Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran

advertisement
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah
Geology of Spreading Arc Paleovolcano:
Case Study in Morowali, Central Sulawesi
Sri Mulyaningsih
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains dan Teknologi AKPRIND
Jln. Kalisahak No. 28 Yogyakarta, Indonesia
Corresponding Author: [email protected]
Diterima: 3 Januari 2014, revisi: 10 Februari 2014, disetujui: 20 Maret 2014
SARI
Daerah Morowali - Sulawesi Tengah merupakan wilayah dengan litologi yang tersusun oleh batuan
beku ultrabasa, batugamping, batupasir, dan batulempung. Di permukaan, sebagian besar batuan
ultrabasa tersebut telah lapuk membentuk laterit nikel, dan sebagian yang lain tertutup oleh batuan
sedimen, yaitu batugamping, batupasir, dan batulempung. Batuan beku ultrabasa tersebut terdiri atas
basal, peridotit, gabro, dan dunit; beberapa di antaranya telah termetamorfkan membentuk serpentinit.
Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan informasi keberadaan gunung api busur pemekaran
dan interpretasi fasies pusat-pusatnya di daerah penelitian, sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk
mengetahui potensi terbesar laterit nikel di wilayah ini. Metodologi penelitiannya adalah pemetaan
geologi permukaan dan bawah permukaan, yang didukung oleh data geokimia batuan. Dari utara
(seputar pantai) ke selatan, geomorfologi daerah penelitian terdiri atas dataran landai dengan litologi
dari bawah ke atas adalah basal, batupasir, dan batulempung; perbukitan bergelombang lemah dengan
litologi dari tua ke muda adalah basal dan batupasir; dan perbukitan bergelombang sedang sampai kuat
dengan litologi peridotit, gabro, dunit, harzburgit, dan serpentinit yang sebagian besar tertutup oleh
batugamping. Struktur geologi yang berkembang adalah sesar mendatar, sesar transform, dan beberapa
sesar naik. Secara genesis, kondisi geologi tersebut dibentuk oleh aktivitas gunung api punggungan
tengah samudra (MORB),yang telah mengalami tektonika secara kompleks dan berulang-ulang.
Kata kunci: batuan ultrabasa, geologi, gunung api purba, dan MORB
ABSTRACT
Morowali area, Central Sulawesi, is a region with lithology composed of ultrabasic igneous rocks,
limestones, sandstones, and mudstones. On the surface, most of the ultrabasic rocks have been weathered to form nickel laterite, and others are covered by sedimentary rocks namely limestone, sandstone,
and mudstone. The ultrabasic igneous rocks are composed of basalt, peridotite, gabbro, and dunite,
some of them are metamorphized to become serpentinite. This paper was prepared with the purpose
of giving information, where volcanoes of spreading arc and interpretations of their central facies
in the studied area occured. Thus, it can be used as a basis to determine the greatest potential nickel
laterite in the region. The research methodology is surface and subsurface geological mapping, which
is supported by geochemical data. From the north (around the coast) to the south, geomorphology
of the area consists of gently sloping plains with lithologies from the bottom to the top are basalt,
sandstone, and mudstone; weak undulating hills with lithologies from the bottom to the top are basalt and sandstone, and moderate to strong undulating hills with lithologies are peridotite, gabbro,
dunite, harzburgite, and serpentinite that are mostly covered by limestones. Geological structures are
1
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
horizontally (transform) faults and some reverse faults. In genesis, geological conditions are shaped
by volcanic activity of the ocean ridge (MORB), which has been efectively tectonized.
Keywords: ultrabasic rocks, geology, paleo volcano, MORB
PENDAHULUAN
Daerah penelitian terletak di Desa Lalemo
(3,14662214 oLS dan 122,4272843°BT)
dan Desa Lamontoli (3,1424075°LS dan
122,4015481°BT) Kecamatan Kaleroang
dan Kecamatan Bungku Selatan di batas timur; dan Desa Culambatu (Lamonae I), Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara (3,1657181°LS dan
122,2985513°BT) dan Desa Matarape, Kecamatan Menui Kepulauan (3,1903993°LS
dan 122,330137°BT) di batas barat. Seluruh
daerah penelitian terletak di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar
1).
Daerah penelitian dikenal sangat luas
memiliki sumber daya alam berupa laterit
nikel, soil hasil pelapukan batuan ultrabasa,
sebagaimana yang dapat dijumpai di Sorowako (Sulawesi Tengah). Ketebalan laterit
nikel di daerah penelitian bervariasi dari
1
o
118o30' 119o
0,3 - 8 m, dengan ketebalan rata-rata sekitar
4 m. Kandungan nikel dalam laterit juga
bervariasi dari 0,03 % hingga 1,9 %, lebih
rendah dibandingkan dengan di Kecamatan
Sorowako, yang mencapai 2,4% (Harju,
1979, dalam Edwards dan Atkinson, 1986).
Kandungan nikel terbesar dijumpai pada sisi
selatan - tenggara daerah penelitian yang termasuk ke dalam cakupan wilayah Konawe
Utara. Kerentanan daerah dan keberadaan
laterit nikel di daerah penelitian tersebut
tidak lepas dari kondisi geologinya.
Secara geologis, litologi daerah penelitian
tersusun atas batuan ultrabasa yang oleh beberapa peneliti sebelumnya dikelompokkan
ke dalam seri batuan ofiolit berumur Kapur
(van Leeuwen dkk., 1994). Batuan ultrabasa
terdiri atas basal, peridotit, harsburgit, dunit,
gabro, dan serpentinit, di atasnya ditindih
oleh kelompok batugamping klastika dan
non-klastika yang berumur Oligosen, serta
batuan sedimen klastika, yaitu batupasir,
124o30'
126o30'
U
BT
2o30'
Daerah penelitian
5o7LS
6oLS
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.
2
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (S. Mulyaningsih)
batulempung, dan konglomerat. Geomorfologinya dicirikan oleh perbukitan kars di
bagian tenggara-selatan, bergelombang kuat
di bagian tengah-barat, sedang sampai lemah
hingga dataran serta ber-rawa di sisi utara
(dekat pantai). Ketinggian daerah berada
pada 15 m dpl. sampai 660 m dpl., kemiringan lereng 5o di dekat pantai sampai 45o di
daerah bagian selatan-tenggara, dengan kemiringan lereng rata-rata 5 - 25o. Keberadaan
batuan ofiolit dan kondisi geomorfologi di
daerah penelitian tersebut menarik untuk
dikaji. Daerah penelitian diduga sebagai
pusat gunung api purba bawah laut yang
menghasilkan batuan ofiolit MORB (midoceanic ridge basalt), yang antara lain ditunjukkan oleh ditemukannya peridotit, dunit,
harsburgit, dan serpentinit. Sejalan dengan
perkembangan geologi, daerah ini selanjutnya mengalami pendangkalan, sehingga
terbentuk batuan karbonatan yang menumpang di atas sisa-sisa tubuh gunung api purba
bawah laut tersebut. Wilayah ini telah mengalami tektonisme secara berulang-ulang
hingga kini muncul di permukaan bumi.
Dengan ditemukannya fasies pusat gunung
api bawah laut tersebut, maka eksplorasi
laterit nikel dapat disentralisasikan.
Tidak banyak ahli geologi yang dapat
meyakini bahwa batuan ofiolit, yang pada
awalnya terbentuk dari pemekaran lantai
samudra, dikategorikan sebagai batuan
gunung api, dengan proses geologi yang
membentuknya adalah aktivitas gunung api.
Karena keberadaannya sering berasosiasi
dengan kompleks melange (batuan bancuh),
maka kebanyakan ahli geologi beranggapan
terbentuk murni oleh proses tektonik. Untuk
itulah makalah ini disusun dengan didasarkan pada hasil penelitian geologi di daerah
Morowali-Sulawesi Tengah.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
membuktikan bahwa proses geologi yang
mengontrol pembentukan geologi di daerah
penelitian adalah aktivitas gunung api, me-
ngetahui pusat erupsinya, dan mengetahui
penyebarannya. Pendekatan masalah yang
digunakan adalah “the present is the key to
the past”, mengacu pada gugusan gunung
api tipe perisai yang terbentuk akibat pemekaran lantai samudra di Mid Atlantic Ridge
(MAR) dan pada gugusan gunung api di
Islandia (Schmincke, 2004). Hipotesisnya
adalah zona pusat gunung api dapat ditunjukkan oleh pusat kandungan nikel terbesar pada laterit di wilayah ini yang juga
merupakan zona paling berpotensi terjadi
bencana banjir dan gerakan batuan. Gunung api adalah bukaan atau kaldera tempat
munculnya magma atau gas, atau keduanya
ke permukaan bumi, termasuk kumpulan
material yang dihasilkannya (Bronto, 2010;
Mulyaningsih, 2013). Gunung api terbentuk
secara tektonis dan aktivitasnya dikontrol
oleh proses tektonika (Mulyaningsih, 2013).
Secara tektonis, gunung api dapat dijumpai
pada gugusan cincin api (busur magmatik,
zona pemekaran, seamount, dan back arc
volcanism; Schmincke, 2004).
Metodologi pengumpulan data adalah
melalui pemetaan geologi permukaan dan
bawah permukaan. Data geologi permukaan
didapatkan dari pemetaan geologi di
permukaan, sedangkan data bawah permukaan didapatkan dari pemboran dangkal
kedalaman maksimum 30 m dan dari data tes
paritan. Data geokimia batuan diketahui dari
analisis XRF (X-Ray Fluorescene), yang
didukung oleh data analisis petrografi terhadap beberapa percontoh batuan yang diambil
dari inti bor dan percontoh di permukaan.
Minimnya percontoh batuan di permukaan
yang segar untuk dapat dianalisis geokimia,
maka analisis dilakukan pada kebanyakan
percontoh inti bor.
GEOLOGI REGIONAL
Sulawesi terletak pada pertemuan tiga
lempeng yang saling bertabrakan; yaitu
3
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam,
Lempeng Pasifik yang bergerak relatif
ke barat, dan Lempeng Hindia-Australia
yang bergerak relatif ke utara (Hamilton,
1978, 1979, 1988; dan Katili, 1978, 1989).
Berdasarkan kondisi stratigrafi dan perkembangan tektoniknya, Surono (2011)
membagi Sulawesi menjadi empat mendala
geologi, yaitu Lajur Gunung Api Sulawesi
Barat, Lajur Malihan Sulawesi Tengah,
Lajur Ofiolit Sulawesi Timur, dan Kepingan
Renik Benua. Mengacu pada Surono (2011)
tersebut, daerah penelitian termasuk ke
dalam Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Lebih
lanjut, Surono (2011) berpendapat bahwa
Lajur Malihan Sulawesi Tengah diduga terbentuk karena subduksi pada zaman Kapur;
Lajur Ofiolit Sulawesi Timur merupakan
hasil pemekaran Samudra Pasifik pada zaman Kapur - Eosen; dan kepingan benua
yang tersebar di bagian timur Sulawesi
merupakan pecahan tepi utara Australia.
Dengan demikian, tektonostratigrafi Lajur
Sulawesi Timur terbentuk dalam empat
tahap, yaitu tahap prapemekaran, selama
pemekaran, setelah pemekaran, dan selama orogenesis. Diduga, kompresi akibat
bergeraknya ke-pingan benua di bagian
timur Sulawesi yang berlangsung hingga
sekarang itulah yang membentuk sesar
aktif yang kini ber-kembang, dan yang selanjutnya mengangkat beberapa bagian dari
pulau Sulawesi dan daerah di sekitarnya.
Berdasarkan hasil analisis geokimia terhadap beberapa per-contoh batuan basal
yang diambil dari kompleks ofiolit tersebut,
Surono dan Sukarna (1995) menginterpretasinya sebagai batuan asal punggungan
tengah samudra.
Mengacu pada van Leeuwen dkk. (1994),
daerah penelitian termasuk ke dalam sabuk
metamorfik Sulawesi Tengah (Gambar 2),
yang tersusun atas kompleks sekis Pompangeo dan ofiolit melange. Menurut Kadarusman dkk. (2004) dan van Leeuwen (1981),
4
sabuk ofiolit dari Sulawesi Tengah tersebut
merupakan bagian dari sabuk Ofiolit Sulawesi Timur,yang penyebarannya dimulai
dari lengan timur Sulawesi hingga lengan
selatan Sulawesi. Lebih jauh lagi, menurut
Kadarusman dkk. (2004), ofiolit Sulawesi
Timur ini berasal dari punggungan tengah
samudra (mid-oceanic ridge) dan oceanic
plateau Pasifik berumur Kapur Atas (80 jtl.)
yang teralih-tempatkan, tersesarkan, dan
menumpu menutupi Lempeng Benua Banggai yang ditutupi batuan sedimen gampingan
Formasi Poh berumur Miosen Akhir-Pliosen
(7 - 5 jtl.). Bagian atas runtunan batuan
ofiolit tersebut tertutupi oleh basal yang oleh
Kadarusman dkk. (2004) disebut sebagai
bagian dari batuan vulkanik (Gambar 3).
Menurut Satyana (2013), ofiolit Sulawesi
ini diyakini merupakan hasil obduksi, sebagai akibat benturan mikrokontinen/benua
Banggai dengan Sulawesi bagian timur.
Pada lengan timur Sulawesi terdapat bagian
yang lengkap dari sekuen ofiolit, sedangkan
di beberapa tempat lain litologinya sangat
bervariasi, mulai dari sekuen ultramafik
yang hadir sangat dominan di daerah lengan
tenggara Sulawesi dan Pulau Kabaena, dan
batuan basal vulkanik seperti di daerah
Lamasi. Di beberapa lokasi, terutama di
daerah dekat pantai, batuan metamorf dan
ofiolit tersebut ditutupi oleh batuan karbonat
klastika dan nonklastika yang bervariasi
umurnya, dari Oligosen hingga Pliosen.
HASIL PENELITIAN
Geomorfologi daerah penelitian dicirikan
oleh perbukitan bergelombang lemah
hingga dataran di bagian utara, lemah
hingga sedang di bagian barat dan perbukitan bergelombang kuat di bagian selatan
dan timur-tenggara. Kontrol struktur juga
dijumpai pada geomorfologi bergelombang
kuat, yang dicirikan oleh adanya struktur
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (S. Mulyaningsih)
Busur Gunungapi - Plutonik
Sulawesi Barat dan Utara
U
Singkapan eklogit
Batuan sedimen Kuarter
Batuan vulkanik dan
plutonik Kenozoikum
Singkapan peridotit garnet
Batuan sedimen Tersier
1000
Kompleks Batuan Dasar
Ultramafik dan Metamorfik
Mesozoikum atau lebih muda
Sabuk Metamorfik Sulawesi Tengah
Ofiolit
Palu-Kono
HP Batuan Metamorf
(Sekis Pompangeo)
Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur
Batuan Sedimen Neogen
dan Kuarter
000
1
Regional Daerah
Penelitian
Ofiolit
Sesar Lawanopo
Fragmen Kontinen Tukang Besi
dan Banggai-Sula
100
0
Batuan Dasar Kontinen
dan Penutup
Sesar Kolaka
Bantimala
Batuan Dasar Kontinen
di bawah muka laut
Sesar naik utama
1
100
200 km
Sesar Strike-slip utama
Gunungapi aktif
Gambar 2. Peta geologi regional Sulawesi menurut van Leeuwen dkk. (1994). Daerah penelitian terletak pada
sayap utara Mandala Timur, litologinya merupakan bagian dari sabuk metamorfik Sulawesi Tengah..
b. Kompilasi data stratigrafi dari beberapa lokasi
di Sulawesi Tengah
nt
ak
Kelompok batuan penutup
Terumbu karang Kuarter dan aluvium
Batugamping Tersier dan sedimen klasik
Ba
la
Unconformity
Thickness
K
A
m
pa
na
e
Bo
ba
on
od
al
ol
K
ab
ae
na
So
ro
a
ko
>3 km
Poh Head
>3 km
>7 km
Batuan vulkaniklastik Neogen:
Lava basalt berstruktur bantal ultra basa
Batuan vulkanik:
Lava basalt berstruktur bantal
dan masif (dengan tiga tipe)
Sheeted dike complex: dolerit haluskasar dengan retas basalt
Gabro isotropik: Cpx gabro dengan
retas basalt
Lapisan Gabro: gabro olivin, gabro Cpx
yang terpotong oleh intrusi wehrlit
Kumpulan batuan mafik - ultra mafik:
Periodit, troktolit, wehrlit
Dunit:
Perlapisan Lherzolit dan Harsburgit
dengan retas-retas dunit gabroik dan
piroksenit
ESO Sequences
Po
P
-B agi
un ma
ta na
h
L
C am
om as
pl i
ex
Ba
y
a. Korelasi stratigrafi dari beberapa lokasi di Sulawesi Tengah
kontak sesar
KELOMPOK BATUAN DASAR
Batuan metamorf: (1) komplek melange,
(2) sekis Pompangeo, (3) sedimen klasik
Mezosoikum (F. Latimojong), (4) batuan
karbonat dan klastika paparan Banggai-Sula
Gambar 3. (a) Korelasi stratigrafi dari beberapa lokasi di lengan timur Sulawesi; dan (b) Hasil kompilasi data
stratigrafi dari beberapa lokasi di lengan timur Sulawesi (dimodifikasi dari Kadarusman dkk., 2004).
5
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
sesar transform dan sesar geser sinistral
(Gambar 4).
Didasarkan atas data hasil pemetaan geologi
permukaan, dijumpai batuan beku ultrabasa, yaitu peridotit, dunit, harsburgit, dan
basal yang tersebar di bagian barat laut dan
tengah daerah penelitian (Gambar 5 a,b,c).
Batuan-batuan ultrabasa tersebut tersebar
pada morfologi yang landai hingga bergelombang sedang - kuat. Di bagian tengah
daerah penelitian, pada geomorfologi yang
curam, litologinya tersusun atas batugamping klastika dan nonklastika; sebagian
besar batugamping nonklastika telah mengalami dolomitisasi. Data pemboran inti
menunjukkan bahwa batugamping dijumpai
menumpang tipis di atas basal dan/peridotit
atau dunit, dan serpentinit; ketebalan batugamping berkisar antara 2 - 15 m. Di bagian
timur daerah penelitian dan bagian utara
tersingkap batuan sedimen klastika yang
bersifat silisiklastika, yang terdiri atas batupasir, batulempung/lanau, dan konglomerat.
Dalam batupasir dan konglomerat ditemukan fragmen-fragmen batuan beku ultrabasa
(seperti basal, peridotit, dan serpentinit), dan
batugamping kalkarenit-kalsilutit. Dari data
pemboran, diketahui bahwa batuan silisiklastika dan batugamping klastika tersebut
juga hanya menumpang tipis di atas basal.
Konglomerat dicirikan oleh warna coklat
gelap, sortasi baik, kemas tertutup, bentuk
butir membundar, diameter butir rata-rata
kerikil dengan fragmen tersusun atas basal,
a
b
Gambar 4. Ketampakan geomorfologi di Lamonae yang dicirikan oleh adanya bentukan perbukitan struktur
dengan sesar-sesar mendatar transform; tersusun atas batuan ultrabasa. (a) Sesar - sesar transform yang banyak
berkembang di daerah penelitian; (b) Rekonstruksi tubuh gunungapi perisai pada salah satu gunungapi.
6
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (S. Mulyaningsih)
dicirikan oleh warna coklat gelap hingga
hitam, struktur laminasi. Ketebalan rata-rata
batuan sedimen adalah 0,4 - 7 m.
a
arah aliran
b
c
Gambar 5. Foto singkapan batuan beku di bagian
barat laut dan tengah daerah penelitian. (a) Singkapan
lava basal berstruktur bantal di Lamontoli berwarna abu-abu karena tertutup lumpur; (b) Singkapan
basal masif di Lamontoli, yang diinterpretasi sebagai
retas-retas basal yang berasosiasi dengan peridotit;
(c) Singkapan peridotit berwarna kehijauan di Lalemo.
peridotit dan batugamping; tersebar pada
daerah-daerah rendah (lembah). Batupasir
dicirikan oleh warna hitam hingga coklat
gelap, struktur berlapis silang-siur, di
dalamnya (jarang) dijumpai fragmen litik
basal berukuran kerikil. Batulempung-lanau
Dari data pemboran (hingga kedalaman 30
m) diketahui bahwa sebaran basal, peridotit,
dan lherzolit sangat luas hingga kedalaman
di bawah 30 m. Dunit dijumpai secara setempat, hanya pada daerah-daerah dengan
morfologi yang curam, dan sering berasosiasi dengan serpentinit. Dari data pemboran, peridotit dicirikan oleh warna hitam
keabu-abuan, masif, fanerik halus, tersusun
atas mineral olivin, piroksen klino, dan plagioklas anortit. Dunit dicirikan oleh warna
abu-abu kehijauan, masif, fanerik, tersusun
atas olivin dan piroksen klino. Dalam dunit
sering dijumpai urat-urat kuarsa setebal 0,5
mm hingga 1 cm, sebagian dunit juga telah
terserpentinisasi. Basal dicirikan oleh warna
coklat kehitaman sampai kemerahan, ada
yang berstruktur bantal dan ada yang masif,
afanitik halus. Dari pengamatan petrografi,
basal berstruktur bantal dicirikan oleh tekstur ofitik halus dengan mineral olivin dan
klino piroksen yang dikelilingi oleh plagioklas (anortit) yang sangat halus dan dijumpai
pula mineral-mineral opak dalam persentase yang sangat besar. Basal sebagai retas
dicirikan oleh warna hitam, tekstur ofitik
dengan komposisi mineral olivin berwarna
hijau keemasan hingga kuning keemasan
dan piroksen klino yang dikelilingi oleh plagioklas anortit. Dibandingkan dengan basal
berstruktur bantal, basal ini memiliki tekstur
yang lebih kasar. Gambar 6 menjelaskan
stratigrafi batuan gunung api di daerah penelitian, yang diperoleh dari data permukaan
dan bawah permukaan. Sebagian peridotit,
baik yang tersingkap di permukaan maupun
bawah permukaan, juga telah mengalami alterasi dan dijumpai urat-urat kuarsa selebar
1-3 mm. Di beberapa lokasi secara setempat,
juga dijumpai peridotit yang telah mengalami metamorfisme membentuk serpentinit
(Gambar 5.c). Serpentinit dicirikan oleh
warna abu-abu gelap kehijauan, terfoliasi,
7
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
Konglomerat dengan sebaran tidak merata,fragmen dunit,
basal, peridotit, serpentinit, dan batugamping.
Batupasir, abu-abu gelap kecoklatan, berselingan dengan
breksi dan batulempung lanauan, beberapa bersifat
karbonat (Miosen Awal).
Batugamping non klastik (masif) dan klastik (berlapis)
berumur Oligosen - Miosen Awal, setempat berselingan
dengan tuf hitam dan lava basal.
Tuf, coklat-kehitaman agak kehijauan, berlapis, sering
dijumpai berselingan dengan basal.
Basal, berlapis tipis-tipis (tidak dijumpai di semua lokasi
penelitian).
Basal, berstruktur bantal, sering dijumpai pula basal/dunit
dengan struktur meniang.
Basal dan peridotit dengan struktur meniang, sering juga
dijumpai peridotit dengan struktur meniang lapuk-sangat
lapuk yang di dalamnya terdapat urat kuarsa.
Dunit masif yang sangat tebal (mencapai pada kedalaman
50 m atau lebih), warna hitam masif, kaya akan olivin dan
piroksenit. Sebagian besar di antaranya tersingkap di bagian
selatan daerah penelitian dengan geomorfologi perbukitan
bergelombang sedang sampai kuat; mengandung urat-urat
kuarsa dan sebagian di antaranya telah mengalami
sepentinisasi warna hijau kecoklatan.
Serpentinit (?)
Gambar 6. Penampang stratigrafi di daerah penelitian; kompilasi dari data stratigrafi di beberapa lokasi pengamatan (tanpa skala).
tersusun atas mineral serpentin warna hijau
gelap. Hampir seluruh batuan ultrabasa,
yaitu peridotit, lherzolit, dan harzburgit
yang tersingkap maupun dari data pemboran
berasosiasi dengan basal, baik berupa intrusi
8
retas maupun sebagai lava. Singkapan dunit
di permukaan yang telah lapuk membentuk
soil laterit di daerah penelitian, umumnya
mengandung nikel dengan persentase paling
besar (hingga 1,9 %) dibandingkan dengan
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (S. Mulyaningsih)
batuan ultrabasa yang lain (0,7 - 1,2 %). Hal
itu diduga karena dunit tersusun atas mineral
olivin Fe-Mg yang jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dengan peridotit, lherzolit,
harsburgit ,maupun basal.
Hasil pengukuran stratigrafi, baik yang
didapatkan dari data permukaan maupun
bawah permukaan, dapat dikompilasi dari
bawah ke atas adalah serpentinit dengan
tebal lebih dari 30 m, dunit (sebagian dalam
bentuk dunit lherzolit) yang di bagian
selatan daerah penelitian dapat mencapai
lebih dari 600 m (pada ketinggian 400 - 600
m dpl.), gabro dan peridotit (dalam bentuk
perlapisan dan retas-retas), basal (dalam
bentuk retas dan lava berstruktur bantal),
perlapisan basal, batugamping klastika, dan
batuan sedimen silisiklastika (Gambar 6). Di
atas batuan ofolit secara stratigrafis adalah
batugamping klastika dan nonklastika,
serta batupasir dan konglomerat. Beberapa
batugamping nonklastika telah mengalami
dolomitisasi, sedangkan batugamping
klastika tersusun oleh boundstone dan
packstone, dengan struktur berlapis tebal
perlapisan 40 - 60 cm. Di atas batugamping
adalah batupasir, yang dicirikan oleh warna
coklat hingga abu-abu gelap, kondisi lapuk
sampai sangat lapuk dan secara setempat
dijumpai fragmen batuan beku (peridotit
dan serpentinit). Secara setempat dijumpai
konglomerat, yang dicirikan oleh struktur
masif berlapis (15 - 40 cm), sortasi sedangbaik, kemas tertutup, tersusun atas fragmen
peridotit, dunit, dan batugamping dengan
bentuk butir membundar tanggung. Di beberapa tempat secara lokal juga dijumpai
perlapisan basal dan basal dengan struktur
bantal, dengan luas sebaran secara setempat.
Sebaran litologi di daerah penelitian dapat
dilihat pada Gambar 7.
Penelitian geokimia selanjutnya difokuskan
pada daerah dengan litologi yang didominasi oleh batuan ultrabasa (Tabel 1), serta
beberapa pemboran dangkal untuk menge-
tahui penyebaran batuan ultrabasa secara
vertikal pada litologi batuan sedimen. Dari
data kimia batuan pada daerah penelitian,
rata-rata dunit memiliki kandungan unsur
nikel yang paling tinggi dibandingkan harsburgit dan konglomerat. Hal ini disebabkan
oleh kandungan mineral yang terkandung
pada batuan tersebut.
Hasil analisis kimia batuan terhadap beberapa percontoh yang didapatkan dari inti bor
menjumpai kandungan SiO2 33,05 - 43,66
%, Fe2O3 19,65 - 34,32 %, K2O+Na2O
0,09 - 0,56 % , dan kandungan Ni 0,16 - 0,76
% (Tabel 2).
PEMBAHASAN
Mengacu pada deskripsi gunung api, magma
yang keluar melalui suatu rekahan (celah)
dan menjangkau hingga ke permukaan bumi
membentuk lava, dapat digunakan sebagai
petunjuk adanya gunung api (Decker dan
Decker, 1997; Schmincke, 2004). Runtunan
batuan ofiolit secara stratigrafis, umumnya
dari bawah ke atas tersusun atas dunit, harsburgit, gabro, peridotit, dan basal. Sebagian
besar batuan-batuan intrusi telah mengalami
alterasi, dengan ditemukannya urat-urat
kuarsa, sedangkan beberapa peridotit yang
lain telah terserpentinisasi membentuk
serpentinit. Batuan-batuan tersebut selanjutnya ditindih oleh batuan sedimen asal
laut dalam, seperti batugamping merah dan
rijang. Namun, secara geomorfologis tidak
semua runtunan endapan tersebut dapat
terbentuk. Jika lingkungan geologi gunung
api yang membentuknya terletak di darat,
maka runtunan yang mungkin terbentuk
adalah batuan intrusi ultrabasa yang kaya
akan olivin dan basal berstruktur Aa dan
Pahoehoe, sedangkan jika lingkungan pengendapannya berada pada lingkungan laut
dangkal, maka runtunan batuan ultrabasa
tersebut ditumpangi oleh batuan sedimen
9
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
9655000
U
9654000
9653000
pengambilan percontoh untuk
No. C…
9652000
9651000
pengambilan percontoh
untuk No. DH/….
9650000
pengambilan percontoh
untuk No. C/2/….
9649000
9648000
pengambilan percontoh
untuk No. C/3/….
9647000
432000
433000
434000
435000
436000
437000
438000
439000
440000
441000
Keterangan:
Aluvial
Batupasir
Batugamping
442000
443000
444000
Keterangan:
Material lepas hasil denudasi batuan di atasnya
Batupasir klastik berwarna abu-abu gelap, berlapis
@5 - 20 cm, sering terdapat litik basal dan
batugamping
Batugamping klastik dan non klastik, kadangkadang hanya menumpang tipis di atas basal dan
peridotit/dunit/serpenit
Basal
Basal yang sebagian lapuk membentuk soil laterit
berwarna merah. Basal ada yang berstruktur bantal,
retas, dan masif
Batuan beku intrusif ultrabasa
Intrusi dunit, lherzolit, peridotit dengan penyebaran
yang kadang-kadang juga berada di bawah basal.
Sebaran di bawah permukaan sangat luas. Sebagian
telah terserpentinkan.
Sesar geser
Pelabuhan
Interpretasi
pusat erupsi
Gambar 7. Peta geologi daerah penelitian, hasil kompilasi dari data pengukuran sebaran litologi di lapangan
dan lokasi pengambilan percontoh di lapangan (permukaan dan bawah permukaan, No. percontoh lihat pada
Tabel 1 dan Tabel 2).
klastika dan karbonat laut dangkal. Begitu
juga yang dijumpai di daerah penelitian.
Menurut Schmincke (2004), umumnya basal
ultrabasa dapat terbentuk oleh aktivitas gunung api tipe perisai (shield volcano), pada
gunung api busur pemekaran dan hotspot
(rift zone). Yang membedakannya adalah,
aktivitas gunung api hotspot umumnya
berupa aliran dan banjir basal, membentuk
10
struktur aliran Aa dan Pahoehoe, seperti
Gunung Api Kilauea di Hawaii; sedangkan
aktivitas seamounts dapat menghasilkan
basal alkali yang bersifat trakitik hingga
phonolitik (Schmincke, 2004). Batuan
beku ultrabasa, seperti basal berstruktur
bantal yang juga berasosiasi dengan batuan
intrusi ultrabasa seperti dunit dan peridotit,
dihasilkan oleh aktivitas gunung api yang
Agak lapuk
Agak lapuk
Lherzolit
Dunit
Peridotit
Peridotit
Peridotit
Basal
Dunit
Dunit
Peridotit
Peridotit
Peridotit
Basal
Basal
Basalt
Basalt
Basal
Basal
Peridotit
C/3/7/0/9
C30 - 02
C/2/010/1
C/2/010/2
C/2/010/4
C/2/010/10
C/015/0/2
C/3/3/0/1
C/3/3/0/2
C/3/3/0/3
C/2/7/0/3
C/2/7/0/4
C/2/7/0/5
C/2/7/0/1/6
C/2/7/0/1/10
C/2/7/0/1/11
C/2/7/0/1/12
C/2/7/0/3 REP
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Agak lapuk
Basal
Lherzolit
Agak lapuk
Agak lapuk
DH/12/06
DH/8/03
Kondisi
percontoh
DH/10/01
Dunit
Peridotit
DH/5/03
Jenis
batuan
No. Percontoh
Masif
Masif
Berrongga
Berrongga
Masif
Masif
Berrongga
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Masif
Berrongga
Masif
Masif
Sruktur
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Equigranular
Equigranular
Inequigranular
Equigranular
Inequigranular
Inequigranular
Equigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Inequigranular
Equigranular
0,35-0,5
< 0,6
< 0,5
< 0,5
< 0,75
< 0,75
< 0,45
0,25-0,75
0,25-0,75
0,25-0,75
1-1,25
1-1,25
< 0,75
0,5-0,75
0,25-0,75
0,25-0,75
1-1,25
0,5-1,5
0,5-1,5
< 0,5
0,25-1,5
1-1,5
Ukuran
kristal (cm)
Hubungan
antarkristal
Derajat
kristalinitas
Subhedral-anhedral
Subhedral-anhedral
Anhedral
Anhedral
Subhedral-anhedral
Subhedral-anhedral
Anhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-anhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-anhedral
Subhedral-anhedral
Anhedral
Subhedral-euhedral
Subhedral-euhedral
Tekstur
Tabel 1. Hasil Analisis Petrografi Percontoh Inti Bor di Daerah Penelitian (dalam %)
-
Ofitik
Ofitik
Ofitik
Ofitik
Ofitik
Ofitik
-
-
-
-
85
70
70
70
70
70
70
90
90
90
90
90
75
-
~85
-
~90
~90
95
85
85
70
75
95
Olivin
Ofitik -porfiritik
-
-
-
Ofitik
Ofitik
Ofitik
-
-
Tekstur
khusus
10
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
-
~5
~5
~5
-
~2,5
~2,5
~2,5
~5
-
Piroksen
Klino
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~5
~7,5
~5
~12,5
~5
Piroksen
Orto
Komposisi (%)
-
~10
~10
~10
~10
~10
~10
-
-
-
-
-
12,5
-
-
-
-
~7,5
~5
~7,5
~5
-
Plagioklas
anorthit
-
~15
~15
~15
~15
~15
~15
-
-
-
-
-
~7,5
-
-
-
-
-
-
~10
~2,5
-
Gelas
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (S. Mulyaningsih)
11
12
0,61
0,45
Basal
Lherzolit
Lherzolit
Dunit
Peridotit
Peridotit
Peridotit
Basal
Dunit
DH/10/01
DH/12/06
C/3/7/0/9
C30 - 02
C/2/010/1
C/2/010/2
C/2/010/4
C/2/010/10
C/015/0/2
0,45
0,36
0,37
0,32
Peridotit
Peridotit
Basal
Basal
Basal
Basal
Basal
Basal
Peridotit
C/3/3/0/3
C/2/7/0/3
C/2/7/0/4
C/2/7/0/5
C/2/7/0/1/6
C/2/7/0/1/10
C/2/7/0/1/11
C/2/7/0/1/12
C/2/7/0/3 REP
0,45
0,36
0,39
0,46
0,62
0,56
C/3/3/0/2
1,46
Dunit
Peridotit
C/3/3/0/1
1,28
0,50
0,47
1,42
0,81
0,73
1,26
1,01
1,23
Dunit
Peridotit
DH/8/03
Ni
DH/5/03
Jenis
batuan
No. Perontoh
0,013
0,011
0,016
0,017
0,005
0,011
0,008
0,012
0,023
0,024
0,038
0,067
0,019
0,015
0,023
0,026
0,062
0,020
0,026
0,011
0,039
0,038
Co
14,43
9,98
10,30
8,94
13,09
11,59
14,39
14,56
5,76
8,37
11,26
10,42
10,33
11,31
11,77
13,06
9,18
8,21
8,15
4,89
9,03
16,43
Al2O3
2,08
4,55
4,04
3,72
3,10
2,91
3,11
2,15
2,45
2,00
0,96c
0,26
3,88
2,65
2,79
2,59
0,32
2,68
1,29
2,58
0,80
0,09
CaO
0,46
0,61
0,67
0,69
0,50
0,79
0,44
0,46
0,86
1,06
0,92
1,32
0,94
0,59
0,67
0,80
0,81
0,76
0,82
0,38
1,13
1,58
Cr2O3
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,03
0,01
0,01
0,01
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,01
<0,01
0,01
0,01
0,01
Cu
18,90
17,27
18,36
18,15
18,74
21,09
17,05
19,16
21,27
23,91
25,47
28,93
22,53
17,09
19,96
21,39
28,98
17,32
23,37
11,08
27,14
24,41
Fe2O3
0,23
0,23
0,20
0,16
0,20
0,11
0,23
0,24
<0,01
0,03
0,04
0,18
0,12
0,30
0,16
0,16
0,02
0,23
0,08
0,10
0,07
0,21
K2O
Tabel 2. Hasil Analisis Kimia (XRF) Percontoh Inti Bor di Daerah Penelitian (dalam %)
6,09
10,34
10,58
12,45
6,47
7,81
7,35
6,15
13,67
12,88
5,84
1,67
8,32
9,06
8,62
7,64
2,48
13,41
10,20
25,04
8,09
2,62
MgO
0,38
0,25
0,33
0,28
0,26
0,28
0,24
0,39
0,24
0,29
0,54
0,80
0,22
0,27
0,44
0,41
0,59
0,38
0,34
0,18
0,48
0,40
MnO
0,24
0,40
0,36
0,37
0,32
0,29
0,41
0,23
0,14
0,15
0,14
0,12
0,32
0,46
0,32
0,33
0,05
0,26
0,16
0,29
0,13
0,12
Na2O
0,02
0,06
0,05
0,04
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02
0,03
0,07
0,05
0,02
0,02
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,03
0,03
P2O5
0,01
0,01
0,01
0,01
<0,01
<0,01
<0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0,03
0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0,01
0,03
0,03
0,03
0,03
SO3
45,14
47,13
45,58
45,89
47,50
44,84
45,65
45,51
45,27
40,32
41,80
44,39
43,61
47,89
45,20
43,22
46,18
46,32
44,88
44,34
41,81
42,30
SiO2
0,88
0,60
0,61
0,50
0,80
0,63
0,85
0,87
0,19
0,36
0,64
0,43
0,56
0,66
0,71
0,81
0,32
0,45
0,26
0,27
0,38
1,05
TiO2
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,02
0,01
0,01
0,02
0,01
0,01
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
0,02
0,01
0,02
<0,01
0,04
0,02
Zn
0,89
0,71
0,76
0,75
0,71
0,79
0,80
0,92
0,81
0,88
0,98
0,98
0,76
0,75
0,80
0,86
0,95
0,81
0,91
0,98
1,00
0,96
LOI
98,40
98,93
99,20
99,24
99,19
98,86
98,28
99,58
98,88
98,97
98,13
98,87
99,17
98,46
99,52
99,72
99,09
99,27
99,67
99,39
100,48
99,23
SUM
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (S. Mulyaningsih)
berasosiasi dengan gunung api gugusan
punggungan tengah samudra (mid-oceanic
ridge basalt), sebagaimana yang dijumpai di
Mid Atlantic Ridge dan Mid Pacific Ridge
(Schmincke, 2004). Basal yang dijumpai
sangat luas di daerah penelitian memiliki
struktur aliran bantal (pillow lava) dan berasosiasi dengan dunit, harsburgit, lherzolit,
dan peridotit. Beberapa basal ditindih oleh
batuan sedimen, yaitu batugamping, batupasir, dan batu lempung-lanau, serta beberapa
peridotit dan dunit telah terserpentinisasi.
Berdasarkan komposisi litologi tersebut,
dapat diinterpretasikan bahwa batuan ultrabasa yang dijumpai di daerah penelitian,
pembentukannya berhubungan dengan aktivitas gunung api pemekaran lantai samudra.
Dari geomorfologi daerah penelitian dapat
diamati adanya bentukan-bentukan morfologi bergelombang sedang yang menyerupai perisai telah mengalami sesar mendatar
(transform fault). Litologi yang menyusun
wilayah ini adalah dunit, peridotit, dan
perlapisan basal dan basal lava bantal ultrabasa. Hal itu dapat diinterpretasi bahwa
proses geologi yang membentuknya adalah
aktivitas gunung api, dengan pusat erupsinya berada pada zona yang tersesarkan.
Proses pergeseran tersebut yang selanjutnya
merubah bentukan gunung api perisai, menjadi geomorfologi yang lebih menyerupai
monoklin (saat ini).
Hasil analisis geokimia plot SiO 2 dan
K2O+Na2O pada beberapa percontoh peridotit (◊) yang diambil dalam percontoh
inti bor di daerah penelitian, menunjukkan
bahwa peridotit tersebut kebanyakan merupakan seri batuan subalkalin (Gambar 8;
mengacu pada MacDonald, 1972). Batuan
subalkalin dihasilkan dari magma primitif
asal astenosfer; sedangkan batuan alkalin
merupakan batuan yang berasal dari magma
yang telah mengalami diferensiasi dengan
batuan dinding/batuan di sepanjang yang
dilaluinya. Mengacu pada Peccerillo dan
Taylor(1976), peridotit di daerah penelitian
termasuk ke dalam seri batuan toleiit K
rendah (Gambar 9). Hal itu mengindikasikan bahwa peridotit di daerah penelitian
berasosiasi dengan batuan vulkanik tengah
samudra, bukan dari seamount. Proses
pengangkatan yang berlangsung secara
berulang-ulang, menyebabkan wilayah ini
memiliki geomorfologi yang sangat curam,
serta asosiasi batuan vulkanik di atasnya,
yang tersusun atas basal dan endapan asal
laut dalam tererosi, menyisakan batuan
intrusi yang lebih resisten. Keberadaan
peridotit, harsburgit, dunit, dan serpentinit,
mengindikasikan bahwa batuan-batuan
tersebut berada pada fasies pusat gunung
apinya. Basal yang seharusnya terdapat di
atas batuan-batuan tersebut telah lapuk dan
tererosi menyisakan soil laterit.
Keberadaan gunung api purba tipe perisai
di daerah penelitian juga didukung oleh
data kandungan tertinggi laterit nikel yang
terdapat pada zona sesar mendatar, dengan
litologi asal dunit. Diketahui dari data
petrografi bahwa dunit tersusun oleh lebih
dari 90% mineral olivin dan sebagian kecil
mineral piroksen, harzburgit tersusun oleh
olivin (40% - 90%) dan orthopiroksen, sedangkan lherzolit tersusun oleh olivin (40%
- 90%), orthopiroksen, dan klinopiroksen.
Batuan yang lebih dominan mengandung
olivin, umumnya memiliki kadar nikel
(Ni) yang tinggi. Unsur Mg yang tinggi
persentasenya pada olivin dibandingkan
orthopiroksen dan klinopiroksen memungkinkan tergantikan oleh unsur nikel
saat terjadi pelapukan kimia dan pelarutan
unsur dalam batuan. Harsburgit memiliki kandungan unsur nikel yang lebih
rendah diban-dingkan dengan dunit karena
persentase mineral olivin yang lebih kecil,
sehingga kandungan unsur Mg yang tergantikan oleh unsur Ni lebih kecil. Begitu
juga dengan konglomerat yang merupakan
rombakan dari dunit dan harsburgit memiliki kandu-ngan unsur Mg yang lebih
13
Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29 No. 1 April 2014: 1-15
12
10
%Na2O+K2O
8
6
4
2
0
35
40
45
50
%SiO2
55
60
65
Gambar 8. Plot SiO2 dan K2O+Na2O pada percontoh peridotit inti bor di daerah penelitian (◊); sebagai perbandingan bulat biru dan bulat merah adalah percontoh batuan MORB di Hawaii (menurut MacDonald, 1972).
0,5
Ca-Alkali
0,48
Toleiit
0,4
0,35
%K2O
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
35
40
%SiO2
45
50
Gambar 9. Plot SiO2 dan K2O pada percontoh peridotit inti bor di daerah penelitian (menurut Peccerillo dan
Taylor, 1976).
kecil lagi karena komposisi unsur kimia
yang terkandung dalam batuan asalnya telah
terubah. Dapat diinterpretasikan bahwa
keberadaan batuan dengan kandungan nikel
terbesar adalah zona yang paling dekat dengan fasies pusat gunung api. Jika dijumpai
batugamping terumbu menumpang di atas
dunit, hal itu dapat dimengerti mengingat
tubuh gunung api purba tersebut pada
awalnya dijumpai di bawah laut, yang memungkinkan untuk ditumbuhi oleh terumbu.
Saat batuan ultrabasa tersebut terangkat,
14
terumbu ikut terangkat dan mati, yang kini
membentuk batugamping terumbu.
KESIMPULAN
Batuan ofiolit yang dijumpai di daerah penelitian merupakan batuan seri toleiit, yang
keberadaannya berasosiasi dengan batuan
vulkanik laut dalam yang dihasilkan oleh
aktivitas gunung api tipe perisai. Gunung
api tersebut terbentuk oleh proses tektonika
Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:
Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (S. Mulyaningsih)
pemekaran lantai samudra; batuan vulkanik
tersebut dibentuk oleh kemunculan magma
asal lapisan astenosfer ke permukaan bumi.
Karena sifatnya yang sangat encer, maka
memiliki sebaran yang sangat luas. Proses
pemekaran lantai samudra berlangsung
secara berulang-ulang membentuk sesarsesar transform; batuan vulkanik ultrabasa
dierupsikan melalui rekahan sesar transform
tersebut. Proses obduksi Lempeng Pasifik
dan Lempeng Hindia-Australia ke atas
Lempeng Eurasia dan Lempeng Australia
selanjutnya mengangkat batuan vulkanik
ultrabasa tersebut, sehingga menumpang di
atas pecahan Lempeng Australia yang relatif
bergerak ke barat. Tektonika yang berlangsung secara berulang-ulang sejak zaman
Kapur hingga Plio-Plistosen menyebabkan
bagian bawah runtunan batuan ofiolit (dunit) tersebut terangkat yang selanjutnya
tererosi, dan terendapkan batuan sedimen
silisiklastika.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Nur Alzair,
S.T. dan Ari Kusumo Ardani, S.T. yang telah membantu penelitian di lapangan, serta PT Geosurvey
Mining yang telah membantu dalam pendanaan.
ACUAN
Bronto, S., 2010. Geologi Gunung Api Purba. Publikasi Khusus. Badan Geologi. Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, 154h.
Decker, R., dan Decker, B., 1997. Volcanous. W.H.
Freeman & Co, 322h.
Edwards R. dan Atkinson K., 1986. Ore deposit
geology and its influence on mineral exploration,
Chapman and Hall, London, 466h.
Hamilton, W., 1978. Tectonic map of the Indonesian
region. U.S. Geological Survey, Miss. Inv. Ser. Map,
1-875-D.
Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian
Region. U.S. Geological Survey Professional. Paper,
1078h.
Hamilton, W., 1988. Plate Tectonics and Island
Arcs. Geological Society of America Bulletin, 100,
h.1503-1527.
Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S.,
Parkinson, C.D., dan Ishikawa, 2004. A. Petrology,
geochemistry and paleogeographic reconstruction
of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia. Tectonophysic, 392, h.55-83.
Katili, J., 1978. Past and present geotectonic position
of Sulawesi, Indonesia. Tectonophysics 45, h.289-322.
Katili, J., 1989. Evolution of the southeast Asian Arc
complex. Indonesian Geology, 12, h.113-143.
MacDonald, G. A., 1972. Volcanoes, Prentice-Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey, 510h.
Mulyaningsih, S., 2013. Vulkanologi. Akprind Press.
170h.
Peccerillo, A. dan Taylor, S. R.,1976. Geochemistry
of Eocene calc-alkaline volcanic rocks from the
Kastamonu area, Northern Turkey. Contributions to
Mineralogy and Petrology 58, h.63 - 81.
Satyana, A., 2013. Banggai Collision: Celebes
Mollase.
Schmincke, H.U., 2004. Volcanism. Springer-Verlag,
333h.
Surono dan Sukarna, D., 1995. The Eastern Sulawesi
Ophiolite Belt, Eastern Indonesia. A review of it’s
origin with special reference to the Kendari area.
Journal of Geology and Mineral Resources, 46,
h.8 - 16.
Surono, 2011. Tektono-Stratigrafi bagian timur Sulawesi. Abstract Joint Convention IAGI ke 40 dan
HAGI ke 36, Makasar.
Van Leeuwen, T., 1981. The geology of southwest
Sulawesi with special reference to the Biru area. In:
A.J. Barber dan S. Wiryosayono (eds.), The geology
and tectonics of Eastern Indonesia. Geological Research and Development Centre, Bandung. Special
Publication, 2, 277h.
Van Leeuwen, T., M., Taylor, R., Coote, A., dan
Longstaffe, F.J., 1994. Porphyry molybdenum
mineralization in a continental collision setting at
Malala, northwest Sulawesi, Indonesia, Journal of
Geochemical Exploration, 50 (1 -3), h.279 - 315.
15
Download