penyakit arteri perifer pada diabetes mellitus

advertisement
Tinjauan Pustaka
PENYAKIT ARTERI PERIFER PADA DIABETES MELLITUS
Andree Kurniawanl
t
Internal Medicine, School of Medicine, Llniversie of Pelita Harapan,
Siloam General Ho spital, Karawaci, Tang eran g, Bante n
ABSTRACT
Diabetes mellitus, the chronic progressive disease is still a major health problem in
Indonesia. One of chronic complication of diabetes was atherosclerosis macro
vascular complication. Patient with diabetes mellitus has an equal risk as previously
acute coronary syndrome patient. Diabetes patient had a more dffise and multi
vessel atherosclerosis plaque than other patient. The most common etiology of
peripheral artery disease beside atherosclerosis is emboli from cardiac. The natural
history of peripheral artery disease is quite silent in diabetic because of neuropathy
micro vascwlar complication. The screening of peripheral artery disease in diabetic
patient should be started.from 40 year old every year if there is no finding. Diagnosis
peripheral artery disease almost the same with general population, though ankle
brachial index frequently found more than I .3 because of vascwlar stiffness. The other
modality should be done to diagnosing peripheral artery disease in diabetic patient.
The management need extensive cardiovascular risk assessment, swpportive therapy,
pharmacology such as antiplatelet therapy, anticoagulant, vasodilators, and surgery.
The most important thing is tight blood glucose control based on other diabetes
guidelines.
Keyword: diabetes - peripheral artery disease
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes mellitus dapat menyebabkan komplikasi
kronik terhadap makrovaskuler yang ditandai adanya plak aterosklerosis. Diabetes
mellitus memiliki risiko setara dengan riwayat kejadian penyakit jantung koroner
sebelumnya. Lesi aterosklerosis pada diabetes mellitus melibatkan banyak pembuluh
darah dan sifatnya difus. Etiologi penyakit arteri perifer selain aterosklerosis yang
terbanyak adanya emboli yang berasal dari jantung. Perjalanan penyakit arteri perifer
pada diabetes mellitus sering asimptomatik karena bersamaan dengan komplikasi
mikrovakuler berupa neuropati. Pasien dengan diabetes mellitus memerlukan
penapisan penyakit arten perifer pada usia yang lebih dini dari populasi umumnya,
yaitu sejak usia 40 tahun. Diagnosis penyakit arteri perifer tidak banyak berbeda
daripada yang bukan diabetes, namun acapkali nilai indeks akle dan brakial diatas 1,3
akibat dari kekakuan dari pembuluh darah sehingga memerlukan modalitas
pemeriksaan lain yang lebih spesifik. Tatalaksananya memerlukan evaluasi seluruh
risiko kardiovakuler, terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi dan operasi.
Dan yang terpenting adalah kontrol gula darah secara ketat sesuai dengan panduan
diabetes yang telah ada.
Kata kunci: diabetes - penyakit arteri perifer
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
13
PENYAKIT ARTERI PERIFER
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan suatu
penyakit menahun yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia terutama di kota-kota besar,
meningkat seiring dengan perubahan pola
hidup masyarakat.. Di Jakarta, penelitian
epidemiologis pada penduduk yang
dilakukan pada tahun 1982 mendapatkan
prevalensi DM usia > 15 tahun sebesar
l,J%o dan pada penelitian tahun 1993
meningkat menjadi 5,77o. Jika tidak
dikelola dengan baik DM
dapat
mengakibatkan komplikasi kronik, baik
komplikasi mikrovaskuler yang dapat
mengenai mata dan ginjal, maupun
komplikasi makrovaskuler yang terutama
mengenai pembuluh darah jantung, otak
dan pembuluh darah tungkai bawah.l
Definisi penyakit artefi perifer (PAD)
menurut kriteria American College of
Cardiology (ACC) 2005 adalah semua
penyakit yang mencakup sindroma arterial
non koroner yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsi arteri yang
memperdarahi otak, organ viseral, dan
keempat ekstremitas. PAD merujuk pada
proses aterosklerosis dan tromboemboli
yang mengenai aorta, cabang arteri
visceral, dan arteri-arteri pada ekstremitas
bawah.2
Dibandingkan dengan prevalensi yang
bervariasi dari 4Vo sampai 20Vo pada
populasi umum, pasien dengan diabetes
terdapat peningkatan
prevalensi,
dilaporkan hingga 307o pada beberapa
studi.
Kebanyakan studi-studi prevalensi PAD
pada orang dengan diabetes
dengan diabetes amat terbatas. Satu studi
di India menemukan hanya 67o pada
mereka dengan diabetes terdapat PAD.
Diantara populasi China dengan diabetes,
prevalensi PAD telah dilaporkan
bervariasi dari 6Vo sampai 107o. Pada
suatu studi yang dilakukan
pada usia diatas
40 tahun adalah
aterosklerosis. Insiden tertinggi muncul
pada dekade keenam dan ketujuh.
Prevalensi penyakit aterosklerosis perifer
meningkat pada kasus dengan diabetes
mellitus, hiperkolesterolemia, hipertensi,
hiperhomositeinemia dan perokok. I
Penyakit arteri perifer adalah manifestasi
aterosklerosis
dan berkaitan
dengan
oleh
Tavintharan dkk mendapatkan prevalensi
PAD pada populasi melayu asia dengan
diabetes 10,47o. Pada studi yang sama
yang dilakukan oleh Tavintharan dkk juga
menemukan beberapa faktor risiko yang
berkaitan dengan PAD pada populasi
melayu Asia yaitu usia lanjut (OR1.05),
jenis kelamin wanita (OR 1.28), riwayat
infark miokard (OR 3.69) dan stroke (OR
3.06).
Penyakit arteri perifer pada
diabetes
mellitus merupakan salah satu faktor yang
saling terkait dengan faktor yang lain yaitu
neuropati dan infeksi yang berpengaruh
pada terjadinya ulkus atau
Penyebab terbanyak penyakit oklusi arteri
telah
dilakukan pada populasi kaukasia. Data
berbasis populasi PAD pada populasi Asia
gangrene
diabetes. Faktor vaskuler juga dipengaruhi
oleh tekanan darah, pengendalian glukosa
darah, umur dan derajatkegtatan jasmani.
Diperkirakan pada tahun 2020 akan ada
tujuh juta pasien DM yang harus dikelola
di seluruh Indonesia. Dengan demikian
penyulit kronik DM, diantaranya penyakit
arteri perifer akan mejadi beban yang
sangat besar untuk dipikul dan perlunya
tatalaksana lebih lanjut.
peningkatan risiko penyakit afieri koroner
dan stroke.
Andree Kurniawan
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine,
University of Pelita Harapan, Siloam General Hospital,
Jl. Boulevard Jendral Sudirman (near
Siloam
hospital), Karawaci, Tangerang, Banten
15811
Indonesia Phone: +62-21-54210130 Ext: 3411
Facsimile: +62- 2l- 54210133,
Email : andree.kurniawan @ uph.edu
14
PATOFISIOLOGI
ATEROSKLEROSIS PADA
DIABETES MELITUS
Aterosklerosis adalah proses yang
kompleks yang meliputi disfungsi endotel,
gangguan lipid aktivasi platelet, trombosis,
stress oksidatif, aktivasi
otot
polos
vascular, perubahan metabolisme matriks,
remodeling, dan faktor
U
genetik.
NIVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol.4 No.
Akhir-akhir
3 Juni 2013 - September
ini ini peran inflamasi
pada
pada semua tahap perkembangan
aterosklerosis telah
diketahui.
Aterosklerosis sering terjadi pada
bifurkasio dan percabangan dimana secira
alami mekanisme ateroprotektif terganggu
sebagai akibat dari efek terganggunya
aliran pada sel endotel. Faktor risiko
seperti peningkatan usia, diabetes mellitus,
merokok, peningkatan kolesterol total dan
LDL, dan hipertensi memainkan peran
penting pada inisiasi dan akselerasi proses
tersebut.
Mekanisme terjadinya aterosklerosis sama
seperti yang terjadi pada artert koronaria.
Lesi
segmental yang menyebabkan
stenosis atau oklusi biasanya terjadi pada
pembuluh darah berukuran besar atau
sedang. Lokasi yang terkena terutama
pada aorta abdominalis dan afierl iliaka
(30Vo dari pasien yang bergejala), arteri
2013
Heart Study, Crtrdiovascular Health study,
PARTNERS program, NHANES, dan
ARIC studi, faktor risiko mayor untuk
PAD adalah usia lanjut, merokok
tembakau, diabetes melitus, dislipidemia,
dan hipertensi. Diantara faktor tersebut,
merokok tembakau dan diabetes melitus
adalah faktor risiko yang
dapat
dimodifikasi yang menempatkan pasien
padarisiko tinggi untuk PAD.E
Pasien yang berisiko terkena PAD pada
ekstremitas bawah adalah orang dengan
usia > 70 tahun, usia 50-69 tahun dengan
riwayat merokok atau diabetes, usra 40-49
tahun dengan diabetes dan paling sedikit
satu faktor risiko aterosklerosis. Selain itu
pasien dengan gejala tungkai sugestif
untuk klaudikasio dengan aktivitas atau
nyeri iskemi saat istirahat, kelainan
pemeriksaan nadi ekstremitas bawah,
femoralis dan poplitea (80-907o), termasuk
diketahui aterosklerosis pada tempat lain
seperti di penyakit arteri koroner, katotis
arteri tibialis dan peroneal
atau renal.
(40-50Vo).
Proses aterosklerosis lebih sering terjadi
pada
percabangan arterr dimana
turbulensinya meningkat dan terjadi
kerusakan tunika intima. Pembuluh darah
distal lebih sering terjadi pada pasien usia
lanjut dan diabetes melitus"r
DIABETES MELITUS SEBAGAI
FAKTOR RISIKO
Diabetes melitus menyebabkan 1,5 -4 kali
peningkatan risiko berkembangnya PAD
Secara patologi, stadium aterosklerosis
dibagi menjadi inisiasi lesi, pembentukan
frtty streak, perkembangan ateroma
fibroproliferatif, dan perkembangan lesi
lanjut. Lesi awal akibat dari disfungsi
endotel, sementara itu fatty streak adalah
lesi inflamasi yang muncul awal
melibatkan intima arteri dan mengarah
pada pembentukan sel busa. Fatty steak
terdiri dari sel otot polos, monosit,
makrofag dan sel T dan B. Ateroma
firoproliferatif berasal dari fatty streak,
mengandung sejumlah besar sel otot polos
yang dipenuhi oleh lipid. Lesi lanjut
terdapat banyak sel dan mengandung sel
dinding vaskular intrinsik (sel endotel dan
sel otot polos) dan sel inflamasi (monosit,
makrofag, dan limfosit T) dengan inti lipid
yang diliputi olehfibrors cap.o
simptomatik dan asimptomatik dan
berkaitan dengan peningkatan risiko
kejadian kardiovaskular dan mortalitas
awal diantara mereka dengan PAD.8
Pada studi Framingh am, 2O7o pasien yang
bergejala dengan PAD dilaporkan
memiliki diabetes. Pada laporan
NHANES , yang menggunakan ABI untuk
mendiagnosis PAD , 26Vo subyek dengan
PAD memiliki diabetes, sementara pada
studi Edinburg yang
menggunakan
kuesioner WHO atau ABI kurang dari 0,9;
prevalensi PAD lebih tinggi pada individu
dengan diabetes atau terganggunya
toleransi glukosa (20,67o) daripada mereka
dengan toleransi glukosa normil (l2,5Vo).8
Pada pasien dengan diabetes, prevalensi
dan besarnya PAD juga muncul berkaitan
FAKTOR RISIKO
dengan umur individu dan lama dan
Faktor risiko tradisional untuk PAD mirip
beratnya diabetes. Diabetes adalah faktor
risiko yang kuat untuk PAD pada wanita
daripada pria dan prevalensi PAD lebih
dengan hal-hal yang
menyebabkan
aterosklerosis pada karotis, coroner dan
vaskular bed lainnya. Pada Framingham
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
tinggi pada African Americans
dan
Hispanics dengan diabetes daripada non-
15
PENYAKIT ARTERI PERIFER
hispanic whites dengan
diabetes.
Keterkendalian diabetes memainkan peran
penting pada perkembangan PAD.
Terdapat peningkatan risiko sebesar 28Vo
risiko PAD untuk setiap point persentase
peningkatan HbAlc dan beratnya PAD
berkaitan dengan lamanya hiperglikemia
dan kontrol glikemia.
Diabetes amat berkaitan kuat dengan
penyakit oklusif pada arten tibia. Pasien
dengan PAD dan diabetes lebih sering
terdapat mikroangiopati atau neuropati dan
terganggunya penyembuhan luka daripada
dengan mereka dengan PAD saja. Karena
neuropati diabetik sering menutupi gejala
PAD, PAD lebih sering tidak bergejala
pada diabetes, sehingga berakibat PAD
cenderung muncul lebih lanjut dan lebih
berat serta bentuk progresif cepat pada
diabetes dari pada yang bukan diabetes.
Pasien PAD yang memiliki diabetes juga
terdapat risiko tinggi untuk ulkus iskemik
dan gangren.
Diabetes dipercaya berperan
diabetes melitus yang terbanyak adalah
lesi arterosklerosis. Trombosis
karena
arteri sering terjadi pada segemen
arterosklerosis
yang menjepit
dan
perdarahan di dalam plak.
GAMBARAN KLINIS
Perjalanan
klinis pasien dengan PAD
dapat berupa asimptomatik (20-50 persen),
gejala tungkai yang tidak spesifik (4050Vo), dengan gejala tungkai klasik yaitu
intermiten klaudikasio (10-35Vo), dan
critical limb ischemia (l-ZVo). Semua
orang dengan PAD berhadapan dengan
risiko gejala iskemi tungkai yang progresif
dan risiko kejadian kardiovaskular yang
tinggi dalam waktu dekat dan penin gkatan
mortalitas. Kejadian tersebut lebih jelas
pada individu dengan klaudikasio atau
critical limb iskemi.
pada
peningkatan risiko PAD untuk sejumlah
alasan. Orang dengan diabetes lebih
ANAMNESIS
mungkin memiliki faktor risiko tambahan
penggunaan tembakau,
Kurang dan 507o pasien dengan penyakit
arteri perifer bergejala, mulai dari cara
berjalan yang lambat atau berat, bahkan
sering kali tidak terdiagnosis karena
gejalanya tidak khas. Gejala klinis yang
sering didapatkan adalah klaudikasio
intermiten pada tungkai yang ditandai
dengan rasa pegal, nyeri, kram otot, atau
rasa lelah otot. Biasanya timbul sewaktu
melakukan aktifitas dan berkurang setelah
istirahat.
PAD seperti
peningkatan tekanan darah,
dan
peningkatan trigliserida, kolesterol, dan
lipid darah lainnya. Selain itu juga terdapat
inflamasi vaskular, disfungsi sel endotel
dan kelainan pada sel otot polos vaskular.
Juga diabetes berkaitan
dengan
dan
peningkatan agregasi trombosit
gangguan fungsi fibrinolitik.
ETIOLOGI
Kira-kira 257o kasus iskemia
akut
disebabkan oleh emboli. Sumber emboli
biasanya dapat diketahui. Emboli dapat
berasal dari jantung dan bukan jantung.
oklusi arterial akut yang
disebabkan karena jantung adalah fibrilasi
Penyebab
atrium, penyakit jantung katub (penyakit
jantung reumatik atau endokarditis), infark
miokard (dengan atau tanpa aneurima
ventrikel). Emboli juga dapat jrga berasal
dari pembuluh darah arteri perifer seperti
lesi ulkus aterosklerosis, aneurisma (aorta,
iliaka, femoral, poplitea, subklavia,
aksilaris).
16
Penyebab terbanyak kedua penyakit arteri
iskemi akut adalah trombus. Pada pasien
Lokasi klaudikasio terjadi pada distal dari
tempat lesi penyempitan atau sumbatan.
Klaudikasio pada daerah betis timbul pada
penyempitan pembuluh darah daerah
femoral dan poplitea. Keluhan lebih sering
terjadi pada tungkai bawah dibandingkan
dengan tungkai atas. Gejala lain seperti
nyeri pada saat istirahat dan dingin pada
kaki yang sering muncul pada malam hari
ketika pasien sedang tidur dan membaik
setelah posisi dirubah. Pada iskemi yang
berat, nyeri sering kali menetap walaupun
sedang istirahat. Setiap pasien dengan
kecurigaan PAD seharusnya di review
sistem vaskular dan riwayat keluarga yang
meliputi hal-hal tersebut.
UN
IVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol. 4 No.
.
3 Juni 2013 - September
Setiap keterbatasan aktivitas pada otot
ekstremitas bawah atau setiap riwayat
gangguan berjalan.
.
Palpasi nadi di brachial, radial, ulnar,
femoral, poplitea, dorsalis pedis, dan
tibia posterior. Pengukuran tes allen
untuk mengetahui perfusi ke tangan.
.
Auskultasi kedua arteri femoralis
Karateristik
keterbatan dapat digambarkan sebagai
fattg, rasa ditusuk, baal, atau nyeri.
Tempat utama rasa tidak nyaman di
bokong, paha, betis, kaki, berkaitan
dengan rasa tidak nyaman
untuk adanya bruits.
saat
istirahat atau aktivitas.
.
Setiap luka yang sulit menyembuh
atau tidak menyembuh pada tungkai
atau kaki.
.
Setiap nyeri saat istirahat terlokalisasi
di
tungkai atau kaki bawah
o
Intensitas nadi seharusnya dinilai dan
seharusnya drcatat secara numerik
seperti: 0, tidak ada; 1, menurun; 2,
normal; 3, mengeras
.
Alas kaki dan kaus kaki seharusnya
dilepas, kaki diinspeksi, warna, suhu,
dan integritas kulit dan
dan
kaitannya dengan posisi tegak atau
o
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan yang penting pada penyakit
arteri perifer adalah penurunan atau
hilangnya perabaan nadi pada sebelah
distal dari obstruksi, terdengar bruit pada
daerah arteri yang menyempit dan atrofi
otot. Penemuan fisik lain yang sering
didapatkan adalah rambut rontok, kuku
KLASIFIKASI
Fontaine membuat klasifikasi penyakit
arteri perifer menjadi 4 derajat yaitu
derujat 1 tidak bergejala. Derajat IIa sudah
dan
menurun, pucat atau
sianosis. Pada penyempitan yang lebih
berat dapat ditemukan gangren dan ulkus.
Jika tungkai diangkat akan terlihat pucat
pada daerah betis dan telapak kaki. Hal-hal
muncul klaudikasio intermiten dan derajat
IIb tidak ada nyeri, klaudikasio jika pasien
berjalan lebih dari 200 meter. Pada derajat
III muncul nyeri saat pasien beristirahat
dan saat malam hari. Dan pada derajat IV
yang perlu dilakukan bila mendapatkan
pasien dengan kecurigaan akan PAD
.
Penemuan tambahansugestif untuk
PAD berat, termasuk kehilangan
rambut kaki, perubahan kulit tropik,
dan kuku hipertrofik seharusnya dicari
dan dicatat.
kulit menjadi licin
mengkilap, suhu kulit
area
intertriginosa dievaluasi dan adanya
ulkus dicatat
berbaring.
menebal,
2013
sudah muncul nekrosis atat gangrene.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
di kedua
tungkai dan mengetahui adanya
Pengukuran tekanan darah
tabel dibawah ini.
asimetri diantara keduanya.
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Arteri Perifer: Stadium Fontaine dan Rutherford
Fontaine
Stadium
Klinis
I
Asimptomatik
IIa Klaudikasio ringan
IIb Klaudikasio sedang-berat
m
ry
Rutherford
Grade
Nyeri iskemik saat istirahat
Ukus
atau gangren
0
I
I
I
II
m
IV
Klinis
Kategori
0
1
2
J
4
5
6
Asimptomatik
Klaudikasio ringan
Klaudikasio sedang
Klaudikasio berat
Nyeri iskemik saat istirahat
Kehilangan jaringan ringan
ulkus atau gangren
Dikutip dari Barbara Piegel, Elliott M, Antman, Sidney C. Jr. Management of patient with Peripheral Arterial Disease (PAD)
(lower extremity, renal, Mesenteric, and abdominal aortic): A Collaborative Report from the American Association for Vascular
surgery/society for cardiovasculer Angiography and Interventions. Society for vascular Medicine and Biology. Society of
Intemational Radiology. Task force of practice guidelines. ACC/AHA Practice guideline; 2005
U
NIVERSITAS PELITA HARAPAN
17
PENYAKIT ARTERI PERIFER
PEMERIKSAAN NON INVASIF
Jika ada kecurigaan false negatif sebaiknya
dilihat gambaran bentuk gelombang yang
Untuk mendiagnosis penyakit arterr perifer
terekam atau dengan pemeriksaan toe pressure
ABI <0,7. American Diabetes association
merekomendasikan untuk skrining PAD pada
setiap pasien diabetes yang berusia lebih dari
diperlukan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan
ultrasonografi doppler dengan menghitung
ankle brachial index (ABD sangat berguna
untuk mengetahui adanya penyakit arterr
perifer terutama pada pasien yang tidak
ditemukan keluhan klasik klaudikasio.
Hal
50 tahun. Jika normal pemeriksaan dapat
diulang setiap 5 tahun. Pasien diabetes yang
berusia kurang dari 50 tahun diulang setiap 10
tahun.
tersebut terjadi karena penyempitan
terbentuk perlahan-lahan dan sudah terbentuk
kolateral dan untuk mengetahuinya diperlukan
pemeriksaan sistem vaskuler perifer,
pengukuran tekanan darah segmental (pada
setiap ekstremitas), diperiksa ulrasonografi
doppler vaskuler dan diperiksa ABI pada
setiap pasien yang berisiko PAP. Selain itu
dapat diperiksa rekaman volume nadi secara
digital, oksimetri transkutan, stress tes dengan
menggunakan treadmil dan tes hiperemia
reaktif.
Tekanan arteri dapat direkam di sepanjang
tungkai dengan memakai manset
spygmomanometrik dan menggunakan alat
doppler untuk auskultasi atau merekam aliran
darah. Normalnya, tekanan sistolik di semua
ekstremitas sama. Tekanan pada pergelangan
kaki sedikit lebih tinggi dibandingkan
tangan. Jika terjadi stenosis yang
bermakna, tekanan darah sistolik di kaki akan
menurun.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA
Tes treadmil dapat menilai
kemampuan
fungsional secara obyektif. Penurunan rasio
ankle-brachial index segera setelah latihan
mendukung untuk mendiagnsosis PAD,
tentunya disertai dengan keluhan klinis yang
sebanding.
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk menilai
aritmia atat kemungkinan infark lama.
2 dimensi untuk menilai
ukuran ruang jantung, fraksi ejeksi, kelainan
katub, evaluasi gerak dinding ventrikel,
mencari trombus atau tumor, defek septum
atrial.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ultrasonografi abdomen dapat
untuk mencari aneurisma aorta abdomen.
Arteriografi dapat mengetahui dengan jelas
tempat sumbatan dan penyempitan.
ANKLE BRACHIAL INDEX
TATALAKSANA UMUM
Pemeriksaan yang lebih baik diperlukan untuk
menentukan PAD mengingat seringnya gejala
klinis PAD pada diabetes tanpa gejala ataupun
Tatalaksana penyakit arterr perifer pada
diabetes terdiri dari tatalaksana untuk
menurunkan risiko kardiovaskular dan terapi
yang berkaitan dengan PAD. Tatalaksana
untuk menurunkan risiko kardiovaskular
gejala yang tidak jelas yaitu
dengan
pengukuran ABI (ankle brachial index).
Pemeriksaan ini cukup akurat, cepat,
sederhana dan noninvasif.'-
Pemeriksaan ankle brachial index (ABD
mengukur perbandingan tekanan sistolik
eksremitas bawah dengan ekstremitas atas
yang sama. Nilai yang normal antara 0,911,30. Dikatakan obstruksi ringan bila nilai ABI
0,70-0,90; obstruksi sedang 0,,40-0,69
obstruksi berat :0,4 dan gangguan kompresi
bila ABI > 1,30.''
Harus diwaspadai jika ABI >1,30
kemungkinan false negatif (gangguan
kompresi) oleh karena kalsifikasi medial arteri
sehingga arteri lebih kaku.
18
adalah terapi seumur hidup
seharusnya
meliputi modifikasi atau eliminasi faktor risiko
aterosklerosis seperti meokok tembakau,
diabetes melitus, dislipidemia, dan hipertensi
serta promosi aktivitas sehari-hari
dan
penggrnaan diet nonaterogenik.2'l3
Pendekatan terapi untuk menurunkan risiko
kardiovaskular pada pasien diabetes meliputi
edukasi kepada pasien mengenai kontrol
metabolik dengan tekanan darah,
terapi
obat,
pemeriksaan gula darah mandiri, kontrol gula
modifikasi gaya hidup selain
darah dengan nilai HbAlc mendekati 6,5Vo
yang dapat menurunkan risiko komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular.
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol.4 No.
3 Juni 2013 - September
Semua pasien dengan diabetes melitus tipe 2
dan penyakit cardiovascular direkomendasikan
pengobatan dengan aspirin dosis rendah.
Pasien diabetes dengan penyakit vaskular
perifer, terapi dengan clopidogrel atau LMWH
dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus.
TATALAKSANA PAD
Terapi yang berkaitan dengan PAD meliputi
terapi suportif, farmakologis, intervensi non
operasi dan operasi. Terapi suportif meliputi
perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih
dan lembab dengan memberikan krim
pelembab. Memakai sandal dan sepatu dengan
ukuran yang sesuai dan dari bahan sintetis
yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat
elastik karena mengurangi aliran darah ke
kulit.l'7
Latihan fisik merupakan pengobatan yang
paling efektif. Hal tersebut dibuktikan pada
lebih dari 20 penelitian. Latihan tisik
meningkatkan jarak tempuh hingga terjadinya
klaudikasio intermiten. Setiap latihan fisik
berupa jalan kaki kira-kira selama 30-45 menit
atau sampai mendekati rasa nyeri maksimal.
Program ini dilakukan selama 6-12 bulan. Hal
ini disebabkan karena peningkatan aliran darah
kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel,
respon inflamasi, metabolisme muskuloskletal
dan oksigenasi jaringan lebih baik
2013
sebagai terapi antiplatelet untuk mengurangi
risiko MI, stroke, atau kematian vaskular pada
pasien dengan aterosklerosis penyakit arteri
perifer ekstremitas bawah (tingkat
pembuktian: A); dan clopidogrel (75 mg per
hari) dianjurkan, efektif sebagai pengobatan
alternatif pengganti antiplatelet aspirin untuk
mengurangi risiko MI, stroke, atau kematian
vaskular pada pasien dengan aterosklerosis
penyakit arteri perifer ekstremitas bawah
(tingkat pembuktian: B).
Rekomendasi terapi untuk klaudikasio adalah
cilostazol (100 mg oral 2 kali per hari)
indikasinya sebagai terapi yang efektif untuk
memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak
tempuh pasien dengan penyakit arteri perifer
ekstremitas bawah dan penyakit klaudikasio
intermiten (dengan syarat tidak ada gagal
jantung) (tingkat pembuktian: A). Terapi
percobaan dengan cilostazol
harus
dipertimbangkan pada pasien dengan keluhan
klaudikasio yang menetap (dengan syarat tidak
ada gagal jantung) (tingkat pembuktian: A).
Pentoksifilin (400 mg 3 kali per hari) dapat
dipertimbangkan sebagai pengobatan alternatif
tahap kedua setelah cilostazol digunakan untuk
meningkatkan jarak tempuh pasien dengan
klaudikasio (tingkat pembuktian: A).
Efektifitas klinis pentoksifilin sebagai terapi
untuk klaudikasio adalah marjinal dan belum
mapan (tingkat pembuktian: C).
dengan
perbaikan viskositas darah.
TERAPI INTER\TENSI
TERAPI FARMAKOLOGIS
Terapi farmakologi dapat diberikan aspirin,
klopidogrel, pentoksifilin, cilostazol
dan
tiklopidin. Obat-obat tersebut dalam penelitian
dapat memperbaiki jarang berjalan dan
mengurangi penyempitan. Pengelolaan faktor
risiko seperti menghilangkan kebiasaan
merokok, mengatasi diabetes melitus,
hiperlipidemia,
hiperhomositeinemia dengan baik.
hipertensi,
Terapi intervensi pada kasus kaki diabetes
harus segera dilakukan atas indikasi penyakit
arten perifer yang berat dengan keluhan yang
disertai ulkus yang tak kunjung sembuh, atau
pada critical limb ischemia. Pilihan terapi
intervensi yang dapat dilakukan adalah
dengan cara operasi bypass atau intervensi
perkutan yang dikenal sebagai percutaneus
transluminal intervention (PTA) atau disebut
juga terapi endovaskuler.
1'7
Rekomendasi penggunaan antiplatelet dan anti
trombotik pada PAD menurut ACC/AHA
2005; untuk kelas I, terapi antiplatelet
ditujukan untuk mengurangi risiko infark
miokard, stroke, atau kematran vaskular pada
pasien dengan aterosklerosis penyakit arteri
perifer ekstremitas bawah (tingkat
pembuktian: A); Aspirin, dalam dosis harian
7 5-325 mg dianjurkan, aman dan efektif
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Pemilihan terapi revaskularisasi operasi atau
endovaskuler tergantung dari hasil gambaran
arteriografi. Beberapa
hal yang
harus
diperhatikan antara lain luas atau panjangnya
lesi dan derajat beratnya lesi stenosis, oklusi
total atau tidak, dan lokasinya di proksimal
atau distal. Selain itu juga dipertimbangkan
adanya komorbid yang menyertai seperti
penyakit jantung, paru dan gangguan fungsi
ginjal.
19
PENYAKIT ARTERI PERIFER
KESIMPULAN
Diabetes melitus masih merupakan problem
di dunia dan khususnya
di Indonesia karena prevalensinya terus
kesehatan masyarakat
meningkat. Seiring dengan
peningkatan
prevalensi diabetes melitus, komplikasi akibat
dari diabetes melitus baik makrovaskular dan
mikrovaskuler akan terus meningkat. PAD
merupakan salah satu
komplikasi
makrovaskuler selain penyakit arteri koroner
dan stroke. Manifestasi klinis PAD
pada
pada populasi ini sering terlambat dan datang
dalam kondisi yang lebih berat. Anamnesis
dan pemeriksaan yang lebih teliti dan seksama
perlu diterapkan pada setiap pasien diabetes
melitus sejak awal terdiagnosis. Pemeriksaan
penunjang relatif sama dengan pasien yang
bukan DM.
PAD dengan diabetes,
selain tatalaksana medikamentosa dan
Tatalaksana pasien
intervensi yang relatif sama dengan populasi
bukan DM, perlu, diperhatikan tatalaksana
pasien DM sering kali tidak khas karena sering
khusus dalam menurunkan
disertai adanya komplikasi mikrovaskuler
seperti neuropati yang membuat diagnosis
kardiovaskular.
risiko
DAFTAR PUSTAKA
1. Antono D. Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit arteri perifer pada penyakit diabetes melitus.
Dalam: Alwi
I,
Nasution SA, Ranitya R, editor. Prosiding simposium Pendekatan Holistik
kardiovaskuler VII. Jakarta: Pusat penerbitan IPD. 2008 .p.4-12
2.
Barbara Piegel, Elliott M, Antman, Sidney C. Jr. Management of patient with Peripheral Arterial
Disease (PAD) (lower extremity, renal, Mesenteric, and abdominal aortic): A Collaborative
Report from the American Association for Vascular surgery/society for cardiovasculer
Angiography and Interventions. Society for vascular Medicine and Biology. Society of
International Radiology. Task force of practice guidelines. ACC/AHA Practice guideline;2005
3.
Premalatha, G, Shanthirani, S, Deepa, R, Markovttz, J, Mohan, V (2000) Prevalence and risk
factors of peripheral vascular disease in a selected South Indian population: the Chennai Urban
Population Study. Diabetes Care 2000; 23: 1295-1300.
4.
Tavintharan S, Cheung N, Lim SC, Tay W, Shankar A, Tai ES, dan Wong TY. Prevalence and
risk factors for peripheral artery disease in an Asian population with diabetes. Diab Vasc Dis Res
2009;6:80:80-6
5.
Thomas, GN, Critchley, JA, Tomlinsotr, B, Cockram, CS, Chan, JC. Peripheral vascular disease
drabetic Chinese patients: associations with metabolic indices, concomitant vascular
disease and genetic factors. Diabet Med 2003;20: 988-95.
in Type 2
6.
Tseng, CH. Prevalence and risk factors of peripheral arterial obstructive disease
type 2 diabetic patients. Angiology 2003;54: 331-38.
7.
Antono D. Penggunaan clopidogrel pada penyakit arteri perifer. Dalam: Alwi I, Nasution SA,
Ranitya R, editor. Prosiding simposium Pendekatan Holistik kardiovaskuler VIII. Jakarta: Pusat
penerbitan IPD. 2009 .p .95 -104
8.
Bartholomew JR, Olin JW. Pathophysiology of peripheral arterial disease and risk factors for its
development. Cleveland clinical journal of medicine 2006;73;4: 58-14
9.
Mohler ER, Clement DL. Clinical features, diagnosis, and natural history
peripheral arterial disease. 2008. uptodate 16.3
10. Ouriel, K. Peripheral arterial disease. Lancet 2001; 358:1257
11. Wang, JC, Criqui,
in
Taiwanese
of lower extremity
.
MH, Denenberg, JO, et al. Exertional leg pain in patients with and without
peripheral arterial disease. Circulation 2005; ll2:3501.
20
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol. 4 No.
3 Juni 201t - september
2019
12. McDermott, MM, Liu, K, Greenland, P, et al. Functional decline in peripheral artenal disease:
associations with the ankle brachial index and leg symptoms. JAMA 2004;292:453.
13. ADA. Standards of Medical care in Diabetes 2010.Diabetes care2OIO;33;L:S11-61
14. The task force on Diabetes and cardiovascular diseases of the European Society of cardiology
(ESC) and of the European Association for the study of Diabetes (EASD). Guidelines on diabetes,
pre-diabetes and cardiovascular diseases . 2007
15. Task Force on Practice guidelines (sirolismus-eluting versus bare stents after Suboptimal
Infrapopliteal Angioplasty for Critical Lim Ischemia). J Endovasc Ther. 2007 ;I :OL
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
21
Download