isolasi dan identifikasi bakteri limbah biodiesel penghasil bio

advertisement
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI LIMBAH BIODIESEL
PENGHASIL BIO-ENERGI DAN BIO-MATERIAL
Mahyudin Abdul Rachman
Pusat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
Lantai 15 Gedung II, Jl. MH Thamrin 8, Jakarta
Telp : 021-3169520, Fax : 021-3169510
E-mail: [email protected]
Abstract
Glycerol from the waste of biodiesel can be utilized to 1,3-propanediol (PDO) and
hydrogen gas (H2) with biotransformation processing. The product of PDO will be used
as raw material for polymer, polyurethane and polyester and H2 will be converted to
electrical energy by using Fuel-cell. The anaerobe or aerobe bacterium which has ability
to degrade biodiesel waste for environmental friendly such as genus Enterobacter,
Klebsiella, Clostridium, Bacillus, Citrobacter, etc. The direct screening of bacteria for
isolation from biodiesel waste in order to obtain the bacteria which has highest conversion
of glycerol to PDO and H2.
We have found that 28 species from liquid and 7 from solid biodiesel waste and by using
IMVIC testing, 7 species of bacteria was Klebsiella or Enterobacter which can be
predicted to convert glycerol for PDO and H2. The highest yield product was species TH3
from biodiesel waste. Moreover, the microbiology identification indicated that the strain
TH3 was Klebsiella sp. strain 23 with 98 % similarity.
Key words : Waste of biodiesel, Glycerol, PDO, H2and bacteria.
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dengan semakin menipisnya cadangan
sumber energi yang berasal dari fosil, maka
tengah diupayakan untuk mencari dan
mengembangkan
penggunaan
energi
alternatif . Salah satu jenis energi aternatif
yang sedang marak dikembangkan yaitu
bioenergi yang merupakan suatu bentuk
energi yang diperoleh dari pengolahan
biomassa menjadi biodiesel, bioethanol, dll.
Kebijakan
pemerintah
mendukung
penggunaan biodiesel sebagai pengganti
minyak diesel maka produksi limbah
mengandung senyawa gliserol dan asam
lemak lainnya akan meningkat. Tentunya
secara
alami
maka
berbagai
mikroorganismepun
akan
banyak
diketemukan.
Tahun 1999 produk gliserol dari biodiesel
tercatat dipasaran internasional sekitar 7 %
dan tumbuh menjadi 19 % di 2004
khususnya di eropa. Hal ini mengakibatkan
terjadi produk berlebihan dipasaran dan
industri baru yakni oleokimia sebagaimana
halnya industri biodiesel. Tahun 2006,
diharapkan kapasitas produk berlebihan
mencapai lebih dari 500.000 kubik ton dan
tentunya kondisi ini sama halnya akan terjadi
di Indonesia (Frost and Sullivan, 2006).
Tahun 2007 di Indonesia telah terdapat 4
perusahaan besar untuk memproduksi
biodiesel
yang
produksinya
rata-rata
mencapai 620.000 ton per tahun (Asia
Times, 2007).
Produksi biodiesel dari minyak nabati
diperoleh dengan metode transesterifikasi
dengan katalisator basa, karena merupakan
proses
yang
ekonomis
dan
hanya
memerlukan suhu dan tekanan rendah.
Proses transesterifikasi merupakan reaksi
dari
trigliserin
(lemak/lemak)
dengan
bioalkohol
(metanol/etanol)
sehingga
membentuk
campuran
ester
lemak
(biodiesel) dan produk samping berupa
gliserol (Gambar 1). Gliserol ini dapat diolah
menjadi berbagai produk lain yang memiliki
nilai ekonomis tinggi
Diantara produk olahan dari gliserol
kasar (crude glycerol) yang berasal dari hasil
samping produksi biodiesel yaitu PDO dan
H2. senyawa ini
merupakan senyawa
organik sederhana (monomer) yang dapat
digunakan untuk berbagai reaksi sintesis.
Sebagai monomer, PDO digunakan untuk
polikondensasi pada produksi poliester,
polieter dan poliuretan (Biebl, 1999).
Konversi gliserol menjadi PDO dan H2
dapat dilakukan dengan biotransformasi
proses yakni ditempuh melalui fermentasi
gliserol oleh bakteri, dalam hal ini gliserol
merupakan sumber karbon bagi bakteri.
Hanya bakteri dari golongan tertentu yang
memiliki kemampuan untuk mengkonversi
gliserol menjadi PDO, meliputi bakteri
golongan enterobacteria. Bakteri tersebut
diantaranya
Klebsiella
pneumonia,
Citrobacter
freundii,
Enterobacter
agglomerans,
Lactobacillus
brevis,
Lactobacillus
buchneri,
Clostridium
butyricum,
Clostridium
pasteurianum
(Gambar 2) (Nakas et al 1983; Schutz and
Radler 1984; Forsberg 1987; Homman et al
1990; Dabrock 1992; Barbirato et al 1995)
Pada umumnya bakteri-bakteri tersebut
menghasilkan
PDO
melalui
proses
metabolisme secara fermentatif melalui
rangkaian reaksi enzimatik. Proses sintesis
PDO terjadi dalam dua tahap. Pada tahap
pertama katalis enzim gliserol dehidratase
mengubah
gliserol
menjadi
3hidroksipropionaldehid (3-HPA) dan air. Pada
tahap kedua, HPA direduksi menjadi PDO
oleh enzim 1,3-propanadiol dehidrogenase.
(Gambar 3).
I.2. Tujuan Penelitian.
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan bakteri dari limbah
biodiesel dengan
kemampuan untuk
mengkonversi gliserol menjadi PDO dan H2
yang merupakan bahan baku produksi
poliuretan, poliéster, dan energi. Manfaat
penelitian ini yaitu untuk mengembangkan
teknologi
pemanfaatan
hasil
samping
sehingga dapat mendukung terciptanya
industri biofuel yang kompetitif berbasiskan
IPTEK.
METODOLOGI
Isolasi bakteri dari limbah biodiesel
Ditambahkan 5 ml limbah biodiesel
kedalam media stater. Sample diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam. Dilakukan
pengenceran terhadap sample yang telah
diinkubasi (inokulum), lalu di spread didalam
plate agar. Sample diinkubasi pada suhu
370C selama 24 jam. Pertumbuhan koloni
diamati. Jika telah didapatkan koloni tunggal
maka dilakukan pemurnian bakteri.
Identifikasi strain bakteri dengan uji IMVIC
Uji Indol dilkukan dengan menusukkan
satu ose bakteri ke SIM médium (Pronadisa),
lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 24
jam. SIM-Medium ditambah dengan 0,2-0,6
ml pereaksi Kovac. Satu ose yang
mengandung isolat dimasukkan kedalam
media MR-VP (Pronadisa). Media lalu
0
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C.
Setelah 24 jam, media ditambah dengan 3
tetes indikator MR. Diamati hasilnya, bila
warna media menjadi merah maka hasil uji
MR
dinyatakan
positif.
Ose
yang
mengandung isolat dimasukkan kedalam
media MR-VP (Pronadisa). Media lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.
Setelah 24 jam, media ditambah dengan 0,3
ml pereaksi Barrit A (Fluka) dan 0,1 ml
pereaksi Barrit B (Fluka). Dikocok secara
perlahan lalu didiamkan hingga 30 menit
agar media dan pereaksi saling bereaksi.
Diamati hasilnya, bila terbentuk warna merah
pada media, maka hasil uji VP dinyatakan
positif. Satu ose digoreskan pada media SIM
agar (Pronadisa) lalu diinkubasi selama 24
jam pada suhu 370C.
Fermentasi bakteri hasil isolasi
Fermentasi gliserol oleh bakteri hasil
isolasi dilakukan secara anaerob fakultatif di
dalam botol fermentasi dengan volume
media 50 ml (Miller et.al., 1974) selama 20
jam dengan konsentrasi gliserol dalam media
adalah 0,5%. Setelah 20 jam inkubasi, kultur
bakteri tersebut di sentrifuse pada 6000 rpm
selama 10 menit, kemudian diambil
supernatannya
serta disaring
dengan
Ministat 0,2 µm (Sartorius). Filtrate tersebut
untuk di uji HPLC.
Pengukuran HPLC
Pengukuran konsentrasi gliserol, asam
laktat, etanol, asetat dan 2,3-butandiol
dengan HPLC. Sebanyak 1 ml sampel
dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifuse
steril dan kemudian disentrifugasi pada 5000
rpm selama 15 menit. Supernatan hasil
sentrifugasi
dipindahkan
ke
tabung
mikrosentrifus yang lain dan kemudian
disaring menggunakan mikrofilter 0.2 µm.
Larutan standar asam laktat 100 mM diinjeksi
ke HPLC dan setelah injeksi tersebut
supernatan hasil sentrifugasi diinjeksikan ke
HPLC.
Sequencing bakteri hasil isolasi
Reaksi sequencing dilakukan dengan
menggunakan metode Sanger dkk, dengan
menggunakan mesin ABI 3130 Genetic
Analyzer. Proses awal dimulai dari tahap
denaturasi awal pada suhu 96OC selama 2
menit., kemudian dilanjutkan dengan tahap
denaturasi yang dilakukan pada suhu 96OC
selama 10 detik. Tahap annealing pada suhu
50OC selama 5 detik, dan proses polimerisasi
O
pada suhu 60 C selama 4 manit. Proses
tersebut dilakukan berulang sebanyak 25
siklus. Hasil reaksi sequencing dipurifikasi
dengan autoSEQ G-50 kit. Setelah diperoleh
purifikasi
hasil
sequencing
kemudian
dimasukkan ke dalam DNA sequenser unutk
mengetahui urutan nukleotida dari gen
bakteri TH3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyaringan dan isolasi bakteri dari
limbah biodiesel
Dilakukan tahap isolasi dari limbah
biodiesel untuk mendapatkan strain bakteri
yang mampu melakukan konversi gliserol
mejadi PDO dan H2l. Pengambilan sampel
langsung dari limbah, diasumsikan bahwa
bakteri yang hidup dalam limbah merupakan
bakteri yang memiliki kemampuan dalam
mempergunakan
glicerol
kasar
yang
terkandung dalam limbah sebagai sumber
karbon untuk energinya. Sampel limbah
diambil dari limbah cair saringan 1 (limbah)
dan saringan 2 serta limbah padat yang
berupa tanah yang terdapat disekitar area
pembuangan limbah biodiesel. Bentuk dari
bakteri batang terlihat secara mikroskofis
pada Gambar 4.
Dari penyaringan tersebut didapatkan 22
strain bakteri, kemudian dilakukan uji IMVIC
untuk membedakan antara bakteri golongan
koliform dan bakteri golongan enterobacter.
Hasil dari uji IMVIC didapatkan 7 strain
bakteri yang termasuk dalam golongan
entrobakter
yang
diprediksi
mampu
mengkonversi gliserol mejadi PDO dan H2,
yaitu berasal dari limbah cair saringan 1
sebanyak 3 strain bakteri, yaitu LSR1.8,
LSR1.14 dan LSR1.15. Sebanyak 1 strain
bakteri yang berasal dari limbah cair saringan
2 yaitu LRS2.13, serta 3 strain bakteri yang
berasal dari sampel tanah di area
pembuangan limbah biodiesel, yaitu TH1,
TH3 dan TH11
memperlihatkan
empat
tahapan
pertumbuhan yaitu fase lag atau fase
lamban, fase logaritmik, fase stasioner, dan
fase kematian (Pelczar, 1986). Jumlah sel
bakteri
dapat
diukur
menggunakan
spektrofotometer dengan melihat kekeruhan
yang terbaca melalui nilai absorbansi yang
dihasilkan atau yang disebut dengan Optical
Density (OD). Nilai Optical Density (OD) ini
diukur dalam panjang gelombang 680 nm
seperti yang dilakukan dalam Rachman
(1997). Fase lag bakteri adalah fase dimana
sel bakteri beradaptasi dengan media
sehingga sel bakteri belum membelah.
Dalam fase ini sel bakteri mengalami
perubahan komposisi kimiawi dan ukuran sel
bertambah besar. Fase logaritmik bakteri
adalah fase dimana sel bakteri membelah
dengan laju konstan, massa sel menjadi dua
kali lipat, dan aktivitas metabolik sel konstan
serta pertumbuhan sel bakteri dalam
keadaan seimbang (Pelczar, 1986). Fase lag
pada bakteri TH3 terjadi pada jam ke 0
sampai jam ke 1. Fase logaritmik TH3 terjadi
pada jam ke 1 sampai jam ke-4. Fase
stasioner bakteri adalah fase dimana terjadi
penumpukan produk dan nutrisi dalam media
semakin
menipis
atau
habis
yang
menyebabkan beberapa sel mati sedangkan
yang lain tumbuh dan membelah, sehingga
dalam fase ini jumlah sel hidup menjadi tetap
(Pelczar, 1986). Fase stasioner pada bakteri
TH3 terjadi pada jam ke 4 sampai jam ke 8.
Fase kematian (death phase) bakteri adalah
fase dimana sel bakteri mengalami kematian
dengan laju yang lebih cepat dari pada laju
pembentukkan sel baru. Fase kematian pada
bakteri TH3 mulai terjadi pada jam ke 9.
Pada gambar 5 dapat dilihat hubungan
antara OD (Optical Density) dan tingkat pH.
Pada fase log tingkat pertumbuhan bakteri
meningkat namun terjadi penurunan tingkat
pH menjadi asam. Hal tersebut disebabkan
karena metabolisme bakteri memasuki jalur
piruvat, produk akhir dari jalur metabolisme
tersebut bersifat asam, seperti asam laktat
dan format. Seiring dengan bertambahnya
waktu inkubasi, maka pertumbuhan sel
memasuki fase tetap (stationer phase) dan
pH beranjak naik. pH menjadi naik
disebabkan dalam fase tersebut terbentuk
produk metabolik lanjutan yang berupa
produk golongan alkohol yang bersifat basa,
seperti etanol, 2,3-butandiol serta PDO.
Kurva pertumbuhan bakteri TH3
Selanjutnya dibuat kurva pertumbuhan
bakteri TH3 dalam media pertumbuhan
bakteri yang mengandung gliserol 0,5/%
(Gambar 5). Kurva pertumbuhan dapat
Fermentasi bakteri hasil isolasi dan uji
HPLC
Dari 7 strain bakteri yang termasuk
dalam golongan enterobacteria, hanya 4
strain bakteri yang memiliki pertumbuhan
optimum, yaitu bakteri dengan kode TH1,
TH3, TH11, dan LSR1.8 (data tidak
ditampilkan). Ke empat strain bakteri tersebut
di fermentasi pada media pertumbuhan
bakteri dalam keadaan anaerob fakultatif
selama 20 jam dengan suhu 37OC. Hasil dari
fermentasi yang berupa filtrat di uji HPLC.
Berdasarkan uji HPLC didapatkan data
mengenai tingkat konsentrasi1,3-propandiol
yang dihasil dari proses fermentasi (Gambar
6). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
kadar PDO dan tertinggi dihasilkan oleh
bakteri TH3, yaitu sekitar 0.0321 mol/mol.
Berdasarkan data tersebut, bakteri TH3
memiliki kemampuan dalam mengubah
gliserol menjadi PDO dan H2.
Identifikasi tingkat molekuler
Telah dilakukan amplifikasi gen 16s
rRNAdan dilanjutkan dengan sequencing
DNA pada isolat
bakteri TH3. Hasil
sequencing DNA menunjukkan bahwa
bakteri TH3 memiliki kedekatan dengan
Klebsiella pneumonia pada nilai 1629 bits
(882), dengan identitas 887/889 (99%)
(Gambar
7).
Berdasarkan
pohon
filogenetiknyaTH3 memiliki jarak yang
terdekat dengan Klebsiella pneumonia strain
K23 (Gambar 8). Dengan demikian bakteri
TH3 mendekati bakteri Klebsiella pneumonia
strain K23.
Dari hasil isolasi bakteri dari
limbah biodiesel didapatkan strain
bakteri yang potensial mengkonversi
gliserol menjadi PDO dan H2 Strain
tersebut memiliki kemiripan 99%
dengan bakteri klebsiella pneumonia
strain K23.
SARAN
Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut,
untuk dapat meningkatkan kemampuan
bakteri TH3 dalam mengkonversi gliserol
menjadi pDO dan H2 dengan jalan mutasi
secara kimia atau dengan rekayasa genetik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Frost and Sullivan, “What is the Global
Market Outlook for Glycerine in 2006”,
2006
2. Asia Times, “Jakarta eyes palm oil for
fuel”, 18. May 2007
3. Emptage, M., Sharon L. H., Lisa A.
Laffend, Jeff P. Pucci, dan Gregory M.
W., Process For The Biological
Production Of 1,3-Propanediol With High
Titer, United Stated US Patent, 2006, No
7,067,300 B2.
4. Biebl H, Zeng A-P, Menzel K, Deckwer
W-D, Microbial production of 1,3propanediol, App. Microbiol Biotechnol,
1999, 52, 289-297
5. Pelczar, Michael J. dan E. C. S. Chan ;
penerjemah Ratna Siri Hadioetomo,
Dasar-dasar Mikrobiologi, 1986, UIPress, Jakarta.
6. Nakas JP, Schaedle M, Parkinson CM,
Coonley CE, Tanenbaum SW, System
development for linked-fermentation
products of solvents from algal biomass,
Appl Environ Microbiol 1983, 46:
1017±1023
7. SchuÈ tz H, Radler F, Anaerobic
reduction of glycerol to propanediol-1,3
by Lactobacillus brevis and Lactobacillus
buchneri, Syst Appl Microbiol, 1984, 5,
169±178
8. Homann T, Tag C, Biebl H, Deckwer WD, Schink, Fermentation of glycerol to
1,3-propanediol by Klebsiella and
Citrobacter strains. Appl Microbioil
Biotechnol, 1990, 33, 121±126
9. Forsberg
C,
Production
of
1,3propanediol from glycerol by Clostridium
acetobutylicum and other Clostridium
species, Appl Environ Microbiol, 1987,
53, 639±643
10. Dabrock B, Bahl H, Gottschalk G,
Parameters afecting solvent production
by Clostridium pasteurianum, Appl
Environ Microbiol, 1992, 58, 1233±1239
11. Barbirato F, Camarasca-Claret C, Bories
A, Grivet J-P, Description of the glycerol
fermentation by a new 1,3-propanediol
producing microorganism: Enterobacter
agglomerans, Appl Microbiol Biotechnol,
1995, 43, 786±793
Gambar 1. Proses transesterifikasi produksi biodiesel
Biodiesel
Gambar 2. Fermentasi gliserol menjadi PDO oleh bakteri
Characterisation
By-product
Conversion of
Glycerol
1.) 1,3-Propanediole
2.) 3-Hydroxypropionic acid
Glycerol
Purification
1.) Coating resins, Coatings
2.) Thermoplasts
Gambar 3. Jalur perubahan limbah biodiesel (Emptage et.al, 2006).
Gambar 4 Bentuk koloni bakteri Enterobacter dan Klebsiella dengan perbesaran mikroskof
OD (680nm)
KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI TH3
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
7
6.9
6.8
6.7
6.6
6.5
6.4
6.3
6.2
6.1
OD (680nm)
pH
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu Inkubasi (Jam)
Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Bakteri TH3
Gambar 6. Kadar PDO dan H2 hasil fermentasi gliserol pada botol 50 ml, inkubasi 37 OC , 20 jam.
Gambar 7 Analisa pohon filogenetik yang menunjukkan tingkat kemiripan antara bakteri TH3 dan
Klebsiella K.23.
Query 1
AACGTCGCAAGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCCTCATGCCATCAGATGTGCCCAGATG
60
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 150
AACGTCGCAAGACCAAAGTGGGGGACCTTCGGGCCTCATGCCATCAGATGTGCCCAGATG
209
Query 61
GGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGA
120
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 210
GGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGCGACGATCCCTAGCTGGTCTGAGA
269
Query 121
GGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGG
180
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 270
GGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGG
329
Query 181
GGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCT
240
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||||||||
Sbjct 330
GGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCT
389
Query 241
TCGGGTTGTAAAGCACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGATAAGGTTAATAACCTTGTCGATT
300
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 390
TCGGGTTGTAAAGCACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGATAAGGTTAATAACCTTGTCGATT
449
Query 301
GACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAG
360
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 450
GACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGGAG
509
Query 361
GGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTCTGTCAAGTCG
420
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 510
GGTGCAAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGCACGCAGGCGGTCTGTCAAGTCG
569
Query 421
GATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTCGAAACTGGCAGGCTAGAGTCTT
480
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 570
GATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTCGAAACTGGCAGGCTAGAGTCTT
629
Query 481
GTAGAGGGGGGTAGAATTCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACC
540
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 630
GTAGAGGGGGGTAGAATTCCAGGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATCTGGAGGAATACC
689
Query 541
GGTGGCGAAGGCGGCCCCCTGGACAAAGACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCA
600
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 690
GGTGGCGAAGGCGGCCCCCTGGACAAAGACTGACGCTCAGGTGCGAAAGCGTGGGGAGCA
749
Query 601
AACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGATTTGGAGGTTGTGCC
660
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 750
AACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGTCGATTTGGAGGTTGTGCC
809
Query 661
CTTGAGGCGTGGCTTCCGGAGCTAACGCGTTAAATCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCA
720
||||||||||||||||||| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 810 CTTGAGGCGTGGCTTCCGGGCTAACGCGTTAAATCGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCA 868
Query 721
AGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAAT
780
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 869
AGGTTAAAACTCAAATGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAAT
928
Query 781
TCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTGGTCTTGACATCCACAGAACTTAGCAGAGATGCT 840
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 929
TCGATGCAACGCGAAGAACCTTACCTGGTCTTGACATCCACAGAACTTAGCAGAGATGCT 988
Query 841 TTGGTGCCTTCGGGAACTGTGAGACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGC 889
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sbjct 989 GTGCCTTCGGGAACTGTGAGACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGC 1037
Gambar 8. Urutan basa nitrogen.
Download