Ekologi Buaya Muara (Crocodylus porosus Scheneider, 1801) Ramona Kartika Program Pascasarjana. Universitas Negeri Padang. 2013 ABSTRAK Buaya memiliki lebih dari 15 spesies dengan genus Crocodylus, salah satunya adalah Buaya air asin atau Buaya Muara (Crocodylus porosus). Buaya muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia dan dapat mencapai panjang tujuh meter. Buaya muara berbeda dengan buaya lain yaitu sisik belakang kepalanya yang kecil atau tidak ada, sisik dorsalnya bertunas pendek berjumlah 16-17 baris dari depan dan kebelakang biasanya 6-8 baris. Buaya jenis ini menempati habitat muara sungai. Kadang dijumpai di laut lepas. Buaya ini bertelur pada awal musim penghujan. Suhu yang optimum bagi telur untuk menetas adalah sebesar 31,6 derajat celcius. Kebutuhan pakan buaya berbeda-beda tergantung dari berbagai faktor seperti spesies, jenis kelamin, umur, keaktifan, keadaan lingkungan. ABSTRACT Crocodiles have more than 15 species of the genus Crocodylus, one of which is a saltwater crocodile or Saltwater Crocodiles (Crocodylus porosus). The estuarine crocodile is known as the largest crocodile in the world and can reach a length of seven meters. The estuarine crocodile is different from other crocodile head is behind the small scales or absent, dorsal scales shorter sprout numbered 16-17 rows from the front and backward usually 6-8 lines. This type of habitat occupied crocodile river mouth. Sometimes encountered on the high seas. The crocodiles lay eggs at the beginning of the rainy season. The optimum temperature for the eggs to hatch is 31.6 degrees Celsius. Crocodiles feed requirements differ depending on various factors such as species, sex, age, activity, state of the environment. Pendahuluan Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota family Crocodylidae, termasuk pula buaya ikan (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut ‘buaya’ aligator, kaiman dan gavial, yakni kerabatkerabat buaya yang berlainan suku. Ciri-ciri fisik Buaya adalah panjang tubuh total maksimal mencapai 4 m, akan tetapi yang umum panjang buaya ini hanya sekitar 2–3 m. Terdapat gigi yang memanjang, nampak jelas di antara kedua matanya, keping tabular di kepala menaik dan menonjol di bagian belakangnya. Sisik-sisik besar di belakang kepala (post-occipital scutes) 2–4 buah. Terdapat sejumlah sisik-sisik kecil di belakang dubur, di bawah pangkal ekor. Sisik-sisik besar di punggung (dorsal scutes) tersusun dalam 6 lajur dan 16–17 baris sampai ke belakang. Sisik perut tersusun dalam 29–33 (rata-rata 31) baris. Warna punggung kebanyakan hijau tua kecoklatan, dengan belang ekor yang pada umumnya tidak utuh. Gigigigi buaya runcing dan tajam, amat berguna untuk memegangi mangsanya. Buaya menyerang mangsanya dengan cara menerkam sekaligus menggigit mangsanya itu, kemudian menariknya dengan kuat dan tiba-tiba ke air. Buaya memiliki lebih dari 15 spesies dengan genus Crocodylus, salah satunya adalah Buaya air asin atau Buaya Muara (Crocodylus porosus). Buaya muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia dan dapat mencapai panjang tujuh meter. Buaya ini dibedakan dengan buaya yang lain berdasarkan sisik belakang kepalanya yang kecil ataupun tidak ada, sisik dorsalnya berlunas pendek berjumlah 16-17 baris dari depan ke belakang biasanya 6-8 baris. Tubuhnya berwarna abu-abu atau hijau tua terutama pada yang dewasa pada sedangkan yang muda berwarna lebih kehijauan dengan bercak hitam, dan pada ekornya terdapat belang hitam dari bercak- bercak berwarna hitam. Saat bertelur, betina akan membuat sarang dari sampah tumbuhan, dan dedaunan. Buaya ini bertelur pada awal musim penghujan. Telur – telur ini akan terus dijaga oleh induk sampai menetas dan mereka dapat mencari makanan sendiri. Buaya jenis ini menempati habitat muara sungai. Kadang dijumpai di laut lepas. Makanan utamanya adalah ikan walaupun sering menyerang manusia dan babi hutan yang mendekati sungai untuk minum. Persebaran buaya ini hampir di seluruh perairan Indonesia. 1. Morfologi dan Klasifikasi Buaya air asin atau buaya muara (Crocodylus porosus) merupakan raksasa ganas yang dapat berkembang sepanjang 7 meter dan berat lebih dari 1000 kilogram. Buaya muara menyukai air payau/asin, oleh sebab itu pula bangsa Australia menamakannya saltwater crocodile (buaya air asin). Hewan bersisik ini dikenal dapat memakan hiu, bahkan juga menyerang sesuatu yang tidak dapat mereka makan, perahu misalnya, yang mereka kira sebagai saingan atau lawan. Hewan ini pernah menggigit benda dengan kekuatan tekanan 2 tonsetara dengan kekuatan untuk menghancurkan tulang ataupun melubangi lambung alumunium. Predator mematikan ini berburu di daerah tropis di India timur, Asia Tenggara, Australia Utara, dan sebagian besar pulau yang berada di daerah tersebut. Meskipun buaya menghabiskan sebagian besar hidup di air asin, mereka tidak dapat dianggap reptil laut seperti kura-kura laut, karena hewan ini bergantung pada daratan untuk makan dan kebutuhan air. Buaya muara adalah reptil unik di dunia, dan menggunakan sistem darah mereka untuk menghapus garam dari badan. Kelenjar di bagian belakang lidah mereka berair mengeluarkan kelebihan garam apabila hewan yang hidup di lingkungan yang sangat asin. Menurut Goin et al. (1978) buaya muara secara sistematik diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Reptilia Sub kelas : Archosauria Ordo : Crocodylia Famili : Crocodylidae Sub famili : Crocodylinae Genus : Crocodylus Spesies : Crocodylus porosus (Schneider, 1801) Gambar 1. Saltwater atau Crocodylus porosus (Muharromi, Fanani. 2010) Buaya muara berbeda dengan buaya lain yaitu sisik belakang kepalanya yang kecil atau tidak ada, sisik dorsalnya bertunas pendek berjumlah 16-17 baris dari depan dan kebelakang biasanya 6-8 baris. Buaya muara memiliki ukuran yang lebih besar dibanding buaya air tawar yaitu pada rahang atas dan bawah serta ukuran gigi. Memiliki gigi yang runcing dan tajam untuk mengoyak mangsanya. Mereka memiliki warna yang bervariasi dari warna abu-abu hingga hijau tua terutama pada buaya dewasa, sedangkan buaya muda berwarna lebih kehijauan dengan bercak hitam dan belang pada ekornya. Buaya muara memiliki ekor yang panjang dan kuat yang digunakan untuk berenang, selain itu digunakan sebagai alat persenjataan diri dalam menyerang dan bertahan (Goin et al. 1978). Perbedaan jenis kelamin buaya jantan dan betina menurut Dirjen PHPA (1985) dapat dilihat dari perbedaan bentuk ekor. Umumnya buaya jantan berekor tegak, sementara buaya betina berekor rebah. Spesies ini panjang tubuhnya bisa mencapai 10 m. Buaya muara tidak mempunyai pengait dikepala, tetapi mempunyai tonjolan yang berpasangan dan saling bertemu menuju ke hidung. Pejantan dapat tumbuh hingga 7 meter (23 kaki), namun sebagian besar adalah kurang dari 5 meter. Betina biasanya memiliki panjang kurang dari 4 meter dan dapat mulai bertelur dan membuat sarang sekitar 12 tahun. Maksimum jangka hidup diperkirakan bahwa mereka dapat hidup setidaknya 70 sampai 100 tahun. Buaya jenis ini menempati habitat muara sungai, kadang dijumpai di laut lepas. Merupakan hewan nocturnal, yaitu hewan yang aktif di malam hari. Tubuh Crocodilia memiliki sisik tebal dari keratin dan diperkuat dengan lempengan tulang yang disebut skuta sebgai pelindung.Sisik rontok satu persatu tidak seperti ular. Buaya memiliki ekor tebal berotot. Kaki depannya berjari lima, sedangkan kaki belakang berjari empat sebagian berselaput untuk berenang. Lubang hidung terletak di ujung moncongnya yang memungkinkan untuk bernapas saat di dalam air. Buaya merupakan hewan buas yang berdarah dingin atau poikilothermik, karena suhu tubuh buaya bergantung pada keadaan di lingkungannya. Gambar 2. Buaya Muara (Crocodylus porosus) *Ket: a. Kepala, b. Seluruh Badan. (Gumilar, Finie. 2007) 2. Tingkah laku Peneliti melacak 27 buaya air asin dewasa selama satu tahun menggunakan tag dan transmisi matahari. Penggunaan tag ini memperlihatkan bahwa buaya secara individu, baik jantan maupun betina, biasanya mengarungi lebih dari 50 kilometer dari sungai tempat mereka ke laut luas. Seekor buaya mengarungi 590 kilometer dalam 25 hari; lainnya mengarungi 411 kilometer dalam 20 hari. Penelitian ini menemukan bahwa buaya memulai perjalanan jarak jauh mereka dalam satu jam ketika pasang-surut berubah, membuat mereka bisa menunggangi arus yang ada. Jika pasang berbalik, buaya- buaya tersebut menyeret tubuh mereka ke tepian sungai dan menunggu arus yang sesuai, kadang kala mereka menunggu hingga hitungan hari untuk arus yang tepat. Buaya dapat bertahan hidup untuk periode yang lama di air asin tanpa makan atau minum, jadi dengan melakukan perjalanan hanya ketika arus permukaan sesuai, mereka akan bisa berpindah tempat jarak jauh melalui laut. Ini tidak hanya membantu menjelaskan bagaimana buaya estuarin berpindah antar kepulauan antar samudra, namun juga menyumbangkan teori bahwa buaya telah melewati halangan-halangan utama laut selama masa evolusi mereka dahulu Estuarine atau buaya air asin adalah reptil terbesar di bumi dan bisa tumbuh dengan panjang tubuh 5,5 meter. Walaupun namanya buaya air asin, buaya ini bukanlah binatang laut karena mereka tergantung pada daratan. Binatang ini tidak begitu bisa berenang dan walaupun habitatnya di laut tapi rumah buaya ini meliputi wilayah ribuan kilometer luasnya di Pasifik Tenggara. Penelitian ini mungkin didasari oleh kepenasaran peneliti tentang bagaimana buaya ini bisa menyebar sedemikian luas. Dari banyaknya kemampuan luar biasa binatang ciptaan Tuhan, kemampuan spesies tertentu untuk berpindah dalam jarak jauh melewati hambatan geografi yang luar biasa adalah salah satu yang paling hebat. Buaya muara berburu mangsa dengan cara yang unik, yaitu cukup dengan mengambil posisi diam bagai patung yang tak berdaya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu strategi kamuflase untuk memperoleh mangsanya. Biasanya mangsa akan terpedaya dan sama sekali tidak menyadari bahwa dialah yang justru mendekati mulut buaya. Kemudian tanpa disangka-sangka ia mampu bergerak secepat kedipan mata menyambar mangsanya. Ekor dan kaki buaya muara digunakan untuk menengggelamkan mangsanya agar tidak dapat melarikan diri, sedangkan apabila mangsanya terlalu besar maka buaya akan melakukan teknik merotasi mangsa tersebut secara berulang-ulang di dalam air. Pope (1956) mengatakan bahwa setelah buaya melumpuhkan mangsanya dengan cara menyeretnya ke dalam air, setelah itu buaya tersebut akan cepat menelannya. Sedangkan bagi mangsa yang lebih besar akan dibunuh dahulu dan kemudian dibagi menjadi beberapa bagian sehingga akan lebih mudah ditelan. Yang paling berbahaya dari Buaya Muara (Crocodylus porosus) adalah gigitannya yang sangat kokoh, sehingga dapat meremukkan tulang dari mangsanya. Gigi-gigi Buaya Muara (Crocodylus porosus) umumnya adalah gigi taring yang menyebar merata di seluruh permukaan dalam mulutnya. Sehingga dengan rahang yang sangat kuat ditunjang dengan deretan gigi yang menyerupai gergaji, maka jarang ada mangsa yang dapat lolos dari gigitannya. Susunan gigi buaya muara terdiri dari pre-maxilla sebanyak 4-5 buah, maxilla sebanyak 13-14 buah, dan mandibular sebanyak 15 buah, sehingga jumlah total gigi buaya muara berkisar antara 64-68 buah gigi. Rata-rata di habitat aslinya, hewan reptilia penyendiri ini juga hidup secara tetitori dengan membagibagi daerahnya. Jika salah satu buaya melanggar batas teritorialnya maka akan terjadi penyerangan. Buaya yang tadinya hanya berdiam, bisa berubah ganas ketika mengadakan perlawanan. Hewan ini dengan cepat menjadi lincah bergerak dan selalu siap menerjang. 3. Habitat dan Pakan a. Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwa liar. Habitat yang sesuai untuk buaya muara apabila : 1) Air : buaya adalah jenis satwa yang sangat tergantung pada adanya air, dimana air berperan sebagai media hidup bagi buaya tersebut. Buaya pada siang hari biasa berjemur di tepi sungai terbuka. 2) Salinitas : Buaya muara (Crocodylus porosus) memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, dapat ditemukan di perairan payau sekitar wilayah pesisir dan sungai. Buaya muara juga terdapat di sungai air tawar, rawa dan danau. Perpindahan buaya diantara beberapa habitat terjadi saat musim kering dan basah, merupakan hasil dari adanya status sosial. Remaja dibesarkan di daerah perairan tawar, tetapi menjelang dewasa buaya biasanya keluar dari daerah ini ke daerah yang lebih terpisah dan bersalinitas tinggi untuk melakukan perkawinan sebagai daerah teritori dan berkembangbiak b. Pakan Buaya muara akan mencari pakan pada waktu sore hingga malam hari, jenis binatang yang dimakan sangat bervariasi. Pada buaya yang masih anak akan memakan serangga, udang, ikan dan amphibia, sedang yang sudah dewasa akan memakan ikan, kepiting, reptil, burung dan mamalia. Kebutuhan pakan buaya berbeda-beda tergantung dari berbagai faktor seperti: 1) Spesies 2) jenis kelamin 3) umur 4) keaktifan 5) keadaan lingkungan Selain temperatur, salinitas perairan dan tipe habitat yang berbeda juga turut mempunyai peran dalam frekuensi pakan yang dimakan oleh buaya muara liar (Taylor 1979). Garret dan Murray (1986) menjelaskan bahwa kepadatan populasi buaya muara di kandang pada sistem penangkaran yang terlalu tinggi akan menimbulkan interaksi signifikan pada tingkat stres buaya. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat konsumsi buaya tersebut pada makanannya. Tingkat kelaparan buaya dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, penyakit, maupun stres. Ross (1989) menyatakan buaya dapat bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa bulan karena buaya dapat menyimpan dan mengkonversi energi hasil yang dimakan dalam bentuk lemak. Jika terlalu lama berpuasa, dapat mengakibatkan pertumbuhan buaya terhambat dan kondisis buaya menjadi lemah. Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme pada buaya. 4. Pertumbuhan Pertumbuhan buaya akan terlihat sangat cepat pada 7 tahun pertama, dimana rata-rata pertumbuhannya sekitar 26,5 cm per tahun. Semakin bertambah umurnya, maka pertumbuhannya akan semakin lambat. Pada umur 22 tahun pertumbuhan buaya hanya sekitar 3,6 cm per tahun. Pertumbuhan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Faktor dari dalam berupa umur, jenis kelamin, dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ialah pakan dan suhu (Effendi 1997). Untuk merangsang pertumbuhan yang optimal diperlukan jumlah dan mutu pakan yang tersedia dalam keadaan cukup. Buaya memerlukan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral dalam pakannya. Gizi utama yang ada dalam suatu pakan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Menurut Sutardi (1980) suatu pakan pada umumnya terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. 5. Reproduksi Buaya muara (Crocodylus porosus) diketahui mencapai kedewasaan pada ukuran panjang 33,6 meter. Panjang minimum buaya muara pada saat memijah adalah 2,2 meter untuk buaya betina dan 3 meter untuk buaya jantan atau umur minimum 10 tahun untuk buaya betina dan umur 15 tahun untuk buaya jantan (Dirjen PHPA 1985). Sex rasio buaya jantan dan betina di penangkaran adalah 1 : 3. Di alam, buaya muara mulai berkembangbiak apabila telah mencapai umur 10 tahun pada betina dan mencapai umur 15 tahun pada buaya jantan. Masa hidup buaya muara dapat mencapai 60-80 tahun dengan masa potensial reproduksi dari umur 25-30 tahun. Buaya Muara (Crocodylus porosus) bertelur sering terjadi pada musim hujan. Pada musim bertelur dibulan November sampai dengan bulan Maret seekor induk betina mampu menghasilkan 10-75 butir dengan rata-rata telur yang dihasilkan sebanyak 44 butir. Lama pengeraman telur berkisar antara 78-114 hari dengan rata-rata pengeraman selama 98 hari. Berat telur buaya muara yang dihasilkan berkisar antara 69-118 gram dengan rata-rata berat telur sebesar 93 gram. Suhu yang optimum bagi telur untuk menetas adalah sebesar 31,6 derajat celcius. Disaatsaat seperti ini induk betina akan berubah menjadi sangat buas. Tipe sarang telur buaya muara adalah tipe mound, dengan diameter, tinggi, dan suhu sarang berukuran masing-masing 1,2-2,3 m, 0,4-0,76 m, dan 300C-37,20C Induk betina biasanya menyimpan telur-telurnya dengan membenamkannya di tanah atau di bawah seresah daun. Dan kemudian induk tersebut menunggu dari jarak beberapa meter. Suhu inkubasi menentukan jenis kelamin dari telur buaya yang ditetaskan,pada suhu sangat tinggi atau suhu rendah akan memproduksi buaya betina, dan suhu dari 31 - 32 derajat celcius akan menghasilkan buaya jantan. Dari telurtelur yang disimpan hanya sekitar 25% saja yang akan menetas. Walaupun Buaya Buaya Muara (Crocodylus porosus) cukup mudah bertelur, namun tidak mudah bagi telur-telur tersebut untuk menetas. Penyebabnya selain karena faktor tanah yang tidak sesuai, perubahan suhu dan iklim, juga karena dimakan predator lain dan diburu manusia. Curah hujan yang tinggi akan mendukung kondisi Buaya Muara (Crocodylus porosus) untuk dapat berkembang biak lebih cepat. Sehingga upaya-upaya untuk mempertahankan habitat buaya yang mendukung bagi siklus hidupnya mulak diperlukan. Saat menetas, anak Buaya Muara (Crocodylus porosus) hanya berukuran 20-30 cm saja. Buaya Muara (Crocodylus porosus) mencapai ukuran lebih dari satu meter selama lebih kurang dua tahun. Masa dewasa dari satwa tersebut adalah setelah ia berumur lebih dari 12 tahun. 6. Penyebaran Penyebaran buaya muara (Crocodylus porosus) sangat luas yaitu meliputi daerah delta Sungai Gangga, Pantai Bengal di India bagian Tenggara hingga Ceylon, Birma, Malaysia, Thailand, Indocina, Filipina, Australia, Papua New Guinea, Pulau Solomon, Vanuatu, Fiji dan daerah barat daya daratan China. Di Indonesia, daerah penyebarannya meliputi hampir seluruh wilayah daerah-daerah sungai di Indonesia, diantaranya adalah di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Gambar 3. Daerah penyebaran Buaya Muara. (Kurniati, Hellen. 2003) 7. Sistem organ a. Sistem Pencernaan System pencernaan pada buaya terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan 1. Rongga Mulut. Disokong oleh rahang atas dan rahang bawah, pada masing-masing rahang terdapat gigi-gigi yang berbentuk kerucut. Gigi menempel pada gusi dan sedikit melengkung ke arah rongga mulut. Gigi buaya bisa mengalami 50 kali pergantian, buaya tidak mengunyah makanannya, giginya hanya berfungsi sebgai penangkap mangsa. Pada rongga mulut terdapat lidah yang melekat pada tulang lidah dengan ujung bercabang dua. Buaya memiliki kelenjar mukoid yang sekretnya berfungsi agar rongga mulut tetap basah dan dapat dengan mudah menelan mangsanya. 2. Faring 3. Kerongkongan ( esofagus ) Merupakan saluran di belakang rongga mulut yang menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Di dalam esophagus tidak terjadi proses pencernaan. 4. Lambung (ventrikulus) Merupakan tempat penampungan makanan dan pencernaan makanan berupa saluran pencernaan yang membesar dibelakang esophagus. Disini makanan baru mengalami proses pencernaan. Pada bagian fundus pylorus makanan dicerna secara mekanik dan kimia. 5. Intestinum Terdiri dari usus halus dan usus tebal yang bermuara pada anus. Dalam usus halus terjadi proses penyerapan dan sisanya menuju ke rectum, kemudian diteruskan ke kloaka untuk dibuang. Ukuran usus disesuaikan dengan bentuk tubuhnya. 6. Kloaka Terdiri dari hepar dan pancreas, empedu yang dihasilkan oleh hepar ditampung kantong yang disebut vesica fellea. Hepar terdiri atas 2 lobi, yaitu sinister dan dexter dan berwarna coklat kemerahan. Vesica fellea terletak pada tepi coudal lobus dexter hepatis. Pancreas terletak dalam suatu lengkung antara ventriculus dan duodenum. Ductus cysticus dari vesica fellea menuju jaringan pancreas bergabung dengan ductulli pancreatici, kemudian keluar menjadi satu ductus yang besar disebut hepato-pancreaticus atau ductus choledochus yang bermuara pada duodenum. Ventriculus terikat pada dinding tubuh dengan perantaraan suatu alat penggantung yang disebut mesogastrium. Kemudian alat penggantung instestinum tenue disebut mesenterium, alat penggantung intestinum crassum (rectum) disebut mesorectum. Antara permukaan dorsal hepar dan ventriculus terdapat suatu lipatan tipis yaitu omentum gastrohepaticum. Omentum ini memanjang ke caudal disebut omentum duodeno-hepaticum yang menghabungkan hepar dengan duodenum. b. Sistem Respirasi Buaya bernapas dengan paru-paru. Pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida terjadi di dalam paru-paru. Keluar masuknya udara dari dan keluar paru-paru karena adanya gerakangerakan dari tulang rusuk. Saluran pernapasan terdiri dari lubang hidung, laring, trakea, bronkus dan paru-paru. Buaya mempunyai trachea yang panjang dimana dindingnya dilengkapi oleh sejumlah cincin cartilago. Laring terletak di ujung anterior trachea. Dinding laring ini dilengkapi oleh cartilago cricoida dan cartilago anytenoidea. Kearah posterior trachea membentuk percabangan (bifurcatio) menjadi bronchus kanan dan bronchus kiri, yang masing-masing menuju ke pulmo kanan dan pulmo kiri. Bentuk Pulmo lacertilia dan ophidia reptilia relatif sederhana. c. Sistem Ekskresi Sistem ekskresi pada reptil berupa ginjal, paru-paru,kulit dan kloaka. Kloaka merupakan satu-satunya lubang untuk mengeluarkan zat-zat hasil metabolisme. Reptil yang hidup di darat sisa hasil metabolismenya berupa asam urat yang dikeluarkan dalam bentuk bahan setengah padat berwarna putih. d. Sistem Peredaran Darah Terdiri dari 2 atria, yaitu atrium dextrum dan sinistrum, 2 ventriculus yaitu ventriculus dexter serta ventriculus sinister, dan sinus venosus. Atrium dextrum dipisah dengan atrium sinistrum oleh septum atriarum. Antara atrium dan ventriculus ada sekat yang disebut apertura atriovenricularis dengan katup valvula atrioventricularis. Ventriculus dexter dipisah dari ventriculus sinister oleh septum ventriculorum ialah tidak sempurna sehingga darah di ventriculus dexter dan sinister untuk sebagian masih tercampur. Dari ventriculus dexter keluar areus aortae sinister yang membelok ke kiri, dan arteria pulmanalis yang bercabang dua masing-masing ke pulmo. Dari ventruculus sinister keluar arcus aortae dexter yang membelok ke kanan dan mempercabangkan sebuah arteria yang berjalan ke arah cranial yaitu arteria carotis communis. Arteria carotis communis ini akan bercabang dua menjadi arteria carotis communis dexter dan sinister yang masingmasing baik dexter maupun sinister akan bercabang lagi menjadi arteria carotis externa dan interna. Arteria carotis communis interna kiri akan membuat suatu hubungan dengan arcus aortae sinister. Arcus aortae dexter dan sinister, masingmasing berjalan ke caudal dan keduanya bertemu di medial untuk menjadi satu pembuluh yang besar disebut aorta dorsalis. Sebelum kedua arcus aortae ini bertemu, arcus aortae dexter terlebih dulu mempercabangkan arteria esophagus yang menuju ke esophagus, kemudian juga mempercabangkan arteria subelavia dexta dan sinistra yang menuju ke extremitas anterior. Sinus venosus menerima darah dari vanae besar, ialah vena cova superior dexta dan sinistra, dan vena cava inferior yang datang dari bagian caudal tubuh setelah menerima vena hepatica terlebih dulu. Dari sinus venosus darah kemudian menuju ke atrium dextrum. Yang masuk ke atrium sinistrum ialah vanae pulmonalis yang berisi darah arterial dari pulmo. e. Sistem Reproduksi Jantan memiliki alat khusus:HEMIPENIS Sepasang testis Memiliki epididimis Memiliki vas deferens ovarium, ovum kemudian bergerak di sepanjang oviduk menuju kloaka. Buaya jantan menghasilkan sperma di dalam testis, sperma bergerak di sepanjang saluran yang langsung berhubungan dengan testis, yaitu epididimis. Dari epididimis sperma bergerak menuju vas deferens dan berakhir di hemipenis. Hemipenis merupakan dua penis yang dihubungkan oleh satu testis yang dapat dibolak-balik seperti jari-jari pada sarung tangan karet. Pada saat buaya mengadakan kopulasi, hanya satu hemipenis saja yang dimasukkan ke dalam saluran kelamin betina. Ovum buaya betina yang telah dibuahi sperma akan melalui oviduk dan pada saat melalui oviduk, ovum yang telah dibuahi akan dikelilingi oleh cangkang yang tahan air. Hal ini akan mengatasi persoalan setelah telur diletakkan dalam lingkungan basah. Pada kebanyakan jenis buaya, telur ditanam dalam tempat yang hangat dan ditinggalkan oleh induknya. Dalam telur terdapat persediaan kuning telur yang berlimpah, Buaya melewatkan sebagian besar hidupnya di dalam air. Namun mereka akan kembali ke daratan ketika meletakkan telurnya. kelamin Betina Memiliki sepasang ovarium Memiliki saluran telur (oviduk) Berakhir pada saluran kloaka Buaya merupakan hewan reptil yang fertilisasinya terjadi di dalam tubuh (fertilisasi internal). Buaya bersifat ovipar, buaya betina menghasilkan ovum di dalam f. Sistem Gerak Rangka Rangka pada buaya terdiri dari rangka pada bagian kepala, tubuh, dan ekor. Tulang-tulang yang menyusunnya antara lain: Tengkorak, tulang punggung, tulang sacrum, tulang ekor, tulang leher, tulang selangka, tulang belikat, tulang jari-jari, tulang pinggang, tulang paha, dan tulang telapak kaki. Cara Bergerak Buaya dapat bergerak di darat dan di air, di darat mereka berjalan pelan dengan menyeret ekor mereka di tanah atau mengangkat tubuh dan ekor mereka di atas tanah dan berjalan dengan jari-jari kaki mereka. Dengan berjalan tinggi, mereka dapat berjalan lebih cepat walau dalam jarak dekat dan hanya dapat lurus karena mereka cepat merasa lelah. Buaya juga dapat berenang, mereka mengguanakan ekor mereka yang panjang dan berotot untuk menggerakan tubuh di air, saat mereka berenang mereka merapatkan kaki mereka ke sisi tubuhnya agar mudah meluncur dalam air. Mereka juga dapat mengapung di air dengan mata dan hidung di atas permukaan air. Mereka dapat bertahan selama beberapa menit, namun ada beberapa spesies yang mampu bertahan selama 5 jam, contohnya buaya muara (Crocodylus porosus). g. Sistem Indera Buaya memiliki indera yang luar biasa yang digunakan untuk mendeteksi mangsa, mereka mempunyai indera khusus yang memungkinkan mereka untuk mendeteksi mangsa di dalam air. Sensor-sensor kecil menyebar di daerah wajah dan khususnya di sekitar mulut, yang bias mendeteksi getaran sekecil apapun. Mata buaya memiliki tiga kelopak mata, kelopak mata yang ketiga transparan dan menutup mata untuk melindunginya saat mereka di dalam air. Pupil matana tegak seperti kucing sehingga mereka dapat melihat dengan tajam, namun penglihatan mereka agak kurang jelas jika di dalam air. 8. Pemanfaatan Beberapa pemanfaatan buaya muara yaitu : a. Gigi Buaya Kalung gigi buaya adalah salah satu souvenir yang bisa diperoleh dari Nabire. Selain itu masih banyak souvenir lain yang menarik dan unik sebagai kenang-kenangan khas daerah ini. Meski jauh dari kesan mewah, dari segi keunikan dan kelangkaan, beberapa kerajinan ini dapat dikoleksi atau menjadi hiasan bercorak natural dan kultural yang dapat menghiasi rumah kita.Contoh: Kalung Gigi Buaya dari Nabire b. Daging Buaya Ada beberapa orang yang suka mengkonsumsi daging buaya. Biasanya daging Buaya itu sebelum dimakan dipanggang terlebih dahulu atau dimasak seperti daging lainnya. Contoh: “frozen fresh crocodile meat”, daging buaya penangkaran. c. Tangkur dan Empedu Tangkur dan empedu Buaya dimanfaatkan untuk pengobatan. Biasanya didunakan oleh Pengobatan Cina. Contoh: Di Penangkaran Buaya Balikpapan d. Minyak dan Kerupuk. Minyak Buaya dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kulit dan gatal-gatal. Kerupuk Buaya Dimanfaatkan untuk dikoonsumsi yang katanya rasanya sangat gurih e. Kulit Buaya Biasanya jadi bahan untuk pengrajin seperti Tas, Dompet, dan Sabuk dari kulit buaya Kesimpulan Buaya memiliki lebih dari 15 spesies dengan genus Crocodylus, salah satunya adalah Buaya air asin atau Buaya Muara (Crocodylus porosus). Buaya muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia dan dapat mencapai panjang tujuh meter. Buaya muara berbeda dengan buaya lain yaitu sisik belakang kepalanya yang kecil atau tidak ada, sisik dorsalnya bertunas pendek berjumlah 16-17 baris dari depan dan kebelakang biasanya 6-8 baris. Buaya jenis ini menempati habitat muara sungai. Kadang dijumpai di laut lepas. Buaya ini bertelur pada awal musim penghujan. Suhu yang optimum bagi telur untuk menetas adalah sebesar 31,6 derajat celcius. Kebutuhan pakan buaya berbeda-beda tergantung dari berbagai faktor seperti spesies, jenis kelamin, umur, keaktifan, keadaan lingkungan. Muara (Crocodylus porosus) Di Desa Teritip Kecamatan Teritip Kabupaten Balikpapan Kalimantan Timur. Malang: UNM Jackson, Kate. 1996. Morphology and Ultrastructure of Possible Integumentary Sense Organs in the Estuarine Crocodile (Crocodylus porosus). Canada: Department of Zoology, University of Toronto. Kawamoto, Daralyn. 2006. Crocodylus porosus–The Saltwater Crocodile. Journal of Herpetology, 2006 (110) 11431151. Saran Kumar, Akhilesh. dkk. 2012. A Review on Status and Conservation of Saltwater Crocodile (Crocodylus porosus) in India. India: University of Lucknow. Untuk pembuat makalah selanjutnya, sebaiknya dapat mengkaji tentang lebih dalam lagi tentang Buaya air asin atau Buaya Muara (Crocodylus porosus) dalam melakukan interaksi sesama jenisnya dan juga membahas tentang jenis Buaya dari genus lainnya. Kurniati, Hellen. 2003. Amfibia dan Reptilia Cagar Alam Gunung Supiori, Biak-Numfor: Daerah Korido dan Sekitarnya. Berita Biologi.Vol. 6 (5). Jawa Barat: Balai Biologi Puslit Biologi LIPI. Daftar Pustaka Gumilar, Finie. 2007. Studi Penetasan dan Pertumbuhan Telur Hatchlling Buaya Muara (Crocodylus porosus) di Penangkaran PT. Ekanindya Karsa Cikande, Kabupaten Serang Di bawah Bimbingan I Nyoman S. Nuitja dan Ismu Susanto Suwelo. Bogor: IPB Huda, Yahya. 2009. Studi Metode Konservasi Exsitu Pada Buaya Kurniati, Hellen. dkk. 1999. Status Populasi Buaya Crocodylus porosus Di Daerah Kaimana dan Teluk Arguni, Irian Jaya. Jawa Barat: Balai Biologi Puslit Biologi LIPI. Muharromi, Fanani. 2010. Perilaku Harian Buaya muara (Crocodylus porosus, Schneider 1801) di Pusat Penyelamatan Satwa Jogja. Biota. Vol. 15. (2) 188-194. Webb, Grahame J.W. dkk. 2010. Saltwater Crocodile Crocodylus porosus. Australia: Wildlife Management International Pty. Limited. Whiting, Scott D. dan Andrea U. Whiting. 2011. Predation by the Saltwater Crocodile (Crocodylus porosus) on Sea Turtle Adults, Eggs, and Hatchlings. Australia: Department of Natural Resources, Environment, the Arts and Sport. \