1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu jenis hak atas kekayaan intelektual adalah karya cipta. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia yang pertama dikenal adalah Hak Pengarang/ Hak Pencipta (author right), yaitu setelah diberlakukannnya Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet 1912 Stb. 1912 Nomor 600), kemudian menyusul istilah hak Cipta. Istilah inilah yang kemudian dipakai dalam peraturan perundangundangan selanjutnya. Pengertian kedua istilah tersebut menurut sejarah perkembangannya mempunyai perbedaan yang cukup besar. Istilah Hak Pengarang/ Pencipta (author right) berkembang dari daratan Eropa yang menganut sistem hukum sipil, sehingga di Negara-negara Eropa undang-undang yang mengatur karya cipta tersebut diberi nama Undang-Undang Hak Pencipta, seperti contoh di Prancis – droit d’aueteur, di Jerman – Urheberecht, dan di Italia – diritto d’autore. Sedangkan istilah Hak Cipta (copyright) bermula dari Negara yang menganut sistem Common Law.1 Pengertian Hak Cipta asal mulanya menggambarkan hak untuk menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta. Istilah copyright (Hak Cipta) tidak jelas siapa yang pertama pemakainya, tidak ada 1 (satu) pun perundangundangan yang secara jelas menggunakannya pertama kali. 1 Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 89. 2 Menurut Stanley Rubenstain, sekitar tahun 1740 tercatat pertama kali orang menggunakan istilah “copyright”. Di Inggris pemakaian istilah Hak Cipta (copyright) pertama kali berkembang untuk menggambarkan konsep guna melindungi penerbit dari tindakan penggandaan buku oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk menerbitkannya. Perlindungan bukan diberikan kepada si pencipta (author), melainkan diberikan kepada pihak penerbit. Perlindungan tersebut dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas investasi penerbit dalam membiayai percetakan suatu karya. Hal ini sesuai dengan landasan penekanan sistem Hak Cipta dalam “Common Law System” yang mengacu pada segi ekonomi. Hanya saja perkembangan selanjutnya perlindungan dalam hukum Hak Cipta bergeser lebih mengutamakan perlindungan diberikan untuk si penciptanya (author) tidak lagi hanya untuk perlindungan si penerbit. Pergeseran tersebut membawa perubahan bahwa kemudian perlindungan tidak hanya menyangkut pada bidang buku saja, perlindungannya diperluas mencakup bidang drama, music, dan pekerjaan artistic (artistic work). Setelah berkembangnya teknologi, maka karya cipta sinematografi, fotografi, rekaman suara, dan penyiaran, juga dilindungi dalam cakupan Hak Cipta.2 Pada mulanya jauh berbeda pengertian antara Hak Cipta (copyright) dengan hak pengarang (author right, droit d’aueteur, diritto di’autore) yang menunjukkan keseluruhan hak-hak yang dimiliki oleh pengarang atau pembuat suatu karya cipta. Menurut konsep droit d’auteur, hak pengarang tersebut terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Konsep ini berkembang pesat pada saat dan setelah Revolusi Prancis 2 Ibid. 3 1789. Konsep ini melandaskan pada prinsip hukum alam. Pencipta dipandang mempunyai suatu hak alamiah (natural right) atas apa yang diciptakannya. Sistem ini kemudian dipakai di Negara Italia, Negara Iberian (spanyol dan Portugal), juga Negara-negara Amerika latin. Selain itu, di Jerman, Australia, dan Swiss juga memakai konsep droit di’aueteur ini meskipun dengan segala variasinya. Kenyataan adanya perbedaan pengertian hak yang ditujukan untuk melindungi si pencipta tersebut membawa pengaruh pada perkembangan hukumnya. Sekarang ini kita mengenal secara global ada 3 (tiga) sistem hukum mengenak Hak Cipta, terdiri dari: sistem Common Law, sistem Hukum Sipil dan sistem Hukum Sosialis.3 Di Indonesia mengenai ciptaan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC). Di dalam Konsideran bagian menimbang huruf d UUHC disebutkan bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-Undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-Undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undangundang Nomor 12 Tahun 1997. Ciptaan menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Hak Cipta adalah “hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan seni, atau sastra”. Karya cipta tersebut merupakan hasil karya pencipta menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Hak Cipta adalah “seorang atau beberapa 3 Muhamad Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung , h. 46. 4 orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”, meskipun demikian tidak semua karya cipta tersebut dilindungi. Salah satu ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan lagu sebagaimana Pasal 12 ayat (1) huruf d UndangUndang Hak Cipta yang menentukan bahwa “Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: lagu atau musik dengan atau tanpa teks”. Ciptaan merupakan hasil karya, sehingga kepada pencipta diberikan oleh undang-undang suatu hak sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, yang menentukan bahwa ”Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Hak Cipta merupakan hak keperdataan dimana penegakan hukumnya diserahkan kepada pihak yang memilikinya. Untuk mendapatkan perlindungan hukum khusus untuk Hak Cipta menganut sistem deklaratif, begitu diumumkan lahirlah hak itu. Jadi tidak diperlukan adanya surat sebagai alat bukti pendaftaran. Sebelum menguraikan mengenai pengertian hak cipta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka terlebih dahulu diuraikan maksud dan tujuan diundangkannya Undang-Undang Hak Cipta. Sebagaimana Konsideran Undang-Undang Hak Cipta huruf a dan c, bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/ suku bangsa dan 5 budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembanganpengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Hal ini berarti bahwa maksud diundangkannya Undang-Undang Hak Cipta adalah dalam rangka untuk memberikan perlindungan budaya serta kekayaan di bidang seni salah satu di antaranya adalah yang diwujudkan dalam bentuk ciptaan. Mencari bukti saksi tidaklah mudah, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu karya cipta itu telah ada tentu akan lebih mudah jika membuktikannya dengan adanya alat bukti yang berupa surat. Ciptaan menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Hak Cipta adalah: “hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra”. Pihak yang menciptakan karya cipta tersebut disebut Pencipta, menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Hak Cipta, yang menentukan “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”. Menurut Eddy Damian menyatakan bahwa pada dasarnya secara konvensional yang digolongkan sebagai Pencipta adalah: seseorang yang melahirkan suatu ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang mempunyai hak-hak sebagai pencipta yang sebutan ringkasnya 6 untuk praktisnya disebut hak pencipta, dan lebih ringkas lagi menjadi hak cipta.4 Sebagaimana definisi dari ciptaan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa dikatakan sebagai suatu ciptaan jika diperoleh didasarkan atas keahliannya dan memiliki bentuk yang khas dan bersifat khusus, menunjukkan keasliannya, tidak dapat disebut sebagai ciptaan apabila suatu karya cipta orang lain. Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas berarti bahwa unsur suatu ciptaan adalah: 1) adanya ide dan 2) ide tersebut dituangkan dalam bentuk khusus dan bersifat pribadi serta asli. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Harsono Adisumarto, sebagai berikut: Dikatakan sebagai suatu ciptaan apabila terkandung dua hal, yakni : a. Ekspresi dari suatu ide; b. Originalitas dari suatu ide.5 Inspirasi seseorang atau beberapa orang berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian masih berupa ide. Pada fase ini menurut Harsono Adisumarto”…. belum memperoleh perlindungan hukum. Apabila ide tersebut diekspresikan atau dituangkan dalam suatu bentuk tertentu, maka terbentuk ciptaan dan memperoleh perlindungan hukum”.6 4 Eddy Damian, 1999, Hukum Hak Cipta menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undangundang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitnya, Alumni, Bandung, h. 125. 5 Harsono Adosumarto, 1989, Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta, Akademika Pressindo, Jakarta, , h. 8. 6 Ibid. 7 Ekspresi atau penuangan ide dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, tidak boleh meniru ide orang lain, berarti ciptaan disyaratkan harus original atau asli dari karya pencipta sendiri.7 Hal ini sesuai pula dengan yang dikemukakan oleh Eddy Damian bahwa suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang. Keaslian sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan. Karena itu, suatu ciptaan hanya dapat dianggap asli bila bentuk perwujudannya seperti buku tidak berupa suatu jiplakan (plagiat) dari suatu ciptaan buku lain yang telah diwujudkan.8 Hal tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa “dalam suatu ciptaan merupakan suatu perwujudan yang orisinal dan hasil dari kreatifitas”.9 Perwujudan, maksudnya suatu karya diwujudkan dalam suatu media ekspresi yang berwujud manakala perbuatannya ke dalam perbanyakan atau rekaman suara oleh atau berdasarkan kewenangan pencipta, secara permanen atau stabil untuk dilihat, direproduksi atau dikomunikasikan dengan cara lain, selama suatu jangka waktu yang cukup lama. Suatu karya yang terdiri dari suara, citra atau keduanya, yang ditransmisikan adalah bertujuan diwujudkan jika suatu perwujudan karya sedang dibuat secara simultan dengan transmisinya. 7 Ibid. 8 Eddy Damian Op. cit., h. 100. 9 Rahmi Jened, Perlindungan Hak Cipta Pasca Persetujuan Trips, yuridika Press, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2001, h. 27. 8 Keaslian (originalitas), kata “asli” atau uji keaslian bukan berarti karya tersebut harus “betul baru” atau “unik”. Bahkan suatu karya yang didasarkan pada sesuatu yang telah menjadi milik umum mungkin saja masih “asli”.10 Definisi keaslian karya cipta adalah karya cipta seseorang yang merupakan hasil karya yang berupa sesuatu yang khas yang tidak boleh sama dengan ciptaan orang lain. Ciptaan yang berasal dari dan dihasilkan oleh dari pencipta itu sendiri berdasarkan kreativitas pencipta itu sendiri yang mencerminkan ciri khas dan karakter kepribadian penciptanya sendiri. Keaslian ciptaan bukanlah merupakan hasil dari meniru ciptaan orang lain yang telah ada sebelumnya. Keaslian ciptaan adalah murni hasil karya dari pencipta itu sendiri yang memiliki ciri khas tersendiri yang mana bila orang melihatnya langsung dapat mengidentifikasi bahwa hasil karya cipta itu merupakan ciptaan si pencipta. Kreativitas, sebagai patokan kemampuan suatu karya dapat diberikan hak cipta manakala menunjukkan secara sederhana suatu derajat tinggi ukuran keaslian. Meskipun suatu karya merupakan tiruan yang benar-benar suatu karya sebelumnya, mungkin dikatakan tidak asli, jika suatu tiruan membutuhkan penilaian kreatif mandiri dari pencipta dalam karyanya bahwa kreativitas akan menunjukkan karya asli. 10 Ibid. 9 Undang-undang hanya memberikan perlindungan pada suatu ciptaan jika termasuk ciptaan sebagaimana diatur dalam pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta adalah sebagai berikut: Dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup: a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim; f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan; g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan; Ciptaan yang mendapat perlindungan oleh Undang-Undang Hak Cipta adalah ciptaan dalam bentuk musik atau lagu sebagaimana pasal 12 ayat (1) huruf d 10 Undang-Undang Hak Cipta. Mengenai ciptaan dalam bentuk musik akan dijelaskan dalam sub bab berikutnya. Lagu termasuk ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang sesuai dengan ketentuan pasal 12 ayat (1) huruf d UUHC. Ciptaan lagu jika penciptanya tidak menyanyikan sendiri, maka melibatkan beberapa pihak untuk dijadikan ciptaan lagu (hak terkait), menjadikan perlindungan hukum terhadap pencipta tidak begitu nampak, apalagi jika ciptaan tersebut dibajak termasuk hak royalti yang didapat pencipta. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 UUHC bahwa Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi. Keterlibatan pihak-pihak inilah yang dijadikan alasan dipilihnya judul penelitian “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP CIPTAAN LAGU YANG TERDAFTAR DAN TIDAK TERDAFTAR”. Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan tersebut diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta, namun demikian pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dipakai sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian har terhadap ciptaan terbsut. 11 Jangka waktu perlindungan atas suatu ciptaan yang berupa lagu atau music dengan atau tanpa teks adalah selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Jika dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih maka hak cipta akan berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. Dalam kaitan perlindungan hukum terhadap ciptaan lagu oleh seorang pencipta, kenyataan yang ada di masyarakat adalah ciptaan lagu yang didaftarkan dan tidak didaftarkan hampir tidak ada bedanya karena tanpa didaftarkan pun suatu ciptaan lagu dengan sendirinya telah mendapatkan perlindungan hukum. Jika dikaitkan dengan UUHC terbaru yang telah disahkan tanggal 16 Oktober 2014 yaitu Undang Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, terdapat beberapa perbedaan dan secara garis besar perbedaan terdapat dalam bagian definisi seperti definisi “fiksasi”, “fonogram”, “penggandaan”, “royalty”, “pembajakan”, “ganti rugi”, dan sebagainya. Dalam UUHC baru juga diatur lebih detail mengenai hak cipta. Hak cipta merupakan hak ekslusif yang terdiri atas hak moral dan ekonomi. UU Hak Cipta Baru ini juga melindungi pencipta dalam hal terjadi jual putus (sold flat). Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun (Pasal 18 UU Hak Cipta Baru). Hal tersebut juga berlaku bagi karya pelaku pertunjukan 12 berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, hak ekonomi tersebut beralih kembali kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 tahun (Pasal 30 UU Hak Cipta Baru). Hal lain yang menarik dari UU Hak Cipta Baru ini adalah adanya larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya (Pasal 10 UU Hak Cipta Baru). Dalam Pasal 114 UU Hak Cipta Baru diatur mengenai pidana bagi tempat perbelanjaan yang melanggar ketentuan tersebut, yaitu pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Terkait dengan penelitian penulis mengenai judul tesis “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP CIPTAAN LAGU YANG TERDAFTAR DAN TIDAK TERDAFTAR” dan UU Hak Cipta Terbaru, penelitian dilakukan oleh penulis sebelum UU Hak Cipta Terbaru berlaku dan penulis masih mengacu pada UU Hak Cipta yang lama. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas maka yang dipermasalahkan adalah: a. Bagaimana praktek perlindungan hukum oleh UUHC terhadap ciptaan lagu yang terdaftar dan tidak terdaftar? b. Upaya hukum apakah yang diberikan kepada pencipta lagu atas perbanyakan ciptaan tanpa persetujuan? 13 C. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP CIPTAAN LAGU YANG TERDAFTAR DAN TIDAK TERDAFTAR”. Penelitian ini menitikberatkan pada tidak diharuskannya untuk mendaftarkan suatu ciptaan dan bagi pendaftar dianggap sebagai pemilik atas suatu ciptaan, tentunya akan mempengaruhi perlindungan hukum kepada pencipta khususnya ciptaan lagu. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis Memberi masukan dan sumbangan pemikiran dalam ilmu pengetahuan berkenaan dengan perlindungan hukum terhadap ciptaan lagu baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. 2. Secara Praktis Memberi manfaat bagi para pihak agar dapat menjadi referensi ataupun literatur bagi mereka yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. E. Tujuan Penelitian 1. Untuk memahami dan kemudian menganalisis hal yang berkaitan dengan bentuk perlindungan hukum terhadap ciptaan lagu yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. 14 2. Untuk memahami dan menganalisis mengenai upaya hukum yang diberikan kepada pencipta lagu atas perbanyakan ciptaan tanpa persetujuan.