Bab II Landasan Teori dan Data 2.1 Pengertian 2.1.1 Gempa Bumi Menurut wikipedia Indonesia: Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan lempeng (kerak) bumi. Kata gempa bumi digunakan untuk menunjukkan daerrah asal terjadinya peristiwa gempa bumi tersebut. Gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. Menurut Oxford English Dictionary: Bergetarnya permukaan tanah, khususnya terjadi akibat pergerakan permukaan bumi yang disebabkan oleh aktivitas gunung berapi atau tekanan serupa di antara lapisan bumi Menurut Mill’s Dictionary: Rentetan geleombang elastik dan semi-elastik yang dipengaruhi oleh gravitasi, biasanya disebabkan oleh penyesuaian geologis di dalam atau di luar lapisan bumi yang terjadi secara tiba-tiba, menyebar dari sumbernya ke berbagai arah dengan jarak yang tidak tentu di atas permukaan bumi. Beberapa juga disebabkan oleh meletusnya suatu gunung berapi. Menurut Webster: Gempa Bumi dibagi menjadi dua kelompok yaitu gempa vulkanik dan gempa tektonik. Gempa besar biasa berupa gempa tektonik dan disebabkan oleh patahan (fault). 7 Menurut Wooldridge dan Morgan (1937): Banyak tekanan besar yang terbukti berhubungan dengan pemunculan retakan di lapisan bumi. Pergerakan kecil yang diikuti oleh terbentuknya rekahan, mengakibatkan gelombang susulan seperti gangguan yang menjalar di atas permukaan bumi. Tekanan paling besar biasanya menyebakan perubahan bentuk topografi baik secara horizontal maupun vertikal. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi: Gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi , patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Kekuatan gempabumi akibat aktivitas gunungapi dan runtuhan batuan relatif kecil sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada gempabumi akibat tumbukan antar lempeng bumi dan patahan aktif. Proses Terjadinya Gempa: Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar ketika bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya di zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan, dan geseran. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempabumi. Intensitas gempa bumi adalah tingkat kerusakan yang terasa pada lokasi terjadinya. Angkanya ditentukan dengan menilai kerusakan yang dihasilkannya, pengaruhnya pada benda-benda, bangunan, dan tanah, dan akibatnya pada orang-orang. Skala ini 8 disebut MMI (Modified Mercalli Intensity) diperkenalkan oleh Giuseppe Mercalli pada tahun 1902. Magnituda adalah parameter gempa yang diukur berdasarkan yang terjadi pada daerah tertentu, akibat goncangan gempa pada sumbernya. Satuan yang digunakan adalah Skala Richter. Skala ini diperkenalkan oleh Charles F. Richter tahun 1934. Akibat utama gempabumi adalah hancurnya bangunan-bangunan karena goncangan tanah. Jatuhnya korban jiwa biasanya terjadi karena tertimpa reruntuhan bangunan, terkena longsor, dan kebakaran. 2.1.2 Tsunami Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi: Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang Tsu artinya pelabuhan dan nami artinya gelombang laut. Awalnya tsunami berarti gelombang laut yang menghantam pelabuhan. Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam , terutama diakibatkan oleh gempabumi yang terjadi di dasar laut. Menurut Dr. Danny Hilman Natawijaya (LIPI), tsunami hanya dapat disebabkan oleh gempa dengan kekuatan besar sekitar 7 Moment Magnitude, dan sumbernya terletak di laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 30 Km. Tsunami juga dapat disebabkan oleh letusan gunung berapi. Tercatat pada tahun 1883, letusan gunung Krakatau menyebabkan munculnya gelombang laut setinggi 40 meter. 2.1.3 Mitigasi Bencana Menurut modul Mitigasi Bencana yang dikeluarkan oleh PBB: Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah 9 manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui, dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi. Konsep dasar mitigasi antara lain: - Kenalilah musuhmu, bahaya dan pengaruhnya - Menyelamatkan hidup dan mengurangi gangguan ekonomi - Mentargetkan mitigasi di tempat yang paling banyak punya pengaruh - Penilaian tingkat kerentanan Mitigasi dapat dibagi menjadi mitigasi pasif (lewat pemberlakuan aturan-aturan) dan mitigasi aktif (penyuluhan-penyuluhan) Upaya mitigasi gempabumi: • Membangun bangunan dengan konstruksi tahan gempa • Tidak membangun pemukiman dan aktifitas penduduk di daerah tebing • Tidak mendirikan bangunan di atas tanah timbunan yang tidak memenuhi tingkat kepadatan yang sesuai dengan daya dukung tanah terhadap konstruksi bangunan di atasnya • Pemetaan mikrozonasi di wilayah rawan gempa • Perlu adanya peraturan yang mempertimbangkan aspek kebencanaan • Pelatihan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi • Persiapan alur dan tempat evakuasi bencana • Pendidikan dini mengenai gempa bumi dan bahayanya di wilayah rawan gempa bumi • Membangun alur dan tempat pengungsian serta bukit untuk menghindari gelombang tsunami Mitigasi bencana yang efektif memerlukan: • Kesadaran masyarakat sebagai elemen utama pengurangan resiko • Inisiatif kesadaran nasional • Acara khusus dan kegiatan nyata • Peranan media • Pengalaman masyarakat setempat yang mampu meningkatkan kesadaran sosial 10 2.2 Data dan Fakta 2.2.1 Mitigasi Bencana di Indonesia Bencana yang paling rawan terjadi di Indonesia: Gempa, Banjir, Longsor, dan Kekeringan Di antara semua bencana yang terjadi secara mendadak, bencana yang paling banyak memakan korban adalah banjir dan gempa bumi, sementara badai dan angin kencang tidak mematikan namun penyebarannya lebih luas. Gempa sering terjadi di Indonesia karena Indonesia terletak di daerah Ring of Fire yaitu jajaran gunung berapi, ada 144 gunung berapi yang masih aktif di Indonesia, kecuali di Pulau Kalimantan. Gempa tektonik juga sering terjadi Indonesia karena kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan Nusatenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Di Indonesia, belum ada program penanggulangan dan prosedur mitigasi bencana alam yang baku yang bisa diterapkan secara nasional. Pasca Tsunami Aceh tahun 2004, pemerintah melalui Bappenas sudah mengupayakan proyek mitigasi bencana, salah satunya yaitu dengan pembuatan jalur pengungsian dan penyelamatan jika tsunami kembali datang. Namun upaya mitagasi untuk daerah lain di Indonesia sangat sulit dilakukan, salah satunya karena pola pemanfaat tanah di Indonesia banyak yang sudah menyalahi aturan. Menurut Bappenas, tata ruang hanya merupakan salah satu alat mitigasi bencana non struktural. Penanggulangan bencana baru lengkap jika sudah ada kesadaran masyarakat, sistim peringatan dini dan infrastruktur fisik pengalih banjir dan bencana lainnya. Sementara itu Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) berusaha membangun sistem peringatan dini, dengan cara penambahan sensor seismik menjadi 160 unit dalam jangka waktu tahun 2006-2009. Jumlah pusat pemantau data regional pun ditambah dari 5 menjadi 10 unit. Kesepuluh unit ini akan menginduk ke Pusat pemantau Nasional (National Center) yang bermarkas di Gedung BMG, Jakarta. 11 Di bidang teknis operasional dan peringatan dini, BMG akan bekerja sama dengan Bakosurtanal, BPPT, dan Kementerian Ristek. rehabilitasi, negara akan menugaskan Sementara untuk mitigasi dan Bakornas Penanggulangan Bencana, kementerian terkait, dan pemerintah daerah. Menurut buku Gempa Jogja, Indonesia & Dunia, hal yang paling dibutuhkan oleh Indonesia adalah Undang Undang Bencana. Dengan adanya UU Bencana, diharapkan masalah bencana menjadi masalah seluruh bangsa. Untuk itu diperlukan kerjasama antara lembaga pemerintah dengan lembaga non-pemerintah yang profesional, dengan asumsi bahwa pemerintah memiliki alat, dana , dan kekuasaan sementara lembaga non-pemerintah lebih memasyarkat. Dalam pelaksaanaannya, dapat diwujudkan dengan kerjasama antara BMG yang memiliki peralatan seismograf yang canggih, seharusnya bekerjasama dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Himpunan Ahli Geologi dalam mensosialisasikan temuannya. Seperti pendapat Dr. Wahyu Triyoso, bahwa pendekatan masalah gempa pada masyarakat harus seperti wartawan, dan tidak menggunakan bahasa para ahli gempa, semua harus disampaikan dengan bahasa masyarakat. Sementara menurut Ir. Eko Teguh Paripuno, MT., ahli disaster management dari Universitas Pembangunan Nasional Yogyakrta, gempa yang terjadi di Yogyakarta Mei 2006 sebenarnya bukan gempa yang besar, namun karena kelalaian masyarakat, gempa tersebut menjadi suatu bencana. Bencana adalah relasi antara ancaman dan masyarakat yang rentan. Prinsip manajemen bencana adalah menempatkan masyarakat sebagai sebuah sisi yang harus diperhatikan dalam pengelolaan bencana. Bentuk kelalaian masyarakat terlihat pada struktur bangunan di Yogyakarta yang didominasi oleh bangunan dari tembok, akibat dari pola pikir masyarakat Yogyakarta yang memandang kemiskinan diukur dari bangunan rumahnya. Padahal Wilayah Yogyakarta cukup rawan gempa, dan bangunan dari tembok sebenarnya belum tentu lebih aman dari goncangan gempa. 2.2.2 Bakornas Penanggulangan Bencana Badan Koordinasi Nasional Penangan Bencana (Bakornas PB) adalah lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Bakornas PB mempunyai tugas membantu Presiden dalam: - Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu 12 - Melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat dan pemulihan Dalam pelaksanaan tugas, Bakornas PB menyelenggarakan fungsi: - Perumusan dan penetapan kebijakan nasional di bidang penanganan bencana dan kedaruratan - Koordinasi kegiatan dan anggaran lintas sektor serta fungsi dalam pelaksanaan tugas di bidang penanganan bencana dan kedaruratan - Pemberian pedoman dan arahan terhadap upaya penanganan bencana dan kedaruratan - Pemberian dukungan, bantuan dan pelayanan di bidang sosial, kesehatan, sarana dan prasarana, informasi dan komunikasi, transportasi dan keamanan serta dukungan lain terkait dengan masalah bencana dan kedaruratan. 2.2.3 Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mempunyai visi secara umum mencakup pengelolaan informasi potensi kegunungapian dan pengelolaan mitigasi bencana alam geologi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mempunyai misi meminimalkan korban jiwa manusia dan kerugian harta benda dari bencana geologi. Program Pemantauan, Penyelidikan, dan Pemetaan: - Pemantauan dan penyelidikan gunungapi dalam rangka peringatan dini dan pemberian rekomendasi teknis sebagai upaya meredam ancaman bencana gunungapi - Pemantauan dan pemeriksaan gerakan tanah, gempabumi, tsunami, sebagai upaya meredam ancaman bencana gerakan tanah, gempabumi, dan tsunami - Inventarisasi dan pemetaan kawasan rawan bencana letusan gunungapi, zona kerentanan gerakan tanah, rawan bencana gempabumi dan rawan bencana tsunami sebagai bahan pertimbangan untuk Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka mitigasi bencana dan penataan kawasan rawan bencana - Identifikasi dan evaluasi kebakaran batubara - Penyusunan standar, kriteria, dan pedoman bidang kebencanaan - Sosialisasi dan penyuluhan dalam upaya penyebarluasan informasi bencana geologi 13 - Pengembangan basis data, sistem informasi dan dokumentasi bencana gunungapi dan geologi 2.2.4 Community Preparedness (Compress) LIPI LIPI memiliki program yang bernama kesiapsiagaan bencana yang dinamakan dengan COMPRESS (Community Preparedness) Badan ini berdiri sejak tahun 2007, dengan keanggotaan yang bersifat sukarela. Tugas Compress adalah mensosialisasikan pendidikan seputar kebencanaan ke pelosok nusantara di Indonesia. Pendidikan sosial yang dikemukakan antara lain: • Training on Motivator (TOM) Kegiatan ini berupa pengumpulan beberapa siswa atau siswi SMU yang akan dilatih supya mereka mampu mengaplikasikannya dalam masyarakat • Training of Trainer (TOF) Pelatihan aparat, tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, OKP, tokoh pemuda dan para ibu • Community Science Support • Children Science Support Kunjungan ke sekolah yang bersifat edutainment mengenai bencana. Materi yang diberikan compress adalah pendidikan mengenai proses alam, ekosistem pesisir dan laut Indonesia, serta kesiapsiagaan bencana. 2.2.5 Teori Media 2.2.5.1 Animasi Kata animasi berasal dari kata “animate” (bahasa Inggris) yang artinya menggerakkan atau menghidupkan. Menurut Wikipedia: Animasi, atau lebih akrab disebut dengan film animasi, adalah film yang merupakan hasil dari pengolahan gambar tangan sehingga menjadi gambar yang bergerak. Macam-macam jenis animasi: • Puppet animation yaitu animasi yang menggunakan benda tiga dimensi yang digerakkan frame by frame. 14 • Clay animation yaitu animasi dengan bahan clay yang bentuknya tidak tetap (berubah-ubah). • Pixilation yaitu manusia atau makhluk hidup yang difilmkan dan framenya ditukar atau dikurangi ataupun ditambah sehingga membentuk animasi yang terlihat surealis. • Animasi tradisional yaitu animasi yang dibuat dengan cara menggambar framenya satu per satu • Computer Animation yaitu animasi yang dibuat dengan bantuan software komputer. 2.2.5.2 Televisi Televisi adalah salah satu media yang memungkinkan penyampaian informasi baik dalam bentuk audio maupun visual. Dari sudut bahasa visual , televisi memiliki satuan terkecil yaitu shot. Shot adalah gambar yang diambil kamera hingga kamera berpindah atau bergerak ke posisi lain. Ada beberapa variabel dalam pembentukan suatu shot, antara lain: • Shot size yaitu ukuran subjek dalam shot. Dibagi menjadi beberapa macam: Close Up yaitu shot yang menunjuk detail subjek dari dekat. Pada manusia biasanya close up berarti shot yang hanya menampilkan wajah subjek. Medium Shot yaitu shot yang tidak dekat tapi tidak jauh juga. Pada manusia shot ini menampilkan manusia dari kepala hingga pinggang. Long Shot yaitu shot dari jarak jauh, biasanya menampilkan manusia dari kepala hingga ujung kaki atau latar yang lebih jelas. • Framing yaitu peletakan objek pada gambar, berkaitan dengan komposisi gambar. • Fokus yaitu titik perhatian pada gambar. • Sudut kamera yaitu sudut pengambilan gambar, ada yang sejajar kamera, ada yang lebih rendah, ada juga yang lebih tinggi dari kamera. • Pergerakan kamera yaitu shot yang mengarahkan penglihatan penonton. Selain shot, ada pula transisi yaitu perpindahan scene (gabungan shot) ke scene lain. Transisi ada beberapa macam: • Cut yaitu scene yang langsung berubah ke scene yang berbeda sama sekali, baik objek di dalamnya maupun properti lainnya 15 • Dissolve yaitu gambar sebelumnya perlahan-lahan bercampur/ bergabung dengan gambar berikutnya hingga akhirnya benar-benar menjadi gambar berikutnya. • Fade yaitu gambar perlahan-lahan berubah menjadi warna hitam atau sebaliknya. • Defocus yaitu gambar perlahan-lahan menjadi kehilangan fokus atau buram. • Wipe yaitu gambar sebelumnya tergeser oleh gambar berikutnya. 16