Edisi Desember 2004 H. Obar Sobarna, S.IP: “Pembagian kewenangan investasi harus sejalan dengan kualitas kemampuan teknis” Christ Kanter: “Untuk Sementara, Urusan Investasi Sebaiknya Ditangani Pusat” Segera Hadir, Peringkat Daya Tarik Investasi 220 Kabupaten/Kota di Indonesia PERBAIKAN IKLIM INVESTASI Christ Kanter: “Untuk Sementara, Urusan Investasi Sebaiknya Ditangani Pusat” RUU PENANAMAN MODAL : SECERCAH HARAPAN DALAM MENDORONG INVESTASI H. Obar Sobarna, S.IP, Bupati Bandung : “Pembagian kewenangan investasi harus sejalan dengan kualitas kemampuan teknis” Rekomendasi Kadin-Indonesia tentang Otonomi Daerah Perda Kota Balikpapan No.9/2004 Insentif Bagi Investor Segera Hadir, Peringkat Daya Tarik Investasi 220 Kabupaten/Kota di Indonesia Seputar Otonomi Daerah Gambar Sampul : KPPOD/Agung Pambudhi Foto isi diambil dari internet dengan http:// www.google.com/ dan sumber foto lain yang disebutkan bersama dengan foto. PERBAIK AN IKLIM INVEST ASI PERBAIKAN INVESTASI Program Kerja 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) telah ditetapkan. Format dokumennya memperlihatkan tiga agenda utama yaitu Agenda untuk Mewujudkan Indonesia yang Aman & Damai, Adil & Demokratis, dan Sejahtera; dilengkapi dengan Program Khusus Pengamanan Lebaran, Natal, Banjir, dan Musim Tanam. Mengenai Otda, tercantum beberapa hal penting dalam jabaran agenda utama tersebut, diantaranya: peninjauan Pajak dan Retribusi Daerah yang menghambat Investasi, peninjauan kebijakan Pembentukan Daerah Baru, pengaturan ulang DPOD, dan penguatan Kelembagaan Otdasus di Papua. Peninjauan Perda pajak dan berbagai pungutan daerah merupakan persoalan yang ada seumur pelaksanaan Otda; dalam hal pengawasan pemerintah pusat, setidaknya dari waktu ke waktu sudah ada langkah nyata dengan pembatalan Perda penyebab ekonomi biaya tinggi. Penegasan KIB dalam program kerja 100 hari mengenai hal ini tentu diharapkan tidak sekedar untuk memberikan sinyal adanya keseriusan pemerintah, namun terlebih untuk ditindaklanjuti dengan penguatan kelembagaan yang bersifat edukatif sebagai langkah preventif munculnya distorsi perekonomian akibat kebijakan daerah (maupun nasional) yang tidak tepat. Beberapa contoh bibit bibit positif kebijakan daerah yang mendukung aktivitas perekonomian perlu secara luas disosialisasikan agar dapat direplikasi dan disempurnakan pelaksanaannya bagi daerah daerah otonom lainnya. Perda yang dikaji dalam edisi ini memberikan contoh munculnya bibit inisiatif untuk mendukung aktivitas perekonomian, meskipun terdapat sejumlah catatan untuk diperhatikan. Demikian juga dengan pengkajian ulang kebijakan pembentukan Daerah Baru diharapkan mampu menghasilkan kelembagaan yang kuat untuk kepentingan masyarakat luas (termasuk dari segi manfaat ekonominya), bukan hanya untuk segelintir elite kekuasaan daerah dan pusat. Peninjauan Perda dan pembentukan Daerah Baru hanyalah sebagian dari upaya besar untuk perbaikan iklim investasi. Walaupun tidak disebut dalam program kerja 100 hari pertama KIB, hal lain yang penting untuk dicermati dalam konteks iklim investasi dan Otda adalah RUU Penanaman Modal (RUU PM). Dimotori kantor Menko Perekonomian dan BKPM, saat ini pemerintah sangat aktif melakukan serangkaian pembahasan lintas sektor pemerintahan, dengan melibatkan dunia usaha mengenai RUU PM; bahkan jika tidak ada aral melintang, Januari 2005 ditargetkan untuk masuk ke DPR. Yang menjadi pertanyaan penting adalah apakah instansi instansi teknis (Kehutanan, ESDM, Dll.) akan ‘rela’ untuk ‘melimpahkan’ kewenangannya kepada BPKM (atau LPM-Lembaga Penananaman Modal) demi terwujudnya pelayanan satu atap? Bagaimana juga peran Daerah Otonom dalam pelayanan satu atap, apakah mempunyai semacam hak ‘veto’ untuk setuju atau menolak bila daerahnya akan ditempati suatu investasi? Persoalan kesatuan langkah untuk koordinasi dan kerjasama bukan soal mudah dalam unit unit pemerintahan yang sudah puluhan tahun terlembaga, baik di tingkat pemerintah pusat, dan terlebih dalam pola hubungan baru pusat-daerah di era Otda. Sang pemimpin-lah, entah Menko Perekonomian, Wakil Presiden atau Presiden sendiri yang akan memutuskan kebijakan apa yang akan diambil, dan harus diikuti para Menterinya! Langkah pengambil keputusan akan sangat ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaannya pada orang orang terdekatnya, dan juga pada belief – keyakinan dasarnya terhadap esensi utama Otda, prinsip subsidiaritas – berikan kewenangan kepada daerah untuk hal hal yang dapat ditanganinya, sebaliknya jangan bebankan hal hal diluar kemampuannya kepada daerah!. Tentu ada beragam pendapat disekitarnya dan barangkali diantara Pembantunya ada yang berbeda pendapat dengan pemikiran maupun keyakinannya. Mengandalkan masukan dari stakeholder utamanya dunia usaha-pun tidak mudah karena beragamnya kepentingan para pihak yang sangat mungkin juga belum mempunyai mekanisme kelembagaan yang dapat diandalkan. Yang jelas keputusan harus diambil, entah dengan hasil kebijakan baru atau dengan mempertahankan kebijakan yang sedang berlaku! Sang Pemimpin harus mampu berhitung dampak dari keputusan yang akan diambilnya. (pap) Penerbit : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Alamat Redaksi : Sekretariat KPPOD, Plaza Great River, 15th floor, Jl. HR. Rasuna Said Kav. X-2 No.1, Jakarta 12950, Phone : 62-21-5226018, 5226027, Fax : 62-21-5226027, E-mail : [email protected], http://www.kppod.org/ Dewan Pengurus KPPOD : Bambang Sujagad, Anton J. Supit, Bambang PS Brodjonegoro, P. Agung Pambudhi, Aburizal Bakrie, Sofjan Wanandi, Adnan Anwar Saleh, Hadi Soesastro, Sri Mulyani Indrawati, Djisman Simandjuntak, Susanto Pudjomartono, Sjarifuddin, Aco Manafe, dan Taufik L. Redaksi : P. Agung Pambudhi, Sigit Murwito, Robert Endi. Tata Letak : F. Sundoko. Iklan dan Distribusi : M. Regina Retno B. 1 Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu Pendahuluan Lingkup dan Komponen Agenda 100 Hari Pertama Sesuai dengan arahan Presiden Susilo Bambang Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu Yudhoyono pada Sidang Paripurna Kabinet Indonesia berisikan program, kegiatan, dan kegiatan khusus yang Bersatu tanggal 22 Oktober 2004, untuk menjawab harapan bersifat prioritas dan dapat dikerjakan dalam seratus hari dan ekspektasi masyarakat akan kinerja pemerintahan pertama. Keseluruhan agenda ini merupakan bagian tidak baru dalam mewujudkan perubahan ke arah kemajuan terpisahkan dan bahkan untuk agenda tertentu bangsa serta dalam menyelesaikan berbagai masalah merupakan langkah awal dan berkesi-nambungan dengan mendesak, maka agenda utama disusunlah pembangunan Agenda 100 Hari j a n g k a Pertama Kabinet menengah 2004 Indonesia Bersatu – 2009 Kabinet ini. Indonesia Melalui Agenda 100 Hari Pertama Bersatu. ini Dalam lima Pemerintah akan tahun ke depan, menunjukan Pemerintah kehadirannya (To a show the flag) mewujudkan untuk Indonesia yang bekerja k a n secara sungguh- Aman sungguh atas Damai, Adil dan konsepsi Demokratis, dasar dan yang jelas serta serta Lebih berkesinambungan, Sejahtera. sesuai dengan visi, Untuk itu Agenda 100 Hari Pertama - Dengan agenda 100 hari, Pemerintah memiliki landasan misi, dan program dalam perjalanan lima tahun ke depan. Pemerintah akan mewujudkan Indonesia K e b i j a k a n , Presiden dan yang Aman dan Damai, Adil dan Demokratis, serta Lebih Sejahtera. Progra, dan Wakil Presiden. K e g i a t a n Agenda 100 Hari Pertama ini harus juga dimaksudkan ditekankan pada upaya bersama, baik antarjajaran sebagai landasan dan/atau langkah awal pemerintahan ini Pemerintah sendiri, maupun antara Pemerintah dan dalam perjalanan lima tahun ke depan. Langkah-langkah lembaga tinggi negara, untuk bekerja bersama-sama tersebut merupakan upaya simultan bagi penanganan secara sinergis dan bermartabat mencapai tujuan masalah-masalah mendesak dan prioritas, dapat tersebut. merupakan terapi kejut (Shock Therapy), tidak termasuk Untuk Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai, kegiatan rutin yang memang merupakan kewajiban tiga agenda prioritas adalah: Upaya Penyelesaian Masalah pemerintah, dalam rangka mencetak sukses awal untuk Konflik Horizontal; Penanggulangan Terorisme; dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap Penanggulangan Aktivitas Ilegal. Ketiga agenda tersebut fungsi pemerintahan. Pelaksanaan Agenda 100 Hari akan dilakukan pada 100 hari pertama berupa langkah- Pertama dilakukan dalam wadah APBN 2004 dan tidak langkah awal maupun lanjutan dalam rangka menciptakan menjadi beban tambahan anggaran yang pelaksanaannya proses dan mekanisme penyelesaian konflik dan ada dalam kendali pemerintah. pencegahan konflik baru, serta pembangunan sarana dan 2 prasarana yang rusak/hancur akibat konflik agar dapat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan memulihkan kehidupan yang normal, serta penanganan berkelanjutan, melalui program perbaikan iklim investasi, dan tindakan hukum bagi pelaku pemicu konflik, menjaga dan memelihara stabilitas ekonomi makro, dan terorisme, dan pelaku tindakan ilegal. Mengingat begitu peningkatan dan perbaikan Usaha Kecil Menengah dan mendalam dan sering sangat rumitnya masalah, Koperasi, serta upaya pemberantasan kemiskinan. Agenda kebijakan, dan langkah-langkah lanjutan yang konsisten Perbaikan Iklim Investasi akan menyangkut tiga bidang dengan agenda 100 hari akan diteruskan dalam agenda utama yakni: (a) perbaikan mekanisme pasar tenaga kerja 2004 – 2009 untuk menjamin kesinambungan dan agar lebih fleksibel sehingga mampu menyerap lebih tinggi keberlanjutan proses perdamaian dan pengembalian pengangguran melalu pertumbuhan ekonomi; (b) kerukunan dan aktivitas normal masyarakat. Perbaikan kebijakan dan administrasi perpajakan U n t k t e r m a s u k Mewujudkan p e r b a i k a n Indoensia yang R a n c a n g a n dan Undang-Undang Demokratis, Perpajakan agar agenda mencerminkan Adil u utama adalah perbaikan azas kinerja keadilan, dan efisiensi, efektif, peningkatan dan bersih. Juga kepercayaan akan publik terhadap k e b i j a k a n fungsi institusi/ perdagangan dan lembaga penegak industri hukum terutama bertujuan makin kejaksaan dan meningkatkan daya kepolisian, serta saing, menurunkan berfungsinya biaya melakukan disusun yang sistem peradilan bisnis; koreksi Mewujudkan Indonesia yang Lebih Sejahtera - Salah satu agenda 100 hari secara akuntabel kebijakan distortif Kabinet Indonesia Bersatu adalah pemihakan kepada kelompok lemah dan dan kredibel, dan di masa lalu yang miskin dalam upaya perbaikan kesejahteraan. dilaksanakannya menghambat reformasi birokrasi berdasarkan prinsip “good gover- minat investasi, kebijakan otonomi daerah yang tidak nance”. Agenda yang akan dilakukan dalam seratus hari menghambat kegiatan investasi dan perekonomian; dan pertama mencakup pembentukan Komisi Pengawasan (c) Perbaikan dan peningkatan penyediaan sarana dan Kejaksaan dan lembaga strategis lainnya seperti prasarana dengan membangun kerangka kebijakan yang Kepolisian, Direktorat Jendral Pajak, dan Kantor Bea dan mampu mengundang partisipasi swasta secara adil, Cukai. efisien, dan berkelanjutan. Pemberantasan dan penanganan kasus korupsi secara Upaya memelihara dan menjaga stabilitas ekonomi adil dan bertanggung jawab akan ditingkatkan dan makro dilakukan dengan merancang kebijakan fiskal yang disempurnakan, termasuk mendukung berfungsinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu menjaga rambu-rambu kehati-hatian, penurunan risiko prioritas Reformasi Birokrasi dalam seratus hari pertama beban dan dinamika hutang publik, dan perbaikan struktur adalah penetapan payung kebijakan reformasi birokrasi pengeluaran/belanja pemerintah agar semakin berpihak dan peningkatan status koordinasi pelaksanaannya di pada pemberantasan kemiskinan. Koordinasi dan kerja tingkat Wakil Presiden. Kebijakan dan langkah lanjutan sama kebijakan fiskal dan moneter dilakukan untuk dari agenda penguatan kelembagaan dan reformasi menjaga kepercayaan pasar dan penciptaan lingkungan birokrasi akan dituangkan dalam agenda 2004-2009. yang kondusif untuk pertumbuhan. Sedangkan pemihakan Dalam rangka Mewujudkan Indonesia yang Lebih kepada kelompok lemah dan miskin dalam upaya Sejahtera, agenda utama yang harus dilakukan adalah perbaikan kesejahteraan akan diterjemahkan dengan 3 pengembangan rancangan kebijakan UKM yang pelaksanaan dan pencapaian sasarannya akan komprehensif, menyeluruh, dan konsisten termasuk aspek dilaksanakan kegiatan pengendalian dan monitoring. pembiayaan. Pelaksanaan program pengurangan Pelaksanaan dan pengendalian masing-masing Program kemiskinan akan dilakukan dengan bertumpu pada pro- dan Kegiatan 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu gram perbaikan akses dan mutu pendidikan, kesehatan, dilakukan sepenuhnya oleh Kementerian/Departemen dan infrastruktur dasar termasuk air, jalan, dan irigasi. dan Lembaga Non Departemen terkait pada bidang- Secara ringkas tema prioritas Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu adalah sebagai berikut : bidang program yang ditangani, di bawah koordinasi masing-masing Menteri Koordinator. Sedangkan Pengendalian dan Monitoring pelaksanaan Agenda 100 1. Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai. Dengan program-program prioritas 100 hari Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu sehari-harinya berada di bawah koordinasi Wakil Presiden. pertama adalah : Secara periodik, yaitu sekali dalam sebulan, Wakil a. Penyelesaian Masalah Konflik, Presiden akan melakukan monitoring dan evaluasi atas b. Penanggulangan Terorisme, berjalannya seluruh program dalam Agenda 100 Hari c. Penanggulangan Aktivitas Ilegal. Pertama ini. Kemudian, sekali dalam dua minggu, 2. Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis. Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS akan melakukan monitoring atas Dengan program-program prioritas 100 hari setiap pelaksanaan Program, khususnya melihat kendala pertama adalah : dan permasalahan yang dihadapi oleh setiap a. Penguatan Institusi Kejaksaan Agung, Kementerian/Departemen atau Lembaga Pemerintah b. Penyelesaian Kasus-Kasus Korupsi, Nondepartemen (LPND), dan melaporkannya kepada c. Melanjutkan Reformasi Birokrasi. Wakil Presiden. 3. Mewujudkan Indonesia yang Lebih Sejahtera. Selanjutnya, dalam periode paruh waktu (50 hari), Dengan program-program prioritas 100 hari Presiden dan Wakil Presiden akan melakukan review dan pertama adalah : evaluasi atas pelaksanaan Agenda 100 Hari Pertama a. Perbaikan Iklim Investasi, Kabinet Indonesia Bersatu. b. Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro, c. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan. Penutup Keseluruhan Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu dalam Dokumen ini adalah merupakan hasil Di samping untuk menjabarkan Ketiga Agenda Utama keputusan dan kesepakatan bersama dalam Kabinet tersebut di atas, dalam Program 100 hari pertama ini juga sebagai pelaksanaan dan tindaklanjut arahan Presiden akan dilancarkan Program Khusus Pengamanan Lebaran, Susilo Bambang Yudhoyono pada Sidang Paripurna Natal, Antisipasi Bencana Banjir, dan Menghadapi Musim Kabinet Indonesia Bersatu tanggal 22 Oktober 2004. Tanam (Padi). Lihat Diagram pada halaman 5. Dengan Demikian, setiap Program dan Kegiatan yang Berdasarkan jenisnya, seluruh Program dan Kegiatan tercantum dalam dokumen ini telah menjadi komitmen yang diusulkan dalam Agenda 100 Hari Pertama ini dapat dari setiap Kementerian/Departemen/Lembaga digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu pertama, Pemerintah Non Departemen untuk pelaksanaannya. berupa program dan kegiatan yang merupakan intervensi Namun demikian, dalam perjalanan pelaksanaannya, langsung, dan kedua, berupa peletakan landasan suatu penyesuaian-penyesuaian tertentu yang tidak dapat kebijakan yang menyeluruh dalam rangka langkah awal dihindarkan atas rencana suatu program atau kegiatan untuk perubahan ke arah kemajuan, termasuk dalam tertentu dalam Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indo- bentuk penyempurnaan perangkat peraturan perundang- nesia Bersatu ini, dapat dilakukan dengan persetujuan undangan. Presiden dan didukung oleh hasil evaluasi berdasarkan monitoring yang dilakukan secara periodik. Kelembagaan, Pengendalian, dan Monitoring Koordinasi pelaksanaan seluruh Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu sepenuhnya berada di tangan presiden. Sedangkan untuk menjamin 4 5 3. Melanjutkan Reformasi Birokrasi 3. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan 2. Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro 1. Perbaikan Iklim Investasi 1. Penguatan Institusi Kejaksaan Agung dan Polri 2. Penyelesaian Kasus-Kasus Korupsi PROGRAM 100 HARI Mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera PROGRAM 100 HARI Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis DIAGRAM : STRUKTUR AGENDA 100 HARI PERTAMA Program Khusus Pengamanan Lebaran, Natal, Antisipasi Bencana Banjir, dan Menghadapi Musim Tanam (Padi) 3. Penanggulangan Aktivitas Illegal 2. Penanggulangan Terorisme 1. Penyelesaian Masalah Konflik PROGRAM 100 HARI Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu Christ Kanter: “Untuk Sementara, Urusan Investasi Sebaiknya Ditangani Pusat” emberlakuan otonomi daerah sejak awal Januari 2001 lalu membawa implikasi besar. Sebagai eksperimentasi kebijakan bing bang, mengutip istilah Bank Dunia, ledakan pengaruhnya menjangkau jauh ke berbagai sudut kepentingan dan menyentuh banyak stakeholders yang ada di birokrasi (pusat dan daerah), politik, bisnis dan kehidupan masyarakat pada umumnya. Dukungan terhadap kebijakan ini, sedikitbanyak terkait dengan implikasi yang diterima. Neraca pengaruh yang menguntungkan akan melahirkan dukungan, sementara pengaruh yang merugikan bisa jadi menimbulkan kritikan, penghindaran atau bahkan penolakan. Namun bagi dunia bisnis, setidaknya yang terwakili dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin), otonomi itu tetap harus diterima, apa pun implikasi yang terjadi beberapa tahun di awal penerapannya ini, sambil turut aktif dalam berbagai ikhtiar perbaikan kualitasnya. Posisi sikap ini ditegaskan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Investasi Christ Kanter dalam suatu kesempatan wawancara dengan Redaksi KPPOD News. “Bagi kami pengusaha, terutama yang berhimpun dalam Kadin, otonomi itu perlu dan harus. Kami mendukung sepenuhnya”, demikian Kanter. Pernyataan ini adalah sejalan dengan pandangan dasar Kadin sebagaimana yang tertuang dalam dokumen “Sumbangan Pemikiran Kadin-Indonesia untuk Pemerintah RI Periode 20042009”, atau yang secara populer dikenal sebagai “Road Map Kadin”. “Dunia usaha mendukung upaya pemerintah untuk memberikan perluasan kewenangan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan potensi ekonomi dan peran serta 6 masyarakat”, demikian pandangan resmi Kadin (Road Map Kadin, hlm.14). Perbaikan Konsep dan Kapasitas Pelaksanaan Dukungan tanpa reserve tentu bukan sikap yang baik. Melihat konsep dan parktik di lapangan, Christ mengatakan bahwa upaya-upaya perbaikan atas apa yang berlangsung saat ini amat perlu. “ M e l i h a t pengalaman kita dalam melihat result pemberlakuan Undang-undang otonomi selama ini, seperti yang keluar dalam berbagai bentuk Perda, ketentuan atau pun langkah-langkah yang diambil, tampak bahwa yang positifnya banyak, tetapi juga yang negatif banyak sekali”, demikian penilaian bos PT. Unggul Cipta Trans tersebut. “Hal ini terutama dalam bidang ekonomi. Salah satu contoh kasus, misalnya, pemerintah telah membatasi ekspor kayu, tetapi Kepala Daerah justru membolehkan atau melangggar pembatasan itu. Sesungguhnya, hal ini sama saja melegalisasi praktik illegal logging”. Pembagian kewenangan yang jelas lalu menjadi persoalan krusial. “Kita mesti mencontoh Cina. Di sana juga ada otonomi, tetapi jelas sekali pembagian kewenangannya, antar pusat dengan daerah. Ini yang di Indonesia justru belum clear betul”. Dalam kasus illegal loging tadi, “pembagian kewenangan yang tak jelas ini membuat daerah gampang mem-by pass ketentuan pusat. Soyogyanya ini tidak boleh terjadi, karena itu berarti ada penyalahgunaan fungsi otonomi daerah. Pelanggaran ketetunan pusat semacam ini membuat ketidakpastian”. Dalam kaitan pengurusan ijin investasi, Wakil Ketua Kadin yang membidang investasi ini berpendapat “desentralisasi pengurusan investasi ini memang baik saja. Tetap pada tahapan sekarang, untuk sementara ini, mesti diurusn oleh pusat dulu”. Alasannya, “begitu banyak dan kompleksnya persoalan pengurusan investasi yang harus kita siapkan. Misalnya, kaitannya dengan WTO, atau persyaratan kelengkapan ketentuan dalam pengurusan ijin. Dengan demikian, saat ini, urusan investasi ini seyogyanya masih perlu dipegang pemerintah pusat.” Dalam tataran operasional, “pemberian hak kepada pusat ini juga terkait dengan keberadaan investment board (BKPM-Red). Di mana-mana di dunia ini, investment board adalah lembaga pusat. Promosi investasi akan dilakukan lembaga ini, yang kalau dikerjakan daerah terlalu berat dan belum pas dengan kemampuan mereka”. Bahkan “pembentukan lembaga serupa di daerah (BKPMD-Red) akan menciptakan berbagai duplikasi yang menimbulkan ongkos yang mahal untuk sesuatu urusan yang sama”. Kasus pelabuhan diambil sebagai contoh. “Yang namanya pelabuhan laut, tingkat persaingannya sangat tinggi. Kalau daerah diberi kewenangan mengurus investasi di bidang ini, maka semua membuka dengan skala yang kecil-kecil yang tentu sulit bersaing. Kita lalu tidak bersaing ke luar (dengan negara-negara lain-Red), tetapi antar kita….Itu sebabnya, di negara-negara lain, urusan pelabuhan laut ini menjadi kewenangan pusat”. Menarik Investasi Berbicara mengenai upaya penarikan investasi, Christ mengeaskan “perlunya perubahan-perubahan mendasar dalam kebijakan menarik investasi. Langkah yang ditempuh jangan langkah yang biasa, tetapi dibarengi dengan berbagai inovasi dan insentif yang memang membuat kita menarik di mata calon investor.” Tingkat persaingan untuk membuat citra ketertaikan ini amat tinggi. “Semua negara sedang berbenah diri untuk membuat tampilannya menarik. Laos, Vietnam, Cina, dan lain-lain intensif melakukan semua ini”. Insentif yang diminta bermacam-macam, seperti insentif pajak atau jenis-jenis insentif lain. “Kita berharap semua ini bisa diakomodasi dalam rancangan undangundang penananaman modal itu…tetapi pada kenyataannya isinya relatif biasa saja. Nothing special…. “, demikian Christ menutup pembicaraan. Apa yang disampaikan oleh pengusaha berusia muda ini adalah penegasan atas sikap Kadin Indonesia dalam melihat kebijakan otonomi dan kaitannya dengan pengembangan sector usaha/ investasi dewasa ini.(ndi) 7 8 RUU PENANAMAN MODAL : SECERCAH HARAPAN DALAM MENDORONG INVESTASI NANDA NURRIDZKI § etelah beberapa kali menjadi agenda Sidang Kabinet Terbatas disertai oleh adanya desakan yang cukup kuat dari DPR, amandemen UU Penanaman Modal Indonesia mendekati titik terang. RUU Penanaman Modal (RUU-PM) ini merupakan perubahan atas UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang telah diubah dengan UU No 11 tahun 1970 dan UU No 6 tahun 1968 t e n t a n g Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah diubah dengan UU No 12 tahun 1970, yang dianggap sudah tidak sesuai lagi d e n g a n perkembangan situasi dan k o n d i s i perekonomian Indonesia saat ini serta arus globalisasi dunia. Sebenarnya, inisiasi BKPM untuk melakukan proses penyusunan perubahan UU telah dimulai kurang lebih 9 tahun yang lalu. Namun, resistensi yang cukup kuat dari departemen teknis menyebabkan alotnya proses amandemen produk hukum ini. Pada masa pemerintahan Megawati, UU penanaman modal sudah masuk dalam program amandemen. Saat ini, tahapannya adalah finalisasi draft RUU di Menko Perekonomian untuk selanjutnya diserahkan ke DPR dan dilakukan pembahasan bersama pemerintah. Latar belakang perlunya UU Penanaman Modal Dibandingkan UU sebelumnya, terlihat adanya perubahan yang sangat signifikan menyangkut prinsip-prinsip penanaman modal, khususnya berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada penanam modal, baik dalam maupun luar negeri. Turun drastisnya PMA baik dalam unit maupun dalam nilai proyek semenjak krisis tahun 1997 meningkatkan concern pemerintah untuk meningkatkan performance investasi dalam roda perekonomian Indonesia. Walaupun investasi di beberapa negara ASEAN lainnya turut mengalami penurunan, peningkatan nilai investasi di Indonesia relative lambat, sehingga tingkat investasinya masih jauh dibanding posisinya sebelum krisis. Kondisi demikianlah yang mendorong pemerintah memberikan berbagai insentif bagi para investor, seperti prinsip equal treatment, pemberian berbagai fasilitas pajak maupun kepabeanan, serta longgarnya persyaratan investasi lainnya. [disisipi tabel] Dalam RUU-PM dapat terlihat posisi strategis BKPM selaku lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan berbagai ketentuan dalam hal penanaman modal. Sesungguhnya ini bukan hal baru, karena d a l a m Keppres No 33 Tahun 1981 t e n t a n g BKPM telah d i a t u r mengenai pelimpahan kewenangan dari sebelas menteri teknis di bidang investasi k e p a d a B K P M . N a m u n demikian, l a m a kelamaan muncul ego sektoral, dimana masing-masing departemen teknis mengambil alih kewenangan yang telah dilimpahkan tersebut. Ditambah lagi pelaksanaan otonomi daerah yang diatur dengan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memunculkan kewenangan baru, yaitu pemerintah daerah dalam pelaksanaan penanaman modal di daerah. Sayangnya, UU ini tidak dilengkapi dengan perpu (PP, Keppres, dll.) yang dapat menjelaskan lebih lanjut batasan kewenangan tersebut. Implikasinya banyak pemerintah 9 daerah yang menterjemahkan regulasi tersebut dalam berbagai kebijakan daerah. Ada daerah yang mengusung sistem satu atap di daerahnya masing-masing guna menarik investor sebanyakbanyaknya dan mempromosikan efisiensi. Namun, tak sedikit pula daerah yang menciptakan pungutan maupun retribusi baru untuk meningkatkan PAD-nya sehingga justru mempersulit prosedur investasi bagi para calon investor. Hal ini tentunya memberikan sentiment negative bagi para investor yang tercermin dari masih rendahnya nilai investasi pada periode berlakunya otonomi daerah. Seiring dengan perkembangan ekonomi di era globalisasi, Indonesia juga terikat oleh kesepakatankesepakatan internasional. Salah satunya adalah Investment Guarantee Agreement, dimana negara menjamin investasi di Indonesia, yaitu tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pencabutan dan pengambilalihan hak kepemilikan perusahaan penanaman modal. Tentunya akan sulit apabila masingmasing daerah mengeluarkan izin penanaman modal, sementara negara yang nantinya harus bertanggung jawab apabila terjadi masalah. Pokok-pokok Isi RUU Beberapa isu pokok dalam RUU ini, yaitu: Pertama, berlakunya prinsip equal treatment, yaitu adanya perlakuan yang sama kepada semua penanam modal dan perusahaan penanaman modal, baik PMA maupun PMDN. Pemerintah tidak akan membedakan perlakuan kepada penanam modal asing yang berasal dari negara yang berbeda, kecuali kepada penanam modal dari negara tertentu di mana Indonesia terikat dalam suatu persetujuan atau perjanjian internasional. Prinsip perlakuan sama juga berimplikasi pada pemberian fasilitas fiskal maupun non fiskal dari pemerintah, seperti pembebasan pajak perseroan, pajak deviden, bea masuk atas impor barang, kemudahan perizinan 10 pertanahan, penyediaan infrastruktur, dll bagi semua penanam modal, tanpa membedakan negara asal investasi serta PMA maupun PMDN. Berbagai fasilitas ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam menarik investasi, sekaligus untuk mengurangi kesenjangan pembangunan yang terjadi selama ini baik antar-wilayah, sektor maupun pelaku ekonomi. Prinsip equal treatment ini juga didorong oleh adanya program peningkatan investasi dari Paket Kebijakan Ekonomi menjelang dan sesudah berakhirnya program kerja sama dengan IMF atau dikenal dengan istilah white paper. Satu hal yang membedakan antara RUU-PM dengan undang-undang sebelumnya adalah pengertian PMA maupun PMDN itu sendiri. Berdasarkan RUU-PM ini, perbedaan antara PMA dan PMDN adalah berdasarkan kewarganegaraan pemiliknya. Penanam modal nasional adalah perorangan atau badan usaha Indonesia yang sahamnya tidak dimiliki asing. Sebaliknya penanam modal asing adalah perorangan warga Negara asing, atau badan hukum asing yang sahamnya dimiliki pihak asing. Sementara berdasarkan UU sebelumnya, yang membedakan antara PMA dan PMDN adalah negara asal modal tersebut. Komposisi modal PMA har us sepenuhnya berasal dari luar negeri. Kedua, perwujudan azas liberalisasi dalam hal penanaman modal. Artinya, makin sedikit hambatan/restriksi yang diberikan bagi penanam modal, khususnya penanam modal asing. Lebih longgarnya batasan dalam penanaman modal ini ditujukan untuk meningkatkan daya tarik investasi bagi para investor dalam upaya meningkatkan investasi sebagai motor penggerak perekonomian. Hal ini tercermin pada pokok-pokok RUU-PM sebagai berikut: - Bidang usaha yang terbuka bagi penanaman modal asing semakin luas. Saat ini acuannya adalah Keppres No 96 tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu bagi Penanaman Modal. Perluasan bidang usaha bagi penanaman modal ini sesungguhnya merupakan bagian dari program restrukturisasi ekonomi dalam kesepakatan IMF. - Pemerintah tidak lagi menetapkan daerah berusaha bagi perusahaan asing di Indonesia sebagaimana UU terdahulu. Penanam modal memiliki kebebasan berinvestasi dalam memilih bidang usaha dan lokasi yang dinginkan. - Berdasarkan RUU-PM, jangka waktu ijin penanaman modal tidak lagi dibatasi 30 tahun, tetapi ditetapkan sesuai dengan umur ekonomis kegiatan usahanya. - Penanam modal warganegara asing yang telah menanamkan sejumlah modal tertentu dan telah berada di Indonesia dapat diberikan fasilitas keimigrasian; Jadi, faktor-faktor di atas menunjukkan kentalnya semangat liberalisasi pada RUU ini. Pemerintah telah ber usaha mengeliminasi berbagai restriksi yang sebelumnya berlaku dalam upaya menarik masuknya investasi di Indonesia. Ketiga, adalah ketentuan mengenai sistem pelayanan satu atap sebagai sistem pelaksanaan penanaman modal, serta fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai lembaga pelaksana undang-undang tersebut. Dengan sistem ini, telah diciptakan penyederhanaan prosedur dan kemudahan perijinan penanaman modal, dalam upaya menciptakan efisiensi bagi para investor, keseragaman serta keterbukaan proses yang sederhana dan cepat, melalui mekanisme dan prosedur yang transparan dan akuntabel. Kehadiran UU Penanaman Modal ini akan menjadi landasan hukum yang kuat bagi Keppres No 29 tahun 2004 yang telah lebih dulu dikeluarkan pada April lalu tentang sistem pelayanan satu atap bagi investasi di Indonesia. Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, saat dikeluarkannya Keppres No 29, sistem pelayanan satu atap tersebut tidak sejalan dengan apa yang diatur dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada undangundang tersebut dinyatakan bahwa penanaman modal adalah salah satu kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota. Sehingga agar isi Keppres tersebut d a p a t diimplementasikan, Keppres tersebut har us diperkuat dengan produk hukum yang lebih kuat, yaitu undangundang. Berdasarkan sistem pelayanan satu atap, BKPM berkoordinasi dengan Departemen/ Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang membina usaha beserta Pemerintah Daerah untuk m e n j a m i n penyelenggaraan penanaman modal. Bentuk koordinasi ini meliputi bidang kebijakan dan perencanaan pengembangan, promosi dan kerjasama, pelayanan perijinan, pengendalian dan pengelolaan sistem informasi penanaman modal. Peran BKPM sebagai lembaga pelaksana penanaman modal cukup besar dimana menteri teknis/ LPND melimpahkan kewenangan perizinan di bidang penanaman modal kepada kepala BKPM. Selanjutnya kepala BKPM tersebut yang bertugas menandatangai persetujuan dan perizinan penanaman modal untuk dan atas nama Menteri/LPND yang membina bidang usaha. Dari sini wewenang BKPM berada pada pembinaan koordinatif dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan proyek penanaman modal. Selanjutnya pembinaan dan pengawasan teknis operasional atas proyek penanaman modal dilaksanakan oleh Departemen/ LPND yang membina bidang usaha sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dengan adanya pemusatan pendaftaran dan perijinan penanaman modal, maka melalui RUU-PM ini BKPM diupayakan untuk menjadi pusat pendataan berbagai kegiatan secara nasional, khususnya dalam memperoleh data investasi yang komprehensif di semua sektor. Sebagai catatan, segala ketentuan yang diatur dalam RUU-PM ini tidak mencakup kegiatan usaha hulu sektor minyak dan gas bumi, pengusahaan hutan alam dan jasa keuangan. Berbagai ketentuan yang menyangkut kegiatan usaha di sektor ini diatur tersendiri dalam UU k h u s u s . Potensi Permasalahan Walaupun RUU-PM menguatkan posisi BKPM dalam penyelenggaraan penanaman modal, hal ini tidak mengurangi adanya potensi konflik diantara sektor-sektor lainnya. Untuk dapat ditetapkan sebagai UU diperlukan kesepakatan dari sektorsektor atau departemen teknis lainnya. Contohnya dalam pelaksanaan pemberian insentif berupa fasilitas pajak dan kepabeanan, dibutuhkan komitmen sepenuhnya dari departemen teknis yang bersangkutan. Contoh lainnya adalah keengganan D e p a r t e m e n Kehutanan untuk turut dimasukkan dalam RUU m e n g e n a i p e n g a t u r a n investasinya. P e n o l a k a n D e p a r t e m e n Kehutanan ini menyebabkan p e r l u n y a pembahasan antar departemen di bawah M e n k o Perekonomian. K e g i a t a n penanaman modal juga memiliki p r o s e d u r pelaksanaan yang panjang, dimulai dari persetujuan, perijinan s e r t a pelaksanaannya. Masalah yang mungkin muncul tentunya bersifat lintas sektoral. Oleh karena itu, di bawah kerangka Sistem Pelayanan Satu Atap (One Roof Service) perlu pengaturan sebaikbaiknya. Sejauh ini berdasarkan RUU-PM, BKPM bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan pada aspek administrasi dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal. Sementara itu pembinaan teknis merupakan kewenangan dari masing-masing instansi sektoral terkait. Mengacu pada UU otonomi daerah yang baru, yaitu UU No 32 tentang Pemerintahan Daerah pasal 17 ayat 11 1 dinyatakan bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota adalah pelayanan administrasi penanaman modal. Untuk itu masih diperlukan produk hukum lainnya yang lebih teknis untuk mengatur pelaksanaan penyelenggaraan penanaman modal agar terjadi keselarasan antara produk hukum satu dan lainnya, misalnya regulasi berupa Keppres. Dari aspek daerah, mengingat pentingnya peran BKPM sebagai penyelenggara penanaman modal, dalam era otonomi daerah diperlukan pula produk hukum tersendiri untuk mengatur peran dan fungsi BKPM, sebagai pengganti Keppres yang ada. Disamping itu, pemerintah daerah juga wajib mengacu pada regulasi mengenai tata ruang kawasan wilayah Indonesia untuk pengembangan kawasan di wilayah Indonesia. Sistem Penanaman Modal di negara lain Sistem Pelayanan Investasi yang terpusat umumnya memang berlaku di banyak negara. Malaysia yang berbentuk negara federasi memiliki Malaysian Industrial Development Authority (MIDA) sebagai lembaga pelaksana penanaman modal. Aplikasi bagi perijinan investasi di Malaysia harus melalui persetujuan MIDA, yang dikenal dengan One Stop Centre. Khusus bagi proyek-proyek yang berada di Sabah dan Sarawak, selain diserahkan ke kantor pusat MIDA, salinan aplikasi juga harus diserahkan ke MIDA Sabah atau MIDA Sarawak. Juga di negaranegara ASEAN lainnya, seperti Thailand dengan lembaga penanaman modal the Board of Investment di bawah naungan Menteri Perdagangan; Filipina dengan lembaga penanaman modal 12 Board of Investment (BoI) yang memiliki wewenang sebagai OneStop-Action Centre (OSAC); Laos dengan lembaga penanaman modalnya Committee for Investment and Cooperation (CIC); semuanya berfungsi sebagai pusat pelayanan investasi di negara masing-masing. Kesimpulan Ada beberapa isu pokok dalam RUU Penanaman Modal, yaitu berlakunya prinsip equal treatment; adanya perwujudan azas liberalisasi dalam penanaman modal; serta ketentuan sistem pelayanan satu atap dalam penyelenggaraan penanaman modal yang dikoordinasikan oleh BKPM. Namun demikian, berdasarkan pengalaman yang lalu, masalah yang sering muncul, khususnya untuk halhal yang melibatkan lintas sektor adalah masalah koordinasi. Seharusnya kedudukan BKPM pada masa lalu tidak perlu diambil alih oleh departemen teknis apabila terdapat koordinasi yang baik diantara keduanya. Selain itu, undang-undang yang komprehensif memang diperlukan dalam memperkecil uncertainty bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Namun demikian, masih banyak halhal lain yang juga penting untuk terus diupayakan keberadaannya, seperti iklim berusaha yang kondusif, kondisi ekonomi makro, politik, keamanan yang stabil, kepastian hukum serta dukungan dari pemerintah. Karena pada dasarnya investor selalu bersikap rasional dan memiliki motif ekonomi yang tinggi. Mereka akan menanamkan modalnya apabila suatu negara/daerah secara ekonomi potensial serta memiliki prospek yang baik. Oleh sebab itu, fungsi pemerintah untuk selalu menciptakan lingkungan yang kondusif merupakan hal yang harus ada (necessary condition). Namun demikian masih ada beberapa isu yang harus dicermati dan diantisipasi dalam penyusunan RUU Penanaman Modal ini antara lain: adanya kebebasan bidang usaha dan lokasi harus ditelaah lebih dalam dan diantisipasi dampak positif dan negatifnya sehinga kebebasan tersebut tidak mematikan bidang usaha lokal yang ada dan tidak melanggar tata ruang serta lingkungan hidup. Pemberian kewenangan perizinan satu atap kepada BKPM juga har us dapat menjamin berjalannya koordinasi yang lebih baik antar sektor dan antar tingkat pemerintahan, sehingga izin investasi tersebut tidak menjadi surat sakti yang dimanfaatkan untuk mengeruk kekayaan daerah, merugikan masyarakat lokal dan mer usak lingkungan hidup/ kelestarian alam. Kerjasama, koordinasi dan komitmen dari berbagai pihak sangat dibutuhkan dalam mensukseskan proses penetapan undang-undang ini hingga pelaksanaannya di lapangan. Karena tujuan akhirnya adalah menciptakan situasi kondusif bagi para investor agar dapat menarik investasi yang pada akhirnya mampu menjadi mesin penggerak ekonomi Indonesia. Sehingga, seharusnya egoisme sektoral maupun antar lembaga baik vertikal maupun horizontal tidak perlu terjadi, terutama di era reformasi yang mengedepankan prinsip good governance. § Staf peneliti LPEM-FEUI dan staf pengajar FEUI H. Obar Sobarna, S.IP, Bupati Bandung : “Pembagian kewenangan investasi harus sejalan dengan kualitas kemampuan teknis” ada tahun 2004 ini Kab. Bandung sudah berusia 363 tahun, satu usia yang cukup tua untuk suatu daerah, namun mengaku baru mulai berbenah diri menuju masyarakat yang “repeh rapih kerta raharja”. Karena posisinya yang strategis, sebagai daerah penyangga Ibukota Propinsi Jawa Barat, menjadikan Kab. Bandung sebagai pintu gerbang daerah lain yang terletak disekitar Ibukota Propinsi Jawa Barat. Dengan adanya arus deras otonomi daerah (Otda), Kab. Bandung har us mulai dari titik baru lagi, kalau tak mau disebut dari nol. Walaupun daerah cekungan seluas 309.207,93 hektar ini telah menjadi daerah percontohan pelaksanaan Otda sejak beberapa tahun lalu, namun keluarnya UU No.22/1999 menurut Bupati Kab. Bandung, H. Obar Sobarna, S.IP, memiliki konsekuensi yang cukup berat. “Otonomi daerah merupakan barang baru, sehingga semua Pemda Kabupaten/Kota di Indonesia, termasuk Kab. Bandung masih dalam proses transisi,” ungkapnya. “Namun demikian, siap atau tidak siap, kita har us melaksanakan otonomi daerah sebagai keputusan terbaik yang dipilih bangsa. Kita juga harus siap menghadapi perdagagangan bebas AFTA tahun 2003 dan perdagangan bebas dunia tahun 2010” jelasnya. Peran Investasi Swasta Dalam membangun perekonomian daerah, menuruh Obar Sobarna, harus melibatkan banyak pihak dan seluruh elemen masyarakat. Obar melihat bahwa peran investasi swasta sebagai salah satu indikator tingginya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta keberhasilan pembangunan di daerah. Dengan demikian menurutnya investasi memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi di daerah. Peran investasi swasta dalam pembangunan ekonomi daerah diyakini sangat besar dan dapat dikatakan juga sebagai salah satu wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi suatu daerah. Obar Sobarna memaparkan bahwa perkembangan investasi swasta di Kab. Bandung cukup baik, telihat dari perkembangan PMA dan PMDN dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, dilihat dari jumlah SPPMDN dan PMA yang diterbitkan oleh BKPM sebanyak 38 investor, yang terdiri dari 34 PMA dengan nilai investasi US $ 19,4 juta dan PMDN 4 investor dengan nilai investasi Rp. 79,2 milyar, sedang pada tahun 2003 hanya 16 investor terdiri dari PMA 13 investor dengan nilai investasi US $ 9,3 juta dan PMDN 4 investor dengan nilai nvestasi Rp. 19,9 milyar. Menurut Obar Sobarna, ada beberapa sektor usaha yang ke depannya potensial u n t u k dikembangkan di daerah ini, diantaranya adalah sektor industri, sektor agribisnis (Pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan), dan pariwisata. Hingga saat ini industri di Kab. Bandung yang berjumlah lebih dari 1.500 dengan pakerja berjumlah 500.000 orang yang berasal dari seluruh Indonesia. Namun kehadiran industri ini selain mendatangkan nilai tambah bagi perekonomian daerah ternyata juga mempunyai dampak kurang baik terhadap lingkungan sekitarnya. Limbah buangan pabrik atau pengambilan air bawah tanah (ABT) dan air permukaan (AP) menjadi ancaman bagi kondisi lingkungan di Kab. Bandung, sehingga harus segera mendapat perhatian serius. Sektor ekonomi lain yang potensial dikembangkan di daerah ini adalah agribisnis dan pariwisata. Dengan luas wilayah 307.389Ha merupakan cekungan di dataran tinggi Bandung yang terdiri dari wilayah dataran, kaki bukit dan 13 pegunungan, dengan kemiringan lahan berkisar dari 0 s/d 45 o, dan gunung berapi. Kondisi alam daerah dataran tinggi seperti ini sangat cocok dikembangkan untuk usaha sektor agribisnis, seperti tanaman hortikultura, perkebunan, dan sebagainya. Jumlah penduduk Kab. Bandung pada tahun 2001 mencapai 3.716.534 jiwa, terdiri dari 1.874.903 jiwa laki-laki dan 1.857.395 jiwa perempuan, diantaranya 685.732 jiwa atau 18,44% dari penduduk adalah petani. Sektor usaha pertanian ini saat ini juga dikembangkan sebagai obyek agrowisata. Beberapa daerah yang dikembangkan sebagai daerah wisata adalah, kawasan pertanian tanaman hias di Desa Cihideung, Perkebunan Teh Malabar, Ranca Bali, Dago Pakar, Pengalengan dan lain-lain. Selain agrowisata juga telah berkembang wisata alam lain yang juga memiliki panorama alam yang indah, berupa pegunungan, dan gunung, situ, air terjun. Sejumlah obyek wisata yang telah dikembangkan adalah permandian air panas Maribaya, Kawah Gunung Tangkuban Perahu, Kawah Putih Ciwidey, dan lain-lain. Upaya Menarik Investor Untuk meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian daerah, sejumlah potensi tersebut di atas terus dikembangkan dengan menarik investor. Beberapa langkah yang dilakukan oleh Pemda Bandung untuk meningkatkan investasi swasta di daerah ini adalah dengan membuat profil peluang investasi Kabuapten Bandung, serta mengikuti event-event promosi investasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain upaya promosi potensi investasi daerah, untuk menarik investasi ke daerah ini pemerintah Kab. Bandung juga 14 melakukan perbaikan kelembagaan yang menangani pelayanan publik. Langkah strategis dalam upaya pembenahan pelayanan publik, menurut Obar Sobarna adalah dengan penyusunan Str uktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Dengan jumlah PNS 42.000 orang, tentunya tidak semua akan tertampung dengan SOTK baru. “Kita akan masukkan orang-orang yang sesuai dengan struktur baru. Tentunya orang yang tepat dan profesional di bidangnya.” ujarnya. Menurut Obar Sobarna, dirinya tidak akan terpaku kepada orang melainkan kepada system, sehingga roda organisasi tidak akan tergantung kepada beberapa orang saja. “Kita buat sistem sebaikbaiknya yakni sistem yang profesional.” Dalam upaya pembenahan tersebut, orang nomor satu di Kab. Bandung mengharapkan agar masyarakat berpartisipasi untuk satu langkah dengan pemerintah. Apalagi acuan pembangunan saat ini bukan hanya dari atas ke bawah (top down), tapi diimbangi pula dengan dari bawah ke atas (bottom up). Secara khusus untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang investasi adalah dengan menerbitkan Perda No.18 tahun 2002 tentang penyelenggaraan penanaman modal di Kab. Bandung yang pada dasarnya pelayanan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan perizinan dilakukan dengan satu pintu. Kendala Menarik Investasi Menanggapi praktik dan regulasi di tingkat pusat yang mengatur pembagian kewenangan di bidang investasi antara pemerintah pusat (departemen sektoral, BKPM), dengan pemerintah daerah di Indon e s i a , Purnawirawan TNI ini menyatakan b a h w a pembagian kewenangan dalam bidang investasi telah diatur dalam UU No. 22 tahun 1999, yang secara rinci telah diterapkan dalam keputusan Mendagri No.13061 tahun 2002 t e n t a n g penyerahan kewenangan tersebut. Menurutnya, baik UU No.22 tahun 1999 maupun Keputusan Mendagri No.130-61 tahun 2002 dari sudut padang kepentingan daerah serta efisiensi dan efektivitas pelayanan investasi, telah cukup baik, namun dalam pelaksanaannya masih belum sesuai harapan. Terbitnya Keppress No.29 tahun 2004 tentang pelayanan satu atap oleh pemerintah pusat dalam hal ini BKPM, ter utama dalam hal kewenangan yang dilakukan oleh BKPM, dirasakan sebagai kendala bagi Pemkab Bandung, dan tentu saja tidak sesuai dengan sesuai dengan harapan pemerintah daerah pada umumnya. “Seharusnya pembagian kewenangan di bidang investasi dilaksanakan sejalan dengan peningkatan kualitas kemampuan teknis di daerah sekaligus dengan tunjangan dana yang cukup memadai.” demikian harapan Obar Sobarna. Semoga harapan ini dapat dimengerti oleh pemerintah pusat. (git, teet) Rekomendasi Kadin-Indonesia tentang Otonomi Daerah Newsletter edisi Oktober 2004 memuat Pemikiran Kadin-Indonesia tentang Otonomi Daerah yang telah diajukan kepada pemerintah Republik Indonesia periode 2004-2009 untuk diakomodir dalam program kerja pemerintah. Dalam versi ringkas, berikut formulasi pemikiran tersebut dalam format matrik yang merupakan salah satu bagian dari rekomendasi No Permasalahan Banyak Perda Pajak & Retribusi Daerah 1 menambah biaya usaha (distortif) Perda distortif terutama jenis 2 pungutan baru yang dikreasikan daerah Pajak daerah yang kecil mendorong 3 Pemda membuat kebijakan distortif 4 Pengawasan Perda lemah Kesimpangsiuran 5 Kewenangan Perijinan Usaha Kesimpangsiuran 6 Kewenangan Perijinan Usaha Pertentangan UU 7 Otda dengan UU Sektoral Pemekaran wilayah berpotensi 8 mempersempit skala ekonomi Rencana Tindak Review Perda dan batalkan yang distortif – bila sudah lewat 30 hari hak pengawasan, ajukan judicial review Revisi UU 34/2000 dengan fokus: 1) close list pajak daerah dan sumber pendapatan lain lain, 2) keharusan pelibatan Melengkapi UU 33/2004 (pengganti UU 25/1999) dengan PP yang prinsipnya: 1) memberi kewenangan Pemda untuk memberikan insentif fiskal pajak pusat kepada investor apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah pusat, Kajian penggunaan IT untuk pengawasan represif Perda agar Pemerintah Pusat dan Stakeholder bisa mengakses informasi secepat mungkin, Melengkapi UU 32/2004 (pengganti UU 22/1999) dengan PP yang terfokus: 1) pembuatan kebijakan dan pengawasan pelaksanaan perijinan investasi merupakan kewenangan pemerintah pusat, Review draft RUU Penanaman Modal agar tidak bertentangan dengan UU 32/2004 (pengganti UU 22/1999) Review UU Sektoral agar tidak bertentangan dengan UU 32/2004 (pengganti UU 22/1999) Review pemekaran daerah agar tidak berkembang ke arah yang merugikan perekonomian terkait skala Keluaran Pembatalan Perda distortif oleh Pemerintah Pusat disertai alasan pembatalan yang jelas Amandemen UU 34/2000: membatasi jenis pajak daerah dan sumber pendapatan lain lain, dan keharusan pelibatan PP sebagai kelengkapan UU 33/2004 yang prinsipnya: 1) memberi kewenangan Pemda untuk memberikan insentif fiskal pajak pusat kepada investor apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan Peraturan Presiden: Penggunaan IT untuk pengawasan represif Perda yang dapat diakses umum tanpa bayar PP dari UU 32/2004 yang terfokus: 1) pembuatan kebijakan investasi merupakan kewenangan pemerintah pusat, pengeluaran perijinan kewenangan Pemda, 2) elaborasi prinsip prinsip Draft RUU Penanaman Modal: Pemerintah Pusat hanya menentukan kebijakan dan pengawasan; Pemda Amandemen & Pembuatan UU: prioritas UU Agraria, Kehutanan, Pertambangan, Keppres: penghentian sementara pemekaran daerah sampai Oktober 2005; dan penunjukan tim Hasil Batas waktu (Keluaran) Ditaati Pemda bersangkutan dan tersosialisasi ke seluruh daerah otonom 31-Jan-05 Tersosialisasi ke seluruh daerah otonom 30-Jun-05 Peluang Pemda untuk menawarkan paket investasi yang kompetitif kepada investor meminimalisir pembuatan perda distortif, dan ketaatan Pemda untuk mengikuti kebijakan nasional Dijalankan oleh seluruh Pemda dengan konsisten, dan tanggungjawab perawatan hardware Ketentuan ketentuan PP dilaksanakan oleh Pemda sehingga ada kepastian dalam hal perijinan usaha Sebelum diajukan ke DPR, prinsip utama UU dicapai kesepemahaman dengan KadinSebelum diajukan ke DPR, prinsip utama UU telah dicapai kesepemahanan dengan Sampai Oktober 2005 tidak ada pemekaran daerah; Personil & manajemen DPOD siap 30-Jun-05 30-Jun-05 30-Jun-05 30-Jun-05 30-Jun-06 31-Jan-05 15 Perda Kota Balikpapan No.9/2004 Insentif Bagi Investor Balikpapan, kota yang roda perekonomiannnya 3. Investor di wilayah KIK diberikan insentif bergerak di atas tumpuan sektor usaha sekunder berupa keringan Pajak Daerah dan atau (industri pengolahan) dan tersier (jasa), jelas Retribusi Daerah, serta berbagai kemudahan berkepentingan dengan kehadiran para investor. terhadap semua perijinan dalam lingkungan Kapital, keahlian, teknologi, dan lain sebagainya kewenangan Pemerintah Kota. adalah instrumen kunci dalam menggerakan ekonomi di daerah industrialis tersebut. Sebagai Insentif keringanan yang dimaksud adalah: · 75% dari pokok ketetapan Pajak daerah yang kurang beruntung dari sisi kekayaan Daerah dan Retribusi Daerah yang sumber daya alam, kota ini tentu tidak memiliki diterbitkan sampai dengan Tahun 2008 anugerah gratis untuk tinggal dinikmati hasilnya. · 50% dari pokok ketetapan Pajak Dalam konteks itu, keunggulan kompetitif kota Daerah dan Retribusi Daerah yang ini harus disandarkan pada faktor-faktor buatan, yakni diterbitkan pada tahun 2009 sampai kebijakan pemerintah (policy factor), dukungan dengan Tahun 2013 masyarakat (seperti sikap budaya), produkstivitas dan · 25% dari pokok ketetapan Pajak kualitas sumber daya manusia, dan lain sebagainya. Daerah dan Retribusi Daerah yang Untuk faktor kebijakan pemerintah, belum lama ini diterbitkan pada tahun 2014 sampai Pemda Kota Balikpapan menerbitkan satu Perda dengan Tahun 2019 yang sangat jelas maksudnya sebagai dukungan bagi kehadiran investasi, yakni Perda No.9 Tahun 2004 tentang Insentif Bagi Investor. Isi Ringkas Perda Sejumlah poin penting yang terkandung dalam Perda ini adalah: 1. Insentif investasi secara umum diartikan sebagai sesuatu yang memberi dorongan atau yang memberi semangat/perangsang untuk berinvestasi. 2. Kepada investor yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Kota Balikpapan dapat diberikan insentif. Pemberian insentif tersebut dibedakan menurut kawasan tempat usaha, yakni (1) Kawasan Industri Karaingau/KIK, (2) Kawasan di luar KIK. 16 Jenis pajak daerah yang dapat diberikan keringanan adalah PPJ Non-PLN, Pajak Reklame, dan Pajak Bahan Galian Golongan C; dan jenis retribusi yang diberi keringan adalah IMB, HO, Ijin Peruntukan Penggunaan tanah, dan Ijin Usaha Industri. Sementara insentif kemudahan yang dimaksud adalah pemberian prioritas penerbitan semua ijin dalam lingkup kewenangan Pemerintah Kota. 4. Jenis industri dalam wilayah KIK yang diberi insentif adalah sejumlah industri komoditas unggulan yang meliputi batu bara, migas, sawit, karet, udang, ikan, kakao, kopi, makanan, minuman, kerajinan dan rekayasa teknis. 5. Investor yang melakukan kegiatan usaha di luar wilayah KIK diberikan insentif berupa No.65/2001), juga akan memunculkan keringan Pajak Daerah dan atau Retribusi pengaturan dan pungutan ganda dengan Daerah, kemudahan propinsi. Sinkronisasi kebijakan lain adalah memperoleh perijinan dalam lingkungan terkait keberadaan Perda No.36 Tahun 2000 kewenangan Pemerintah Kota. tentang Sumbangan Pihak Ketiga kepada serta berbagai Insentif keringanan yang dimaksud adalah: · · 25% dari kewajiban Pajak daerah dan sumbangan pihak ketiga ini bersifat illegal atau Retribusi Daerah dalam kurun (tanpa konsiderans hukum positif di atasnya) waktu dan cenderung memaksa (bertentangan 5 tahun pertama sejak berlakunya Perda ini dengan etimologi sumbangan yang lebih 10% dari kewajiban Pajak daerah dan bersifat sukarela). atau Retribusi Daerah dalam kurun waktu · Daerah. Tak perlu diurai lebih jauh, Perda 5 tahun kedua setelah 2. Sinkronisasi dengan peraturan perundangundangan, baik yang bersifat umum (UU No.32 berlakunya Perda ini Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) 5% dari kewajiban Pajak daerah dan maupun sektoral (UU bidang Kehutanan, dll) atau Retribusi Daerah dalam kurun yang sedikit-banyak bertolak belakang dengan waktu kewenangan pengaturan investasi dalam 5 tahun ketiga setelah berlakunya Perda ini Sementara insentif kemudahan yang dimaksud Perda ini. Kepastian mengenai hal ini akan terlihat dalam Peraturan Pemerintah yang akan ditetapkan lebih lanjut dalam Keputusan Wali baru mengenai pembagian urusan Kota. pemerintahan sebagai jabaran UU No.32 tahun 2004 dan pengganti PP No.25 tahun Catatan dan Penutup 2000. Di atas kertas, berbagai bentuk insentif (baik 3. Antisipasi problem terkait pelaksanaan, baik keringanan maupun kemudahan) sebagaimana di kapasitas organisasi dan personal maupun atur dalam Perda ini berisifat positif dan diharapkan mental aparatur. Agar aturan yang baik dan bisa suportif bagi aktivitas usaha dan perkembangan suportif ini bisa operasional, peningkatan dan investasi di daerah ini. Antisipasi problem mungkin pembinaan unsur-unsur pelaksanaannya juga tidak dalam wilayah aturan ini, tetapi di wilayah di mulai dijalankan. luar itu, yakni antara lain: 1. Sinkronisasi kebijakan di level daerah, yakni Kiranya, dukungan policy factor semacam ini bisa antara Perda inesentif ini dengan berbagai menjadi salah satu tahapan penting bagi hadirnya Perda sektoral lainnya, terutama yang bersifat investasi di daerah ini. Tentu dukungan dari sisi lain, distortif. Perhatian, misalnya, perlu secara seperti sikap masyarakat, juga diharapkan sejalan. khusus diberikan kepada keberadaan Perda Sinergi positif berbagai sisi (aktor) yang ada niscaya No.28 Tahun 2000 tentang Izin Pemanfaatan akan menempatkan Kota Balikpapan dalam radar Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Perda pencarian para calon investor yang hendak menanam ini jelas bersifat distortif, selain karena modalnya.(ndi) menimbulkan pelanggaran kewenangan terhadap propinsi (UU No.34/2000 dan PP 17 Segera Hadir, Peringkat Daya Tarik Investasi 220 Kabupaten/Kota di Indonesia Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) berencana mengeluarkan hasil survei “Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia” untuk tahun 2004 ini. Hasil yang secara teknis baru bisa diumukan awal tahun depan itu adalah versi edisi keempat, terhitung sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2001 lalu. Dari segi intrumen-instrumen pokok penelitian, survei terbaru ini secara umum menggunakan berbagai instrumen yang digunakan pada tahun-tahun sebelumnya, terutama pada tahun 2002 dan 2003. Hal itu, antara lain, terlihat pada jenis dan jumlah faktor, variabel dan indikator yang dipakai, bobot pengaruh masing-masing faktor, variabel dan indikator tersebut, derivasinya dalam daftar pertanyaan (kuesioner), teknik pengolahan dan analisis, dan lain sebagainya. Sementara hal-hal yang berubah adalah: Pertama, jumlah daerah. Seperti tahun-tahun sebelumnya yang juga terus berubah, yakni tahun 2001 (90 kabupaten/kota), tahun 2002 (134 kabupaten/kota), dan tahun 2002 (200 kabupaten/kota), perubahan pada tahun 2004 ini ditandai oleh bertambah banyaknya daerah yang diperingkat yakni, 220 daerah (167 kabupatan dan 53 kota, yang tersebar di 29 propinsi). Sedikit-banyak pertambahan jumlah daerah ini tentu turut mempengaruhi posisi capaian daerah lain sebelumnya. Kehadiran para “pemain baru” yang lebih kompetitif dan bisa menyodok ke posisi kemenarikan di papan atas, misalnya, bisa membawa efek melorotnya posisi peringkat suatu daerah, yang bukan karena kinerja dan iklim investasinya memburuk (ditandai skor yang tetap atau bahkan lebih baik), tetapi karena para pendatang baru itu memang lebih kompetitif. 18 Kedua, perubahan di metode kerja. Kalau pada tahun-tahun sebelumnya, antara survei pemeringkatan dan studi kasus iklim usaha suatu daerah dijalankan secara bersamaan, dan bahkan pada batas-batas tertentu menggunakan data kuesoiner yang sama, pada tahun ini dilakukan secara berbeda, baik dalam segi waktu maupun maksud penelitian. Dari segi waktu, survei pemeringkatan dijalankan terlebih dahulu, yakni bulan Juli sampai bulan November 2004, sementara studi kasus baru diadakan sesudahnya yakni akhir November sampai Desember 2004. Dari segi maksud, penelitian studi kasus bertujuan menindaklanjuti (eksplorasi) hasil temuan peringkat dalam sur veri pemeringkatan. Secara sadar ia dimaksudkan sebagai studi lanjutan untuk mencari data dan informasi yang lebih detil dan ekstensif mengenai alasan (mengapa) suatu daerah berada pada posisi tertentu, bagaimana gambaran terinci menyangkut iklim usaha dan kinerja faktor-faktor di dalamnya, apa yang akan dikerjakan pemerintah ke depan untuk merespon hasil peringkat yang ada, dan seterusnya. Ketiga, masih berkaitan dengan poin sebelumnya, kalau pada tahun 2002 ada survei pemeringkatan dan studi kasus iklim investasi secara umum di 20 daerah, pada tahun 2003 ada survei pemeringkatan dan studi sektoral (7 sektor yakni kehutanan, perkebunan, perdagagangan dan jasa, pertanian pangan, industri manufaktur, perikanan dan pertambagan) di 20 daerah, pada tahun 2004 ini ada stuvei pemeringkatan dan diikuti studi pendalaman (in depth study) di 20 daerah berdasarkan sejumlah kategori yang ber variasi, yakni kategori daerah berperingkat baik dan buruk, kategori daerah berposisi relatif ajek dengan tahun sebelumnya, kategori daerah berposisi berubah drastis dibanding tahun sebelumnya, kategori daerah berperingkat baik di faktor kelembagaan, dan kategori daerah berperingkat baik di faktor sosialpolitik. Dalam segi teknis pelaksanaan, survei pemeringkatan boleh dibilang sebagi studi kolosal, yakni melingkup 220 daerah (setengah dari total kabupaten/kota saat ini), melibatkan Sejumlah area coordinator, enumurator, dan responden yang mengisi kuesioner. Khusus berkaitan dengan para koordinator wilayah, pada bulan September 2004 diadakan briefing materi, teknis kerja dan pengurusan administrasi. Selanjutnya, para koordinator ini meneruskan hal serupa kepada para enumerator di wilayahnya masingmasing. Saat ini seluruh rangkaian kerja dan penyerahan hasil kerja yang berkaitan dengan sur vei pemeringkatan ini telah selesai dikerjakan. Sementara untuk studi 20 daerah sebagai eksplorasi hasil survei tadi, pada tanggal 22 November 2004 diadakan briefing materi, teknis kerja dan pengurusan administrasi dengan para peneliti. Hasil utama yang ditargetkan pada pertemuan ini adalah penjelasan tentang desain penelitian, dengan tekanan perhatian pada maksud penelitian dan panduan pertanyaan. Untuk hasil dari jenis studi ini, hari-hari ini adalah hari sibuk mereka dan peneliti KPPOD untuk melakukan studi di 20 daerah, yang menyebar dari wilayah Barat seperti Kabupaten Asahan sampai wilayah timu seperti Kabupaten Ngada di NTT. Pengumuman hasil studi ini akan sama-sama kita dengar, baik lewat konferensi pers, KPPOD Award, atau seminar khusus untuk sosialiasi hasil, di awal tahun depan. Selamat menanti. (ndi) Pertemuan Koordinator Wilayah - Rencana KPPOD membuat “Pemeringkatan Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia” diawali dengan pertemuan antar koordinator wilayah daerah. Survei pemeringkatan KPPOD ini boleh dibilang sebagai studi kolosal, yakni melingkup 220 daerah dan melibatkan sejumlah koordinator wilayah, enumurator, dan responden yang mengisi kuesioner. Koordinator wilayah penelitian yang ikut dalam briefing materi dan pengarahan teknis kerja diharapkan meneruskan hal serupa kepada para enumerator di wilayahnya masing-masing. 19 Perda RRestribusi estribusi Ak an Direvisi Akan Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma’ruf berjanji akan merevisi perda-perda bermasalah yang terkait dengan retribusi dan pajak daerah. “Depdagri siap mengakomodasi usulan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang menginginkan sejumlah perda direvisi bahkan dihapus karena perda-perda tersebut dianggap menghambat dunia usaha,” kata Mendagri kepada Investor Daily di sela-sela pertemuan Walikota se-Asia, Asian Network of Major Cities 21 (ANMC),di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (22/11). Mendagri menegaskan, usulan Kadin tersebut akan diadopsi. “Ini usulan bagus untuk bahan masukan bagi perbaikan iklim investasi di daerah,” kata dia. Ia menambahkan, pihaknya akan segera mengkaji UU 34/2000 tentang pajak dan restribusi daerah agar selaras dengan kepentingan investasi. Ketua Harian Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (KPEN) Kadin Sofjan Wanandi mengatakan, perda-perda bermasalah itu sebaiknya dicabut saja. Ia mengatakan, dunia usaha tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan di daerah sehingga muncul peraturan yang tidak bersahabat bagi dunia bisnis. “Umumnya pengusaha hanya dilibatkan secara pasif, sebatas sosialisasi,” kata dia. Berdasarkan temuan Komisi Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), dari 5.140 pengusaha yang diwawancarai, 84,5% menyatakan proses perumusan perda di daerahnya tidak melibatkan kalangan dunia usaha. (Investor Daily) Depdagri ak an pelajari perda akan Departemen Dalam Negeri akan mengumpulkan dan mempelajari peraturan daerah (perda) yang dianggap menghambat iklim usaha. “Kita terbuka. Perda yang diusulkan dikumpulkan dan dipelajari untuk dicari pemecahannya,” kata Mendagri Moch. Ma’ruf kepada wartawan di Jakarta, kemarin, menjawab keluhan dunia usaha bahwa ada banyak perda yang menghambat mereka dalam berusaha. Mendagri mengatakan pihaknya akan mencari jalan keluar yang menguntungkan semua pihak, baik untuk kepentingan pembangunan, kepentingan ekonomi, atau kepentingan daerah. “Kita akan diskusikan. Kita pelajari semua,” tegasnya lagi. Jika perda tersebut diperbarui maka perlu diketahui alasan mengapa harus diperbarui, katanya. Ma’ruf menuturkan bahwa pemerintah ingin semua ketentuan dapat didayagunakan dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. (Bisnis Indonesia) PP PPilk ilk ada Diharapk an Selesai Januari 2005 ilkada Diharapkan Mendagri Mohamad Maruf mengharapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah dikeluarkan pada bulan Januari 2005 karena pada tahun 2005 akan selesai masa jabatan 225 gubernur, bupati, serta wali kota. “Mudah-mudahan pada Januari 2005 RPP pilkada sudah selesai,” kata Maruf kepada pers di kantor kepresidenan, Selasa usai presiden Soesilo Bambang Yudhoyono membuka Rapat Kerja Gubernur. Ia menyebutkan, pada pertengahan tahun mendatang, sekitar 170 daerah harus sudah mulai melaksanakan pilkada, sehingga pada akhir tahun 2005 akan diselenggarakan 225 pilkada. Mendagri menyebutkan, pemerintah tidak mempunyai waktu yang cukup banyak karena undang-undang nomor 32 tentang pemerintah daerah yang merupakan pengganti undangundang nomor 22 tahun 1999 baru efektif berlaku 15 Oktober 2004. (Media Indonesia) Delapan Daerah RRawan awan PPilk ilk adal ilkadal Pemerintah mengidentifikasi sedikitnya delapan wilayah masuk kategori rawan dalam mengimplementasikan UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Kedelapan wilayah tersebut umumnya pernah atau tengah mengalami konflik, mulai Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Irian Jaya Barat. Menurutnya, untuk menentukan program kegiatan yang implementatif di delapan wilayah, maka pihaknya akan segera mengadakan rapat kerja khusus dalam waktu dekat guna membahas percepatan penuntasan masalah di setiap daerah. “Tentunya, disesuaikan dengan karakteristik daerah dan sumber konflik di daerah bersangkutan.” Program jangka pendek selain itu adalah penyiapan peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah langsung (pilkadal), sosialisasi, dan simulasi UU 32/2004, serta rapat kerja (raker) dengan para gubernur untuk menyamakan visi dan persepsi dalam rangka persiapan implementasi UU Pemda. Pemerintah memperkirakan pilkadal akan dilaksanakan sebanyak 216 kepala daerah yang terdiri atas pemilihan gubernur berjumlah tujuh, bupati 173, dan wali kota 36 kali. (Media Indonesia) KPU Tidak Ik ut Menggugat PPeraturan eraturan tentang PPilk ilk ada Ikut ilkada Komisi Pemilihan Umum pusat tidak dalam posisi untuk memberi perhatian khusus atas persoalan jadi tidaknya pengajuan uji materi terhadap UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. KPU menyerahkan sepenuhnya hak menggugat kepada KPU provinsi, yang khawatir kewenangan mereka akan dipereteli lewat peraturan pemerintah. Penegasan itu disampaikan Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin di Jakarta, Selasa (7/12), seusai serah terima data Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) dari Badan Pusat Statistik kepada KPU. “Judicial review itu bukan concern KPU pusat, kalau KPU provinsi mau mengajukan, silakan,” ujarnya. KPU pusat tidak ikut campur dalam rencana mengajukan uji materi UU No 32/2004 yang sempat menguat di antara KPU provinsi dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) KPU provinsi di Kota Batam, pekan lalu. (Kompas) 20 Bentuk logo merupakan stylirisasi dari kaca pembesar yang terbentuk atas huruf KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah) menjadi mnemonic (jembatan keledai) dari pemantau. Logo Dengan huruf FrnkGothITC Hvlt Bold berwarna electric blue melambangkan keteguhan Lembaga dalam menjalankan kegiatan utamanya yaitu melakukan pemantauan dan pengkajian terhadap pelaksanaan otonomi daerah di seluruh Indonesia. Huruf O (otonomi) adalah lensa kaca pembesar berbentuk pusaran air berwarna gradasi biru gelap. Gradasi warna dari pusat pusaran ke arah lingkaran terluar menjadi semakin nyata. Hal ini melambangkan pergeseran dari sistem pemerintahan yang selama ini terpusat lama kelamaan menjadi terdesentralisasi yang sesuai dengan konsep otonomi daerah.