4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Angin dan Proses Terjadinya Angin Menurut Harun (1987) yang diacu oleh Setiono (2006), adanya perbedaan suhu antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain di permukaan bumi ini menyebabkan timbulnya angin. Terjadinya perputaran udara yaitu perpindahan udara dari daerah khatulistiwa (suhu tinggi) ke daerah kutub (suhu rendah) dan sebaliknya dari daerah kutub (suhu rendah) ke daerah khatulistiwa (suhu tinggi). Perpindahan udara atau gesekan udara terhadap permukaan bumi inilah yang disebut dengan angin. Perbedaan suhu di permukaan bumi dikarenakan penyinaran matahari ke bumi dan peredaran bumi terhadap matahari. Oleh karena itu, adanya angin pada suatu wilayah tergantung perbedaan suhu, sehingga dapat dikatakan secara periodik angin di suatu wilayah dibangkitkan kembali selama ada perbedaan suhu oleh penyinaran matahari. Atas dasar hal tersebut, angin dapat dikatakan sebagai sumber daya energi terbarukan. 2.1.1 Alat ukur kecepatan angin Menurut Safarudin (2003) yang diacu oleh Alamsyah (2007), untuk memperkirakan kecepatan angin di lokasi, dapat dipergunakan dua teknik. Teknik pertama yaitu menggunakan alat yang disebut anemometer, sedangkan teknik kedua yaitu menggunakan pengamatan langsung berdasarkan Skala Beaufort. (1) Anemometer Kecepatan angin diukur dengan alat yang disebut anemometer. Anemometer jenis mangkok adalah yang mempunyai sumbu vertikal dan tiga buah mangkok yang berfungsi menangkap angin. Sumber: Safarudin (2003) diacu oleh Alamsyah (2007) Gambar 1 Anemometer. 5 Jumlah putaran per menit dari poros anemometer dihitung secara elektronik. Biasanya, anemometer dilengkapi dengan sudut angin untuk mendeteksi arah angin. Jenis anemometer lain adalah anemometer ultrasonik atau jenis laser yang mendeteksi perbedaan fase dari suara atau cahaya koheren yang dipantulkan dari molekul-molekul udara. (2) Skala Beaufort Menurut Hofman (1987) yang diacu oleh Alamsyah (2007), kecepatan angin dan tipe angin juga dapat diperkirakan dengan menggunakan skala Beaufort, dimana skala Beaufort memperkirakan kecepatan angin berdasarkan kondisi visual yang terdapat di daratan dan lautan. Sehingga, dapat ditentukan tipe angin di suatu wilayah berdasarkan besarnya kecepatan angin di wilayah tersebut. Berikut tabel skala Beaufort beserta penjelasannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Skala Beaufort. Skala Beaufort Skala Petersen 0 Datar 1 Datar 2 Riakan ringan 3 Riakan ringan sampai bergelombang 4 Bergelombang 5 Dahsyat 6 Laut yang agak dahsyat 7 Laut yang liar Uraian jelas dari angin Lazim Lazim dipakai di dipakai di laut darat Suasana Tidak ada sunyi angin Lemah dan Angin sunyi lemah Kesejukan Angin lemah lemah m/s km/jam 0-0,2 0-1 0,3-1,5 2-5 1,6- 3,3 6-11 3,4-5,4 12-19 5,5-7,9 20-28 8,0-10,7 29-38 Angin kencang 10,8-13,8 39-49 Angin keras 13,9-17,1 50-61 Kesejukan ringan Angin lemah Kesejukan sedang Angin sepoi – sepoi yang segar Angin sepoi – sepoi yang kaku Angin sedang Angin yang cukup kencang - Kecepatan angin 6 Skala Beaufort 8 9 10 11 12 Skala Petersen Laut yang tinggi Laut yang tinggi Laut yang sangat tinggi Laut yang luar biasa tinggi Liar Uraian jelas dari angin Lazim Lazim dipakai di dipakai di laut darat Angin taufan Kecepatan angin m/s Km/jam 17,2-20,7 62-74 - Taufan 20,8-24,4 75-88 - Taufan berat 24,5-28,4 89-102 - Badai 28,5-32,6 103-117 - Badai > 32,6 > 117 Sumber: Hofman (1987) diacu oleh Alamsyah (2007) 2.1.2 Jenis –jenis angin Menurut Wyrtki (1961) yang diacu oleh Suardi (2009), secara umum angin dapat dibagi menjadi angin lokal dan angin musim. Salah satu yang termasuk ke dalam angin lokal yaitu angin angin laut dan angin darat. (1) Angin laut Angin laut terjadi ketika pada pagi hingga menjelang sore hari, daratan menyerap energi panas lebih cepat dari lautan. Sehingga suhu udara di darat lebih panas daripada di laut, akibatnya udara panas di daratan akan naik dan digantikan udara dingin dari lautan. (2) Angin darat Angin darat terjadi ketika pada malam hari energi panas yang diserap permukaan bumi sepanjang hari akan dilepaskan lebih cepat oleh daratan (udara dingin), sementara itu di lautan energi panas sedang dalam proses dilepaskan ke udara. Gerakan konvektif tersebut menyebabkan udara dingin dari daratan bergerak menggantikan udara yang naik di lautan sehingga terjadi aliran udara dari darat ke laut, dan biasanya angin darat terjadi pada tengah malam dan dini hari. Kedua angin ini banyak dimanfaatkan oleh para nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pada malam hari saat bertiupnya angin darat, para nelayan pergi menangkap ikan di laut. Sebaliknya pada siang hari saat bertiupnya angin laut, para nelayan pulang dari penangkapannya. 7 2.1.3 Pola umum angin di Indonesia Pola angin yang sangat berperan di Indonesia yaitu angin muson. Hal ini disebabkan karena Indonesia teletak di antara dua benua yaitu Benua Asia dan Australia dan di antara dua samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Menurut Wyrtki (1961) yang diacu oleh Suardi (2009), keadaan musim di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan, yaitu : (1) Musim Barat (Oktober – April) Di Pulau Jawa angin ini dikenal sebagai angin muson barat laut, musim barat umumnya membawa curah hujan yang tinggi di Pulau Jawa. Angin muson barat berhembus pada bulan Oktober - April, terjadi pergerakan angin dari benua Asia ke benua Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan tentunya banyak membawa uap air dan setelah sampai di kepulauan Indonesia turun hujan. Setiap bulan November, Desember, dan Januari Indonesia bagian barat sedang mengalami musim hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi. (2) Musim Timur (April - Oktober) Angin muson timur berhembus setiap bulan April - Oktober, dimana selama musim timur biasanya Pulau Jawa mengalami kekeringan. Terjadi pergerakan angin dari benua Australia ke benua Asia melalui Indonesia sebagai angin muson timur. Angin ini tidak banyak menurunkan hujan, karena hanya melewati laut kecil. Oleh sebab itu, di Indonesia sering menyebutnya sebagai musim kemarau. (3) Musim Peralihan Diantara musim penghujan (Musim Barat) dan musim kemarau (Musim Timur) terdapat musim lain yang disebut Musim Pancaroba (Peralihan). Adapun ciri-ciri musim pancaroba (peralihan), yaitu antara lain udara terasa panas, arah angin tidak teratur, sering terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat dan lebat. Musim peralihan terbagi menjadi dua periode, yaitu periode Maret – Mei dikenal seagai musim Peralihan I atau Muson pancaroba awal tahun. Sedangkan, periode September – November disebut musim peralihan II atau musim pancaroba akhir tahun. Pada musim-musim peralihan, matahari bergerak melintasi khatulistiwa, sehingga angin menjadi lemah dan arahnya tidak menentu. 8 2.2 Jenis Turbin An ngin Mennurut Kamuus Besar Baahasa Indon nesia (KBBII), pengertiian turbin adalah a mesin atauu motor yanng roda pennggeraknyaa berporos dengan d suduu (baling-baaling) yang digeerakkan olehh aliran air,, uap atau udara. u Sedaangkan, turbbin angin adalah a alat untukk merubah energi e angiin (energi gerak) g menjjadi energi listrik. Meenurut Safarudin (2003) yanng diacu oleeh Alamsyaah (2007), turbin t anginn dibagi meenjadi urbin anginn darrieus. dua jenis, yaitu turbinn angin proppeller dan tu (1) Turbinn angin Proopeller adaalah jenis turbin t anginn dengan pporos horizzontal seperti baling – baaling pesaw wat terbang pada p umum mnya. Turbinn angin ini harus diarahkkan sesuai dengan d arah angin yang g paling tingggi kecepataannya. (2) Turbinn angin Darrieus meruupakan suaatu sistem konversi k ennergi angin yang digolonngkan dalam m jenis turbin angin beerporos tegaak. Turbin aangin ini perrtama kali dittemukan oleh GJM Daarrieus tahu un 1920. Keuntungan K dari turbin jenis Darrieuus yaitu tidak memerluukan mekan nisme orientasi pada arrah angin. Untuk U gambarr turbin anggin dapat dillihat pada Gambar G 2 di bawah ini. Sumberr: Safarudin (22003) diacu oleh Alamsyahh (2007) Gam mbar 2 Turbbin angin Prropeller dann Darieus. 2.2.1 Kon nstruksi turrbin angin Mennurut Triharryanto (20007), kontru uksi turbin angin secarra umum terdiri t beberapa macam m subb sistem yanng dapat meeningkatkann efisiensi ddari turbin angin tersebut yaaitu sebagaii berikut : 1) Sudu Sudu merupakan m bagian rotoor dari turb bin angin, dimana d rotoor ini meneerima energi kinnetik dari anngin dan diruubah ke dallam energi gerak g putar.. 9 (1)Model sudu Model sudu yang umum digunakan untuk turbin angin tipe horizontal (propeller) terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu (1) bentuk persegi panjang, (2) bentuk taper linier terbalik dan (3) bentuk taper linier. Seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah ini. (1) (2) (3) Sumber: Triharyanto (2007) Gambar 3 Jenis-jenis model sudu. Model sudu yang paling baik adalah yang mendekati bentuk streamline, dalam pengujian ini digunakan bentuk taper linear sebagai bentuk yang mendekati kondisi streamline. Menurut Hofman (1987) yang diacu oleh Alamsyah (2007), untuk mendapatkan hasil yang optimal dari sebuah turbin angin, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu bentuk sudu seperti sekrup atau memuntir, sehingga aerodinamisnya semakin baik. Untuk mendapatkan energi yang lebih baik, puli dipasang langsung pada rotor. Serta sudu yang ideal berjumlah 3 buah sudu, karena menghasilkan pembagian gaya dan keseimbangan yang lebih baik. (2) Jumlah sudu/daun pada baling-baling Menurut Jhon (1985) yang diacu oleh Guntoro (2008), menyatakan bahwa semakin besar luas baling-baling maka akan menghasilkan gaya yang besar pula. Akibatnya akan menyebabkan putaran rotor yang semakin cepat dan menghasilkan daya listrik keluaran yang semakin besar. Demikian pula, dengan menambah jumlah sudu pada baling-baling akan menambah luas baling-baling yang berarti akan menambah gaya pada turbin sehingga akan memperbesar putaran rotor. Selain itu menurut Guntoro (2008), bahwa semakin banyak jumlah sudu pada baling-baling efisiensi daya listriknya cenderung semakin besar. Hal ini terjadi karena gaya angkat angin menjadi besar dengan bertambahnya luas baling-baling (luas bertambah karena jumlah 10 sudu bertambah) sehingga kecepatan putaran rotor (alternator) juga semakin lebih besar, akibatnya daya dan arus listrik yang dihasilkan juga semakin besar. Menurut Fyson (1985) yang diacu oleh Sambada (2001), baling-baling pada kapal adalah alat untuk melanjutkan putaran yang diberikan mesin utama yang disalurkan melalui poros (shafting) baling-baling yang berupa kekuatan hantar (delivered horse power) menjadi tenaga dorong (thrust horse power) untuk melakukan gerakan atau mendorong kapal. Dimensi propeller menurut Fyson (1985) terdiri dari diameter baling-baling (Dp), diameter hub (biasanya 0,2 Dp), Disc Area Ratio (DAR) adalah total luas daun baling-baling per luas sapuan baling-baling, dan untuk baling-baling kapal berdaun tiga biasanya memiliki nilai DAR =0,5. Bentuk daun baling-baling secara melintang dan membujur, rake dan skew, pitch dan slip. Menurut Harvald (1992) yang diacu oleh Sambada (2001), semakin sedikit jumlah daun baling-baling semakin tinggi efisiensi baling-baling. Hal ini berlaku jika angka maju mempunyai harga yang tetap. Dengan harga maju yang sudah tertentu demikian itu maka berarti harus dipilih baling-baling dengan jumlah daun yang sesedikit mungkin. Tetapi jika dilakukan perhitungan dengan menganggap bahwa kecepatan, dan dengan demikian daya balingbaling yang diperlukan serta garis tengah baling-baling semuanya sudah tertentu, dan memenuhi kriteria kavitasi maka penambahan jumlah daun baling-baling akan menurunkan efisiensi. Jumlah daun baling-baling tidak memiliki pengaruh yang berarti pada daya yang diperlukan untuk menggerakkan kapal. (2) Generator Generator merupakan salah satu komponen terpenting dalam pembuatan sistem turbin angin, karena generator ini dapat mengubah energi gerak menjadi energi listrik. (3) Tower Tower atau tiang penyangga yaitu bagian struktur dari turbin angin horizontal yang memiliki fungsi sebagai struktur utama penopang dari komponen sistem terangkai sudu, poros dan generator. 11 2.3 Altern nator Mobill Mennurut Niponndenso (1980) yang diacu d oleh Setiono (22006), alterrnator adalah suuatu mesin yang menngubah ten naga mekannik menjaddi tenaga liistrik. Pengubahaan energi angin a menjaadi energi listrik l pada alat-alat yang kecil dapat dilakukan memakai alternator a m mobil, energ gi mekanik dan mesin diterima melalui sebuah puulley yang memutarkan m n rotor dan membangkkitkan arus bbolak-balik k pada stator. Aruus bolak-ballik ini diubaah menjadi arus searahh oleh diodee, Bagian-b bagian utama padda alternatoor adalah rootor yang membangkitk m kan elektrom magnetik. Stator S yang mem mbangkitkann arus listrrik dan diode yang menyearahka m an arus. Seebagai tambahan,, terdapat pula brushh yang meengalirkan arus ke rotor coil untuk u memperhaalus putarann rotor dan fan untuk mendingink m kan rotor, stator serta diode dan semua bagian teersebut dipeegang oleh front dan rear framee. Untuk gaambar alternatorr mobil disaampaikan paada Gambarr 4 di bawahh ini. Sum mber: Setiono o (2006) Gaambar 4 Altternator moobil. Kecepatan angiin (km/jam)) sangat beerpengaruh terhadap keecepatan pu utaran D sem makin tingg gi kecepataan angin ((km/jam) diikuti d (rpm) alteernator. Dimana, dengan seemakin cepaatnya putarran (rpm) alternator, hal h ini mem mbuktikan bahwa b kecepatann angin (km m/jam) berbbanding lu urus dengann kecepatann putaran (rpm) ( alternator.. Selain itu,, pada alterrnator mobil, saat rpm m rendah m maka keluaraannya akan renddah. Sebalikknya, semakkin tinggi rpm maka keluarannyya akan sem makin tinggi (Alaamsyah, 2007). 2.4 Sistem m Penyimpaanan Energgi Listrik Mennurut Alam msyah (20077), karena terbatasnya t a ketersediaaan energi angin (tidak seppanjang harri angin akaan selalu teersedia) maaka keterseddiaan listrik k pun tidak mennentu, oleh karena itu digunakan alat penyim mpan energii yang berffungsi 12 sebagai back-up energi e listrrik. Ketikaa beban penggunaaan daya listrik l m attau ketika kecepatan angin suatuu daerah seedang masyarakaat/lampu meningkat menurun, maka kebuutuhan perm mintaan akan daya lisstrik tidak dapat terpeenuhi. k Oleh kareena itu, kitaa perlu mennyimpan seebagian eneergi yang ddihasilkan ketika terjadi keelebihan daaya pada saat turbin n angin beerputar kenncang atau saat penggunaaan daya padda masyarakkat menurun n. Penyyimpanan energi e ini diiakomodasi dengan meenggunakann alat penyimpan energi, coontoh sederrhana yang dapat dijaadikan sebaagai alat peenyimpan energi e listrik adaalah accu mobil. m Accuu mobil meemiliki kappasitas penyyimpanan energi e yang cukuup besar, sehingga energi e dapaat digunakaan secara m maksimal untuk u memenuhii kebutuhaan listrik. Untuk gam mbar accu mobil dissampaikan pada Gambar 5 di bawah inni. Sumber:: Alamsyah (2 2007) Gambar 5 Accu mobiil 12 Volt 455 Ah. m Kelistrik kan pada Kapal K Penan ngkap Ikan n 2.5 Sistem Mennurut Koenhhardono (20009), sistem m kelistrikaan yang adaa di darat dan d di kapal tidaak berbeda. Daya listrikk dihasilkan n oleh suatuu sistem pembangkit liistrik, kemudian didistribussikan melaluui sistem kaawat menujju ke bebann listrik. Ap pabila sistem kellistrikan di darat meruupakan sisttem terpusaat, dimana beberapa sistem pembangkkit listrik yang terpiisahkan daalam jarak puluhan bahkan raatusan kilometer menjadi saatu, untuk memenuhi m kebutuhan daya listrikk konsumen n dari satu atau beberapa b puulau. Sisteem kelistrikkan di kapaal hanya un ntuk memennuhi kebutuuhan di kap pal itu sendiri, diimana jarakk antara sisstem pembaangkit dan konsumen hanya beb berapa puluh meter tergantuung pada ukuran u kap pal. Perencaanaan sistem m kelistrikan di kapal haruus mampu menjaga kontinyuitas k ketersediaan tenaga llistrik yang g ada, 13 sehingga dalam perencanaannya diperlukan pertimbangan-pertimbangan agar generator yang digunakan dapat melayani kebutuhan listrik secara optimal pada berbagai kondisi operasi di kapal (Koenhardono, 2009). 2.6 Lampu LED (Light Emitting Diode) Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya. Sebuah LED adalah sejenis dioda semikonduktor istimewa. Seperti sebuah dioda normal, LED terdiri dari sebuah chip bahan semikonduktor yang diisi penuh, atau di-dop, dengan ketidakmurnian untuk menciptakan sebuah struktur yang disebut p-n junction. Pembawa muatanelektron dan lubang mengalir ke junction dari elektroda dengan voltase berbeda. Ketika elektron bertemu dengan lubang, dia jatuh ke tingkat energi yang lebih rendah, dan melepas energi dalam bentuk photon (Routledge, 2002). Sumber: Routledge (2002) Gambar 6 Bagian lampu LED. LED mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan lampu pijar konvensional. LED tidak memiliki filamen yang terbakar, sehingga usia pakai LED jauh lebih panjang daripada lampu pijar, LED tidak memerlukan gas untuk menghasilkan cahaya. Selain itu bentuk dari LED yang sederhana, kecil dan kompak memudahkan penempatannya. Di dalam hal efisiensi, LED juga memiliki keunggulan. Pada lampu pijar konvensional, proses produksi cahaya menghasilkan panas yang tinggi karena filamen lampu harus dipanaskan.LED hanya sedikit menghasilkan panas, sehingga porsi terbesar dari energi listrik yang ada digunakan untuk menghasilkan cahaya dan membuatnya jauh lebih efisien (Kuniyo, 2006). 14 2.7 Lamp pu Navigasii Laampu navigaasi adalah lampu l kapaal yg harus dipasang pada waktu kapal berlayar pada p malam m hari untukk mengetah hui arah kappal, jenis kkapal dan uk kuran kapal. Meenurut FAO O (2009), penggunaan p n lampu naavigasi dibbagi berdasarkan ukuran kaapal. Untukk ukuran peertama, yaiitu kapal yang y mempuunyai ukurran di bawah tujuh meter (< < 7 meter) dan kecepaatan kurangg dari 7 knoot menggun nakan p posisi lampu dipaasang diatass kapal dan harus lampu navvigasi yang berwarna putih, terlihat hinngga jarak 2 mil, serta lampu terseebut harus terlihat dari segala arah h. Posissi lampu Sumber: FA AO (2009) G Gambar 7 Posisi P lampuu pada kapaal ukuran kuurang dari 7 meter. Ukkuran keduaa yaitu kapaal yang mem mpunyai ukuuran 7 meteer sampai deengan 12 meter (7-12 meterr). Pada kaapal ukuran ini digunakkan tiga waarna lampu yaitu merah, hijjau, dan puutih. Lampuu merah dan n hijau haruus terlihat hhingga jaraak 1,5 mil dan haanya bisa diilihat dari saatu sisi sajaa. Untuk lam mpu merah hharus bisa dilihat d dari sisi kiri saja dan d lampu hijau hany ya bisa dillihat dari sisi kanan saja. Sedangkann lampu puutih harus terlihat hing gga jarak 2 mil dan daapat terlihatt dari segala arahh. Sumber: FA AO (2009) Gambarr 8 Posisi lam mpu pada kapal k ukurann 7 – 12 meeter. 15 Ukkuran ketigga yaitu kaapal yang mempunyai m i ukuran 12 meter saampai dengan 200 meter (12-20 meterr). Pada kaapal ukurann ini digunaakan tiga warna w lampu yaitu merah, hijau, h dan puutih. Lampu u merah dann hijau haruus terlihat hingga m dan hannya bisa dillihat dari saatu sisi saja. Untuk lam mpu merah harus jarak 1,5 mil bisa dilihaat dari sisi kiri saja daan lampu hijau h hanya bisa dilihaat dari sisi kanan k saja. Lam mpu putih haarus terlihaat hingga jaarak 3 mil dan d dapat tterlihat darii arah depan. Seedangkan laampu putih yang lain harus h dapatt dilihat hinngga jarak 2 mil dan dapat dilihat dari arah belakaang saja. Sumber: FA AO (2009) Gambar 9 Posisi lam mpu pada kaapal ukurann 12 – 20 meeter.