FINESTA, Vol.1, No.2, (2013) 18-23 18 Pengaruh Variabel Makro Ekonomi dan Harga Komoditas Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Indonesia Steven Sugiarto Lawrence Program Manajemen Keuangan, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya Email: [email protected] Abstrak—Pasar modal adalah indikator makro ekonomi yang sangat penting bagi sebuah negara. Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji seberapa besar pengaruh harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI dan harga emas ANTAM terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Sampel yang diambil dalam penelitian adalah harga minyak WTI, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, harga emas ANTAM dan IHSG periode 2009-2012. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan memakai analisa regresi linear berganda. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa secara parsial harga minyak dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap IHSG dan secara bersama-sama harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI dan harga emas ANTAM berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Kata kunci— Minyak, Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI, Emas ANTAM, IHSG Abstract—Capital market is macroeconomic indicator, which is very important for a country. This study is intended to test the effect of oil price, inflation, money supply, SBI interest rate and ANTAM gold price on Indonesian Composite Index. Samples taken in this research are WTI oil price, inflation, money supply, SBI interest rate, ANTAM gold price and Indonesian Composite Index period of 20092012. Data analysis method used is multiple linear regression analysis. Findings conclude that oil price and money supply have significant effect to Indonesian Composite Index, while in a whole oil price, inflation, money supply, SBI interest rate, and ANTAM gold price have significant effect to Indonesian Composite Index. Keywords— Oil, Inflation, Money Supply, SBI Interest Rate, ANTAM Gold, Indonesian Composite Index 1. PENDAHULUAN PASAR modal merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu negara dimana pasar modal dapat dijadikan tolak ukur dari perekonomian negara tersebut. Dengan kata lain pasar modal memiliki peranan penting bagi perekonomian negara karena pasar modal memiliki dua fungsi yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dimana dana tersebut tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan perusahaan contohnya untuk pengembangan usaha, penambahan modal kerja dan sebagainya. Kedua, pasar modal dapat digunakan oleh masyarakat sebagai sarana berinvestasi baik dalam berbagai bentuk salah satunya dalam bentuk saham (Husnan, 2003). Saham merupakan satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan perusahaan. Investasi merupakan kegiatan menanamkan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut (Samsul, 2006). Dalam melakukan investasi di pasar modal, investor perlu informasi mengenai perkembangan saham atau obligasi yang akan menentukan bagaimana risiko dan imbal hasil yang akan dihadapi kedepannya. Informasi tersebut dapat berupa pergerakan indeks saham, kinerja harga saham, laporan keuangan perusahaan, dan sebagainya, dimana data informasi tersebut dapat diperoleh melalui BEI (Bursa Efek Indonesia). Menurut Blanchard (2006) Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan Indeks saham, antara lain perubahan tingkat suku bunga bank sentral, keadaan ekonomi global, tingkat harga energi dunia, kestabilan politik suatu negara, dan lain-lain (dalam Witjaksono, 2010). Selain faktor tersebut, perilaku investor sendiri juga akan memberi pengaruh terhadap pergerakan Indeks saham dimana sentimen dan ekspektasi sangat mendominasi perilaku investor, sehingga investor sangat sensitif dalam merespon informasi (Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia, 2011, p.25). Wacana kenaikan harga harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi suatu agenda rutin yang dibahas setiap tahunnya di Indonesia. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berjenis premium di indonesia yang semula berharga Rp. 4.500,00/liter menjadi Rp. 6.000,00/liter pada tanggal 24 mei 2008 memberikan dampak yang signifikan bagi pasar modal Indonesia, dimana Indeks Harga Saham Gabungan pada tanggal 25 mei 2008 ditutup turun 1,87 persen atau turun 46,228 poin menjadi 2.419,727 dan sebaliknya penurunan harga BBM jenis premium dari Rp. 5.500,00/liter menjadi Rp. 5.000,00/liter pada Desember 2008 membuat Indeks Harga Saham Gabungan mengalami peningkatan 96,31 poin atau 7,63 persen menjadi 1.359,27 (kompas.com). Volatilitas harga minyak cenderung memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja sektor industri, dimana dengan meningkatnya harga minyak akan membuat naiknya biaya produksi suatu perusahaan dan berdampak pada naiknya harga jual produk (Kuntjoro, 2008). Harga barang dan jasa yang mengalami peningkatan mengakibatkan daya beli menurun yang mengakibatkan inflasi (Nugroho, 2008). Selain itu, menurut Samsul (2006) tingkat inflasi yang tinggi akan menjatuhkan harga saham di pasar. Semakin tinggi tingkat harga, berarti semakin besar pula jumlah uang yang harus dimiliki seseorang untuk membeli barang dan jasa. Inflasi yang tinggi biasanya membuat laju pertumbuhan uang beredar sangat cepat (Dornbusch, Rudiger & Fischer, 2004). Kenaikan tingkat inflasi akan menyebabkan nilai uang menurun, sehingga dibutuhkan jumlah uang lebih FINESTA, Vol.1, No.2, (2013) 18-23 banyak untuk membeli barang dan jasa dibandingkan dengan sebelum terjadi kenaikan inflasi. Tingginya jumlah uang yang beredar, akan membuat suku bunga SBI mengalami kenaikan. suku bunga SBI yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank, saat banyak investor menanamkan dananya di bank, maka jumlah uang beredar akan menurun dan membuat konsumsi masyarakat menurun dan mengakibatkan harga barang juga mengalami penurunan, dengan demikian tingkat inflasi dapat dikendalikan menjadi lebih rendah dengan kebijakan tingkat suku bunga (Khalwaty, 2000). Tingkat suku bunga SBI yang tinggi, pada akhirnya membawa dampak bagi Indeks Harga Saham Gabungan. Hubungan antara tingkat suku bunga SBI dengan pergerakan harga saham adalah negatif. Apabila terjadi kenaikan tingkat suku bunga SBI, maka pergerakan harga saham akan menurun, sebaliknya apabila terjadi penurunan tingkat suku bunga SBI, maka harga saham akan naik (Bodie, Kane & Marcus, 2001). Semakin tinggi tingkat suku bunga simpanan perbankan, akan menyebabkan investor mengalihkan investasinya ke perbankan dalam bentuk tabungan/deposito,obligasi atau aset-aset keuangan berpendapatan tetap. Hal ini pernah terjadi di Indonesia pada tahun 2008, dimana saat Bank Indonesia mengumumkan kenaikan suku bunga SBI dari 8% menjadi 8,25% Indeks Harga Saham Gabungan ditutup melemah 16,159 poin atau 0,68% yang berada di posisi 2.371,827, demikian juga pada tahun 2009 saat suku bunga SBI turun dari 8,25% menjadi 7,75% Indeks Harga Saham Gabungan ditutup menguat 24,56 poin atau 1,94% menjadi 1.289,38 poin. Selain harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI, harga emas juga mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Hal ini didasari bahwa emas merupakan salah satu alternatif investasi yang cenderung aman dan bebas resiko (Sunariyah, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2010) juga mendukung bahwa emas berpengaruh positif signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan karena investor melakukan diversifikasi aset investasi guna mengurangi resiko yang dihadapi dalam berinvestasi dan juga emas mudah diperdagangkan. Berdasarkan informasi diatas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar dan harga emas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode 2009 sampai 2012. Pemilihan periode penelitian 2009 sampai 2012 berdasarkan pada pertimbangan bahwa pada tahun 2009 pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan cenderung mulai meningkat, dan penelitian ini menggunakan data bulanan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya bias pergerakan harga minyak dan emas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, dimana jika menggunakan data harian akan terdapat perbedaan penanggalan hari libur pada kalender nasional dan kalender internasional. 2. TEORI PENUNJANG Naik turunnya harga minyak dunia dipengaruhi oleh kemampuan negara-negara anggota OPEC memenuhi kuota (Mankiw, 2003). Ketika negara OPEC tidak mampu memenuhi kuota minimalnya maka akan terjadi kenaikan pada harga minyak. Kenaikan harga minyak dunia cenderung memberikan dampak yang negatif terhadap kinerja sektor industri, dimana dengan meningkatnya harga 19 minyak dunia akan membuat naiknya biaya produksi suatu perusahaan dan berdampak pada naiknya harga jual produk (Kuntjoro, 2008). Naiknya biaya produksi dan harga jual produk tentu akan berdampak pada kemampuan perusahaan melakukan produksi karena hal tersebut akan membuat kinerja dan profit perusahaan menurun yang berdampak pada turunnya harga saham perusahaan tersebut. Sirait dan D. Siagian (2002, p.227), mengemukakan bahwa kenaikan inflasi dapat menurunkan capital gain yang menyebabkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh investor. Di sisi perusahaan, terjadinya peningkatan inflasi, dimana terjadi peningkatan biaya produksi dan peningkatannya tidak dapat dibebankan kepada konsumen, tetapi perusahaan juga tidak berani menaikkan harga jual produk sehingga keuntungan yang didapat oleh perusahaan menjadi lebih rendah dan berakibat pada berkurangnya dividen yang dibagikan pada investor, hal ini dapat menurunkan harga saham perusahaan. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga sekuritas di pasar modal menjadi komoditi yang tidak menarik (Prihantini, 2009). Oleh karena itu kenaikan harga minyak dapat memicu terjadinya cost-push inflation. Tingginya tingkat inflasi akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat bertambah, harga barang juga akan mengalami kenaikan. Hal ini berdampak pada produktivitas perusahaan yang menyebabkan terjadi penurunan pada kemampuan perusahaan melakukan produksi, sehingga berakibat pada menurunnya tingkat keuntungan perusahaan yang berdampak pada menurunnya harga saham perusahaan dan kemampuan perusahaan membagikan dividen pada investor (Nugroho, 2008). Tingginya jumlah uang beredar di masyarakat akan membuat Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga SBI untuk menekan jumlah uang beredar yang berada di masyarakat. Meningkatnya suku bunga SBI akan mendorong investor memindahkan investasi pada aset yang mampu memberikan keuntungan yang lebih besar yaitu investasi di perbankan dalam bentuk deposito (Madura, 2000). Terlebih deposito merupakan alternatif investasi yang memiliki resiko yang kecil. Menurut Sunariyah (2006) Semakin banyak investor yang menanamkan aset di deposito dapat mengakibatkan turunnya return saham yang berdampak negatif terhadap pergerakan saham (dalam Witjaksono, 2010). Selain harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI, harga emas juga turut serta mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Harga emas di negara manapun mengikuti harga emas dunia yang ditentukan di London setiap hari. Harga emas ditentukan dari supply dan demand emas dari seluruh dunia, permintaan emas oleh investor sebagai alat untuk diversifikasi aset untuk mengurangi resiko investasi karena emas merupakan alternatif investasi selain saham yang memiliki return diatas tingkat inflasi, sehingga permintaan akan emas bertambah dan menyebabkan kenaikan harga emas. Hal ini dikarenakan emas merupakan salah satu alternatif investasi yang bebas resiko (Sunariyah, 2006). Selain didasari dari sifat emas yang nilainya relatif bebas dari tekanan inflasi dan nilainya meningkat setiap tahunnya (Witjaksono, 2010). Hubungan antar konsep ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2010) yang menemukan bahwa secara parsial terdapat pengaruh positif harga minyak dunia, harga emas dunia, Indeks Hangseng, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG, sedangkan tingkat suku bunga SBI, kurs FINESTA, Vol.1, No.2, (2013) 18-23 Rupiah, dan Indeks Nikkei 225 berpengaruh negatif terhadap IHSG. Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : H1 H2 : Terdapat pengaruh signifikan antara harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI dan harga emas secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. : Terdapat pengaruh signifikan antara harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI dan harga emas secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. 3. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian dengan metode kuantitatif conclusive. Disebut kuantitatif dan conclusive karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji suatu hipotesa atau hubungan tertentu. Metode Kuantitatif merupakan penelitian yang sifatnya dapat dihitung jumlahnya dengan metode statistik (Kuncoro, 2003). Sampel yang digunakan dalam penelitan ini adalah seluruh data Indeks Harga Saham Gabungan, Harga Minyak West Texas Intermediate (WTI), Inflasi, Jumlah Uang Beredar, suku bunga SBI, dan Harga Emas ANTAM yang menggunakan data bulanan selama periode 2009–2012. Penelitian ini menggunakan sampel data bulanan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya bias pergerakan Harga Minyak dan Emas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, dimana jika menggunakan data harian akan terdapat perbedaan penanggalan hari libur pada kalender nasional dan kalender internasional. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif sekunder. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka-angka, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung dalam bentuk yang sudah jadi, telah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi: 1. Data closing Price berdasarkan data setiap akhir bulan Indeks Harga Saham Gabungan yang diperoleh dari website (www.finance.yahoo.com) 2. Data Harga Minyak berdasarkan data setiap akhir bulan yang diperoleh dari website (www.indexmundi.com) 3. Data Inflasi berdasarkan data setiap akhir bulan yang diperoleh dari website Bank Indonesia (www.bi.go.id) 4. Data Jumlah Uang Beredar berdasarkan data setiap akhir bulan yang di peroleh dari website Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) 5. Data Suku Bunga SBI berdasarkan data setiap akhir bulan yang di peroleh dari website Bank Indonesia (www.bi.go.id) 6. Data Harga Emas berdasarkan data setiap akhir bulan yang diperoleh dari website (www.portalreksadana.com). Penetapan lag berdasarkan grafik pergerakan harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, harga emas ANTAM, dan Indeks Harga Saham Gabungan periode 2009 hingga 2012. Ditetapkannya lag karena variabel harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, harga emas ANTAM memiliki jeda waktu sebelum berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Diperoleh lag 1 bulan (t-1) untuk variabel jumlah uang beredar, lag 2 bulan 20 (t-2) untuk variabel harga emas dan lag 0 untuk variabel harga minyak, inflai dan suku bunga SBI. Metode analisis regresi berganda (multiple regression) adalah metode analisis data dengan satu variabel terikat dan lebih dari satu variabel bebas. Secara umum analisis ini dilakukan untuk menguji adanya ketergantungan variabel terikat dengan variabel bebas, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu sehingga persamaan uji regresi berganda tidak bias hasilnya. Berikut persamaan dari uji regresi berganda yang dilakukan: Yt = β0 - β1. X1 t - β2. X2 t + β3. X3 t-1 - β4. X4 t + β5. X5 t-2 + e dimana : Yt = Indeks Harga Saham Gabungan periode pengamatan β0 = konstanta β1 = koefisien regresi Harga Minyak X1t = Harga Minyak periode pengamatan β2 = koefisien regresi Inflasi X2t = Inflasi periode pengamatan β3 = koefisien regresi Jumlah Uang Beredar X3 t-1 = Jumlah Uang Beredar periode satu bulan sebelum periode pengamatan β4 = koefisien regresi Suku Bunga SBI X4t = Suku Bunga SBI periode pengamatan Β5 = Koefisien regresi Harga Emas X5 t-2 = Harga Emas periode dua bulan sebelum periode pengamatan e = eror 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN Indeks Harga Saham Gabungan merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI); dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ). Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal dan juga digunakan untuk menilai situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. Kondisi Indeks Harga Saham Gabungan cenderung meningkat. Peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan disebabkan pulihnya kondisi ekonomi global dan ekonomi Indonesia setelah krisis subprime mortgage. Harga minyak adalah Harga spot pasar minyak dunia berdasar standar West Texas Intermediate yang terbentuk dari akumulasi permintaan dan penawaran yang diperdagangkan pada New York Mercantile Exchange (NYMEX) menurut Witjaksono, 2010. Harga minyak yang naik disebabkan oleh OPEC yang berpegang pada kuota produksi minyak mentah yang telah disepakati, untuk mencegah harga minyak tidak jatuh (kompas.com). Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus (Boediono, 1992). Pergerakan inflasi di Indonesia selama periode penelitian 2009-2012 bersifat berfluktuatif dalam kisaran normal. Tahun 2009 tren laju inflasi menurun sementara tahun 2010 trend laju inflasi meningkat. Tahun 2009 dimulai dengan inflasi yang cukup tinggi yakni 9,17% namun di akhir tahun tingkat inflasi tersebut dapat turun secara signifikan menjadi 2,78%. Sementara untuk tahun 2010, inflasi dimulai dari level yang rendah yakni 3,72 %, namun ditutup dengan level inflasi 6,96% dan tergolong inflasi dengan level yang tinggi. Kenaikan harga minyak dunia FINESTA, Vol.1, No.2, (2013) 18-23 pada tahun 2010 menjadi penyebab kenaikan tingkat inflasi pada tahun 2010. Jumlah uang beredar yaitu M1 (uang dalam arti sempit) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, dan M2 (uang dalam arti luas) yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi (Nilawati, 2000, p.162) dalam Prayitno & Sandjaya (2002). Kondisi pergerakan jumlah uang beredar selama periode penelitian 2009-2012 menunjukan tren yang meningkat. Pertumbuhan M2 yang cenderung meningkat tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan tabungan dan deposito. Peningkatan itu sejalan dengan meningkatnya cadangan devisa yang bersumber dari penerimaan migas akibat tingginya harga minyak dunia (Bank Indonesia). Suku bunga SBI adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik (Bank Indonesia). Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunganya di 5,75% sejak Februari 2012 untuk ke delapan bulan berturut-turut, sesuai prediksi, di saat pertumbuhan domestik yang masih stabil meski terjadi perlambatan ekonomi global. Pergerakan suku bunga SBI selama periode penelitian 2009-2012 bersifat stabil dan sedikit berfluktuatif pada awal tahun 2009 karena BI memperhitungkan proyeksi inflasi. Harga emas adalah harga spot yang terbentuk dari permintaan dan penawaran emas ANTAM (Irianto, 2007). Beradasarkan data harga emas ANTAM pada periode penelitian 2009-2012 cenderung meningkat. Harga emas internasional yang terus meningkat turut mendongkrak permintaan akan emas ANTAM (kompas.com). Dalam melakukan uji regresi berganda harus lolos dalam uji asumsi klasik, agar hasil dari penelitian tidak bias. Pada saat dilakukan uji asumsi klasik analisa regresi berganda, data penelitian dengan variabel tidak terikat jumlah uang beredar dan harga emas ANTAM tidak lolos dalam uji autokorelasi dan multikolinearitas sehingga perlu dilakukan transformasi dengan metode Theil dan Nagar dengan menghitung nilai phi (Ghozali, 2009, p.91). Berikut hasil uji asumsi klasik dan hasil dari regresi berganda setelah ditransformasi. Tabel 1 Hasil Uji Regresi Berganda pada Indeks Harga Saham Gabungan Dari uji F diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari α = 5% maka dapat disimpulkan harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Dari uji t disimpulkan bahwa kelima variabel bebas (harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM) yang dimasukkan dalam model ternyata hanya dua variabel signifikan, hal ini terlihat dari nilai signifikansinya sebesar 0,000 untuk Minyak dan 21 0,000 untuk JUB yang signifikansinya lebih kecil dari α = 5%. Jadi dapat disimpulkan harga minyak dan jumlah uang beredar secara parsial berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Berikut persamaan regresi : IHSG = -1.012,891 + 17,714 Minyak + 2.472,525 Inflasi + 0,002 JUB + 11.522,160 SBI – 0,001 Emas Artinya, koefisien regresi harga minyak sebesar 17,714 menyatakan bahwa setiap kenaikan harga minyak satu Dollar Amerika akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan 17,714 Rupiah. Koefisien regresi inflasi 2.472,525 menyatakan bahwa setiap kenaikan tingkat inflasi satu persen akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan 2.472,525 Rupiah. Koefisien regresi jumlah uang beredar 0,002 menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar satu Rupiah akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan 0,002 Rupiah. Koefisien regresi suku bunga SBI 11.522,160 menyatakan bahwa setiap kenaikan tingkat suku bunga SBI satu persen akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan 11.522,160 Rupiah. Koefisien regresi harga emas ANTAM -0,001 menyatakan bahwa setiap kenaikan harga emas ANTAM satu Rupiah akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan -0,001 Rupiah. Kelima variabel bebas (harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM) yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu menjelaskan Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 77,3%, sedangkan 22,7% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.. Analisa terhadap variabel harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM memberikan kesimpulan yang mendukung bahwa faktor ekonomi makro dan komoditas berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia. Pengujian statistik membuktikan bahwa harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM memiliki pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Secara parsial dalam uji statistik harga minyak dan jumlah uang beredar memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Harga minyak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dikarenakan pada saat terjadi kenaikan harga minyak dunia, pemerintah Indonesia juga menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dengan pemerintah menaikkan harga BBM, maka pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM akan berkurang, sehingga pemerintah dapat menggunakan dana subsidi BBM tersebut untuk membangun infrastruktur yang dapat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara makro maupun secara mikro (BAPPENAS, 2009). Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono (2010) yang menjelaskan bahwa harga minyak berpengaruh signifikan positif terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Koefisien regresi harga minyak sebesar 17,714 menyatakan bahwa setiap kenaikan harga minyak satu Dollar Amerika akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan 17,714 Rupiah. Jumlah uang beredar memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dikarenakan masyarakat menggunakan uangnya selain untuk tujuan transaksi juga untuk tujuan investasi dengan membeli surat berharga (Nugroho, 2008). Pertumbuhan uang beredar juga FINESTA, Vol.1, No.2, (2013) 18-23 disebabkan oleh investasi dari asing, terbukti dari net buy asing sepanjang tahun 2012 sebesar Rp 15,44 triliun. Dominasi asing di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2012 mencapai 59,15% dari total saham yang diperdagangkan dalam negeri. Sementara kepemilikan investor domestik hanya sebesar 40,85% (Investor.co.id). Dengan investor asing berinvestasi di Indonesia, maka pertumbuhan jumlah Rupiah yang beredar juga akan semakin meningkat. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2008) yang menjelaskan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan positif terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Koefisien regresi jumlah uang beredar 0,002 menyatakan bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar satu Rupiah akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan 0,002 Rupiah. Inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, hal ini dikarenakan tingkat imbal hasil dari berinvestasi di saham berada diatas peningkatan laju inflasi, hal ini dapat dilihat dari pergerakan laju inflasi yang memiliki trendline turun selama periode 2009-2012, sedangkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan memiliki trendline naik selama periode 20092012, bahkan di tahun 2012 Indeks Harga Saham Gabungan meningkat sebesar 12,49% (tempo.co), sehingga pergerakan tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan. Suku bunga SBI tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, hal ini dikarenakan dengan berinvestasi di saham, dapat memberikan imbal hasil yang tinggi, sedangkan investasi di deposito tidak memberikan imbal hasil yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari pergerakan suku bunga SBI yang bergerak stabil namun cenderung menurun sepanjang periode 20092012 dan berada di tingkat 5,75% sejak Februari 2012, berbeda dengan Indeks Harga Saham Gabungan memiliki trendline naik selama periode 2009-2012, bahkan di tahun 2012 Indeks Harga Saham Gabungan meningkat sebesar 12,49% (tempo.co). Harga emas ANTAM tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dikarenakan tujuan masyarakat membeli emas bukan untuk tujuan berinvestasi melainkan digunakan untuk tujuan konsumtif yakni sebagai perhiasan (Irianto, 2007). Selain itu emas ANTAM hanya bagian dari sektor pertambangan yang memiliki kapitalisasi pasar sebesar 5,33%. Hal ini menunjukkan pengaruh yang sangat kecil dari harga emas ANTAM terhadap Indeks Harga Saham Gabungan yang justru lebih banyak digerakkan dari sektor manufaktur, dengan kapitalisasi pasar sebesar 37,34%. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pengujian statistik yang dilakukan untuk mengetahui signifikansi dari harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar,suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: a. Secara bersama-sama, harga minyak, inflasi, jumlah uang beredar, suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada periode 2009-2012. b. Secara parsial, harga minyak dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap berpengaruh signifikan 22 terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada periode 2009-2012. c. Secara parsial, inflasi, suku bunga SBI, dan harga emas ANTAM tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada periode 2009-2012. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan diharapkan menambah periode penelitian diatas 4 tahun sehingga diharapkan dapat melihat pengaruh variabel makro ekonomi dan harga komoditas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Belum tentu hasil penelitian selanjutnya memiliki hasil yang sama. Menggunakan data mingguan atau harian, sehingga bisa mendapat hasil yang lebih signifikan DAFTAR PUSTAKA Bappenas. (n.d.). Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi. Diunduh Mei 30, 2013 dari bappenas g id get-file-ser er n de 5 Bodie, Kane & Marcus. (2001). Essentials of Invesments (4th ed). New York : McGraw-Hill Companies Boediono. (1992). Ekonomi Moneter. Yogyakarta : BPFE Dornbusch, Rudiger & Fischer. (2004). Macroeconomics (9th ed). New York : McGraw-Hill Companies Ghozali,I. (2009). Ekonometrika teori, konsep dan aplikasi dengan SPSS 17.Semarang : Penerbit UNDIP Husnan, S. (2003). Dasar-dasar portofolio dan analisis sekuritas. Yogyakarta : UPP-AMP YKPN Investor.co.id. (2013, April 8). Likuiditas Jumbo Pemodal Asing. Retreived May 30, 2013 from http://www.investor.co.id/home/likuiditas-jumbo-pemodalasing/58364 Irianto, G. (2007). Pengaruh Bunga Deposito, Kurs Rp/US$ Dan Harga Emas Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Jurnal Manajemen Mutu, Vol. 6, No. 2, Juli 2007, 155-164 Khalwaty, T. (2000). Inflasi dan Solusinya (1st ed). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Kompas.com. (2008, may 26). Lagi-lagi IHSG Tertekan BBM. Retreived April 13, 2013 from http://lipsus.kompas.com/grammyawards/read/2008/05/26/1 6565423/Lagi.lagi.IHSG.Tertekan.BBM. Kompas.com. (2013, January 4). Harga Minyak Naik. Retreived May 30, 2013 from http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/04/031334 17/Harga.Minyak.Naik Kompas.com. (2011, August 23). Penjualan Logam Mulia Antam Terdongkrak 25 persen. Retreived May 30, 2013 from http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/08/23/151055 89/Penjualan.Logam.Mulia.Antam.Terdongkrak.25.Persen FINESTA, Vol.1, No.2, (2013) 18-23 Kuncoro, M. (2003). Metode riset untuk bisnis dan ekonomi. Jakarta: Erlangga Kuntjoro, et.al. (2008). Volatilitas Harga Minyak Dunia dan Dampaknya Terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Makroekonomi Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 29 No. 1, Mei 2011 : 49-6 Madura, Jeff. (2000). International Finance, 6th edition. United States of America South: Western Publishing. Mankiw, G. (2003). Principles of Macroeconomics (5th Ed). Florida : TSI Graphics Nugroho, H. (2008). Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks LQ45. Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. Prayitno, L & Sandjaya, H. (2002). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis: Sebuah Analisis Ekonometrika. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 4, No. 1, Maret 2002: 46-55 Prihantini, R. (2009). Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER Dan CR Terhadap Return Saham (Studi Kasus Saham Industri Real Estate and Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2003 – 2006). Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. Samsul, M. (2006). Pasar Modal dan Manajemen Portfolio. Jakarta : Erlangga Samuelson, P. A. dan Nordhaus, W. D. (2001) Economics (17th ed). New York : McGraw-Hill Companies Sirait dan D. Siagian. (2002). Analisis Keterkaitan Sektor Riil, Sektor Moneter, dan Sektor Luar Negeri Dengan Pasar Modal Indonesia: Studi Empiris Di BEJ. Jurnal Ekonomi Perusahaan, Volume 9 No. 2 Sunariyah (2006). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal (5th ed). Yogyakarta : UPP-STIM YKPN Sutarno. (2013, April 1). Laju Inflasi: Harus dijaga dikisaran 4,5% 5,5%. Bisnis.com. Retrieved May, 15, 2013, from http://www.bisnis.com/m/laju-inflasi-harus-dijaga-dikisaran-4555 Tempo.co (2012). Tutup Tahun 2012, IHSG sodok 4.300. Retreived June 5, 2013 from http://www.tempo.co/read/news/2012/12/28/088450908/Tut up-Tahun-2012--IHSG-Sodok-4300 Tim Studi Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia. (2011). Volatilitas Pasar Modal Indonesia dan Perekonomian Dunia. Diunduh Februari 21, 2013, dari http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/kajia n_pm/studi-2011/Volatilitas-PM-indonesia.pdf Witjaksono, A. A. (2010). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs 23 Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones Terhadap IHSG. Karisma, VOL. 5 (2): 63-72