EKSPROPRIASI PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM STRUKTUR KEPEMILIKAN ULTIMAT DR. Baldric Siregar, M.B.A., Ak. ABSTRACT Large shareholders establish control over a firm through pyramid structure and cross-holding among firms. Those types of ownership structure create divergence between cash flow rights and control rights. Large shareholders may have control over a firm despite little cash flow rights. This study investigates the effects of cash flow right and control right separation on firm value of Indonesian companies listed on the Indonesia Stock Exchange for the period of 2000 to 2004. I use cut-off point of 10 percent control rights to test those effects. The results show that cash flow rights have positive effect on firm value. When using higher cut-off points, cash flow right leverage has negative effect on firm value. For cut-off point up to 50 percent, however, control rights have no significant effect on firm value. I further test that the cash flow right leverage might depend on the controlling shareholders’ participation in firm management and the presence of the second controlling shareholder. The evidence shows that the coefficients on both interactions are insignificant. Keywords: cash flow rights, control rights, cash flow right leverage, pyramiding, crossholding, immediate ownership, ultimate ownership, expropriation, firm value. 1. PENDAHULUAN Konsentrasi kepemilikan dapat diidentifikasi baik dengan kepemilikan imediat maupun dengan kepemilikan ultimat.1 Kepemilikan imediat, yang selama ini paling lazim digunakan, memiliki kelemahan dalam mengkaji pola kepemilikan perusahaan karena rangkaian kepemilikan tidak ditelusuri sampai dengan kepemilikan akhir. La Porta et al. (1999) memperkenalkan konsep baru dalam menelusuri kepemilikan perusahaan publik yang dinamai kepemilikan ultimat. Dengan kepemilikan ultimat, rantai kepemilikan, pemegang saham pengendali,2 pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol,3 serta mekanisme peningkatan kontrol dalam perusahaan dapat diidentifikasi. 1 Kepemilikan imediat (immediate ownership) adalah kepemilikan langsung terhadap perusahaan publik. Berdasarkan konsep kepemilikan ini, rangkaian kepemilikan tidak ditelusuri dan besarnya kepemilikan seorang pemegang saham ditentukan berdasarkan persentase saham yang terlulis atas nama dirinya. Kepemilikan ultimat (ultimate ownership) adalah kepemilikan langsung dan tidak langsung terhadap perusahaan publik. Berdasarkan konsep kepemilikan ini, rangkaian kepemilikan harus ditelusuri sampai dengan pemilik ultimat dapat diidentifikasi. 2 Pemegang saham pengendali (controlling shareholder) adalah individu, keluarga, atau institusi yang memiliki kontrol terhadap sebuah perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung pada tingkat pisah batas (cut-off) hak kontrol tertentu (Claessens et al., 2000b). Pemegang saham pengendali disebut juga sebagai pemilik ultimat terbesar. Fenomena pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol muncul karena pemegang saham pengendali dapat mengendalikan suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perusahaan lain. Dalam kepemilikan terkonsentrasi yang ditentukan berdasarkan konsep ultimat, konsentrasi kepemilikan dapat berupa konsentrasi hak aliran kas dan konsentrasi hak kontrol. Kedua konsentrasi tersebut dapat berbeda karena adanya mekanisme peningkatan kontrol yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali. Riset ini bertujuan untuk memverifikasi fenomena pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol atas kemungkinan terjadinya ekspropriasi4 oleh pemegang saham pengendali terhadap pemegang saham lain dengan menguji pengaruh pemisahan tersebut terhadap nilai perusahaan. 2. KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Struktur Kepemilikan Ultimat Tiga penelitian utama tentang konsentrasi kepemilikan dengan konsep ultimat menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan terjadi di hampir seluruh negara di dunia kecuali di Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang (La Porta et al.,1999; Claessens et al., 2000a; Faccio dan Lang, 2002). La Porta et al. (1999) mengkaji struktur kepemilikan 691 perusahaan publik 27 negara dari benua Asia, Eropa, Amerika, dan Australia yang ekonominya dianggap pesat. Dengan pisah batas hak kontrol 10%, mereka menemukan bahwa 76% perusahaan publik dikendalikan oleh pemilik ultimat. Claessens et al. (2000a) mengevaluasi struktur kepemilikan 2.980 perusahaan publik 9 negara Asia, termasuk 178 perusahaan publik Indonesia. Mereka menemukan bahwa pada pisah batas 3 Hak aliran kas (cash flow right) adalah klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan; hak kontrol (control right) adalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan perusahaan. Deviasi hak aliran kas dari hak kontrol dinamai cash flow right leverage. Cash flow right leverage menunjukkan terjadinya peningkatan kontrol melalui berbagai mekanisme seperti kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan (La Porta et al., 1999). 4 Ekspropriasi (expropriation) adalah proses penggunaan kontrol untuk memaksimumkan kesejahteraan sendiri dengan distribusi kekayaan dari pihak lain (Claessens et al., 2000b). Ada beberapa kebijakan yang dapat menimbulkan ekspropriasi seperti kebijakan operasi perusahaan (gaji dan tunjangan yang tinggi, bonus dan kompensasi yang besar, dana pensiun yang tinggi, dan dividen tidak dibagi), kebijakan kontraktual (harga transfer yang lebih murah kepada perusahaan yang berada dalam sepengendali, penjualan aktiva kepada pihak lain dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar, dan berutang dengan motif nondilusi kontrol), kebijakan penjualan kontrol (menjual kontrol yang dimilikinya kepada pihak lain dengan harga premium), kebijakan freezing out (menjual saham perusahaan kepada pihak lain yang juga terkait dengan pemegang saham pengendali dengan harga yang lebih murah dari harga pasar). hak kontrol 10%, sebanyak 93% perusahaan publik Asia dikendalikan oleh pemegang saham pengendali. Sedangkan Faccio dan Lang (2002) mengkaji struktur kepemilikan 5.232 perusahaan publik 13 negara Eropa. Dengan pisah batas hak kontrol 20%, jumlah perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi sebanyak 77%. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, ada pemegang saham besar yang mengendalikan perusahaan yang dinamai pemegang saham pengendali. La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), serta Faccio dan Lang (2002) mengklasifikasi pemegang saham pengendali menjadi lima, yaitu keluarga, pemerintah, institusi keuangan dengan kepemilikan luas, perusahaan dengan kepemilikan luas, dan pemegang saham pengendali lainnya (seperti investor asing, koperasi, dan karyawan). Ada dua mekanisme yang lazim digunakan pemegang saham pengendali untuk mengendalikan suatu perusahaan melalui perusahaan lain dapat diketahui yaitu kepemilikan piramida (pyramid ownership) dan lintas kepemilikan (cross-holding). Kepemilikan piramida adalah kepemilikan secara tidak langsung terhadap suatu perusahaan melalui perusahaan lain, baik melalui perusahaan publik maupun perusahaan nonpublik. La Porta et al. (1999) melaporkan bahwa mekanisme kepemilikan yang paling lazim di negara berkembang adalah struktur kepemilikan piramida. Dengan pisah batas hak kontrol 20%, kepemilikan piramida yang paling tinggi terjadi di Belgia (79%), Israel (53%), dan Swedia (53%). Pada pisah batas hak kontrol yang sama, Claessens et al. (2000a) menemukan kepemilikan piramida paling tinggi terjadi di Indonesia (67%) dan Singapura (55%). Faccio dan Lang (2002) menemukan bahwa kepemilikan piramida paling tinggi terjadi di Norwegia (34%) dan Belgia (25%) pada pisah batas hak kontrol 20%. Lintas kepemilikan adalah kepemilikan pemegang saham pengendali terhadap dua atau lebih perusahaan yang saling memiliki satu dengan lainnya. Pada tingkat pisah batas hak kontrol 20%, La Porta et al. (1999) menyatakan bahwa sebanyak 3% kepemilikan perusahaan publik adalah lintas kepemilikan. Lintas kepemilikan paling tinggi terjadi di Jerman dan Austria masing-masing 20% dan 15%. Pada pisah batas hak kontrol 20%, sebanyak 10% kepemilikan perusahaan publik Asia (Claessens et al., 2000a) dan 1% perusahaan publik Eropa (Faccio dan Lang, 2002) adalah melalui lintas kepemilikan. Melalui rangkaian kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan, seorang pemegang saham pengendali dapat memisahkan hak aliran kas dan hak kontrol. Perbedaan kedua hak tersebut memunculkan leverage hak aliran kas. Sebagai ilustrasi, pada Gambar 1 disajikan sebuah struktur kepemilikan piramida. Seperti tampak pada gambar tersebut, Keluarga B memiliki saham di PT H, PT I, dan PT J masing-masing 5%, 30%, dan 40%. Selanjutnya PT I dan PT J memiliki saham PT H masing-masing 10% dan 20%. Ada tiga jalur kepemilikan Keluarga B terhadap PT H, yaitu kepemilikan langsung, melalui PT I, dan melalui PT J. Gambar 1: Kepemilikan Piramida PT H 10% 20% PT I 30% PT J 5% 40% Keluarga B Hak aliran kas adalah klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan (La Porta et al., 1999). Hak aliran kas terdiri atas hak aliran kas langsung dan hak aliran kas tidak langsung. Hak aliran kas langsung adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali pada perusahaan publik atas nama dirinya sendiri. Hak aliran kas tidak langsung adalah penjumlahan atas hasil perkalian persentase saham dalam setiap rantai kepemilikan (La Porta et al., 1999). Hak aliran kas tidak langsung menunjukkan klaim pemegang saham pengendali terhadap dividen secara tidak langsung melalui mekanisme kontrol terhadap perusahaan. Hak aliran kas Keluarga B di PT I dan PT J adalah hak aliran kas langsung sebesar masing-masing 30% dan 40%. Hak aliran kas Keluarga B di PT H adalah 16%, terdiri atas 5% hak aliran kas langsung dan 11% (30%*10% + 40%*20%) hak aliran kas tidak langsung. Hak kontrol adalah hak suara untuk ikut serta dalam menentukan kebijakan penting perusahaan (La Porta et al., 1999). Ada dua jenis hak kontrol, yaitu hak kontrol langsung dan hak kontrol tidak langsung. Hak kontrol langsung adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali atas nama dirinya pada sebuah perusahaan. Hak kontrol tidak langsung adalah penjumlahan atas hasil kontrol minimum dalam setiap rantai kepemilikan (La Porta et al., 1999; Edwards dan Weichenrieder, 2003). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hak kontrol adalah penjumlahan hubungan paling lemah (weakest link) dalam setiap rantai kepemilikan.5 Dengan menggunakan contoh pada Gambar 1, Keluarga B memiliki kontrol langsung pada PT H, PT I, dan PT J masing-masing 5%, 30%, dan 40%. Selain itu, Keluarga B juga memiliki hak kontrol tidak langsung di PT H melalui PT I dan PT J masing-masing 10% (minimum 30%;10%) dan 20% (minimum 40%;20%). Cash flow right leverage adalah deviasi antara hak aliran kas dengan hak kontrol.6 Semakin besar deviasi hak aliran kas dan hak kontrol menunjukkan semakin tinggi kontrol pemegang saham pengendali terhadap perusahaan melebihi hak aliran kasnya. Peningkatan hak kontrol atas hak aliran kas ini dilakukan oleh pemegang saham pengendali melalui berbagai mekanisme seperti kepemilikan piramida, lintas kepemilikan, dan saham dengan hak suara berbeda. Selain itu, kontrol pemegang saham pengendali pada sebuah perusahaan juga dapat meningkat melalui keterlibatan dalam manajemen serta tidak adanya pemegang saham pengendali lain dalam perusahaan. Bedasarkan struktur kepemilikan pada Gambar 1, besarnya leverage hak aliran B atas PT H, PT I, dan PT J masing-masing 19% (35% - 16%), 0% (30% - 30%), dan 0% (40% 40%). 2.2. Pemisahan Hak Aliran Kas dan Hak Kontrol serta Nilai Perusahaan 5 La Porta et al. (1999) memperkenalkan hak kontrol pemegang saham pengendali yang ditentukan sebesar jumlah kepemilikan minimum dalam rantai kepemilikan. Angka kepemilikan minimum (bukan maksimum) ditentukan sebagai ukuran kemampuan pemegang saham pengendali untuk mempengaruhi sebuah perusahaan yang ada pada ujung rantai kepemilikan (perlu diingat bahwa ini bukan kepemilikan langsung). Seorang pemegang saham pengendali tidak dapat mengendalikan perusahaan yang berada di ujung rantai kepemilikan apabila yang digunakan adalah kepemilikan maksimum karena kepemilikan tersebut bukanlah kepemilikan langsung. Sebagai contoh, Amir memiliki saham PT X sebesar 60% dan selanjutnya PT X memiliki saham PT Y sebesar 20%. Apabila Amir diasumsikan mampu mengendalikan PT X (karena kepemilikan yang besar), maka kemampuan Amir mengendalikan PT Y adalah sebesar 20%, bukan sebesar 60%. Amir memang mampu mengendalikan PT X sebesar 60%, tetapi tidak mampu mengendalikan PT Y sebesar 60% tersebut. 6 Dalam penelitian ini, cash flow right leverage adalah deviasi hak aliran kas dari hak kontrol. Karena hak kontrol lebih besar atau minimal sama dengan hak aliran kas, maka leverage hak aliran kas adalah positif atau nol. Karena adanya pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol dalam konsep struktur kepemilikan, hak aliran kas dan hak kontrol tidak berjalan secara bersamaan dan keduanya memiliki implikasi yang berbeda terhadap kebijakan dan nilai perusahaan (Claessens et al., 2000b). Hak aliran kas merupakan sumber insentif keuangan yang mampu membatasi tindakan ekspropriasi. Hal ini sejalan dengan Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan pengaruh positif konsentrasi kepemilikan terhadap nilai perusahaan. Namun sebaliknya, hak kontrol merupakan sumber insentif untuk memperoleh manfaat privat. Hal ini sejalan dengan Shleifer dan Vishny (1997) dalam menjelaskan hubungan negatif antara konsentrasi kepemilikan dengan nilai perusahaan (La Porta et al., 2002). Pada dasarnya, Claessens et al. (2000b), La Porta et al. (2002), Claessens et al. (2002), Lemmons dan Lins (2003), Yeh et al. (2003), dan Yurtoglu (2003) mengajukan dua argumen yang berbeda tentang pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap nilai perusahaan, yaitu PIE (positif incentive effect) dan NEE (negatif entrenchment effect). Argumen PIE menyatakan bahwa pemegang saham pengendali tidak akan melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas karena pemegang saham pengendali merupakan pihak yang paling merasakan dampak negatif dari penurunan nilai perusahaan atas tindakan ekspropriasi tersebut. Dengan argumen PIE, kemampuan pemegang saham pengendali untuk mengendalikan manajemen tidak ditujukan untuk kepentingan pribadi, melainkan justru untuk menunjukkan kepada pemegang saham minoritas bahwa tidak terjadi ekspropriasi dalam perusahaan. Inti argumen ini adalah konsekuensi ekspropriasi terlalu mahal bagi pemegang saham pengendali. Argumen NEE menyatakan bahwa pemegang saham pengendali menggunakan kemampuannya mengendalikan manajemen untuk kepentingan pribadi dengan melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Kemampuan pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi ditunjukkan oleh besar kecilnya kontrol yang dimiliki pemegang saham pengendali tersebut terhadap perusahaan. Pemegang saham minoritas (investor luar) yang waspada akan kemampuan pemegang saham pengendali mempengaruhi kebijakan perusahaan untuk kepentingan pribadi akan menilai perusahaan lebih rendah. Karena itu, argumen ini menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan berdampak negatif terhadap nilai perusahaan. Inti argumen ini adalah pemegang saham pengendali lebih tertarik untuk mendapatkan manfaat privat atas kontrol yang dimiliki. Claessens et al. (2000b) menguji ekspropriasi pemegang saham minoritas pada perusahaan publik di sembilan negara Asia dengan mengkaji dampak pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol terhadap nilai perusahaan. Claessens et al. (2000b) mendefinisikan ekspropriasi sebagai proses yang digunakan pemegang saham pengendali untuk memaksimumkan kekayaan sendiri atau redistribusi kekayaan dari pihak lain melalui suatu kekuatan kontrol. Claessens et al. (2000b) mengajukan dua argumen tentang pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap nilai perusahaan, yaitu PIE dan NEE. Berdasarkan argumen PIE, pemegang saham pengendali memonitor manajemen dengan tujuan untuk peningkatan nilai perusahaan dan menghindari terjadinya ekspropriasi. Apabila pemegang saham pengendali melakukan ekspropriasi, maka pihak yang paling merasakan penurunan nilai perusahaan adalah pemegang saham pengendali itu sendiri. Argumen ini konsisten dengan Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Namun berdasarkan NEE, pemegang saham pengendali menggunakan kekuatan kontrol yang dimilikinya untuk mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam rangka mendapatkan manfaat pribadi. Dalam hal ini, pemegang saham pengendali melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Ekspropriasi ini akan lebih besar apabila terdapat selisih yang lebih besar antara hak aliran kas dan hak kontrol. Argumen ini konsisten dengan Shleifer dan Vishny (1997) yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan berdampak negatif terhadap nilai perusahaan. Ada beberapa kesimpulan yang didapat dari penelitian Claessens et al. (2000b). Pertama, semakin besar hak aliran kas, semakin tinggi nilai perusahaan. Temuan ini konsisten dengan argumen positive incentive effect dan sejalan dengan Jensen dan Meckling (1976). Kedua, semakin besar hak kontrol dan cash flow right leverage, semakin rendah nilai perusahaan. Temuan ini konsisten NEE dan sejalan dengan dengan Shleifer dan Vishny (1997). Ketiga, ekspropriasi terbesar terjadi apabila pemegang saham pengendali adalah keluarga. Ekspropriasi tidak terjadi pada perusahaan apabila pemegang saham pengendali adalah pemerintah. La Porta et al. (2002) berargumentasi bahwa apabila hak pemegang saham luar dan kreditor dilindungi dari kemungkinan ekspropriasi pemegang saham mayoritas, maka mereka lebih bersedia untuk menyerahkan dananya kepada perusahaan melalui ekuitas atau utang. Pembatasan terhadap ekspropriasi dapat merangsang kenaikan harga sekuritas perusahaan. Dampak selanjutnya adalah perusahaan dapat mendanai proyek dan investasinya melalui pendanaan eksternal. Pengkajian terhadap perbedaan antara hak aliran kas dengan hak kontrol penting karena perbedaan tersebut mempengaruhi insentif dan kemampuan pemegang saham pengendali untuk mengekspropriasi pemegang saham minoritas. La Porta et al. (2002) juga beragumentasi bahwa kesempatan investasi dapat menjadi substitusi atas perlindungan hukum terhadap investor. Temuan riset La Porta et al. (2002) konsisten dengan prediksi, yaitu nilai perusahaan lebih tinggi untuk perusahaan dengan perlindungan minoritas lebih baik, kesempatan investasi yang lebih tinggi, dan hak aliran kas yang lebih tinggi. Claessens et al. (2002) menyatakan bahwa tingginya konsentrasi kepemilikan di negara selain AS menyebabkan divergensi antara hak aliran kas dengan hak kontrol cukup besar. Divergensi ini dapat menjadi insentif bagi pemegang saham pengendali untuk mengekspropriasi pemegang saham minoritas. Dengan sampel perusahaan publik dari sembilan negara Asia, Claessens et al. (2002) menemukan bahwa semakin besar hak aliran kas pemegang saham pengendali semakin tinggi nilai perusahaan. Temuan ini konsisten dengan argumen PIE. Namun semakin besar cash flow right leverage, maka akan semakin rendah nilai perusahaan. Temuan ini konsisten dengan argumen NEE. Lemmon dan Lins (2003) menyatakan bahwa struktur kepemilikan merupakan determinan pokok yang menentukan sejauh mana masalah keagenan antara pemegang saham pengendali dengan investor luar. Masalah keagenan ini dapat berimplikasi terhadap nilai perusahaan karena pemegang saham pengendali memiliki insentif dan kemampuan untuk melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Menurut Shleifer dan Vishny (1997), berbagai cara dapat dilakukan oleh pemegang saham pengendali untuk ekspropriasi seperti pencurian, dilusi investor luar melalui pengeluaran saham kepada pihak dalam, gaji yang berlebihan, penjualan aset kepada perusahaan lain yang dikendalikan pada harga yang tidak wajar, dan penentuan harga transfer yang tidak wajar. Riset yang dilakukan oleh Lemmon dan Lins (2003) mencoba menguji hubungan struktur kepemilikan dengan nilai perusahaan dengan menggunakan data perusahaan Asia selama krisis, yaitu sejak Juli 1997 sampai dengan Agustus 1998. Motivasi peneliti adalah karena krisis keuangan merupakan shock eksogenus yang secara signifikan menurunkan kesempatan investasi. Pada saat struktur kepemilikan konstan, shock karena krisis keuangan menyebabkan lebih sulit untuk menggunakan sumber daya pada investasi yang menguntungkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan ekspropriasi. Motivasi lain adalah seperti yang ditemukan oleh La Porta et al. (1999) dan Claessens et al. (2000a) bahwa banyak perusahaan di negara-negara Asia menggunakan struktur kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan untuk meningkatkan hak kontrol melebihi hak aliran kas. Lemmon dan Lins (2003) menemukan bahwa selama periode krisis, cash flow right leverage manajemen berhubungan negatif dengan nilai perusahaan. Temuan ini konsisten dengan pandangan bahwa struktur kepemilikan merupakan determinan penting dalam penentuan apakah pemegang saham pengendali melakukan ekspropriasi atau tidak terhadap pemegang saham minoritas. Temuan ini konsisten dengan temuan Claessens et al. (2002) bahwa pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol berhubungan negatif dengan nilai perusahaan. Temuan ini juga konsisten dengan La Porta et al.. (2002) dan Claessens et al. (2002) bahwa nilai perusahaan lebih tinggi pada saat hak aliran kas yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali tinggi. Namun demikian, hak kontrol dan manajemen yang termasuk blockholder berhubungan positif dengan nilai perusahaan. Hal ini konsisten dengan argumen bahwa manajemen masih efektif mengontrol perusahaan pada masa krisis keuangan walaupun hak aliran kas mereka rendah. Pada saat dimoderasi dengan cash flow right leverage, hak kontrol dan manajemen yang termasuk blockholder berhubungan negatif dengan nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa manajer tidak efektif mengendalikan perusahaan apabila kontrol dilakukan melalui cash flow right leverage. Yeh et al. (2003) menindaklanjuti harapan La Porta et al. (1999) dan Claessens et al. (2000a) agar struktur kepemilikan di setiap negara dikaji untuk mendapatkan bukti empiris yang mendalam lebih dari apa yang dilakukan oleh kedua penelitian tersebut. Konsentrasi kepemilikan di tangan pemegang saham ultimat dan terlibatnya pemegang saham ultimat dalam manajemen merupakan konteks yang umum di negara berkembang yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Dalam risetnya Yeh et al. (2003) melakukan analisis tentang mekanisme peningkatan hak kontrol serta hubungan antara hak aliran kas dan cash flow right leverage dengan nilai perusahaan. Yeh et al. (2003) menemukan dua hal. Pertama, struktur kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan merupakan determinan dari peningkatan kontrol pemegang saham pengendali. Kedua, nilai perusahan dipengaruhi secara positif oleh hak aliran kas dan negatif cash flow right leverage. Deviasi hak aliran kas dan hak kontrol serta kolateralisasi saham oleh pemegang saham pengendali merupakan dua variabel penting dalam mengukur ekspropriasi pemegang saham minoritas. Kesimpulan ini didukung oleh bukti empiris kedua ukuran tersebut berhubungan negatif dengan nilai perusahaan, konsisten dengan NEE. Yurtoglu (2003) mencoba menguji bagaimana pengaruh hak aliran kas dan cash flow right leverage terhadap nilai perusahaan publik Turki. Motif Yurtoglu (2003) melakukan penelitian ini berasal dari temuan riset sebelumnya yang menyatakan bahwa dalam perlindungan yang lebih baik terhadap pemegang saham minoritas berdampak pada nilai perusahaan yang lebih tinggi (Claessens et al., 2002) dan dividen yang lebih besar (La Porta et al., 2000; Gugler dan Yurtoglu, 2001). Turki dianggap sebagai setting yang ideal untuk mengkaji dampak konsentrasi kepemilikan karena di negara ini terdapat corporate governance yang lemah dan konsentrasi kepemilikan yang tinggi. Berdasarkan bukti empiris yang diperoleh, Yurtoglu (2003) mengungkapkan bahwa 80% perusahaan publik Turki dikendalikan oleh keluarga. Karena itu, Turki disebut sebagai negara ‘insider system’ karena keluarga merupakan pihak yang paling kaya di negara tersebut. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa hak aliran kas berhubungan positif dengan nilai perusahaan, sedangkan hak kontrol berhubungan negatif dengan nilai perusahaan. Cash flow right leverage berhubungan negatif dengan nilai perusahaan. Yeh (2003) menyatakan bahwa literatur belakangan ini tentang kepemilikan perusahaan umumnya menggunakan asumsi kepemilikan tersebar yang mungkin tidak cocok dengan fenomena yang sesungguhnya. Tiga penelitian tentang struktur kepemilikan, La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), serta Faccio dan Lang (2002), menunjukkan bahwa sebagian besar kepemilikan perusahaan publik justru berada di tangan pemegang saham pengendali. Dibandingkan dengan penelitian Claessens et al. (2000a), Yeh (2003) mencoba untuk menggunakan sampel yang lebih banyak, yaitu 251 perusahaan publik Taiwan, dan penelusuran terhadap pemilik dari pemilik tidak terbatas pada perusahaan publik saja. Dengan menggunakan sampel yang lebih representatif dan penelusuran kepemilikan yang lebih baik, peneliti mengharapkan menemukan bukti empiris yang lebih kuat tentang dampak struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan. Yeh (2003) menyimpulkan beberapa hal berdasarkan temuannya. Pertama, terdapat kepemilikan yang terkonsentrasi di tangan pemegang saham pengendali, baik keluarga maupun investor yang kaya. Kedua, deviasi hak aliran kas dan hak kontrol lebih besar untuk perusahaan dengan pemegang saham pengendali adalah keluarga daripada pemegang saham pengendali lainnya. Peningkatan hak kontrol umumnya dilakukan melalui struktur piramida dan lintas kepemilikan. Ketiga, terdapat perbedaan hak aliran kas, hak kontrol, keterlibatan manajemen, keterlibatan dalam BOD, pemegang saham pengendali kedua, nilai perusahaan, EBIT, dan usia perusahaan antara perusahaan yang memiliki cash flow right leverage dan tidak memiliki cash flow right leverage. Pemegang saham pengendali keluarga umumnya memiliki lebih banyak anggota dalam BOD daripada pemegang saham pengendali lainnya. Apabila kinerja masa lalu baik (EBIT baik), pemegang saham pengendali cenderung menginvestasikan lebih banyak hak aliran kas untuk mendapatkan laba. Hal ini menyebabkan deviasi antara hak aliran kas dan hak kontrol lebih kecil. Nilai perusahaan lebih rendah untuk perusahaan yang memiliki deviasi hak aliran kas dan hak kontrol daripada perusahaan tidak memiliki hak aliran kas dan hak kontrol. 2.3. Hipotesis Pengaruh Hak Aliran Kas terhadap Nilai Perusahaan Pengaruh hak aliran kas terhadap nilai perusahaan dibangun berdasarkan agrumen PIE (positive incentive effect). Argumen PIE tentang pengaruh hak aliran kas terhadap nilai perusahaan didasarkan pada besar kecilnya dampak keuangan yang dirasakan oleh pemegang saham pengendali atas tindakan ekspropriasi dalam perusahaan. Karena hak aliran kas merupakan klaim keuangan pemegang saham pengendali pada perusahaan, maka besar kecilnya dampak ekspropriasi bagi pemegang saham pengendali tergantung pada besar kecilnya hak aliran kas pemegang saham pengendali tersebut. Apabila dampak negatif penurunan nilai perusahaan besar bagi pemegang saham pengendali, maka pemegang saham pengendali tidak akan termotivasi untuk melakukan ekspropriasi. Sebaliknya, apabila dampak negatif penurunan nilai perusahaan kecil bagi pemegang saham pengendali, maka motivasi pemegang saham pengendali untuk tidak melakukan ekspropriasi akan menurun. Karena itu, pemegang saham pengendali yang memiliki hak aliran kas tinggi lebih termotivasi tidak melakukan ekspropriasi daripada melakukan ekspropriasi. Sebaliknya, pemegang saham pengendali yang memiliki hak aliran kas rendah lebih tidak termotivasi untuk menghindari ekspropriasi dalam perusahaan. Berdasarkan argumen PIE, pemegang saham pengendali memonitor manajemen dengan tujuan untuk peningkatan nilai perusahaan dengan menghindari terjadinya ekspropriasi. Karena ekspropriasi berdampak lebih besar bagi pemegang saham pengendali, maka terlalu mahal bagi pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi (Claessens et al. (2000b). Besarnya dampak yang dirasakan oleh pemegang saham pengendali akibat ekspropriasi ditunjukkan oleh besarnya hak aliran kas pemegang saham pengendali tersebut. Karena itu, hak aliran kas pemegang saham pengendali merupakan insentif bagi pemegang saham pengendali tersebut untuk menghindari ekspropriasi dalam perusahaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Jensen dan Meckling (1976) bahwa konsentrasi kepemilikan berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Apabila hak pemegang saham luar terlindungi dari kemungkinan ekspropriasi pemegang saham mayoritas, maka mereka lebih bersedia untuk menyerahkan dananya kepada perusahaan melalui ekuitas atau utang. Pembatasan terhadap ekspropriasi dapat merangsang kenaikan harga sekuritas perusahaan yang selanjutnya berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Apabila investor luar percaya bahwa tidak terjadi ekspropriasi dalam perusahaan, maka mereka akan menilai saham perusahaan lebih tinggi. Hak aliran kas pemegang saham pengendali merupakan insentif untuk memaksimumkan nilai perusahaan melalui pemonitoran tindakan manajer sehingga masalah keagenan dapat dikurangi. Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: Hipotesis 1: Hak aliran kas pemegang saham pengendali berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.4. Hipotesis Pengaruh Hak Kontrol terhadap Nilai Perusahaan Pengaruh hak kontrol terhadap nilai perusahaan dibangun berdasarkan argumen negative entrenchment effect (NEE). Berdasarkan argumen ini, konsentrasi hak kontrol berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Pengaruh negatif konsentrasi kontrol terhadap nilai perusahaan sesuai dengan pernyataan bahwa pemegang saham besar hampir sepenuhnya dapat mengendalikan perusahaan untuk memperoleh manfaat privat atas kontrol terhadap pemegang saham minoritas. Hal ini sejalan dengan Shleifer dan Vishny (1997) yang menyatakan bahwa pemegang saham besar lebih tertarik menggunakan kontrol yang dimilikinya untuk mendapatkan manfaat privat. Pada saat manfaat privat atas kontrol yang dimiliki besar, pemegang saham pengendali akan berusaha untuk mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan manfaat privat tersebut. Apabila pemegang saham besar secara efektif mampu mengendalikan perusahaan, kebijakan mereka cenderung menghasilkan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Claessens et al. (2000b) dan Claessens et al. (2002) menemukan bahwa pemegang saham pengendali perusahaan publik Asia menggunakan hak kontrolnya untuk kepentingan pribadi. Investor waspada akan hal ini sehingga investor menilai lebih rendah perusahaan dengan pemegang saham pengendali yang memiliki hak kontrol besar. Claessens et al. (2000b) menemukan bahwa semakin besar hak kontrol, semakin rendah nilai perusahaan. Hal yang sama juga ditemukan oleh La Porta et al. (2002) untuk perusahaan publik 27 negara Asia, Eropa, dan Amerika. Mereka menemukan bahwa semakin tinggi konsentrasi kepemilikan maka akan semakin rendah nilai perusahaan. Argumen ini didasarkan pada pandangan bahwa pemegang saham pengendali melakukan ekspropriasi terhadap investor luar. Apabila investor luar yakin bahwa pemegang saham pengendali melakukan ekspropriasi, maka mereka akan menilai harga saham perusahaan lebih rendah. Yurtoglu (2003) juga menemukan bahwa hak kontrol perusahaan publik Turki berhubungan negatif dengan nilai perusahaan. Hal yang sama juga ditemukan oleh Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004) untuk perusahaan publik Brazil. Shleifer dan Vishny (1997), La Porta et al. (1998), La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), serta Denis dan McConnell (2002) menyatakan bahwa lemahnya perlindungan hukum terhadap investor menyebabkan investor yang merasa kurang terlindungi akan berusaha memproteksi diri dengan menjadi pemegang saham pengendali. Usaha pemegang saham untuk melindungi diri terlihat dari adanya peningkatan kontrol melebihi hak kepemilikan dalam perusahaan. Perlindungan hukum dan corporate governance yang lemah menyebabkan pemegang saham pengendali lebih tertarik untuk mendapatkan manfaat privat atas kontrol yang dimiliki. Pasar berkembang biasanya diasosiasikan dengan perlindungan pemegang saham yang lemah. Karena lemahnya perlindungan hukum tersebut, maka pemegang saham pengendali lebih mudah mendapatkan manfaat privat atas kontrol yang dimiliki (La Porta et al., 2000). Apabila potensi penggunaan manfaat privat atas kontrol muncul maka akan muncul masalah keagenan. Dengan mendapatkan keungungan privat atas sumber daya perusahaan, pemegang saham pengendali memiliki kesempatan untuk meningkatkan kekayaannya tanpa khawatir bahwa tindakan tersebut berdampak baginya. Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: Hipotesis 2: Hak kontrol pemegang saham pengendali berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. 2.5. Hipotesis Pengaruh Cash Flow Right Leverage terhadap Nilai Perusahaan Pengaruh cash flow right leverage terhadap nilai perusahaan didasarkan pada argumen NEE yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Cash flow right leverage menggambarkan masalah keagenan yang terjadi dalam perusahaan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Cash flow right leverage yang besar menunjukkan masalah keagenan yang tinggi. Sebaliknya cash flow right leverage yang rendah menunjukkan masalah keagenan yang rendah. Kelebihan hak kontrol dan hak aliran kas ini umumnya dilakukan melalui mekanisme kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan. Semakin besar hak kontrol melebihi hak aliran kas, maka semakin tinggi kekuatan pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi. Karena cash flow right leverage menunjukkan besarnya insentif dan kemampuan pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi, maka cash flow right leverage berhubungan negatif dengan nilai perusahaan. Pada saat pemisahan antara hak aliran kas dan hak kontrol tidak ada, maka konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas tidak terjadi. Namun pada saat pemegang saham pengendali meningkatkan kontrolnya melalui berbagai mekanisme, maka muncul konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi hak aliran kas, semakin tinggi nilai perusahaan. Sebaliknya, semakin tinggi hak kontrol serta pemisahan antara hak aliran kas dan hak kontrol, maka semakin rendah nilai perusahaan. Shleifer dan Vishny (1997), La Porta et al. (1999), dan Claessens et al. (2000b) menunjukkan bahwa terdapat konflik kepentingan antara pemegang saham besar dengan pemegang saham kecil. Pada saat investor besar mengendalikan perusahaan, kebijakan mereka cenderung menghasilkan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Perusahaan seperti ini tidak menarik bagi pemegang saham kecil karena itu perusahaan tersebut dinilai lebih rendah. Masalah keagenan di negara berkembang lebih besar dibandingkan di negara maju karena konsentrasi kepemilikan umumnya terjadi di negara berkembang. Namun Morck et al. (2004) menyatakan bahwa kontrol melalui piramida mengurangi nilai pasar perusahaan di Kanada, sebuah negara maju. Konsisten dengan temuan La Porta et al. (1999), Claessens et al. (2000a), serta Faccio dan Lang (2002) bahwa konsentrasi kepemilikan terjadi di hampir semua negara di Asia, Eropa dan Amerika, tanpa memandang maju tidaknya negara tersebut. Karena itu, konflik keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas tidak hanya terjadi di negara berkembang, melainkan juga terjadi di negara maju. Apabila tidak terdapat perlindungan hukum yang memadai, pemegang saham pengendali dapat melakukan aktivitas yang menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan pemegang saham minoritas. Konflik keagenan ini akan semakin diperparah apabila pemegang saham pengendali memiliki hak kontrol yang lebih dari hak aliran kas (Zhang, 2005). Pemegang saham pengendali pada perusahaan publik Asia melakukan mekanisme pemisahan hak aliran kas dengan hak kontrol. Pemisahan hak aliran kas dan hak kontrol ini menyebabkan penurunan nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali di Asia (Claessens et al., 2000a dan Claessens et al., 2002). Untuk perusahaan publik dari 27 negara Asia, Eropa, dan Amerika, La Porta et al. (2002) mengidentifikasi ada tidaknya insentif dan kemampuan pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi dengan melihat cash flow right leverage. La Porta et al. (2002) menemukan bahwa nilai perusahaan rendah untuk perusahaan dengan pemegang saham pengendali yang memiliki hak kontrol kontrol melebihi hak aliran kas. Semakin besar cash flow right leverage, semakin mampu pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi dalam perusahaan. Insentif pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi semakin besar apabila pemegang saham pengendali juga merupakan bagian dari manajemen. Apabila pemegang saham pengendali terlibat dalam manajemen, maka kemampuan pemegang saham pengendali mempengaruhi kebijakan perusahaan akan lebih besar. Keterlibatan dalam manajemen menyebabkan pemegang saham pengendali tidak hanya sekedar mampu mempengaruhi kebijakan perusahaan melainkan sudah menjadi bagian dari manajemen itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: Hipotesis 3a: Pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih besar apabila pemegang saham pengendali terlibat dalam manajemen. Selain karena keterlibatan dalam manajemen, konflik keagenan juga meningkat apabila dalam perusahaan tidak terdapat pemegang saham pengendali kedua yang mampu membatasi tindakan ekspropriasi pemegang saham pengendali pertama. Jumlah perusahaan yang dikendalikan oleh pemegang saham pengendali tunggal cukup besar, yaitu 68% di Asia (Claessens et al., 2000a) dan 54% di Eropa (Faccio dan Lang, 2002). Gugler dan Yurtoglu (2003) menyatakan bahwa pasar lebih waspada terhadap tindakan ekspropriasi terhadap perusahaan yang memiliki pemegang saham pengendali tunggal. Pemegang saham pengendali kedua memiliki insentif untuk membatasi tindakan ekspropriasi. Selain karena kepemilikan yang besar, kemampuan untuk membatasi tindakan ekspropriasi tersebut bisa muncul karena keterwakilan pemegang saham pengendali kedua dalam komisaris dan direksi. Berdasarkan uraian di atas dihipotesiskan dalam bentuk alternatif sebagai berikut: Hipotesis 3b: Pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih kecil apabila terdapat pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan. Tabel 1: Hipotesis dan Argumentasinya Hipotesis Hipotesis 1. Hak aliran kas pemegang saham pengendali berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hipotesis 2. Hak kontrol pemegang saham pengendali berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hipotesis 3a. Pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih besar apabila pemegang saham pengendali terlibat dalam manajemen. Hipotesis 3b. Pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih kecil apabila terdapat pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan. Argumen Insentif keuangan membatasi pemegang saham pengendali untuk tidak melakukan ekspropriasi. Sumber insentif keuangan tersebut adalah hak aliran kas. Semakin besar hak aliran kas pemegang saham pengendali, semakin kecil kemungkinan ia melakukan ekspropriasi karena tindakan tersebut berdampak langsung terhadapnya. Investor yang menyadari bahwa tidak terjadi ekspropriasi dalam perusahaan akan menilai perusahaan lebih tinggi (positive incentive effect). Hak kontrol menunjukkan besarnya insentif pemegang saham pengendali untuk mendapatkan manfaat privat selain klaim terhadap aliran kas berupa dividen. Semakin besar hak kontrol, semakin besar kemungkinan pemegang saham pengendali mencari manfaat dalam bentuk lain selain klaim terhadap dividen melalui ekspropriasi. Investor yang menyadari bahwa terjadi ekspropriasi dalam perusahaan akan menilai perusahaan lebih rendah (negative entrenchment effect). Peningkatan hak kontrol melebihi hak aliran kas menggambarkan peningkatan insentif untuk mendapatkan manfaat privat melalui ekspropriasi. Apabila pemegang saham pengendali juga bagian dari manajemen, maka pemegang saham pengendali lebih leluasa melakukan ekspropriasi. Investor yang menyadari bahwa terjadi ekspropriasi dalam perusahaan akan menilai perusahaan lebih rendah (negative entrenchment effect). Peningkatan hak kontrol melebihi hak aliran kas menggambarkan peningkatan insentif untuk mendapatkan manfaat privat melalui ekspropriasi. Namun kemampuan pemegang saham pengendali pertama melakukan ekspropriasi melalui dividen akan berkurang karena adanya pengawasan dari pemegang saham pengendali kedua. Penilaian yang lebih rendah atas nilai perusahaan akan berkurang apabila investor menyadari bahwa pemegang saham kedua mampu membatasi tindakan ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali pertama (negative entrenchment effect). 3. METODA PENELITIAN 3.1. Sampel dan Data Sampel penelitian ini adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 5 (lima) tahun, yaitu tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Penggunaan semua perusahaan publik yang terdaftar di BEI sebagai sampel bertujuan agar peneliti dapat menelusuri rantai kepemilikan setiap kelompok bisnis tanpa dibatasi oleh jenis industri. Pengikutsertaan semua kategori ukuran perusahaan, dari perusahaan kecil sampai dengan perusahaan besar, bertujuan untuk menghindari bias pemilihan sampel. Penelitian ini juga menggunakan sampel perusahaan baik yang terdaftar selama periode data lima tahun maupun terdaftar kurang dari periode data tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghindari survivorship bias, yaitu bias karena hanya menggunakan perusahaan yang konsisten saja terdaftar pada periode penelitian. Ada tiga klasifikasi data pokok dalam penelitian ini, yaitu data struktur kepemilikan, data akuntansi, dan data pasar. Data struktur kepemilikan ultimat diperoleh dari laporan keuangan tahunan, Departemen Keuangan RI, dan website perusahaan. Data akuntansi diperoleh dari laporan keuangan tahunan. Sedangkan data pasar diperoleh dari Indonesian Security Market Database (ISMD) yang diterbitkan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi Universitas Gadjah Mada. 3.2. Klasifikasi Kepemilikan Kepemilikan perusahaan publik diklasifikasi menjadi dua, yaitu perusahaan dengan kepemilikan tersebar dan perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Klasifikasi kepemilikan tersebar atau terkonsentrasi didasarkan pada pisah batas (cut-off) hak kontrol 10%. Penggunaan pisah batas hak kontrol 10% sejalan dengan pandangan beberapa peneliti, misalnya Claessens et al. (2000b), La Porta et al. (2002), dan Claessens et al. (2002), yang menyatakan bahwa hak kontrol 10% cukup efektif untuk mengendalikan perusahaan baik yang berada di posisi tengah maupun di akhir rantai kepemilikan. Pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham yang memiliki hak kontrol terbesar pada pisah batas 10% tersebut. Pemegang saham pengendali dikelompokkan menjadi: keluarga, pemerintah, institusi keuangan dengan kepemilikan luas, perusahaan dengan kepemilikan luas, dan pemegang saham pengendali lain. Kemungkinan lain pemegang saham pengendali dalam sebuah perusahaan publik adalah investor asing, koperasi, dan karyawan. 3.3. Variabel dan Pengukurannya Variabel-variabel penelitian ini meliputi variabel dependen, variabel independen, variabel moderasi, dan variabel kontrol. Variabel dependen adalah nilai perusahaan. Variabel independen meliputi hak aliran kas, hak kontrol, dan leverage hak aliran kas. Variabel moderasi meliputi keterlibatan pemegang saham pengendali dalam manajemen dan keberadaan pemegang saham pengendali kedua. Variabel kontrol dalam penelitian ini meliputi ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas. Pada Tabel 2 berikut ini disajikan pengukuran variabel-variabel penelitian. Tabel 2: Variabel dan Pengukurannya Variabel FVL (Firm Value) CFR (Cash Flow Right) CR (Control Right) CFRL (CFR Leverage) MAN (Management) Keterlibatan Pemegang Saham Pengendali Dalam Manajemen CS2 (Controlling Shareholder 2) Keberadaan Pemegang Saham Pengendali Kedua SZ (Size) PR (Profitability) Pengukuran Market to Book Value Ratio (Nilai Pasar Saham + Nilai Buku Utang)/Nilai Buku Aset Pengukuran ini mengacu pada La Porta et al. (2002), Claessens et al. (2002), Lins (2003), dan Faccio et al. (2003). Hak aliran kas langsung + Hak aliran kas tidak langsung Hak aliran kas langsung = Persentase kepemilikan atas nama diri sendiri Hak aliran kas tidak langsung = Perkalian % kepemilikan dalam setiap rantai kepemilikan Pengukuran ini mengacu pada La Porta et al. (2002) dan Claessens et al. (2002). Hak kontrol langsung + Hak kontrol tidak langsung Hak kontrol langsung = Persentase kepemilikan atas nama diri sendiri Hak kontrol tidak langsung = Jumlah kepemilikan minimum di setiap rantai kepemilikan Pengukuran ini mengacu pada La Porta et al. (2002) dan Claessens et al. (2002). Hak kontrol – Hak aliran kas Pengukuran ini mengacu pada La Porta et al. (2002) dan Claessens et al. (2002). 1 untuk ‘pemegang saham pengendali terlibat dalam manajemen’ 0 untuk ‘pemegang saham pengendali tidak terlibat dalam manajemen’ Sebanyak 69% perusahaan publik Asia, Eropa, dan Amerika memiliki pemegang saham pengendali yang juga terlibat dalam manajemen (La Porta et al., 1999). 1 untuk ‘ada pemegang saham pengendali dalam perusahaan’ 0 untuk ‘tidak ada pemegang saham pengendali dalam perusahaan’ Sebanyak 68% perusahaan publik Asia (CDL, 2000) dan 54% perusahaan publik Eropa (Faccio dan Lang, 2002) dikendalikan oleh pemegang saham pengendali tunggal. Logaritma total aset Karena konflik keagenan lebih besar pada perusahaan besar, maka pemegang saham pengendali lebih waspada akan kemungkinan ekspropriasi pada perusahaan besar ( Claessens et al., 2002). Laba bersih/total aset Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang lebih baik memiliki kinerja yang lebih tinggi (Yeh, 2003; Harvey et al ,2004). 3.4. Model Empiris Pengujian hipotesis tentang pengaruh hak aliran kas, hak kontrol, dan cash flow right leverage terhadap nilai perusahaan digunakan dengan mengestimasi persamaan 1 sampai dengan persamaan 3. Hipotesis 1 dan hipotesis 2 diuji dengan mengestimasi persamaan 1. Hipotesis 3a dan 3b diuji masing-masing dengan mengestimasi persamaan 2 dan 3. FVL = α0 + α1CFR + α2CR + α3SZ + α4PR+ ε1 (1) FVL = δ0 + δ1CFRL + δ2MAN + δ3CFRL*MAN + δ3SZ + δ3PR+ ε2 (2) FVL = γ0 + γ1CFRL + γ2CS2 + γ3CFRL*CS2 + γ3SZ + γ3PR+ ε3 (3) Sesuai dengan hipotesis, diprediksi bahwa koefisien α1 dan γ3 adalah positif serta koefisien α2 dan δ3 adalah negatif. Untuk variabel kontrol, peneliti memprediksi koefisien variabel ukuran perusahaan (SZ) adalah negatif, namun koefisien profitabiltias (PR) adalah positif. 4. HASIL DAN ANALISIS 4.1. Deskripsi Sampel dan Variabel Selama tahun 2000 sampai dengan 2004 terdapat 1.602 pengamatan. Angka tersebut berasal dari jumlah perusahaan terdaftar di BEI dari tahun 2000 sampai 2004 masing-masing 290, 316, 331, 333, dan 332 perusahaan secara berturut-turut. Dari jumlah tersebut terdapat data tidak lengkap pada sebanyak 267 pengamatan sehingga ada sebanyak 1.335 pengamatan yang dapat digunakan. Namun karena sebanyak 21 pengamatan berisi data modal perusahaan yang negatif, maka data akhir yang diolah adalah 1.314 pengamatan. Pada Tabel 3 disajikan deskripsi variabel penelitian. Dengan pisah batas 10%, variabel nilai perusahaan (FVL) memiliki nilai minimum 74% dan maksimum 696%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai perusahaan bervariasi mulai dari nilai pasar lebih rendah dari nilai buku sampai dengan nilai pasar lebih tinggi dari nilai buku. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa variabel hak aliran kas (CFR) lebih rendah daripada konsentrasi hak kontrol (CR). Hal ini merupakan indikasi bahwa terdapat peningkatan kontrol melebihi klaim keuangan pemegang saham pengendali. Besarnya peningkatan hak kontrol dari hak aliran kas tergambar dari cash flow right leverage (CFRL). Apabila dilihat dari variabel keterlibatan pemegang saham pengendali dalam manajemen (MAN), sebanyak 34% pemegang saham pengendali juga bagian dari direksi perusahaan publik pada pisah batas 10%. Sebaliknya, dari variabel keberadaan pemegang saham pengendali kedua (CS2) diketahui bahwa hanya 16% dari perusahaan yang memiliki pemegang saham pengendali kedua. Tabel 3: Deskripsi Variabel Penelitian Variabel FVL CFR CR CFRL Minimum 73.6962 0.3907 10.7600 0.0000 Maksimum 696.6105 99.3600 99.8700 79.7058 Rata-rata 132.605214 48.162593 59.143595 11.042446 Dev. Standar 85.837964 23.446519 20.779348 15.682474 4.2. Pola Kekepemilikan Pola kepemilikan perusahaan yang terdaftar di BEI dapat diketahui dari empat aspek, yaitu klasifikasi kepemilikan, mekanisme peningkatan kontrol, pemegang saham pengendali, serta lapisan dan jalur kepemilikan. Pada Tabel 3 terlihat bahwa sebanyak 99% (1.302 dari 1.314 pengamatan) diklasifikasi sebagai perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Dalam struktur kepemilikan terkonsentrasi tersebut, pemegang saham pengendali menggunakan mekanisme kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan untuk meningkatkan hak kontrol. Mekanisme yang paling banyak digunakan adalah kepemilikan piramida, yaitu 66% (865 dari dari 1.302 pengamatan). Pemegang saham pengendali perusahaan publik di Indonesia meliputi keluarga, pemerintah, institusi keuangan dengan kepemilikan luas, perusahaan dengan kepemilikan luas, dan pemegang saham pengendali lain. Keluarga adalah pemegang saham pengendali utama, yaitu sebesar 56% (724 dari 1.302 pengamatan). Pemegang saham pengendali bisa berada pada lapisan sampai dengan 10 dan memiliki sampai dengan 11 jalur kepemilikan. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan tinggi di Indonesia. Banyaknya lapisan dan jalur kepemilikan menunjukkan kompleksnya pola kepemilikan perusahaan publik. Dalam pola kepemilikan perusahaan yang kompleks tersebut, pemegang saham pengendali tidak mudah diidentifikasi. Tabel 4: Pola Kepemilikan Pola Kepemilikan Klasifikasi Kepemilikan Mekanisme Peningkatan Kontrol Pemegang Saham Pengendali Klasifikasi Terkonsentrasi Tersebar Piramida Lintas Kepemilikan Tanpa Mekanisme Keluarga Jumlah Pengamatan 1.302 12 1.314 865 66 371 1.302 724 Pemerintah Institusi Keuangan Dgn Kepemilikan Luas Perusahaan dgn Kepemilikan Luas Pemegang Saham Pengendali Lain 66 67 111 334 1.302 2 - 10 1 – 11 Lapisan Kepemilikan Jalur Kepemilikan Lapisan dan Jalur Kepemilikan 4.3. Hasil Pengujian Hipotesis Hasil estimasi model pengujian hipotesis tampak pada Tabel 5. Dalam hipotesis 1 diprediksi bahwa hak aliran kas pemegang saham pengendali berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Prediksi dalam hipotesis ini didukung apabila koefisien α1 hasil estimasi persamaan 1 positif dan signifikan. Seperti tampak pada Tabel 5 Panel A, hasil estimasi persamaan 1 menunjukkan bahwa koefisien α1 adalah positif dan signifikan secara statistis pada alpha 1%. Nilai t yang cukup tinggi dan signifikan pada alpha 1% menunjukkan kuatnya dukungan terhadap hipotesis ini. Selain itu, model juga cukup fit dengan nilai F dan R2 yang cukup besar. Dengan bukti empiris seperti ini, maka dapat dinyatakan bahwa data mendukung hipotesis 1 yang menyatakan bahwa hak aliran kas pemegang saham pengendali berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Tabel 5: Hasil Pengujian Hipotesis Panel A: Estimasi Persamaan 1: FVL = α0 + α1CFR + α2CR + α3SZ + α4PR+ ε1 Hipotesis Prediksi α1 α2 α3 α4 F R2 N Temuan H1 α1 + 0,131* 0,062 -0,260* 0,162* 45,064* 12,0% 1.302 Didukung* Panel B: Estimasi Persamaan 1: FVL = α0 + α1CFR + α2CR + α3SZ + α4PR+ ε1 Hipotesis Prediksi α1 α2 α3 α4 F R2 N Temuan H2 α2 - 0,131* 0,062 -0,260* 0,162* 45,064* 12,0% 1.302 Tidak Didukung Panel C: Estimasi Persamaan 2: FVL = δ0 + δ1CFRL + δ2MAN + δ3CFRL*MAN + δ4SZ + δ5PR+ ε2 Hipotesis Prediksi δ1 δ2 δ3 δ4 δ5 F R2 N Temuan H3a δ3 - 0,065 -0,196* -0,019 -0,262* 0,134* 35,425* 12,0% 1.302 Tidak Didukung Panel D: Estimasi Persamaan 3: FVL = γ0 + γ1CFRL + γ2CS2 + γ3CFRL*CS2 + γ4SZ + γ5PR+ ε3 Hipotesis Prediksi γ1 γ2 γ3 γ4 γ5 F R2 N Temuan H3b γ3 + -0,034 -0,081** 0,019 -0,252* 0,165* 27,512* 9,6% 1.302 Tidak Didukung *Didukung secara statistis pada alpha 1% FVL (nilai perusahaan) = (nilai pasar saham + nilai buku utang)/nilai buku aset, CFR (hak aliran kas) = CFR langsung (persentase kepemilikan atas nama diri sendiri) + CFR tidak langsung (perkalian persentase kepemilikan dalam setiap rantai kepemilikan), CR (hak kontrol) = CR langsung (persentase kepemilikan atas nama diri sendiri) + CR tidak langsung (jumlah kepemilikan minimum di setiap rantai kepemilikan), SZ (ukuran perusahaan) = logaritma total aset, dan PR (profitabilitas) = laba bersih/total aset. Prediksi dalam hipotesis 2 adalah hak kontrol pemegang saham pengendali berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hipotesis 2 dapat didukung apabila koefisien α2 dari hasil estimasi persamaan 1 adalah negatif dan signifikan. Seperti tampak pada Tabel 5 Panel B, koefisien α2 tidak signifikan secara statistis. Bahkan tanda matematis koefisien tersebut adalah positif, berlawanan dari prediksi. Bukti empiris yang tampak pada tersebut menunjukkan bahwa data tidak dapat mendukung hipotesis 2 yang menyatakan bahwa hak kontrol pemegang saham pengendali berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Pada hipotesis 3a diprediksi bahwa pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih besar apabila pemegang saham pengendali terlibat dalam manajemen. Prediksi hipotesis 3a dapat didukung apabila hasil estimasi persamaan 2 menghasilkan koefisien δ3 yang negatif. Seperti tampak pada Tabel 5 Panel C, hasil estimasi persamaan 2 menunjukkan bahwa koefisien δ3 tidak signifikan secara statistis. Data tidak berhasil mendukung hipotesis 3a yang menyatakan bahwa pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih besar apabila pemegang saham pengendali terlibat dalam manajemen. Hipotesis 3b menyatakan bahwa pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih kecil apabila terdapat pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan. Hipotesis 3b didukung apabila hasil estimasi persamaan 3 menunjukkan bahwa koefisien γ3 adalah positif. Hasil estimasi persamaan 3 yang tampak pada Tabel 5 Panel D menunjukkan bahwa koefisien γ3 tidak signifikan. Bukti empiris ini menunjukkan bahwa hipotesis 3b yang menyatakan pengaruh negatif cash flow right leverage pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan lebih kecil apabila terdapat pemegang saham pengendali kedua dalam perusahaan tidak dapat didukung. Seperti prediksi, variabel kontrol ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Negatifnya pengaruh ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan didasarkan pada argumen bahwa semakin besar perusahaan maka semakin besar konflik keagenan yang terjadi. Investor yang waspada akan terjadinya konflik ini memberikan nilai yang lebih rendah terhadap perusahaan. Bukti empiris tentang pengaruh negatif ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan juga ditemukan oleh Claessens et al. (2002). Juga seperti prediksi, variabel profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Profitabilitas merupakan indikator kinerja yang baik. Pasar menyadari hal ini sehingga memberikan nilai yang lebih tinggi bagi perusahaan yang memiliki profitabilitas yang lebih baik. Yeh (2003), Yeh et al. (2003), Pedersen dan Thomsen (2003), dan Harvey et al. (2004) menemukan bukti yang sama seperti dalam penelitian ini tentang pengaruh positif profitabilitas terhadap nilai perusahaan. 4.4. Sensitifitas Pisah Batas Hak Kontrol Pengujian di atas menggunakan pisah batas hak kontrol sebesar 10%. Penggunaan pisah batas hak kontrol yang relatif rendah sejalan dengan pandangan beberapa peneliti, misalnya Claessens et al. (2000b), La Porta et al. (2002), dan Claessens et al. (2002), yang menyatakan bahwa hak kontrol 10% cukup efektif untuk mengendalikan perusahaan baik yang berada di posisi tengah maupun di akhir rantai kepemilikan. Untuk mengetahui apakah tingkat pisah batas hak kontrol yang berbeda dan lebih besar sensitif terhadap hasil estimasi, maka peneliti mencoba pisah batas hak kontrol lain, yaitu 20%, 30%, 40%, dan 50%. Selain 10%, beberapa peneliti, seperti La Porta et al. (2002) dan Claessens et al. (2002), juga menggunakan pisah batas hak kontrol 20%. Penggunaan pisah batas hak kontrol yang beragam ini juga untuk mengakomodasi beberapa kemungkinan efektivitas hak kontrol oleh pemegang saham pengendali dalam mempengaruhi kebijakan dan nilai perusahaan. Dalam PSAK 4, PSAK 7 PSAK 22, dan PSAK 38 dinyatakan bahwa kontrol pemegang saham dianggap efektif apabila lebih dari 50% hak suara. Namun dalam kondisi tertentu, dalam keempat pernyataan tersebut dinyatakan bahwa kontrol pemegang saham dapat dianggap efektif walaupun dengan hak suara kurang dari 50%. Karena itu dalam penelitian ini dilakukan pengujian hak kontrol selain 10%. Tabel 6: Hasil Pengujian Sensitifitas Pisah Batas Hak Kontrol Panel A: Estimasi Persamaan 1: FVL = α0 + α1CFR + α2CR + α3SZ + α4PR+ ε1 α1 α2 20% 0,128* 0,067 30% 0,126* 40% 50% Hipotesis Prediksi Pisah Batas H1 α1 + α3 α4 F R2 N Temuan -0,264* 0,158* 43,948* 12,1% 1.253 Didukung* 0,066 -0,269* 0,162* 42,719* 12,4% 1.182 Didukung* 0,124* 0,050 -0,293* 0,146* 39,311* 12,9% 1.049 Didukung* 0,104* 0,018 -0,314* 0,164* 35,885* 13,8% 894 Didukung* N Temuan Panel B: Estimasi Persamaan 1: FVL = α0 + α1CFR + α2CR + α3SZ + α4PR+ ε1 α1 α2 20% 0,128* 0,067 -0,264* 0,158* 43,948* 12,1% 1.253 Tidak Didukung 30% 0,126* 0,066 -0,269* 0,162* 42,719* 12,4% 1.182 Tidak Didukung 40% 0,124* 0,050 -0,293* 0,146* 39,311* 12,9% 1.049 Tidak Didukung 50% 0,104* 0,018 -0,314* 0,164* 35,885* 13,8% 894 Tidak Didukung Hipotesis Prediksi Pisah Batas H2 α2 - α3 α4 F R2 Panel C: Estimasi Persamaan 2: FVL = δ0 + δ1CFRL + δ2MAN + δ3CFRL*MAN + δ4SZ + δ5PR+ ε2 δ1 δ2 20% 0,057 -0,212* -0,006 -0,269* 0,130* 35,646* 12,5% 1.253 Tidak Didukung 30% 0,033 -0,223* -0,019 -0,278* 0,130* 35,619* 13,2% 1.182 Tidak Didukung 40% 0,009 -0,233* -0,040 -0,307* 0,113* 35,109* 14,4% 1.049 Tidak Didukung 50% 0,022 -0,231* -0,030 -0,326* 0,129* 34,832* 15,9% 894 Tidak Didukung N Temuan Hipotesis Prediksi Pisah Batas H3a δ3 - δ3 δ4 δ5 F R2 N Temuan Panel D: Estimasi Persamaan 3: FVL = γ0 + γ1CFRL + γ2CS2 + γ3CFRL*CS2 + γ4SZ + γ5PR+ ε3 Hipotesis Prediksi Pisah Batas H3b γ3 + γ1 γ2 γ3 γ4 γ5 F R2 20% -0,038 -0,086*** 0,026 -0,258* 0,162* 26,937* 9,7% 1.253 Tidak Didukung 30% -0,047 -0,109** 0,048 -0,265* 0,164* 27,539* 10,5% 1.182 Tidak Didukung 40% -0,066*** -0,111** 0,065 -0,295* 0,147* 27,301* 11,6% 1.049 Tidak Didukung 50% -0,065*** Tidak Didukung -0,076 0,045 -0,314* 0,169* 27,338* 13,3% 894 *Didukung secara statistis pada alpha 1%; **Didukung secara statistis pada alpha 5%; ***Didukung secara statistis pada alpha 10%. FVL (nilai perusahaan) = (nilai pasar saham + nilai buku utang)/nilai buku aset, CFR (hak aliran kas) = CFR langsung (persentase kepemilikan atas nama diri sendiri) + CFR tidak langsung (perkalian persentase kepemilikan dalam setiap rantai kepemilikan), CR (hak kontrol) = CR langsung (persentase kepemilikan atas nama diri sendiri) + CR tidak langsung (jumlah kepemilikan minimum di setiap rantai kepemilikan), SZ (ukuran perusahaan) = logaritma total aset, dan PR (profitabilitas) = laba bersih/total aset. Hasil estimasi untuk pisah batas hak kontrol 20% sampai 50% tampak pada Tabel 6. Pada pisah batas hak kontrol 10% terdapat 1.302 pengamatan. Dengan bertambahnya tingkat pisah batas, maka jumlah pengamatan yang diolah berkurang. Pengurangan ini terjadi karena kategori terkonsentrasi tidaknya suatu kepemilikan perusahaan berubah dengan berubahnya pisah batas yang digunakan. Sebagai contoh, dengan pisah batas hak kontrol 10%, seorang pemegang saham pengendali yang memiliki hak kontrol 16% akan masuk dalam pengamatan. Namun apabila pisah batas diubah menjadi 20%, maka hak kontrol pemegang saham pengendali tersebut bukan lagi bagian dari pengamatan yang diolah. Pada Tabel 6 tampak jumlah pengamatan untuk pisah batas hak kontrol 20% sampai 50% secara berturut-turut adalah 1.253, 1.182, 1.049, dan 894. Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat hak kontrol tidak sensitif dalam pengujian. Hipotesis pengaruh hak aliran kas terhadap nilai perusahaan konsisten didukung pada semua tingkat hak kontrol. Selain itu, hipotesis pengaruh hak kontrol serta interaksi leverage hak aliran kas terhadap keterlibatan pemegang saham pengendali dalam manajemen dan keberadaan pemegang saham pengendali kedua terhadap nilai perusahaan konsisten tidak didukung untuk setiap pisah batas hak kontrol. Pengujian sensitifitas hak kontrol ini konsisten dengan pengujian hipotesis yang diuraikan sebelumnya, yaitu mendukung hipotesis 1 namun tidak mendukung hipotesis 2, 3a, dan 3b. 5. PEMBAHASAN Pengaruh positif hak aliran kas terhadap nilai perusahaan sejalan dengan argumen PIE (positive incentive effect). Argumen ini menyatakan bahwa pemegang saham pengendali tidak akan melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas karena ia merupakan pihak yang paling merasakan dampak negatif dari penurunan nilai perusahaan atas tindakan ekspropriasi tersebut. Semakin besar konsentrasi hak aliran kas, maka semakin besar klaim keuangan pemegang saham pengendali terhadap perusahaan. Klaim keuangan yang terkonsentrasi ini menyebabkan pemegang saham pengendali pada posisi yang paling diuntungkan sekaligus paling dirugikan dengan adanya kenaikan atau penurunan nilai perusahaan. Karena itu, pemegang saham pengendali akan berusaha menghindari ekspropriasi yang akan memposisikan dirinya pada kondisi yang paling dirugikan pada saat terjadi konsentrasi hak aliran kas. Selain dalam penelitian ini, argumen PIE juga didukung oleh Claessens et al. (2002), Mitton (2002), Yurtoglu (2003), Yeh et al. (2003), Carvalhal-da-Silva dan Leal (2004), Yeh (2005), serta Lefort dan Walker (2005). Apabila konsentrasi hak aliran kas rendah, maka dampak kenaikan atau penurunan nilai perusahaan bagi pemegang saham pengendali juga rendah. Dalam kondisi seperti ini, pemegang saham pengendali termotivasi untuk melakukan ekspropriasi karena manfaat ekspropriasi sepenuhnya didapatkan oleh pemegang saham pengendali tersebut. Pemegang saham lain tidak mampu memperoleh manfaat yang sama. Sebaliknya, apabila konsentrasi hak aliran kas tinggi, maka dampak kenaikan atau penurunan nilai perusahaan bagi pemegang saham pengendali juga tinggi. Dalam kondisi seperti ini, pemegang saham pengendali termotivasi untuk tidak melakukan eksproprisi. Pada kondisi seperti ini, tanpa melakukan ekspropriasipun pemegang saham pengendali tetap memperoleh manfaat yang didapatkan dengan tingginya hak aliran kas yang dimilikinya. Kondisi ini merupakan implikasi dari pengaruh positif hak aliran kas terhadap nilai perusahaan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa karena alasan insentif keuangan, konsentrasi hak aliran kas tidak digunakan oleh pemegang saham pengendali untuk meningkatkan konflik keagenan. Sebaliknya, konsentrasi hak aliran kas digunakan oleh pemegang saham pengendali untuk menyelaraskan kepentingan antara pemegang saham pengendali tersebut dengan pemegang saham minoritas. Usaha pemegang saham pengendali untuk tidak melakukan ekspropriasi merupakan indikasi positif bagi pemegang saham minoritas tentang terlindunginya kepentingan mereka dalam perusahaan. Apabila hak pemegang saham minoritas merasa terlindungi dari kemungkinan ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali, maka mereka lebih bersedia untuk menyerahkan dananya kepada perusahaan. Hal ini akan merangsang kenaikan harga sekuritas perusahaan yang selanjutnya berdampak positif pada peningkatan nilai perusahaan. Investor luar yang percaya bahwa tidak terjadi ekspropriasi dalam perusahaan akan menilai saham perusahaan lebih tinggi. Teori memprediksi bahwa argumen NEE (negative entrenchment effect) berlaku apabila terjadi konsentrasi hak kontrol di tangan pemegang saham pengendali. Berdasarkan argumen ini, konsentrasi hak kontrol bukan merupakan insentif keuangan, melainkan hak suara untuk mempengaruhi kebijakan perusahaan. Pada saat konsentrasi hak kontrol di tangan pemegang saham pengendali, ia bukanlah pihak yang paling merasakan dampak kenaikan atau penurunan nilai perusahaan. Sementara itu, tindakan ekspropriasi yang dapat dilakukan melalui konsentrasi kontrol akan diperoleh oleh pemegang saham pengendali sepenuhnya. Namun pengujian dalam penelitian ini tidak mendukung prediksi teori ini dalam hipotesis 2. Besarnya cash flow right leverage menunjukkan besarnya potensi penggunaan manfaat privat atas kontrol. Dengan mendapatkan manfaat privat atas sumber daya perusahaan, pemegang saham pengendali memiliki kesempatan untuk meningkatkan kekayaannya tanpa khawatir bahwa tindakan tersebut berdampak baginya. Potensi untuk mendapatkan manfaat privat ini semakin besar apabila pemegang saham pengendali juga bagian dari manajemen. Hal ini menunjukkan peningkatan masalah keagenan yang semakin besar. Pasar yang menyadari peningkatan konflik keagenan ini akan menilai saham perusahaan lebih rendah. Investor yang tidak percaya kepentingannya terlindungi dari tindakan ekspropriasi akan memberikan nilai yang lebih rendah terhadap perusahaan. Namun seperti tampak pada Tabel 5, bukti empiris tidak mendukung prediksi teori dalam hipotesis 3a. Konflik keagenan lebih tinggi apabila cash flow right leverage lebih tinggi. Investor yang menyadari hal ini akan menilai perusahaan lebih rendah. Akan tetapi, apabila terdapat pemegang saham pengendali lain dalam perusahaan yang dapat membatasi tindakan ekspropriasi pemegang saham pengendali pertama, maka penilaian rendah terhadap perusahaan dapat ditekan. Teori memprediksi bahwa keberadaan pemegang saham pengendali kedua dapat membatasi penurunan penilaian perusahaan oleh investor. Namun seperti tampak pada Tabel 5, bukti empiris dalam penelitian ini juta tidak dapat mendukung pernyataan ini dalam hipotesis 3b. Ada dua indikasi yang menyebabkan tidak didukungnya hipotesis 2, 3a, dan 3b ini. Pertama, lapisan dan rantai kepemilikan perusahaan publik sangat dalam dan kompleks. Dalamnya lapisan kepemilikan menunjukkan bahwa pemegang saham pengendali bisa berada dalam lapisan sampai ke-10 dalam kepemilikan perusahaan publik. Rantai kepemilikan yang kompleks menyebabkan banyaknya jalur kepemilikan yang terbentuk. Bahkan seorang pemegang saham pengendali bisa memiliki 11 jalur kepemilikan menuju perusahaan publik. Investor sama sekali tidak memiliki informasi tentang kemungkinan terjadinya konsentrasi hak kontrol dengan lapisan dan rantai kepemilikan seperti ini. Informasi yang terdapat pada laporan keuangan tahunan adalah pemegang saham pada tingkat imediat, tidak pada tingkat yang lebih jauh sampai dengan ultimat. Pada tingkat kepemilikan imediat ini, sebagian besar konsentrasi hak aliran kas dapat diketahui, sehingga dampak positif konsentrasi hak aliran kas terhadap nilai perusahaan didukung seperti dalam hipotesis 1. Namun pada tingkat kepemilikan ultimat, investor tidak mengetahui sama sekali siapa pemilik ultimat perusahaan. Ketidak-tahuan pemilik ultimat yang sesungguhnya menyebabkan konsentrasi hak kontrol tidak dapat diketahui. Kedua, laporan keuangan memiliki informasi terputus untuk dapat mengidentifikasi siapa sesungguhnya pemegang konsentrasi hak kontrol perusahaan publik. Informasi terputus tersebut menyebabkan pemegang saham pengendali tidak dapat diketahui karena dalamnya lapisan kepemilikan dan kompleksnya rantai kepemilikan. Laporan kepemilikan ultimat tidak tersedia di bursa efek maupun laporan keuangan tahunan. Tidak adanya rangkaian kepemilikan yang lengkap dalam perusahaan menyebabkan pasar tidak dapat mengidentifikasi pola kepemilikan yang sesungguhnya. Konsistennya data tidak mendukung pengaruh konsentrasi kontrol pemegang saham pengendali terhadap nilai perusahaan mendukung kuatnya alasan ini. 6. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Konsentrasi kepemilikan perusahaan publik di Indonesia tinggi. Keluarga adalah pemegang konsentrasi kepemilikan terbesar. Sebagian besar pemegang saham pengendali melakukan usaha untuk meningkatkan kontrol melebihi klaim keuangannya terhadap perusahaan melalui struktur kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan. Dari dua mekanisme peningkatan kontrol tersebut, struktur kepemilikan piramida merupakan yang paling lazim ditemukan. Selain melalui kepemilikan piramida dan lintas kepemilikan, pemegang saham pengendali juga berusaha meningkatkan kontrol melalui keterlibatannya dalam manajemen perusahaan. Bahkan sebagian besar pemegang saham pengendali tersebut mengendalikan perusahaan tanpa ada pemegang saham lain yang signifikan dapat membatasi tindakan ekspropriasi yang dilakukan pemegang saham pengendali. Konsentrasi aliran kas merupakan insentif bagi pemegang saham pengendali untuk menghindari tindakan ekspropriasi. Pernyataan ini didukung oleh pengaruh positif konsentrasi hak aliran kas terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa konflik keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas dapat dikurangi apabila konsentrasi hak aliran kas berada di tangan pemegang saham pengendali. Besarnya konsentrasi hak aliran kas di tangan pemegang saham pengendali menunjukkan tingginya insentif keuangan untuk menghindari ekspropriasi. Investor yang merasa kepentingannya terlindungi dari tindakan ekspropriasi menilai saham perusahaan lebih besar yang pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan. Konflik keagenan yang terjadi antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas berkurang dengan adanya konsentrasi hak aliran kas di tangan pemegang saham pengendali. Berkurangnya konflik keagenan ini menyebabkan penilaian yang lebih baik oleh investor terhadap perusahaan. 6.2. Implikasi Ada empat implikasi yang muncul dari temuan empiris dalam penelitian ini, yaitu implikasi teori, implikasi akuntansi, implikasi kebijakan, dan implikasi praktik. Implikasi teori berkaitan dengan konflik keagenan. Pada saat kepemilikan perusahaan publik tersebar, masalah keagenan yang menonjol adalah konflik antara pemegang saham dengan manajemen. Konflik keagenan inilah yang menjadi fokus teori keagenan seperti yang diungkapkan oleh Berle dan Means (1932) serta Jensen dan Meckling (1976). Konflik keagenan terjadi dengan adanya pemisahan kepemilikan dan kontrol. Pada saat terjadi konsentrasi kepemilikan, pemegang saham pengendali dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Kontrol terpusat di tangan pemegang saham pengendali, bukan lagi manajemen. Bahkan manajemen bagian dari pemegang saham pengendali itu sendiri. Dengan adanya pemegang saham pengendali, masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham berkurang, namun muncul masalah keagenan lain antara pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas. Implikasi akuntansi terkait dengan persyaratan keberadaan dominasi kontrol. Dalam PSAK 4, PSAK 7, PSAK 22, dan PSAK 38 dinyatakan bahwa kontrol yang efektif adalah lebih dari 50% hak suara dalam mempengaruhi kebijakan penting perusahaan. Angka 50% ini ditentukan berdasarkan konsep kepemilikan imediat, tanpa mempertimbangkan seluruh rangkaian kepemilikan. Selain berkaitan dengan jumlah kepemilikan yang dianggap efektif mempengaruhi kebijakan perusahaan, konsep kepemilikan untuk menentukan angka tersebut juga perlu diperhatikan. Struktur kepemilikan perusahaan publik di Indonesia sangat dalam dan kompleks. Dominasi kontrol di tangan pemegang saham pengendali tidak dapat diidentifikasi dengan mudah pada tingkat kepemilikan imediat. Untuk itu, konsep kepemilikan ultimat perlu dipertimbangkan untuk menentukan adanya dominasi kontrol dalam perusahaan. Implikasi praktik terkait dengan perlindungan investor. Ada berbagai hal yang menuntut perlunya perlindungan bagi investor dari tindakan ekspropriasi. Pertama, pengungkapan yang memadai tentang struktur kepemilikan ultimat memungkinkan semakin sulit bagi pemegang saham pengendali untuk mengekspropriasi investor. Dengan pengungkapan kepemilikan ultimat yang memadai, investor sudah dapat mengantisipasi besarnya risiko ekspropriasi yang mungkin terjadi. Kedua, dibutuhkan ketentuan pasar modal agar penegakan hukum lebih kondusif bagi investor. Hak memilih direksi, mekanisme kumulatif dalam pemilihan direksi, representasi pemegang saham minoritas dalam direksi, dan hak meminta untuk mengevaluasi keputusan penting perusahaan adalah contoh-contoh ketentuan yang diharapkan mampu menggurangi risiko ekspropriasi terhadap investor. Ketiga, perlu ada penyediaan informasi tentang reputasi dan perilaku pemegang saham pengendali. Penyediaan informasi seperti ini memungkinkan risiko ekspropriasi berkurang karena adanya tekanan publik. 6.3. Keterbatasan dan Saran Pengujian manfaat privat atas pemisahan hak kontrol dan hak aliran kas dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji implikasi pemisahan tersebut terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini tidak menggunakan pengukuran langsung terhadap adanya manfaat privat kontrol karena data tentang aktivitas ekspropriasi tidak terdokumentasi. Untuk menghasilkan pengujian yang lebih robust, apabila data transaksi dan kejadian ekspropriasi tersedia, penelitian selanjutnya sebaiknya mengukur manfaat privat secara langsung berdasarkan aktivitas ekspropriasi yang terjadi. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka pengujian tentang fenomena konflik keagenan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas diharapkan akan lebih robust. 7. Daftar Pusataka Berle, Adolph dan Means, Gardiner (1932). The Modern Corporation and Private Property. MacMillan, New York, N.Y. Carvalhal-da-Silva, Andre dan Leal, Ricardo (2004). “Corporate Governance, Market Valuation, and Dividend Policy in Brazil.” Woking Paper of COPPEAD Graduate Business School Federal University of Rio de Janeiro. Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph; dan Lang, Larry (2000b). “Expropriation of Minority Shareholders: Evidence from East Asia. Policy Research Working Paper 2088, The World Bank. Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; Fan, Joseph P.H.; dan Lang, Larry H.P. (2002). “Disentagling the Incentive and Entrenchment Effects of Large Shareholdings.” Journal of Finance. Vol. 57, No. 6: 2741-1771. Claessens, Stijin; Djankov, Simeon; dan Lang, Larry H.P. (2000a). “The Separation of Ownership and Control in East Asian Corporations.” Journal of Financial Economics. Vol. 58: 81-112. Denis, D.K. dan McConnell, J.J. (2002). “International Corporate Governance.” Working Paper of Purdue University. Edwards, Jeremy S.S. dan Weichenrieder (2003). “Ownership Concentration and Share Valuation: Evidence from Germany.” CESifo Working Paper No. 193. Faccio, Mara dan Lang, Larry H.P. (2002). “The Ultimate Ownership of Western European Corporations.” Journal of Financial Economics. Vol. 65: 365-395. Faccio, Mara; Lang, Larry H.P.; dan Young, Leslie (2003). “Debt and Expropriation.” Working Paper of Chinese University of Hongkong. Gugler, Klaus dan Yurtoglu, Burcin (2003). “Corporate Governance and Dividend Payout Policy in Germany.” European Economic Review. No. 47: 731-758. Harvey,Campbell; Lins, Karl V.; dan Roper, Andrew H. (2004). “The Effect of Capital Structure When Expected Agency Costs are Extreme.” Journal of Financial Economics. Vol. 74: 3-30. Jensen, Michael C. dan Meckling, William H. (1976). “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs. And Ownership Structure.” Journal of Financial Economics. Vol. 3: 305-360. La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei (1999). “Corporate Ownership Around the World.”Journal of Finance. Vol. 54, No. 2: 471-517. La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Robert (1998). “Law dan Finance.” Journal of Political Economy. No. 106: 1113-1155. La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Robert (2000). “Agency Problems and Dividend Policies Around the World.” Journal of Finance. Vol. 55: 1-33. La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes, Florencio; Shleifer, Andrei; dan Vishny, Robert (2002). “Investor Protection and Corporate Valuation.” Journal of Finance. Vol. 57, No. 3: 3-27. Lefort, Fernando dan Walker, Eduardo (2005). “The Effect of Corporate Governance Practice on Company Market Valuation and Payout Policy in Chile.” Working Paper of Potificia Universidad Catolica de Chile. Lemmon, Michael L. dan Lins, Karl V. (2003). “Ownership Structure, Corporate Governance, and Firm Value: Evidence from the East Asian Financial Crisis.” Journal of Finance. Vol. 58, No. 4: 1445-1468. Lins, Karl V. (2003). “Equity Ownership and Firm Value in Emerging Markets.” Journal of Financial and Quantitative analysis. Vol 38, No. 1: 159-184. Mitton, Todd (2002). “A Cross-Firm Analysis of the Impact of Corporate Governance on the East Asian Financial Crisis.” Journal of Financial Economics. No. 64: 215241. Morck, Randall; Wolfenzon, Daniel; dan Yeung, Bernard (2004). “Corporate Governance, Economic Entrenchment, and Growth.” NBER Working Paper No. 10692. Pedersen, Torben dan Thomsen, Steen (2003). “Ownership Structure and Value of the Largest European Firms: The Importance of Owner Identity.” Journal of Management & Governance. Vol. 7, No. 1: 27-55. PSAK 4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 4 tentang Laporan Keuangan Konsolidasi. PSAK 7. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 7 tentang Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. PSAK 22. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 22 tentang Akuntansi Penggabungan Usaha. PSAK 38. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 38 tentang Akuntansi Restrukturisasi Entitas Sepengendali. Shleifer, Andrei dan Vishny, Robert W. (1997). “A Survey of Corporate Governance.” Journal of Finance. Vol. 52 No. 2: 737-783. Yeh, Yin-Hua (2003). “Corporate Ownership and Control: New Evidence from Taiwan.” Corporate Ownership & Control. Vol. 1, No. 1: 87-101. Yeh, Yin-Hua (2005). “Do Controlling Shareholders Enhance Corporate Value?” Corporate Governance. Vol. 13, No. 2: 313-325. Yeh, Yin-Hua; Ko, Chen-En; dan Su, Yu-Hui (2003). “Ultimate Control and Expropriation of Minority Shareholders: New Evidence from Taiwan.” Academia Economic Papers. Vol. 31, No. 3: 263-299. Yurtoglu, B. Burcin (2003). “Corporate Governance and Implications for Minority Shareholders in Turkey.” Corporate Ownership & Control. Vol. 1, No. 1: 72-86.