pencitraan tomografi atenuasi seismik 3

advertisement
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK 3-D UNTUK
DELINEASI STRUKTUR INTERNAL DAN KARAKTERISASI
SIFAT FISIS BATUAN DI BAWAH GUNUNGAPI GUNTUR
DISERTASI
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
GEDE SUANTIKA
NIM : 32404005
Institut Teknologi Bandung
2009
ABSTRAK
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK 3-D UNTUK
DELINEASI STRUKTUR INTERNAL DAN KARAKTERISASI
SIFAT FISIS BATUAN DI BAWAH GUNUNGAPI GUNTUR
Oleh
Gede Suantika
32404005
Metoda tomografi yang telah berhasil digunakan untuk mengungkap citra
struktur litosfer bumi yang menunjam ke dalam lapisan mantel menggunakan
gelombang gempa bumi tektonik global dicoba diterapkan di daerah yang lebih kecil
yaitu daerah gunungapi. Selama ini, umumnya model bawah permukaan gunungapi
dipelajari melalui petrologi, geokimia, geofisika, kimia air dan gas gunungapi,
deformasi tubuh gunungapi, dan distribusi hiposenter serta mekanisme sumber gempa
vulkanik. Penerapan metoda tomografi seismik di daerah gunungapi diharapkan dapat
memberikan gambaran bawah permukaan secara lebih rinci sehingga dapat
melengkapi model bawah permukaan lainnnya. Keberhasilan ini diharapkan dapat
memberikan efek berantai dalam menentukan sifat fisis (physical properties) daerah
anomali yang berguna dalam pemantauan (monitoring) dan peringatan dini (early
warning) tingkat kegiatan gunungapi.
Obyek studi ini adalah Gunung Guntur yang terletak 35 km di Tenggara kota
Bandung dan dekat kota Garut. Alasan Gunung Guntur dipilih sebagai obyek
penelitian adalah bahwa gunung ini sudah lama tidak meletus, seismisitasnya cukup
tinggi, dan daerah sekitar Gunung Guntur mempunyai arti ekonomi penting bagi
pariwisata alam di Kabupaten Garut sehingga meningkatkan risiko terjadinya bencana
di daerah ini.
Studi tomografi gunungapi di kompleks Gunungapi Guntur dilakukan dengan
menggunakan sumber sinar gelombang yang berasal dari gempa vulkanik atau gempa
mikro. Sinar gelombang dari sumber yang menjalar ke permukaan melalui medium
batuan yang mempunyai sifat fisis tertentu direkam oleh jaringan stasiun gempa yang
dipasang sekitar tubuh gunungapi. Karakteristik medium dapat digambarkan oleh
parameter fisis seperti kecepatan dan penyerapan energi gelombang seismik. Dimensi
struktur bawah permukaan diwakili oleh keberadaan anomali sifat fisis medium
terhadap sifat fisis medium di sekitarnya.
Dalam studi tomografi seismik peluruhan amplitudo gempa, waktu tempuh,
dan waktu tiba gelombang P (tp) dan S(ts) dapat digunakan untuk mencitrakan
struktur internal bumi melalui pemecahan persamaan linier untuk mendapatkan
deviasi kecepatan (dV) dan atenuasi (Q-1) gelombang. Untuk mengetahui variasi sifat
fisis medium baik secara vertikal maupun horisontal maka daerah penelitian
berukuran 20x20x20 km3 diparameterisasi ke dalam elemen volume yang lebih kecil,
yaitu 2x2x2 km3 sesuai dengan distribusi hiposenter dan stasiun gempa.
Metodologi pengolahan data terdiri dari penentuan hiposenter menggunakan
metode 3 lingkaran yang dilanjutkan dengan metode grid search untuk mendapatkan
posisi yang lebih tepat. Deviasi kecepatan dan atenuasi diperoleh melalui inversi
matriks menggunakan metode LSQR. Data masukan untuk inversi kecepatan adalah
waktu tunda (δt) yang didefinisikan sebagai selisih antara waktu tempuh hasil
observasi dengan waktu tempuh dari model kecepatan referensi. Sedangkan input
i
untuk inversi atenuasi seismik berupa harga waktu tempuh terbobot ts* dan tp* yang
diperoleh melalui perhitungan spectral fitting dan atenuasi diferensial (∆tsp*=ts*-tp*)
yang diperoleh dengan perhitungan spectral ratio.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa metoda tomografi seismik dapat
mengungkap struktur bawah permukaan melalui distribusi anomali dalam citra
tomogram seperti deviasi kecepatan, atenuasi hasil spectral fitting, atenuasi hasil
spectral ratio, Vp/Vs ratio, Poisson’s ratio, dan bulk sound velocity. Zona anomali
negatif secara konsisten terletak di bawah puncak Guntur dan kaldera Gandapura pada
kedalaman 3-6 km di bawah elevasi referensi (1 km di atas permukaan laut dan
sampai 2 km di bawah permukaan laut) dan di bawah kawah Kamojang pada
kedalaman 6-8 km di bawah elevasi referensi (2-4 km di bawah permukaan laut).
Elevasi referensi adalah ketinggian z=0 km terletak 4 km di atas permukaan laut.
Zona tersebut diinterpretasikan mempunyai karakter fisis (physical properties)
sebagai berikut: zona lemah, kurang kompak, panas, dan heterogen (berdasarkan
tomogram deviasi negatif kecepatan), kompresibel atau anomali negatif pada bulk
modulus lebih kuat dari pada shear modulus, kurang bersifat fluida (anomali negatif
Vp/Vs ratio < 1,82 dan Poisson’s ratio < 0,28), dan kurang jenuh fluida (anomali
negatif Qs/Qp > 1).
Selanjutnya daerah anomali dapat diinterpretasikan sebagai keberadaan zona
materi panas yang kemungkinan berasosiasi dengan sisa dapur magma dangkal dan
atau merupakan daerah hancuran akibat kegiatan vulkanik dan tektonik di masa lalu.
Kata kunci: tomografi seismik, waktu tunda, atenuasi seismik, spectral fitting,
spectral ratio, sifat fisis dan Gunungapi Guntur.
ii
ABSTRACT
THREE-DIMENSIONAL SEISMIC ATTENUATION
TOMOGRAPHIC IMAGING FOR INTERNAL STRUCTURE
DELINEATION AND PHYSICAL PROPERTIES
CHARACTERISATION BENEATH GUNTUR VOLCANO
by
Gede Suantika
32404005
Seismic tomography has been successfully applied to constraint subducted
slabs into the Earth’s mantle using global tectonic earthquakes. This method is applied
to study a smaller area like in an active volcano. The internal structure of volcano has
been generally studied by using petrology, geochemistry, geophysics, chemical gas
and water analysis, volcano deformation, hypocenter of volcanic earthquake
distribution, and focal mechanism of volcanic earthquake. Application of seismic
tomography to an active volcano can be expected to image precisely the internal
structure or magma chamber of the volcano, hence the seismic tomography model
could complement other models.
The object of this study is Guntur volcano located at 35 km southeast of
Bandung city and close to Garut city. Guntur volcano is chosen as the study area
because it has a high risk of volcanic hazard due to the long dormant activity, high
seismicity, and close to a tourist area i.e. at the southeastern flank of the volcano.
The study of seismic tomography at the Guntur volcano complex has used
seismic waves of volcanic earthquakes recorded at seismic stations around Guntur
volcano. The seismic ray travels from the source to the receiver through a medium
which has physical characteristics. Some of the physical characteristics of the medium
are seismic velocity and seismic attenuation. Existence of subsurface structure can be
represented by the seismic anomaly in the medium.
Amplitude decay of wave form, arrival time of P wave (tp) and S wave (ts)
have been used in seismic tomography to image the internal structure of the volcano
through solving linear equations for velocity deviation (dV) and seismic attenuation
(Q-1). The study area in Guntur volcano covers a volume of 20x20x20 km3. The first
step in seismic tomography is to parameterize the study volume into smaller volume
elements of 2x2x2 km3. The block size has been determined based on the hypocenter
and seismic station distributions in Guntur volcano.
The data processing steps of seismic tomography consist of hypocenter
determination using both spherical and grid search methods, travel time calculation
using pseudo bending method, and tomographic inversion. The input data of seismic
tomographic inversion are delay time (δt) i.e. the difference between observed and
calculated travel times, weighted travel time of P wave (tp*) and S wave (ts*) obtained
from spectral fitting analysis, and differential attenuation of S and P waves (∆tsp*=ts*tp*) obtained from spectral ratio analysis.
The seismic tomographic study at Guntur volcano provides good results in
which the internal structure of the volcano can be imaged precisely. All tomograms
(velocity deviations, seismic attenuation from spectral fitting and spectral ratio, Vp/Vs
ratio, Poisson’s ratio, and bulk sound velocity) show a negative anomaly located at the
iii
same location beneath the Guntur summit (4-6 km beneath reference elevation),
Gandapura caldera (3-6 km beneath reference elevation) and Kamojang caldera (6-8
km beneath reference elevation). The reference elevation is elevation of z=0 km
located 4 km above mean sea level. Physical characteristics of the anomalous area are
unconsolidated, weak, hot material, and heterogeneous (based on velocity deviations),
compressible (negative bulk sound velocity anomaly is stronger than negative shear
wave anomaly), weak fluid characteristics (Vp/Vs < 1.82 and Poisson’s ratio < 0.28),
and partially fluid saturated (Qs/Qp > 1).
The seismic velocity and attenuation tomograms depict a consistent low
velocity zone and a high attenuation zone beneath the Guntur summit, and the
Gandapura and Kamojang calderas. This zone is interpreted to be associated with hot
materials that may indicate the magma chamber or rupture area caused by previous
volcanic and tectonic activities.
Key words: seismic tomography, delay time, seismic attenuation, spectral fitting,
spectral ratio, physical properties and Guntur volcano.
iv
PENCITRAAN TOMOGRAFI ATENUASI SEISMIK 3-D UNTUK
DELINEASI STRUKTUR INTERNAL DAN KARAKTERISASI
SIFAT FISIS BATUAN DI BAWAH GUNUNGAPI GUNTUR
Oleh
Gede Suantika
NIM : 32404005
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui
Tim Pembimbing
Tanggal 3 September 2009
Ketua
(Prof. Dr. Sri Widiyantoro)
Anggota,
Anggota,
(Dr. Awali Priyono)
(Dr. Bambang Priadi)
v
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji kehadapan Hyang Widhi pencipta jagat raya (alam
semesta) dengan segala sarwaprani (makhluk) di dalamnya, karena atas
waranugrahaNya (karuniaNya) penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dengan
sebaik-baiknya.
Disertasi ini merupakan penerapan metoda tomografi di daerah gunungapi
dengan menggunakan data gempa vulkanik yang diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat akademik tingkat pendidikan pascasarjana strata tiga, Program Doktor Sains
Kebumian, Institut Teknologi Bandung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tim pembimbing yaitu, Bapak Prof. Dr. Sri Widiyantoro, Dr. Awali
Priyono, dan Dr. Bambang Priadi yang telah memberikan petunjuk dan
pengarahan dalam menyelesaikan disertasi ini.
2. Bapak Dr. Surono sebagai Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi yang pernah membantu sebagai penanggungjawab
administrasi PROGRAM RUT-X (2004) dan RUT-XI (2005)
Kementerian Riset dan Teknologi untuk mendanai Program Pasca Sarjana
Doktoral (S3) di Institut Teknologi Bandung (2004-2009).
3. Bapak Dr. Masato Iguchi dari Sakurajima Volcanological Research
Center, Kyoto University, Japan yang telah memperlancar kerja sama di
dalam pemeliharaan jaringan seismik digital Gunung Guntur.
4. Bapak Dr. Ir. R. Sukhyar dan Dr. Ir. Achmad Djumarma W. mantan
Direktur Direktorat Vulkanologi yang telah memberi kesempatan dan
mendorong penulis untuk melanjutkan pendidikan S-3 di ITB.
5. Bapak Dr. Ir. Mas Atje Purbawinata mantan Kepala Sub Direktorat
Pengamatan Gunungapi Wilayah Barat, DVMBG yang telah mau
memberi jaminan dan dukungan secara administrasi untuk mengikuti
Program S3 ke ITB.
6. Semua staf dosen dan karyawan Program Studi Sains Kebumian dan
semua teman sekantor yang telah memberikan dukungan moral.
Penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Bandung, 3 September 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................
ABSTRACT ......................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
DAFTAR TABEL .............................................................................................
Bab I
Pendahuluan ....................................................................................
I.1 Latar Belakang .....................................................................
I.1.1 Lokasi Kompleks Gunung Guntur ...............................
I.1.2 Studi Tomografi Seismik Terdahulu ............................
I.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian .................................
I.3 Hipotesa, Asumsi, dan Kebaruan Penelitian ........................
I.4 Metodologi Penelitian ..........................................................
I.5 Sistematika Disertasi ...........................................................
Bab II
Tatanan Geologi Daerah Penelitian ................................................
II.1 Tatanan Geologi Daerah Jawa Bagian Barat ........................
II.1.1 Fisiografi .....................................................................
II.1.2 Stratigrafi ....................................................................
II.1.3 Tatanan Tektonik ........................................................
II.2 Geologi Kompleks Gunung Guntur ......................................
II.2.1 Morfologi Kompleks Gunung Guntur .........................
II.2.2 Stratigrafi Kompleks Gunung Guntur .........................
II.2.3 Struktur Geologi Kompleks Gunung Guntur ..............
Bab III
Metodologi ……….........................................................................
III.1 Perhitungan Waktu Tempuh Menggunakan Metoda
Pseudo Bending Ray Tracing ...............................................
III.2 Hubungan antara Beda Waktu Tiba Fase Gelombang S
dan P dengan Jarak Hiposenter .............................................
III.3 Hubungan Waktu Tiba Gelombang P dengan Beda
Waktu Tiba Gelombang S dan P ….....................................
III.4 Penentuan Hiposenter Menggunakan Metoda Bola .............
III.5 Penentuan Hiposenter Menggunakan Metoda Grid Search .
III.6 Perhitungan Model Kecepatan ..............................................
III.7 Tomografi Waktu Tunda (Delay Time) Gelombang P dan S
III.8 Tomografi Q Model Spectral Fitting ...................................
III.8.1 Spektrum Sumber Gempa .........................................
III.8.2 Spektrum Atenuasi Medium .....................................
III.8.3 Spektrum Pengaruh Stasiun ......................................
III.8.4 Spektrum Pengaruh Instrumen .................................
III.8.5 Spektrum Model .......................................................
III.8.6 Tomografi Q Metoda Spectral Fitting …..................
III.9 Tomografi Q Metoda Spectral Ratio ....................................
III.10 Inversi Tomografi .................................................................
III.11 Hubungan antara Konstanta Elastisitas Medium Batuan
dengan Kecepatan Gelombang P dan S.................................
III.12 Magnituda Gempa Vulkanik Gunung Guntur .......................
vii
i
iii
v
vi
vii
ix
xxv
1
1
1
4
5
5
7
9
11
11
11
12
12
14
14
16
22
25
25
32
35
37
38
40
48
52
53
55
55
56
57
59
62
69
71
75
Bab IV
Kegempaan dan Cakupan Sinar Gelombang di Kompleks Gunung
Guntur ............................................................................................
IV.1 Seismisitas Gunung Guntur ..................................................
IV.2 Distribusi Hiposenter Gempa Vulkanik Gunung Guntur ….
IV.3 Mekanisme Sumber Gempa Vulkanik Gunung Guntur .......
IV.4 Parameterisasi Model Area Penelitian …..............................
IV.5 Cakupan Sinar Gelombang ...................................................
IV.6 Kepadatan Sinar (Ray Density) .............................................
IV.7 Check Board Test .................................................................
Bab V
Model Tomografi Bawah Permukaan Kompleks Gunung Guntur .
V.1 Posisi Penampang yang Dipresentasikan ..............................
V.2 Model Tomografi Waktu Tunda Gelombang P ……............
V.3 Model Tomografi Waktu Tunda Gelombang S ………........
V.4 Model Tomografi Atenuasi Spectral Fitting
Gelombang P .........................................................................
V.5 Model Tomografi Atenuasi Spectral Fitting
Gelombang S .........................................................................
V.6 Model Tomografi Atenuasi Spectral Ratio
Gelombang P ……….............................................................
V.7 Model Tomografi Atenuasi Spectral Ratio
Gelombang S ........................................................................
V.8 Model Tomografi Vp/Vs Ratio .............................................
V.9 Model Tomografi Poisson’s ratio …….................................
V.10 Model Tomografi Bulk Sound Velocity …….........................
V.11 Model Tomografi Shear Wave Velocity ……........................
V.12 Plume (Isosurface) ..................................
Bab VI
Interpretasi Tomogram Bawah Permukaan Kompleks
Gunung Guntur ...............................................................................
VI.1 Hasil Studi Tomografi di Daerah Tektonik dan Vulkanik ...
VI.2 Tomografi Kompleks Guntur ...............................................
VI.2.1 Model Tomografi Deviasi Kecepatan ......................
VI.2.2 Model Tomografi Atenuasi ......................................
VI.2.3 Hubungan Anomali dengan Struktur Geologi serta
Kegempaan di Kompleks Guntur .............................
VI.3 Anomali Total dalam 3–D ...................................................
VI.4 Aplikasi Hasil Studi Tomografi Guntur ..............................
VI.5 Interpretasi Model Bawah Permukaan Kompleks Gunung
Guntur ...................................................................................
Bab VII
Kesimpulan dan Saran ...................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
RIWAYAT HIDUP
.....................................................................................
Lampiran A Tomografi 4−D ..........................................................................
Lampiran B Simbol Persamaan Matematika ..................................................
Lampiran C Daftar Istilah (Glossary) ............................................................
viii
78
78
80
81
84
84
86
94
108
108
109
113
116
120
124
128
132
136
140
144
149
154
154
157
157
165
170
171
172
176
178
180
186
190
195
202
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Gunung Guntur yang terletak di Kabupaten
Garut, Jawa Barat dan sekitar 35 km di tenggara
Kota Bandung.
Gambar 1.2 Gunung Guntur merupakan gunungapi andesitik
bertipe strato, di sebelah kirinya adalah Gunung
Putri, dan di sebelah kanan adalah lereng selatan
Gunung Picung dan Pasir Cileungsi.
Gambar 1.3. Kaldera, kawah, dan kerucut masing-masing ditandai
oleh bulatan besar, kecil, dan kecil dengan tanda
tambah di kompleks Gunung Guntur yang
merepresentasikan pusat-pusat letusan dimasa lalu.
Gambar 1.4. Bagan alir metodologi studi tomografi seismik di
Kompleks Gunung Guntur. Kotak berwarna
menunjukkan model tomogram.
Gambar 2.1. Tatanan geologi Jawa bagian barat dapat
dikelompokkan menjadi empat jalur: lajur jawa
utara, lajur bogor, lajur gunungapi tengah (segitiga
warna merah adalah gunungapi aktif), dan lajur
pegunungan selatan.
Gambar 2.2. Daerah sumber gempa di Jawa bagian barat
dikelompokkan ke dalam tiga daerah yaitu Sesar
Aktif Cimandiri, Sesar Aktif Baribis, dan Sesar Aktif
Bumiayu. Kompleks Gunung Guntur terletak di luar
daerah sesar aktif utama tetapi dilalui oleh sesar aktif
yang lebih kecil dalam arah timur laut barat daya.
Gambar 2.3. Episenter gempabumi merusak selama 200 tahun
terakhir di Jawa bagian barat dan jawa tengah
(bulatan kuning) (kiri) dan perkiraan intensitas
maksimum adalah VII-IX MMI (kanan).
Gambar 2.4. Peta geologi kompleks Gunung Guntur. Kompleks
Gunung Guntur dibentuk oleh batuan berumur
Kuarter. Kaldera Kamojang merupakan produk
tertua dan Gunung Guntur merupakan produk
letusan termuda. Setiap satuan batuan diberi warna
dan kode yang berbeda. Garis biru adalah patahan
yang melalui kompleks Gunung Guntur (Surmayadi,
et al., 1998).
Gambar 2.5. Urutan umur satuan batuan (atas) dan penampang
stratigrafi (tengah dan bawah). Pengendapan batuan
kompleks Gunung Guntur dimulai pada Kala
Holosen yaitu batuan penyusun Kaldera Kamojang,
kemudian dilanjutkan dengan pengendapan batuan
penyusun Kaldera Gandapura yang berlanjut hingga
awal Resen. Batuan penyusun Gunung Guntur
diendapkan setelah Kaldera Gandapura dan
berlangsung sampai letusan terakhir tahun 1847
(Surmayadi, et al., 1998).
ix
..........
1
..........
2
..........
2
..........
8
..........
11
..........
13
..........
14
..........
17
..........
18
Gambar 2.6. Struktur patahan (garis merah) yang berkembang di
kompleks Gunung Guntur. Bidang patahan berarah
timur laut barat daya dan barat laut tenggara (Bronto,
et al., 1982, Alzwar, et al., 1992, dan Surmayadi, et
al., 1998). Garis biru adalah jalan raya.
Gambar 3.1. Lintasan sinar gelombang.
Gambar 3.2. Penentuan gradien kecepatan maksimum dalam
model kecepatan, S=sumber dan R=penerima, garis
diputar dalam berbagai arah bidang di dalam ruang
3D.
Gambar 3.3. Geometri gangguan titik tengah sejauh R dalam arah
vektor satuan n / n (Um dan Thurber, 1987).
Gambar 3.4. Ray tracing di dalam ruang 3D (kiri atas) di dalam
medium dengan model kecepatan yang mengandung
anomali positif (+25%). Tampak sinar gelombang
berusaha mendekati anomali positif untuk
memperoleh waktu tempuh terkecil baik pada irisan
horisontal (kanan atas), irisan vertikal barat timur
(kiri bawah), maupun pada irisan vertikal selatan
utara (kanan bawah).
Gambar 3.5. Ray tracing di dalam ruang 3D (kiri atas) di dalam
medium dengan model kecepatan yang mengandung
anomali negatif (−25%). Tampak sinar gelombang
berusaha menjauhi anomali negatif untuk
memperoleh waktu tempuh terkecil baik pada irisan
horisontal (kanan atas), irisan vertikal barat timur
(kiri bawah), maupun pada irisan vertikal selatan
utara (kanan bawah).
x
..........
..........
24
26
..........
28
..........
28
..........
31
..........
32
Gambar 3.6. Gelombang P dan S menjalar dari S ke R pada t=t0
masing-masing dengan kecepatan Vp dan Vs. Waktu
t0 disebut juga origin time atau waktu gempa. Waktu
tiba gelombang P di stasiun R adalah tp dan
gelombang S adalah ts.
Gambar 3.7. Contoh rekaman gempa vulkanik Gunungapi Guntur
oleh tujuh stasiun gempa dengan waktu tiba fase
gelombang P dan S masing-masing (kiri). Regresi
linier antara beda waktu tiba gelombang P dan S (tsp)
dengan waktu tiba gelombang P (tp) menghasilkan
rasio Vp/Vs dan waktu terjadinya gempa (t0) (kanan).
Gambar 3.8. Distribusi harga rasio Vp/Vs data gempa vulkanik
Gunung Guntur dari tahun 1995−2007 dominan pada
harga 1,8.
Gambar 3.9. Penentuan hiposenter menggunakan metoda bola.
Lokasi stasiun (LGP, PTR, dan CTS) adalah pusat
bola dan jarak hiposenter D adalah jari-jari
lingkaran. Perpotongan garis potong ketiga lingkaran
di E adalah episenter gempa (x0,y0) dan kedalaman
gempa adalah panjang garis EF (z0). Dalam hal ini
Panjang garis EF 6,48 km dan bidang horisontal di
atas terletak 2 km di atas permukaan laut. Oleh
karena elevasi referensi z=0 terletak 4 km di atas
muka laut maka kedalaman gempa menjadi 8,48 km
dari level referensi.
Gambar 3.10. Hasil hiposenter metoda grid search (bulatan merah)
mempunyai tingkat kesalahan (time residual) cukup
kecil, kurang dari 0,1 detik. Ruang uji dibatasi pada
ruang volume 4x4x4 km3, hasil hiposenter metoda
bola (bulatan kuning) dipakai sebagai titik pusat.
Gambar ditampilkan masing-masing pada irisan
horisontal (kiri atas), irisan vertikal selatan utara
(kanan atas), dan irisan vertikal barat timur (kiri
bawah).
Gambar 3.11. Penjalaran gelombang dari sumber S ke penerima R
di dalam medium banyak lapis dengan model
kecepatan yang bervariasi terhadap kedalaman,
v=v0+kz.
Gambar 3.12. Kurva jarak-waktu tempuh hasil pengamatan
(bulatan) dan perhitungan (garis) untuk gelombang P
(kiri) dan gelombang S (kanan).
Gambar 3.13. Model kecepatan 1−D yaitu model kecepatan hanya
bervariasi terhadap kedalaman. Model kecepatan
gelombang P (biru) dan gelombang S (merah)
diperoleh setelah kedua kurva jarak-waktu tempuh
sesuai.
xi
..........
33
..........
36
..........
37
..........
38
..........
40
..........
41
..........
47
..........
48
Gambar 3.14. Spektrum pengaruh stasiun (kanan atas) diperoleh
dari spektrum gempa tektonik jauh yang terekam di
stasiun target (Stasiun CSP, kiri atas) dibagi dengan
spektrum gempa yang sama direkam di stasiun
referensi (Stasiun K74) . Spektrum referensi dipilih
berdasarkan kestabilan nilai amplituda pada daerah
frekuensi rendah (tengah atas). Spektrum pengaruh
stasiun (tengah bawah) digunakan untuk membagi
spektrum gempa vulkanik (kiri bawah) dan hasilnya
adalah spektrum gempa vulkanik yang telah
terkoreksi (kanan bawah).
Gambar 3.15. Spektrum tanggapan seismometer 1 Hz dan 2 Hz.
Amplituda spektrum maksimum dinormalisasi
menjadi satu.
Gambar 3.16. Rekaman gempa vulkanik dalam time domain
direkam di Stasiun CSP mempunyai waktu tiba
gelombang P dan S cukup jelas (atas). Kurva
spektrum best fit gempa vulkanik baik gelombang P
dan S (bawah). Time window diambil 1,28 detik atau
128 data dengan sampling rate 0,01 detik. Bila beda
waktu tiba gelombang P dan S (SP) lebih kecil
daripada 1,28 detik maka mulai data ke 128(SP/0.01) di beri nilai nol. Kualitas data dapat
dilihat dari jarak vertikal antara spektrum noise dan
sinyal cukup jauh.
Gambar 3.17. Distribusi frekuensi linieritas spectral ratio dari
2520 rekaman gempa vulkanik Gunung Guntur
terletak pada pita frekuensi 10−20 Hz.
Gambar 3.18. Rekaman gempa vulknik Gunung Guntur. Analisis
spektral menggunakan 128 data (1,28 detik) pada
gelombang P dibatasi oleh dua garis merah,
Gelombang S dibatasi oleh dua garis biru, dan noise
dibatasi oleh dua garis hitam. Bila beda waktu tiba
antara S dan P lebih kecil dari pada 1,28 detik maka
sisa data diberi nilai nol.
Gambar 3.19. Spektrum gelombang P (kiri atas) dan spektrum
gelombang S (kanan atas) dari gempa vulkanik yang
direkam di stasiun PSC. Spektral noise adalah warna
hijau dan letaknya cukup jauh dari spektral
gelombang P dan S. Rasio spektral gelombang
antara S dan P (kiri bawah) mempunyai
kecenderungan linier pada interval frekuensi 5−35
Hz (kiri bawah). Berdasarkan distribusi frekuensi
semua rekaman gempa maka dipilih pada interval
10−20 Hz dan harga (ts*−tp*) dapat dihitung dari
gradien persamaan garis hasil regresi linier (kanan
bawah).
xii
..........
56
..........
57
..........
58
..........
64
..........
64
..........
65
Gambar 3.20. Harga rata-rata Qp dan Qs kompleks Gunung Guntur
diperoleh melalui hasil regresi waktu tempuh
terbobot (t*) dengan waktu tempuh (t) (atas). Harga
Qs=1,7459Qp atau Qp=0,5728Qs (bawah).
Gambar 3.21. Regresi linier logaritma lama gempa dengan
magnituda skala Richter gempa vulkanik di
kompleks Gunung Guntur.
Gambar 4.1. Sebanyak 23 stasiun gempa digunakan dalam
penelitian ini. Bulatan kuning merupakan stasiun
permanen dan warna biru muda adalah stasiun
temporer.
Gambar 4.2. Gempa vulkanik Gunung Guntur direkam secara
digital oleh beberapa stasiun.
Gambar 4.3. Frekuensi kejadian gempa vulkanik Gunung Guntur
terjadi rata-rata 1 kali dalam sehari. Jumlah
kumulatif kejadian dari tahun 1995−2007 sekitar
4800 kali.
..........
66
..........
77
..........
78
..........
79
..........
79
Gambar 4.4. Pusat gempa vulkanik di bawah Kompleks Gunung
Guntur terdistribusi sepanjang sesar (garis merah) DrajatKamojang dan Guntur-Gandapura (kiri atas), pusat
gempa lebih dalam di bawah Kamojang daripada di
bawah Gandapura-Guntur (kiri bawah). Kedalaman pusat
gempa dalam irisan vertikal selatan utara (kanan atas).
..........
Hiposenter gempa dalam tampilan 3−D (kanan bawah).
Gambar 4.5. Mekanisme sumber gempa vulkanik bulan Januari 1996
di sepanjang sesar Kamojang-Drajat secara dominan
mempunyai solusi sesar geser (Suantika, 2002).
..........
Gambar 4.6. Mekanisme sumber gempa vulkanik bulan SeptemberDesember 1997di sepanjang sesar Guntur-Gandapura
tidak mempunyai solusi yang unik (Suantika, 2002).
..........
Gambar 4.7. Liputan sinar gempa gelombang P (garis merah) di
bawah Kompleks Gunung Guntur sangat baik di
Kaldera Kamojang, Kaldera Gandapura, dan Gunung
Guntur pada kedalaman 2−12 km di bawah elevasi
referensi. Sinar gelombang dari sumber ke stasiun
dibuat dengan teknik ray tracing berdasarkan waktu
tempuh minimum (Fermat’s principle).
..........
Gambar 4.8. Liputan sinar gempa gelombang S (garis biru) di
bawah Kompleks Gunung Guntur sangat baik di
Kaldera Kamojang, Kaldera Gandapura, dan Gunung
Guntur pada kedalaman 2−12 km di bawah elevasi
referensi. Sinar gelombang dari sumber ke stasiun
dibuat dengan teknik ray tracing berdasarkan waktu
tempuh minimum (Fermat’s principle).
..........
Gambar 4.9. Gambaran 3−D irisan horisontal tomografi di bawah
Kompleks Guntur dan irisan vertikal tomografi
melalui Kaldera Kamojang, Kaldera Gandapura, dan
Gunung Guntur.
..........
xiii
81
82
83
85
86
87
Gambar 4.10. Lintasan irisan vertikal barat timur pada jarak 7 km
(Y1-Y1’), 9 km (Y2-Y2’), 11 km (Y3-Y3’), dan 13
km (Y4-Y4’) dari sumbu x. Dan lintasan irisan
vertikal selatan utara jarak 7 km (X1-X1’), 9 km
(X2-X2’), 11 km (X3-X3’), dan 13 km (X4-X4’)
dari sumbu y. Garis biru adalah jalan raya.
Gambar 4.11. Kepadatan sinar gelombang P. Dari atas dan dari kiri
ke kanan masing-masing adalah irisan horisontal
pada kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10 km.
Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak
dilalui oleh sinar.
Gambar 4.12. Kepadatan sinar gelombang P. Dari atas dan dari kiri
ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah
barat timur pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13
km dari sumbu x. Warna abu-abu menunjukkan
elemen volume tidak dilalui oleh sinar.
Gambar 4.13. Kepadatan sinar gelombang P. Dari atas dan dari kiri
ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah
selatan utara pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13
km dari sumbu y. Warna abu-abu menunjukkan
elemen volume tidak dilalui oleh sinar.
Gambar 4.14. Kepadatan sinar gelombang S. Dari atas dan dari kiri
ke kanan masing-masing adalah irisan horisontal
pada kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10 km.
Warna abu-abu menunjukkan elemen volume tidak
dilalui oleh sinar.
Gambar 4.15. Kepadatan sinar gelombang S. Dari atas dan dari kiri
ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah
barat timur pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13
km dari sumbu x. Warna abu-abu menunjukkan
elemen volume tidak dilalui oleh sinar.
Gambar 4.16. Kepadatan sinar gelombang S. Dari atas dan dari kiri
ke kanan masing-masing adalah irisan vertikal arah
selatan utara pada jarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13
km dari sumbu y. Warna abu-abu menunjukkan
elemen volume tidak dilalui oleh sinar.
Gambar 4.17. Check board test menggunakan gelombang P pada
irisan horisontal di kedalaman 4 km (baris atas) dan
6 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan).
Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.18. Check board test menggunakan gelombang P pada
irisan horisontal di kedalaman 8 km (baris atas) dan
10 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan).
Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
xiv
..........
88
..........
89
..........
90
..........
91
..........
92
..........
93
..........
94
..........
96
..........
97
Gambar 4.19. Check board test menggunakan gelombang P pada
irisan vertikal barat timur berjarak 7 km (baris atas)
dan 9 km (baris bawah) dari sumbu x atau masingmasing melalui garis Y1-Y1’ dan Y2-Y2’. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.20. Check board test menggunakan gelombang P pada
irisan vertikal barat timur berjarak 11 km (baris atas)
dan 13 km (baris bawah) dari sumbu x atau masingmasing melalui garis Y3-Y3’ dan Y4-Y4’. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.21. Check board test menggunakan gelombang P pada
irisan vertikal selatan utara berjarak 7 km (baris atas)
dan 9 km (baris bawah) dari sumbu y atau masingmasing melalui garis X1-X1’ dan X2-X2’. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.22. Check board test menggunakan gelombang P pada
irisan vertikal selatan utara berjarak 11 km (baris
atas) dan 13 km (baris bawah) dari sumbu y atau
masing-masing melalui garis X3-X3’ dan X4-X4’.
Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri)
dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik
(kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan
elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.23. Check board test menggunakan gelombang S pada
irisan horisontal di kedalaman 4 km (baris atas) dan
6 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan).
Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.24. Check board test menggunakan gelombang S pada
irisan horisontal di kedalaman 8 km (baris atas) dan
10 km (baris bawah) dari elevasi referensi. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan).
Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
xv
..........
98
..........
99
.......... 100
.......... 101
.......... 102
.......... 103
Gambar 4.25. Check board test menggunakan gelombang S pada
irisan vertikal barat timur berjarak 7 km (baris atas)
dan 9 km (baris bawah) dari sumbu x atau masingmasing melalui garis Y1-Y1’ dan Y2-Y2’. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.26. Check board test menggunakan gelombang S pada
irisan vertikal barat timur berjarak 11 km (baris atas)
dan 13 km (baris bawah) dari sumbu x atau masingmasing melalui garis Y3-Y3’ dan Y4-Y4’. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.27. Check board test menggunakan gelombang S pada
irisan vertikal selatan utara berjarak 7 km (baris atas)
dan 9 km (baris bawah) dari sumbu y atau masingmasing melalui garis X1-X1’ dan X2-X2’. Anomali
kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri) dan hasil
inversi tomografi model kecepatan sintetik (kolom
kanan). Warna abu-abu menunjukkan elemen
volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 4.28. Check board test menggunakan gelombang S pada
irisan vertikal selatan utara berjarak 11 km (baris
atas) dan 13 km (baris bawah) dari sumbu y atau
masing-masing melalui garis X3-X3’ dan X4-X4’.
Anomali kecepatan sintetik 4x4x4 km3 (kolom kiri)
dan hasil inversi tomografi model kecepatan sintetik
(kolom kanan). Warna abu-abu menunjukkan
elemen volume tidak dilalui oleh sinar gelombang.
Gambar 5.1. Irisan horisontal tomogram anomali deviasi
kecepatan gelombang P. Anomali negatif (warna
merah) berkaitan langsung dengan sistem kegiatan
vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari atas dan
dari kiri ke kanan irisan masing-masing pada
kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10 km dari elevasi
referensi acuan. Bulatan ungu adalah pusat gempa
vulkanik.
Gambar 5.2. Irisan vertikal arah barat timur tomogram anomali
deviasi kecepatan gelombang P. Anomali negatif
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
x. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
.......... 104
.......... 105
.......... 106
.......... 107
.......... 110
.......... 111
xvi
Gambar 5.3. Irisan vertikal arah selatan utara tomogram anomali
deviasi kecepatan gelombang P. Anomali negatif
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
y. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.4. Irisan horisontal tomogram anomali deviasi
kecepatan gelombang S. Anomali negatif (warna
merah) berkaitan langsung dengan sistem kegiatan
vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari atas dan
dari kiri ke kanan irisan masing-masing pada
kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10 km dari elevasi
referensi acuan. Bulatan ungu adalah pusat gempa
vulkanik.
Gambar 5.5. Irisan vertikal arah barat timur tomogram anomali
deviasi kecepatan gelombang S. Anomali negatif
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
x. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.6. Irisan vertikal arah selatan utara tomogram anomali
deviasi kecepatan gelombang S. Anomali negatif
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
y. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.7. Irisan horisontal tomogram atenuasi spectral fitting
gelombang P. Atenuasi maksimum (warna merah)
berkaitan langsung dengan sistem kegiatan vulkanik
kompleks Gunung Guntur. Dari atas dan dari kiri ke
kanan irisan masing-masing pada kedalaman 4 km, 6
km, 8 km, dan 10 km dari elevasi referensi acuan.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.8. Irisan vertikal arah barat timur tomogram atenuasi
spectral fitting gelombang P. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
x. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.9. Irisan vertikal arah selatan utara tomogram atenuasi
spectral fitting gelombang P. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
y. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
xvii
.......... 112
.......... 114
.......... 115
.......... 116
.......... 118
.......... 119
.......... 120
Gambar 5.10. Irisan horisontal tomogram atenuasi spectral fitting
gelombang S. Atenuasi maksimum (warna merah)
berkaitan langsung dengan sistem kegiatan vulkanik
kompleks Gunung Guntur. Dari atas dan dari kiri ke
kanan irisan masing-masing pada kedalaman 4 km, 6
km, 8 km, dan 10 km dari elevasi referensi acuan.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.11. Irisan vertikal arah barat timur tomogram atenuasi
spectral fitting gelombang S. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
x. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.12. Irisan vertikal arah selatan utara tomogram atenuasi
spectral fitting gelombang S. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
y. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.13. Irisan horisontal tomogram atenuasi spectral ratio
gelombang P. Atenuasi maksimum (warna merah)
berkaitan langsung dengan sistem kegiatan vulkanik
kompleks Gunung Guntur. Dari atas dan dari kiri ke
kanan irisan masing-masing pada kedalaman 4 km, 6
km, 8 km, dan 10 km dari elevasi referensi acuan.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.14. Irisan vertikal arah barat timur tomogram atenuasi
spectral ratio gelombang P. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
x. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.15. Irisan vertikal arah selatan utara tomogram atenuasi
spectral ratio gelombang P. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
y. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.16. Irisan horisontal tomogram atenuasi spectral ratio
gelombang S. Atenuasi maksimum (warna merah)
berkaitan langsung dengan sistem kegiatan vulkanik
kompleks Gunung Guntur. Dari atas dan dari kiri ke
kanan irisan masing-masing pada kedalaman 4 km, 6
km, 8 km, dan 10 km dari elevasi referensi acuan.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
xviii
.......... 122
.......... 123
.......... 124
.......... 126
.......... 127
.......... 128
.......... 130
Gambar 5.17. Irisan vertikal arah barat timur tomogram atenuasi
spectral ratio gelombang S. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
x. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.18. Irisan vertikal arah selatan utara tomogram atenuasi
spectral ratio gelombang S. Atenuasi maksimum
(warna merah) berkaitan langsung dengan sistem
kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur. Dari
atas dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing
berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu
y. Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.19. Irisan horisontal tomogram Vp/Vs ratio. Vp/Vs ratio
minimum (warna merah) berkaitan langsung dengan
sistem kegiatan vulkanik kompleks Gunung Guntur.
Dari atas dan dari kiri ke kanan irisan masingmasing pada kedalaman 4 km, 6 km, 8 km, dan 10
km dari elevasi referensi acuan. Bulatan ungu adalah
pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.20. Irisan vertikal barat timur tomogram Vp/Vs ratio.
Vp/Vs ratio minimum (warna merah) berkaitan
langsung dengan sistem kegiatan vulkanik kompleks
Gunung Guntur. Harga minimum disertai isoline
yang konsentris dengan beda kontur 0.005. Dari atas
dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing berjarak
7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu x.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.21. Irisan vertikal selatan utara tomogram Vp/Vs ratio.
Vp/Vs ratio minimum (warna merah) berkaitan
langsung dengan sistem kegiatan vulkanik kompleks
Gunung Guntur. Harga minimum disertai isoline
yang konsentris dengan beda kontur 0.005. Dari atas
dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing berjarak
7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu y.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.22. Irisan horisontal tomogram Poisson’s ratio.
Poisson’s ratio minimum (warna merah) berkaitan
langsung dengan sistem kegiatan vulkanik kompleks
Gunung Guntur. Dari atas dan dari kiri ke kanan
irisan masing-masing pada kedalaman 4 km, 6 km, 8
km, dan 10 km dari elevasi referensi acuan. Bulatan
ungu adalah pusat gempa vulkanik.
xix
.......... 131
.......... 132
.......... 134
.......... 135
.......... 136
.......... 138
Gambar 5.23. Irisan vertikal barat timur tomogram Poisson’s ratio.
Poisson’s ratio minimum (warna merah) berkaitan
langsung dengan sistem kegiatan vulkanik kompleks
Gunung Guntur. Harga minimum disertai isoline
yang konsentris dengan beda kontur 0.002. Dari atas
dan dari kiri ke kanan irisan masing-masing berjarak
7 km, 9 km, 11 km, dan 13 km dari sumbu x.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.24. Irisan vertikal selatan utara tomogram Poisson’s
ratio. Poisson’s ratio minimum (warna merah)
berkaitan langsung dengan sistem kegiatan vulkanik
kompleks Gunung Guntur. Harga minimum disertai
isoline yang konsentris dengan beda kontur 0.002.
Dari atas dan dari kiri ke kanan irisan masingmasing berjarak 6 km, 8 km, 10 km, dan 12 km dari
sumbu y. Bulatan ungu adalah pusat gempa
vulkanik.
Gambar 5.25. Irisan horisontal tomogram bulk sound velocity. Bulk
sound velocity minimum (warna merah) berkaitan
langsung dengan sistem kegiatan vulkanik kompleks
Gunung Guntur. Dari atas dan dari kiri ke kanan
irisan masing-masing pada kedalaman 4 km, 6 km, 8
km, dan 10 km dari elevasi referensi acuan. Bulatan
ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Gambar 5.26. Irisan vertikal barat timur tomogram bulk sound
velocity. Bulk sound velocity minimum (warna
merah) berkaitan langsung dengan sistem kegiatan
vulkanik kompleks Gunung Guntur. Harga minimum
disertai isoline yang konsentris dengan beda kontur
0.05 km/det. Dari atas dan dari kiri ke kanan irisan
masing-masing berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13
km dari sumbu x. Bulatan ungu adalah pusat gempa
vulkanik.
Gambar 5.27. Irisan vertikal selatan utara tomogram bulk sound
velocity. Bulk sound velocity minimum (warna
merah) berkaitan langsung dengan sistem kegiatan
vulkanik kompleks Gunung Guntur. Harga minimum
disertai isoline yang konsentris dengan beda kontur
0.05 km/det. Dari atas dan dari kiri ke kanan irisan
masing-masing berjarak 6 km, 8 km, 10 km, dan 12
km dari sumbu y. Bulatan ungu adalah pusat gempa
vulkanik.
Gambar 5.28. Irisan horisontal tomogram shear wave velocity.
Shear wave velocity minimum (warna merah)
berkaitan langsung dengan sistem kegiatan vulkanik
kompleks Gunung Guntur. Dari atas dan dari kiri ke
kanan irisan masing-masing pada kedalaman 4 km, 6
km, 8 km, dan 10 km dari elevasi referensi acuan.
Bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
xx
.......... 139
.......... 140
.......... 142
.......... 143
.......... 144
.......... 146
Gambar 5.29. Irisan vertikal barat timur tomogram shear wave
velocity. Shear wave velocity minimum (warna
merah) berkaitan langsung dengan sistem kegiatan
vulkanik kompleks Gunung Guntur. Harga minimum
disertai isoline yang konsentris dengan beda kontur
0.05 km/det. Dari atas dan dari kiri ke kanan irisan
masing-masing berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13
km dari sumbu x. Bulatan ungu adalah pusat gempa
vulkanik.
Gambar 5.30. Irisan vertikal selatan utara tomogram shear wave
velocity. Shear wave velocity minimum (warna
merah) berkaitan langsung dengan sistem kegiatan
vulkanik kompleks Gunung Guntur. Harga minimum
disertai isoline yang konsentris dengan beda kontur
0.05 km/det. Dari atas dan dari kiri ke kanan irisan
masing-masing berjarak 7 km, 9 km, 11 km, dan 13
km dari sumbu y. Bulatan ungu adalah pusat gempa
vulkanik.
Gambar 5.31. Model plume dVp dilihat dalam berbagai arah.
Gambar 5.32. Model plume dVs dilihat dalam berbagai arah.
Gambar 5.33. Model plume Qp-1 spectral fitting dilihat dalam
berbagai arah.
Gambar 5.34. Model plume Qs-1 spectral fitting dilihat dalam
berbagai arah.
Gambar 5.35. Model plume Qp-1 spectral ratio dilihat dalam
berbagai arah.
Gambar 5.36. Model plume Qs-1 spectral ratio dilihat dalam
berbagai arah.
Gambar 5.37. Model plume Vp/Vs ratio dilihat dalam berbagai
arah.
Gambar 5.38. Model plume Poisson’s ratio dilihat dalam berbagai
arah.
Gambar 5.39. Model plume bulk sound velocity dilihat dalam
berbagai arah.
Gambar 5.40. Model plume shear wave velocity dilihat dalam
berbagai arah.
Gambar 6.1. Model tomografi waktu tunda gelombang P irisan
horizontal pada kedalaman 4 km dari puncak (kiri
atas), irisan vertikal selatan utara melalui GunturGandapura (kanan atas), irisan vertikal barat timur
melalui Kamojang-Guntur (kiri bawah), dan anomali
model plume 3-D (kanan bawah). Warna merah
adalah anomali negatif dan bulatan ungu adalah
pusat gempa vulkanik.
xxi
.......... 147
.......... 148
.......... 149
.......... 149
.......... 150
.......... 150
.......... 151
.......... 151
.......... 152
.......... 152
.......... 153
.......... 153
.......... 159
Gambar 6.2.
Gambar 6.3.
Gambar 6.4.
Gambar 6.5.
Gambar 6.6.
Model tomografi waktu tunda gelombang S irisan
horizontal pada kedalaman 4 km dari puncak (kiri
atas), irisan vertikal selatan utara melalui GunturGandapura (kanan atas), irisan vertikal barat timur
melalui Kamojang-Guntur (kiri bawah), dan anomali
model plume 3-D (kanan bawah). Warna merah
adalah anomali negatif dan bulatan ungu adalah
pusat gempa vulkanik.
Model tomografi Vp/Vs irisan horizontal pada
kedalaman 4 km dari puncak (kiri atas), irisan
vertikal selatan utara melalui Guntur-Gandapura
(kanan atas), irisan vertikal barat timur melalui
Kamojang-Guntur (kiri bawah), dan anomali model
plume 3-D (kanan bawah). Pada irisan vertikal
harga minimum disertai isoline yang konsentris
dengan beda kontur 0,005. Warna merah adalah
anomali negatif dan bulatan ungu adalah pusat
gempa vulkanik.
Model tomografi Poisson’s ratio irisan horizontal
pada kedalaman 4 km dari puncak (kiri atas), irisan
vertikal selatan utara melalui Guntur-Gandapura
(kanan atas), irisan vertikal barat timur melalui
Kamojang-Guntur (kiri bawah), dan anomali model
plume 3-D (kanan bawah). Pada irisan vertikal
harga minimum disertai isoline yang konsentris
dengan beda kontur 0,002. Warna merah adalah
anomali negatif dan bulatan ungu adalah pusat
gempa vulkanik.
Model tomografi bulk sound velocity irisan
horizontal pada kedalaman 4 km dari puncak (kiri
atas), irisan vertikal selatan utara melalui GunturGandapura (kanan atas), irisan vertikal barat timur
melalui Kamojang-Guntur (kiri bawah), dan anomali
model plume 3-D (kanan bawah). Pada irisan
vertikal harga minimum disertai isoline yang
konsentris dengan beda kontur 0,05 km/det. Warna
merah adalah anomali negatif dan bulatan ungu
adalah pusat gempa vulkanik.
Model tomografi shear wave velocity irisan
horizontal pada kedalaman 4 km dari puncak (kiri
atas), irisan vertikal selatan utara melalui GunturGandapura (kanan atas), irisan vertikal barat timur
melalui Kamojang-Guntur (kiri bawah), dan anomali
model plume 3-D (kanan bawah). Pada irisan
vertikal harga minimum disertai isoline yang
konsentris dengan beda kontur 0,05 km/det. Warna
merah adalah anomali negatif dan bulatan ungu
adalah pusat gempa vulkanik.
xxii
.......... 160
.......... 161
.......... 162
.......... 163
.......... 164
Gambar 6.7.
Gambar 6.8.
Gambar 6.9
Gambar 6.10.
Gambar 6.11.
Gambar 6.12.
Gambar 6.13.
Gambar 6.14.
Gambar 6.15.
Gambar A.1.
Gambar A.2.
Model tomografi atenuasi spectral fitting gelombang
P. irisan horizontal pada kedalaman 4 km dari
puncak (kiri atas), irisan vertikal selatan utara
melalui Guntur-Gandapura (kanan atas), irisan
vertikal barat timur melalui Kamojang-Guntur (kiri
bawah), dan anomali model plume 3-D (kanan
bawah). Warna merah adalah anomali negatif dan
bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Model tomografi atenuasi spectral fitting gelombang
S. irisan horizontal pada kedalaman 4 km dari
puncak (kiri atas), irisan vertikal selatan utara
melalui Guntur-Gandapura (kanan atas), irisan
vertikal barat timur melalui Kamojang-Guntur (kiri
bawah), dan anomali model plume 3-D (kanan
bawah). Warna merah adalah anomali negatif dan
bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Model tomografi atenuasi spectral ratio gelombang
P. irisan horizontal pada kedalaman 4 km dari
puncak (kiri atas), irisan vertikal selatan utara
melalui Guntur-Gandapura (kanan atas), irisan
vertikal barat timur melalui Kamojang-Guntur (kiri
bawah), dan anomali model plume 3-D (kanan
bawah). Warna merah adalah anomali negatif dan
bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Model tomografi atenuasi spectral ratio gelombang
S. irisan horizontal pada kedalaman 4 km dari
puncak (kiri atas), irisan vertikal selatan utara
melalui Guntur-Gandapura (kanan atas), irisan
vertikal barat timur melalui Kamojang-Guntur (kiri
bawah), dan anomali model plume 3-D (kanan
bawah). Warna merah adalah anomali negatif dan
bulatan ungu adalah pusat gempa vulkanik.
Dimensi anomali negatif total di bawah Kompleks
Guntur dalam tampilan 3-D model plume atau
isosurface dilihat dari beberapa sudut yang berbeda.
Stasiun pantau Q-factor MIS dan LGP berada
sebelah kiri Puncak Guntur, dan stasiun PTR dan
CTS berada sebelah kanan Puncak Guntur.
Harga Qp (atas) dan Qs (bawah) dihitung dari stasiun
PTR dan CTS.
Harga Qp (atas) dan Qs (bawah) dihitung dari stasiun
MIS dan LGP.
Interpretasi model bawah permukaan kompleks
Gunung Guntur.
Tomografi 4-D berdasarkan data gempa pada
periode waktu 1995-2001, 1999-2003, dan 20022007.
Hiposenter gempa pada irisan vertikal barat timur
pada periode waktu 1995-2001 (kiri), 1999-2003
(tengah), dan 2002-2007 (kanan).
xxiii
.......... 166
.......... 167
.......... 168
.......... 169
.......... 172
.......... 174
.......... 174
.......... 175
.......... 176
.......... 190
.......... 191
Gambar A.3.
Gambar A.4.
Gambar A.5.
Gambar A.6.
Gambar A.7.
Densitas sinar gelombang pada irisan vertikal barat
timur melalui Kaldera Kamojang dan Puncak Guntur
pada periode waktu 1995-2001 (kiri), 1999-2003
(tengah), dan 2002-2007 (kanan).
Model geotermal Kompleks Guntur (garis biru
Tomogram deviasi kecepatan pada irisan vertikal
barat timur melalui Kaldera Kamojang dan Puncak
Guntur pada periode waktu 1995-2001 (kiri), 19992003 (tengah), dan 2002-2007 (kanan).
Tomogram atenuasi kecepatan irisan vertikal barat
timur melalui Kaldera Kamojang dan Puncak Guntur
pada periode waktu 1995-2001 (kiri), 1999-2003
(tengah), dan 2002-2007 (kanan).
Tomogram geotermal pada irisan vertikal barat timur
melalui Kaldera Kamojang dan Puncak Guntur pada
periode waktu 1995-2001 (kiri), 1999-2003 (tengah),
dan 2002-2007 (kanan).
xxiv
.......... 191
.......... 192
.......... 193
.......... 193
.......... 193
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Pemerian litologi kompleks Gunung Guntur
xxv
..........
19
Download