BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL 4.1 PENDAHULUAN Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran (streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing-masing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu). Partikel fluida tersebut tetap pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului. Sebagai kebalikan dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran turbulen berbentuk zig-zag dan tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan panas konveksi. Konveksi terjadi pada dua peristiwa yaitu konveksi paksa dan konveksi alami. Konveksi paksa terjadi karena terjadinya percepatan konveksi yang dibantu oleh alat tambahan. Sedangkan konveksi alami terjadi dengan sendirinya tanpa alat bantu apapun. Konveksi paksa pada umumnya digunakan untuk mempercepat suatu pendinginan pada aliran panas yang terjadi pada suatu peristiwa. (http://www.wikipedia.com/konv eksi) 4.2 DASAR TEORI Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya. Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagianfluida kebagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri. konveksi terjadikarena perbedaan massa jenis dan konveksi hanya terjadi pada zat cair dan gas.Untuk menyelidiki perpindahan kalor secara mengalir , digunakan alat konveksiair dan alat konveksi udara. Proses perpindahan kalor secara konveksi dibedakanmenjadi dua yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alamiahadalah perpindahan kalor yang terjadi secara alami, contoh: pemanasan air. Pada pemanasan air, massa jenis air yang dipanasi mengecil sehingga air yang panasnaik digantikan air yang massa jenisnya lebih besar.Konveksi paksa adalah konveksi yang terjadi dengan sengaja (dipaksakan),contoh: pada sistem pendingin mesin mobil. Peristiwa konveksi dapat dijumpai pada contoh berikut: (1).Lampu minyak dan sirkulasi udara diruang tamu (2).Cerobong asap pabrik dan cerobong asap dapur (3).Terjadinya angin daratmaupun angin laut (faculty.petra.ac.id/herisw/Fisika1/13kalor.doc) 4.2.1 Pengetahuan Umum Konveksi Paksa Perpindahan kalor secara konveksi paksa terjadi karena adanya pengaruh dari luar/paksaan yang memaksa fluida untuk mengalir sesuai dengan arah yang dipaksakan. Contohnya : Pendinginan kendaraan bermotor dimana kalor yang ditimbulakan dalam bahan baker dipindahkan ke tempat lain dengan menghembuskan udara ke bagian yang panas untuk menghembuskan digunakan kipas atau kompresor. Penggunaan Hair dryer (Pengering rambut) dimana kipas menarik udara di sekitarnya dan ditiupkannya udara tersebut dengan menggunakan elemen pemanas sehingga dihasilkan arus konveksi udara panas. (Yunus A. Cengel ,Heat Transfer, Hal.334) Pengertian Aliran Turbulent dan Aliran Laminar Aliran turbulent adalah aliran yang partikel fluidanya bergerak mengikuti alur yang tida beraturan baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu. Dan pengertian yang lain, aliran turbulen adalah aliran yang struktur alirannya bergerak secara acak, dimana partikel fluidanya bergerak ke segala arah Aliran laminar adalah aliran yang partikel fluidannya bergerak mengikuti alur tertentu da aliran tampak seperti gerakan serat-serat yang paralel. Dan menurut pengertian yang lain, aliran laminer adalah aliran yang strukturnya bergerak secara teratur atau halus didalam saluran. Suhu limbak (bulk-temperature) sangat penting dalam soal-soal perpindahan kalor yang melibatkan aliran dalam saluran tertutup. Suhu limbak menunjukkan energi rata-rata atau kondisi ”mangkuk pencampur”. Jadi untuk aliran tabung seperti pada gambar 4.1, energi total yang ditambahkan dapat dinyatakan dengan beda suhu limbak : q=m. C p .(T b 2−T b 1) Ket: q = perpindahan kalor (Joule) m = massa (Kg) Cp = Kalor jenis (Joule/Kg oC) Tb1 = suhu limbak sisi 1( oC) Tb2 = suhu limbak sisi 2(oC) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. Hal.251) dengan syarat cp sepanjang aliran itu tetap. Gambar 4.1 Perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan dengan beda suhu limbak (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. Hal.252) 4.2.2Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum konveksi paksa aliran udara pada pipa horizontal adalah: 1. Praktikan menemukan korelasi antara bilangan Reynolds untuk menentukan kecepatan laju aliran dan bilangan Nusselt untuk mengetahui distribusi temperatur. 2. Praktikan dapat menentukan koefisien perpindahan panas secara keseluruhan untuk variasi tertentu seperti jalu aliran, temperatur udara keluar dan temperatur dinding. 3. Praktikan mampu memilih konfigurasi dengan koefisien perpindahan panas yang paling baik. 4. Praktikan mempelajari peristiwa atau fenimena perpindahan panas melalui percobaan penukar panas didalam saluran dengan jenis kawat filament. (jobsheet fenomena dasar 2012) 4.2.3 Rumus Perhitungan konveksi paksa Rumusan konveksi paksa erat hubungannya dengan angka Reynolds (Re), Prandtl (Pr), Nusselt (Nu). Bilangan Reynolds dapat menggambarkan apakah aliran tersebut laminar atau turbulen, sedangkan bilangan Prandtl menunjukkan karakteristik termal fluida, dan bilangan Nusselt menggambarkan karakteristik proses perpindahan panas. Ketiga bilangan ini membentuk persamaan : m N u d =C . R ed . Ρ r Ket. : Nud n = bilangan nusselt Red = biangan reynold Pr = bilangan prandtl n = 0,4(pemanasan) = 0,3(pendinginan) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.253) Dimana C, m, dan n adalah konstanta yang harus ditentukan dari percobaan. Bilangan Reynolds mempunyai rumus sebagai berikut : Bilangan Reynold Merupakan bilangan tak berdimensi yang diperoleh dari rasio gaya inersia dengan viskositas. Bilangan Reynold digunakan untuk menentukan karakteristik suatu aliran fluida laminar atau turbulen. R e d= Ket.: ρ μm d μ Red =bilangan reynold ρ = densitas fluida (kg/m3) v = kecepatan aliran (m/s) μ D = viskositas (kg/m.s) = diameter pipa (m) Gambar 4.2Pengembangan daerah aliran lapis batas di atas plat rata. (Yunus A.,Changel. Heat Transfer A Practical Aproach. hal.339) Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa bilangan Reynolds didapat dari perbandingan gaya inersia dengan gaya viscous sistem aliran fluida. Dengan bilangan Reynolds kita dapat mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen dengan melihat batasan berikut ▪ Re ≤ 2300 Aliran laminar ▪ Re ≥ 2300 Aliran turbulen (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.195) Bilangan Prandtl Bilangan prandtl merupakan Bilangan yang digunakan sebagai perbandingan viskositas kinematik fluida terhadap difusivitas termal fluida. Viskositas kinematik memberikan informasi tentang laju difusi momentum dalam fluida dan difusitas termal memberikan informasi tentang difusi kalor dalam fluida. c μ v μ/ ρ Ρ r= = = p α k /ρ c p k Keterangan : ν =viskositas kinematis μ=viskositas dinamis cp (m2/s) (kg/m.s) = kalor jenis pada tekanan konstan(kJ/kgoC) k =koeffisien konduktivitas termal (W/moC) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.213) Untuk aliran dalam pipa,seperti halnya aliran melewati plat datar profil kecepatan serupa dengan profil suhu untuk fluida yang mempunyai bilangan Prandtl satu. Bilangan Nusselt Merupakan bilangan yang digunakan untuk menentukan distribusi suhu permukaan atau plat. N ud= hL k Ket:Nud = bilangan nusselt h = koeffisien perpindahan panas kenveksi(W/m2oC) L = panjang plat (m) K = koeffisien konduktifitas termal(W/moC) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.214) Selain bilangan Reynold dan Prandtl factor lain yang mempengaruhi kondisi perpindahan panas dengan cara konveksi paksa adalah ukuran lubang masuk.Bila salurannya pendek (< 50 ) maka pengaruh lubang masuk menjadi lebih penting.Bila fluida memasuki suatu saluran dengan kecepatan seragam maka fluida yang langsung berbatasan dengan dindingnya akan langsung berhenti bergerak.Jika turbulensi aliran fluida yang masuk besar maka lapisan batas tersebut akan cepat menjadi turbulen.Baik itu lapisan batas turbulen ataupun laminar,tebalnya akan meningkat sampai lapisan batas itu memenuhi seluruh saluran. Aliran Laminar berkembang penuh Pr R ed . ¿ ¿ N ud=1,86. ¿ Batasan R e d . Pr D >10 L (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.255) Aliran Turbulen berkembang penuh N ud=0.027 . R e d0.8 . Pr0.3 Dimana : w μ μW 0.14 ( ) = viskositas fluida (kg/m.s) = viskositas dinding (kg/m.s) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.254) Untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau berkembang penuh (fully developed turbulent flow) dalam tabung licin, digunakan persamaan berikut : 0.8 N ud=0.023. R e d . Pr Batasan: n n = 0,4 pemanas n = 0,3 pendingin 0,6 < Pr < 100 (untuk aliran turbulen yang tidak berkembang sepenuhnya di dalam tabung licin dan dengan beda suhu moderat antara dinding fluida ) (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.252) Koefisien Perpindahan Kalor h= k N (W /m2 . o C) D ud Ket : h = koefisien perpindahan kalor (W/m2 0C) k = konduktivitas termal (W/m 0C) D = diameter pipa (m) Nud =bilangan Nusselt (Holman, J.P. Perpindahan Kalor. hal.212) Pemanas Heater Qheater =h. 2 π . r . L ( T w −T b ) Watt Ket : h = koefisien perpindahan kalor (W/m2 0C) r = jari-jari (m) L = panjang pipa (m) Tw = temperatur dinding (0C) Tb = temperatur bulk (0C) Perpindahan kalor total Q́=ḿ c p (T w −T b) Ket : ḿ = massa per satuan waktu (m/kg) cp = kalor jenis pada tekanan konstan(Joule/Kg oC) Tw = temperatur dinding (0C) Tb = temperatur bulk (0C) (Yunus A. Cengel, Heat Transfer, Hal.422) 4.2.4 Aplikasi Konveksi Paksa 4.2.1. Aplikasi Konveksi Paksa Contoh aplikasi konveksi paksa antara lain: 1. Pengasapan daging Gambar 4.5 Pengasapan daging (cityguide.kapanlagi.com) 2. Las Gas Gambar 4.6 Las Gas (hakikat-ilmu.blogspot.com) 3. Evaporator Gambar 4.3 Evaporator (ref: www.google.com/A_C_Evaporator.jpg) Evaporator berfungsi menyerap panas dari lingkungan dan mengalirkannya secara konveksi ke refrigeran. 4. Kondenser Gambar 4.4 Kondenser (ref: www.google.com/Copper-Condenser-Refrigerator-Condenser-.jpg) Konveksi terjadi saat refrigeran membawa panas untuk dibuang ke luar. 5. Steam Pipe Steam pipe berfungsi untuk mengalirkan uap panas. Gambar 4.5 Steam Pipe (ref: www.google.com/steam pipe.jpg) 4.2.5 Alat dan Prosedur Pengujian 4.2.5.1Bagian – Bagian Alat Beserta Fungsinya Gambar 4.5Alat pengujian konveksi paksa. 1. Dioda Weatstone Berfungsi untuk menyearahkan arus listrik Gambar 4.6Dioda weatstone. (lab.fenomena mesin UNDIP) 2. Anemometer Berfungsi untuk mengukur kecepatan aliran udara (fluida)pada waktu awal dan suhu fluida keluar Gambar 4. Anemometer (lab.fenomena mesin UNDIP) . 3. Watt meter Berfungsi untuk mengukur daya yang masuk. Gambar 4.8 Watt meter. (lab.fenomena mesin UNDIP) 4. Asbestos Berfungsi sebagai peredam panas yang akan merambat keluar melalui celah sambungan pipa Gambar 4.9Asbestos. (lab.fenomena mesin UNDIP) 5. Gips Berfungsi sebagai isolator supaya panas dari pipa horizontal tidak keluar ke lingkungan Gambar 4.10 Gips. (lab.fenomena mesin UNDIP) 6. Kawat Filamen Berfungsi untuk mendistribusikan panas ke pipa konveksi Gambar4.11 Kawat filament (lab.fenomena mesin UNDIP) 7. Regulator Berfungsi untuk mengatur tegangan yang dikeluarkan Gambar 4.12 Regulator. (lab.fenomena mesin UNDIP) 8. Pipa Konveksi Berfungsi untuk arah aliran fluida (udara). Gambar 4.13 Pipa konveksi (lab.fenomena mesin UNDIP) 10. Thermo display Berfungsi untuk menampilkan suhu terukur pada pipa konveksi(pada 4 titik). Gambar 4.14 thermo display (lab.fenomena mesin UNDIP) 11. Blower Berfungsi untuk memberi hembusan (penghembus) udara ke pipa konveksi. Gambar 4.15 Blower. (lab.fenomena mesin UNDIP) 12. Thermo kopel untuk mengukur suhu pada pipa konveksi (pada 4 titik). Fine Thermocouple Gambar 4.16 Sensor Thermokopel. (lab.fenomena mesin UNDIP) 4.2.5.2 Prosedur Pengujian Prosedur pengujian praktikum konveksi paksa aliran udara pipa horizontal adalah: 1. Mengeset bukaan dumper blower sampai kecepatan yang dikehendaki (variasi), dengan menggunakan alat anemometer, pengecekan dilakukan di ujung pipa. 2. Jika pengesettan laju/alir sudah ditentukan, kemudian mematikan motor blower. 3. Mencatat nilai awal posisi steady, temperatur dinding, temperatur keluar. 4. Mengeset daya pemanas 106 watt 5. Mencatat kenaikan temperatur dinding, temperatur udara keluar tiap 30 detik hingga mencapai posisi steady. 6. Setelah steady, mematikan heater kemudian menghidupkan blower sehingga akan terjadi proses penurunan temperatur. 7. Mencatat penurunan temperatur dinding, temperatur udara keluar tiap 30 detik hingga mencapai posisi steady. 8. Jika sudah tidak terjadi penurunan temperaturdinding dan temperatur keluar, maka pencatatan dihentikan 9. Mematikan motor blower. 4.3 DATA PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.3.1 Data Hasil Percobaan Tabel4.1 Kenaikan Temperatur No Waktu (s) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 T1 28 29 30 31 32 32 34 34 35 35 35 36 36 37 37 38 38 38 39 39 39 39 40 40 40 41 41 41 41 42 42 42 T2 29 30 31 31 32 33 34 35 35 36 36 37 37 37 38 38 39 39 39 40 40 40 41 41 41 42 42 42 43 43 43 43 Suhu Dinding (Tw) T3 T4 T rata-rata 30,25 32 32 30,75 32 32 31,75 33 33 32,25 34 33 33 35 33 33,75 36 34 35,25 38 35 35,5 38 35 36,25 39 36 36,5 39 36 38,75 40 36 37,5 40 37 37,75 41 37 38,25 42 37 38,25 42 38 39 42 38 39,5 43 38 39,5 43 38 40,25 44 39 40,.5 44 39 40.,75 45 39 40,75 45 39 41,25 45 39 41,5 45 40 41,75 46 40 42,25 46 40 42,5 47 40 42,5 47 40 43 47 41 43,5 48 41 43,5 48 41 43,5 48 41 Suhu Udara Keluar (T5) 29,1 29,1 29,2 29,3 29,4 29,5 29,6 29,7 29,7 29,8 29,9 29,5 30,0 30,0 30,1 30,1 30,2 30,2 30,3 30,3 30,4 30,4 30,5 30,5 30,6 30,6 30,7 30,7 30,7 30,8 30,8 30,8 Tabel 4.2 Penurunan Temperatur No Waktu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 4.3.2 T1 39 37 35 33 32 31 31 30 30 29 29 29 28 28 28 28 T2 42 40 38 37 36 35 34 34 33 33 32 32 32 31 31 31 Suhu Dinding (Tw) T3 T4 T rata-rata 42,25 47 41 40 43 40 38,25 41 39 36,75 39 38 36 38 38 35 37 37 34 36 37 33,75 35 36 33,25 34 36 32,75 34 36 32,25 33 35 32,25 33 35 31,75 32 35 31,25 32 34 31,25 32 34 31,25 32 34 Suhu Udara Keluar (T5) 31,7 32,3 32,2 32,0 31,8 31,7 31,2 31,4 31,3 31,2 31,7 30,9 30,8 30,7 30,7 30,6 Perhitungan Contoh Perhitungan Konveksi Alami ( Tabel 4.1 No. 1 ) Um = 0,1 m/s (Laju aliran udara) Daya awal = 106 Watt L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa) Dluar = 6 cm = 0,06 m (Diameter luar pipa) Ddalam = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa) Tebal pipa = 0,002 m Tb = Suhu fluida Tw = Suhu dinding Suhu Awal : Tabel4.3Temperatur Awal konveksi Alami T1.1(oC) T1.2(oC) T1.3(oC) T1.4(oC) Trata-rata T1.5(oC) 28 29 32 32 30,25 29,1 Suhu Limbak / Suhu Film T f= T w +T b 2 T f= ( 30,25+273 ) +(29,1+273) 2 T f= 303,25+302.1 =302.67 K 2 Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat: ρ = 1.1571 kg/m3 Tabel4.4Interpolasi temperatur dengan densitas T Ρ 300 302,67 350 Cara melakukan interpolasi : ρ −ρ x−batas bawah = x b batasatas−batas bawah ρa −ρb x−1,1774 302,67−300 = 0,998−1,1774 350−300 1.1774 X 0.998 x= [(( ) 302,67−300 . ( 0,998−1,1774 ) +1,1774 350−300 ) ] x=[ ( ( 0.0534 ) . (−0,1794 ) ) +1,1774 ] 1,1571 x=[ −0,00957+1,1774 ]=1,1678 Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut : k = 0,0264 W/moC μ = 1,9879 x 10-5 kg/m.s μw = 1,989 x 10-5 kg/m.s Pr = 0,7074 Angka Reynold R e d= ρ μm d μ kg m 1.1571 X 0,1 X 0,056 m ( ) m3 s Re = d R e d= 1,9879 X 10−5 kg /m. s 0,00653 =328,971 −5 1,9879 X 10 Bilangan Reynold 2300 maka Alirannya laminer Angka Nusselt Pr R ed . ¿ ¿ N ud=1,86. ¿ Dimana μ=viskositas saat T f dan μ W =viskositas saat T w N ud=(1,86) X (328,971 X 0.7074)0.3 X ( 0.056 0.3 1,9879 X 10−5 ) X 1.75 1,989 X 10−5 ( 0.14 ) N ud=3,396 Koefisien perpindahan kalor konveksi h= k .N D ud h= 0,0264 W /m. C X 3,396 0,056 m h=1,6039 W/m2 oC Panas heater Q=h . 2 π . r . L .(T w −T b) Q=( 1,6039 ) W . ( 2 π ) . ( 0,028 ) m. ( 1,75 ) m.(30,25−29,1)C m2 C Q=0,5676 watt Tabel 4.5Hasil perhitungan data konveksi alami aliran pipa horizontal No Um (m/s) 1 0,1 2 0,1 3 0,1 4 0,1 Red Nud h (W/m2 0C) 328,97 12 328,64 25 327,91 98 327,52 6 3,396836 187 3,395628 459 3,393015 171 3,391609 506 1,60395966 1 1,60453843 8 1,60582955 8 1,60654152 7 Q heater (watt) 0,56760603 7 0,81468513 8 1,26007197 3 1,45837662 8 TW (0C) TB (0C) 30,25 29,1 30,75 29,1 31,75 29,2 32,25 29,3 5 0,1 6 0,1 7 0,1 8 0,1 9 0,1 10 0,1 11 0,1 12 0,1 13 0,1 14 0,1 15 0,1 16 0,1 17 0,1 18 0,1 19 0,1 20 0,1 21 0,1 22 0,1 23 0,1 24 0,1 25 0,1 26 27 0,1 0,1 326,96 83 326,41 12 325,36 35 325,13 46 324,64 42 324,41 55 322,88 16 323,95 82 323,46 86 323,14 25 323,07 72 322,58 83 322,19 73 322,19 73 321,64 39 321,48 12 321,25 35 321,25 35 320,86 33 320,70 08 320,47 33 320,14 85 319,92 3,389599 637 3,387589 504 3,383766 5 3,382964 178 3,381151 342 3,380348 836 3,374710 799 3,378526 222 3,376930 302 3,375721 362 3,375522 961 3,373709 369 3,372301 7 3,372301 7 3,370289 195 3,369684 51 3,368881 134 3,368881 134 3,367472 902 3,366868 106 3,366064 499 3,364854 778 3,364051 1,60753941 8 1,60853487 1 1,61038372 3 1,61080322 6 1,61165627 8 1,61207447 6 1,61475301 6 1,61280585 6 1,61375810 6 1,61432270 1 1,61445627 3 1,61530132 1 1,61599673 8 1,61599673 8 1,61697117 1,61725119 7 1,61766362 8 1,61766362 8 1,61835486 1,61863386 7 1,61904486 6 1,61960164 5 1,62001162 1,78081930 7 2,10365798 9 2,79984212 9 2,87492293 9 3,24839959 8 3,32365263 7 4,39749241 4 3,97034094 4 3,84853874 4 4,09826489 8 4,04892394 7 4,42383865 4,62465299 9 4,62465299 9 4,95086496 5 5,07613749 2 5,15210012 3 5,15210012 3 5,35350169 4 5,47894614 8 5,55506922 1 5,80617148 1 5,88241774 33 29,4 33,75 29,5 35,25 29,6 35,5 29,7 36,25 29,7 36,5 29,8 38,75 29,9 37,5 29,5 37,75 30 38,25 30 38,25 30,1 39 30,1 39,5 30,2 39,5 30,2 40,25 30,3 40,5 30,3 40,75 30,4 40,75 30,4 41,25 30,5 41,5 30,5 41,75 30,6 42,25 42,5 30,6 30,7 28 0,1 29 0,1 30 0,1 31 0,1 32 0,1 12 319,92 12 319,59 67 319,20 74 319,20 74 319,20 74 014 3,364051 014 3,362841 147 3,361432 224 3,361432 224 3,361432 224 9 1,62001162 9 1,62056696 1,62125297 6 1,62125297 6 1,62125297 6 7 5,88241774 7 6,13377463 9 6,33592796 7 6,33592796 7 6,33592796 7 42,5 30,7 43 30,7 43,5 30,8 43,5 30,8 43,5 30,8 Contoh Perhitungan Konveksi Paksa ( Tabel 4.2 No. 1 ) Um = 5,3 m/s (Laju aliran udara) Daya awal = 106 Watt L = 175 cm = 1,75 m (Panjang pipa) Dluar = 6 cm = 0,06 m (Diameter luar pipa) Ddalam = 5,6 cm = 0,056 m (Diameter dalam pipa) Tebal pipa = 0,002 m Tb = Suhu fluida Tw = Suhu dinding Suhu Awal : Tabel4.6Temperatur Awal Konveksi Paksa T1.1 (oC) T1.2 (oC) T1.3(oC) 39 42 47 Suhu Limbak / Suhu Film T1.4 (oC) 41 Trata-rata T1.5 (oC) 42,25 31,7 T f= T w +T b 2 T f= ( 42,25+273 )+(31,7+ 273) 2 T f= 315,25+304,7 =309,97 2 Dengan melihat tabel A-5 (holman) dan melakukan interpolasi didapat: ρ = 1.0788kg/m3 Tabel4.7Interpolasi temperatur dengan densitas T ρ 300 309,97 350 1.1774 X 0.998 Cara melakukan interpolasi : ρ −ρ x−batas bawah = x b batasatas−batas bawah ρa −ρb x−1,1774 309,97−300 = 0,998−1,1774 350−300 x= [(( ) 309,97−300 . ( 0,998−1.1774 ) +1,1774 350−300 ) ] x=[ ( ( 0,1994 ) . (−0,1794 ) ) +1.1774 ] 1,07788 x=[ −0,03577+1.1774 ]=1,1422 Dengan cara yang sama maka diperoleh data sebagai berikut : k = 0,0269 W/moC μ = 2,0010 x 10-5 kg/m.s μw = 2,0110 x 10-5 kg/m.s Pr = 0.7058 Angka Reynold R e d= ρ μm d μ kg m 1,0788 X 5,3 X 0,056 m ( ) m3 s Re = d R e d= 2,001 X 10−5 kg /m. s 0,3390 =16.898,397 −5 2,001 X 10 Bilangan Reynold ≥ 2300 maka Alirannya turbulen Angka Nusselt N ud=0.027 . R e d0.8 . Pr0.3 Dimana μ μW 0.14 ( ) μ=viskositas saat T f dan μ W =viskositas saat T w N ud=(0,027) X (16.898,397)0.8 X (0,7058)0.3 X N ud=58,5894 Koefisien perpindahan kalor konveksi h= k .N D ud h= 0.0269 W /m .C X 58,5894 0.056 m h=28,3531 W/m2 oC ( 2,0010 X 10−5 2,0110 X 10−5 0.14 ) Panas heater Q=h . 2 π . r . L .(T w −T b) Q=( 28,3531 ) W . ( 2 π ) . ( 0,028 ) m. ( 1,75 ) m.(42,25−31,7) C m2 C Q=92,0468 watt TABEL 4.8HASIL PERHITUNGAN DATA PENURUNAN TEMPERATUR KONVEKSI PAKSA ALIRAN PIPA HORISONTAL No Um (m/s) 1 5,3 2 5,3 3 5,3 4 5,3 5 5,3 6 5,3 7 8 9 10 11 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 h Qheater Tw Tb (W/m2 oC) (watt) (oC) (oC) 58,82875 011 58,93174 247 59,08614 672 59,24779 544 59,33592 099 28,46891 3 28,51875 395 28,59347 457 28,67170 101 28,71434 748 39 31,7 37 32,3 35 32,2 33 32 32 31,8 17197,14 4 59,41667 402 28,75342 618 31 31,7 17210,42 1 59,45337 087 28,77118 483 31 31,2 17231,66 5 59,51207 406 28,79959 298 30 31,4 17234,32 1 59,51941 094 28,80314 351 30 31,3 17263,53 2 59,60010 171 28,84219 208 29 31,2 17250,25 4 59,56342 747 28,82444 437 63,951313 52 41,246217 53 24,636595 19 8,8228558 34 1,7671958 01 6,1936030 12 1,7706937 99 12,407095 05 11,522294 32 19,525702 56 23,948616 65 29 31,7 Red Nud 16984,70 2 17021,87 9 17077,64 5 17136,06 6 17167,93 3 12 13 14 15 16 4.3.3 5,3 5,3 5,3 5,3 5,3 17271,49 8 59,62210 354 28,85283 939 17300,70 9 59,70275 957 28,89187 115 17303,36 5 59,71009 058 28,89541 884 17303,36 5 59,71009 058 28,89541 884 17306,02 59,71742 137 28,89896 642 16,869331 9 24,893698 45 24,007585 37 24,007585 37 23,121253 86 29 30,9 28 30,8 28 30,7 28 30,7 28 30,6 GRAFIK DAN ANALISA GRAFIK a) Grafik hubungan temperature dinding dan waktu Data kenaikan temperatur Grafik hubungan temperatur dinding dengan waktu 120 100 80 Suhu Dinding 60 40 20 0 Gambar 4.15 Grafik hubungan kenaikan temperatur dinding dangan waktu Analisa grafik: Grafik diatas menunjukkan hubungan kenaikan temperatur dinding terhadap waktu yang berbanding lurus walaupun pada kenyataannya garis yang terbentuk tidak linier sempurna. Maka dapat dianalisa bahwa semakin bertambahnya waktu maka semakin bertambah pula kenaikan temperatur pada dinding. Hal tersebut terjadi karena adanya perambatan panas pada heater ke dinding-dinding pipa horizontal, sehingga semakin lama waktu pemanasan temperatur pada dinding akan sama dengan temperatur heater. Peristiwa pada dinding tersebut disebut juga perpindahan panas konduksi. Data penurunan temperatur Grafik hubungan temperatur dinding dengan waktu 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 suhu dinding Gambar 4. 16Grafik hubungan penurunantemperatur dinding dengan waktu. Analisa Grafik: Grafik diatas menunjukkan hubungan penurunan temperatur dinding terhadap waktu yang berbanding terbalik secara logaritmik. Walaupun secara teoritis (ideal) akan berbanding terbalik secara linier. Penurunan temperatur tersebut dikarenakan adanya pengaruh blower sebagai pendingin yang dialirkan pada pipapipa horizontal sehingga kalor yang keluar pada dinding-dinding tersebut diserap oleh udara yang dihasilkan oleh blower. perpindahan panas tersebut disebut juga perpindahan secara konveksi (paksa). b) Grafik hubungan temperature udara keluar dan waktu Data kenaikan temperatur Grafik hubungan temperatur udara keluar 31 30.5 30 29.5 29 28.5 28 temperatur udara keluar Gambar 4.17Grafik Hubungan kenaikan Temperatur udara keluar dangan Waktu Analisa grafik: Grafik diatas menunjukkan hubungan kenaikan temperatur udara keluar terhadap waktu yang berbanding lurus walaupun pada kenyataannya garis yang terbentuk tidak linier sempurna. Dapat dianalisa bahwa semakin bertambahnya waktu maka semakin bertambah pula kenaikan temperatur pada dinding. Hal tersebut terjadi karena adanya perambatan panas konveksi secara alamiah dimana panas yang dihasilkan dinding pipa horizontal mengalir karena adanya gaya gravitasi (gaya apung) pada udara didalam pipa. Suhu dalam pipa lebih tinggi dari udara luar, sehingga terjadi aliran secara alamiah dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Bentuk grafik diatas berbentuk kasar dikarenakan : 1. Pengisolasian dengan asbes/gips kurang tebal dan merata, sehingga tujuan dari isolasi kurang maksimal. 2. Praktikan dalam mengambil data percobaan kurang teliti dan terburu-buru. 3. Dalam percobaan konveksi paksa sensor yang dipasang kurang peka terhadap perubahan suhu dan butuh kaliberasi. Data penurunan temperatur Grafik hubungan temperatur udara keluar 32.5 32 31.5 temperatur udara keluar 31 30.5 30 29.5 Gambar 4. 18Grafik hubungan penurunantemperatur udara keluar dengan waktu. Analisa Grafik: Grafik diatas menunjukkan hubungan penurunan temperatur udara keluar terhadap waktu yang berbanding terbalik walaupun pada kenyataannya garis yang terbentuk tidak linier sempurna. Dapat dianalisa bahwa semakin bertambahnya waktu maka temperatur udara keluar akan semakin turun. Hal tersebut terjadi karena adanya perambatan panas konveksi secara paksa dimana panas yang dihasilkan dinding pipa horizontal mengalir karena adanya gaya paksaan (blower) pada udara didalam pipa. Suhu dalam pipa yang cukup tinggi didinginkan dengan hembusan angin blower, sehingga kalor dari udara dinding sekitar diserap dan terbawa keluar pipa horizontal. Bentuk grafik diatas berbentuk kasar dikarenakan : 1. Pengisolasian dengan asbes/gips kurang tebal dan merata, sehingga tujuan dari isolasi kurang maksimal. 2. Praktikan dalam mengambil data percobaan kurang teliti dan terburu-buru. 3. Dalam percobaan konveksi paksa sensor yang dipasang kurang peka terhadap perubahan suhu dan butuh kaliberasi. 4.4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.4.1 Kesimpulan 1. Hasil yang didapat dari percobaan a. Sampel perhitungan konveksi alami: Red = 328,971 Nud = 3,396 h = T = 1.6039W 303,25 /m K Tb2 = 302,1 b. Sampel perhitungan konveksi paksa: Red = 16.898,397 Nud = 58,5894 h = 28,3531 W/m T = 315,25 K Tb2 = 304,7 K 2. Korelasi bilangan Reynold dan laju kecepatan aliran dan bilangan Nusselt Bilangan Reynold berbanding lurus dengan laju kecepatan aliran,jadi semakin besar bilangan Reynold maka laju kecepatan aliran juga semakin besar,dengan batasan: Re ≤ 2300 Aliran laminar Re ≥ 2300 Aliran turbulen Bilangan Reynold juga berbanding lurus dengan bilangan Nusselt yang menggambarkan karakteristik dari aliran tersebut. 3. Perpindahan panas didalam saluran pipa,dari percobaan diketahui bahwa panas mengalir pada kawat filamen, dengan bantuan blower panas berpindah dari pangkal pipa menuju ujung pipa hingga pada kondisi steady. 4. Dari percobaan diketahui bahwa koefisien perpindahan panas dapat memperangarui laju aliran,serta mempengaruhi temperatur udara keluarnya,sehungga perlu ditentukan terlebih dahulu konfigurasi yang baik untuk mendesain suatu heat ex-changer. 4.4.2. Saran 1. Pengisolasian dengan asbes/gips harus tebal, agar tidak terjadi retak sehingga kalor tidak menyebar ke luar samping pipa. 2. Praktikan dalam mengambil data percobaan sebaiknya teliti dan tidak terburuburu agar data yang diperoleh akurat. 3. Dalam percobaan konveksi paksa sebaiknya sensor yang dipasang lebih peka terhadap perubahan suhu.