2 KANDUNGAN FORMALIN DALAM BAHAN MAKANAN DI BANDA ACEH* 1 Sitti Saleha1, Khairi1, Muammar Yulian2 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala B Aceh, 2IAIN ArRaniry B Aceh ABSTRACT The qualitative and quantitative analyses of formalin in food sample in Banda Aceh had been done. The analyzed samples were noodles, tuna fish, dried teri fish, and tofu. The qualitative analysis using KMnO4 shown that all samples were positive contain of formalin. Quantitative analysis using spectrophotometer based on reaction of chromotropic acid and formalin at the wavelength of 573 nm. Samples were divided into three treatment, those were without treatment, washed by water and soaked in boiling water. The result shown that the deflations of formalin concentration until 60.98% at soaked sample and 57.56% at washed sample. The standard deviation is 0.0008 with the recovery is 97.35 %, deviation of precision is 0.03% and deviation of accuracy is 2.65 % were achieved in validity method test. Keywords: food, formalin, chromotropic acid Pendahuluan Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan menambahkan zat kimia ke dalam makanan yang akan diawetkan. Bahan kimia yang diizinkan ditambahkan ke dalam makanan dalam jumlah sedikit sebagai pengawet dan tergolong ke dalam bahan tambahan pangan antara lain natrium benzoat, asam sorbat, natrium atau kalium propionat, etil format, nitrit dan nitrat (Winarno et al., 1980). Akhir-akhir ini sering dilakukan penyalahgunaan bahan kimia sebagai pengawet makanan. Untuk memperpanjang masa simpan bahan makanan, produsen mengawetkan dengan cara sederhana dan mudah namun membahayakan bagi kesehatan, seperti dengan penambahan formalin. Bahan makanan yang rawan akan penambahan formalin adalah mi basah, tahu, ikan segar dan ikan asin. Pemerintah melalui peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 melarang penggunaan formalin dalam makanan maupun minuman. Formalin adalah larutan formaldehid dalam air. Formalin umumnya mengandung formaldehid 37% dan metanol 10-15 %. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan penggunaan formalin sebagai pengawet makanan meningkat, antara lain mudah didapatkan di pasaran dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan bahan pengawet seperti natrium benzoat atau natrium sorbat, jumlah yang digunakan lebih sedikit dibandingkan bahan pengawet, mudah digunakan untuk proses pengawetan karena berbentuk larutan, proses pengawetan lebih singkat dan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya formalin. Penambahan formalin pada bahan makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntahmuntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin dengan dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan kejang-kejang dan muntah darah yang berakhir dengan kematian. Analisis kualitatif formalin dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan menggunakan KMnO4, sementara analisis kuantitatif dilakukan secara spektrofotometri dengan menggunakan pereaksi Nash (Williams, 1984), 2,4-dinitrofenilhidrazin (Hadi, 2003), alkanon dalam garam asetat (Supriyanto, 2006) dan asam kromotropat dalam asam sulfat (BPPOM, 2000). Senyawa formaldehid bersifat polar, larut dalam air dan mudah menguap. Berdasarkan sifat kimia tersebut, perlakuan pencucian dengan air dan perendaman dalam air mendidih diduga dapat memperkecil kandungan formalin dalam bahan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan formalin dalam bahan makanan di Banda Aceh dan pengaruh perlakuan pencucian dengan air sebanyak tiga kali atau perendaman dalam air mendidih selama 10 menit terhadap kandungan formalin dalam bahan makanan. *Telah dipresentasikan pada SEMIRATA-BKS PTN B, 4-5 Mei 2009 3 Metode Penelitian 1. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah mi basah yang diperoleh dari empat tempat produksi di Banda Aceh, yaitu Ulee Kareng, Peunayong I, Peunayong II, Seutui, ikan tongkol yang diperoleh dari tempat pelelangan ikan Lampulo serta ikan teri kering dan tahu yang diperoleh dari pasar tradisional di Banda Aceh. 2. Prosedur a. Analisis kualitatif formalin Kalium permanganat dilarutkan dalam air hingga larutan berwarna merah muda. Sampel ditambahkankan dalam larutan kalium permanganat. Hilang atau berkurangnya warna merah muda menunjukkan adanya formalin dalam sampel. b. Analisis kuantitatif formalin 1. Penentuan panjang gelombang maksimum. Sebanyak 5 mL asam kromotropat dalam asam sulfat ditambahkan pada 2 mL larutan formalin 3 ppm. Absorbansi larutan diukur pada kisaran panjang gelombang 566-580 nm. 3. Kurva kalibrasi Larutan formalin disiapkan dengan variasi konsentrasi. Sebanyak 5 mL asam kromotropat dalam asam sulfat ditambahkan pada 2 mL larutan formalin. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang maksimum dan diplotkan kurva konsentrasi larutan terhadap absorbansi. 4. Penentuan konsentrasi formalin dalam sampel a. Sampel dibagi dalam tiga perlakuan. Bagian pertama dibiarkan tanpa perlakuan, bagian kedua dicuci dengan air sebanyak tiga kali dan bagian ketiga direndam dalam air mendidih selama 10 menit. b. Sebanyak 20 g sampel ditambahkan dalam 200 mL aquades dan ditambahkan 5 mL larutan asam fosfat 10 %. c. Sampel didistilasi perlahan hingga diperoleh 50 mL distilat yang ditampung dalam gelas Erlenmenyer yang telah berisi 10 mL aquades. d. 2 mL distilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL larutan asam kromotropat 0,5 % dalam asam sulfat 60 %. e. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang maksimum f. Ditentukan konsentrasi formalin dalam sampel. Hasil dan Pembahasan 1. Analisis kualitatif formalin dalam bahan makanan Pada penelitian ini dianalisis sampel bahan makanan berupa mi basah, ikan tongkol, tahu dan ikan teri kering. Sampel yang telah dihaluskan kemudian ditambahkan ke dalam larutan KMnO4 yang berwarna merah muda dan diaduk. Pada semua sampel, warna merah muda dari KMnO4 menjadi berkurang atau hilang. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel mengandung formalin. Perubahan warna larutan KMnO4 disebabkan karena gugus aldehida mereduksi KMnO4 sehingga larutan yang semula berwarna merah muda berubah menjadi pudar atau bahkan tidak berwarna (Gambar 1). O 4 KMnO4 + 2 H – C O 2K2O + 4 MnO2 + 2 O2 + 2 H – C H OH Gambar 1. Reaksi antara kalium permanganat dan formalin 2. Kandungan formalin dalam bahan makanan Analisis konsentrasi formalin dalam bahan makanan dilakukan dengan menggunakan pereaksi asam kromotropat dalam asam sulfat. Reaksi ini membentuk senyawa kompleks 4 berwarna violet (Gambar 2). Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum, yaitu 573 nm. Asam kromotropat Senyawa kompleks berwarna violet Gambar 2. Reaksi antara asam kromotropat dan formalin Analisis konsentrasi formalin pada sampel bahan makanan dilakukan per minggu selama 3 minggu berturut-turut (Tabel 1 dan 2). Sampel diambil pada pagi hari di tempat yang sama di setiap minggu. Tabel 1. Hasil analisis kuantitatif kandungan formalin pada sampel mi basah di kota Banda Aceh No Konsentrasi (ppm) Sampel Minggu ke- 1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Rata-rata 1 Mi Ulee Kareng 0,644 0,478 0,107 0,410 2 Mi Peunayong I 1,849 1,511 1,015 1,458 3 Mi Peunayong II 5,644 2,220 0,823 2,895 4 Mi Seutui 0,266 0,525 0,478 0,423 Tabel 2. Konsentrasi formalin pada ikan tongkol, tahu dan ikan teri kering di Banda Aceh No Konsentrasi (ppm) Sampel Minggu ke- 1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Rata-rata 1 Ikan tongkol 1,06 0,36 0,15 0,52 2 Tahu 0,38 0,21 0,11 0,23 3 Ikan teri kering 0,58 0,13 0,16 0,29 Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa konsentrasi formalin pada masing-masing sampel sangat bervariasi untuk setiap kali pengujian. Hal ini mengindikasikan tidak adanya takaran dalam menambahkan formalin, yang menunjukkan rendahnya kepedulian akan bahaya formalin. Nilai rata-rata konsentrasi formalin tertinggi diperoleh pada ikan tongkol (0,52 ppm), sementara yang terendah terdapat pada tahu (0,23 ppm). Formaldehid, sebagai komponen utama formalin, bersifat larut dalam air dan memiliki titik didih yang rendah. Berdasarkan sifat tersebut, pada penelitian ini penentuan kandungan formalin juga dilakukan terhadap bahan makanan yang diberi perlakuan pencucian dengan air sebanyak tiga kali dan perendaman dalam air mendidih selama 10 menit. Pada penelitian ini diperoleh bahwa bahan makanan yang diberi perlakuan pencucian dengan air atau perendaman dalam air mendidih memiliki konsentrasi formalin yang lebih rendah dibandingkan bahan makanan tanpa perlakuan (Tabel 3 dan 4). Perlakuan pencucian dengan air 5 dan perendaman dalam air mendidih terbukti dapat memperkecil konsentrasi formalin dalam bahan makanan. Tabel 3. Konsentrasi formalin pada sampel mi basah yang diberi perlakuan berbeda Konsentrasi (ppm) No Sampel 1 Mi Ulee Kareng 2 Mi Peunayong I 3 Mi Peunayong II 4 Mi Setui Minggu Ke- 1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Rata-rata a. Tanpa perlakuan 0,64 0,48 0,11 0,41 b. Dicuci 0,31 0,11 0,10 0,17 c. Direndam 0,30 0,09 0,09 0,16 a. Tanpa perlakuan 1,85 1,51 1,02 1,46 b. Dicuci 1,82 1,51 0,70 1,34 c. Direndam 0,90 0,84 0,20 0,65 a. Tanpa perlakuan 5,64 2,22 0,82 2,89 b. Dicuci 5,49 1,07 0,36 2,31 c. Direndam 4,74 0,30 0,15 1,73 a. Tanpa perlakuan 0,27 0,53 0,48 0,43 b. Dicuci 0,17 0,43 0,41 0,34 c. Direndam 0,15 0,33 0,08 0,19 Tabel 4. Konsentrasi formalin pada ikan tongkol, tahu dan ikan teri kering yang diberi perlakuan berbeda Konsentrasi (ppm) No 1 2 3 Sampel Ikan tongkol Tahu Ikan teri kering Minggu Ke- 1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Rata-rata a. Tanpa perlakuan 1,06 0,36 0,15 0,52 b. Dicuci 0,82 0,11 0,11 0,35 c. Direndam 0,52 0,07 0,10 0,23 a. Tanpa perlakuan 0,38 0,21 0,11 0,23 b. Dicuci 0,32 0,17 0,08 0,19 c. Direndam 0,29 0,10 0,07 0,15 a. Tanpa perlakuan 0,58 0,13 0,16 0,29 b. Dicuci 0,53 0,09 0,15 0,26 c. Direndam 0,32 0,08 0,08 0,16 6 Terjadinya penurunan kadar formalin pada bahan makanan yang diberi perlakuan pencucian dengan air diduga disebabkan adanya formalin yang larut dalam air dan terbuang besama air cucian. Perlakuan perendaman dalam air mendidih menghasilkan penurunan konsentrasi formalin yang lebih besar. Hal ini diduga disebabkan karena sebagian formalin menguap dan sebagiannya larut dalam air yang digunakan untuk merendam sampel. Perlakuan pencucian bahan makanan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi formalin hingga 57,56 % sementara perlakuan perendaman bahan makanan dalam air mendidih dapat menurunkan konsentrasi formalin hingga 60,98 % (Tabel 5 dan 6). Tabel 5. Penurunan kadar formalin pada mi basah setelah perlakuan No 1 2 3 4 Sampel Mi Ulee Kareng Mi Peunayong I Mi Peunayong II Mi Setui Konsentrasi rata-rata (ppm) Perbedaan Konsentrasi ppm Persentase (%) a. Tanpa perlakuan 0,410 - - b. Dicuci 0,174 0,236 57,56% c. Direndam 0,160 0,250 60,98% a. Tanpa perlakuan 1,458 - - b. Dicuci 1,339 0,119 8,16% c. Direndam 0,648 0,810 55,56% a. Tanpa perlakuan 2,895 - - b. Dicuci 2,306 0,589 20,35% c. Direndam 1,730 1,165 40,24% a. Tanpa perlakuan 0,423 - - b. Dicuci 0,339 0,084 19,86% c. Direndam 0,187 0,236 55,79% Tabel 6. Penurunan kadar formalin pada mi basah setelah perlakuan No 1 2 3 Ikan tongkol Tahu Ikan teri kering Perbedaan konsentrasi Konsentrasi formalin (ppm) ppm Persentase (%) a. Tanpa perlakuan 0,52 - - b. Dicuci 0,35 0,18 33,71 c. Direndam 0,23 0,29 56,00 a. Tanpa perlakuan 0,23 - - b. Dicuci 0,19 0,04 18,89 c. Direndam 0,15 0,08 33,05 a. Tanpa perlakuan 0,29 - - b. Dicuci 0,26 0,03 11,68 c. Direndam 0,16 0,13 45,02 Sampel 7 Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, proses penyiapan bahan makanan dengan cara pencucian dan perendaman dalam air mendidih dapat digunakan untuk mengurangi kadar formalin yang diduga terdapat dalam bahan makanan yang akan dikonsumsi, meskipun proses perendaman dalam air mendidih mungkin akan mempengaruhi tekstur bahan makanan yang akan diolah. Formalin memiliki berat molekul yang kecil, yaitu 30,03 g/mol yang memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam tubuh. Gugus karbonil yang dimiliki formalin bersifat sangat aktif dan dapat bereaksi dengan gugus -NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap. Enzim, hormon atau reseptor adalah protein tersier atau kwarterner yang jika bereaksi dengan gugus karbonil dari formalin dapat menghilangkan sifat spesifiknya. Metabolit yang terdapat pada RNA dan DNA juga dapat berikatan dengan gugus karbonil pada formalin sehingga dapat menyebabkan cacatnya gen dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker (Harmita, 2006).. Pada saluran pencernaan, formalin akan dihidrolisis menjadi formaldehid kemudian dimetabolisme menjadi asam formiat (HCOOH). Selain itu, metanol yang terdapat pada larutan formalin juga akan dimetabolisme menjadi asam formiat yang bersifat korosif (merusak) jaringan dan dapat meningkatkan keasaman darah. Keracunan formalin melalui mulut dapat menyebabkan sakit perut yang diikuti kolaps, hilang kesadaran dan anuria, bahkan kemungkinan akan timbul rasa mual, muntah dan dapat menyebabkan kematian akibat gagal peredaran darah (Sartono, 2001). 3. Uji validitas pengukuran Untuk mengetahui validitas dari pengukuran yang telah dilakukan, ditentukan beberapa parameter analisa seperti standar deviasi, rekoveri, ketepatan dan ketelitian metode. Pada penelitian ini diperoleh standar deviasi dan rekoveri sebesar 0,0008 dan 97,35 % dengan penyimpangan nilai ketepatan dan ketelitian metode sebesar 2,65 % dan 0,03 %. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel bahan makanan yang dianalisis mengandung formalin. Perlakuan pencucian dengan air sebanyak tiga kali menyebabkan penurunan kandungan formalin dalam bahan makanan hingga 57,56 % sedangkan perlakuan perendaman dalam air mendidih selama 10 menit menurunkan konsentrasi formalin hingga 60,98 %. Validitas metode analisis kadar formalin dengan pereaksi asam kromotropat dalam asam sulfat menggunakan spektrofotometer menunjukkan hasil yang baik dengan sensitivitas 0,151, standar deviasi 0,0008, rekoveri 97,35%, penyimpangan nilai ketepatan dan ketelitian metode sebesar 2,65 % dan 0,03 %. Daftar Pustaka Hadi, A.D., 2003, Penggunaan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak untuk Penentuan Formaldehida dalam Makanan dengan Pereaksi 2,4-Dinitrofenil Hidrazyn, Departemen Farmasi ITB, Bandung. Harmita, 2006, Amankah Pengawet bagi Manusia, Departemen Farmasi FMIPA-UI, Jakarta. Sartono, 2001, Racun dan Keracunan, Widya Medika, Jakarta. Supriyanto, G., 2006, Analisis Bahan Tambahan Pangan Masyarakat Bisa Kontrol Kualitas Makanan, Surabaya. Williams, S., 1984, Official Methods of Analysis, Fourth Edition, Association of Official Analytical Chemistry, Virginia. Winarno, F.G., Fardiaz, S. dan Fardiaz, D., 1980, Pengantar Teknologi Pangan, Gramedia, Jakarta. 8