PENDAHULUAN Latar belakang Kegiatan investasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Investasi merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi sebab investasi dapat menciptakan pendapatan dan dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Investasi diharapkan berdampak pada pembangunan nasional maupun wilayah, penyerapan tenaga kerja yang bisa diserap pada sektor pertanian maupun peternakan. Oleh karena itu, pengambil kebijakan di daerah harus mampu memilih sektor-sektor yang dapat dijadikan unggulan bagi daerahnya sehingga berdampak positif bagi pembangunan wilayah. Berkaitan dengan investasi, maka diera otonomi daerah ini setiap wilayah harus mampu meningkatkan mengembangkan PAD (Pendapatan berbagai Asli sektor Daerah). yang potensial Kabupaten untuk Pangkep mengusahakan sumber - sumber pendapatan dari berbagai sektor yang menjadi unggulan terutama dalam peningkatan PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto). Di Kabupaten Pangkep pembangunan ekonomi regional sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi Pembangunan Propinsi dituntut untuk melakukan reorientasi pembangunan dengan mengutamakan kekuatan inti (core business) perekonomian yang mempunyai prospek dalam skala regional maupun nasional. Core business Pangkep adalah bidang agribisnis dengan penetapan kawasan1 kawasan yang berbasis agribisnis. Upaya untuk mewujudkan pembangunan agribisnis di Pangkep, yaitu dengan menetapkan fokus komoditas yang akan dikembangkan dengan menetapkan komoditas unggulan serta kawasan sentra produksinya berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatif yang dimiliki oleh setiap komoditas. Adapun perkembangan populasi ternak besar, kecil dan unggas di Kabupaten Pangkep dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Populasi Ternak di Kabupaten Pangkep Tahun 2005 – 2009. Jumlah (Ekor) No. Jenis Ternak 2005 2006 2007 2008 2009 1. Sapi 19.356 20.172 22.589 24.263 2. Kerbau 7.936 8.346 10.578 11.457 3. Kuda 15.837 13.356 11.934 9.436 4. Kambing 26.027 26.904 28.374 30.257 5. Ayam Buras 345.783 399.872 442.567 459.912 6. Ayam Petelur 15.837 17.658 19.426 20.439 7. Ayam Pedaging 57.894 58.437 60.465 63.712 8. Itik 190.867 192.035 198.736 201.733 Sumber : BPS Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2010. 25.986 11.569 6.649 32.363 590.098 23.469 68.693 242.159 Tabel 1, menunjukkan bahwa secara umum populasi ternak yang terdapat di Kabupaten Pangkep selama empat tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan populasi ternak ini dapat menunjukkan bahwa sub sektor peternakan di daerah tersebut cukup berkembang. Melihat kenyataan tersebut tentunya akan berdampak pada penerimaan retribusi daerah dari sub sektor peternakan. Penerimaan retribusi untuk sektor peternakan yaitu dari retribusi rumah pemotongan hewan. Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan juga bersumber pada Retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) yang didasarkan pada 2 PERDA Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan No. 18 Tahun 1998. Retribusi rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu sumber penerimaan sub sector peternakan yang diperoleh pemerintah Kabupaten Pankajene dan Kepulauan. Adapun aturan besarnya retribusi pemotongan untuk masing-masing hewan ternak dapat dilihat pada table 2. No. 1. Tabel 2. Besarnya Retribusi Pemotongan Hewan Ternak di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Jenis Pelayanan Jenis Ternak Tarif Pemeriksaan Sapi / Kerbau Rp. 7.500,- / Ekor Kesehatan Ternak Kambing / Domba Rp. 2.500,- / Ekor Sebelum di- Potong 2. Pemakaian Tempat Sapi / Kerbau Rp. 17.500,- / Ekor Pemotongan Rp. 5.000,- / Ekor Kambing / Domba Sumber : Bagian Keuangan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 2010. Dari Tabel 2. Dapat dilihat bahwa besarnya retribusi pemotongan hewan ternak di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan bervariasi berdasarkan jenis ternak dan jenis pelayanannya yang didasarkan pada jenis ternaknya. Adapun biaya retribusi ternak dari jenis pelayanan pemeriksaan kesehatan sebelum di potong yaitu pada ternak sapi dan kerbau sebesar Rp. 7.500,-/ekor, sedangkan pada ternak kambing dan domba sebesar Rp. 2.500,-/ekor. Sementara retribusi ternak dari jenis pelayanan pemakaian tempat pemotongan yaitu pada ternak sapi dan kerbau sebesar Rp. 17.500,-/ekor, sedangkan pada ternak kambing dan domba sebesar Rp. 5.000,-/ekor. Melihat kenyataan tersebut maka penerimaan daerah dari sub-sektor peternakan akan meningkat, namun kenyataanya sering terjadinya pemotongan ternak yang tidak melalui Rumah Potong Hewan (RPH) sehingga 3 biaya retribusi pemotongan hewan tersebut tidak masuk ke dalam kas daerah. Hal tersebut akan mempengaruhi jumlah penerimaan dari retribusi sub-sektor peternakan. Adapun target dan realisasi dari retribusi sektor peternakan selama 5 tahun terakhir pada daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Selisih Target dan Realisasi Retribusi Sektor Peternakan Kab. Pangkajene dan Kepulauan Tahun 2005 Sampai Dengan 2009. No. Tahun Target Realisasi 1. 2005 40.040.000,28.820.000,2. 2006 53.250.000,49.350.000,3. 2007 52.750.000,27.750.000,4. 2008 54.100.000,41.875.000,5. 2009 50.100.000,41.527.500,Sumber : Bagian Keuangan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2010. Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa sumber penerimaan retribusi sub sektor peternakan di Kabupaten Pangkajena dan Kepulauan selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 dari retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) memperlihatkan penurunan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya target dan realisasi yang belum tercapai dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Keuangan daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan hingga akhir 2009 menunjukkan peningkatan penerimaan baik yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah serta pendapatan lainnya. Adapun laju pertumbuhan Penerimaan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dari tahun 2005 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4. 4 Tabel 4. Laju Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Miliar Rupiah). PAD Pertambahan Growth No. Tahun (Rp) (Rp) (%) 1. 2005 29.593 2. 2006 36.477 6.884 23,26 3. 2007 41.614 5.137 14,08 4. 2008 44.296 2.682 6,44 5. 2009 57.715 13.419 30,29 Sumber : Bagian Keuangan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, 2010. Tabel 4, menunjukkan laju pertumbuhan Penerimaan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang dibandingkan tahun sebelumnya yaitu pda tahun 2006 pertumbuhannya dari tahun 2005 sebesar 23,26%, tahun 2007 turun menjai 14,08%, tahun 2008 turun 6,44% dan pada ahun 2009 presentase pertumbuhannya naik 30,29% dari tahun 2009. Bila dilihat jumlah populasi ternak besar terutama sapi dan kerbau mengalai peningkatan, kecuali ternak kuda yang mengalami penurunan sedikit. Tetapi bila dilihat pendapatan dari sektor peternakan mengalami penurunan pada 5 tahun terakhir (table 1) maka terdapat perbedaan yang cenderung bertolak belakang. Adanya penurunan pendapatan dari sub-sektor peternakan tersebut, perlu diketahui diamati dan diteliti mengapa terjadi penurunan pendapatan dari sub-sektor peternakan. Sehingga dengan hal tersebut dilakukan penelitian dengan judul Analisis Penerimaan Subsektor Peternakan Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. 5 Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Mengapa penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sub-sektor peternakan di Kabupaten Pangkep selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui mengapa penerimaan sub-sektor peternakan di Kabupaten Pangkep selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan Kegunaan Penelitian Kegunaan Penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi bagi pihak pemerintah tentang penerimaan subsektor peternakan di Kabupaten Pangkep. 2. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pihak pemerintah dalam pengambilan kebijakan pengembangan subsektor peternakan. 6 TINJAUAN PUSTAKA Sub Sektor Peternakan Kegiatan yang mengelola ternak itulah yang disebut peternakan. Dalam kegiatan itu tersirat makna bisnis yg berorientasi pada pencapaian keuntungan, tentunya pengelolaan ini harus memberikan keuntungan pada peternak karena telah dirawat dengan baik. Bentuk keuntungan ini berupa hasil produksi yang sangat diharapkan oleh peternak (Rasyaf, 1996:1-2). Rasyaf (1996:2) menyatakan bahwa peternakan merupakan suatu kegiatan usaha yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen dan kewiraswastaan pada aspek teknis berternak yang selaras berlandaskan ilmu peternakan yang benar agar tujuan usaha dapat tercapai, tentu saja tujuannya berupa tujuan komersil. Untuk tujuan itu peternak menggunakan sumber daya yang ada, baik yang disewa maupun yang dibeli. Sudrajat (2003:69) menyatakan bahwa jenis usaha peternakan dapat digolongkan menjadi : 1. Peternakan unggas. 2. Peternakan kambing dan domba. 3. Peternakan babi. 4. Peternakan sapi potong. 5. Peternakan kerbau potong. 6. Peternakan sapi perah. 7. Peternakan kerbau perah. 8. Peternakan kuda. 7 Pengelolaan peternakan baik peternakan besar, menengah dan kecil selalu melibatkan banyak aktifitas. Berdasarkan sumber utama aktivitas dapat digolongkan atas dua sumber yaitu, ternak sebagai alat produksi dan manusia sebagai pengatur ternak. Sehingga dalam suatu peternakan terdapat dua makhluk hidup yang dapat menimbulkan berbagai masalah (Rasyaf, 2002:8). Rasyaf (2002:2) menyatakan bahwa peternakan yang berorientasi pada bisnis akan menekankan penggunaan sumberdaya yang seefisien mungkin, ini bukan berarti penggunaan sumberdaya yang sekecil-kecilnya untuk hasil yang sebesar-besarnya. Prinsip ini berlaku untuk bisnis dan teknis berternak. Semua sumberdaya digunakan pada porsi yang sebenarnya. Disinilah letak perbedaan antara usaha peternakan dan beternak hanya sekedar memelihara. Sebab semua biaya yang telah dikeluarkan harus kembali, bahkan harus menghasilkan lebih banyak dibandingkan biaya yang sudah dikeluarkan. Inilah pengertian peternakan sebagai suatu usaha. Pemerintah Daerah Dalam (UU Nomor 32 Tahun 2004) Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (6) (UU Nomor 32 Tahun 2004) yang dimaksud dengan daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan 8 pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Otonomi daerah dapat dilaksanakan jika ada pelimpahan atau pemberian wewenang pemerintahan dari pusat kepada daerah otonom, dalam hal ini pemerintah sub nasional. Oleh sebab itu, otonomi daerah yang ideal adalah membutuhkan keleluasaan dalam segala hal. Otonomi daerah di Indonesia adalah pelimpahan sebagian wewenang dari pusat ke daerah untuk mengurus dan menjalankan tugas-tugas pemerintahan (Saragih, 2003 : 39). Kewenangan daerah dalam kerangka otonomi atau desentralisasi telah diatur di dalam (UU Nomor 32 Tahun 2004) Bab III Pembagian Urusan Pemerintah yakni dalam dalam Pasal 10 ayat (1) sampai dengan ayat (5) disebutkan bahwa kewenangan daerah adalah seluruh bidang pemerintahan, kecuali di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Maka yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah sebagai berikut: 1. Kewenangan pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota. 2. Kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya, seperti perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan, alokasi SDM potensial, penelitian, pelabuhan regional, lingkungan hidup, proporsi, penanganan penyakit menular dan hama tanaman, perencanaan tata ruang propinsi. 3. Kewenangan yang tidak atau belum dapat dilakukan oleh kabupaten/kota. 9 4. Kewenangan propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pusat. Didalam penyelenggaraan pemerintah daerah digunakan prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu digunakannya asas desentralisasi, dekosentrasi, dan tugas pembantuan, penyelenggaraaan asas desentraliasi secara utuh dan bulat yang dilaksankan di daerah kabupaten / kota, asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota atau desa (Anonim, 2011). Keuangan Daerah Ketentuan mengenai keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Bab III Pasal 4 ayat (1), UU Nomor 33 Tahun 2004 ditegaskan bahwa: “Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah” Artinya dana APBD diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas pemerintahan daerah, termasuk tugas dan wewenang penyelenggaraan pemerintah yang sudah dilimpahkan atau didesentralisasikan pusat ke daerah. Penambahan wewenang daerah jelas akan membutuhkan dana tambahan bagi daerah. Sebaliknya, pengurangan wewenang akan mengurangi anggaran untuk itu. Selama ini pelaksananan pemerintah didaerah sebagian besar dibiayai oleh pusat melalui bantuan pusat atau subsidi daerah otonom. 10 Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan selfsupporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti, dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan dana atau uang (Kaho, 2005 : 123 ). Menurut Wajong (2001) uang adalah alat untuk mengukur harga barang dan jasa, alat untuk mengukur barang dan jasa, alat penabung. Sebagai alat pengukur, penukar, dan penabung, uang menduduki posisi yang sangat penting dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah. Keadaan keuangan daerahlah yang sangat menentukan corak, bentuk, serta kemungkinankemungkinan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan ini, pemerintahdaerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dalam pembangunan. Dana keuangan inilah yang merupakan salah-satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri (S. Pamudji, 2002: 61). Pajak dan Retribusi Defenisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, SH. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2002:1). 11 Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo, 2002:98-99). Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutama oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra-prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara dalam penyelengaraan pemerintah dan pembangunan (Siahaan, 2005:7). Pajak daerah terdiri dari dua macam yaitu : 1) pajak daerah asli seperti pajak penjualan bensin, pajak reklame dan lain sebagainya, 2) pajak daerah yang berasal dari pajak negara seperti pajak kendaraan bermotor, pajak jalan, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan lain-lain (Wetson, 1999:53). Pajak daerah merupakan salah satu pendapatan asli daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggara pemerintah dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan pemerataan kesejahtraan masyarakat. Dengan demikian daerah dapat melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Yani, 2002:46). Kontribusi pajak terhadap pembiayaan anggaran pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini meningkat tajam. Penerimaan pajak merupakan sektor yang sangat strategis bagi berlangsung dan berkembangnya bangsa dan negara. 12 Bila penerimaan tidak sesuai target, maka pemerintah harus mengurangi belanja negara yang notabene sudah sangat terbatas (Anonim, 2011). Menurut Todaro (2003:314) yang menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan perpajakan terdiri atas : 1. Pajak langsung yaitu pajak-pajak yang dipungut secara langsung dari kekayaan dan pendapatan individu maupun perusahaan. 2. Pajak tidak langsung yaitu seperti bea impor dan pajak ekspor, pajak cukai (yaitu pajak-pajak pembelian, penjualan, perputaran uang seperti cukai rokok dan restoran). Menurut Mardiasmo (2002:2) yang menyatakan bahwa agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Pemungutan pajak harus adil, adi dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang di Indonesia pajak diatur oleh UUD 1945 pasal 23 ayat 2, hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun bagi warganya. 3. Tidak menggangu perekonomian, pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian rakyat. 4. Pemungutan pajak harus efesien, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pungutannya. 13 5. Sistem pemungutan harus sederhana, sistem pungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kegunaan pajak dalam Negara-negara berkembang yaitu : 1. Konsesi-konsesi pajak serta insentif-insentif fiskal sejenis dianggap alat untuk memacu kegiatan ekonomi perusahaan-perusahaan swasta, 2. Memobilisasi sumber-sumber daya untuk mendukung atau membiayai anggaran pengeluaran pemerintah (Todaro, 2003:314). Menurut pendapat Mac Andreaws (2003:120) yang menyatakan bahwa pendapatan kabupaten diperoleh dari pajak ternak, pajak pemotongan ternak, pajak pengangkutan ternak dan lain-lain. Pajak dan retribusi memiliki perbedaan yaitu terletak pada imbalan yang diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang berhak memungut. Pada pengertian pajak, imbalan yang diberikan oleh pemerintah adalah bersifat umum, seperti penyelenggaraan keamanan dan pertahanan, kebijakan moneter, kesejahteraan, pendidikan dan seterusnya. Sedangkan imbalan pemerintah pada pembayar retribusi diberikan langsung kepada pembayar (Boediono, 2000:14). Siahaan (2005:5) yang menyatakan bahwa retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. 14 Retribusi daerah adalah wadah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Waluyo, 2002:9). Dalam UU Nomor 18 Tahun 1997 jenis retribusi daerah disebutkan pada pasal 18, jenis retribusi daerah digolongkan menjadi 3 (tiga) sebagai berikut : 1. Retribusi jasa umum : jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan memanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 2. Retribusi jasa usaha : jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersil karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta. 3. Retribusi perizinan tertentu : kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana dan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan (Anonim, 2011). Retribusi yang dikenakan terhadap pelayanan rumah potong hewan adalah fasilitas rumah potong ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah (Yani, 2002:60). 15 Pendapatan Asli daerah Sumber pendapatan hasil daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah dan hasil pendapatan daerah yang sah (Kaswaro, 2000:223). Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber–sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : a. Pajak Daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. b. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c. Perusahan Milik Daerah Perusahaan milik daerah adalah badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah dimana pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. 16 d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Penerimaan lain-lain yang sah yang merupakan Pendapatan Asli Daerah antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro. e. Dana Perimbangan Dana perimbangan merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanan kewenangan pemerintah daerah dalam menacapai tujuan pemberian otonom kepada daerah. Dana Perimbangan merupakan kelompok sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi yang dialokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. f. Pinjaman Daerah Selama tiga dekade lebih pemerintahan orde baru, sumber utama pinjaman daerah berasal dari pinjaman dalam negeri. Jumlah pinjaman daerah selama ini rata-rata dibawah satu persen ( 1% ) dari APBD. Itu pun pinjaman yang dilakukan sebagian besar untuk mendukung kegiatan atau operasional perusahan daerah (Badan Usaha Milik Daerah). Pemerintah daerah pada masa lalu tidak dibenarkan melakukan pinjaman luar negeri. Perihal pinjaman daerah telah diatur dalam Pasal 49 sampai Pasal 65 UU Nomor 33 Tahun 2004. g. Lain-lain Penerimaan yang Sah Pendapatan lain-lain yang sah merupakan pendapatan yang didapat berdasarkan undang-undang yang telah ditentukan (Saragih, 2003 : 73). 17 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Februari sampai bulan Maret 2011 di Kabupaten Pangkep. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif yaitu menjelaskan dan menggambarkan tentang penerimaan subsektor peternakan terhadap Total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkep. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat langsung dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Penentuan sampel dilakukan dengan metode Purposive sampling, Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian yang menyangkut Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terdiri dari 2 orang dari Sub Dinas Peternakan, kepala Sub Anggaran Daerah Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah, 2 orang petugas RPH dan 3 orang pedagang ternak. Metode Pengambilan Data Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu : a. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian. b. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung atau tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait. 18 Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersumber dari penerimaan sub sektor peternakan yang terdapat pada kantor Dinas Pendapatan Daerah dan juga orang-orang yg terlibat langsung pada pemungutan retribusi di Kabupaten Pangkep. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data penerimaan retribusi sub sektor peternakan serta total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkep selama lima tahun terakhir (2005-2009). Pengambilan data selama lima tahun tersebut untuk melihat perkembangan retribusi sub sektor peternakan di Kabupaten Pangkep. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka, meliputi jumlah pemotongan ternak di RPH dan jumlah pemotongan yang tidak tercatat di RPH. Adapun sumber data yang digunakan yaitu : 1. Data primer yaitu data yang berasal dari Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas Peternakan. 2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan objek penelitian yang telah tersedia dan data lain yang mendukung meteri penelitian meliputi keadaan umum wilayah dan lain sebagainya. Analisa Data Alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif yang didasarkan pada pembahasan variabel penerimaan PAD di Kabupaten Pangkep dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi, yang meliputi : a. Target pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. 19 b. Realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. c. Target dan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) sub-sektor peternakan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. d. Jumlah pemotongan ternak di RPH Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. e. Jumlah pemotongan ternak yang tidak terpotong di RPH Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. 20 Konsep Operasional 1. Pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutama oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra-prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelengaraan pemerintah dan pembangunan. 2. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan pada sub sektor peternakan yang dinytakan dalam rupiah pertahun. 3. Total Penerimaan Asli Daerah adalah total penerimaan daerah Kabupaten Pangkep dari sektor pajak dan retribusi yang dinyatakan dalam rupiah pertahun. 4. Penerimaan Pajak daerah yaitu Pajak hotel dan penginapan, Pajak restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak penerangan jalan dan Pajak pengambilan bahan galian golongan C. 5. Penerimaan retribusi daerah yaitu antara lain Retribusi Parkir, Retribusi Pasar, Retribusi Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan, Retribusi Dispensasi Pengunaan Jalan Daerah dan Retribusi Pelataran 6. Retribusi dari sub sektor peternakan adalah retribusi rumah potong hewan (RPH) yang terdiri dari ternak besar (sapi, kerbau dan kuda), ternak kecil (kambing dan domba). 21 7. Responden adalah orang yang telibat langsung dalam pemungutan retribusi khusunya disektor peternakan, antara lain kepala sub dinas petenakan, bendahara penerimaan peternakan, kepala bagian anggaran daerah, petugas RPH dan pedagang ternak itu sendiri. 22 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Secara geografeis Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan terletak antara 110° BT dan 04° LS atau terletak di pantai barat Provinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan Madura, Pulau Nusa Tenggara dan Pulau Bali. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki karakteristik wilayah yang merupakan perpaduan antara tiga dimensi wilayah, yaitu dataran rendah, dataran tinggi (pegunungan) dan dataran kepulauan, sehingga dikenal dengan sebutan “Daerah Tiga Dimensi”. Luas wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah 12.353,76 4 mil yaitu 11.464,44 , meliputi luas daratan 889,32 dan luas laut . Kependudukan Keadaan kependudukan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berdasarkan jenis kelamin dapat diliahat pada tabel 5. Tabel 5.Keadaan Penduduk Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. Laki-laki 146.421 47,78 2. Perempuan 163.526 52,22 Jumlah 309.947 100,00 Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 20010 23 Pada tabel 5. dapat dilihat bahwa jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yaitu 309.947 jiwa. Dari Jumlah tersebut sebagian besar penduduk berjenis kelamin Perempuan sebanyak 163.526 jiwa atau dengan persentase sebesar 52,22%. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Sarana Pendidikan Untuk Memperlancar kegiatan proses pendidikan dan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas maka faktor pendidikan bagi masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada tabel 6. No. 1. 2. 3. 4. Tabel 6.Sarana Pendidikan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Sarana Pendidikan Jumlah (Unit) Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah menengah Atas 60 298 47 14 Jumlah 419 Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 2010 Berdasarkan Tabel 6. terlihat bahwa jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang ada adalah 419 unit. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan pendidikan dalam hal sarana pendidikan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sudah maksimal. Sarana Kesehatan Kesehatan sangat penting artinya dalam kehidupan, dengan kesehatan yang baik dan terjamin memungkinkan masyarakatdapat berpikir dan bekerja dengan baik dan terjamin memungkinkan kesejahteraan masyarakat meningkat. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam menjaga dan mengantisipasi 24 kemungkinan yang akan terjadi dalam bidang kesehatan, salah satu cara yaitu penyediaan sarana dan prasarana dalam bidang kesehatanan. Fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Sarana Kesehatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan No Sarana Kesehatan Jumlah (Unit) 1. Rumah Sakit 1 2. Puskesmas/ Pustu/ Pusling 97 3. Posyandu 346 4. Rumah Sakit Bersalin 1 5. Poliklinik 1 6. Apotik 12 Jumlah 458 Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 2010 Dari tabel 7. terlihat bahwa sarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sudah sangat memuaskan yaitu berjumlah sebanyak 458 unit. Sarana Peribadatan Dalam meningkatkan iman dan taqwa bagi umat beragama, pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan menyediakan berbagai sarana peribadatan. Sarana Peribadatan yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Sarana Peribadatan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan No. Sarana Kesehatan Jumlah (Unit) 1. Masjid 432 2. Mushollah 43 3. Gereja 1 Jumlah 476 Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Dalam Angka, 2010. Berdasarkan tabel 8. terlihat bahwa sarana ibadah yang terbanyak di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah Mesjid dengan jumlah sebanyak 432 unit, selanjutnya Mushollah 43 unit, kemudian gereja 1 unit. Melihat hal tersebut bahwa di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki mayoritas 25 penduduk beragama Islam, adapun jumlah keseluruhan sarana Ibadah yang tersedia di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan baik Mesjid, Mushollah, dan Gereja berjumlah 476 unit. 26 GAMBARAN UMUM RESPONDEN Umur Dari penelitian yang dilakkan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan diperoleh hasil yaitu umur responden berada pada umur produktif. Adapun klasifikasi umur responden dapat dilihat pada tabel 9. No. Tabel 9. Klasifikasi Responden berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Pangkajene dan kepulauan. Kelompok Umur (Thn) Jumlah Persentase (%) 1. 2. 3. 20-30 31-40 41 Ke atas 2 2 4 25 25 50 Total Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011. 8 100 Dari tabel 9, terlihat bahwa umur responden yang terbanyak adalah berada pada umur 41 tahun ke atas yaitu sebanyak 4 orang atau 50 % sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang berumur 20 – 30 Tahun yaitu sebanyak 2 orang atau 25 % melihat kenyataan tersebut menandakan bahwa responden berada pada umur produktif sehingga memungkinkan mereka dapat bekerja lebih baik, bersemangat, serta mempunyai motivasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suratiyah (2006) bahwa umur seseorang menentukan prestasi kerja dan kinerja orang tersebut. Jenis kelamin Jenis kelamin seseorang sangat menentukan tingkat produktivitas seseorang. Umumnya laki-laki mampu bekerja lebih produktif dibandingkan dengan perempuan, hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik yang sangat berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Adapun jenis kelamin responden yang ada di 27 Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah laki-laki yang berjumlah 7 orang dan perempuan berjumlah 1 orang, hal ini disebabkan oleh karena status laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban untuk mencari nafkah, sedangkan bagi kaum perempuan hanya membantu pada kegiatan usaha tani yang mudah dan dalam jangka waktu yang singkat sebab harus mengurus urusan rumah tangga. Hal ini sesuai dengan pendapat Suratiyah (2006) yang mengatakan bahwa perempuan dapat bekerja atau membantu dalam kegiatan hasil panen usaha tani. Pendidikan Tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada keberhasilan usaha yang digeluti seseorang. Pada penelitian ini responden yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan secara umum pernah menuntut ilmu dibangku sekolah yaitu mulai pada tingkat sekolah dasar (SD / Sederajat) hingga pada Strata satu (S1). Adapun klasifikasi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Klasifikasi Responden berdasarkan pendidikan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1. SD 1 12,5 2. SMP 2 25 3. SMA 2 25 4. S1 3 37,5 Total 8 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011. Pada tabel 10, terlihat bahwa responden terbanyak adalah mereka yang berada pada tingkat pendidikan S1 yaitu sebanyak 3 orang atau 37,5 % dan untuk tingkat pendidikan SD hanya 1 orang atau berjumlah 12,5 % ini menunjukkan bahwa secara umum responden pernah mengenyam pendidikan, hal ini berpengaruh pada kemampuan mereka dalam menerima inovasi dan pengambilan 28 keputusan dalam menjalankan usaha/pekerjaan yang digeluti. ini sesuai dengan pendapat Efferson (1990) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan baik formal maupun non formal besar pengaruhnya terhadap ide-ide baru, sebab pengaruh pendidikan terhadap seseorang akan memberikan suatu wawasan yang luas, sehingga mereka tidak mempunyai sifat yang tidak terlalu tradisional. Pekerjaan Adapun komposisi responden berdasarkan pekerjaan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada Tabel . Tabel 11.Keadaan Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. No. Pekerjaan Jumlah Persentase (%) (Orang) 1. Kepala Sub Dinas Petenakan 1 12,5 2. Bendahara Penerimaan Peternakan 1 12,5 3. Kepala Bagian Anggaran Daerah 1 12,5 4. Petugas RPH 2 25 5. Pedagang Ternak 3 37,5 Jumlah 8 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011 Pada Tabel 11. terlihat bahwa jenis pekerjaan yang digeluti responden yaitu terdiri Kepala sub dinas peternakan, bendahara penerimaan peternakan, Kepala bagian anggaran daerah, petugas RPH dan pedagang ternak. Sebagian besar responden bekerja sabagai Pedagang ternak sebayak 3 orang atau 37,5 % dan sebagian kecil bekerja sebagai kepala subdin peternakan, bendahara dan kepala bagian anggaran masing-masing 1 orang atau rata-rata 12,5 %. Jenis pekerjaan yang dimiliki responden dapat menjadi salah satu factor yang mempengaruhi keputusan seseorang. Orang yang bekerja di luar rumah yang waktunya sebagian besar banyak dihabiskan ditempat kerja tentunya memiliki waktu yang lebih sedikit dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang lebih 29 banyak menghabiskan waktunya dirumah. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2003) bahwa wanita yang sudah menikah mengalami banyak tekanan waktu, meraka kerap mempunyai dua pekerjaan selain tanggung jawab kepada rumah tangga juga sebagai pekerja kantoran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1. 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkep Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dan pembangunan dan memenuhi belanja daerah, selain itu juga daerah dapat memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah tingkat atas (subsidi). Pada dasarnya pendapatan asli daerah semestinya ditunjang hasil-hasil perusahaan daerah, perusahaan pasar, pajak reklame, pajak tontonan, retribusi kendaraan dan kebersihan, pajak bumi dan bangunan serta usaha sah lainnya. Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1999, pemerintah pusat mencoba meletakkan kembali arti penting otonomi daerah pada posisi sebenarnya. Hal tersebut sesuai dengan defenisi dari otonomi daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Seperti daerah-daerah lain yang ada di Sulawesi Selatan, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan juga menguntungkan pendapatan asli daerahnya pada sektor-sektor yang menjadi keunggulan dan sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam peraturan-peraturan daerah mengenai penarikan retribusi 31 daerah. Dalam mewujudkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka pemerintah daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memperhitungkan target dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) tiap tahunnya. Kewenangan yang begitu luas tentunya akan membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi bagi daerah yang menjalankan kewenangannya tersebut. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa daerah harus mampumembiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi kewenangannya. Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2000:5) menyatakan bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Pada akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak ditentukan pada besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki oleh daerah tetapi ada beberapa factor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilannya. Sebagaimana pendapat yang dikemukana oleh Kaho (2005 : 34-36) bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : 1. Faktor Manusia. 2. Faktor Keuangan 3. Faktor Peralatan 4. Faktor Organisasi dan Manajemen. Adapun target Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada Tabel 12. 32 33 Berdasarkan Tabel 12. dilihat bahwa target Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan selama 5 tahun terakhir yaitu terbesar berada pada sektor pendapatan yang berasal dari pajak daerah yaitu rata-rata 52,53%. Sedangkan target terkecil pada sub sektor peternakan yaitu pada retribusi daerah rata-rata 0,125 %. Dengan melihat kenyataan pada tabel 12, mengenai target retribusi sector peternakan selama 5 tahun terakhir tidak perna mencapai 1% dari total Penerimaan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pangkajene dan kepulauan. Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilihat dari sumber daya yang ada didaerah tersebut yang ditentukan oleh masing-masing dinas yang bersangkutan kemudian akan dibahas dalam rapat daerah setiap tahun. Sementara besarnya realisasi akan dilihat dari pendapatan tiap dinas yang dilaporkan tiap tahun. Adapun realisasi dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13. terlihat bahwa persentase realisasi Pendapatan Asli Daerah untuk setiap pos penerimaan menunjukkan sebagian besar pos penerimaan pajak dan retribusi daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan hanya sedikit yang mendekati target, hal ini dapat dilihat dari nilai persentase realisasi yang berada dibawah 100%. Realisasi yang paling besar berada pada pos penerimaan pajak daerah yang rata-rata 102 %. Terlihat pula bahwa rata-rata persentase realisasi Pendapatan Asli Daerah terkecil terletak pada pos pendapatan retribusi di sektor peternakan yang hanya rata-rata 75,51 %. Sedangkan rata-rata realisasi selama 5 tahun yaitu 92,31 % dari keseluruhan pos-pos penerimaan pajak dan retribusi yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. 34 35 Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolak ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Sebagaimana Widayat (1994:20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Sebagaimana yang telah di jelaskan, bahwa Pendapatan Asli Daerah seharusnya ditunjang oleh hasil-hasil perusahaan daerah, pasar, pajak reklame, pajak bumi dan bangunan serta pajak dan usaha lainnya, maka hal tersebut juga dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Sumber-sumber penarikan pajak dan retribusi daerah yang ada di Kabupaten Pangkajenen dan Kepulauan, terbagi dalam beberapa pos pajak dan retribusi daerah yaitu : I. Pajak Daerah Pajak secara khusus dapat dikelompokkan berdasarkan sifat tertentu yang dimiliki oleh masing-masing pajak. Pengelompokan itu antara lain didasarkan lembaga pemungut, golongan dan UU Tahun 2000. Berdasarkan lembaga pemungut pajak dibagi atas pajak pusat dan pajak daerah, sedangkan berdasarkan golongannya maka pajak dapat dikelompokkan atas pajak langsung dan tak langsung. Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (PERDA), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai 36 pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan didaerah. Pemerintah daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam menerapkan penarikan pajak daerah kepada penduduknya, terlebih dahulu menetapkan pos-pos pajak yang dapat dikenakan pajak daerah. Pembagian pospos ini berkaitan dengan upaya menertibkan dan pengontrolan terhadap obyek pajak. Adapun jenis dan pos-pos dari pajak daerah yang dikenakan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan sebagai berikut: a. Pajak hotel dan penginapan b. Pajak restoran c. Pajak hiburan d. Pajak reklame e. Pajak penerangan jalan f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C. II. Retribusi Daerah Pos yang merupakan sumber lain dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah retribusi daerah. Jenis pungutan seperti retribusi mempunyai pengertian lain dibandingkan dengan pajak. Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi, karena pembayaran tersebut ditunjuk semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi, karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah. Sumber-sumber yang merupakan retribusi daerah yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan antara lain: 37 a. Retribusi Parkir b. Retribusi Pasar c. Retribusi Rumah Pemotongan Hewan (RPH). d. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah e. Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan f. Retribusi Dispensasi Pengunaan Jalan Daerah g. Retribusi Pelataran Dengan adanya pemasukan ke kas daerah dalam bentuk pajak dan retribusi daerah, maka selain melancarkan dalm hal pembangunan daerah juga menjadi parameter dari tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Hal ini dikarenakan bahwa dengan kesadaran yang tinggi masyarakat sebagai wajib pajak dengan melunasi kewajiban mereka akan mempercepat perealisasian dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang secara otomatis akan membantu pembangunan daerah untu menuju kesejahtraan masyarakat. Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Sub-sektor Peternakan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari Sub-sektor peternakan diambil dari pemungutan retribusi daerah yang meliputi : 1. Pemeriksaan Kesehatan Ternak Sebelum di Potong. - Sapi dan Kerbau = Rp. 7.500,-/Ekor. - Kambing dan Domba = Rp. 2.500,-/Ekor. 2. Pemakaian Tempat Pemotongan Ternak. - Sapi dan Kerbau = Rp. 7.500,-/Ekor. - Kambing dan domba = Rp. 5.000,-/Ekor. 38 Dengan adanya keseriusan pemerintah daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam pembangunan sub-sektor peternakan, maka diharapkan pula mampu memberikan sumbangsih terhadap pembangunan daerah dalam hal ini adalah kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Untuk menncapai apa yang dapat diberikan oleh sub-sektor peternakan yang ada, maka merupakan tugas dan usaha dari pemerintah setempat. Penggalian potensi ini tidak semata ditujukan pada pembanguna sarana dan prasarana, melainkan juga dapat digali melalui sumbangsih berupa penarikan retribusi sub-sektor peternakan. Adapun target dan realisasi dari retribusi subsektor petenakan selama 5 tahun pada daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Selisih Target dan Realisasi Retribusi Sub Sektor Peternakan Kab. Pangkep Tahun 2005 Sampai Dengan 2009. No. Tahun Target Realisasi Selisih % 1. 2005 40.040.000,- 28.820.000,- (11.220.000,-) 71.97 2. 2006 53.250.000,- 49.350.000,- (3.900.000,-) 92,67 3. 2007 52.750.000,- 27.750.000,- (25.000.000,-) 52,60 4. 2008 54.100.000,- 41.875.000,- (12.225.000,-) 77,40 5. 2009 50.100.000,- 41.527.500,- (8.572.500,-) 82,88 12.183.500,- 75,51 Rata-Rata Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011. Dari table 14. terlihat besarnya target dan realisasi retribusi sub-sektor peternakan yang tidak tercapai rata-rata Rp. 12.183.500,-, dengan persentase 75,51 % pertahun. Tidak tercapainya target tersebut akan berpengaruh langsung terhadap persentase penerimaan dari dinas peternakan. Jumlah pemeriksaan 39 hewan sebelum dipotong dan pemakaian tempat pemotongan hewan pada tahun 2005 sebanyak 1.152 ekor sapi, tahun 2006 jumlah pemeriksaan dan pemotongan ternak mengalami peningkatan sebanyak 1.974 ekor sapi tetapi tidak mempegaruhi realisasi target yang ditentukan, tahun 2007 jumlah pemeriksaan dan pemotongan ternak khususnya ternak sapi mengalami penurunan sebanyak 704 ekor itu disebabkan masyarakat takut mengkonsumsi daging sapi karena beredarnya informasi bahwa virus antraks pada ternak sapi dapat mematikan bila dikonsumsi, kerbau 275 ekor, kuda 130 ekor, tahun 2008 jumlah pemeriksaan dan pemotongan ternak sapi sebanyak 536 ekor, kerbau 237 ekor, kuda 121 ekor penurunan jumlah pemotongan ditahun sebelumnya disebabkan karena banyaknya daging impor yang masuk ke Indonesia dan pemotongan kambing sebanyak 2.604 ekor lebih banyak disbanding ternak besar, tahun 2009 jumlah pemeriksaan dan pemotongan ternak sapi sebanyak 424 ekor, kerbau 333 ekor, kuda 110 ekor dan kambing 4.047 ekor, mahalnya harga daging sapi, kerbau dan kuda sehingga masyarakat lebih cendrung ked aging kambing. Adapun penyimpangan jumlah pemotongan ternak yang tidak dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) pada tahun 2005 sebanyak 216 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp. 5.400.000,-, pada tahun 2006 sebanyak 1.116 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp. 27.900.000,-, tahun 2007 sapi sebanyak 231 ekor, kerbau 62 ekor, kuda 57 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp. 8.750.000,-, tahun 2008 sapi sebanyak 212 ekor, kuda 47 ekor, kerbau 58 ekor, kambing 450 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp. 11.300.000,-, tahun 2009 sapi sebanyak 425 ekor, kuda 19 ekor, kerbau 126 ekor dan kambing 577 ekor dengan kerugian daerah sebesar Rp. 18.577.500,-. 40 Dari hasil wawancara yang dilakukan dilokasi penelitian, mengatakan ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan target tidak tercapai yaitu: 1. Proyeksi dari pelaku penarget retribusi lemah. 2. Kurangnya sosialisasi retribusi pada peternak. 3. Kurangnya pengawasan pemerintah daerah dalam mengawasi pungutan retribusi yang dilakukan di RPH. 4. Petugas yang melayani retribusi belum mengerti arti dari retribusi di RPH. 5. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi di RPH. Hal ini sesuai dengan pendapat Widayat (1994:31) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah : 1. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan lainnya. 2. Adanya kebocoran-kebocoran. 3. Biaya pungut yang masih tinggi 4. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan. 5. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah. Setelah melihat sumber-sumber penerimaan pajak sub-sektor peternakan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan serta realisasi penerimaan retribusi peternakan yang tidak mencapai target yang diharapkan. Maka dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target pemungutan retribusi sub-sektor peternakan adalah faktor kesadaran masyarakat itu sendiri dalam membayar retribusi dan juga keseriusan pemerintah daerah dalam hal pemungutan retribusi. 41 Penerimaan Asli Daerah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan bersumber pada retribusi Rumah Potong Hewan (RPH) yang didasarkan PERDA Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan No. 18 Tahun 1998. Retribusi rumah potong hewan (RPH) merupakan penerimaan sub sector peternakan yang diperoleh pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Besarnya perkembangan pemotongan ternak di RPH dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Besarnya Perkembangan Pemotongan Ternak di RPH Kabupaten Pangkep Selama Tahun 2005 Sampai Dengan Tahun 2009. No. Jenis Ternak Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Rata-rata 1. Sapi 1.152 1.974 704 536 424 4.790 958 2. Kuda - - 130 121 110 361 72 3. Kerbau - - 275 237 333 845 169 4. Kambing - - - 2.604 4.047 6.651 3.325 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011. Dari tabel 15. terlihat bahwa besarnya jumlah pemotongan ternak yang ada di RPH berbeda-beda. Adapun jumlah ternak yang paling banyak dipotong di RPH adalah kambing yaitu 6.651 ekor, sedangkan ternak yang paling sedikit dipotong di RPH adalah kuda yaitu 361 ekor. Rata-rata pemotongan ternak pertahun yang paling banyak dipotong adalah kambing yaitu 3.325 ekor, sedangkan ternak yang paling sedikit dipotong adalah kuda yaitu 72 ekor. Jumlah pemotongan ternak sapi dalam 5 tahun terakhir mengalami penurunan di Rumah Potong Hewan (RPH) disebabkan karena harga daging yang tiap tahunnya mengalami peningkataan dan banyaknya pedagang yang ada di Kabupaten Pangkep menghentikan usaha penjualan dagingnya. Sebagaimana Yusmichad 42 (2009:77) mengemukakan bahwa ada beberapa masalah yang mengakibatkan penurunan permintaan daging sapi di Indonesia antara lain : 1. Harga daging sapi yang terus meningkat dengan kenaikan yang tidak wajar. 2. Ketergantungan persediaan daging pada daging impor makin tinggi. 3. Banyak pedagang yang menghentikan usaha penjualan daging dan ternak sapi karena sulit mendapatkan bahan baku. 4. Sebagian konsumen beralih dari daging sapi ke daging lain, seperti daging ayam dan ikan. Adapun Besarnya perkembangan pemotongan ternak di luar RPH dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16. Besarnya Perkembangan Pemotongan Ternak di Luar RPH Kabupaten Pangkep Selama Tahun 2005 Sampai Dengan Tahun 2009. Tahun No. Jenis Ternak 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Rata-rata 1. Sapi 216 1.116 231 212 425 2.200 440 2. Kuda - - 62 47 19 128 42 3. Kerbau - - 57 58 126 241 80 4. Kambing - - - 450 577 1.027 513 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2011. Dari tabel 16. terlihat bahwa besarnya jumlah pemotongan ternak yang ada di luar RPH berbeda-beda. Adapun jumlah ternak yang paling banyak dipotong di luar RPH adalah sapi yaitu 2.200 ekor, sedangkan ternak yang paling sedikit dipotong di luar RPH adalah kuda yaitu 128 ekor. Rata-rata pemotongan ternak 43 pertahun yang paling banyak dipotong diluar RPH adalah kambing yaitu 513 ekor, sedangkan ternak yang paling sedikit dipotong diluar RPH adalah kuda yaitu 42 ekor. Pemotongan ternak diluar RPH sering dilakukan pada bulan januari sampai juli, karena pada bulan-bulan tersebut masyarakat yang ada di kabupaten pangkep biasanya melakukan tradisi penyembelihan ternak setelah pasca panen disawah. Sebagaimana Antaramataram (2011) mengemukakan bahwa proses pemotongan ternak di luar rumah potong hewan (RPH) untuk keperluan acara keagamaan atau adat istiadat masih menjadi kebiasaan masyarakat di Indonesia. 44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan target tidak tercapai yaitu: a. Proyeksi dari pelaku penarget retribusi lemah. b. Kurangnya sosialisasi retribusi pada peternak. c. Kurangnya pengawasan pemerintah daerah dalam mengawasi pungutan retribusi yang dilakukan di RPH. d. Petugas yang melayani retribusi belum mengerti arti dari retribusi di RPH. e. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi di RPH. Saran Pentingnya peningkatan kinerja pemungutan sebagai upaya pencapaian target penerimaan retribusi daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, serta peningkatan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak dan perlunya ditambah pos penerimaan untuk sub-sektor peternakan sehingga dapat menambah pendapatan khusunya untuk sector peternakan dan pentingnya pembaharuan PERDA untuk sektor peternakan. 45 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010, Pangkep Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Makassar. Anonim. 2011, Undang-undang mengenai Pajak dan Retribusi daerah. Boediono, B. 2000. Perpajakan Indonesia. Penerbit Diadit Media, Jakarta. Kaho, Josef Riwu (2005), Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT.Grafindo Persada, Jakarta Kaswara 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mac Andreaws, C dan Ichsan, A. 2003. Hubungan Pusat Daerah Dalam Pembangunan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mardiasmo, 2002. Perpajakan. Edisi Revisi. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. Pamudji, S. (2002) , Pembinaan Perkotaan di Indonesia, Ichtiar, Jakarta Rasyaf, M. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penerbit Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M. 2002. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Penerbit Swadaya, Jakarta. Saragih, Juli Panglima (2003), Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Siahaan, M. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sudrajad, S dan Prambudi, R. 2003. Menjelang Dua Abad Sejarah peternakan dan Kesehatan Ternak: Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agrindo Mandiri, Jakarta. Todaro, M dan Smith, S. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta. Waluyo dan Wirawan. (2002). Perpajakan Indonesia. Seri Perpajakan Lengkap. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Wajong, J. (2001) Administrasi Keuangan Daerah, Ichtiar, Jakarta. Wetson, J.F dan Copeland, T.E. 1999. Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga, Jakarta. 46 Widayat (1994), Teori dan Aplikasi Edisi V, Erlangga, Jakarta. Yani, A. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Yusmichad Yusdja, 2009. Alternatif Kebijakan Menghadapi Kelangkaan Produksi Daging Sapi dan Ayam. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. 47