Wijaya Vanessa Cassandra Wijaya Elisabeth Pristiwi Bahasa

advertisement
Wijaya 1
Vanessa Cassandra Wijaya
Elisabeth Pristiwi
Bahasa Indonesia
13 Desember 2012
Analisis Fungsi Uang dalam Drama Kunjungan Nyonya Tua Karya Friedrich
Durrenmatt
Uang hanyalah sebuah barang yang digunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidup masing-masing. Akan tetapi, dalam drama Kunjungan Nyonya Tua
karya Friedrich Durrenmatt, mengatakan hal yang berbeda. Di dalam drama tersebut,
uang dapat membeli harga diri, rasa kemanusiaan dan kebijaksanaan. Menurut Mark
Twain, penulis dan komedian asal Amerika tahun 1910, “Kejujuran adalah kebijakan
yang terbaik, bila ada uang di dalamnya” yang berarti kejujuran dan kebijakan dapat
terjadi dan diwujudkan dengan benar bila adanya uang. Claire, nyonya tua yang kaya
raya dan memiliki banyak sekali suami itu, datang kembali ke kota Gullen untuk
membalaskan dendamnya kepada mantan kekasihnya, yang bernama Ill. Claire ingin
membalaskan dendamnya karena masa lalu yang buruk yang telah dilakukan Ill, yaitu
menghamilinya, dan hal itu yang menyebabkan Claire di usir dari kota Gullen. Claire
membalaskan dendamnya dengan cara memberi imbalan satu milyar kepada siapa
saja warga kota Gullen yang bisa membunuh Ill.
Claire memanglah seorang nyonya tua yang pintar. Ia tidak hanya membuat Ill
menderita akan tetapi ia juga membuat warga kota Gullen yang mengusirnya itu tidak
mempunyai harga diri lagi. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kutipan dalam naskah
drama Kunjungan Nyonya Tua di mana beberapa percakapan terjadi. Zachanassian:
“Kemanusiaan, Tuan-tuan, diciptakan untuk dompet kaum jutawan, dengan kekuatan
uangku aku mampu menguasai dunia.” (Durrenmatt, 75). Claire, nyonya tua yang
kaya raya dan memiliki kekuasaan paling besar di dalam drama Kunjungan Nyonya
Tua ini, mampu melumpuhkan harga diri para warga. Zachanassian: “Akan
Wijaya 2
kukatakan. Kalian kuberi satu milyar, dangan imbalan keadilan untukku” (35). Warga
kota Gullen yang selain miskin, ternyata juga tidak punya harga diri. Kedua Wanita:
“Kami ngebon, Tuan Ill. Kami ngebon” (50). Selain karena kemiskinan yang melanda
warga kota Gullen, mereka juga rela menggantikan harga diri mereka dengan uang.
Bahkan mereka juga menggadaikan harga diri mereka dengan cara mengutang yang
nantinya hutang itu akan dibayar dengan uang yang diberikan oleh Claire, sebagai
imbalan untuk membunuh Ill. Hal tersebut juga merupakan tindakan kriminal dan
merendahkan harga diri mereka sendiri, karena dengan begitu mereka sama saja
derajatnya seperti seorang kriminal. Mereka, warga kota Gullen yang sangat
membutuhkan uang dari Claire untuk memenuhi kebutuhan hidup, rela melakukan
perbuatan hina yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia. Seluruh warga kota
Gullen yang melakukan perbuatan itu mempunyai derajat yang bahkan lebih rendah
dari seekor binatang sekalipun. Ada juga hal lain yang dapat dilihat di dalam buku,
yaitu pada saat seluruh warga kota termasuk walikota, berhutang kepada Ill,
mengenakan sepatu kuning, membawa senjata kemana-mana bahkan pendeta serta
walikota ikut bertingkah laku aneh seperti warga kota lainnya. Hal tersebut
mencerminkan salah satu simbol bahwa mereka telah berencana untuk membunuh Ill
agar mereka memiliki uang untuk membangun kota Gullen dan melunasi semua
hutang mereka
Selain harga diri mereka yang Claire hilangkan. Claire juga membuat
pemimpin dari kota Gullen kehilangan kebijaksanaan. Itu dapat di buktikan dari
percakapan dalam naskah drama ini. Walikota: “Nyonya Zachanassian! Kita ini di
Eropa, kita bukan orang-orang biadab. Atas nama kota Gullen, saya menolak tawaran
itu. Atas nama perikemanusiaan. Lebih baik kami tetap miskin, daripada berlumur
darah.” (39). Dalam situasi ini, walikota masih menjalankan tugasnya sebagai
Wijaya 3
walikota untuk menegakkan kebijaksanaan. Walikota: “Aku membawa senapan” (9).
Walikota: “Apakah Anda bersedia menerima keputusan kita bersama mengenai
diterima tidaknya hibah dari Claire Zachanassian” (105). Walikota kota Gullen yang
dulunya masih memiliki kebijaksaan terhadap rakyatnya akan tetapi, dia telah
dibutakan begitu saja hanya karena uang. Pada awalnya, walikota berkata bahwa kota
Gullen lebih baik miskin daripada berlumur darah tetapi pada akhirnya ia memilih
untuk membunuh Ill demi uang tawaran dari Claire.. Pendeta: “Saya akan berdoa
untuk Anda.” (110). Pendeta: “Semoga Tuhan mengampuni kita.” (110). Pendeta:
“Lari! Kita semua lemah, yang Kristen maupun yang kafir. Cepat, Lari, dentang
lonceng membahana di Gullen, dentang lonceng pengkhianatan. Lari! Jangan
jerumuskan kami ke dalam godaan.” (64). Orang yang di utus oleh tuhan untuk
membawakan firman untuk umat di dunia yang biasanya identik dengan kebijaksaan
selain walikota, pendeta juga kehilangan kebijaksaannya sebagai hamba Tuhan.
Pendeta adalah orang yang diutus Tuhan untuk melindungi umatnya, malahan ikutikutan berkhianat dan berpihak kepada warga yang salah. Pendeta menyuruh Ill pergi
karena pendeta sudah tergiur dengan tawaran Claire. Begitu juga dengan walikota
yang menyuruh Ill bunuh diri karena juga sudah tergiur oleh tawaran Ill
Claire juga membuat seluruh masyarakat yang tinggal di kota Gullen itu
seperti tidak memiliki rasa kemanusiaan mereka lagi. Ini dapat dibuktikan melalui
percakapan yang terdapat dalam naskah drama ini. Polisi: “Berdiri bangsat!” (110).
Walikota: “Masuklah ke dalam lorong.” (110). Polisi: “Ayo cepat!” (110). Dunia ini
memang kejam. Mereka saja yang kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, bagaimana bisa memiliki rasa kemanusiaan untuk orang sekelilingnya.
Semuanya yang menjadi bagian dari hidup mereka itu tergantung dari uang. Polisi
yang tadinya meyakinkan Ill bahwa tidak akan terjadi apa-apa kepada dirinya, akan
Wijaya 4
tetapi di akhir cerita, sang polisi bertindak kasar sewaktu hari kematian Ill telah tiba.
Dengan cara yang halus, walikota menyuruh Ill untuk masuk ke lorong dimana tempat
Ill akan mengakhiri hidupnya dengan maksud agar Ill mau masuk ke dalam lorong itu
dan lebih cepat mengakhiri hidupya, dan dengan begitu warga kota mendapatkan apa
yang mereka inginkan, yaitu uang yang ditawarkan oleh Claire sebagai imbalan atas
pembunuhan Ill. Pada akhirnya warga kota Gullen lebih memilih uang daripada rasa
perikemanusiaan mereka
Dari jalan cerita yang dibuat dalam drama tersebut, dapat menarik beberapa
kesimpulan. Seperti yang diketahui, uang bukanlah segalanya untuk hidup ini akan
tetapi, dalam drama Kunjungan Nyonya Tua ini, memberitahukan apa yang
sebenarnya akan terjadi jika tidak ada uang di suatu tempat. Sebenarnya uang
bukanlah hal yang paling penting dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, dalam
drama Kunjungan Nyonya Tua ini, menggambarkan bahwa uang dapat di simbolkan
sebagai suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena uang mampu
untuk membeli harga diri, rasa kemanusiaan dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh
warga kota Gullen yang merupakan hal terpenting yang harusnya mereka miliki dan
mereka jaga didalam kehidup mereka, untuk menjalankan perbuatan-perbuatan yang
baik yang seharusnya mereka lakukan.
Referensi
Durrenmatt, Friedrich. Kunjungan Nyonya Tua. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1991.
Download