BAB III FILSAFAT DAN BIDANG-BIDANG LAIN A. Filsafat, Ilmu, Agama dan Seni. Ada beberapa pendekatan atau hampiran (approach) yang digunakan manusia untuk memahami dunia tempat mereka hidup. Cita-cita manusia, kepentingan dan kegiatan-kegiatan dinyatakan dalam empat bidang pokok yaitu filsafat, ilmu, agama dan seni. Filsafat adalah usaha untuk memahami dunia dalam hal mekna dan nilai-nilainya. Bidang filsafat sangat luas mencakup secara menyeluruh. Filsafat berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang jenis alam semesta tempat manusia hidup serta menanyakan apa yang merupakan tujuan hidupnya. Filsafat, bila menggunakan fakta-fakta dan bahan-bahan deskriptif yang disajikan oleh bidang-bidang khusus, maka filsafat berusaha melampaui deskripsi itu dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasar (nature), nilai-nilai (values) dan kemungkinan-kemungkinan dari benda-benda. Tujuannya adalah pemahaman (understanding) dan kearifan atau kebijaksanaan (wisdom). Filsafat dan ilmu mempunyai beberapa persamaan. Keduanya tumbuh dari sikap reflektif dan sikap bertanya. Ilmu-ilmu bersangkutan dengan bidang-bidang khusus atau bidang yang terbatas. Tujuan ilmu adalah untuk memaparkan dunia sehingga dapat ditafsirkan dengan istilah-istilah yang pasti atau matematik, dan bila mungkin kemudian mengadakan kontrol (pengendalian) secara mekanis. Misalnya kegiatan penelitian ilmiah dengan mengaakan eksperimen. Tujuan ilmu adalah pemaparan (description), peramalan (prediction) dan eksperimentasi, dan pengendalian (control). Interaksi antara filsafat dan ilmu dewasa ini menghasilkan suatu bidang studi campuran yang disebut flisafat ilmu (philosophy of science). Batas-batasnya tidak dapat ditentukan dengan pasti untuk dipisahkan dari filsafat atau ilmu. Pemahaman terhadap seniman memperkaya kehidupan manusia dengan melalui penciptaan keindahan dan peningkatan aspek estetis dan pengalaman ini merupakan bagian yang sangat penting dari kehidupan manusia yang bersangkutan dengan penikmatan musik, drama, puisi, lukisan pahatan dan arsitektur. Bidang estetis dan filsafat seni bertalian dengan problim-problim tentang sifat dasar keindahan dan seni. Agar supaya dapat hidup secara lengkap manusia perlu menanamkan sensitivitasnya pada bidang pengalaman manusia semacam ini. Tujuan seni bukanlah untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan melakukan pengendalian seperti halnya ilmu, melainkan kreativitas, kesempurnaan (perfection), bentuk (form), keindahan (beauty), komunikasi, espressi dan terutama sekali adalah tanggapan estetis. Interaksi antara seni dan filsafat menghasilkan kritik seni. Filsafat tidak dapat disamakan dengan agama, akan tetapi suatu agama yang sudah mencapai kedewasaan tentu mengandung latar belakang filsafat atau sekumpulan kepercayaan tentang kehidupan dari alam semesta. Agama tidak hanya suatu kepercayaan atau pemahaman tentang sesuatu. Agama merupakan reaksi manusia seutuhnya terhadap mana ia merasa bergantung. Agama mengandung pengertian tentang pengabdian dan suatu objek tentang pemujaan. Dalam agama, pemujaan merupakan hal yang inti dan melebihi sekedar memiliki pengetahuan. Orang menginginkan selaras atau menyesuaikan dirinya dengan dunia tempat mereka hidup. Meskipun demikian keyakinan seharusnya dikaitkan dengan kenyataan objektif di luar diri manusia, dan filsafat dapat membantu manusia membentuk keyakinan agamanya. Filsafat dapat mendukung kepercayaan-kepercayaan dan agama seseorang, dengan syarat kepercayaan-kepercayaan itu tidak berlandaskan pada konsepsi-konsepsi yang pra-ilmiah, sempit dan dogmatis. Konsepsi-konsepsi pokok dalam agama adalah keselarasan (harmony), penyesuaian (adjusment), keterikatan (commitment), pemujaan (worship), darnai (peace), keadilan (righteous), pembebasan (salvation) dan Tuhan. Dengan demikian filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh dan terpadu terhadap kehidupan dan dunia. Filsafat adalah bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia. Filsafat berusaha untuk menyatukan hasil-hasil ilmu-ilmu, pengalaman moral, estetika dan agama. Para filsuf baik yang kuno maupun modern telah mencari pandangan hidup secara terpadu dan mencari maknanya serta berusaa memberikan suatu konsepsi yang beralasan tentang alam semesta tempat manusia ada di dalamnya. B. Hubungan flmu dengan Filsafat Ditinjau secara historis, pada awalnya ilmu yang pertama kali muncul adalah filsafat. Ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat atau filsafat identik dengan ilmu. Filsuf yang juga ilmuwan yang pertama adalah Thales. Ia mengembangkan filsafat alam (kosmologi) yang menanyakan asal mula, sifat dasar dan struktur dan alam semesta. Menurutnya semuanya berasal dan air sebagai materi dasar alam. Sebagai ilmuwan ia mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok persoalan fisika. Ia berusaha mengembangkan astronomi dan matematika dengan antara lain mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari dan membuktikan dalildalil geometri. Salah satu yang dibuktikan ialah dalil bahwa kedua sudut alas dari suatu segitiga sama kaki adalah sama besamya. Pemunculan filsafat yang menyatu dengan ilmu pengetahuan alam berakibat bahwa filsafat dianggap sebagai induk atau ibunya ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat sangat umurn yaitu “seluruh kenyataan” atau “segala sesuatu yang ada” pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek material yang khusus hal ini berakibat berpisahnya ilmu-ilmu khusus dari filsafat. Astronomi (ilmu tentang bintang) dan fisika adalah ilmu yang pertama-tama memisahkan din dan filsafat, yang kemudian diikuti oleh ilmu kimia, biologi dan geologi. Pada abad ke-19, dua ilmu baru muncul yaitu psikologi dan sosiologi. Astronomi pada mulanya merupakan bagian dari filsafat yang benama kosmologi, sedangkan filsafat alamiah, filsafat kejiwaan dan filsafat sosial masing-masing menjadi fisika, psikologi dan sosiologi. Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Ciri khusus yang dimiliki setiap ilmu menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. Seolah-olah antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain ada sekat-sekat yang tidak dapat dilampaui. Dengan kata lain tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha untuk menyatupadukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan pada pengalaman kemanusiaan yang luas. Oleh karena itu filsafat merupakan salah satu bagian dan proses pendidikan secara alami dari mahluk yang berpikir. Ada saling ketergantungan antara ilmu dengan filsafat. Pertama, ilmu bergantung pada filsafat dalam hal tentang apa yang disebut penyelidikan asas-asas (prinsip-prinsip). Penyelidikan yang setiap kali diulangi lagi tentang asumsi-asumsi (anggapan dasar) dan dasar-dasar tempat ilmu itu bertumpu. Hal ini mempunyai arti yang sangat penting bagi ilmu tersebut akan tetapi di luar wewenang (kompetensi) ilmuwan tersebut. Dalam hal ini ilmu meminta bantuan kepada filsafat. Pemikiran tentang asas-asas ini pada satu pihak merupakan bagian integral dari kegiatan ilmiah, akan tetapi di pihak lain pemikiran ini berada di luar kerangka dan penyelidikan menurut metode-metode yang sudah diterima. Kedua, ilmu-ilmu yang memisahkan diri dari filsafat dan terpisah-pisah itu pada perkembangannya Iebih lanjut senantiasa terbentur pada persoalanpersoalan yang bercorak kefilsafatan yaitu menyangkut pertanyaan-pertanyaan mendasar dan persoalan-persoalan batas. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul pada dasar ilmu itu sendiri dan tidak jarang dibahas dan ditangani di tempat itu juga. Akan tetapi yang tetap adalah bahwa seorang ilmuwan dalam bidang tertentu mulai menangani pertanyaan pertanyaan mendasar dari masalah yang berbatasan dengan ilmu lain pada hakikatnya ia sedang berfilsafat (melampaui bidang ilmunya sendiri) dan dapat juga meminta bantuan kepada filsafat. Ketiga, ilmu-ilmu itu masing-masing mempunyai metodenya. Hal ini terkandung prinsip-prinsip yang bersifat umum. Prinsip-prinsip umum ini pada semua ilmu adalah sama, dan ini dipelajari oleh filsafat. Dengan demikian ilmu dalam hal metode tidak dapat mengabaikan filsafat. Keempat, persoalan tentang fungsi ilmu dalam kehidupan manusia dan dalam pergaulan masyarakat. Penerapan ilmu bagi kehidupan manusia akan menyangkut nilai-nilai (values). Karena hal ini menyangkut penerapan ilmu, maka muncul sejumlah pertanyaan dan persoalan terutama yang bersifat etis atau moral. Seorang biolog dapat membiakkan kehidupan manusia dalam tabung-tabung reaksi. Seorang dokter dapat memindahkan alat-alat tubuh manusia. Watak manusia dapat diperbaiki. Namun apakah semua yang dilakukan itu dapat dipertangungjawabkan secara etika? Apakah dapat dibenarkan seorang dokter melakukan euthanasia (mercy killing), yaitu mematikan pasien karena merasa kasihan? ini bukanlah pertanyaan-pertanyaan dalam biologi atau dalam ilmu kedokteran, melainkan pertanyaan-pertanyaan filsafat. Dengan demikian ilmu tidak dapat berkembang tanpa filsafat. C. Cabang-Cabang Filsafat Persoalan-persoalan filsafat disamping mempunyai ciri-ciri tertentu sehingga berbeda dengan persoalan ilmiah juga dapat digolong-golongkan menurut jenisjenisnya. Jenis-jenis persoalan filsafat ini bersesuaian dengan wadah pembahasannya yaitu cabang-cabang filsafat. Ada tiga jenis persoalan filsafat yaitu masalah tentang ada (being) atau eksistensi (exsistence), masalah pengetahuan (knowledge) dan masalah nilai-nilai (values). (1) Persoalan ada atau eksistensi. Persoalan ini dibahas dalam cabang filsafat metafisika. (2) Persoalan pengetahuan atau kebenaran. Pengetahuan atau kebenaran ditinjau dari segi isinya dibahas dalam cabang filsafat epistemologi, sedangkan pengetahuan atau kebenaran ditinjau dari segi bentuknya dibahas dalam cabang filsafat logika. (3) Persoalan nilai-nilai. Untuk praktisnya nilai-nilai dibedakan menjadi dua, nilai kebaikan dan nilai keindahan. Nilai kebaikan dibahas dalam cabang filsafat etika sedangkan nilai keindahan dibahas dalam cabang flisafat estetika. (1) Metafisika. Istilah “metafisika” berasal dari kata Yunani meta ta physika yang berarti sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik. Aristoteles tidak menggunakan istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat pertama). Filsafat pertama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup dan mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai kajian atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dan kenyataan atau yang ada. Secara tradisional metafisika biasanya didefinisikan sebagai kajian tentang ada sebagai ada (the study of “being such as“). Dilawankan dengan fisika yang mempelajari ada dari dunia benda fisik, dibedakan dengan astronomi yang mempelajari ada dari sistem matahari, dibedakan dengan biologi yang mempelajari ada dari dunia benda hidup. Yang dimaksud “hal ada sebagai ada” dimaksudkan bahwa para filsuf tidak mengarahkan perhatian pada ciri-ciri khusus dari jenis benda tertentu melainkan memperhatikan ciri-ciri yang paling umum dari semua benda. Metafisika bersifat fundamental dan komprehensif. Bersifat fundamental sebab pertanyaan-pertanyaan metafisis menanyakan apakah yang ada itu atau sifat dasar yang penyelidikan sedalam-dalamnya khusus. Metafisika dan hal-hal bersifat yang mendasari komprehensif oleh semua karena generalitasnya yang sangat umum dan kaitannya dengan dunia sebagai suatu keseluruhan. Persoalan metafisika dibedakan menjadi tiga yaitu persoalan ontologi, persoalan kosmologi dan persoalan antropologi. Istilah Inggris “ontology” berasal dari kata Yunani “onta” yang berarti “yang ada secara nyata,” “kenyataan yang sesungguhnya”. Sedangkan istilah “logi” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti “studi tentang”, “uraian tentang”. Istilah Inggris “cosmology” berasal dari kata Yunani “cosmos” yang berarti “dunia”, “alam”, “tatanan”, “struktur dan sesuatu”. Istilah Inggris “anthropology” berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti “manusia” atau “kemanusiaan”. Persoalan dalam ontologi di antaranya: (a) Apa yang dimaksud dengan ada atau eksistensi itu? (b) Bagaimana penggolongan dari ada atau eksistensi? (c) Apa sifat dasar atau hakikat dari ada atau eksistensi? Persoalan dalam kosmologi di antaranya : (a) Jenis keteraturan apa yang ada dalam alam? (b) Keteraturan yang ada dalam alam seperti sebuah mesin (mechanism) atau keteraturan yang bertujuan (teleology)? (c) Apa hakikat hubungan sebab akibat (causality).? (d) Apakah ruang itu? (e) Apakah ruang tidak terbatas? (f) Apakah waktu itu? (g) Apakah waktu mempunyai permulaan? Persoaan dalam antropologi di antaranya: (a) Apakah yang membedakan manusia dengan mahluk yang bukan manusia (b) Bagaimana terjadi hubungan badan dan jiwa? (c) Apa yang dimaksud dengan kesadaran. (d) Manusia sebagai mahiuk bebas atu tak bebas? (2) Epistemologi. Istilah “epistemology” berasal dari kata Yunani “episteme” yang berarti “pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”, dan logos yang berarti teori. Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dibandingkan dengan metafisika, pertanyaan pokok dalam metafisika adalah “Apakah ada itu?” sedangkan dalam epistemologi pertanyaannya adalah “Apa yang dapat saya ketahui?”. Ini berarti seseorang itu dapat mengetahui sesuatu yang ada. Tidak mungkin orang mengetahui sesuatu yang tidak ada. Persoalan dalam epistemologi mencakup beberapa bidang yaitu persoalan tentang kemungkinan pengetahuan, pengetahuan, batas-batas asal pengetahuan, mula pengetahuan, jenis-jenis syahnya pengetahuan, dan pengetahuan yang persoalan kebenaran. (a) Persoalan kemungkinan pengetahuan. Apakah sesungguhnya dapat diperoleh? Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu? Apakah dunia yang kita pikirkan ada secara objektif ataukah hanya merupakan khayalan keyakinan yang dibentuk pikiran. (b) Persoalan asal mula pengetahuan. Apakah yang merupakan sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan diperoleh dengan indera, akal atau cara-cara yang lain? (c) Persoalan syahnya pengetahuan. Bagaimana syahnya pengetahuan dapat dinilai? Apa yang merupakan ukuran atau pengujian atas pengetahuan? (d) Persoalan batas-batas pengetahuan. Apa saja hal-hal yang dapat diketahui dan apa saja hal-hal yang tidak dapat diketahui? Apa yang merupakan batas di antara pengetahuan yang dapat diketahui dan pengetahuan yang tidak dapat diketahui? (e) Persoalan jenis-jenis pengetahuan. Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (yang dapat diketahui tanpa pengamatan) dan pengetahuan a posteriori pengetahuan berdasar pengamatan). Apa yang merupakan ukuran yang tepat untuk membedakan jenis-jenis pengetahuan tersebut? (f) Persoalan kebenaran. Apa yang merupakan sifat dasar (hakikat) dan kebenaran. Bidang lain yang termasuk dalam pembahasan epistemologi adalah metodologi Metodologi berasal dari methodos, gabungan dari kata depan meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda “hodos” (jalan, perjalanan, cara, arah). Metode dapat diartikan sebagai (a) Suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. (b) Suatu tehnik untuk mengetahui yang digunakan dalam proses memperoleh pengetahuan tentang sesuatu pokok persoalan tertentu. (c). Ilmu yang merumuskan aturan-aturan sesuatu cara. Metodologi dapat dirumuskan sebagai analisis dan pengaturan secara sistematik dari prinsip-prinsip dan proses-proses rasional dan eksperimental yang membimbing suatu penelitian ilmiah atau yang menyusun struktur dan ilmu-ilmu Metodologi yang juga disebut metode ilmiah (scientific method) atau kadang-kadang disebut methodeutic tidak hanya menunjuk pada keseluruhan ilmu yang sudah tersusun tetapi juga menunjuk pada persoalan-persoalan individual atau kelompok persoalan dalam ilmu. Persoalan-persoalan metodologi di antaranya : Apakah arti metode? Apa hakikat metode? Apakah ada metode yang khas bagi filsafat? Apa saja metode ilmu itu? Metode dapat dibedakan menjadi beberapa macam. (a) Metode rasional (rational method) yaitu yang digunakan dalam ilmu-ilmu spekulatif, termasuk di sini adalah teologi. (b) Metode aksiomatik (axiomatic method) atau metode hipotetiko-deduktif, digunakan untuk hal-hal yang bersifat teoritis, secara khusus matematika. (c) Metode nomologis (nomological method) atau metode induktif digunakan dalam ilmu-ilmu eksperimental yang bertujuan untuk menemukan keteraturan di antara gejala dan menemukan hukum-hukumnya. (d) Metode deskriptif (descriptive method) digunakan dalam ilmu-ilmu kealaman dan ilmu-ilmu sosial yang mencakup pengamatan, penggolongan dan tehnik statistik. (e) Metode historis digunakan dalam ilmu-ilmu yang menyangkut peristiwa masa lampau yang mencakup kegiatan pengumpulan, pemilihan, penggolongan dan penafsiran fakta-fakta arkeologis. (f) Metode psikologis digunakan oleh semua ilmu yang menyangkut tingkah laku dan perkembangan manusia. (3) Logika Logika berasal dari kata Yunani logos yang berarti “kata”, “akal”, “uraian”. Logika dapat didefinisikan sebagai studi tentang aturan-aturan penalaran (argument) yang lurus. Dalam hal ini argumen merupakan salah satu istilah pokok dalam logika. Argumen merupakan kegiatan penalaran (reasoning) yang menunjukkan bukti bahwa sesuatu pemyataan tertentu mengikuti secara koheren (logis) dari satu atau pemyataan yang lain. Pernyataan lain yang menurunkan pernyataan tertentu itu disebut premis. Sedangkan pernyataan yang diturunkan disebut kesimpulan. Kumpulan pernyataan yang memuat semua premis dan kesimpulannya itu disebut argumentasi. Persoalan-persoalan dalam logika di antaranya sebagai berikut. (a) Apa yang disebut pengertian (concept)? (b) Apa sifat dari putusan (proposition)? (c) Apa yang dimaksud dengan penyimpulan (inference)? (d) Apa aturan-aturan untuk dapat berpikir secara lurus (correct thinking)? (e) Apa yang dimaksud silogisme dan bagaimana macam-macamnya? (f) Apa saja macam-macam sesat-pikir (fallacy) yang harus dihindari dalam setiap pemikiran? (4) Etika Etika juga disebut filsafat moral (moral philosophy) atau filsafat tingkah laku. Istilah etika juga disebut moral. Istilah etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti kebiasaan, watak, kecenderungan, atau cara berbuat. Sedangkan istilah moral berasal dari kata Latin moralis, mos, moris yang berarti kebiasaan, tingkah laku. Objek material etika adalah perbuatan atau tingkah laku manusia, sedangkan obyek formalnya (sudut pandangannya) adalah bahwa tingkah laku itu ditinjau dari segi penilaian baik-buruk, benar-salah, atau bermoral-tidak bermoral. Tidak semua perbuatan manusia dapat dinilai baik buruknya, misalnya perbuatan insting (detak jantung, bernafas, kedipan mata). Perbuatan yang dapat dikenai pernilain baik buruk adalah yang dilakukan secara sadar dan bebas. Perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas artinya si pelaku menyadari bahwa dialah yang berbuat. Pelaku moral (moral agent) secara bebas memilih mana yang akan dilakukan dan mana yang tidak dan bersamaan dengan itu pula dia dapat mengantisipasi kemungkinan akibat dari perbuatannya itu. Masalah-masalah pokok dalam etika adalah sebagai berikut. (a) Apa yang dimaksud “baik” atau “buruk” secara moral? Kalau dikatakan “orang itu baik”, ini dimaksudkan bahwa orang itu baik secara moral (moral values). Misalnya orang itu suka menolong, membantu orang miskin. Sebaliknya kalau dikatakan “spidol ini baik”, ini artinya spidol ini masih dapat digunakan untuk menulis (non-moral values). (b) Apa syarat-syarat suatu perbuatan dikatakan baik secara moral? ini menyangkut kualitas perbuatan. Kualitas perbuatan ditentukan oleh kehendak (fiat) dan pelaku moral. Kehendak baik memberikan dorongan yang baik untuk berbuat secara moral. (c) Bagaimanakah hubungan kebebasan kehendak (free will) dengan perbuatan susila. Perbuatan dapat dinilai secara moral atau tidak bermoral kalau didorong oleh kebebasan kehendak, dalam arti perbuatan itu tidak merupakan paksaan dan otoritas di luar diri individu yang bersangkutan. (d) Apa yang dimaksud dengan kesadaran moral (moral conscieousness). Orang yang sudah memiliki kesadaran moral adalah mereka yang mengetahui secara mendalam kualitas moral perbuatannya, artinya dia tahu bahwa perbuatannya itu mempunyai sifat baik. Misalnya mencuri itu tidak baik, memberi sedekah pada orang miskin itu perbuatan yang baik, berbohong itu perbuatan yang tidak baik. (e) Bagaimanakah peranan hati nurani (conscience) terhadap perbuatan susila? Hati nurani juga disebut sebagai aku-yang-kedua, atau suara batin. Sebelum melakukan perbuatan seseorang dapat berdialog atau bercakapcakap dengan dirinya sendiri. Apakah perlu dilakukan atau tidak. Terhadap perbuatan yang baik hati nurani memberikan dorongan. Sesudah melakukan perbuatan hati nurani juga menjalankan peranannya. Hati nurani dapat memberikan pujian atas perbuatan yang baik dan memberikan celaan atas perbuatan yang tidak baik. Etika sebagai cabang filsafat dapat dibedakan menjadi (a) etika deskriptif, (b) etika normative dan (c) metaetika. (a) Etika deskriptif menggambarkan perbuatan yang dikatakan bermoral dalam arti luas. Misalnya adat kebiasaan atau perbuatan yang dianggap baik atau buruk yang berlaku dalam wilayah dan waktu tertentu. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang ada pada individu atau kelompok tertentu, dalam kebudayaan tertentu atau dalam waktu sejarah tertentu. Misalnya etika masyarakat Jawa, etika masyarakat Minang sesudah kemerdekaan, etika masyarakat Sunda daerah pesisir utara Jawa. (b) Etika normative mendasarkan pada norma-norma. Etika semacam ini bersifat preskriptif Kata Inggris prescribe artinya “menyarankan”, “memerintahkan”. Etika ini tidak menggambarkan sebagaimana etika deskriptif melainkan menentukan baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoralnya perbuatan. Etika normative memberikan argumentasi, alasan, mengapa sesuatu perbuatan itu dinilai baik atau buruk. Misalnya etika normative yang menyatakan “perbuatan dikatakan baik kalau didorong kehendak baik, dengan cara yang baik dan sesuai dengan hakikat manusia”. (c) Metaetika tidak membahas perbuatan moral secara langsung, melainkan membicarakan istilah-istilah pokok yang digunakan manusia dalam bidang moral. Misalnya istilah “kewajiban”, “tanggung jawab”, “hati-nurani”, “kesadaran moral”, “keadilan”, “kebebasan kehendak”. Metaetika bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang makna, kebenaran, dan metode. Metaetika membicarakan kata, pernyataan, pertimbangan yang bertalian dengan bahasa moral. (5) Estetika atau filsafat keindahan (philosophy of beauty) Istilah estetika berasal dari kata Yunani aisthetika = “hal-hal yang dapat dicerap dengan indera”, aisthetikos = “orang yang mencerap benda-benda lewat rangsang indera, perasaan atau intuisi” atau aesthesis = “pencerapan“, “perasaan”, “persepsi”. Kata ini digunakan pertama kali oleh Baumgarten (1762), seorang filsuf Jerman, untuk menunjukkan cabang filsafat yang berurusan dengan seni dan keindahan. Dibandingkan dengan dengan etika, kalau etika merupakan teori tentang “baik dan jahat” , maka estetika merupakan teori tentang “keindahan dan kejelekan”. Etika bersangkutan dengan nilai-nilai moral (moral values) sedangkan estetika bersangkutan dengan nilai-nilai bukan moral (nonmoral values). Dalam hal seni dan pengalaman estetik, akal budi manusia memegang peranan utama, akan tetapi bukan akal budi yang diskursif (yang menganalisis dan menalar), melainkan yang bersifat intuitif (melihat secara langsung dan sekejap) dan konatural (karena persamaan dalam sifat dan tabiat. Terjadi keadaan interpenetrasi (saling menerobos) antara alam dan manusia. Kedua pihak saling luluh tanpa kehilangan identitasnya masing-masing. Manusia yang merasakan getaran keindahan alam mengadakan semacam identifikasi spiritual dengan alam itu, bahkan alam memasuki kalbunya. Sebaliknya manusia memasuki alam, memeteraikan alam dengan kehadirannya, merasakan keindahan alam itu sejauh alam mengandung unsur-unsur manusiawi, mengandung isyarat-isyarat yang melambangkan emosi dan pengalaman manusawi. Masalah-masalah pokok dalam etika adalah : nilai estetis, pengalaman estetis, perilaku yang mencipta, dan seni. Persoalan tentang nilai estetis. (a) Apakah arti kata indah itu? (b) Keindahan itu bersifat objektif atau subjektif? (c) Apakah yang merupakan ukuran baku dari keindahan? (d) Bagaimanakah peranan keindahan bagi kehidupan manusia? (e) Bagaimanakah hubungan antara keindahan (beauty), kebenaran (truth) dan kebaikan (goodness)? (f) Apa persamaan dan perbedaan di antara benda-benda yang memiliki nilainilai indah , baik, benar, sempurna, menyenangkan dan berguna? Persoalan pengalaman estetis (a) Apakah yang disebut pengalaman estetis itu? (b) Bagaimanakah ciri-ciri pengalaman estetis? (c) Apakah yang menjadikan seseorang menghargai sesuatu yang indah? (d) Apakah yang merupakan rintangan-rintangan dan pengalaman estetis? (e) Benda apakah yang dapat menjadi objek dari pengalaman estetis? (f) Bagaimanakah hubungan di antara tanggapan estetis dengan seni dan tanggapan estetis dengan alam? Persoalan tentang perilaku seniman (a) Apa dan siapakah seniman itu? (b) Apa perbedaan antara seorang seniman dengan pengrajin? (c) Apa yang mendorong seseorang untuk menciptakan karya seni? (d) Bagaimanakah proses penciptaan itu berlangsung dalam diri seseorang? (e) Bagaimanakah hubungan antara kepribadian seniman dengan karya seni yang diciptakan? Persoalan tentang seni (art) Keindahan Iebih Iuas daripada seni, karena keindahan mencakup juga hasil karya ciptaan Tuhan, misalnya keindahan yang ada pada matahari sedang terbit pada waktu pagi, mata hari sedang tenggelam pada sore hari, dan pada malam hari waktu bulan purnama. Sedangkan seni adalah segenap kegiatan akal budi seorang seniman yang secara mahir menciptakan sesuatu karya sebagai pengungkapan perasaan manusia. Hasil ciptaan dari kegiatan itu ialah suatu kebulatan organis dalam sesuatu bentuk tertentu dan unsur-unsur ekspresif yang termuat dalam suatu medium inderawi (sensuous medium). Persoalan tentang seni adalah sebagai berikut. (a) Bagaimanakah seni didefinisikan? (b) Bagaimanakah penggolongan dari seni? (c) Apakah sifat dan nilai-nilai dari karya seni? (d) Manakah yang lebih penting antara bentuk dan isi dari karya seni (work art)? (e) Bagaimanakah hubungan seni, agama, filsafat dan ilmu? (f) Bagaimanakah manusia menanggapi karya seni? (g) Apakah seni mengungkapkan kebenaran tentang sesuatu?