Pembagian kewenangan investasi harus sejalan dengan

advertisement
Edisi Desember 2004
H. Obar Sobarna, S.IP:
“Pembagian kewenangan investasi
harus sejalan dengan kualitas
kemampuan teknis”
Christ Kanter:
“Untuk Sementara, Urusan Investasi
Sebaiknya Ditangani Pusat”
Segera Hadir, Peringkat Daya Tarik Investasi
220 Kabupaten/Kota di Indonesia
PERBAIKAN IKLIM
INVESTASI
Christ Kanter:
“Untuk Sementara,
Urusan Investasi
Sebaiknya Ditangani
Pusat”
RUU PENANAMAN MODAL :
SECERCAH HARAPAN
DALAM MENDORONG
INVESTASI
H. Obar Sobarna, S.IP,
Bupati Bandung :
“Pembagian kewenangan
investasi harus sejalan
dengan kualitas
kemampuan teknis”
Rekomendasi Kadin-Indonesia tentang Otonomi
Daerah
Perda Kota Balikpapan No.9/2004
Insentif Bagi Investor
Segera Hadir, Peringkat
Daya Tarik Investasi
220 Kabupaten/Kota di
Indonesia
Seputar Otonomi Daerah
Gambar Sampul : KPPOD/Agung Pambudhi Foto
isi diambil dari internet dengan http://
www.google.com/ dan sumber foto lain yang
disebutkan bersama dengan foto.
PERBAIK
AN IKLIM INVEST
ASI
PERBAIKAN
INVESTASI
Program Kerja 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) telah
ditetapkan. Format dokumennya memperlihatkan tiga agenda utama yaitu Agenda
untuk Mewujudkan Indonesia yang Aman & Damai, Adil & Demokratis, dan
Sejahtera; dilengkapi dengan Program Khusus Pengamanan Lebaran, Natal,
Banjir, dan Musim Tanam. Mengenai Otda, tercantum beberapa hal penting dalam
jabaran agenda utama tersebut, diantaranya: peninjauan Pajak dan Retribusi
Daerah yang menghambat Investasi, peninjauan kebijakan Pembentukan Daerah
Baru, pengaturan ulang DPOD, dan penguatan Kelembagaan Otdasus di Papua.
Peninjauan Perda pajak dan berbagai pungutan daerah merupakan persoalan
yang ada seumur pelaksanaan Otda; dalam hal pengawasan pemerintah pusat,
setidaknya dari waktu ke waktu sudah ada langkah nyata dengan pembatalan Perda
penyebab ekonomi biaya tinggi. Penegasan KIB dalam program kerja 100 hari
mengenai hal ini tentu diharapkan tidak sekedar untuk memberikan sinyal adanya
keseriusan pemerintah, namun terlebih untuk ditindaklanjuti dengan penguatan
kelembagaan yang bersifat edukatif sebagai langkah preventif munculnya distorsi
perekonomian akibat kebijakan daerah (maupun nasional) yang tidak tepat.
Beberapa contoh bibit bibit positif kebijakan daerah yang mendukung aktivitas
perekonomian perlu secara luas disosialisasikan agar dapat direplikasi dan
disempurnakan pelaksanaannya bagi daerah daerah otonom lainnya. Perda yang
dikaji dalam edisi ini memberikan contoh munculnya bibit inisiatif untuk
mendukung aktivitas perekonomian, meskipun terdapat sejumlah catatan untuk
diperhatikan. Demikian juga dengan pengkajian ulang kebijakan pembentukan
Daerah Baru diharapkan mampu menghasilkan kelembagaan yang kuat untuk
kepentingan masyarakat luas (termasuk dari segi manfaat ekonominya), bukan
hanya untuk segelintir elite kekuasaan daerah dan pusat.
Peninjauan Perda dan pembentukan Daerah Baru hanyalah sebagian dari
upaya besar untuk perbaikan iklim investasi. Walaupun tidak disebut dalam program kerja 100 hari pertama KIB, hal lain yang penting untuk dicermati dalam
konteks iklim investasi dan Otda adalah RUU Penanaman Modal (RUU PM).
Dimotori kantor Menko Perekonomian dan BKPM, saat ini pemerintah sangat aktif
melakukan serangkaian pembahasan lintas sektor pemerintahan, dengan
melibatkan dunia usaha mengenai RUU PM; bahkan jika tidak ada aral melintang,
Januari 2005 ditargetkan untuk masuk ke DPR. Yang menjadi pertanyaan penting
adalah apakah instansi instansi teknis (Kehutanan, ESDM, Dll.) akan ‘rela’ untuk
‘melimpahkan’ kewenangannya kepada BPKM (atau LPM-Lembaga Penananaman
Modal) demi terwujudnya pelayanan satu atap? Bagaimana juga peran Daerah
Otonom dalam pelayanan satu atap, apakah mempunyai semacam hak ‘veto’ untuk
setuju atau menolak bila daerahnya akan ditempati suatu investasi? Persoalan
kesatuan langkah untuk koordinasi dan kerjasama bukan soal mudah dalam unit
unit pemerintahan yang sudah puluhan tahun terlembaga, baik di tingkat
pemerintah pusat, dan terlebih dalam pola hubungan baru pusat-daerah di era
Otda.
Sang pemimpin-lah, entah Menko Perekonomian, Wakil Presiden atau Presiden
sendiri yang akan memutuskan kebijakan apa yang akan diambil, dan harus diikuti
para Menterinya! Langkah pengambil keputusan akan sangat ditentukan oleh
pengetahuan, kepercayaannya pada orang orang terdekatnya, dan juga pada belief – keyakinan dasarnya terhadap esensi utama Otda, prinsip subsidiaritas –
berikan kewenangan kepada daerah untuk hal hal yang dapat ditanganinya,
sebaliknya jangan bebankan hal hal diluar kemampuannya kepada daerah!. Tentu
ada beragam pendapat disekitarnya dan barangkali diantara Pembantunya ada
yang berbeda pendapat dengan pemikiran maupun keyakinannya. Mengandalkan
masukan dari stakeholder utamanya dunia usaha-pun tidak mudah karena
beragamnya kepentingan para pihak yang sangat mungkin juga belum mempunyai
mekanisme kelembagaan yang dapat diandalkan. Yang jelas keputusan harus
diambil, entah dengan hasil kebijakan baru atau dengan mempertahankan
kebijakan yang sedang berlaku! Sang Pemimpin harus mampu berhitung dampak
dari keputusan yang akan diambilnya. (pap)
Penerbit : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Alamat Redaksi : Sekretariat KPPOD, Plaza Great River,
15th floor, Jl. HR. Rasuna Said Kav. X-2 No.1, Jakarta 12950, Phone : 62-21-5226018, 5226027, Fax : 62-21-5226027, E-mail :
[email protected], http://www.kppod.org/ Dewan Pengurus KPPOD : Bambang Sujagad, Anton J. Supit, Bambang PS Brodjonegoro,
P. Agung Pambudhi, Aburizal Bakrie, Sofjan Wanandi, Adnan Anwar Saleh, Hadi Soesastro, Sri Mulyani Indrawati, Djisman
Simandjuntak, Susanto Pudjomartono, Sjarifuddin, Aco Manafe, dan Taufik L. Redaksi : P. Agung Pambudhi, Sigit Murwito, Robert
Endi. Tata Letak : F. Sundoko. Iklan dan Distribusi : M. Regina Retno B.
1
Agenda 100 Hari Pertama
Kabinet Indonesia Bersatu
Pendahuluan
Lingkup dan Komponen Agenda 100 Hari Pertama
Sesuai dengan arahan Presiden Susilo Bambang
Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu
Yudhoyono pada Sidang Paripurna Kabinet Indonesia
berisikan program, kegiatan, dan kegiatan khusus yang
Bersatu tanggal 22 Oktober 2004, untuk menjawab harapan
bersifat prioritas dan dapat dikerjakan dalam seratus hari
dan ekspektasi masyarakat akan kinerja pemerintahan
pertama. Keseluruhan agenda ini merupakan bagian tidak
baru dalam mewujudkan perubahan ke arah kemajuan
terpisahkan dan bahkan untuk agenda tertentu
bangsa serta dalam menyelesaikan berbagai masalah
merupakan langkah awal dan berkesi-nambungan dengan
mendesak, maka
agenda utama
disusunlah
pembangunan
Agenda 100 Hari
j a n g k a
Pertama Kabinet
menengah 2004
Indonesia Bersatu
– 2009 Kabinet
ini.
Indonesia
Melalui
Agenda 100 Hari
Pertama
Bersatu.
ini
Dalam lima
Pemerintah akan
tahun ke depan,
menunjukan
Pemerintah
kehadirannya (To
a
show the flag)
mewujudkan
untuk
Indonesia yang
bekerja
k
a
n
secara sungguh-
Aman
sungguh
atas
Damai, Adil dan
konsepsi
Demokratis,
dasar
dan
yang jelas serta
serta
Lebih
berkesinambungan,
Sejahtera.
sesuai dengan visi,
Untuk
itu
Agenda 100 Hari Pertama - Dengan agenda 100 hari, Pemerintah memiliki landasan
misi, dan program dalam perjalanan lima tahun ke depan. Pemerintah akan mewujudkan Indonesia K e b i j a k a n ,
Presiden
dan yang Aman dan Damai, Adil dan Demokratis, serta Lebih Sejahtera.
Progra,
dan
Wakil Presiden.
K e g i a t a n
Agenda 100 Hari Pertama ini harus juga dimaksudkan
ditekankan pada upaya bersama, baik antarjajaran
sebagai landasan dan/atau langkah awal pemerintahan ini
Pemerintah sendiri, maupun antara Pemerintah dan
dalam perjalanan lima tahun ke depan. Langkah-langkah
lembaga tinggi negara, untuk bekerja bersama-sama
tersebut merupakan upaya simultan bagi penanganan
secara sinergis dan bermartabat mencapai tujuan
masalah-masalah mendesak dan prioritas, dapat
tersebut.
merupakan terapi kejut (Shock Therapy), tidak termasuk
Untuk Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai,
kegiatan rutin yang memang merupakan kewajiban
tiga agenda prioritas adalah: Upaya Penyelesaian Masalah
pemerintah, dalam rangka mencetak sukses awal untuk
Konflik Horizontal; Penanggulangan Terorisme; dan
membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap
Penanggulangan Aktivitas Ilegal. Ketiga agenda tersebut
fungsi pemerintahan. Pelaksanaan Agenda 100 Hari
akan dilakukan pada 100 hari pertama berupa langkah-
Pertama dilakukan dalam wadah APBN 2004 dan tidak
langkah awal maupun lanjutan dalam rangka menciptakan
menjadi beban tambahan anggaran yang pelaksanaannya
proses dan mekanisme penyelesaian konflik dan
ada dalam kendali pemerintah.
pencegahan konflik baru, serta pembangunan sarana dan
2
prasarana yang rusak/hancur akibat konflik agar dapat
peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan
memulihkan kehidupan yang normal, serta penanganan
berkelanjutan, melalui program perbaikan iklim investasi,
dan tindakan hukum bagi pelaku pemicu konflik,
menjaga dan memelihara stabilitas ekonomi makro, dan
terorisme, dan pelaku tindakan ilegal. Mengingat begitu
peningkatan dan perbaikan Usaha Kecil Menengah dan
mendalam dan sering sangat rumitnya masalah,
Koperasi, serta upaya pemberantasan kemiskinan. Agenda
kebijakan, dan langkah-langkah lanjutan yang konsisten
Perbaikan Iklim Investasi akan menyangkut tiga bidang
dengan agenda 100 hari akan diteruskan dalam agenda
utama yakni: (a) perbaikan mekanisme pasar tenaga kerja
2004 – 2009 untuk menjamin kesinambungan dan
agar lebih fleksibel sehingga mampu menyerap lebih tinggi
keberlanjutan proses perdamaian dan pengembalian
pengangguran melalu pertumbuhan ekonomi; (b)
kerukunan dan aktivitas normal masyarakat.
Perbaikan kebijakan dan administrasi perpajakan
U
n
t
k
t e r m a s u k
Mewujudkan
p e r b a i k a n
Indoensia
yang
R a n c a n g a n
dan
Undang-Undang
Demokratis,
Perpajakan agar
agenda
mencerminkan
Adil
u
utama
adalah perbaikan
azas
kinerja
keadilan,
dan
efisiensi, efektif,
peningkatan
dan bersih. Juga
kepercayaan
akan
publik terhadap
k e b i j a k a n
fungsi institusi/
perdagangan dan
lembaga penegak
industri
hukum terutama
bertujuan makin
kejaksaan
dan
meningkatkan daya
kepolisian, serta
saing, menurunkan
berfungsinya
biaya melakukan
disusun
yang
sistem peradilan
bisnis;
koreksi
Mewujudkan Indonesia yang Lebih Sejahtera - Salah satu agenda 100 hari
secara akuntabel
kebijakan distortif
Kabinet Indonesia Bersatu adalah pemihakan kepada kelompok lemah dan
dan kredibel, dan
di masa lalu yang
miskin dalam upaya perbaikan kesejahteraan.
dilaksanakannya
menghambat
reformasi birokrasi berdasarkan prinsip “good gover-
minat investasi, kebijakan otonomi daerah yang tidak
nance”. Agenda yang akan dilakukan dalam seratus hari
menghambat kegiatan investasi dan perekonomian; dan
pertama mencakup pembentukan Komisi Pengawasan
(c) Perbaikan dan peningkatan penyediaan sarana dan
Kejaksaan dan lembaga strategis lainnya seperti
prasarana dengan membangun kerangka kebijakan yang
Kepolisian, Direktorat Jendral Pajak, dan Kantor Bea dan
mampu mengundang partisipasi swasta secara adil,
Cukai.
efisien, dan berkelanjutan.
Pemberantasan dan penanganan kasus korupsi secara
Upaya memelihara dan menjaga stabilitas ekonomi
adil dan bertanggung jawab akan ditingkatkan dan
makro dilakukan dengan merancang kebijakan fiskal yang
disempurnakan, termasuk mendukung berfungsinya
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu
menjaga rambu-rambu kehati-hatian, penurunan risiko
prioritas Reformasi Birokrasi dalam seratus hari pertama
beban dan dinamika hutang publik, dan perbaikan struktur
adalah penetapan payung kebijakan reformasi birokrasi
pengeluaran/belanja pemerintah agar semakin berpihak
dan peningkatan status koordinasi pelaksanaannya di
pada pemberantasan kemiskinan. Koordinasi dan kerja
tingkat Wakil Presiden. Kebijakan dan langkah lanjutan
sama kebijakan fiskal dan moneter dilakukan untuk
dari agenda penguatan kelembagaan dan reformasi
menjaga kepercayaan pasar dan penciptaan lingkungan
birokrasi akan dituangkan dalam agenda 2004-2009.
yang kondusif untuk pertumbuhan. Sedangkan pemihakan
Dalam rangka Mewujudkan Indonesia yang Lebih
kepada kelompok lemah dan miskin dalam upaya
Sejahtera, agenda utama yang harus dilakukan adalah
perbaikan kesejahteraan akan diterjemahkan dengan
3
pengembangan rancangan kebijakan UKM yang
pelaksanaan dan pencapaian sasarannya akan
komprehensif, menyeluruh, dan konsisten termasuk aspek
dilaksanakan kegiatan pengendalian dan monitoring.
pembiayaan. Pelaksanaan program pengurangan
Pelaksanaan dan pengendalian masing-masing Program
kemiskinan akan dilakukan dengan bertumpu pada pro-
dan Kegiatan 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu
gram perbaikan akses dan mutu pendidikan, kesehatan,
dilakukan sepenuhnya oleh Kementerian/Departemen
dan infrastruktur dasar termasuk air, jalan, dan irigasi.
dan Lembaga Non Departemen terkait pada bidang-
Secara ringkas tema prioritas Agenda 100 Hari Pertama
Kabinet Indonesia Bersatu adalah sebagai berikut :
bidang program yang ditangani, di bawah koordinasi
masing-masing Menteri Koordinator. Sedangkan
Pengendalian dan Monitoring pelaksanaan Agenda 100
1. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai.
Dengan program-program prioritas 100 hari
Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu sehari-harinya
berada di bawah koordinasi Wakil Presiden.
pertama adalah :
Secara periodik, yaitu sekali dalam sebulan, Wakil
a. Penyelesaian Masalah Konflik,
Presiden akan melakukan monitoring dan evaluasi atas
b. Penanggulangan Terorisme,
berjalannya seluruh program dalam Agenda 100 Hari
c. Penanggulangan Aktivitas Ilegal.
Pertama ini. Kemudian, sekali dalam dua minggu,
2. Mewujudkan
Indonesia
yang
Adil
dan
Demokratis.
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/BAPPENAS akan melakukan monitoring atas
Dengan program-program prioritas 100 hari
setiap pelaksanaan Program, khususnya melihat kendala
pertama adalah :
dan
permasalahan
yang
dihadapi
oleh
setiap
a. Penguatan Institusi Kejaksaan Agung,
Kementerian/Departemen atau Lembaga Pemerintah
b. Penyelesaian Kasus-Kasus Korupsi,
Nondepartemen (LPND), dan melaporkannya kepada
c. Melanjutkan Reformasi Birokrasi.
Wakil Presiden.
3. Mewujudkan Indonesia yang Lebih Sejahtera.
Selanjutnya, dalam periode paruh waktu (50 hari),
Dengan program-program prioritas 100 hari
Presiden dan Wakil Presiden akan melakukan review dan
pertama adalah :
evaluasi atas pelaksanaan Agenda 100 Hari Pertama
a. Perbaikan Iklim Investasi,
Kabinet Indonesia Bersatu.
b. Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro,
c. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan
Penanggulangan Kemiskinan.
Penutup
Keseluruhan Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu dalam Dokumen ini adalah merupakan hasil
Di samping untuk menjabarkan Ketiga Agenda Utama
keputusan dan kesepakatan bersama dalam Kabinet
tersebut di atas, dalam Program 100 hari pertama ini juga
sebagai pelaksanaan dan tindaklanjut arahan Presiden
akan dilancarkan Program Khusus Pengamanan Lebaran,
Susilo Bambang Yudhoyono pada Sidang Paripurna
Natal, Antisipasi Bencana Banjir, dan Menghadapi Musim
Kabinet Indonesia Bersatu tanggal 22 Oktober 2004.
Tanam (Padi). Lihat Diagram pada halaman 5.
Dengan Demikian, setiap Program dan Kegiatan yang
Berdasarkan jenisnya, seluruh Program dan Kegiatan
tercantum dalam dokumen ini telah menjadi komitmen
yang diusulkan dalam Agenda 100 Hari Pertama ini dapat
dari
setiap
Kementerian/Departemen/Lembaga
digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu pertama,
Pemerintah Non Departemen untuk pelaksanaannya.
berupa program dan kegiatan yang merupakan intervensi
Namun demikian, dalam perjalanan pelaksanaannya,
langsung, dan kedua, berupa peletakan landasan suatu
penyesuaian-penyesuaian tertentu yang tidak dapat
kebijakan yang menyeluruh dalam rangka langkah awal
dihindarkan atas rencana suatu program atau kegiatan
untuk perubahan ke arah kemajuan, termasuk dalam
tertentu dalam Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indo-
bentuk penyempurnaan perangkat peraturan perundang-
nesia Bersatu ini, dapat dilakukan dengan persetujuan
undangan.
Presiden dan didukung oleh hasil evaluasi berdasarkan
monitoring yang dilakukan secara periodik.
Kelembagaan, Pengendalian, dan Monitoring
Koordinasi pelaksanaan seluruh Agenda 100 Hari
Pertama Kabinet Indonesia Bersatu sepenuhnya berada
di tangan presiden. Sedangkan untuk menjamin
4
5
3. Melanjutkan Reformasi Birokrasi
3. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
dan Penanggulangan Kemiskinan
2. Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro
1. Perbaikan Iklim Investasi
1. Penguatan Institusi Kejaksaan
Agung dan Polri
2. Penyelesaian Kasus-Kasus Korupsi
PROGRAM 100 HARI
Mewujudkan
Indonesia yang
lebih sejahtera
PROGRAM 100 HARI
Mewujudkan
Indonesia yang
adil dan demokratis
DIAGRAM : STRUKTUR AGENDA 100 HARI PERTAMA
Program Khusus Pengamanan Lebaran, Natal, Antisipasi Bencana Banjir, dan Menghadapi
Musim Tanam (Padi)
3. Penanggulangan Aktivitas Illegal
2. Penanggulangan Terorisme
1. Penyelesaian Masalah Konflik
PROGRAM 100 HARI
Mewujudkan
Indonesia yang
aman dan damai
Agenda 100 Hari Pertama
Kabinet Indonesia Bersatu
Christ Kanter:
“Untuk Sementara, Urusan Investasi
Sebaiknya Ditangani Pusat”
emberlakuan otonomi daerah sejak awal Januari
2001 lalu membawa implikasi besar. Sebagai
eksperimentasi kebijakan bing bang, mengutip
istilah Bank Dunia, ledakan pengaruhnya menjangkau
jauh ke berbagai sudut kepentingan dan menyentuh
banyak stakeholders yang ada di birokrasi (pusat dan
daerah), politik, bisnis dan kehidupan masyarakat pada
umumnya.
Dukungan terhadap
kebijakan ini, sedikitbanyak terkait dengan
implikasi yang diterima. Neraca pengaruh
yang menguntungkan
akan melahirkan dukungan, sementara
pengaruh yang merugikan bisa jadi menimbulkan kritikan, penghindaran atau bahkan
penolakan. Namun
bagi dunia bisnis,
setidaknya yang terwakili dalam Kamar
Dagang dan Industri
(Kadin), otonomi itu tetap harus diterima, apa pun
implikasi yang terjadi beberapa tahun di awal
penerapannya ini, sambil turut aktif dalam berbagai
ikhtiar perbaikan kualitasnya.
Posisi sikap ini ditegaskan Wakil Ketua Umum Kadin
Indonesia Bidang Investasi Christ Kanter dalam suatu
kesempatan wawancara dengan Redaksi KPPOD News.
“Bagi kami pengusaha, terutama yang berhimpun dalam
Kadin, otonomi itu perlu dan harus. Kami mendukung
sepenuhnya”, demikian Kanter. Pernyataan ini adalah
sejalan dengan pandangan dasar Kadin sebagaimana
yang tertuang dalam dokumen “Sumbangan Pemikiran
Kadin-Indonesia untuk Pemerintah RI Periode 20042009”, atau yang secara populer dikenal sebagai “Road
Map Kadin”.
“Dunia usaha mendukung upaya pemerintah untuk
memberikan perluasan kewenangan pemerintah daerah
dalam mengoptimalkan potensi ekonomi dan peran serta
6
masyarakat”, demikian pandangan resmi Kadin (Road
Map Kadin, hlm.14).
Perbaikan Konsep dan Kapasitas Pelaksanaan
Dukungan tanpa reserve tentu bukan sikap yang baik.
Melihat konsep dan parktik di lapangan, Christ
mengatakan bahwa upaya-upaya perbaikan atas apa yang
berlangsung saat
ini amat perlu.
“ M e l i h a t
pengalaman kita
dalam melihat result pemberlakuan
Undang-undang
otonomi selama ini,
seperti yang keluar
dalam berbagai
bentuk Perda, ketentuan atau pun
langkah-langkah
yang diambil, tampak bahwa yang
positifnya banyak,
tetapi juga yang
negatif
banyak
sekali”, demikian
penilaian bos PT. Unggul Cipta Trans tersebut. “Hal ini
terutama dalam bidang ekonomi. Salah satu contoh
kasus, misalnya, pemerintah telah membatasi ekspor
kayu, tetapi Kepala Daerah justru membolehkan atau
melangggar pembatasan itu. Sesungguhnya, hal ini sama
saja melegalisasi praktik illegal logging”.
Pembagian kewenangan yang jelas lalu menjadi
persoalan krusial. “Kita mesti mencontoh Cina. Di sana
juga ada otonomi, tetapi jelas sekali pembagian
kewenangannya, antar pusat dengan daerah. Ini yang di
Indonesia justru belum clear betul”. Dalam kasus illegal loging tadi, “pembagian kewenangan yang tak jelas
ini membuat daerah gampang mem-by pass ketentuan
pusat. Soyogyanya ini tidak boleh terjadi, karena itu
berarti ada penyalahgunaan fungsi otonomi daerah.
Pelanggaran ketetunan pusat semacam ini membuat
ketidakpastian”.
Dalam kaitan pengurusan ijin investasi, Wakil Ketua
Kadin yang membidang investasi ini berpendapat
“desentralisasi pengurusan investasi ini memang baik
saja. Tetap pada tahapan sekarang, untuk sementara ini,
mesti diurusn oleh pusat dulu”. Alasannya, “begitu
banyak dan kompleksnya persoalan pengurusan investasi
yang harus kita siapkan. Misalnya, kaitannya dengan
WTO, atau persyaratan kelengkapan ketentuan dalam
pengurusan ijin. Dengan demikian, saat ini, urusan
investasi ini seyogyanya masih perlu dipegang
pemerintah pusat.”
Dalam tataran operasional, “pemberian hak kepada
pusat ini juga terkait dengan keberadaan investment
board (BKPM-Red). Di mana-mana di dunia ini, investment board adalah lembaga pusat. Promosi investasi
akan dilakukan lembaga ini, yang kalau dikerjakan daerah
terlalu berat dan belum pas dengan kemampuan
mereka”. Bahkan “pembentukan lembaga serupa di
daerah (BKPMD-Red) akan menciptakan berbagai
duplikasi yang menimbulkan ongkos yang mahal untuk
sesuatu urusan yang sama”.
Kasus pelabuhan diambil sebagai contoh. “Yang
namanya pelabuhan laut, tingkat persaingannya sangat
tinggi. Kalau daerah diberi kewenangan mengurus
investasi di bidang ini, maka semua membuka dengan
skala yang kecil-kecil yang tentu sulit bersaing. Kita lalu
tidak bersaing ke luar (dengan negara-negara lain-Red),
tetapi antar kita….Itu sebabnya, di negara-negara lain,
urusan pelabuhan laut ini menjadi kewenangan pusat”.
Menarik Investasi
Berbicara mengenai upaya penarikan investasi, Christ
mengeaskan “perlunya perubahan-perubahan mendasar
dalam kebijakan menarik investasi. Langkah yang
ditempuh jangan langkah yang biasa, tetapi dibarengi
dengan berbagai inovasi dan insentif yang memang
membuat kita menarik di mata calon investor.” Tingkat
persaingan untuk membuat citra ketertaikan ini amat
tinggi. “Semua negara sedang berbenah diri untuk
membuat tampilannya menarik. Laos, Vietnam, Cina, dan
lain-lain intensif melakukan semua ini”.
Insentif yang diminta bermacam-macam, seperti
insentif pajak atau jenis-jenis insentif lain. “Kita berharap
semua ini bisa diakomodasi dalam rancangan undangundang penananaman modal itu…tetapi pada
kenyataannya isinya relatif biasa saja. Nothing special….
“, demikian Christ menutup pembicaraan. Apa yang
disampaikan oleh pengusaha berusia muda ini adalah
penegasan atas sikap Kadin Indonesia dalam melihat
kebijakan otonomi dan kaitannya dengan pengembangan
sector usaha/ investasi dewasa ini.(ndi)
7
8
RUU PENANAMAN MODAL : SECERCAH
HARAPAN DALAM MENDORONG INVESTASI
NANDA NURRIDZKI §
etelah beberapa kali menjadi
agenda Sidang Kabinet
Terbatas disertai oleh adanya
desakan yang cukup kuat dari
DPR, amandemen UU Penanaman
Modal Indonesia mendekati titik
terang. RUU Penanaman Modal
(RUU-PM) ini merupakan perubahan
atas UU No 1 tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing yang telah
diubah dengan
UU No 11
tahun
1970
dan UU No 6
tahun
1968
t e n t a n g
Penanaman
Modal Dalam
Negeri yang
telah diubah
dengan UU No
12 tahun 1970,
yang dianggap
sudah tidak
sesuai
lagi
d e n g a n
perkembangan
situasi dan
k o n d i s i
perekonomian
Indonesia saat
ini serta arus
globalisasi
dunia. Sebenarnya, inisiasi BKPM
untuk melakukan proses penyusunan
perubahan UU telah dimulai kurang
lebih 9 tahun yang lalu. Namun,
resistensi yang cukup kuat dari
departemen teknis menyebabkan
alotnya proses amandemen produk
hukum ini. Pada masa pemerintahan
Megawati, UU penanaman modal
sudah masuk dalam program
amandemen. Saat ini, tahapannya
adalah finalisasi draft RUU di Menko
Perekonomian untuk selanjutnya
diserahkan ke DPR dan dilakukan
pembahasan bersama pemerintah.
Latar belakang perlunya UU
Penanaman Modal
Dibandingkan UU sebelumnya,
terlihat adanya perubahan yang
sangat signifikan menyangkut
prinsip-prinsip penanaman modal,
khususnya berkaitan dengan
pemberian kesempatan kepada
penanam modal, baik dalam maupun
luar negeri. Turun drastisnya PMA
baik dalam unit maupun dalam nilai
proyek semenjak krisis tahun 1997
meningkatkan concern pemerintah
untuk meningkatkan performance
investasi dalam roda perekonomian
Indonesia. Walaupun investasi di
beberapa negara ASEAN lainnya
turut mengalami penurunan,
peningkatan nilai investasi di Indonesia relative lambat, sehingga tingkat
investasinya masih jauh dibanding
posisinya sebelum krisis. Kondisi
demikianlah yang mendorong
pemerintah memberikan berbagai
insentif bagi para investor, seperti
prinsip equal treatment, pemberian
berbagai fasilitas pajak maupun
kepabeanan, serta longgarnya
persyaratan investasi lainnya.
[disisipi tabel] Dalam RUU-PM dapat
terlihat posisi strategis BKPM selaku
lembaga pemerintah yang bertugas
melaksanakan berbagai ketentuan
dalam hal penanaman modal.
Sesungguhnya
ini bukan hal
baru, karena
d a l a m
Keppres No 33
Tahun 1981
t e n t a n g
BKPM telah
d i a t u r
mengenai
pelimpahan
kewenangan
dari sebelas
menteri teknis
di
bidang
investasi
k e p a d a
B K P M .
N a m u n
demikian,
l a m a
kelamaan
muncul ego
sektoral, dimana masing-masing
departemen teknis mengambil alih
kewenangan yang telah dilimpahkan
tersebut. Ditambah lagi pelaksanaan
otonomi daerah yang diatur dengan
UU No 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah memunculkan
kewenangan baru, yaitu pemerintah
daerah
dalam pelaksanaan
penanaman modal di daerah.
Sayangnya, UU ini tidak dilengkapi
dengan perpu (PP, Keppres, dll.) yang
dapat menjelaskan lebih lanjut
batasan kewenangan tersebut.
Implikasinya banyak pemerintah
9
daerah yang menterjemahkan
regulasi tersebut dalam berbagai
kebijakan daerah. Ada daerah yang
mengusung sistem satu atap di
daerahnya masing-masing guna
menarik
investor
sebanyakbanyaknya dan mempromosikan
efisiensi. Namun, tak sedikit pula
daerah yang menciptakan pungutan
maupun retribusi baru untuk
meningkatkan PAD-nya sehingga
justru mempersulit prosedur
investasi bagi para calon investor. Hal
ini tentunya memberikan sentiment
negative bagi para investor yang
tercermin dari masih rendahnya nilai
investasi pada periode berlakunya
otonomi daerah.
Seiring dengan perkembangan
ekonomi di era globalisasi, Indonesia
juga terikat oleh kesepakatankesepakatan internasional. Salah
satunya adalah Investment Guarantee Agreement, dimana negara
menjamin investasi di Indonesia,
yaitu tidak akan melakukan tindakan
nasionalisasi atau pencabutan dan
pengambilalihan hak kepemilikan
perusahaan penanaman modal.
Tentunya akan sulit apabila masingmasing daerah mengeluarkan izin
penanaman modal, sementara
negara yang nantinya harus
bertanggung jawab apabila terjadi
masalah.
Pokok-pokok Isi RUU
Beberapa isu pokok dalam RUU ini,
yaitu:
Pertama, berlakunya prinsip equal
treatment, yaitu adanya perlakuan
yang sama kepada semua penanam
modal dan perusahaan penanaman
modal, baik PMA maupun PMDN.
Pemerintah tidak akan membedakan
perlakuan kepada penanam modal
asing yang berasal dari negara yang
berbeda, kecuali kepada penanam
modal dari negara tertentu di mana
Indonesia terikat dalam suatu
persetujuan
atau
perjanjian
internasional. Prinsip perlakuan
sama juga berimplikasi pada
pemberian fasilitas fiskal maupun
non fiskal dari pemerintah, seperti
pembebasan pajak perseroan, pajak
deviden, bea masuk atas impor
barang, kemudahan perizinan
10
pertanahan,
penyediaan
infrastruktur, dll bagi semua
penanam modal, tanpa membedakan
negara asal investasi serta PMA
maupun PMDN. Berbagai fasilitas ini
ditujukan untuk meningkatkan daya
saing Indonesia dalam menarik
investasi,
sekaligus
untuk
mengurangi
kesenjangan
pembangunan yang terjadi selama ini
baik antar-wilayah, sektor maupun
pelaku ekonomi. Prinsip equal treatment ini juga didorong oleh adanya
program peningkatan investasi dari
Paket Kebijakan Ekonomi menjelang
dan sesudah berakhirnya program
kerja sama dengan IMF atau dikenal
dengan istilah white paper.
Satu hal yang membedakan antara
RUU-PM dengan undang-undang
sebelumnya adalah pengertian PMA
maupun PMDN itu sendiri.
Berdasarkan RUU-PM ini, perbedaan
antara PMA dan PMDN adalah
berdasarkan kewarganegaraan
pemiliknya. Penanam modal nasional
adalah perorangan atau badan usaha
Indonesia yang sahamnya tidak
dimiliki asing. Sebaliknya penanam
modal asing adalah perorangan
warga Negara asing, atau badan
hukum asing yang sahamnya dimiliki
pihak asing. Sementara berdasarkan
UU sebelumnya, yang membedakan
antara PMA dan PMDN adalah
negara asal modal tersebut.
Komposisi modal PMA har us
sepenuhnya berasal dari luar negeri.
Kedua,
perwujudan
azas
liberalisasi dalam hal penanaman
modal. Artinya, makin sedikit
hambatan/restriksi yang diberikan
bagi penanam modal, khususnya
penanam modal asing. Lebih
longgarnya
batasan
dalam
penanaman modal ini ditujukan
untuk meningkatkan daya tarik
investasi bagi para investor dalam
upaya meningkatkan investasi
sebagai
motor
penggerak
perekonomian. Hal ini tercermin
pada pokok-pokok RUU-PM sebagai
berikut:
- Bidang usaha yang terbuka
bagi penanaman modal asing
semakin luas. Saat ini
acuannya adalah Keppres No
96 tahun 2000 tentang Bidang
Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka
dengan Persyaratan Tertentu
bagi Penanaman Modal.
Perluasan bidang usaha bagi
penanaman
modal
ini
sesungguhnya merupakan
bagian
dari
program
restrukturisasi ekonomi
dalam kesepakatan IMF.
- Pemerintah tidak lagi
menetapkan
daerah
berusaha bagi perusahaan
asing
di
Indonesia
sebagaimana UU terdahulu.
Penanam modal memiliki
kebebasan
berinvestasi
dalam memilih bidang usaha
dan lokasi yang dinginkan.
- Berdasarkan
RUU-PM,
jangka waktu ijin penanaman
modal tidak lagi dibatasi 30
tahun, tetapi ditetapkan
sesuai
dengan
umur
ekonomis kegiatan usahanya.
- Penanam
modal
warganegara asing yang telah
menanamkan
sejumlah
modal tertentu dan telah
berada di Indonesia dapat
diberikan
fasilitas
keimigrasian;
Jadi, faktor-faktor di atas
menunjukkan kentalnya semangat
liberalisasi pada RUU ini. Pemerintah
telah ber usaha mengeliminasi
berbagai restriksi yang sebelumnya
berlaku dalam upaya menarik
masuknya investasi di Indonesia.
Ketiga,
adalah
ketentuan
mengenai sistem pelayanan satu atap
sebagai
sistem
pelaksanaan
penanaman modal, serta fungsi
Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) sebagai lembaga pelaksana
undang-undang tersebut. Dengan
sistem ini, telah diciptakan
penyederhanaan prosedur dan
kemudahan perijinan penanaman
modal, dalam upaya menciptakan
efisiensi bagi para investor,
keseragaman serta keterbukaan
proses yang sederhana dan cepat,
melalui mekanisme dan prosedur
yang transparan dan akuntabel.
Kehadiran UU Penanaman Modal
ini akan menjadi landasan hukum
yang kuat bagi Keppres No 29 tahun
2004 yang telah lebih dulu
dikeluarkan pada April lalu tentang
sistem pelayanan satu atap bagi
investasi di Indonesia. Sehubungan
dengan pelaksanaan otonomi daerah,
saat dikeluarkannya Keppres No 29,
sistem pelayanan satu atap tersebut
tidak sejalan dengan apa yang diatur
dalam UU No 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Pada undangundang tersebut dinyatakan bahwa
penanaman modal adalah salah satu
kewenangan yang wajib dilaksanakan
oleh
pemerintah
daerah kabupaten dan
kota. Sehingga agar isi
Keppres tersebut
d
a
p
a
t
diimplementasikan,
Keppres tersebut
har us
diperkuat
dengan
produk
hukum yang lebih
kuat, yaitu undangundang.
Berdasarkan
sistem pelayanan satu
atap,
BKPM
berkoordinasi dengan
Departemen/
Lembaga Pemerintah
Non-Departemen
(LPND)
yang
membina
usaha
beserta Pemerintah
Daerah
untuk
m e n j a m i n
penyelenggaraan
penanaman modal.
Bentuk koordinasi ini
meliputi
bidang
kebijakan
dan
perencanaan
pengembangan, promosi dan
kerjasama, pelayanan perijinan,
pengendalian dan pengelolaan sistem
informasi penanaman modal. Peran
BKPM sebagai lembaga pelaksana
penanaman modal cukup besar
dimana menteri teknis/ LPND
melimpahkan kewenangan perizinan
di bidang penanaman modal kepada
kepala BKPM. Selanjutnya kepala
BKPM tersebut yang bertugas
menandatangai persetujuan dan
perizinan penanaman modal untuk
dan atas nama Menteri/LPND yang
membina bidang usaha. Dari sini
wewenang BKPM berada pada
pembinaan koordinatif dalam rangka
memperlancar
pelaksanaan
pembangunan proyek penanaman
modal. Selanjutnya pembinaan dan
pengawasan teknis operasional atas
proyek
penanaman
modal
dilaksanakan oleh Departemen/
LPND yang membina bidang usaha
sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Dengan adanya pemusatan
pendaftaran
dan
perijinan
penanaman modal, maka melalui
RUU-PM ini BKPM diupayakan
untuk menjadi pusat pendataan
berbagai kegiatan secara nasional,
khususnya dalam memperoleh data
investasi yang komprehensif di semua
sektor.
Sebagai catatan, segala ketentuan
yang diatur dalam RUU-PM ini tidak
mencakup kegiatan usaha hulu sektor
minyak dan gas bumi, pengusahaan
hutan alam dan jasa keuangan.
Berbagai
ketentuan
yang
menyangkut kegiatan usaha di sektor
ini diatur tersendiri dalam UU
k
h
u
s
u
s
.
Potensi Permasalahan
Walaupun RUU-PM menguatkan
posisi BKPM dalam penyelenggaraan
penanaman modal, hal ini tidak
mengurangi adanya potensi konflik
diantara sektor-sektor lainnya. Untuk
dapat ditetapkan sebagai UU
diperlukan kesepakatan dari sektorsektor atau departemen teknis
lainnya.
Contohnya
dalam
pelaksanaan pemberian insentif
berupa
fasilitas
pajak
dan
kepabeanan, dibutuhkan komitmen
sepenuhnya dari departemen teknis
yang bersangkutan.
Contoh
lainnya
adalah keengganan
D e p a r t e m e n
Kehutanan untuk
turut dimasukkan
dalam
RUU
m e n g e n a i
p e n g a t u r a n
investasinya.
P e n o l a k a n
D e p a r t e m e n
Kehutanan
ini
menyebabkan
p e r l u n y a
pembahasan antar
departemen di bawah
M
e
n
k
o
Perekonomian.
K e g i a t a n
penanaman modal
juga
memiliki
p r o s e d u r
pelaksanaan yang
panjang, dimulai dari
persetujuan, perijinan
s
e
r
t
a
pelaksanaannya.
Masalah yang mungkin muncul
tentunya bersifat lintas sektoral. Oleh
karena itu, di bawah kerangka Sistem
Pelayanan Satu Atap (One Roof Service) perlu pengaturan sebaikbaiknya. Sejauh ini berdasarkan
RUU-PM,
BKPM
bertugas
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan pada aspek administrasi
dan
pelaksanaan
kebijakan
penanaman modal. Sementara itu
pembinaan teknis merupakan
kewenangan dari masing-masing
instansi sektoral terkait. Mengacu
pada UU otonomi daerah yang baru,
yaitu
UU
No
32
tentang
Pemerintahan Daerah pasal 17 ayat
11
1 dinyatakan bahwa salah satu
urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah
kabupaten/kota adalah pelayanan
administrasi penanaman modal.
Untuk itu masih diperlukan produk
hukum lainnya yang lebih teknis
untuk mengatur pelaksanaan
penyelenggaraan penanaman modal
agar
terjadi
keselarasan antara
produk hukum satu
dan lainnya, misalnya
regulasi
berupa
Keppres.
Dari aspek daerah,
mengingat pentingnya
peran BKPM sebagai
penyelenggara
penanaman modal,
dalam era otonomi
daerah diperlukan
pula produk hukum
tersendiri
untuk
mengatur peran dan
fungsi BKPM, sebagai
pengganti Keppres
yang ada. Disamping itu, pemerintah
daerah juga wajib mengacu pada
regulasi mengenai tata ruang
kawasan wilayah Indonesia untuk
pengembangan kawasan di wilayah
Indonesia.
Sistem Penanaman Modal di
negara lain
Sistem Pelayanan Investasi yang
terpusat umumnya memang berlaku
di banyak negara. Malaysia yang
berbentuk negara federasi memiliki
Malaysian Industrial Development
Authority (MIDA) sebagai lembaga
pelaksana penanaman modal.
Aplikasi bagi perijinan investasi di
Malaysia harus melalui persetujuan
MIDA, yang dikenal dengan One Stop
Centre. Khusus bagi proyek-proyek
yang berada di Sabah dan Sarawak,
selain diserahkan ke kantor pusat
MIDA, salinan aplikasi juga harus
diserahkan ke MIDA Sabah atau
MIDA Sarawak. Juga di negaranegara ASEAN lainnya, seperti
Thailand
dengan
lembaga
penanaman modal the Board of
Investment di bawah naungan
Menteri Perdagangan; Filipina
dengan lembaga penanaman modal
12
Board of Investment (BoI) yang
memiliki wewenang sebagai OneStop-Action Centre (OSAC); Laos
dengan
lembaga
penanaman
modalnya Committee for Investment
and Cooperation (CIC); semuanya
berfungsi sebagai pusat pelayanan
investasi di negara masing-masing.
Kesimpulan
Ada beberapa isu pokok dalam RUU
Penanaman Modal, yaitu berlakunya
prinsip equal treatment; adanya
perwujudan azas liberalisasi dalam
penanaman modal; serta ketentuan
sistem pelayanan satu atap dalam
penyelenggaraan penanaman modal
yang dikoordinasikan oleh BKPM.
Namun demikian, berdasarkan
pengalaman yang lalu, masalah yang
sering muncul, khususnya untuk halhal yang melibatkan lintas sektor
adalah
masalah
koordinasi.
Seharusnya kedudukan BKPM pada
masa lalu tidak perlu diambil alih oleh
departemen teknis apabila terdapat
koordinasi yang baik diantara
keduanya. Selain itu, undang-undang
yang
komprehensif
memang
diperlukan dalam memperkecil uncertainty bagi para investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Namun demikian, masih banyak halhal lain yang juga penting untuk terus
diupayakan keberadaannya, seperti
iklim berusaha yang kondusif, kondisi
ekonomi makro, politik, keamanan
yang stabil, kepastian hukum serta
dukungan dari pemerintah. Karena
pada dasarnya investor selalu
bersikap rasional dan memiliki motif
ekonomi yang tinggi. Mereka akan
menanamkan modalnya apabila
suatu negara/daerah secara ekonomi
potensial serta memiliki prospek yang
baik. Oleh sebab itu, fungsi
pemerintah
untuk
selalu
menciptakan lingkungan yang
kondusif merupakan hal
yang harus ada (necessary
condition).
Namun demikian masih ada
beberapa isu yang harus
dicermati dan diantisipasi
dalam penyusunan RUU
Penanaman Modal ini
antara
lain:
adanya
kebebasan bidang usaha dan
lokasi harus ditelaah lebih
dalam dan diantisipasi
dampak
positif
dan
negatifnya
sehinga
kebebasan tersebut tidak
mematikan bidang usaha
lokal yang ada dan tidak
melanggar tata ruang serta
lingkungan hidup. Pemberian
kewenangan perizinan satu atap
kepada BKPM juga har us dapat
menjamin berjalannya koordinasi
yang lebih baik antar sektor dan antar
tingkat pemerintahan, sehingga izin
investasi tersebut tidak menjadi surat
sakti yang dimanfaatkan untuk
mengeruk
kekayaan
daerah,
merugikan masyarakat lokal dan
mer usak
lingkungan
hidup/
kelestarian alam.
Kerjasama, koordinasi dan komitmen
dari berbagai pihak sangat
dibutuhkan dalam mensukseskan
proses penetapan undang-undang ini
hingga pelaksanaannya di lapangan.
Karena tujuan akhirnya adalah
menciptakan situasi kondusif bagi
para investor agar dapat menarik
investasi yang pada akhirnya mampu
menjadi mesin penggerak ekonomi
Indonesia. Sehingga, seharusnya
egoisme sektoral maupun antar
lembaga baik vertikal maupun horizontal tidak perlu terjadi, terutama di
era reformasi yang mengedepankan
prinsip good governance.
§ Staf peneliti LPEM-FEUI dan staf
pengajar FEUI
H. Obar Sobarna, S.IP, Bupati Bandung :
“Pembagian kewenangan investasi harus
sejalan dengan kualitas kemampuan teknis”
ada tahun 2004 ini Kab.
Bandung sudah berusia 363
tahun, satu usia yang cukup
tua untuk suatu daerah, namun
mengaku baru mulai berbenah diri
menuju masyarakat yang “repeh
rapih
kerta
raharja”. Karena
posisinya yang
strategis, sebagai
daerah penyangga
Ibukota Propinsi
Jawa
Barat,
menjadikan Kab.
Bandung sebagai
pintu
gerbang
daerah lain yang
terletak disekitar
Ibukota Propinsi
Jawa
Barat.
Dengan adanya
arus
deras
otonomi daerah
(Otda),
Kab.
Bandung har us
mulai dari titik baru lagi, kalau tak
mau disebut dari nol. Walaupun
daerah cekungan seluas 309.207,93
hektar ini telah menjadi daerah
percontohan pelaksanaan Otda sejak
beberapa tahun lalu, namun
keluarnya UU No.22/1999 menurut
Bupati Kab. Bandung, H. Obar
Sobarna, S.IP, memiliki konsekuensi
yang cukup berat. “Otonomi daerah
merupakan barang baru, sehingga
semua Pemda Kabupaten/Kota di Indonesia, termasuk Kab. Bandung
masih dalam proses transisi,”
ungkapnya. “Namun demikian, siap
atau tidak siap, kita har us
melaksanakan otonomi daerah
sebagai keputusan terbaik yang
dipilih bangsa. Kita juga harus siap
menghadapi perdagagangan bebas
AFTA tahun 2003 dan perdagangan
bebas dunia tahun 2010” jelasnya.
Peran Investasi Swasta
Dalam membangun perekonomian daerah, menuruh Obar
Sobarna, harus melibatkan banyak
pihak dan seluruh elemen
masyarakat. Obar melihat bahwa
peran investasi swasta sebagai salah
satu
indikator
tingginya
kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat
serta
keberhasilan
pembangunan di daerah. Dengan
demikian menurutnya investasi
memiliki peranan penting dalam
pembangunan ekonomi di daerah.
Peran investasi swasta dalam
pembangunan ekonomi daerah
diyakini sangat besar dan dapat
dikatakan juga sebagai salah satu
wujud partisipasi masyarakat dalam
pembangunan ekonomi suatu
daerah.
Obar Sobarna memaparkan
bahwa perkembangan investasi
swasta di Kab. Bandung cukup baik,
telihat dari perkembangan PMA dan
PMDN dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2002, dilihat dari jumlah SPPMDN dan PMA yang diterbitkan
oleh BKPM sebanyak 38 investor,
yang terdiri dari 34 PMA dengan nilai
investasi US $ 19,4 juta dan PMDN 4
investor dengan nilai investasi Rp.
79,2 milyar, sedang pada tahun 2003
hanya 16 investor terdiri dari PMA
13 investor dengan nilai investasi US
$ 9,3 juta dan
PMDN 4 investor
dengan
nilai
nvestasi Rp. 19,9
milyar.
Menurut Obar
Sobarna,
ada
beberapa sektor
usaha yang ke
depannya potensial
u
n
t
u
k
dikembangkan di
daerah
ini,
diantaranya adalah
sektor industri,
sektor agribisnis
(Pertanian,
peternakan,
perikanan
dan
perkebunan), dan pariwisata. Hingga
saat ini industri di Kab. Bandung
yang berjumlah lebih dari 1.500
dengan pakerja berjumlah 500.000 orang yang berasal dari seluruh Indonesia. Namun kehadiran industri ini
selain mendatangkan nilai tambah
bagi perekonomian daerah ternyata
juga mempunyai dampak kurang
baik terhadap lingkungan sekitarnya.
Limbah buangan pabrik atau
pengambilan air bawah tanah (ABT)
dan air permukaan (AP) menjadi
ancaman bagi kondisi lingkungan di
Kab. Bandung, sehingga harus
segera mendapat perhatian serius.
Sektor ekonomi lain yang
potensial dikembangkan di daerah ini
adalah agribisnis dan pariwisata.
Dengan luas wilayah 307.389Ha
merupakan cekungan di dataran
tinggi Bandung yang terdiri dari
wilayah dataran, kaki bukit dan
13
pegunungan, dengan kemiringan
lahan berkisar dari 0 s/d 45 o, dan
gunung berapi. Kondisi alam daerah
dataran tinggi seperti ini sangat
cocok dikembangkan untuk usaha
sektor agribisnis, seperti tanaman
hortikultura, perkebunan, dan
sebagainya. Jumlah penduduk Kab.
Bandung pada tahun 2001 mencapai
3.716.534 jiwa, terdiri dari 1.874.903
jiwa
laki-laki
dan
1.857.395
jiwa
perempuan, diantaranya
685.732 jiwa atau 18,44%
dari penduduk adalah
petani. Sektor usaha
pertanian ini saat ini
juga
dikembangkan
sebagai
obyek
agrowisata. Beberapa
daerah
yang
dikembangkan sebagai
daerah wisata adalah,
kawasan
pertanian
tanaman hias di Desa
Cihideung, Perkebunan
Teh Malabar, Ranca Bali,
Dago
Pakar,
Pengalengan dan lain-lain. Selain
agrowisata juga telah berkembang
wisata alam lain yang juga memiliki
panorama alam yang indah, berupa
pegunungan, dan gunung, situ, air
terjun. Sejumlah obyek wisata yang
telah
dikembangkan
adalah
permandian air panas Maribaya,
Kawah Gunung Tangkuban Perahu,
Kawah Putih Ciwidey, dan lain-lain.
Upaya Menarik Investor
Untuk meningkatkan nilai tambah
bagi perekonomian daerah, sejumlah
potensi tersebut di atas terus
dikembangkan dengan menarik investor. Beberapa langkah yang
dilakukan oleh Pemda Bandung
untuk meningkatkan investasi
swasta di daerah ini adalah dengan
membuat profil peluang investasi
Kabuapten
Bandung,
serta
mengikuti event-event promosi
investasi baik di tingkat nasional
maupun internasional. Selain upaya
promosi potensi investasi daerah,
untuk menarik investasi ke daerah
ini pemerintah Kab. Bandung juga
14
melakukan perbaikan kelembagaan
yang menangani pelayanan publik.
Langkah strategis dalam upaya
pembenahan pelayanan publik,
menurut Obar Sobarna adalah
dengan penyusunan Str uktur
Organisasi dan Tata Kerja (SOTK).
Dengan jumlah PNS 42.000 orang,
tentunya tidak semua akan
tertampung dengan SOTK baru.
“Kita akan masukkan orang-orang
yang sesuai dengan struktur baru.
Tentunya orang yang tepat dan
profesional di bidangnya.” ujarnya.
Menurut Obar Sobarna, dirinya
tidak akan terpaku kepada orang
melainkan kepada system, sehingga
roda organisasi tidak akan
tergantung kepada beberapa orang
saja. “Kita buat sistem sebaikbaiknya yakni sistem yang
profesional.”
Dalam
upaya
pembenahan tersebut, orang nomor
satu di Kab. Bandung mengharapkan
agar masyarakat berpartisipasi
untuk satu langkah dengan
pemerintah.
Apalagi
acuan
pembangunan saat ini bukan hanya
dari atas ke bawah (top down), tapi
diimbangi pula dengan dari bawah ke
atas (bottom up). Secara khusus
untuk meningkatkan kualitas
pelayanan di bidang investasi adalah
dengan menerbitkan Perda No.18
tahun 2002 tentang penyelenggaraan
penanaman modal di Kab. Bandung
yang pada dasarnya pelayanan
penanaman modal khususnya yang
berkaitan
dengan
perizinan
dilakukan dengan satu pintu.
Kendala Menarik Investasi
Menanggapi praktik dan regulasi
di tingkat pusat yang mengatur
pembagian kewenangan di bidang
investasi antara pemerintah pusat
(departemen sektoral, BKPM),
dengan pemerintah daerah di Indon e s i a ,
Purnawirawan
TNI
ini
menyatakan
b a h w a
pembagian
kewenangan
dalam bidang
investasi telah
diatur dalam UU
No. 22 tahun 1999,
yang secara rinci
telah diterapkan
dalam keputusan
Mendagri No.13061 tahun 2002
t e n t a n g
penyerahan
kewenangan tersebut. Menurutnya,
baik UU No.22 tahun 1999 maupun
Keputusan Mendagri No.130-61
tahun 2002 dari sudut padang
kepentingan daerah serta efisiensi
dan efektivitas pelayanan investasi,
telah cukup baik, namun dalam
pelaksanaannya masih belum sesuai
harapan.
Terbitnya Keppress No.29 tahun
2004 tentang pelayanan satu atap
oleh pemerintah pusat dalam hal ini
BKPM, ter utama dalam hal
kewenangan yang dilakukan oleh
BKPM, dirasakan sebagai kendala
bagi Pemkab Bandung, dan tentu
saja tidak sesuai dengan sesuai
dengan harapan pemerintah daerah
pada umumnya. “Seharusnya
pembagian kewenangan di bidang
investasi dilaksanakan sejalan
dengan peningkatan kualitas
kemampuan teknis di daerah
sekaligus dengan tunjangan dana
yang cukup memadai.” demikian
harapan Obar Sobarna. Semoga
harapan ini dapat dimengerti oleh
pemerintah pusat. (git, teet)
Rekomendasi Kadin-Indonesia
tentang Otonomi Daerah
Newsletter edisi Oktober 2004 memuat Pemikiran Kadin-Indonesia tentang Otonomi Daerah yang telah diajukan kepada
pemerintah Republik Indonesia periode 2004-2009 untuk diakomodir dalam program kerja pemerintah. Dalam versi
ringkas, berikut formulasi pemikiran tersebut dalam format matrik yang merupakan salah satu bagian dari rekomendasi
No
Permasalahan
Banyak Perda Pajak
& Retribusi Daerah
1
menambah biaya
usaha (distortif)
Perda distortif
terutama jenis
2
pungutan baru yang
dikreasikan daerah
Pajak daerah yang
kecil mendorong
3
Pemda membuat
kebijakan distortif
4
Pengawasan Perda
lemah
Kesimpangsiuran
5 Kewenangan
Perijinan Usaha
Kesimpangsiuran
6 Kewenangan
Perijinan Usaha
Pertentangan UU
7 Otda dengan UU
Sektoral
Pemekaran wilayah
berpotensi
8
mempersempit skala
ekonomi
Rencana Tindak
Review Perda dan batalkan
yang distortif – bila sudah
lewat 30 hari hak
pengawasan, ajukan judicial
review
Revisi UU 34/2000 dengan
fokus: 1) close list pajak
daerah dan sumber
pendapatan lain lain, 2)
keharusan pelibatan
Melengkapi UU 33/2004
(pengganti UU 25/1999)
dengan PP yang prinsipnya:
1) memberi kewenangan
Pemda untuk memberikan
insentif fiskal pajak pusat
kepada investor apabila
memenuhi persyaratan yang
ditetapkan pemerintah pusat,
Kajian penggunaan IT untuk
pengawasan represif Perda
agar Pemerintah Pusat dan
Stakeholder bisa mengakses
informasi secepat mungkin,
Melengkapi UU 32/2004
(pengganti UU 22/1999)
dengan PP yang terfokus: 1)
pembuatan kebijakan dan
pengawasan pelaksanaan
perijinan investasi
merupakan kewenangan
pemerintah pusat,
Review draft RUU
Penanaman Modal agar
tidak bertentangan dengan
UU 32/2004 (pengganti UU
22/1999)
Review UU Sektoral agar
tidak bertentangan dengan
UU 32/2004 (pengganti UU
22/1999)
Review pemekaran daerah
agar tidak berkembang ke
arah yang merugikan
perekonomian terkait skala
Keluaran
Pembatalan Perda
distortif oleh Pemerintah
Pusat disertai alasan
pembatalan yang jelas
Amandemen UU
34/2000: membatasi jenis
pajak daerah dan sumber
pendapatan lain lain, dan
keharusan pelibatan
PP sebagai kelengkapan
UU 33/2004 yang
prinsipnya: 1) memberi
kewenangan Pemda
untuk memberikan
insentif fiskal pajak pusat
kepada investor apabila
memenuhi persyaratan
yang ditetapkan
Peraturan Presiden:
Penggunaan IT untuk
pengawasan represif
Perda yang dapat diakses
umum tanpa bayar
PP dari UU 32/2004 yang
terfokus: 1) pembuatan
kebijakan investasi
merupakan kewenangan
pemerintah pusat,
pengeluaran perijinan
kewenangan Pemda, 2)
elaborasi prinsip prinsip
Draft RUU Penanaman
Modal: Pemerintah Pusat
hanya menentukan
kebijakan dan
pengawasan; Pemda
Amandemen &
Pembuatan UU: prioritas
UU Agraria, Kehutanan,
Pertambangan,
Keppres: penghentian
sementara pemekaran
daerah sampai Oktober
2005; dan penunjukan tim
Hasil
Batas
waktu
(Keluaran)
Ditaati Pemda
bersangkutan dan
tersosialisasi ke seluruh
daerah otonom
31-Jan-05
Tersosialisasi ke seluruh
daerah otonom
30-Jun-05
Peluang Pemda untuk
menawarkan paket
investasi yang
kompetitif kepada
investor meminimalisir
pembuatan perda
distortif, dan ketaatan
Pemda untuk mengikuti
kebijakan nasional
Dijalankan oleh seluruh
Pemda dengan
konsisten, dan
tanggungjawab
perawatan hardware
Ketentuan ketentuan PP
dilaksanakan oleh
Pemda sehingga ada
kepastian dalam hal
perijinan usaha
Sebelum diajukan ke
DPR, prinsip utama UU
dicapai
kesepemahaman
dengan KadinSebelum diajukan ke
DPR, prinsip utama UU
telah dicapai
kesepemahanan dengan
Sampai Oktober 2005
tidak ada pemekaran
daerah; Personil &
manajemen DPOD siap
30-Jun-05
30-Jun-05
30-Jun-05
30-Jun-05
30-Jun-06
31-Jan-05
15
Perda Kota Balikpapan No.9/2004
Insentif Bagi Investor
Balikpapan, kota yang roda perekonomiannnya
3. Investor di wilayah KIK diberikan insentif
bergerak di atas tumpuan sektor usaha sekunder
berupa keringan Pajak Daerah dan atau
(industri pengolahan) dan tersier (jasa), jelas
Retribusi Daerah, serta berbagai kemudahan
berkepentingan dengan kehadiran para investor.
terhadap semua perijinan dalam lingkungan
Kapital, keahlian, teknologi, dan lain sebagainya
kewenangan Pemerintah Kota.
adalah instrumen kunci dalam menggerakan
ekonomi di daerah industrialis tersebut. Sebagai
Insentif keringanan yang dimaksud adalah:
·
75% dari pokok ketetapan Pajak
daerah yang kurang beruntung dari sisi kekayaan
Daerah dan Retribusi Daerah yang
sumber daya alam, kota ini tentu tidak memiliki
diterbitkan sampai dengan Tahun 2008
anugerah gratis untuk tinggal dinikmati hasilnya.
·
50% dari pokok ketetapan Pajak
Dalam konteks itu, keunggulan kompetitif kota
Daerah dan Retribusi Daerah yang
ini harus disandarkan pada faktor-faktor buatan, yakni
diterbitkan pada tahun 2009 sampai
kebijakan pemerintah (policy factor), dukungan
dengan Tahun 2013
masyarakat (seperti sikap budaya), produkstivitas dan
·
25% dari pokok ketetapan Pajak
kualitas sumber daya manusia, dan lain sebagainya.
Daerah dan Retribusi Daerah yang
Untuk faktor kebijakan pemerintah, belum lama ini
diterbitkan pada tahun 2014 sampai
Pemda Kota Balikpapan menerbitkan satu Perda
dengan Tahun 2019
yang sangat jelas maksudnya sebagai dukungan bagi
kehadiran investasi, yakni Perda No.9 Tahun 2004
tentang Insentif Bagi Investor.
Isi Ringkas Perda
Sejumlah poin penting yang terkandung dalam Perda
ini adalah:
1. Insentif investasi secara umum diartikan
sebagai sesuatu yang memberi dorongan atau
yang memberi semangat/perangsang untuk
berinvestasi.
2. Kepada investor yang melakukan kegiatan
usaha di wilayah Kota Balikpapan dapat
diberikan insentif. Pemberian insentif tersebut
dibedakan menurut kawasan tempat usaha,
yakni (1) Kawasan Industri Karaingau/KIK,
(2) Kawasan di luar KIK.
16
Jenis pajak daerah yang dapat diberikan
keringanan adalah PPJ Non-PLN, Pajak
Reklame, dan Pajak Bahan Galian Golongan C;
dan jenis retribusi yang diberi keringan adalah
IMB, HO, Ijin Peruntukan Penggunaan tanah, dan
Ijin Usaha Industri.
Sementara insentif kemudahan yang dimaksud
adalah pemberian prioritas penerbitan semua ijin
dalam lingkup kewenangan Pemerintah Kota.
4. Jenis industri dalam wilayah KIK yang diberi
insentif adalah sejumlah industri komoditas
unggulan yang meliputi batu bara, migas,
sawit, karet, udang, ikan, kakao, kopi,
makanan, minuman, kerajinan dan rekayasa
teknis.
5. Investor yang melakukan kegiatan usaha di
luar wilayah KIK diberikan insentif berupa
No.65/2001), juga akan memunculkan
keringan Pajak Daerah dan atau Retribusi
pengaturan dan pungutan ganda dengan
Daerah,
kemudahan
propinsi. Sinkronisasi kebijakan lain adalah
memperoleh perijinan dalam lingkungan
terkait keberadaan Perda No.36 Tahun 2000
kewenangan Pemerintah Kota.
tentang Sumbangan Pihak Ketiga kepada
serta
berbagai
Insentif keringanan yang dimaksud adalah:
·
·
25% dari kewajiban Pajak daerah dan
sumbangan pihak ketiga ini bersifat illegal
atau Retribusi Daerah dalam kurun
(tanpa konsiderans hukum positif di atasnya)
waktu
dan cenderung memaksa (bertentangan
5
tahun
pertama
sejak
berlakunya Perda ini
dengan etimologi sumbangan yang lebih
10% dari kewajiban Pajak daerah dan
bersifat sukarela).
atau Retribusi Daerah dalam kurun
waktu
·
Daerah. Tak perlu diurai lebih jauh, Perda
5
tahun
kedua
setelah
2. Sinkronisasi dengan peraturan perundangundangan, baik yang bersifat umum (UU No.32
berlakunya Perda ini
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)
5% dari kewajiban Pajak daerah dan
maupun sektoral (UU bidang Kehutanan, dll)
atau Retribusi Daerah dalam kurun
yang sedikit-banyak bertolak belakang dengan
waktu
kewenangan pengaturan investasi dalam
5
tahun
ketiga
setelah
berlakunya Perda ini
Sementara insentif kemudahan yang dimaksud
Perda ini. Kepastian mengenai hal ini akan
terlihat dalam Peraturan Pemerintah yang
akan ditetapkan lebih lanjut dalam Keputusan Wali
baru
mengenai
pembagian
urusan
Kota.
pemerintahan sebagai jabaran UU No.32
tahun 2004 dan pengganti PP No.25 tahun
Catatan dan Penutup
2000.
Di atas kertas, berbagai bentuk insentif (baik
3. Antisipasi problem terkait pelaksanaan, baik
keringanan maupun kemudahan) sebagaimana di
kapasitas organisasi dan personal maupun
atur dalam Perda ini berisifat positif dan diharapkan
mental aparatur. Agar aturan yang baik dan
bisa suportif bagi aktivitas usaha dan perkembangan
suportif ini bisa operasional, peningkatan dan
investasi di daerah ini. Antisipasi problem mungkin
pembinaan unsur-unsur pelaksanaannya juga
tidak dalam wilayah aturan ini, tetapi di wilayah di
mulai dijalankan.
luar itu, yakni antara lain:
1. Sinkronisasi kebijakan di level daerah, yakni
Kiranya, dukungan policy factor semacam ini bisa
antara Perda inesentif ini dengan berbagai menjadi salah satu tahapan penting bagi hadirnya
Perda sektoral lainnya, terutama yang bersifat investasi di daerah ini. Tentu dukungan dari sisi lain,
distortif. Perhatian, misalnya, perlu secara seperti sikap masyarakat, juga diharapkan sejalan.
khusus diberikan kepada keberadaan Perda Sinergi positif berbagai sisi (aktor) yang ada niscaya
No.28 Tahun 2000 tentang Izin Pemanfaatan akan menempatkan Kota Balikpapan dalam radar
Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Perda pencarian para calon investor yang hendak menanam
ini jelas bersifat distortif, selain karena modalnya.(ndi)
menimbulkan pelanggaran kewenangan
terhadap propinsi (UU No.34/2000 dan PP
17
Segera Hadir, Peringkat Daya Tarik Investasi
220 Kabupaten/Kota di Indonesia
Komite Pemantauan Pelaksanaan
Otonomi
Daerah
(KPPOD)
berencana mengeluarkan hasil
survei “Pemeringkatan Daya Tarik
Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia” untuk tahun 2004 ini. Hasil yang
secara teknis baru bisa diumukan
awal tahun depan itu adalah versi
edisi keempat, terhitung sejak
pertama kali diselenggarakan pada
tahun 2001 lalu.
Dari segi intrumen-instrumen
pokok penelitian, survei terbaru ini
secara umum menggunakan
berbagai instrumen yang digunakan
pada tahun-tahun sebelumnya,
terutama pada tahun 2002 dan 2003.
Hal itu, antara lain, terlihat pada jenis
dan jumlah faktor, variabel dan
indikator yang dipakai, bobot
pengaruh masing-masing faktor,
variabel dan indikator tersebut,
derivasinya dalam daftar pertanyaan
(kuesioner), teknik pengolahan dan
analisis, dan lain sebagainya.
Sementara hal-hal yang berubah
adalah: Pertama, jumlah daerah.
Seperti tahun-tahun sebelumnya
yang juga terus berubah, yakni tahun
2001 (90 kabupaten/kota), tahun 2002
(134 kabupaten/kota), dan tahun 2002
(200 kabupaten/kota), perubahan
pada tahun 2004 ini ditandai oleh
bertambah banyaknya daerah yang
diperingkat yakni, 220 daerah (167
kabupatan dan 53 kota, yang tersebar
di 29 propinsi). Sedikit-banyak
pertambahan jumlah daerah ini tentu
turut mempengaruhi posisi capaian
daerah lain sebelumnya. Kehadiran
para “pemain baru” yang lebih
kompetitif dan bisa menyodok ke
posisi kemenarikan di papan atas,
misalnya, bisa membawa efek
melorotnya posisi peringkat suatu
daerah, yang bukan karena kinerja
dan iklim investasinya memburuk
(ditandai skor yang tetap atau
bahkan lebih baik), tetapi karena
para pendatang baru itu memang
lebih kompetitif.
18
Kedua, perubahan di metode
kerja. Kalau pada tahun-tahun
sebelumnya,
antara
survei
pemeringkatan dan studi kasus iklim
usaha suatu daerah dijalankan
secara bersamaan, dan bahkan pada
batas-batas tertentu menggunakan
data kuesoiner yang sama, pada
tahun ini dilakukan secara berbeda,
baik dalam segi waktu maupun
maksud penelitian. Dari segi waktu,
survei pemeringkatan dijalankan
terlebih dahulu, yakni bulan Juli
sampai bulan November 2004,
sementara studi kasus baru diadakan
sesudahnya yakni akhir November
sampai Desember 2004. Dari segi
maksud, penelitian studi kasus
bertujuan
menindaklanjuti
(eksplorasi) hasil temuan peringkat
dalam sur veri pemeringkatan.
Secara sadar ia dimaksudkan
sebagai studi lanjutan untuk mencari
data dan informasi yang lebih detil
dan ekstensif mengenai alasan
(mengapa) suatu daerah berada pada
posisi
tertentu,
bagaimana
gambaran terinci menyangkut iklim
usaha dan kinerja faktor-faktor di
dalamnya, apa yang akan dikerjakan
pemerintah ke depan untuk
merespon hasil peringkat yang ada,
dan seterusnya.
Ketiga, masih berkaitan dengan
poin sebelumnya, kalau pada tahun
2002 ada survei pemeringkatan dan
studi kasus iklim investasi secara
umum di 20 daerah, pada tahun 2003
ada survei pemeringkatan dan studi
sektoral (7 sektor yakni kehutanan,
perkebunan, perdagagangan dan
jasa, pertanian pangan, industri
manufaktur,
perikanan
dan
pertambagan) di 20 daerah, pada
tahun 2004 ini ada stuvei
pemeringkatan dan diikuti studi
pendalaman (in depth study) di 20
daerah berdasarkan sejumlah
kategori yang ber variasi, yakni
kategori daerah berperingkat baik
dan buruk, kategori daerah berposisi
relatif
ajek
dengan
tahun
sebelumnya, kategori daerah
berposisi berubah drastis dibanding
tahun sebelumnya, kategori daerah
berperingkat baik di faktor
kelembagaan, dan kategori daerah
berperingkat baik di faktor sosialpolitik.
Dalam segi teknis pelaksanaan,
survei pemeringkatan boleh dibilang
sebagi studi kolosal, yakni melingkup
220 daerah (setengah dari total
kabupaten/kota saat ini), melibatkan
Sejumlah
area
coordinator,
enumurator, dan responden yang
mengisi kuesioner. Khusus berkaitan
dengan para koordinator wilayah,
pada bulan September 2004 diadakan
briefing materi, teknis kerja dan
pengurusan
administrasi.
Selanjutnya, para koordinator ini
meneruskan hal serupa kepada para
enumerator di wilayahnya masingmasing. Saat ini seluruh rangkaian
kerja dan penyerahan hasil kerja
yang berkaitan dengan sur vei
pemeringkatan ini telah selesai
dikerjakan.
Sementara untuk studi 20 daerah
sebagai eksplorasi hasil survei tadi,
pada tanggal 22 November 2004
diadakan briefing materi, teknis kerja
dan pengurusan administrasi dengan
para peneliti. Hasil utama yang
ditargetkan pada pertemuan ini
adalah penjelasan tentang desain
penelitian, dengan tekanan perhatian
pada maksud penelitian dan panduan
pertanyaan. Untuk hasil dari jenis
studi ini, hari-hari ini adalah hari
sibuk mereka dan peneliti KPPOD
untuk melakukan studi di 20 daerah,
yang menyebar dari wilayah Barat
seperti Kabupaten Asahan sampai
wilayah timu seperti Kabupaten
Ngada di NTT. Pengumuman hasil
studi ini akan sama-sama kita
dengar, baik lewat konferensi pers,
KPPOD Award, atau seminar khusus
untuk sosialiasi hasil, di awal tahun
depan. Selamat menanti. (ndi)
Pertemuan Koordinator Wilayah - Rencana KPPOD membuat
“Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia” diawali dengan pertemuan antar koordinator wilayah
daerah.
Survei pemeringkatan KPPOD ini boleh dibilang sebagai studi
kolosal, yakni melingkup 220 daerah dan melibatkan sejumlah
koordinator wilayah, enumurator, dan responden yang mengisi
kuesioner.
Koordinator wilayah penelitian yang ikut dalam briefing materi
dan pengarahan teknis kerja diharapkan meneruskan hal serupa
kepada para enumerator di wilayahnya masing-masing.
19
Perda RRestribusi
estribusi Ak
an Direvisi
Akan
Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma’ruf berjanji akan merevisi perda-perda bermasalah yang terkait dengan retribusi
dan pajak daerah. “Depdagri siap mengakomodasi usulan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menginginkan
sejumlah perda direvisi bahkan dihapus karena perda-perda tersebut dianggap menghambat dunia usaha,” kata
Mendagri kepada Investor Daily di sela-sela pertemuan Walikota se-Asia, Asian Network of Major Cities 21 (ANMC),di
Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (22/11). Mendagri menegaskan, usulan Kadin tersebut akan diadopsi. “Ini usulan
bagus untuk bahan masukan bagi perbaikan iklim investasi di daerah,” kata dia. Ia menambahkan, pihaknya akan
segera mengkaji UU 34/2000 tentang pajak dan restribusi daerah agar selaras dengan kepentingan investasi. Ketua
Harian Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (KPEN) Kadin Sofjan Wanandi mengatakan, perda-perda bermasalah
itu sebaiknya dicabut saja. Ia mengatakan, dunia usaha tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan di daerah
sehingga muncul peraturan yang tidak bersahabat bagi dunia bisnis. “Umumnya pengusaha hanya dilibatkan secara
pasif, sebatas sosialisasi,” kata dia. Berdasarkan temuan Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD),
dari 5.140 pengusaha yang diwawancarai, 84,5% menyatakan proses perumusan perda di daerahnya tidak melibatkan
kalangan dunia usaha. (Investor Daily)
Depdagri ak
an pelajari perda
akan
Departemen Dalam Negeri akan mengumpulkan dan mempelajari peraturan daerah (perda) yang dianggap
menghambat iklim usaha. “Kita terbuka. Perda yang diusulkan dikumpulkan dan dipelajari untuk dicari
pemecahannya,” kata Mendagri Moch. Ma’ruf kepada wartawan di Jakarta, kemarin, menjawab keluhan dunia usaha
bahwa ada banyak perda yang menghambat mereka dalam berusaha. Mendagri mengatakan pihaknya akan mencari
jalan keluar yang menguntungkan semua pihak, baik untuk kepentingan pembangunan, kepentingan ekonomi, atau
kepentingan daerah. “Kita akan diskusikan. Kita pelajari semua,” tegasnya lagi. Jika perda tersebut diperbarui maka
perlu diketahui alasan mengapa harus diperbarui, katanya. Ma’ruf menuturkan bahwa pemerintah ingin semua
ketentuan dapat didayagunakan dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. (Bisnis Indonesia)
PP PPilk
ilk
ada Diharapk
an Selesai Januari 2005
ilkada
Diharapkan
Mendagri Mohamad Maruf mengharapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) pemilihan kepala daerah (Pilkada)
sudah dikeluarkan pada bulan Januari 2005 karena pada tahun 2005 akan selesai masa jabatan 225 gubernur, bupati,
serta wali kota. “Mudah-mudahan pada Januari 2005 RPP pilkada sudah selesai,” kata Maruf kepada pers di kantor
kepresidenan, Selasa usai presiden Soesilo Bambang Yudhoyono membuka Rapat Kerja Gubernur. Ia menyebutkan,
pada pertengahan tahun mendatang, sekitar 170 daerah harus sudah mulai melaksanakan pilkada, sehingga pada
akhir tahun 2005 akan diselenggarakan 225 pilkada. Mendagri menyebutkan, pemerintah tidak mempunyai waktu
yang cukup banyak karena undang-undang nomor 32 tentang pemerintah daerah yang merupakan pengganti undangundang nomor 22 tahun 1999 baru efektif berlaku 15 Oktober 2004. (Media Indonesia)
Delapan Daerah RRawan
awan PPilk
ilk
adal
ilkadal
Pemerintah mengidentifikasi sedikitnya delapan wilayah masuk kategori rawan dalam mengimplementasikan UU 32/
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Kedelapan wilayah tersebut umumnya pernah atau tengah mengalami
konflik, mulai Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara,
Maluku, Papua, dan Irian Jaya Barat. Menurutnya, untuk menentukan program kegiatan yang implementatif di delapan
wilayah, maka pihaknya akan segera mengadakan rapat kerja khusus dalam waktu dekat guna membahas percepatan
penuntasan masalah di setiap daerah. “Tentunya, disesuaikan dengan karakteristik daerah dan sumber konflik di
daerah bersangkutan.” Program jangka pendek selain itu adalah penyiapan peraturan perundang-undangan pemilihan
kepala daerah langsung (pilkadal), sosialisasi, dan simulasi UU 32/2004, serta rapat kerja (raker) dengan para gubernur
untuk menyamakan visi dan persepsi dalam rangka persiapan implementasi UU Pemda. Pemerintah memperkirakan
pilkadal akan dilaksanakan sebanyak 216 kepala daerah yang terdiri atas pemilihan gubernur berjumlah tujuh, bupati
173, dan wali kota 36 kali. (Media Indonesia)
KPU Tidak Ik
ut Menggugat PPeraturan
eraturan tentang PPilk
ilk
ada
Ikut
ilkada
Komisi Pemilihan Umum pusat tidak dalam posisi untuk memberi perhatian khusus atas persoalan jadi tidaknya
pengajuan uji materi terhadap UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. KPU menyerahkan sepenuhnya hak
menggugat kepada KPU provinsi, yang khawatir kewenangan mereka akan dipereteli lewat peraturan pemerintah.
Penegasan itu disampaikan Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin di Jakarta, Selasa (7/12), seusai serah terima data
Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) dari Badan Pusat Statistik kepada KPU. “Judicial review itu bukan concern KPU pusat, kalau KPU provinsi mau mengajukan, silakan,” ujarnya. KPU pusat tidak
ikut campur dalam rencana mengajukan uji materi UU No 32/2004 yang sempat menguat di antara KPU provinsi
dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) KPU provinsi di Kota Batam, pekan lalu. (Kompas)
20
Bentuk logo merupakan stylirisasi dari kaca pembesar yang terbentuk atas huruf
KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah) menjadi mnemonic
(jembatan keledai) dari pemantau.
Logo Dengan huruf FrnkGothITC Hvlt Bold berwarna electric blue melambangkan
keteguhan Lembaga dalam menjalankan kegiatan utamanya yaitu melakukan
pemantauan dan pengkajian terhadap pelaksanaan otonomi daerah di seluruh Indonesia.
Huruf O (otonomi) adalah lensa kaca pembesar berbentuk pusaran air berwarna
gradasi biru gelap.
Gradasi warna dari pusat pusaran ke arah lingkaran terluar menjadi semakin
nyata. Hal ini melambangkan pergeseran dari sistem pemerintahan yang selama ini
terpusat lama kelamaan menjadi terdesentralisasi yang sesuai dengan konsep otonomi
daerah.
Download