View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kegiatan
investasi
merupakan
salah
satu
bagian
dari
kegiatan
pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Investasi merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi sebab investasi
dapat menciptakan pendapatan dan dapat memperbesar kapasitas produksi
perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Investasi diharapkan
berdampak pada pembangunan nasional maupun wilayah, penyerapan tenaga
kerja yang bisa diserap pada sektor pertanian maupun peternakan. Oleh karena itu,
pengambil kebijakan di daerah harus mampu memilih sektor-sektor yang dapat
dijadikan
unggulan
bagi
daerahnya
sehingga
berdampak
positif
bagi
pembangunan wilayah.
Berkaitan dengan investasi, maka diera otonomi daerah ini setiap wilayah
harus
mampu
meningkatkan
mengembangkan
PAD
(Pendapatan
berbagai
Asli
sektor
Daerah).
yang
potensial
Kabupaten
untuk
Pangkep
mengusahakan sumber - sumber pendapatan dari berbagai sektor yang menjadi
unggulan terutama dalam peningkatan PDRB (Pendapatan Domestik Regional
Bruto).
Di Kabupaten Pangkep pembangunan ekonomi regional sebagaimana
tertuang dalam Rencana Strategi Pembangunan Propinsi dituntut untuk melakukan
reorientasi pembangunan dengan mengutamakan kekuatan inti (core business)
perekonomian yang mempunyai prospek dalam skala regional maupun nasional.
Core business Pangkep adalah bidang agribisnis dengan penetapan kawasan1
kawasan yang berbasis agribisnis. Upaya untuk mewujudkan pembangunan
agribisnis di Pangkep, yaitu dengan menetapkan fokus komoditas yang akan
dikembangkan dengan menetapkan komoditas unggulan serta kawasan sentra
produksinya berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatif yang dimiliki
oleh setiap komoditas.
Adapun perkembangan populasi ternak besar, kecil dan unggas di
Kabupaten Pangkep dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Populasi Ternak di Kabupaten Pangkep Tahun 2005 – 2009.
Jumlah (Ekor)
No.
Jenis Ternak
2005
2006
2007
2008
2009
1. Sapi
19.356
20.172
22.589
24.263
2. Kerbau
7.936
8.346
10.578
11.457
3. Kuda
15.837
13.356
11.934
9.436
4. Kambing
26.027
26.904
28.374
30.257
5. Ayam Buras
345.783 399.872 442.567 459.912
6. Ayam Petelur
15.837
17.658
19.426
20.439
7. Ayam Pedaging
57.894
58.437
60.465
63.712
8. Itik
190.867 192.035 198.736 201.733
Sumber : BPS Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2010.
25.986
11.569
6.649
32.363
590.098
23.469
68.693
242.159
Tabel 1, menunjukkan bahwa secara umum populasi ternak yang terdapat
di Kabupaten Pangkep selama empat tahun terakhir cenderung mengalami
peningkatan. Peningkatan populasi ternak ini dapat menunjukkan bahwa sub
sektor peternakan di daerah tersebut cukup berkembang. Melihat kenyataan
tersebut tentunya akan berdampak pada penerimaan retribusi daerah dari sub
sektor peternakan. Penerimaan retribusi untuk sektor peternakan yaitu dari
retribusi rumah pemotongan hewan.
Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan juga
bersumber pada Retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) yang didasarkan pada
2
PERDA Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan No. 18 Tahun 1998. Retribusi
rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu sumber penerimaan sub sector
peternakan yang diperoleh pemerintah Kabupaten Pankajene dan Kepulauan.
Adapun aturan besarnya retribusi pemotongan untuk masing-masing hewan ternak
dapat dilihat pada table 2.
No.
1.
Tabel 2. Besarnya Retribusi Pemotongan Hewan Ternak di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.
Jenis Pelayanan
Jenis Ternak
Tarif
Pemeriksaan
Sapi / Kerbau
Rp. 7.500,- / Ekor
Kesehatan Ternak
Kambing / Domba
Rp. 2.500,- / Ekor
Sebelum di- Potong
2.
Pemakaian Tempat Sapi / Kerbau
Rp. 17.500,- / Ekor
Pemotongan
Rp. 5.000,- / Ekor
Kambing / Domba
Sumber : Bagian Keuangan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 2010.
Dari Tabel 2. Dapat dilihat bahwa besarnya retribusi pemotongan hewan
ternak di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan bervariasi berdasarkan jenis
ternak dan jenis pelayanannya yang didasarkan pada jenis ternaknya. Adapun
biaya retribusi ternak dari jenis pelayanan pemeriksaan kesehatan sebelum di
potong yaitu pada ternak sapi dan kerbau sebesar Rp. 7.500,-/ekor, sedangkan
pada ternak kambing dan domba sebesar Rp. 2.500,-/ekor. Sementara retribusi
ternak dari jenis pelayanan pemakaian tempat pemotongan yaitu pada ternak sapi
dan kerbau sebesar Rp. 17.500,-/ekor, sedangkan pada ternak kambing dan domba
sebesar Rp. 5.000,-/ekor. Melihat kenyataan tersebut maka penerimaan daerah
dari sub-sektor peternakan akan meningkat, namun kenyataanya sering terjadinya
pemotongan ternak yang tidak melalui Rumah Potong Hewan (RPH) sehingga
3
biaya retribusi pemotongan hewan tersebut tidak masuk ke dalam kas daerah. Hal
tersebut akan mempengaruhi jumlah penerimaan dari retribusi sub-sektor
peternakan. Adapun target dan realisasi dari retribusi sektor peternakan selama 5
tahun terakhir pada daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3. Selisih Target dan Realisasi Retribusi Sektor Peternakan Kab.
Pangkajene dan Kepulauan Tahun 2005 Sampai Dengan 2009.
No.
Tahun
Target
Realisasi
1.
2005
40.040.000,28.820.000,2.
2006
53.250.000,49.350.000,3.
2007
52.750.000,27.750.000,4.
2008
54.100.000,41.875.000,5.
2009
50.100.000,41.527.500,Sumber : Bagian Keuangan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2010.
Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa sumber penerimaan retribusi sub sektor
peternakan di Kabupaten Pangkajena dan Kepulauan selama tahun 2005 sampai
dengan tahun 2009 dari retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) memperlihatkan
penurunan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya target dan realisasi yang belum
tercapai dari tahun 2005 sampai tahun 2009.
Keuangan daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan hingga akhir
2009 menunjukkan peningkatan penerimaan baik yang bersumber dari pajak dan
retribusi daerah serta pendapatan lainnya. Adapun laju pertumbuhan Penerimaan
Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dari tahun 2005 sampai
tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.
4
Tabel 4. Laju Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan (Miliar Rupiah).
PAD
Pertambahan
Growth
No.
Tahun
(Rp)
(Rp)
(%)
1.
2005
29.593
2.
2006
36.477
6.884
23,26
3.
2007
41.614
5.137
14,08
4.
2008
44.296
2.682
6,44
5.
2009
57.715
13.419
30,29
Sumber : Bagian Keuangan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2010.
Tabel 4, menunjukkan laju pertumbuhan Penerimaan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang dibandingkan tahun sebelumnya
yaitu pda tahun 2006 pertumbuhannya dari tahun 2005 sebesar 23,26%, tahun
2007 turun menjai 14,08%, tahun 2008 turun 6,44% dan pada ahun 2009
presentase pertumbuhannya naik 30,29% dari tahun 2009.
Bila dilihat jumlah populasi ternak besar terutama sapi dan kerbau
mengalai peningkatan, kecuali ternak kuda yang mengalami penurunan sedikit.
Tetapi bila dilihat pendapatan dari sektor peternakan mengalami penurunan pada
5 tahun terakhir (table 1) maka terdapat perbedaan yang cenderung bertolak
belakang. Adanya penurunan pendapatan dari sub-sektor peternakan tersebut,
perlu diketahui diamati dan diteliti mengapa terjadi penurunan pendapatan dari
sub-sektor peternakan. Sehingga dengan hal tersebut dilakukan penelitian dengan
judul Analisis Penerimaan Subsektor Peternakan Terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
5
Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
Mengapa penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sub-sektor
peternakan di Kabupaten Pangkep selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui mengapa penerimaan sub-sektor peternakan di
Kabupaten Pangkep selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan
Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak pemerintah tentang penerimaan
subsektor peternakan di Kabupaten Pangkep.
2. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pihak pemerintah dalam
pengambilan kebijakan pengembangan subsektor peternakan.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Sub Sektor Peternakan
Kegiatan yang mengelola ternak itulah yang disebut peternakan. Dalam
kegiatan itu tersirat makna bisnis yg berorientasi pada pencapaian keuntungan,
tentunya pengelolaan ini harus memberikan keuntungan pada peternak karena
telah dirawat dengan baik. Bentuk keuntungan ini berupa hasil produksi yang
sangat diharapkan oleh peternak (Rasyaf, 1996:1-2).
Rasyaf (1996:2) menyatakan bahwa peternakan merupakan suatu kegiatan
usaha yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen dan kewiraswastaan pada
aspek teknis berternak yang selaras berlandaskan ilmu peternakan yang benar agar
tujuan usaha dapat tercapai, tentu saja tujuannya berupa tujuan komersil. Untuk
tujuan itu peternak menggunakan sumber daya yang ada, baik yang disewa
maupun yang dibeli.
Sudrajat (2003:69) menyatakan bahwa jenis usaha peternakan dapat
digolongkan menjadi :
1.
Peternakan unggas.
2.
Peternakan kambing dan domba.
3.
Peternakan babi.
4.
Peternakan sapi potong.
5.
Peternakan kerbau potong.
6.
Peternakan sapi perah.
7.
Peternakan kerbau perah.
8.
Peternakan kuda.
7
Pengelolaan peternakan baik peternakan besar, menengah dan kecil selalu
melibatkan banyak aktifitas. Berdasarkan sumber utama aktivitas dapat
digolongkan atas dua sumber yaitu, ternak sebagai alat produksi dan manusia
sebagai pengatur ternak. Sehingga dalam suatu peternakan terdapat dua makhluk
hidup yang dapat menimbulkan berbagai masalah (Rasyaf, 2002:8).
Rasyaf (2002:2) menyatakan bahwa peternakan yang berorientasi pada
bisnis akan menekankan penggunaan sumberdaya yang seefisien mungkin, ini
bukan berarti penggunaan sumberdaya yang sekecil-kecilnya untuk hasil yang
sebesar-besarnya. Prinsip ini berlaku untuk bisnis dan teknis berternak. Semua
sumberdaya digunakan pada porsi yang sebenarnya. Disinilah letak perbedaan
antara usaha peternakan dan beternak hanya sekedar memelihara. Sebab semua
biaya yang telah dikeluarkan harus kembali, bahkan harus menghasilkan lebih
banyak dibandingkan biaya yang sudah dikeluarkan. Inilah pengertian peternakan
sebagai suatu usaha.
Pemerintah Daerah
Dalam (UU Nomor 32 Tahun 2004) Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat
(2), yang dimaksud dengan Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan dalam Pasal 1
ayat (6) (UU Nomor 32 Tahun 2004) yang dimaksud dengan daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas
wilayah
yang
berwenang
mengatur
dan
mengurus
urusan
8
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Otonomi daerah dapat dilaksanakan jika ada pelimpahan atau pemberian
wewenang pemerintahan dari pusat kepada daerah otonom, dalam hal ini
pemerintah sub nasional. Oleh sebab itu, otonomi daerah yang ideal adalah
membutuhkan keleluasaan dalam segala hal. Otonomi daerah di Indonesia adalah
pelimpahan sebagian wewenang dari pusat ke daerah untuk mengurus dan
menjalankan tugas-tugas pemerintahan (Saragih, 2003 : 39).
Kewenangan daerah dalam kerangka otonomi atau desentralisasi telah
diatur di dalam (UU Nomor 32 Tahun 2004) Bab III Pembagian Urusan
Pemerintah yakni dalam dalam Pasal 10 ayat (1) sampai dengan ayat (5)
disebutkan bahwa kewenangan daerah adalah seluruh bidang pemerintahan,
kecuali di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal nasional, serta agama. Maka yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah adalah sebagai berikut:
1. Kewenangan pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota.
2. Kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, seperti
perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro,
pelatihan, alokasi SDM potensial, penelitian, pelabuhan regional,
lingkungan hidup, proporsi, penanganan penyakit menular dan hama
tanaman, perencanaan tata ruang propinsi.
3. Kewenangan yang tidak atau belum dapat dilakukan oleh kabupaten/kota.
9
4. Kewenangan
propinsi
sebagai
wilayah
administrasi
mencakup
kewenangan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pusat.
Didalam penyelenggaraan pemerintah daerah digunakan prinsip-prinsip
sebagai berikut, yaitu digunakannya asas desentralisasi, dekosentrasi, dan tugas
pembantuan, penyelenggaraaan asas desentraliasi secara utuh dan bulat yang
dilaksankan di daerah kabupaten / kota, asas tugas pembantuan yang dapat
dilaksanakan di daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota atau desa
(Anonim, 2011).
Keuangan Daerah
Ketentuan mengenai keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Dalam Bab III Pasal 4 ayat (1), UU Nomor 33 Tahun 2004 ditegaskan
bahwa:
“Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi didanai Angaran Pendapatan dan Belanja
Daerah”
Artinya dana APBD diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas pemerintahan daerah,
termasuk tugas dan wewenang penyelenggaraan pemerintah yang sudah
dilimpahkan atau didesentralisasikan pusat ke daerah. Penambahan wewenang
daerah jelas akan membutuhkan dana tambahan bagi daerah. Sebaliknya,
pengurangan wewenang akan mengurangi anggaran untuk itu. Selama ini
pelaksananan pemerintah didaerah sebagian besar dibiayai oleh pusat melalui
bantuan pusat atau subsidi daerah otonom.
10
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan selfsupporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan
merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam
melaksanakan otonominya. Ini berarti, dalam penyelenggaraan urusan rumah
tangganya, daerah membutuhkan dana atau uang (Kaho, 2005 : 123 ).
Menurut Wajong (2001) uang adalah alat untuk mengukur harga barang
dan jasa, alat untuk mengukur barang dan jasa, alat penabung. Sebagai alat
pengukur, penukar, dan penabung, uang menduduki posisi yang sangat penting
dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah. Keadaan keuangan
daerahlah yang sangat menentukan corak, bentuk, serta kemungkinankemungkinan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan ini, pemerintahdaerah
tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya
yang cukup untuk memberikan pelayanan dalam pembangunan. Dana keuangan
inilah yang merupakan salah-satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata
kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri (S. Pamudji, 2002:
61).
Pajak dan Retribusi
Defenisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, SH.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
(Mardiasmo, 2002:1).
11
Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau
kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo,
2002:98-99).
Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara
(pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan
terutama oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali
(kontra-prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk
membiayai
pengeluaran
Negara
dalam
penyelengaraan
pemerintah
dan
pembangunan (Siahaan, 2005:7).
Pajak daerah terdiri dari dua macam yaitu : 1) pajak daerah asli seperti
pajak penjualan bensin, pajak reklame dan lain sebagainya, 2) pajak daerah yang
berasal dari pajak negara seperti pajak kendaraan bermotor, pajak jalan, pajak
bumi dan bangunan (PBB) dan lain-lain (Wetson, 1999:53).
Pajak daerah merupakan salah satu pendapatan asli daerah diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggara pemerintah dan
pembangunan daerah untuk meningkatkan dan pemerataan kesejahtraan
masyarakat. Dengan demikian daerah dapat melaksanakan otonomi, yaitu mampu
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Yani, 2002:46).
Kontribusi pajak terhadap pembiayaan anggaran pemerintah dalam
beberapa tahun terakhir ini meningkat tajam. Penerimaan pajak merupakan sektor
yang sangat strategis bagi berlangsung dan berkembangnya bangsa dan negara.
12
Bila penerimaan tidak sesuai target, maka pemerintah harus mengurangi belanja
negara yang notabene sudah sangat terbatas (Anonim, 2011).
Menurut Todaro (2003:314) yang menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan
perpajakan terdiri atas :
1. Pajak langsung yaitu pajak-pajak yang dipungut secara langsung dari
kekayaan dan pendapatan individu maupun perusahaan.
2. Pajak tidak langsung yaitu seperti bea impor dan pajak ekspor, pajak cukai
(yaitu pajak-pajak pembelian, penjualan, perputaran uang seperti cukai
rokok dan restoran).
Menurut Mardiasmo (2002:2) yang menyatakan bahwa agar pemungutan
pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil, adi dalam perundang-undangan diantaranya
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang di Indonesia pajak
diatur oleh UUD 1945 pasal 23 ayat 2, hal ini memberikan jaminan hukum
untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun bagi warganya.
3. Tidak menggangu perekonomian, pemungutan tidak boleh mengganggu
kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian rakyat.
4. Pemungutan pajak harus efesien, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pungutannya.
13
5. Sistem pemungutan harus sederhana, sistem pungutan yang sederhana
akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Kegunaan pajak dalam Negara-negara berkembang yaitu :
1. Konsesi-konsesi pajak serta insentif-insentif fiskal sejenis dianggap alat
untuk memacu kegiatan ekonomi perusahaan-perusahaan swasta,
2. Memobilisasi sumber-sumber daya untuk mendukung atau membiayai
anggaran pengeluaran pemerintah (Todaro, 2003:314).
Menurut pendapat Mac Andreaws (2003:120) yang menyatakan bahwa
pendapatan kabupaten diperoleh dari pajak ternak, pajak pemotongan ternak,
pajak pengangkutan ternak dan lain-lain.
Pajak dan retribusi memiliki perbedaan yaitu terletak pada imbalan yang
diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang berhak memungut. Pada pengertian
pajak, imbalan yang diberikan oleh pemerintah adalah bersifat umum, seperti
penyelenggaraan keamanan dan pertahanan, kebijakan moneter, kesejahteraan,
pendidikan dan seterusnya. Sedangkan imbalan pemerintah pada pembayar
retribusi diberikan langsung kepada pembayar (Boediono, 2000:14).
Siahaan (2005:5) yang menyatakan bahwa retribusi adalah pembayaran
wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan
oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan
bersifat langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa
dari negara.
14
Retribusi daerah adalah wadah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Waluyo, 2002:9).
Dalam UU Nomor 18 Tahun 1997 jenis retribusi daerah disebutkan pada
pasal 18, jenis retribusi daerah digolongkan menjadi 3 (tiga) sebagai berikut :
1. Retribusi jasa umum : jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan memanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2. Retribusi jasa usaha : jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prinsip-prinsip komersil karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sector swasta.
3. Retribusi perizinan tertentu : kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan
untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas
kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana dan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan (Anonim, 2011).
Retribusi yang dikenakan terhadap pelayanan rumah potong hewan adalah
fasilitas rumah potong ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan
sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah
daerah (Yani, 2002:60).
15
Pendapatan Asli daerah
Sumber pendapatan hasil daerah merupakan sumber keuangan daerah yang
digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah,
hasil retribusi daerah dan hasil pendapatan daerah yang sah (Kaswaro, 2000:223).
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber–sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun
sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
a. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintah
daerah
dan
pembangunan daerah.
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
c. Perusahan Milik Daerah
Perusahaan milik daerah adalah badan usaha yang dimiliki oleh
pemerintah daerah dimana pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan,
dan atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
16
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Penerimaan lain-lain yang sah yang merupakan Pendapatan Asli Daerah
antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.
e. Dana Perimbangan
Dana perimbangan merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal
dari APBN untuk mendukung pelaksanan kewenangan pemerintah daerah dalam
menacapai tujuan pemberian otonom kepada daerah. Dana Perimbangan
merupakan kelompok sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang
dialokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
f. Pinjaman Daerah
Selama tiga dekade lebih pemerintahan orde baru, sumber utama pinjaman
daerah berasal dari pinjaman dalam negeri. Jumlah pinjaman daerah selama ini
rata-rata dibawah satu persen ( 1% ) dari APBD. Itu pun pinjaman yang dilakukan
sebagian besar untuk mendukung kegiatan atau operasional perusahan daerah
(Badan Usaha Milik Daerah). Pemerintah daerah pada masa lalu tidak dibenarkan
melakukan pinjaman luar negeri. Perihal pinjaman daerah telah diatur dalam Pasal
49 sampai Pasal 65 UU Nomor 33 Tahun 2004.
g. Lain-lain Penerimaan yang Sah
Pendapatan lain-lain yang sah merupakan pendapatan yang didapat
berdasarkan undang-undang yang telah ditentukan (Saragih, 2003 : 73).
17
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Februari
sampai bulan Maret 2011 di Kabupaten Pangkep.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif yaitu menjelaskan dan
menggambarkan tentang penerimaan subsektor peternakan terhadap Total
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkep.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat langsung dari
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan.
Penentuan sampel dilakukan dengan metode Purposive sampling,
Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian yang menyangkut
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terdiri dari 2 orang dari Sub Dinas Peternakan,
kepala Sub Anggaran Daerah Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, 2 orang
petugas RPH dan 3 orang pedagang ternak.
Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :
a. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan
langsung terhadap lokasi penelitian.
b. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara
langsung atau tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait.
18
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersumber dari
penerimaan sub sektor peternakan yang terdapat pada kantor Dinas Pendapatan
Daerah dan juga orang-orang yg terlibat langsung pada pemungutan retribusi di
Kabupaten Pangkep. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
penerimaan retribusi sub sektor peternakan serta total Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Pangkep selama lima tahun terakhir (2005-2009). Pengambilan
data selama lima tahun tersebut untuk melihat perkembangan retribusi sub sektor
peternakan di Kabupaten Pangkep.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang
berbentuk angka-angka, meliputi jumlah pemotongan ternak di RPH dan jumlah
pemotongan yang tidak tercatat di RPH.
Adapun sumber data yang digunakan yaitu :
1. Data primer yaitu data yang berasal dari Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas
Peternakan.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait
dengan objek penelitian yang telah tersedia dan data lain yang mendukung
meteri penelitian meliputi keadaan umum wilayah dan lain sebagainya.
Analisa Data
Alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif yang didasarkan pada
pembahasan variabel penerimaan PAD di Kabupaten Pangkep dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi, yang meliputi :
a. Target pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan.
19
b. Realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan.
c. Target dan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) sub-sektor peternakan
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
d. Jumlah pemotongan ternak di RPH Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
e. Jumlah pemotongan ternak yang tidak terpotong di RPH Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.
20
Konsep Operasional
1. Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah)
berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutama
oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali
(kontra-prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan
untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelengaraan pemerintah
dan pembangunan.
2. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan pada sub sektor peternakan yang
dinytakan dalam rupiah pertahun.
3. Total Penerimaan Asli Daerah adalah total penerimaan daerah Kabupaten
Pangkep dari sektor pajak dan retribusi yang dinyatakan dalam rupiah
pertahun.
4. Penerimaan Pajak daerah yaitu Pajak hotel dan penginapan, Pajak restoran,
Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak penerangan jalan dan Pajak
pengambilan bahan galian golongan C.
5. Penerimaan retribusi daerah yaitu antara lain Retribusi Parkir, Retribusi
Pasar, Retribusi Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan, Retribusi
Dispensasi Pengunaan Jalan Daerah dan Retribusi Pelataran
6. Retribusi dari sub sektor peternakan adalah retribusi rumah potong hewan
(RPH) yang terdiri dari ternak besar (sapi, kerbau dan kuda), ternak kecil
(kambing dan domba).
21
7. Responden adalah orang yang telibat langsung dalam pemungutan
retribusi khusunya disektor peternakan, antara lain kepala sub dinas
petenakan, bendahara penerimaan peternakan, kepala bagian anggaran
daerah, petugas RPH dan pedagang ternak itu sendiri.
22
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Geografis
Secara geografeis Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan terletak antara
110° BT dan 04° LS atau terletak di pantai barat Provinsi Sulawesi Selatan
dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan
Madura, Pulau Nusa Tenggara dan Pulau Bali.
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki karakteristik wilayah
yang merupakan perpaduan antara tiga dimensi wilayah, yaitu dataran rendah,
dataran tinggi (pegunungan) dan dataran kepulauan, sehingga dikenal dengan
sebutan
“Daerah Tiga Dimensi”. Luas wilayah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan adalah 12.353,76
4 mil yaitu 11.464,44
, meliputi luas daratan 889,32
dan luas laut
.
Kependudukan
Keadaan kependudukan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
berdasarkan jenis kelamin dapat diliahat pada tabel 5.
Tabel 5.Keadaan Penduduk Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
No.
Jenis Kelamin
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1.
Laki-laki
146.421
47,78
2.
Perempuan
163.526
52,22
Jumlah
309.947
100,00
Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 20010
23
Pada tabel 5. dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan penduduk
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yaitu 309.947 jiwa. Dari Jumlah tersebut
sebagian besar penduduk berjenis kelamin Perempuan sebanyak 163.526 jiwa atau
dengan persentase sebesar 52,22%. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat
bahwa jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki.
Sarana Pendidikan
Untuk Memperlancar kegiatan proses pendidikan dan untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas maka faktor pendidikan bagi masyarakat
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada tabel 6.
No.
1.
2.
3.
4.
Tabel 6.Sarana Pendidikan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
Sarana Pendidikan
Jumlah (Unit)
Taman Kanak-kanak
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah Pertama
Sekolah menengah Atas
60
298
47
14
Jumlah
419
Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 2010
Berdasarkan Tabel 6. terlihat bahwa jumlah sarana pendidikan di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang ada adalah 419 unit. Berdasarkan
uraian tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan pendidikan dalam hal sarana
pendidikan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sudah maksimal.
Sarana Kesehatan
Kesehatan sangat penting artinya dalam kehidupan, dengan kesehatan
yang baik dan terjamin memungkinkan masyarakatdapat berpikir dan bekerja
dengan baik dan terjamin memungkinkan kesejahteraan masyarakat meningkat.
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam menjaga dan mengantisipasi
24
kemungkinan yang akan terjadi dalam bidang kesehatan, salah satu cara yaitu
penyediaan sarana dan prasarana dalam bidang kesehatanan. Fasilitas kesehatan
yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Sarana Kesehatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
No
Sarana Kesehatan
Jumlah (Unit)
1. Rumah Sakit
1
2. Puskesmas/ Pustu/ Pusling
97
3. Posyandu
346
4. Rumah Sakit Bersalin
1
5. Poliklinik
1
6. Apotik
12
Jumlah
458
Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 2010
Dari tabel 7. terlihat bahwa sarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan sudah sangat memuaskan yaitu berjumlah sebanyak
458 unit.
Sarana Peribadatan
Dalam meningkatkan iman dan taqwa bagi umat beragama, pemerintah
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan menyediakan berbagai sarana peribadatan.
Sarana Peribadatan yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat
dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Sarana Peribadatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
No.
Sarana Kesehatan
Jumlah (Unit)
1. Masjid
432
2. Mushollah
43
3. Gereja
1
Jumlah
476
Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 2010.
Berdasarkan tabel 8. terlihat bahwa sarana ibadah yang terbanyak di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah Mesjid dengan jumlah sebanyak
432 unit, selanjutnya Mushollah 43 unit, kemudian gereja 1 unit. Melihat hal
tersebut bahwa di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki mayoritas
25
penduduk beragama Islam, adapun jumlah keseluruhan sarana Ibadah yang
tersedia di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan baik Mesjid, Mushollah, dan
Gereja berjumlah 476 unit.
26
GAMBARAN UMUM RESPONDEN
Umur
Dari penelitian yang dilakkan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
diperoleh hasil yaitu umur responden berada pada umur produktif. Adapun
klasifikasi umur responden dapat dilihat pada tabel 9.
No.
Tabel 9. Klasifikasi Responden berdasarkan kelompok umur di Kabupaten
Pangkajene dan kepulauan.
Kelompok Umur (Thn)
Jumlah
Persentase (%)
1.
2.
3.
20-30
31-40
41 Ke atas
2
2
4
25
25
50
Total
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
8
100
Dari tabel 9, terlihat bahwa umur responden yang terbanyak adalah berada
pada umur 41 tahun ke atas yaitu sebanyak 4 orang atau 50 % sedangkan yang
paling sedikit adalah responden yang berumur 20 – 30 Tahun yaitu sebanyak 2
orang atau 25 % melihat kenyataan tersebut menandakan bahwa responden berada
pada umur produktif sehingga memungkinkan mereka dapat bekerja lebih baik,
bersemangat, serta mempunyai motivasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suratiyah (2006) bahwa umur seseorang menentukan prestasi kerja dan
kinerja orang tersebut.
Jenis kelamin
Jenis kelamin seseorang sangat menentukan tingkat produktivitas
seseorang. Umumnya laki-laki mampu bekerja lebih produktif dibandingkan
dengan perempuan, hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik yang sangat berbeda
antara laki-laki dengan perempuan. Adapun jenis kelamin responden yang ada di
27
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah laki-laki yang berjumlah 7 orang
dan perempuan berjumlah 1 orang, hal ini disebabkan oleh karena status laki-laki
sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban untuk mencari nafkah,
sedangkan bagi kaum perempuan hanya membantu pada kegiatan usaha tani yang
mudah dan dalam jangka waktu yang singkat sebab harus mengurus urusan rumah
tangga. Hal ini sesuai dengan pendapat Suratiyah (2006) yang mengatakan bahwa
perempuan dapat bekerja atau membantu dalam kegiatan hasil panen usaha tani.
Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada keberhasilan usaha yang
digeluti seseorang. Pada penelitian ini
responden yang ada di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan secara umum pernah menuntut ilmu dibangku sekolah
yaitu mulai pada tingkat sekolah dasar (SD / Sederajat) hingga pada Strata satu
(S1). Adapun klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat
pada tabel 10.
Tabel 10. Klasifikasi Responden berdasarkan pendidikan di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1.
SD
1
12,5
2.
SMP
2
25
3.
SMA
2
25
4.
S1
3
37,5
Total
8
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Pada tabel 10, terlihat bahwa responden terbanyak adalah mereka yang
berada pada tingkat pendidikan S1 yaitu sebanyak 3 orang atau 37,5 % dan untuk
tingkat pendidikan SD hanya 1 orang atau berjumlah 12,5 % ini menunjukkan
bahwa secara umum responden pernah mengenyam
pendidikan,
hal ini
berpengaruh pada kemampuan mereka dalam menerima inovasi dan pengambilan
28
keputusan dalam menjalankan usaha/pekerjaan yang digeluti. ini sesuai dengan
pendapat Efferson (1990) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan baik formal
maupun non formal besar pengaruhnya terhadap ide-ide baru, sebab pengaruh
pendidikan terhadap seseorang akan memberikan suatu wawasan yang luas,
sehingga mereka tidak mempunyai sifat yang tidak terlalu tradisional.
Pekerjaan
Adapun komposisi responden berdasarkan pekerjaan di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada Tabel .
Tabel 11.Keadaan Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.
No.
Pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
(Orang)
1. Kepala Sub Dinas Petenakan
1
12,5
2. Bendahara Penerimaan Peternakan
1
12,5
3. Kepala Bagian Anggaran Daerah
1
12,5
4. Petugas RPH
2
25
5. Pedagang Ternak
3
37,5
Jumlah
8
100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011
Pada Tabel 11. terlihat bahwa jenis pekerjaan yang digeluti responden
yaitu terdiri Kepala sub dinas peternakan, bendahara penerimaan peternakan,
Kepala bagian anggaran daerah, petugas RPH dan pedagang ternak. Sebagian
besar responden bekerja sabagai Pedagang ternak sebayak 3 orang atau 37,5 %
dan sebagian kecil bekerja sebagai kepala subdin peternakan, bendahara dan
kepala bagian anggaran masing-masing 1 orang atau rata-rata 12,5 %. Jenis
pekerjaan yang dimiliki responden dapat menjadi salah satu factor yang
mempengaruhi keputusan seseorang. Orang yang bekerja di luar rumah yang
waktunya sebagian besar banyak dihabiskan ditempat kerja tentunya memiliki
waktu yang lebih sedikit dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang lebih
29
banyak menghabiskan waktunya dirumah. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi
(2003) bahwa wanita yang sudah menikah mengalami banyak tekanan waktu,
meraka kerap mempunyai dua pekerjaan selain tanggung jawab kepada rumah
tangga juga sebagai pekerja kantoran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
lampiran 1.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkep
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu modal dasar
pemerintah daerah dalam mendapatkan dan pembangunan dan memenuhi belanja
daerah, selain itu juga daerah dapat memperkecil ketergantungan dalam
mendapatkan dana dari pemerintah tingkat atas (subsidi). Pada dasarnya
pendapatan asli daerah semestinya ditunjang hasil-hasil perusahaan daerah,
perusahaan pasar, pajak reklame, pajak tontonan, retribusi kendaraan dan
kebersihan, pajak bumi dan bangunan serta usaha sah lainnya.
Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma pemerintahan yang
ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999, pemerintah pusat mencoba meletakkan kembali
arti penting otonomi daerah pada posisi sebenarnya. Hal tersebut sesuai dengan
defenisi dari otonomi daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan
aspirasi
masyarakat
sesuai
dengan
peraturan
perundangan.
Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.
Seperti daerah-daerah lain yang ada di Sulawesi Selatan, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan juga menguntungkan pendapatan asli daerahnya pada
sektor-sektor yang menjadi keunggulan dan sesuai dengan kebijakan-kebijakan
yang tertuang dalam peraturan-peraturan daerah mengenai penarikan retribusi
31
daerah. Dalam mewujudkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka pemerintah
daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memperhitungkan target dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tiap tahunnya. Kewenangan yang begitu luas
tentunya akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi bagi daerah yang
menjalankan kewenangannya tersebut. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa
daerah harus mampumembiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan
yang menjadi kewenangannya. Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2000:5)
menyatakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan
untuk
menggali
sumber-sumber
keuangannya
sendiri,
mengelola
dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Pada akhirnya keberhasilan otonomi
daerah tidak ditentukan pada besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki oleh
daerah tetapi ada beberapa factor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilannya.
Sebagaimana pendapat yang dikemukana oleh Kaho (2005 : 34-36) bahwa
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh beberapa factor antara
lain :
1. Faktor Manusia.
2. Faktor Keuangan
3. Faktor Peralatan
4. Faktor Organisasi dan Manajemen.
Adapun target Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan dapat dilihat pada Tabel 12.
32
33
Berdasarkan Tabel 12. dilihat bahwa target Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan selama 5 tahun terakhir yaitu terbesar
berada pada sektor pendapatan yang berasal dari pajak daerah yaitu rata-rata
52,53%. Sedangkan target terkecil pada sub sektor peternakan yaitu pada retribusi
daerah rata-rata 0,125 %. Dengan melihat kenyataan pada tabel 12, mengenai
target retribusi sector peternakan selama 5 tahun terakhir tidak perna mencapai
1% dari total Penerimaan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pangkajene dan
kepulauan.
Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilihat dari sumber daya yang ada
didaerah tersebut yang ditentukan oleh masing-masing dinas yang bersangkutan
kemudian akan dibahas dalam rapat daerah setiap tahun. Sementara besarnya
realisasi akan dilihat dari pendapatan tiap dinas yang dilaporkan tiap tahun.
Adapun realisasi dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan Tabel 13. terlihat bahwa persentase realisasi Pendapatan Asli
Daerah untuk setiap pos penerimaan menunjukkan sebagian besar pos penerimaan
pajak dan retribusi daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan hanya sedikit
yang mendekati target, hal ini dapat dilihat dari nilai persentase realisasi yang
berada dibawah 100%. Realisasi yang paling besar berada pada pos penerimaan
pajak daerah yang rata-rata 102 %. Terlihat pula bahwa rata-rata persentase
realisasi Pendapatan Asli Daerah terkecil terletak pada pos pendapatan retribusi di
sektor peternakan yang hanya rata-rata 75,51 %. Sedangkan rata-rata realisasi
selama 5 tahun yaitu 92,31 % dari keseluruhan pos-pos penerimaan pajak dan
retribusi yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
34
35
Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi
pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolak ukur
terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan
otonomi daerah. Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu
daerah. Sebagaimana Widayat (1994:20) mengemukakan bahwa PAD merupakan
sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi
daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Sebagaimana yang telah di jelaskan, bahwa Pendapatan Asli Daerah
seharusnya ditunjang oleh hasil-hasil perusahaan daerah, pasar, pajak reklame,
pajak bumi dan bangunan serta pajak dan usaha lainnya, maka hal tersebut juga
dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam
upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Sumber-sumber penarikan pajak dan
retribusi daerah yang ada di Kabupaten Pangkajenen dan Kepulauan, terbagi
dalam beberapa pos pajak dan retribusi daerah yaitu :
I.
Pajak Daerah
Pajak secara khusus dapat dikelompokkan berdasarkan sifat tertentu yang
dimiliki oleh masing-masing pajak. Pengelompokan itu antara lain didasarkan
lembaga pemungut, golongan dan UU Tahun 2000. Berdasarkan lembaga
pemungut pajak dibagi atas pajak pusat dan pajak daerah, sedangkan berdasarkan
golongannya maka pajak dapat dikelompokkan atas pajak langsung dan tak
langsung.
Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
dengan
peraturan
daerah
(PERDA),
yang
wewenang
pemungutannya
dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai
36
pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan didaerah.
Pemerintah daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam
menerapkan penarikan pajak daerah kepada penduduknya, terlebih dahulu
menetapkan pos-pos pajak yang dapat dikenakan pajak daerah. Pembagian pospos ini berkaitan dengan upaya menertibkan dan pengontrolan terhadap obyek
pajak. Adapun jenis dan pos-pos dari pajak daerah yang dikenakan di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan sebagai berikut:
a.
Pajak hotel dan penginapan
b.
Pajak restoran
c.
Pajak hiburan
d.
Pajak reklame
e.
Pajak penerangan jalan
f.
Pajak pengambilan bahan galian golongan C.
II.
Retribusi Daerah
Pos yang merupakan sumber lain dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan adalah retribusi daerah. Jenis pungutan seperti
retribusi mempunyai pengertian lain dibandingkan dengan pajak. Retribusi pada
umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi, karena
pembayaran tersebut ditunjuk semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi,
karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan suatu
prestasi tertentu dari pemerintah.
Sumber-sumber yang merupakan retribusi daerah yang ada di Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan antara lain:
37
a.
Retribusi Parkir
b.
Retribusi Pasar
c.
Retribusi Rumah Pemotongan Hewan (RPH).
d.
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
e.
Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan
f.
Retribusi Dispensasi Pengunaan Jalan Daerah
g.
Retribusi Pelataran
Dengan adanya pemasukan ke kas daerah dalam bentuk pajak dan retribusi
daerah, maka selain melancarkan dalm hal pembangunan daerah juga menjadi
parameter dari tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan. Hal ini dikarenakan bahwa dengan kesadaran yang tinggi masyarakat
sebagai wajib pajak dengan melunasi kewajiban mereka akan mempercepat
perealisasian dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
yang secara otomatis akan membantu pembangunan daerah untu menuju
kesejahtraan masyarakat.
Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Sub-sektor Peternakan
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari Sub-sektor peternakan diambil
dari pemungutan retribusi daerah yang meliputi :
1. Pemeriksaan Kesehatan Ternak Sebelum di Potong.
-
Sapi dan Kerbau
= Rp. 7.500,-/Ekor.
-
Kambing dan Domba
= Rp. 2.500,-/Ekor.
2. Pemakaian Tempat Pemotongan Ternak.
-
Sapi dan Kerbau
= Rp. 7.500,-/Ekor.
-
Kambing dan domba
= Rp. 5.000,-/Ekor.
38
Dengan adanya keseriusan pemerintah daerah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan dalam pembangunan sub-sektor peternakan, maka diharapkan pula
mampu memberikan sumbangsih terhadap pembangunan daerah dalam hal ini
adalah kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan. Untuk menncapai apa yang dapat diberikan oleh sub-sektor
peternakan yang ada, maka merupakan tugas dan usaha dari pemerintah setempat.
Penggalian potensi ini tidak semata ditujukan pada pembanguna sarana dan
prasarana, melainkan juga dapat digali melalui sumbangsih berupa penarikan
retribusi sub-sektor peternakan. Adapun target dan realisasi dari retribusi subsektor petenakan selama 5 tahun pada daerah Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Selisih Target dan Realisasi Retribusi Sub Sektor Peternakan
Kab. Pangkep Tahun 2005 Sampai Dengan 2009.
No.
Tahun
Target
Realisasi
Selisih
%
1.
2005
40.040.000,-
28.820.000,-
(11.220.000,-)
71.97
2.
2006
53.250.000,-
49.350.000,-
(3.900.000,-)
92,67
3.
2007
52.750.000,-
27.750.000,-
(25.000.000,-)
52,60
4.
2008
54.100.000,-
41.875.000,-
(12.225.000,-)
77,40
5.
2009
50.100.000,-
41.527.500,-
(8.572.500,-)
82,88
12.183.500,-
75,51
Rata-Rata
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari table 14. terlihat besarnya target dan realisasi retribusi sub-sektor
peternakan yang tidak tercapai rata-rata Rp. 12.183.500,-, dengan persentase
75,51 % pertahun. Tidak tercapainya target tersebut akan berpengaruh langsung
terhadap persentase penerimaan dari dinas peternakan. Jumlah pemeriksaan
39
hewan sebelum dipotong dan pemakaian tempat pemotongan hewan pada tahun
2005 sebanyak 1.152 ekor sapi, tahun 2006 jumlah pemeriksaan dan pemotongan
ternak mengalami peningkatan sebanyak 1.974 ekor sapi tetapi tidak
mempegaruhi realisasi target yang ditentukan, tahun 2007 jumlah pemeriksaan
dan pemotongan ternak khususnya ternak sapi mengalami penurunan sebanyak
704 ekor itu disebabkan masyarakat takut mengkonsumsi daging sapi karena
beredarnya informasi bahwa virus antraks pada ternak sapi dapat mematikan bila
dikonsumsi, kerbau 275 ekor, kuda 130 ekor, tahun 2008 jumlah pemeriksaan dan
pemotongan ternak sapi sebanyak 536 ekor, kerbau 237 ekor, kuda 121 ekor
penurunan jumlah pemotongan ditahun sebelumnya disebabkan karena banyaknya
daging impor yang masuk ke Indonesia dan pemotongan kambing sebanyak 2.604
ekor lebih banyak disbanding ternak besar, tahun 2009 jumlah pemeriksaan dan
pemotongan ternak sapi sebanyak 424 ekor, kerbau 333 ekor, kuda 110 ekor dan
kambing 4.047 ekor, mahalnya harga daging sapi, kerbau dan kuda sehingga
masyarakat lebih cendrung ked aging kambing. Adapun penyimpangan jumlah
pemotongan ternak yang tidak dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) pada
tahun 2005 sebanyak 216 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp. 5.400.000,-,
pada tahun 2006 sebanyak 1.116 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp.
27.900.000,-, tahun 2007 sapi sebanyak 231 ekor, kerbau 62 ekor, kuda 57 ekor
dengan kerugian daerah sebesar Rp. 8.750.000,-, tahun 2008 sapi sebanyak 212
ekor, kuda 47 ekor, kerbau 58 ekor, kambing 450 ekor dengan kerugian daerah
sebesar Rp. 11.300.000,-, tahun 2009 sapi sebanyak 425 ekor, kuda 19 ekor,
kerbau 126 ekor dan kambing 577 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp.
18.577.500,-.
40
Dari hasil wawancara yang dilakukan dilokasi penelitian, mengatakan ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan target tidak tercapai yaitu:
1. Proyeksi dari pelaku penarget retribusi lemah.
2. Kurangnya sosialisasi retribusi pada peternak.
3. Kurangnya pengawasan pemerintah daerah dalam mengawasi pungutan
retribusi yang dilakukan di RPH.
4. Petugas yang melayani retribusi belum mengerti arti dari retribusi di RPH.
5. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi di RPH.
Hal ini sesuai dengan pendapat Widayat (1994:31) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah :
1. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan
pungutan lainnya.
2. Adanya kebocoran-kebocoran.
3. Biaya pungut yang masih tinggi
4. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan.
5. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Setelah melihat sumber-sumber penerimaan pajak sub-sektor peternakan di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan serta realisasi penerimaan retribusi
peternakan yang tidak mencapai target yang diharapkan. Maka dapat dikatakan
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target pemungutan
retribusi sub-sektor peternakan adalah faktor kesadaran masyarakat itu sendiri
dalam membayar retribusi dan juga keseriusan pemerintah daerah dalam hal
pemungutan retribusi.
41
Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan bersumber
pada retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) yang didasarkan PERDA Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan No. 18 Tahun 1998. Retribusi rumah potong hewan
(RPH) merupakan penerimaan sub sector peternakan yang diperoleh pemerintah
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Besarnya perkembangan pemotongan
ternak di RPH dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Besarnya Perkembangan Pemotongan Ternak di RPH Kabupaten
Pangkep Selama Tahun 2005 Sampai Dengan Tahun 2009.
No.
Jenis
Ternak
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Jumlah
Rata-rata
1.
Sapi
1.152
1.974
704
536
424
4.790
958
2.
Kuda
-
-
130
121
110
361
72
3.
Kerbau
-
-
275
237
333
845
169
4.
Kambing
-
-
-
2.604
4.047
6.651
3.325
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 15. terlihat bahwa besarnya jumlah pemotongan ternak yang ada
di RPH berbeda-beda. Adapun jumlah ternak yang paling banyak dipotong di
RPH adalah kambing yaitu 6.651 ekor, sedangkan ternak yang paling sedikit
dipotong di RPH adalah kuda yaitu 361 ekor. Rata-rata pemotongan ternak
pertahun yang paling banyak dipotong adalah kambing yaitu 3.325 ekor,
sedangkan ternak yang paling sedikit dipotong adalah kuda yaitu 72 ekor. Jumlah
pemotongan ternak sapi dalam 5 tahun terakhir mengalami penurunan di Rumah
Potong Hewan (RPH) disebabkan karena harga daging yang tiap tahunnya
mengalami peningkataan dan banyaknya pedagang yang ada di Kabupaten
Pangkep menghentikan usaha penjualan dagingnya. Sebagaimana Yusmichad
42
(2009:77) mengemukakan bahwa ada beberapa masalah yang mengakibatkan
penurunan permintaan daging sapi di Indonesia antara lain :
1. Harga daging sapi yang terus meningkat dengan kenaikan yang tidak
wajar.
2. Ketergantungan persediaan daging pada daging impor makin tinggi.
3. Banyak pedagang yang menghentikan usaha penjualan daging dan ternak
sapi karena sulit mendapatkan bahan baku.
4. Sebagian konsumen beralih dari daging sapi ke daging lain, seperti daging
ayam dan ikan.
Adapun Besarnya perkembangan pemotongan ternak di luar RPH dapat
dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Besarnya Perkembangan Pemotongan Ternak di Luar RPH
Kabupaten Pangkep Selama Tahun 2005 Sampai Dengan
Tahun 2009.
Tahun
No.
Jenis
Ternak
2005
2006
2007
2008
2009
Jumlah
Rata-rata
1.
Sapi
216
1.116
231
212
425
2.200
440
2.
Kuda
-
-
62
47
19
128
42
3.
Kerbau
-
-
57
58
126
241
80
4.
Kambing
-
-
-
450
577
1.027
513
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 16. terlihat bahwa besarnya jumlah pemotongan ternak yang ada
di luar RPH berbeda-beda. Adapun jumlah ternak yang paling banyak dipotong di
luar RPH adalah sapi yaitu 2.200 ekor, sedangkan ternak yang paling sedikit
dipotong di luar RPH adalah kuda yaitu 128 ekor. Rata-rata pemotongan ternak
43
pertahun yang paling banyak dipotong diluar RPH adalah kambing yaitu 513
ekor, sedangkan ternak yang paling sedikit dipotong diluar RPH adalah kuda yaitu
42 ekor. Pemotongan ternak diluar RPH sering dilakukan pada bulan januari
sampai juli, karena pada bulan-bulan tersebut masyarakat yang ada di kabupaten
pangkep biasanya melakukan tradisi penyembelihan ternak setelah pasca panen
disawah. Sebagaimana Antaramataram (2011) mengemukakan bahwa proses
pemotongan ternak di luar rumah potong hewan (RPH) untuk keperluan acara
keagamaan atau adat istiadat masih menjadi kebiasaan masyarakat di Indonesia.
44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan target tidak tercapai yaitu:
a. Proyeksi dari pelaku penarget retribusi lemah.
b. Kurangnya sosialisasi retribusi pada peternak.
c. Kurangnya pengawasan pemerintah daerah dalam mengawasi pungutan
retribusi yang dilakukan di RPH.
d. Petugas yang melayani retribusi belum mengerti arti dari retribusi di RPH.
e. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi di RPH.
Saran
Pentingnya peningkatan kinerja pemungutan sebagai upaya pencapaian
target penerimaan retribusi daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, serta
peningkatan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak dan perlunya ditambah
pos penerimaan untuk sub-sektor peternakan sehingga dapat menambah
pendapatan khusunya untuk sector peternakan dan pentingnya pembaharuan
PERDA untuk sektor peternakan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010, Pangkep Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Makassar.
Anonim. 2011, Undang-undang mengenai Pajak dan Retribusi daerah.
Boediono, B. 2000. Perpajakan Indonesia. Penerbit Diadit Media, Jakarta.
Kaho, Josef Riwu (2005), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik
Indonesia, PT.Grafindo Persada, Jakarta
Kaswara 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Mac Andreaws, C dan Ichsan, A. 2003. Hubungan Pusat Daerah Dalam
Pembangunan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mardiasmo, 2002. Perpajakan. Edisi Revisi. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
Pamudji, S. (2002) , Pembinaan Perkotaan di Indonesia, Ichtiar, Jakarta
Rasyaf, M. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 2002. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Saragih, Juli Panglima (2003), Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah
dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Siahaan, M. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Sudrajad, S dan Prambudi, R. 2003. Menjelang Dua Abad Sejarah peternakan dan
Kesehatan Ternak: Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agrindo Mandiri,
Jakarta.
Todaro, M dan Smith, S. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Erlangga, Jakarta.
Waluyo dan Wirawan. (2002). Perpajakan Indonesia. Seri Perpajakan Lengkap.
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Wajong, J. (2001) Administrasi Keuangan Daerah, Ichtiar, Jakarta.
Wetson, J.F dan Copeland, T.E. 1999. Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
46
Widayat (1994), Teori dan Aplikasi Edisi V, Erlangga, Jakarta.
Yani, A. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Yusmichad Yusdja, 2009. Alternatif Kebijakan Menghadapi Kelangkaan Produksi
Daging Sapi dan Ayam. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Bogor.
47
Download