat dinilai secara moral atau tidak bermoral
kalau didorong oleh kebebasan kehendak, dalam arti perbuatan itu tidak
merupakan paksaan dan otoritas di luar diri individu yang bersangkutan.
(d) Apa yang dimaksud dengan kesadaran moral (moral conscieousness).
Orang yang sudah memiliki kesadaran moral adalah mereka yang
mengetahui secara mendalam kualitas moral perbuatannya, artinya dia
tahu bahwa perbuatannya itu mempunyai sifat baik. Misalnya mencuri itu
tidak baik, memberi sedekah pada orang miskin itu perbuatan yang baik,
berbohong itu perbuatan yang tidak baik.
(e) Bagaimanakah peranan hati nurani (conscience) terhadap perbuatan
susila? Hati nurani juga disebut sebagai aku-yang-kedua, atau suara batin.
Sebelum melakukan perbuatan seseorang dapat berdialog atau bercakapcakap dengan dirinya sendiri. Apakah perlu dilakukan atau tidak. Terhadap
perbuatan yang baik hati nurani memberikan dorongan. Sesudah
melakukan perbuatan hati nurani juga menjalankan peranannya. Hati
nurani dapat memberikan pujian atas perbuatan yang baik dan memberikan
celaan atas perbuatan yang tidak baik.
Etika sebagai cabang filsafat dapat dibedakan menjadi (a) etika deskriptif, (b)
etika normative dan (c) metaetika.
(a) Etika deskriptif menggambarkan perbuatan yang dikatakan bermoral dalam
arti luas. Misalnya adat kebiasaan atau perbuatan yang dianggap baik atau
buruk yang berlaku dalam wilayah dan waktu tertentu. Etika deskriptif
mempelajari moralitas yang ada pada individu atau kelompok tertentu,
dalam kebudayaan tertentu atau dalam waktu sejarah tertentu. Misalnya
etika masyarakat Jawa, etika masyarakat Minang sesudah kemerdekaan,
etika masyarakat Sunda daerah pesisir utara Jawa.
(b) Etika normative mendasarkan pada norma-norma. Etika semacam ini
bersifat
preskriptif
Kata
Inggris
prescribe
artinya
“menyarankan”,
“memerintahkan”. Etika ini tidak menggambarkan sebagaimana etika
deskriptif melainkan menentukan baik atau buruk, bermoral atau tidak
bermoralnya perbuatan. Etika normative memberikan argumentasi, alasan,
mengapa sesuatu perbuatan itu dinilai baik atau buruk. Misalnya etika
normative yang menyatakan “perbuatan dikatakan baik kalau didorong
kehendak baik, dengan cara yang baik dan sesuai dengan hakikat
manusia”.
(c) Metaetika tidak membahas perbuatan moral secara langsung, melainkan
membicarakan istilah-istilah pokok yang digunakan manusia dalam bidang
moral. Misalnya istilah “kewajiban”, “tanggung jawab”, “hati-nurani”,
“kesadaran
moral”,
“keadilan”,
“kebebasan
kehendak”.
Metaetika
bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang makna, kebenaran,
dan metode. Metaetika membicarakan kata, pernyataan, pertimbangan
yang bertalian dengan bahasa moral.
(5) Estetika atau filsafat keindahan (philosophy of beauty)
Istilah estetika berasal dari kata Yunani aisthetika = “hal-hal yang dapat dicerap
dengan indera”, aisthetikos = “orang yang mencerap benda-benda lewat
rangsang indera, perasaan atau intuisi” atau aesthesis = “pencerapan“,
“perasaan”, “persepsi”. Kata ini digunakan pertama kali oleh Baumgarten
(1762), seorang filsuf Jerman, untuk menunjukkan cabang filsafat yang
berurusan dengan seni dan keindahan.
Dibandingkan dengan dengan etika, kalau etika merupakan teori tentang “baik
dan jahat” , maka estetika merupakan teori tentang “keindahan dan kejelekan”.
Etika bersangkutan dengan nilai-nilai moral (moral values) sedangkan estetika
bersangkutan dengan nilai-nilai bukan moral (nonmoral values).
Dalam hal seni dan pengalaman estetik, akal budi manusia memegang peranan
utama, akan tetapi bukan akal budi yang diskursif (yang menganalisis dan
menalar), melainkan yang bersifat intuitif (melihat secara langsung dan
sekejap) dan konatural (karena persamaan dalam sifat dan tabiat. Terjadi
keadaan interpenetrasi (saling menerobos) antara alam dan manusia. Kedua
pihak saling luluh tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Manusia yang
merasakan getaran keindahan alam mengadakan semacam identifikasi spiritual
dengan alam itu, bahkan alam memasuki kalbunya. Sebaliknya manusia
memasuki alam, memeteraikan alam dengan kehadirannya, merasakan
keindahan alam itu sejauh alam mengandung unsur-unsur manusiawi,
mengandung isyarat-isyarat yang melambangkan emosi dan pengalaman
manusawi.
Masalah-masalah pokok dalam etika adalah : nilai estetis, pengalaman estetis,
perilaku yang mencipta, dan seni.
Persoalan tentang nilai estetis.
(a) Apakah arti kata indah itu?
(b) Keindahan itu bersifat objektif atau subjektif?
(c) Apakah yang merupakan ukuran baku dari keindahan?
(d) Bagaimanakah peranan keindahan bagi kehidupan manusia?
(e) Bagaimanakah hubungan antara keindahan (beauty), kebenaran (truth) dan
kebaikan (goodness)?
(f) Apa persamaan dan perbedaan di antara benda-benda yang memiliki nilainilai indah , baik, benar, sempurna, menyenangkan dan berguna?
Persoalan pengalaman estetis
(a) Apakah yang disebut pengalaman estetis itu?
(b) Bagaimanakah ciri-ciri pengalaman estetis?
(c) Apakah yang menjadikan seseorang menghargai sesuatu yang indah?
(d) Apakah yang merupakan rintangan-rintangan dan pengalaman estetis?
(e) Benda apakah yang dapat menjadi objek dari pengalaman estetis?
(f) Bagaimanakah hubungan di antara tanggapan estetis dengan seni dan
tanggapan estetis dengan alam?
Persoalan tentang perilaku seniman
(a) Apa dan siapakah seniman itu?
(b) Apa perbedaan antara seorang seniman dengan pengrajin?
(c) Apa yang mendorong seseorang untuk menciptakan karya seni?
(d) Bagaimanakah proses penciptaan itu berlangsung dalam diri seseorang?
(e) Bagaimanakah hubungan antara kepribadian seniman dengan karya seni
yang diciptakan?
Persoalan tentang seni (art)
Keindahan Iebih Iuas daripada seni, karena keindahan mencakup juga hasil
karya ciptaan Tuhan, misalnya keindahan yang ada pada matahari sedang
terbit pada waktu pagi, mata hari sedang tenggelam pada sore hari, dan pada
malam hari waktu bulan purnama. Sedangkan seni adalah segenap kegiatan
akal budi seorang seniman yang secara mahir menciptakan sesuatu karya
sebagai pengungkapan perasaan manusia. Hasil ciptaan dari kegiatan itu ialah
suatu kebulatan organis dalam sesuatu bentuk tertentu dan unsur-unsur
ekspresif yang termuat dalam suatu medium inderawi (sensuous medium).
Persoalan tentang seni adalah sebagai berikut.
(a) Bagaimanakah seni didefinisikan?
(b) Bagaimanakah penggolongan dari seni?
(c) Apakah sifat dan nilai-nilai dari karya seni?
(d) Manakah yang lebih penting antara bentuk dan isi dari karya seni (work
art)?
(e) Bagaimanakah hubungan seni, agama, filsafat dan ilmu?
(f) Bagaimanakah manusia menanggapi karya seni?
(g) Apakah seni mengungkapkan kebenaran tentang sesuatu?
Download