LAPORAN PENELITIAN DOSEN PENELITIAN MUDA KAJIAN ANALISIS URIN BAYI PEREMPUAN DAN LAKI LAKI DENGAN COMPUTED RADIOGRAPHY STA IN BATUSANGKAR Peneliti : Sri Maiyena, S.Pd, M.Sc DILAKSANAKAN ATAS BIAYA DIPA STAIN BATUSANGKAR SESUAI SURAT PERJANJIAN KONTRAK PENELITIAN NOMOR : Sti.02/IX/TL.00/ / 2014 TANGGAL 2014 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR 2014 I. HALAMAN IDENTITAS a. Judul Penelitian :Kajian Analisis Urin Bayi Perempuan dan Laki Laki dengan Computed Radiography b. Nomor Kontrak : Sti.02/IX/TL.00/ / 2014 c. Program Penelitian : Peneliti Muda / Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan *) d. Jenis Penelitian : Individu / Kelompok *) 1. Peneliti Utama a. Nama : Sri Maiyena, S.Pd, M.Sc b. Jenis Kelamin : L/P *) c. NIP d. Bidang Ilmu : Fisika e. Pangkat/Gol : Penata Muda / III/b f. Jurusan/Prodi : Tarbiyah/ Tadris Fisika g. Alamat : STAIN Batusangkar h. Telp : 085213275694 i. Email : [email protected] : 19860527 201101 2 016 2. Waktu Penelitian : Agustus s/d November 3. Biaya : Rp. 7.500.000,- 4. Sumber Biaya : STAIN Batusangkar Mengetahui, Kepala P3M STAIN Batusangkar Ulya Atsani, M.Hum NIP. 19750303 199903 1 004 Ket : *) Coret yang tidak perlu Batusangkar, November 2014 Peneliti, Sri Maiyena, S.Pd, M.Sc NIP. 19860527 200101 2 016 ABSTRAK Dalam Islam terdapat perbedaan hukum najis antara urin bayi laki-laki dan perempuan yang secara fisik terlihat sama. Urin bayi laki-laki yang hanya minum asi digolongkan dalam najis ringan (mukhoffafah) dan urin bayi perempuan yang hanya minum asi digolongkan kedalam najis (mutawassitah). Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan apakah terdapat perbedaan profil garis citra dan koefisien atenuasi linier pada urin bayi laki-laki dan bayi perempuan yang hanya minum asi saja dan susu tambahan dengan computed radiography, serta melihat bagaimana kaitan antara perbedaan koefisien atenuasi liniernya dengan perbedaan hukum kenajisannya. Penelitian ini dilakukan di ruang roentgen bagian radiologi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Sampel penelitian terdiri dari urin bayi laki laki dan perempuan yang hanya minum asi saja dan urin bayi perempuan dan laki laki yang minum asi dan susu tambahan. Pengambilan citra CR dilakukan sebanyak tiga hari (22, 25 dan 26 September 2014) dengan variasi tegangan 50 dan 60 kV dan menggunakan kuat arus 100 mA dan waktu paparan 5 ms. Citra yang diperoleh dianalisis secara visual, kualitas dan fisis citra. Analisis secara visual dilakukan dengan melihat kontras, kecerahan dan ketajaman citra. Analisis kualitas citra yaitu analisis profil garis dengan menggunakan program new image analyzer 2007. Analisis fisis citra dilakukan dengan menentukan nilai koefisien atenuasi linier dari masing masing citra sampel dengan menggunakan program new image analyzer 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara visual dari ketiga hari pengambilan citra dan dengan dua variasi tegangan yang berbeda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada kecerahan, kontras dan ketajaman citra. Analisis dari kualitas citra (berdasarkan grafi profil garis citra) menunjukkan bahwa pada tegangan 60 kV memperlihatkan pola profil garis citra yang sama pada ketiga hari pengambilan citra, dimana terlihat bahwa sampel U3 memiliki koefisien serapan terkecil dibandingkan dengan ketiga sampel urin yang lain. Analisis fisis citra menunjukkan bahwa keempat sampel urin yang diuji memiliki pola nilai koefisien atenuasi linier yang sama pada tegangan 60 kV pada ketiga hari yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa sampel urin dapat diidentifikasi pada tegangan 60 kV. Nilai koefisien atenuasi linier U1 paling besar dan nilai koefisien atenuasi linier U3 paling kecil pada ketiga hari pengambilan citra. Adanya perbedaan nilai koefisien atenuasi linier yang signifikan antara sampel U1 dan U3 ini berkaitan dengan perbedaan cara pensucian najis pada urin bayi laki-laki dan bayi perempuan. Kata Kunci: urin bayi laki-laki, urin bayi perempuan, computed radiography, hukum najis dalam Islam i KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Kajian Analisis Urin Bayi Perempuan dan Laki laki dengan Computed Radiography”. Dalam penelitian ini, peneliti telah banyak mendapat bantuan, dorongan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan peneliti mengaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Bapak Boston selaku kepala unit radiologi rumah sakit stroke nasional Bukittinggi. 2. Venny Haris, M.Si selaku reviewer. 3. Mhd. Afdal selaku pembantu peneliti. 4. Ulya Atsani, M.Hum, selaku kepala P3M STAIN Batusangkar. 5. Dr. H. Kasmuri , MA selaku ketua STAIN Batusangkar, Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada mereka semua dan menjadi amal ibadah di sisi-Nya. Amin. Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Namun peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan memberikan sumbangan bagi dunia sains dan fiqh. Batusangkar, November 2014 Sri Maiyena, S.Pd,M.Sc Nip: 19860527 201101 2 016 ii DAFTAR ISI Halaman Judul Abstrak ............................................................................................................ i Kata Pengantar .............................................................................................. ii Daftar Isi ......................................................................................................... iii Daftar Tabel .................................................................................................... v Daftar Gambar ............................................................................................... vi Daftar Lampiran ............................................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2 C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2 D. Signifikan Penelitian ................................................................. 2 E. Definisi Operasional.................................................................. 3 F. Kajian Riset Sebelumnya .......................................................... 3 BAB II KAJIAN TEORI .......................................................................... 5 A. Bayi ........................................................................................... 5 B. Urin ........................................................................................... 6 C. Najis .......................................................................................... 7 D. Sinar X ...................................................................................... 8 E. Spektrum Sinar X ...................................................................... 10 F. Interaksi Radiasi dengan Materi ............................................... 12 G. Radiografi .................................................................................. 14 H. Computed Radiography ............................................................ 16 I. Koefisien Atenuasi Linier ......................................................... 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 19 A. Tempat Penelitian ..................................................................... 19 B. Bahan Penelitian........................................................................ 19 C. Peralatan Penelitian ................................................................... 19 D. Prosedur Kerja dan Pengumpulan Data ................................... 20 iii E. Tahap Analisis Data .................................................................. 22 F. Rancangan Penelitian ................................................................ 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 25 A. Hasil dan Analisis Citra Radiografi Secara Visual ................... 25 B. Hasil dan Analisis Citra Radiografi Secara Kualitas ................ 27 C. Hasil dan Analisis Citra Radiografi Secara Fisis Citra ............. 31 BAB V PENUTUP ..................................................................................... 36 A. Kesimpulan .............................................................................. 36 B. Saran ......................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN iv 37 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Islam, najis merupakan benda yang dianggap kotor. Najis adalah apa saja yang keluar dari dua lubang manusia berupa tinja, urin, air madzi dan wadyu. Kotoran dari semua hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan. Darah, nanah dan air muntah yang telah berubah. Begitu juga semua bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya (Jabir Al-Jazairi, 2009). Oleh karena itu, wajib dibersihkan. Hal ini karena najis menghalangi seseorang untuk beribadah kepada Allah SWT. Dari uraian tentang hal-hal yang menjadi najis, salah satu yang menjadi kontroversi di masyarakat adalah urin bayi. Urin bayi menjadi kontroversi karena terdapat perbedaan perlakuan antara cara membersihkan najis pada urin bayi perempuan dan urin bayi laki-laki. Urin bayi perempuan yang baru lahir langsung dikelompokkan ke dalam najis mutawasith sedangkan urin bayi laki-laki merupakan najis mukhofafah. Najis mukhofafah merupakan najis ringan, dimana cara mensucikannya adalah dengan memercikkan air bersih pada benda yang terkena najis tersebut. Sedangkan najis mutawasith digolongkan ke dalam najis sedang, cara membersihkannya haruslah dengan dicuci, sehingga hilang bau, warna dan rasanya. Dengan adanya perbedaan perlakuan dari najis urin bayi ini, hal ini menjadi kontroversi di masyarakat seperti adanya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan. Hal ini akan mengakibatkan adanya pandangan bahwa Islam tidak adil. Ketentuan perbedaan perlakuan najis ini tentu ada maksud yang terkandung di dalamnya. Hal ini seperti najis yang terkena jilatan anjing. Cara menghilangkan najis ini adalah dengan tanah dan kemudian membasuhnya dengan air. Berdasarkan penelitian ilmiah diperoleh bahwa dengan penggunaan tanah dapat mematikan bakteri yang terdapat pada air liur anjing. Sedangkan dengan sistem yang lain, bakteri tersebut tidak bisa mati. Ada beberapa fakta yang mengungkapkan terdapatnya perbedaan perlakuan ini karena adanya perbedaan urin bayi laki-laki dan perempuan. Dalam Tuhfat al-Mawdûd karya Ibn alQayyim (1292–1349 M) (Arifin, 2013) kata Ibn al-Qayyim, urin bayi perempuan relatif lebih “padat” daripada urin bayi laki-laki, karena suhu panas pada alat kelamin bayi laki-laki relatif lebih tinggi daripada perempuan. Dan itu berpengaruh juga meringkankan bau urin bayi lakilaki lebih ringan daripada bau urin bayi perempuan. Selain dari itu, perbedaan antara urin bayi lelaki dengan urin bayi wanita adalah urin bayi wanita baunya menyengat, jauh lebih kuat 1 baunya dari bayi lelaki yang hampir tidak berbau, sehingga dibedakan cara pembersihannya (Antoro, 2012). Berdasarkan penggolongan permasalahan yang dikemukakan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Kajian Analisis Urin Bayi Perempuan dan Laki-laki Dengan Computed Radiography. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijabarkan di atas, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah perbedaan profil garis citra yang terdapat pada urin bayi perempuan dan urin bayi laki-laki dengan menggunakan computed radiography? 2. Bagaimanakah perbedaan koefisien atenuasi linier yang terdapat pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki dengan menggunakan computed radiography? 3. Bagaimana kaitan antara koefisien atenuasi linier pada urin bayi perempuan dan bayi lakilaki yang diperoleh dengan hukum najis dalam Islam? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui perbedaan profil garis citra yang terdapat pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki dengan menggunakan computed radiography. 2. Mengetahui perbedaan koefisien atenuasi linier yang terdapat pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki dengan menggunakan computed radiography. 3. Mengetahui kaitan antara koefisien atenuasi linier pada urin bayi perempuan dan bayi lakilaki yang diperoleh dengan hukum najis dalam Islam. D. Signifikan Penelitian Pentingnya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pengetahuan untuk menganalisis perbedaan urin bayi perempuan dan bayi laki-laki seperti kajian dalam fiqh 2. Memberikan pengetahuan tentang kemampuan sistem computed radiography dalam membedakan profil garis citra pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki 3. Memberikan pengetahuan tentang kemampuan sistem computed radiography dalam membedakan koefisien atenuasi linier pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki. 2 4. Memberikan pengetahuan tentang keterkaitan antara nilai koefisien atenuasi yang diperoleh dengan hukum najis dalam Islam. 5. Sumbangan pemikiran ilmu pengetahuan sains yang berkaitan dengan hukum fiqh tentang adanya perbedaan perlakuan najis urin bayi perempuan dan bayi laki-laki. 6. Landasan berpijak bagi peneliti yang berminat melanjutkan penelitian ini. E. Definisi Operasional Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini dapat dijelaskan definisi operasionalnya sebagai berikut: 1. Analisis merupakan penyelidikan terhadap suatu peristiwa atau perbuatan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya dan sebagainya) serta serangkaian tindakan dan pemikiran yang sengaja untuk menelaah suatu hal yang secara mendalam ataupun secara terperinci dalam mengkaji bagian-bagian dari suatu hal. 2. Urin bayi adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. 3. Computed radiography adalah teknologi radiografi digital modern. Computed radiography yang peneliti maksudkan adalah computed radiography yang digunakan di rumah sakit Stroke Bukittinggi. 4. Najis adalah apa saja yang keluar dari dua lubang manusia berupa tinja, urin, air madzi dan wadyu. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan najis adalah urin bayi perempuan dan bayi laki-laki yang hanya minum asi saja dan yang telah diberi susu tambahan. F. Kajian Riset Sebelumnya Penelitian tentang penggunaan sistem computed radiography pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Setiawan (2002) melakukan interpretasi terhadap radiograf digital yang diperoleh dari digitisasi citra radiograf sinar-x analog berbasis film. Pada penelitian ini beberapa radiograf dari hasil proses pengelasan sambungan pipa yang analog didigitisasi menggunakan scanner komersil UMAX 3450. Selanjutnya, Cahyono (2003) dan Pasolang (2003) juga telah melakukan uji tak rusak berbasis sinar-x dengan menggunakan teknik radiorafi film digital. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa proses digitisasi film radiograf mampu mereduksi informasi radiograf dan faktor kerusakan film dan gangguan teknis lain dapat dihindari dengan memanfaatkan tampilan langsung ke komputer. 3 Fidiani (2008) juga telah melakukan penelitian tentang inspeksi kandungan logam dalam cat dengan menggunakan teknik computed radiography (CR). Penelitian ini dilakukan terhadap berbagai jenis cat (cat tembok, cat kayu dengan campuran Pb, meni cat besi, pilox) dan cat kayu yang diberi campuran serbuk Pb(NO3)2, CuSO4, K2Cr2O7 dan K2CrO4 yang dioleskan pada kertas dan kemudian dibuat radiograf digitalnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kemungkinan teknik Computed Radiography (CR) sinar-x dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan logam dalam cat. Radiograf semua sampel dianalisis berdasarkan analisis visual, profil garis dan histogram. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis perbedaan urin bayi perempuan dan bayi laki-laki menggunakan teknik computed radiography. Analisis ini perlu dilakukan untuk melihat perbedaan citra yang diberikan pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki. Penelitian ini berupaya untuk menguji kemampuan computed radiography dalam menganalisis perbedaan urin bayi perempuan dan bayi laki-laki dan mengaitkannya dengan perbedaan hukum najis dalam Islam. 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bayi Bayi adalah masa tahapan pertama kehidupan seorang manusia setelah terlahir dari rahim seorang ibu. Bayi memiliki berbagai pengertian. Menurut Sara Lewis bayi merupakan individu dengan pola pertumbuhan dan perkembangan yang unik. Sedangkan menurut Dini Kasdu bayi adalah masa tahapan pertama kehidupan seorang manusia setelah terlahir dari rahim seorang ibu (Annonimous, 2012). Setelah kelahirannya, bayi mulai melakukan aktivitas seperti halnya manusia walaupun masih dalam taraf sederhana. Bayi yang baru lahir akan pipis sekitar 10 sampai 20 kali sehari. Saat ia tumbuh dalam beberapa bulan ke depan, frekuensi pipis akan berkurang. Akan tetapi jumlah pipis setiap kalinya akan meningkat. Pup pertama bayi yang baru lahir berwarna hitam kehijauan dan bertekstur lengket. Ini adalah pup khusus yang disebut "mekonium", yang berisi cairan ketuban yang terminum oleh bayi saat di dalam rahim. Untuk bulan pertama, pup bayi baru lahir memang basah dan berair, dan ada beberapa bayi mungkin pup hampir 10 kali sehari. Di sisi lain, ada beberapa bayi yang tidak pup selama 3 sampai 4 hari. Meskipun berbeda menurut tiap-tiap bayi, frekuensi pup harus rata-rata sekitar 1 sampai 2 kali sehari (Annonimous, 2012). Pada awal-awal kelahirannya, bayi lebih banyak tidur. Hal ini karena ia sedang dalam proses adaptasi (dari dalam kandungan ke luar rahim). Pada umumnya bayi tidur sekitar 16-17 jam perhari dengan tidur siang dan pagi lebih kurang 7,5 jam dan tidur malam 8,5 jam (Direktorat Kesehatan Anak Khusus. 2010.). Disamping tidur yang lama, bayi juga bangun malam untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Namun kebiasaan tersebut akan berkurang sesuai dengan bertambahnya usia. Setelah usia 3 bulan, biasanya waktu tidur bayi lebih teratur. Kebiasaan bayi sering bangun di waktu malam hari sangat membantu ibu dalam menyukseskan program ASI ekslusif. Hal ini karena dapat merangsang hormon prolaktin yang berfungsi untuk pembentukan ASI. Selama 6 bulan pertama, bayi diberikan ASI ekslusif tanpa cairan lain. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Pada minggu pertama (4-6 hari), payudara menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal berupa cairan kekuningan yang mengandung zat-zat kekebalan yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi saluran pencernaan (Gunawan, 2012). Dalam pemberian ASI sangat dianjurkan untuk 5 menyusui bayi kapanpun bayi menginginkannya. Agar program menyusui memberikan hasil yang maksimal maka perlu manajemen laktasi. Manajemen ini meliputi persiapan ibu yang sehat (baik fisik maupun mental), makanan yang cukup dan bergizi, motivasi dan niat yang kuat, istirahat yang cukup, perawatan payudara, dukungan dari keluarga, pengetahuan tentang pentingnya ASI, serta teknik menyusui yang benar. B. Urin Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Kurniawan, 2013). Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Pada umumnya orang menganggap bahwa urin adalah zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea (Rasmi, 2013). Sehingga bisa dikatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril. Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat. 6 C. Najis Najis adalah sesuatu yang harus dijauhi ketika seorang muslim melakukan ritual ibadah tertentu seperti shalat baik shalat wajib 5 waktu atau shalat sunnah, thawaf saat haji dan umrah, dan lain-lain. Najis berasal dari bahasa Arab, najasah yang secara etimologis bermakna kotor. Sedangkan dalam terminologi fiqh (syariah), najis adalah sesuatu yang kotor yang diperintahkan oleh syariah untuk suci darinya dan menghilangkannya dari baju dan badan dan dari segala sesuatu yang disyaratkan suci ketika memakainya. Seperti sucinya baju dan badan pada saat melaksanakan shalat dan tawaf umarah dan haji (Annonimous. 2012). Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj menyatakan bahwa najis dalam definisi syariah adalah perkara kotor yang mencegah sahnya shalat. Sesuatu yang dianggap najis menurut syariah Islam (Tuasikal, 2010) sebagai berikut: 1. Kencing, baik kencing bayi atau kencing orang dewasa. 2. Tinja (kotoran manusia) atau kotoran hewan 3. Khamr (mimunam beralkohol). 4. Bangkai hewan yang mati tanpa disembelih secara syariah dan seluruh anggota badannya seperti daging, tulang, tanduk, kuku, dll kecuali, (a) belalang, hewan laut dan hewan sangat kecil yang darahnya tidak mengalir seperti lalat dan sejenisnya. Khusus untuk lalat dan sejenisnya apabila masuk ke air yang sedikit (kurang 2 qullah) dalam keadaan hidup kemudian mati dalam air, maka airnya tetap suci. (b) bangkai manusia, hukumnya suci baik muslim atau nonmuslim (kafir). 5. Darah. 6. Nanah. 7. Muntah. 8. Anjing dan Babi 9. Madzi yaitu cairan putih encer yang keluar bukan karena syahwat. 10. Wadi yaitu cairan pekat kental yang keluar setelah kencing atau setelah membawa beban berat. 11. Mani (sperma). 12. Susu hewan yang tidak halal dagingnya kecuali susu manusia. Menurut madzhab Hanafi tulang bangkai suci, sedangkan menurut madzhab Maliki rambut dan bulu bangkai suci. Kotoran dan kencing hewan yang halal dimakan hukumnya suci menurut madzhab Hanbali. Harus dibedakan antara najis dan mutanajjis. Najis adalah perkara 7 najis. Sedang mutanajjis adalah benda yang terkena atau tersentuh perkara najis. Najis tidak bisa suci. Sedang mutanajjis dapat suci kalau dihilangkan najisnya. Menurut madzhab Syafi'i, tingkatan najis terbagi menjadi 3 (tiga) macam (Tuasikal, 2010) yaitu: 1. Najis Mukhoffafah (Ringan) Najis mukhaffafah adalah najis ringan yang cara menghilangkannya cukup dengan menyiramkan air pada najis tersebut. Najis mukhaffafah terdapat pada kencingnya anak kecil laki-laki yang belum berusia 2 tahun dan tidak makan apa-apa kecuali ASI (air susu ibu). 2. Najis Mutawassitah (Sedang) Najis mutawassitah adalah najis yang umum seperti darah, bangkai, kotoran manusia atau hewan, muntah, kencing, dll. Cara menyucikan najis mutawassitah ainiyah adalah dengan menghilangkan perkara yang najis yakni rasa, warna dan baunya dengan air yang suci dan mensucikan. Apabila sulit menghilangkan warna atau baunya, maka tidak apaapa. Apabila air untuk menyucikan kurang dari 2 (dua) qullah maka harus dengan mengalirkan/menyiramkan air tersebut ke benda yang najis. Apabila air sampai 2 qullah atau lebih, maka tidak disyaratkan mengalirkan air ke benda najis tersebut bahkan boleh memasukkan benda najis tersebut ke air yang sampai 2 qullah atau lebih. Kecuali apabila berubah salah satu dari 3 sifatnya (warna, bau dan rasa) maka air tersebut tetap suci. Adapun kencing bayi perempuan status najisnya sama dengan kencing orang dewasa. Cara menghilangkan atau mensucikan najis tersebut adalah dengan menyiramkan air suci pada kencing anak tersebut sampai merata walaupun air itu tidak mengalir. Siraman cukup dilakukan satu kali. 3. Najis Mugholladzah (Berat) Najis mughalladzah adalah najis berat yaitu najis anjing dan babi. Cara mensucikannya adalah dengan menyiramkan air sebanyak 7 (tujuh) kali, dan salah satunya dicampur dengan debu atau tanah. Disamping itu, najis juga dibedakan atas 2 (dua) hal yaitu najis hukmiyah dan najis ainiyah. Najis hukmiyah adalah najis yang tidak kelihatan warnanya, baunya dan rasanya. Najis ainiyah adalah sebaliknya najis hukmiyah yaitu najis yang kelihatan warnanya, baunya dan rasanya. D.Sinar-X 8 Pada tahun 1895 Wilhelm Roentgen menemukan bahwa radiasi yang memiliki daya tembusnya besar yang sifatnya belum diketahui, dihasilkan jika elektron cepat menumbuk materi. Radiasi ini disebut sinar X. Sinar X ini, didapatkan menjalar menurut garis lurus, dapat menembus bahan, dan dengan mudah dapat menyebabkan bahan fosfor berpendar dan menghitamkan film (Beiser, 1987). Pembangkit sinar X ini berupa tabung hampa udara yang di dalamnya terdapat filament sebagai katoda dan terdapat komponen anoda. Ketika filament dipanaskan, makan akan keluar elektron. Jika antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi, elektron akan dipercepat menuju anoda. Adanya percepatan elektron tersebut, maka akan terjadi tumbukan tidak kenyal sempurna antara elektron dengan anoda, sehingga terjadi pancaran radiasi sinar X (Suyatno, 2008). Dalam memproduksi sinar X diperlukan 3 syarat dasar yaitu sumber elektron, catu daya tegangan tinggi dan target (Trikasjono, 2007). Peristiwa terjadinya tumbukan tak kenyal sempurna antara elektron dengan atom anoda (target) akan terjadi dua hal yaitu: 1. Terjadi radiasi yang disebut “ bremstrahlung”. Bremstrahlung ini terjadi ketika elektron yang mendekati atom target (anoda) akan berinteraksi dengan atom bahan anoda, tepatnya dengan elektron luar atom tersebut. Akibatnya, mengalami perlambatan sehingga mengeluarkan radiasi. Radiasi ini memiliki aneka ragam panjang gelombang. Oleh karena itu proses bremstrahlung dapat dialami elektron berulang kali (Suyatno, 2008). 2. Sinar X yang dihasilkan akibat transisi elektron dari orbit tinggi ke orbit rendah dari atom anoda. Transisi elektron ini terjadi karena adanya kekosongan elektron setelah ditumbuk oleh elektron berkecepatan tinggi. Sinar X ini disebut dengan sinar X karakteristik, yang banyak digunakan pada pengujian analisa bahan (Trikasjono, 2007). Sinar X dalam penyebarannya dari sumber melalui suatu garis yang menyebar ke segala arah kecuali dihentikan oleh bahan penyerap sinar X. Akibatnya, tabung sinar X ditutup dalam suatu rumah tabung logam yang mampu menghentikan sebagian besar radiasi sinar X. Dalam hal ini hanya sinar X yang berguna dibiarkan keluar dari tabung melalui jendela atau window. Untuk dapat menghasilkan berkas sinar X pada sistem pencitraan sinar-X maka diperlukan tegangan tinggi. Akibatnya, rangkaian listriknya dirancang sedemikian rupa sehingga tegangan tingginya dapat diatur dengan rentang yang besar yaitu antara 20 kV 9 sampai 100 kV. Jika digunakan kV rendah maka sinar X memiliki gelombang yang panjang sehingga akan mudah diserap oleh atom dari target (anoda), yang disebut soft x-ray. Pengaturan tegangan yang cukup tinggi akan menghasilkan sinar X dengan daya tembus yang besar dan panjang gelombang yang pendek. Sinar-X sebagai gelombang elektromagnetik, berada pada rentang panjang gelombang kurang lebih dari 0,01 hingga 10 nm (energinya kurang lebih dari 100 eV hingga 100 keV). Rentang spectrum elektromagnetik digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1. Spektrum gelombang elektromagnetik (Sumber Quinn dkk, 1980) E. Spektrum Sinar X Spektrum sinar X yang dihasilkan oleh tabung sinar X terdiri atas dua bagian yaitu diskrit dan kontinyu. Sinar X karakteristik terjadi karena elektron atom yang berada pada kulit K terionisasi sehingga terpental keluar. Kekosongan kulit K selanjutnya segera diisi oleh elektron dari kulit di luarnya. Bila kekosongan kulit K diisi oleh elektron dari kulit L, maka akan dipancarkan sinar X karakteristik Kα. Jika kekosongan diisi oleh elektron kulit M, akan dipancarkan sinar-X karakteristik Kβ. Apabila spektrum sinar X dari suatu atom berelektron banyak diamati, maka akan terlihat spektrum sinar X bremstrahlung dan garis-garis tajam berintesitas tinggi yang dihasilkan oleh transisi Kα, Kβ, dan seterusnya (Beisser, 1987). Spektrum sinar X seperti terlihat pada Gambar 2. 10 Gambar 2. Spektrum sinar-X (Sumber: Littlefield dkk, 1979) Sinar X yang timbul pada suatu potensial pemercepat tertentu V dalam panjang gelombangnya bermacam-macam, tetapi tidak terdapat panjang gelombang yang lebih kecil dari suatu harga tertentu min. Jika V bertambah maka min akan mengecil. Untuk suatu harga V, min untuk target molybdenum dan tungsten harganya sama. Hubungan antara min dengan V berbanding terbalik secara eksperimen yang dinyatakan dengan persamaan min 12,42.10.7 V0 (1) Panjang gelombang terpendek min spektrum sinar X diperoleh pada beda potensial tertentu V0. Tinjau sebuah elektron yang sampai di anoda setelah melampaui beda potensial V0. Energi kinetik elektron tersebut adalah : K eV0 (2) Dengan berpijak pada teori kuantum Einstein, bahwa sinar x merupakan suatu gumpalan energi elektromagnetik dengan energi E yang memenuhi : E hn hc / (3) Andaikan bahwa ada kemungkinan, melalui suatu mekanisme tertentu, seluruh energi kinetik elektron pada saat menumbuk katoda semuanya dan tanpa terkecuali menjadi suatu foton sinar X. dalam hal ini maka : K = E atau hc/ = e V0 11 (4) Sehingga diperoleh : hc 1 e V0 (5) Apabila panjang gelombang minimum min dinyatakan dalam meter dan V0 dalam volt maka : min 12,42.10.17 V0 (6) F. Interaksi Radiasi dengan Materi Interaksi foton sinar X dengan materi menyebabkan terjadinya hamburan koheren, efek Compton, efek fotolistrik, produksi pasangan dan photodisintegration. Pada diagnosis radiologi hamburan koheren, produksi pasangan dan photodisintegration tidak dimanfaatkan. 1.Efek Compton Efek Compton berlandaskan pada konsep bahwa dalam interaksinya foton berkelakuan sebagai zarah, berada dalam tempat terbatas dalam ruang, memiliki energi dan momentum linear. Melalui efek Compton yang beruntun suatu foton sinar X akan kehilangan energinya secara terus-menerus. Hamburan Compton terjadi apabila foton sinar X mengenai elektron bebas, atau elektron atom lain yang energi ikatnya sangat kecil sehingga elektron dapat dianggap sebagai elektron bebas. Pada tumbukan ini foton dapat dipandang sebagai partikel yang kehilangan sejumlah energi yang besarnya sama dengan energi kinetik K yang diterima oleh elektron. Dalam hal ini akan mengakibatkan panjang gelombang sinar X terhambur akan lebih panjang dari sebelum tumbukan. Jika foton semula mempunyai frekuensi v, maka foton hambur memiliki frekuensi yang lebih rendah v’. Secara skematik proses terjadinya hamburan Compton digambarkan pada Gambar 3(a). 12 Gambar 3. Skema terjadinya (a) hamburan Compton dan (b) efek fotolistrik (Sumber: Littlefield dkk, 1979) 2. Efek Fotolistrik Dalam proses ini suatu foton sinar X mengenai elektron yang terikat pada intinya. Jika tenaga foton sinar-X lebih besar dari tenaga ikat elektron, maka elektron akan terlepas dari intinya menjadi elektron bebas, sedangkan sisa energinya akan digunakan sebagai tenaga kinetik elektron, menurut persamaan : 𝐸𝑥 = 𝐸𝑘𝑒 + 𝐸𝑖 atau ℎ𝑓 = 𝐸𝑘𝑒 + 𝐸𝑖 (7) Dengan Ex = hf adalah besar energi foton sinar-X, Eke adalah energi kinetik elektron, dan Ei adalah energi ikat inti. Untuk melepaskan elektron dari suatu logam diperlukan sejumlah energi minimal yang besarnya tergantung pada jenis atau sifat logam tersebut. Energi minimal ini disebut fungsi kerja (work function) dari logam, dilambangkan oleh φ keperluan energi tersebut disebabkan elektron terikat oleh logamnya. Proses terjadinya efek fotolistrik diperlihatkan pada Gambar 3 (b). Jika foton dikenakan pada suatu logam yang mempunyai fungsi kerja φ , dimana hv > φ , maka elektron dapat terlepas dari logam. Jika energi foton tepat sama dengan fungsi kerja logam yang dikenainya, maka frekuensi sebesar frekuensi foton tersebut disebut dengan frekuensi ambang dari logam, dengan persamaan : 𝑉𝑜 = 𝜑 (8) ℎ Akibatnya, jika frekuensi foton lebih kecil daripada frekuensi ambang logam, maka tidak akan terjadi pelepasan elektron dan jika frekuensi foton lebih besar daripada frekuensi 13 ambang logamnya maka akan terjadi pelepasan elektron, yang biasa disebut efek fotolistrik (Ortec, 1987). Elektron yang terlepas dari logam karena dikenai foton akibat efek fotolistrik, mempunyai energi kinetik sebesar: 𝐸𝑘𝑒 = ℎ𝑣 − 𝜑 = ℎ(𝑣 − 𝑣𝑜 ) (9) G. Radiografi Perkembangan radiografi diawali dengan penemuan sinar-X pada tahun 1895 oleh Wilhelm Rongent. Radiografi merupakan salah satu metode uji tak rusak (Non-destructive Testing, NDT) yang menguji suatu spesimen. Untuk membentuk bayangan benda yang dikaji pada film, digunakan sinar pengionan yaitunya sinar X. Penggunaan sinar-X ini karena sinar-X mempunyai daya tembus yang besar, namun setelah menembus objek intensitas sinar-X akan mengalami pelemahan. Besarnya pelemahan intensitas sinar-X setelah menembus objek ditentukan oleh koefisien serapan objek (µ) terhadap sinar-X. Koefisien serapan objek ditentukan oleh materi penyusunnya. Koefisien serapan objek radiografi yang tidak seragam akan menyebabkan variasi intensitas sinar-X setelah menembus objek. Variasi ini dideteksi oleh detektor yang diletakkan tepat di belakang objek, dan informasi mengenai variasi intensitas sinar-X setelah menembus objek dapat ditampilkan sebagai citra radiografi (Kouris dkk, 1982). Besarnya penyerapan sinar-X oleh suatu bahan tergantung pada panjang gelombang sinar-X (tegangan anoda-katoda, kV), intensitas sinar-X (arus filamen, mA), waktu paparan (s), jarak objek ke detektor, susunan bahan dalam objek, ketebalan objek, dan kerapatan objek. Tegangan tinggi pada anoda-katoda merupakan daya dorong elektron di dalam tabung dari katoda ke anoda. Supaya dapat menghasilkan sinar-X daya dorong ini harus kuat sehingga mampu menembus objek. Akibatnya, perubahan tegangan sangat berpengaruh terhadap daya tembus sinar-X. Sedangkan arus akan berpengaruh pada intensitas sinar-X atau derajat terang (brightnees). Peningkatan arus akan menambah intensitas sinar-X dan sebaliknya. Oleh sebab itu derajat terang dapat diatur dengan mengubah arus. Citra yang gelap dihasilkan dari nilai arus yang besar dan citra yang terang dihasilkan dari nilai arus yang kecil. Di samping arus (mA), pencitraan juga berpengaruh pada intensitas. Waktu exposure jarak yang dan waktu lama akan meningkatkan intensitas dari sinar-X. Oleh karena itu, pada setiap pengoperasian pesawat sinar-X dilakukan pengaturan waktu (s) dan arus (mA) yang bergantung pada objek yang disinari. Jika tabung didekatkan pada objek maka intensitas akan naik dan hasil gambar jelas 14 dan terang. Sebaliknya jika tabung dijauhkan dari objek maka intensitas akan menurun. Dari sini dapat disimpulkan bahwa cahaya dan sinar-X merambat dalam pancaran garis lurus yang melebar (Suyatno, 2008). Nilai koefisien serapan radiasi (µ) masing-masing bahan direpresentasikan oleh variasi intensiatas sinar X yang ditampilkan pada citra radiografi. Untuk citra radiografi positif daerah gelap merepresentasikan bagian objek yang memiliki serapan radiasi (µ) yang lebih tinggi dari bagian lainnya, dan sebaliknya. Sedangkan pada citra radiografi negatif daerah terang yang merepresentasikan bagian objek yang memiliki serapan radiasi (µ) yang lebih tinggi dari lainnya. Hal ini disebabkan karena derajat kehitaman yang disebut dengan densitas citra atau densitas optik. Densitas optik (Optical Density, OD) dipengaruhi oleh kuat arus filamen, waktu paparan dan jarak antara sumber radiasi sinar-X dengan detektor. Densitas optik dapat dipresentasikan sebagai perbandingan antara intensitas sinar-X yang dikenakan pada objek (I0) dan intensitas sinar-X yang ditransmisikan oleh objek (It) menurut persamaan 10. 𝐼 𝑂𝐷 = 𝑙𝑜𝑔 𝐼𝑜 (10) 𝑡 Selisih densitas optik pada dua elemen piksel citra radiografi yang saling berdekatan disebut dengan kontras radiografi. Kontras radiografi merupakan hasil dari kontras subjek dan kontras film. Pada plat datar yang memiliki ketebalan homogen, maka kontras subjeknya akan sangat rendah. Sedangkan pada objek dengan variasi ketebalan yang besar, maka kontras subjeknya pun akan sangat besar (Quinn dkk, 1980). Pada sebuah citra radiografi, kontras radiografi menjadi sangat penting karena merupakan penentu detail tidaknya sebuah citra radiografi. Radiografi umumnya digunakan untuk melihat benda tak tembus pandang, misalnya bagian dalam tubuh manusia. Gambaran benda yang diambil dengan radiografi disebut radiograf, yang menunjukkan perubahan ketebalan, cacat (internal dan eksternal), dan detail perakitan untuk menunjukkan kualitas yang optimal. Radiografi lazim digunakan pada berbagai bidang, terutama kedokteran dan industri. Film radiograf adalah rekaman fotografi yang dihasilkan dari lintasan sinar-X yang melalui objek dan di tampilkan dalam suatu film. Secara skematik proses dasar ekspose radiograf digambarkan pada Gambar 4. Ketika film diekspose sinar-X, perubahan tak terlihat (invisible change) yang disebut citra laten diproduksi pada emulsi film. Area 15 yang terkena ekspose menjadi gelap ketika film dibenamkan pada larutan pengembang (developer), tingkat kegelapannya mengembang, film dibilas, lebih bergantung pada jumlah ekspose. Setelah baik pada bak khusus, untuk memberhentikan pengembangan. Film kemudian dimasukkan dalam bak perbaikan, yang melarutkan bagian tak tergelapkan dengan garam sensitif. Kemudian dicuci untuk menghilang cairan penetap (fixer) dan dikeringkan sehingga dapat ditanggani, diinterpretasikan, dan disimpan. Pengembangan, penetapan/penyempurnaan, dan pencucian film terekspose memungkinkan dilakukan secara manual ataupun menggunakan peralatan otomatis. Gambar 4. Skema proses dasar ekspose radiograf (Sumber: Quinn dkk, 1980) Dengan kemajuan teknologi yang ada, proses pembentukan citra dalam sebuah uji tak rusak dapat dilakukan dengan menggunakan teknik citra digital, yaitu dengan cara mengukur intensitas radiasi sinar-X yang berhasil menembus objek dengan menggunakan detektor elektronik, dan citra yang dihasilkan direpresentasikan sebagai susunan diskret nilai intensitas radiasi sinar-X yang terdeteksi oleh detektor. Dalam sebuah citra radiografi yang diperoleh secara digital, susunan diskret nilai intensitas radiasi sinar-x didefinisikan sebagai piksel. H. Computed Radiography Radiografi modern mulai berkembang pada tahun 1975, ketika dikembangkan sebuah tempat penyimpan citra fleksibel dengan plat phosphor (flexible storage phosphor imaging plate) oleh Perusahaan Kodak. Pada tahun yang sama Kodak telah mematenkan sebuah sistem penyimpanan hasil scanning dengan menggunakan phosphor. Selanjutnya, pada tahun 1983, teknologi radiografi modern digital dikomersialisasikan. Teknologi radiografi modern digital yang paling umum digunakan saat ini adalah Computed Radiography (CR). Sekarang ini ada lebih dari 10.000 sistem yang digunakan pada 16 bidang klinis di seluruh dunia. CR menawarkan kualitas citra, kontrol, dan kepercayaan diagnosis. Teknologi CR berbasiskan pada halida tertentu yang berdasar pada material fosfor yang memiliki kemampuan penyimpanan energi dan properti eksitasi, dikenal dengan layar fosfor (storage phosphor plate), yang memungkinkannya menyimpan energi sinar-X untuk sementara dan kemudian melepaskan energi tersebut ketika terjadi eksitasi karena berkas laser. Beberapa material fosfor yang umum digunakan adalah BaFBr:Eu (Eu sebagai aktivator) dan BaF(BrI):Eu. Partikel fosfor terikat dengan material kohesif membentuk suatu struktur keruh, dan tersimpan untuk dasar pendukung mekanik. CR terdiri atas plat phosphor, CR reader dan perangkat elektronika digital. Plat phosphor berfungsi untuk memperoleh gambaran dari proyeksi sinar X. CR reader berfungsi untuk membaca atau menangkap image atau citra dari plat phosphor. Sedangkan perangkat elektronika digital berfungsi untuk mengkonversi hasil citra dalam format digital. Proses terbentuknya citra digital CR digambarkan pada Gambar 5. Layar kemudian diekspose dengan cahaya flourescent (termasuk cahaya matahari) untuk dieksitasi elektron dan menghapus sisa sinyal yang mungkin tertinggal pada layar. Layar yang telah terhapus dimasukkan kembali ke dalam kaset untuk dapat digunakan kembali (Samei dalam Fidiani, 2008). Gambar 5. Proses terbentuknya citra digital pada Computed Radiography (Sumber: Samei dalam Fidiani, 2008) Salah satu keuntungan klinis CR adalah pengoperasiannya yang menggunakan kaset. Ini dimungkinkan untuk retrofitting (pengempasan mundur) yang mudah dari peralatan sinarX berbasiskan film yang ada, dan posisi 17 pasien yang menyenangkan, khususnya pengaturannya yang portabel. Lagipula, sistem pemindaian tunggal dapat melayani berbagai ruang pengujian. I. Koefisien Atenuasi Linear Peristiwa hamburan Compton dan efek fotolistrik akan menyebabkan sinar-X yang mengenai bahan mengalami pengurangan energi dan intensitas. Hukum Lambert mengungkapkan bahwa untuk panjang lintasan tempuh dalam medium penyerap yang sama akan terjadi proses pelemahan radiasi. Misalkan untuk panjang lintasan tempuh radiasi dx, maka intensitas I akan tereduksi dI, mengikuti persamaan: 𝑑𝐼 𝐼 = −𝜇𝑑𝑥 (11) Dengan μ adalah koefisien serapan linear dan tanda negatif menyatakan terjadinya proses penurunan intensitas akibat interaksi dengan materi selama proses penetrasi. Jika persamaan diatas diintegralkan menjadi persamaan: 𝐼𝑡 = 𝐼𝑜 𝑒 (−µ𝑥) (12) Jika diubah dalam bentuk log akan menjadi persamaan: 𝐼 ln 𝐼𝑜 = 𝜇𝑥 18 (13) BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di ruang roentgen Computed Radiography (CR) bagian Radiologi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. B. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah 1) sampel urin bayi, yang terdiri dari : a). urin bayi perempuan, konsumsi asi saja umur 0-6 bulan b). urin bayi perempuan, konsumsi asi dan susu tambahan umur 0-6 bulan c). urin bayi laki-laki, konsumsi asi saja, umur 0-6 bulan e). urin bayi laki-laki, konsumsi asi dan susu tambahan, umur 0-6 bulan 2) air 3) udara C. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sampel holder Alat ini berguna sebagai tempat meletakkan sampel. Gambar 6. Sampel urin b. Satu unit seperangkat alat computed radiography Seperangkat alat computed radiography yang digunakan adalah alat computed radiography yang terdapat pada bagian radiologi Rumah Sakit Stroke Bukittinggi (gambar 7). 19 Kontrol Panel Sumber sinar-x Komputer CR Reader Kaset/detektor sampel Meja pasien Gambar 7. Seperangkat alat computed radiography Seperangkat alat CR terdiri dari 3 bagian yang terpisah yaitu kontrol panel, sumber sinar-x dan CR reader. Kontrol panel berfungsi untuk mengatur besar kecilnya tenaga sinar-x yang ditembakkan. Sebelum digunakan tombol-tombol yang ada pada kontrol panel ini harus diset terlebih dahulu. Tombol-tombol yang terdapat pada kontrol panel adalah tombol pengatur tegangan (kV), tombol pengatur arus (mA) dan tombol pengatur waktu (s). Tabung sumber sinar-x ini menyatu dengan unit kontrol cahaya yang berfungsi untuk memfokuskan sinar-x pada objek yang telah ditentukan. Tepat di bawah tabung sinar-x terdapat meja pasien sebagai tempat objek. Untuk merekam bayangan objek digunakan kaset yang berisi detekor phospor storage. Setelah bayangan objek terekam oleh kaset detektor, selanjutnya kaset detektor dimasukkan pada CR reader. CR reader berfungsi untuk mengolah gambaran laten menjadi data digital. Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer. c. Notebook Notebook digunakan untuk menganalisa citra hasil radiografi dan hasil image. Citra hasil radiografi diolah menggunakan software new image analyzer 2007. Citra dalam bentuk JPEG dirubah ke dalam bentuk bitmap (*.bmp). D. Prosedur Kerja dan Pengumpulan Data Proses pengambilan data cita digital secara garis besar dijelaskan seperti skema pada gambar 8. Langkah pertama pada kegiatan CR adalah menyiapkan objek yang akan diidentifikasi. Selanjutnya, meletakkan objek di atas kaset detektor phospor storage yang berada pada meja pasien, dan kemudian melakukan pengaturan jarak antara tabung sinar x dan objek. Jarak antara tabung sinar-x dan objek diatur 100 cm. Pengaturan jarak 20 disesuaikan dengan jenis dan ketebalan objek yang akan ditembak sinar-x dan berdasarkan petunjuk pada rekomendasi penggunaan alat yang ada pada unit radiologi rumah sakit. Setelah posisi objek, tabung sinar-x dan kontrol cahaya sesuai, kemudian dilakukan pengaturan pada kontrol panelnya. Pada kontrol panel diatur nilai tegangan (kV), arus (mA) dan waktu paparan (s) yang akan digunakan. Pada penelitian ini, besar tegangan yang digunakan adalah 50 kV dan 60 kV dengan besar arus yang digunakan 100 mA dan waktu paparan 5 ms. Hal ini dilakukan untuk mengamati pengaruh variasi tegangan terhadap citra radiografi. Untuk waktu dan arus paparan tidak dilakukan variasi. Pengambilan dilakukan sebanyak tiga hari yaitu pada tanggal 22, 25 dan 26 September 2014. Jika semua nilai tegangan, arus dan waktu paparan sudah diatur, maka sinar-x ditembakkan pada objek dengan menekan tombol kontrol expose sinar-x pada kontrol panel. Setelah proses penembakan sinar-x selesai, kaset detektor phosphor storage dimasukkan dalam CR reader. Hasil pembacaan dari CR reader ditampilkan dalam bentuk citra digital pada computer dengan format JPEG (*.JPEG). Citra CR ini dianalisis dengan menggunakan program New Image Analyzer 2007. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu citra CR dikonversi dalam bentuk bitmap (*.bmp). Proses pengambilan data citra digital secara garis besar dijelaskan seperti skema pada gambar 8. Persiapan objek yang akan di uji Penyetingan kontrol panel Pengaturan tabung sinar-x dan kontrol cahaya Objek di expose Terbentuknya image laten pada kaset (detektor phospor storage) Pembacaan pada CR reader Analisis image pada komputer Gambar 8. Skema proses penelitian Computed Radiography 21 E. Tahap Analisis Data Data citra yang diperoleh dari teknik computed radiography dianalisis dengan cara: 1. Analisis Visual citra Analisis visual citra dilakukan dengan melihat perbandingan antara kecerahan (brightness), kontras (contrast) dan ketajaman (sharpeness) citra diantara satu image dengan image yang lainnya secara visual. 2. Analisis Kualitas Citra Analisis kualitas citra digital yaitu analisis profil garis dengan menggunakan program New Image Analyzer 2007. Melalui analisis profil garis dapat diperoleh informasi mengenai distribusi derajat keabuan dalam setiap posisi piksel dan diperoleh juga informasi mengenai ketajaman citra. Tampilan program new image analyzer 2007 ditunjukkan pada gambar 9 di bawah ini. Gambar 9. Tampilan Program New Image Analyzer 2007 3. Analisis Fisis Citra Analisis ini bertujuan untuk mengetahui informasi fisis dari citra hasil penelitian. Analisis dilakukan dengan cara menghitung nilai koefisien serapan linear dari masingmasing citra sampel dengan menggunakan program New Image Analyzer 2007. Dengan analisis ini dapat dibandingkan dengan jelas profil keempat sampel urin yang diuji. 4. Penentuan ketebalan bahan (x) Untuk menentukan koefisien atenuasi, disamping nilai graylevel juga diperlukan ketebalan bahan dari objek yang diidentifikasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan yaitu: 22 a. Mengkonversi posisi piksel yang terdapat dalam citra Posisi piksel pada citra dikonversi kedalam satuan milimeter. Sebelum dilakukan pengkonversian, terlebih dahulu dilakukan pengukuran pada diameter dalam dari sampel holder. Setelah diameter dalam dari sampel holder diperoleh, jumlah piksel pada citra juga dihitung. Selanjutnya barulah dilakukan konversi posisi piksel ke dalam satuan milimeter. b. Menentukan ketebalan bahan (x) Ketebalan bahan (x) diperoleh dengan menerapkan persamaan phytagoras. Penentuan ketebalan bahan (x) ini seperti diperlihatkan pada gambar 10. Dari gambar 10 dimisalkan jari-jari objek disimbolkan dengan R, posisi piksel L, jarak antara diameter ke posisi piksel disimbolkan dengan Y, dimana Y=R-L. Gambar 10. Penampang objek Ketebalan disimbolkan dengan x. Persamaan phytagoras diterapkan pada segitiga ABC yang terdapat pada gambar 10 yaitu: 𝑥 2 𝑅 2 = (2 ) + 𝑌 2 (14) Akibatnya, persamaan untuk menentukan ketebalan (x) yaitu: 𝑥 2 = 4(𝑅 2 − 𝑌 2 ) (15) Sehingga ketebalan bahan (x) diperoleh: 𝑥 = √4(𝑅 2 − 𝑌 2 ) (16) 23 F. Rancangan Penelitian Secara keseluruhan program penelitian ini dideskripsikan mengikuti diagram alir Gambar 11. Mulai Penyusunan Alat dan Bahan Pengambilan Data Pengambilan citra CR Pengolahan Citra CR Analisis Citra Selesai Gambar 11. Diagram Alir Penelitian 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Analisis Citra Radiografi Berdasarkan Visual Hasil dan analisis citra radiografi berdasarkan visual ditunjukkan pada gambar 12,13 dan 14. Citra tersebut mengunakan variasi tegangan dan arus tetap 100 mA dan waktu paparan 5 ms. Citra diambil dalam waktu 3 hari yaitu pada tanggal 22 September 2014, 25 September 2014 dan 26 September 2014. (a) (b) Gambar 12. Hasil Citra CR 22 September 2014 tegangan (a) 50 kV (b) 60 kV (a) (b) Gambar 13. Hasil Citra CR 25 September 2014 tegangan (a) 50 kV (b) 60 kV (a) (b) Gambar 14. Hasil Citra CR 26 September 2014 tegangan (a) 50 kV (b) 60 kV Citra pada gambar 12 (a,b) merupakan citra yang diambil pada tanggal 22 September 2014, dengan variasi tegangan 50 kV dan 60 kV dan dengan kuat arus tetap 100 mA dan waktu paparan 5 ms. Citra pada gambar 13 (a,b) merupakan citra yang diambil pada tanggal 25 September 2014 dengan perlakuan yang sama pada pengambilan citra pada tanggal 22 September 2014. Citra pada gambar 14 (a,b) merupakan citra yang diambil pada tanggal 26 25 September 2014 dengan perlakuan yang sama pada pengambilan citra pada tanggal 22 dan 25 September 2014. Secara keseluruhan ketiga citra tampak berbeda dalam hal kecerahan, kontras dan ketajaman citra serta untuk background juga berbeda. Ini menunjukkan bahwa secara visual variasi tegangan serta hari pengambilan citra yang berbeda mempengaruhi kualitas citra yang dihasilkan oleh CR. Pada citra gambar 12 (a) yaitu citra yang diambil pada tanggal 22 September 2014 dengan tegangan 50 kV, dimana terlihat bahwa dari keenam objek yang diidentifikasi tampak jelas. Kecerahan, kontras dan ketajaman citra terlihat sangat baik. Kecerahan citra tinggi, terlihat dari intensitas cahaya rata-rata dari objek tersebut. Ketajamanpun tinggi, terlihat dari batas-batas pada detail objek kasar maupun halus dan juga dari batas tepi objek yang terdeteksi dengan jelas. Kontras cira tampak baik karena gambar objek bisa dibedakan dengan backgroundnya. Secara visual terlihat bahwa U2, U3 dan U4 memiliki serapan radiasi hampir sama dan sampel U1 memiliki serapan radiasi hampir sama dengan air. Secara visual hasil citra CR pada tegangan 60 kV pada tanggal 22 September 2014 (gambar 12.b) terlihat bahwa objek yang digunakan kurang jelas. Kecerahan, kontras dan ketajaman citranya tidak setajam pada citra yang menggunakan tegangan 50 kV. Secara visual terlihat dimana ada beberapa objek yang batas tepinya terdeteksi kurang jelas. Kontras citra juga tidak sebaik hasil pada citra dengan menggunakan tegangan 50 kV. Akan tetapi serapan radiasi U2, U3 dan U4 terlihat memiliki serapan radiasi yang hampir sama, begitu juga halnya untuk sampel U1 memiliki serapan radiasi yang hampir sama dengan air. Pada citra gambar 13 (a) yaitu citra yng diambil pada tanggal 25 September 2014 dengan tegangan 50 kV secara visual tampak kurang jelas. Secara garis besar hasilnya hampir sama dengan citra pada tegangan 60 kV pada tanggal 22 September 2014, baik dari segi kecerahan, kontras dan ketajaman citra. Serapan radiasi U2, U3 dan U4 juga terlihat memiliki serapan radiasi hampir sama dan U1 juga memiliki serapan radiasi yang hampir sama dengan air. Hasil citra CR pada tegangan 60 kV pada tanggal 25 September 2014 (gambar 13.b), secara visual terlihat lebih kurang jelas lagi jika dibandingkan dengan hasil citra pada tegangan 50 kV pada pengambilan citra di hari yang sama. Kecerahan, kontras dan ketajaman citra serta antara background dan objek terlihat lebih tidak jelas lagi. Serapan radiasi U1, U2, U3, U4 dan air terlihat hampir sama. 26 Hasil citra pada pengambilan tanggal 26 September 2014 pada tegangan 50 kV (gambar 14.a) terlihat jelas, dan hasilnya secara visual terlihat hampir sama dengan hasil citra pada tanggal 22 September 2014. Kecerahan, kontras dan ketajaman citra terlihat jelas. Serapan radiasi dari sampel U2, U3 dan U4 terlihat hampir sama, dan begitu juga halnya untuk serapan radiasi dari sampel U1 dan air terlihat hampir sama. Secara visual hasil citra pada tanggal 26 September 2014 pada tegangan 60 kV (gambar 14.b) telihat kurang jelas. Hasil citra ini terlihat lebih tidak jelas jika dibandingkan dengan tegangan 50 kV dan 60 kV pada tanggal 25 September 2014 serta pada hasil citra pada tegangan 60 kV pada tanggal 22 September 2014. Serapan radiasi pada U1, U2, U3, U4 dan air terlihat hampir sama. Analisis secara visual citra gambar 12 (a,b) dibandingkan dengan citra gambar 13 (a,b) dan citra gambar 14 (a,b) tampak terdapat perbedaan dari segi kecerahan, kontras dan ketajaman citra. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan bila dianalisis secara visual sehingga dibutuhkan analisis yang lebih lanjut, yaitu analisis profil garis dan analisis fisis citra melalui penentuan koefisien serapannya secara kuantitatif. B. Hasil dan Analisis Citra Radiografi Berdasarkan Kualitas Citra Analisis citra radiografi dilakukan dengan menentukan profil garis citra. Penentuan profil garis dari hasil citra computed radiography dianalisis menggunakan program New Image Analyzer 2007. Pada software ini citra yang dianalisis haruslah dalam format *.bmp. sehingga citra hasil computed radiography yang semula dalam format *.JPEG harus dikonversi ke format *.bmp. penggunaan program new image analyzer 2007 adalah untuk menentukan nilai graylevel terhadap posisi piksel citra. Hasil analisis tersimpan dalam format *.txt, dan kemudian dibaca dengan menggunakan m.s excel. Nilai graylevel yang digunakan adalah nilai graylevel rata-rata terhadap posisi piksel sepanjang sumbu y. Perata-rataan nilai graylevel ini terhadap posisi piksel yang sama di sepanjang sumbu y, berlaku untuk semua hasil citra CR pada ke tiga variasi tegangan yang digunakan dan pada hari pengambilan citra yang berbeda. Nilai graylevel rata-rata yang diperoleh selanjutnya dibuatkan grafik profil garis citranya dengan menggunakan program m.s excel. Grafik profil nilai graylevel terhadap posisi piksel untuk tegangan 50 kV dan 60 kV pada tanggal 22,25 dan 26 September 2014 ditunjukkan pada gambar 15, 16,17,18,19 dan 20. 27 160 140 120 100 80 60 40 20 0 U1 U2 U3 U4 Air Plastik 1 14 27 40 53 66 79 92 105 118 131 144 157 170 183 196 209 222 235 248 261 274 287 nilai graylevel Tegangan 50 kV posisi piksel Gambar 15. Grafik profil garis tegangan 50 kV 22 September 2014 Grafik profil garis memberikan hasil secara kualitatif. Dari grafik profil garis pada tegangan 50 kV tanggal 22 September 2014 (gambar 15), terlihat bahwa dari keempat sampel urin yang didentifikasi U3 memiliki koefisien serapan yang paling kecil, sedangkan U1, U2 dan U4 memiliki koefsien serapan yang hampir sama. Air memiliki nilai koefisien serapan yang lebih besar diantara keempat sampel urin yang diidentifikasi, dan plastik memiliki nilai koefisien serapan yang paling kecil. Tegangan 60 kV 140 U1 U2 U3 nilai graylevel 120 U4 Air 100 Plastik 80 60 40 20 1 14 27 40 53 66 79 92 105 118 131 144 157 170 183 196 209 222 235 248 261 274 287 0 posisi piksel Gambar 16. Grafik profil garis tegangan 60 kV 22 September 2014 Penggunaan tegangan 60 kV tanggal 22 September 2014 (gambar 16), terlihat bahwa sampel U3 tetap memiliki nilai koefisien serapan yang terkecil, sedangkan U1, U2, U4 dan air terlihat memiliki nilai koefisien serapan yang hampir sama. Plastik tetap memberikan nilai koefisien paling kecil diantara keenam objek yang diidentifikasi. 28 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 U1 U2 U3 U4 Air Plastik 1 13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205 217 229 241 253 265 277 nilai graylevel Tegangan 50 kV posisi piksel Gambar 17. Grafik profil garis tegangan 50 kV 25 September 2014 Pada tegangan 50 kV pada pengambilan citra pada tanggal 25 September 2014 (gambar 17), terlihat bahwa nilai koefisien serapan U1 dan U2 hampir sama, sedangkan nilai koefisien serapan U3, U4 dan air terlihat hampir sama. Pada tegangan ini plastik tetap memberikan nlai koefisien serapan yang paling kecil diantara keenam objek yang diuji. 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 U1 U2 U3 U4 Air plastik 1 14 27 40 53 66 79 92 105 118 131 144 157 170 183 196 209 222 235 248 261 274 287 Nlai graylevel Tegangan 60 kV posisi piksel Gambar 18. Grafik profil garis tegangan 60 kV 25 September 2014 Pada pengambilan citra tanggal 25 September 2014 menggunakan tegangan 60 kV (gambar 18) dari grafik terlihat bahwa nilai koefisien serapan U3 memperlihatkan nilai yang terkecil, dan untuk U4 terlihat hampir sama nilai koefisien serapannya dengan U3. Nilai koefisien serapan U1 dan U2 terlihat hamir sama. Nilai koefisien serapan air terlihat hampir sama dengan U4, dan nilai koefisien serapan plastik tetap memberikan nilai yang paling kecil. 29 Tegangan 50 kV 160 nilai graylevel 140 U1 U2 U3 U4 Air 120 100 plastik 80 60 40 20 1 14 27 40 53 66 79 92 105 118 131 144 157 170 183 196 209 222 235 248 261 274 287 0 posisi piksel Gambar 19. Grafik profil garis tegangan 50 kV 26 September 2014 Penggunaan tegangan 50 kV tanggal 26 September 2014 (gambar 19) dari grafik terlihat bahwa nilai koefisien serapan dari keempat sampel urin yang diuji terlihat hampir sama, begitu juga halnya dengan air. Namun, plastik tetap memberikan nilai koefisien terkecil. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 U1 U2 U3 U4 Air Plastik 1 14 27 40 53 66 79 92 105 118 131 144 157 170 183 196 209 222 235 248 261 274 287 Nilai graylevel Tegangan 60 kV Posisi piksel Gambar 20. Grafik profil garis tegangan 60 kV 26 September 2014 Pengambilan citra pada tanggal 26 September 2014 pada tegangan 60 kV (gambar 20) dari grafik terlihat bahwa nilai koefisien serapan dari U3, U4 dan air terlihat hampir sama. Sedangkan nilai koefisien serapan untuk U1 dan U2 juga terlihat hampir sama. Plastik tetap memberikan nilai koefisien terkecil dibanding keenam objek yang diidentifikasi. Dalam hal ini grafik profil garis menunjukkan nilai koefisien serapan secara kualitatif. Secara umum pola profil garis dari keempat sampel urin yang diuji hampir sama pada 30 tegangan 60 kV, sedangkan pada egangan 50 kV pola profil garisnya tidak sama. Hal ini ditunjukkan dari nilai graylevelnya, dimana besar dan kecilnya nilai gaylevel menunjukkan koefisien serapannya. C. Hasil dan Analisis Citra Radiografi Berdasarkan Fisis Citra Analisis citra radiografi berdasarkan fisisnya dilakukan dengan cara menghitung nilai koefisien serapan linier dari masing-masing citra sampel. Berdasarkan persamaan BeerLambert, nilai koefisien atenuasi linier dinyatakan dengan persamaan 13. Citra hasil CR merupakan gambar negatif, sehingga nilai Io dan It dikonversi terlebih dahulu (Lampiran 8). Ketebalan bahan (x) (Lampiran 7 ) diperoleh dari pengkonversian posisi piksel citra dengan menggunakan persamaan 16. Dari persamaan 13 dan persamaan 16 nantinya akan diperoleh nilai koefisien atenuasi linier. Nilai rata-rata koefisien serapan linier beserta ketidakpastiannya untuk pengambilan citra tanggal 22 September 2014 dengan variasi tegangan 50 kV dan 60 kV dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Koefisien Atenuasi Linier Tegangan 50 dan 60 kV 22 September 2014 No Sampel 1 2 3 4 5 6 U1 U2 U3 U4 Air Plastik 𝜇 ± ∆𝜇 50 kV 60 kV 0,05322±0,00274 0,03844 ±0,00249 0,05211±0,00257 0,03830 ±0,00258 0,04995±0,00239 0,03199 ±0,00118 0,05232±0,00264 0,03643 ±0,00238 0,05510±0,00309 0,03415±0,00169 0,01961±0,00201 0,01632±0,00207 Dari tabel 1 terlihat bahwa secara garis besar dari keenam objek yang diidentifikasi nilai koefisien atenuasi liniernya memiliki nilai yang lebih besar pada tegangan 50 kV dibandingkan dengan tegangan pada 60 kV. Dari keempat sampel urin yang diidentifikasi untuk pengambilan citra pada hari yang sama untuk tegangan yang berbeda baik pada penggunaan tegangan 50 kV maupun pada penggunaan tegangan 60 kV diperoleh bahwa nilai koefisien atenuasi linier U3 terkecil dan nilai koefisien dari sampel U1 terbesar. Tabel 2.Koefisien Atenuasi Linier Tegangan 50 dan 60 kV 25 September 2014 No 𝜇 ± ∆𝜇 60 kV Sampel 50 kV 1 2 3 4 5 6 U1 U2 U3 U4 Air Plastik 0,05614 ± 0,00289 0,06188 ± 0,00443 0,05002 ± 0,00135 0,05973 ± 0,00425 0,05687 ± 0,00352 0,02320 ± 0,00268 31 0,05707± 0,00397 0,05318 ± 0,00299 0,05147 ± 0,00292 0,05230 ± 0,00326 0,05426 ± 0,00379 0,02256 ± 0,00255 Tabel 2 memperlihatkan pengambilan citra pada tanggal 25 September 2014 dengan variasi tegangan 50 kV dan 60 kV. Pada pengambilan citra pada tanggal 25 September 2014 ini diperoleh pola yang tidak teratur dari keenam objek yang diidentifikasi, dimana nilai koefisien atenuasi linier untuk sampel U1 dan U3 memberikan nilai koefisien atenuasi linier yang lebih kecil pada penggunaan tegangan 50 kV dibandingkan dengan penggunaan pada tegangan 60 kV. Sedangkan untuk sampel U2, U4, air dan plastik memberikan nilai koefisien atenuasi linier yang lebih besar pada penggunaan tegangan 50 kV dibandingkan dengan penggunaan tegangan 60 kV. Akan tetapi pengambilan citra pada tanggal 25 September 2014 ini nilai koefisien atenuasi linier terkecil tetap berada pada sampel U3 baik pada penggunaan tegangan 50 kV maupun pada penggunaan tegangan 60 kV, namun untuk nilai koefisien linier terbesar untuk tegangan 50 kV terdapat pada sampel U2 dan pada tegangan 60 kV pada sampel U1. Tabel 3. Koefisien Atenuasi Linier Tegangan 50 dan 60 kV 26 September 2014 No 𝜇 ± ∆𝜇 60 kV Sampel 50 kV 1 2 3 4 5 6 U1 U2 U3 U4 Air Plastik 0,04471 ± 0,00162 0,048775 ± 0,002807 0,048432 ± 0,002898 0,051473 ± 0,00361 0,048382 ± 0,002991 0,018028 ± 0,001897 0,05872 ± 0,003956 0,05579 ± 0,003455 0,05156 ± 0,002707 0,05369 ± 0,003385 0,04952 ± 0,0021997 0,02074 ± 0,002413 Tabel 3 memperlihatkan nilai koefisien atenuasi linier pada pengambilan citra pada tanggal 26 September 2014, dengan variasi tegangan 50 kV dan 60 kV. Dari tabel terlihat bahwa secara umum dari keenam objek yang diidentifikasi nilai koefisien atenuasi linier mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya tegangan yang digunakan. Namun untuk penggunaan tegangan 50 kV nilai koefisien atenuasi linier dari sampel U1 diperoleh nilai koefisien atenuasi linier yang kecil, sedangkan pada tegangan 60 kV nilai koefisien atenuasi linier yang terkecil terdapat pada sampel U3. Nilai kofisien atenuasi terbesar juga berbeda diantara keempat sampel urin yang diuji dengan menggunakan tegangan 50 kV dan 60 kV. Pada tegangan 50 kV sampel U4 memiliki nilai koefisien atenuasi linier terbesar, sedangkan pada tegangan 60 kV sampel U1 memiliki nilai koefiisen atenuasi linier terbesar. Jika ketiga tabel di atas dikelompokkan berdasarkan tegangan yang digunakan dengan pengambilan citra pada hari yang berbeda, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4 dan 5. 32 Tabel 4. Koefisien Atenuasi Linier Tegangan 50 kV Ketiga Hari Pengambilan Citra No 𝜇 ± ∆𝜇 Sampel 22 Sept 25 sept 26 sept 0,05614 ± 0,00289 0,04471 ± 0,00162 1 U1 0,05322 ± 0,00274 0,048775 ± 0,002807 2 U2 0,05211 ± 0,00257 0,06188 ± 0,00443 0,048432 ± 0,002898 3 U3 0,04995 ± 0,00239 0,05002 ± 0,00135 0,051473 ± 0,00361 4 U4 0,05232 ± 0,00264 0,05973 ± 0,00425 0,048382 ± 0,002991 5 Air 0,05510± 0,00309 0,05687± 0,00352 0,018028 ± 0,001897 6 Plastik 0,01961 ± 0,00201 0,02320± 0,00268 Pada tabel 4, dengan pengambilan citra pada hari yang berbeda dengan menggunakan variasi tegangan, kuat arus dan waktu paparan yang tetap secara garis besar terlihat bahwa hasil koefisien atenuasi linier dari keenam objek yang diidentifikasi pada tanggal 25 September 2014 lebih besar dibandingkan dengan koefisien atenuasi linier pada tanggal 22 September 2014 dan 26 September 2014. Pada tanggal 26 September 2014 keenam objek yang diidentifikasi memiliki nilai koefisien atenuasi yang paling kecil diantara kedua hari pengambilan citra CR. Pada tegangan 50 kV diperoleh bahwa pengambilan hari yang berbeda memberikan pola nilai koefisien atenuasi linier yang berbeda pula. Pada tanggal 22 September 2014, terlihat bahwa U3 memiliki nilai koefisien atenuasi linier terkecil dan kemudian U2, U4 dan U1 memiliki nilai koefisien atenuasi terbesar. Pada tanggal 25 September 2014, koefisien atenuasi linier untuk sampel U3 terkecil kemudian secara berturut turut nilai koefisien atenuasi dari yang terkecil yaitu U1, U4 dan U2 memiliki nilai koefisien atenuasi terbesar. Sedangkan pda tanggal 26 September 2014, diperoleh bahwa U1 memiliki nilai koefisien terkecil, kemudian diikuti oleh U3, U2 dan U4 memiliki nilai koefisien terbesar. Pada tangal 25 September 2014 diperoleh nilai koefisien atenuasi pada U1 mendekati nilai koefisien atenuasi air dan pada tanggal 26 September 2014 nilai koefisien atenuasi U3 mendekati nilai koefisien atenuasi air. Dari tabel ini dapat diperoleh kesmpulan bahwa penggunaan tegangan 50 kV tidak dapat mengidentifikasi keempat sampel urin yang diuji. Hal ini disebabkan karena pola nilai koefisien atenuasi linier dari ketiga hari pengambilan citra CR memberikan pola yang berbeda. Tabel 5. Koefisien Atenuasi Linier Tegangan 60 kV Ketiga Hari Pengambilan Citra No Sampel 22 sept 1 2 3 4 5 6 U1 U2 U3 U4 Air Plastik 0,03844 ± 0,00249 0,03830 ± 0,00258 0,03199 ± 0,00118 0,03643 ± 0,00238 0,03415 ± 0,00169 0,01632 ± 0,00207 𝜇 ± ∆𝜇 25 sept 0,05707± 0,00397 0,05318 ± 0,00299 0,05147 ± 0,00292 0,05230 ± 0,00326 0,05426 ± 0,00379 0,02256 ± 0,00255 33 26 sept 0,05872 ± 0,00396 0,05579 ± 0,00346 0,05156 ± 0,00271 0,05369 ± 0,00339 0,04952 ± 0,00220 0,02074 ± 0,00241 Dari tabel 5 dengan tegangan 60 kV dan pengambilan citra pada hari yang berbeda terlihat bahwa dari keempat objek yang digunakan, pengambilan citra pada hari yang berbeda nilai koefisien atenuasi liniernya mengalami peningkatan. Pada hari yang sama untuk keempat objek yang diidentifikasi terlihat bahwa pola nilai koefisien atenuasi liniernya sama, dimana untuk ketiga hari pengambilan citra diperoleh urutan nilai koefisen atenuasi linier dari yang terkecil ke yang terbesar adalah U3, U4, U2 dan U1. Nilai koefisien atenuasi linier dari sampel air dan plastik juga memiliki pola yang sama, dimana untuk sampel air dan plastik nilai koefisien atenuasi linier pada tanggal 25 September 2014 lebih besar dibandingkan nilai koefisien atenuasi linier pada tanggal 22 dan 26 September. Disamping itu juga diperoleh bahwa nilai koefisen atenuasi air tidak ada yang sama dengan keempat sampel urin yang diuji, begitu juga halnya dengan nilai koefisien atenuasi linier pada plastik. Dengan adanya pola yang sama dari keenam objek yang diuji, sehingga dapat disimpulkan bahwa keenam objek yang diuji dapat diidentifikasi dengan menggunakan tegangan 60 kV. Disamping itu juga dapat dinyatakan bahwa pada keempat sampel urin yang diuji dengan bertambahnya hari pengambilan citra mengakibatkan nilai koefisien atenuasi liniernya bertambah besar. Dengan pola umum yang sama, dimana nilai koefisien atenuasi linier untuk sampel U3 terkecil, kemudian disusul dengan U4, U2 dan sampel U1 memiliki nilai kofisien atenuasi linier terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa sampel urin U3 yang merupakan sampel urin bayi perempuan yang hanya minum asi saja memiliki nilai koefisien atenuasi linier terkecil, sedangkan sampel urin U1 yaitu sampel urin bayi laki-laki yang hanya minum asi saja memiliki nilai koefisien atenuasi linier terbesar. Sampel U4 adalah sampel bayi perempuan yang minum asi dan susu tambahan dimana dari nilai koefisien atenuasi linier diperoleh sampel U4 memiliki nilai koefisien terkecil kedua setelah sampel U3. Sampel U2 merupakan sampel yang memiliki nilai koefisien atenuasi terbesar kedua setelah sampel U1, dimana sampel U2 merupakan sampel dari urin bayi laki-laki yang minum asi dan susu tambahan. Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien atenuasi linier terbesar dimiliki oleh sampel dari urin bayi laki-laki yang hanya minum asi saja, kemudian diurutan kedua nilai koefisien atenuasi linier ditempati oleh sampel urin laki-laki yang minum asi dan susu tambahan, selanjutnya diurutan ketiga yaitu sampel urin bayi perempuan yang minum asi dan susu tambahan, dan nilai koefsien terkecil dimiliki oleh sampel urin bayi perempuan yang hanya minum asi saja. Jadi dengan terdapatnya perbedaan nilai koefisien atenuasi linier yang signifikan, ini menandakan bahwa terdapat perbedaan unsur penyusun urin pada bayi perempuan yang hanya minum asi saja dan pada bayi laki-laki yang hanya minum asi saja. Perbedaan nilai koefisien atenuasi linier dari urin bayi perempuan dan bayi laki-laki ini 34 berkaitan dengan perbedaan cara pensucian najis pada urin bayi laki-laki dan perempuan seperti yang telah dijelaskan pada hadits rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan An Nasa-y yang artinya: “Musadah menceritakan kepada kita “Yahya menceritakan kepada saya (Musadah) dari Ibnu Abi, Uruubah dari Qatadah dari Abi Harbi bin Abi Aswad dari ayahnya dari Ali ra. berkata: Air kencing anak perempuan dibasuh dan anak laki-laki dipercikan di atasnya ketika bayi itu belum makan”. Disamping itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ashil Muhammad Ali dan Ahmad Muhammad Shalih dari Universitas Dohuk, Irak. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan adanya perbedaan persentase bakteri pada bayi perempuan dengan bayi laki-laki yang dimulai sejak awal usianya. Persentase bakteri pada bayi perempuan lebih tinggi daripada persentase bakteri pada urin bayi laki-laki tanpa melihat perkembangan usia dan terlepas dari apakah ia sudah mulai mengkonsumsi makanan atau tidak. Urin bayi laki-laki keberadaan bakterinya jauh lebih rendah pada hari-hari pertama usianya. Kemudian persentase ini mulai meningkat secara bertahap dengan berlalunya waktu, terutama ketika melewati bulan ketiga dari usianya, dimana peningkatan kemungkinan dimulai dengan mengonsumsi makanan (Sujono, 2013). Selain dari itu, hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa perbedaan urin bayi perempuan dan laki-laki ditunjukkan dengan adanya perbedaan kadar amonia pada urin. Kadar amonia pada urin bayi perempuan mengalami penurunan yang sangat drastis pada waktu 1-5 menit, sedangkan pada urin bayi laki-laki penurunan kadar amoniaknya tidak terlalu signifikan. Dengan cepat lepasnya amonia mengindikasikan urin telah mengikat mikrobakterial sehingga urin kurang larut dalam air (Wahdah, 2013). Dengan adanya perbedaan hukum kenajisan dalam Islam dan didukung dengan penelitian sebelumnya, menunjukkan adanya perbedaan antara urin bayi perempuan dan bayi laki-laki yang berkaitan dengan hukum kenajisan. Perbedaan tersebut bisa ditinjau dari perbedaan koefisien serapan liniernya, kandungan amonia dan persentase bakteri yang terdapat pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki. 35 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari analisis hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Penggunaan sistem computed radiography, dapat membedakan profil garis citra pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki, baik yang hanya minum asi saja maupun yang telah diberi susu tambahan. 2. Penggunaan sistem computed radiography, dapat membedakan nilai koefisien atenuasi linier pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki, baik yang hanya minum asi saja maupun yang telah diberi susu tambahan. 3. Perbedaan nilai koefisien atenuasi linier yang diperoleh pada urin bayi perempuan dan bayi laki-laki berkaitan dengan perbedaan hukum kenajisan yang terdapat dalam ajaran Islam. B. Saran Perlu dilakukan eksperimen lebih lanjut untuk mengetahui komposisi penyusun urin pada bayi perempuan dan bayi laki-laki yang memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya nilai koefisien atenuasi linier yang diperoleh. Disamping itu juga untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan kajian analisis urin bayi ini dengan menggunakan variasi tegangan yang berbeda dengan yang telah peneliti lakukan, sehingga nantinya hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil penelitian ini. 36 DAFTAR PUSTAKA Annonimous. 2012. Pengertian bayi. http://carapedia.com. [13 Mei 2013] Annonimous. 2012. Berapakali Bayi Pipis atau Pup Dalam 1 Hari?. Web.kao.com/id/merries/premama/select/01.html. [8 Mei 2014] Annonimous. 2012. Najis dan Cara Mensucikan. www.alkhoirot.net/2012/05/najis.html. [8 Mei 2014] Antoro, M. 2012. Thoharoh: Ompol Bayi. http://www.piss-ktb.com/2012/02/699thoharah-ompol-bayi.html.[ 15 Mei 2013] Arifin, M. 2013. Kenapa Hukum Najis Pada Air Kencing Anak Laki-lak dan Perempuan Berbeda?, http://muhammadarifin.net/kenapa-hukum-najis-pada-air-kencing-anaklaki-laki-dan-perempuan-berbeda/. [ 15 Mei 2013]. Beiser, A.1987. Concept of Modern Physics, 4th edition. McGraw-Hill, Inc., diterjemahkan oleh The Hauw Lion. 1992. Konsep Fisika Modern. Erlangga: Bandung. Cahyono, H.A., 2003. Inspeksi Keramik dengan Radiografi Sinar-X. Skripsi S-1, FMIPA UGM, Yogyakarta. Direktorat Kesehatan Anak Khusus. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. www.gizikia.depkes.go.id/download/PanduanYankes-Bbl-Berbasis-Perlindungan-Anak.pdf. [8 Mei 2014] Fidiani, E., 2008. Studi Awal Inspeksi Kandungan Logam dalam Cat dengan Teknik Computed Radiography. Skripsi S-1, FMIPA UGM, Yogyakarta. Gunawan, N.E. 2012. Perkembangan masa Bayi. staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/NanangErmaGunawan,S.Pd./004.Perk mbBayiPowerPoin. [8 Mei 2014] Jabir Al-Jazairi, A.B. 2009. Ensiklopedi Muslim. Darul Falah, Bekasi. Kurniawan, M. 2013. Manfaat Urin Bagi Tanaman dan Manusia.www.riaupos.co/30194berita-manfaat. [13 Mei 2014] Littlefield, T.A., and Thorley, N. 1979. Atomic and Nuclear Physics, Van Nostrand Reinhold Co. Ltd., New York. Pasolang, G., 2003, Inspeksi Pipa Berbasis Radiografi Sinar-X Digital, Skripsi S-1, MIPA, UGM, Yogyakarta. Quinn, R.A., and Sgl, C.C. 1980. Radiography in modern industry, 4th edition, eastman, new york. Rasmi, U. 2013. Nitrogen pada Urin Manusia Berpotensi Diolah Jadi Pupuk. www.lintas.me/channel/technology, [12 mei 2014] Wahdar, R. 2013. Kada Amonia (NH3) Pada urin Bayi Laki-laki dan Bayi Perempuan Yang Berusia Kurang Dari Enam Bulan dan Kaitannya Dengan Perbedaan Hukum Kenajisannya Menurut Islam. Skripsi: IAIN Walisongo Semarang. Setiawan, S.A., 2002, Interpretasi Radiograf Digital pada Industri Pengelasan Pipa, Skipsi S-1, FMIPA UGM, Yogyakarta. Sujono, A.Y., 2013. Dibalik Perbedaan Hukum Antara Urin (Air Kencing) Bayi Laki-laki dan Perempuan. Dalam http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatmukjzat&id=287, diakses tanggal 26 November 2014. Suyatno, F., 2008. Aplikasi Radiasi sinar x di bidang kedokteran untuk menunjang kesehatan masyarakat, seminar nasional I SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta Trikasjono, T., Marjanto, D. Dan Nugroho, A. 2007. Perancangan ruang penguji kebocoran pesawat sinar x rigaku 250 kV di STTN Batanyogyakarta, seminar nasional III SDM teknologi Nuklir, yogyakarta. 37 Tuasikal, M.A. 2010. Macam-Macam Najis. muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/macammacam-najis.html. [8 Mei 2014] Tuasikal, M.A. 2010. Cara Membersihkan Najis. muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/caramembersihkan-najis.html. [8 Mei 2014] 38