karakteristik endapan sedimen di perairan selat

advertisement
i
KARAKTERISTIK ENDAPAN SEDIMEN
DI PERAIRAN SELAT KARIMATA
MUHAMMAD TRIAL FIAR ERAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Endapan
Sedimen di Perairan Selat Karimata adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Muhammad Trial Fiar Erawan
NIM C551140011
iv
RINGKASAN
MUHAMMAD TRIAL FIAR ERAWAN. Karakteristik Endapan Sedimen
di Perairan Selat Karimata. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan ALI ARMAN
Endapan sedimen di perairan Selat Karimata dipengaruhi oleh pola dan
kecepatan arus. Selain itu, tutupan lahan di bagian hulu sungai dan sepanjang aliran
sungai yang bermuara di Selat Karimata atau perubahan alih fungsi lahan juga
memberikan dampak terhadap peningkatan laju pengendapan sedimen di perairan
tersebut. Kondisi ini menjadikan daerah dekat darat dan lepas pantai memiliki
karakteristik endapan sedimen berbeda. Berkaitan dengan itu, informasi mengenai
data laju pengendapan sedimen di Selat Karimata masih kurang. Data dari
pengarsipan oleh sedimen core diharapkan dapat memberikan informaasi mengenai
umur dan laju pengendapan sedimen di perairan Selat Karimata.
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni sampai September 2015.
Sampel sedimen yang digunakan yaitu sampel sedimen core hasil cruise Bulan Juni
2015 di Selat Karimata menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII yang merupakan
bagian dari kerjasama Balai Penelitian dan Observasi Laut Kementerian Kelautan
dan Perikanan dengan Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir
Nasional. Stasiun penelitian yaitu St B3 (108o32’49.5”E; 1°54’6.48”S) dan St 9
(109°03’48.8”E; 1°24’08.3”S), selanjutnya sampel sedimen core dipotong per 1 cm
dari lapisan permukaan hingga kedalaman 10 cm dan 2 cm pada kedalaman
selanjutnya dengan menggunakan pisau berbahan stainless atau alat potong
berbahan plastik untuk menghindari kontaminasi logam berat. Sampel sedimen core
digunakan untuk berbagai analisis laboratorium yaitu ukuran butir sedimen,
porositas, total 210Pb menggunakan Apha Spektrometer. Umur sedimen dan laju
pengendapan sedimen di analisis dengan isotop alam
(Constant Rate of Supply).
210
Pb menggunakan model CRS
Hasil penelitian ini menunjukan perbedaan komposisi sedimen di daerah
dekat daratan Pulau Kalimantan dan kondisi perairannya relatif tenang, didominasi
fraksi sedimen halus. Daerah lepas pantai yang kondisi perairannya lebih dinamis
didominasi oleh fraksi sedimen kasar. Umur sedimen di daerah dekat darat yaitu 50
tahun (kedalaman sedimen 4 cm) dan di daerah lepas pantai berumur 175 tahun
(kedalaman sedimen 11 cm). Perhitungan laju pengendapan sedimen di daerah
dekat daratan Kalimantan diperoleh pada tahun 1965 yaitu 0.092 kg.m-2.y-1 hingga
tahun 2009 terjadi peningkatan laju pengendapan sedimen menjadi 3.31 kg.m-2.y-1.
Laju pengendapan sedimen di daerah lepas pantai di peroleh pada tahun 1840 yaitu
0.08 kg.m-2.y-1 hingga tahun 2010 meningkat menjadi 1.78 kg.m-2.y-1. Hasil
penelitian ini menunjukan daerah yang dekat dengan daratan Kalimantan Barat
memiliki umur sedimen lebih muda yaitu 50 tahun dan laju pengendapan sedimen
lebih tinggi yaitu 3.31 kg.m-2.y-1 dari pada di daerah lepas pantai
Kata kunci: Isotop alam 210Pb, Karakteristik endapan sedimen, Model Constant
Rate of Supply (CRS), Selat Karimata
v
SUMMARY
MUHAMMAD TRIAL FIAR ERAWAN. Characteristics of Sediments deposition
in Karimata Strait. This research is supervised by TRI PRARTONO and
ALI ARMAN.
Depositing sediments in Karimata Strait are affected by water circulation
patterns and currents. Moreover, changing land covers in up streams and along river
banks disembogued in Karimata Strait or changing in land use also impacts to an
increased rate of sediment deposition of the strait. These conditions makes both
areas, nearest to mainland and offshore, are having different characteristics. In
relating to these characteristics, data files of sediment rate deposition of the strait is
still not sufficiently available. Data archived by sediment core sampling is expected
to provide information about the age and sediment depositing rate of the Karimata
Strait.
This research was conducted on June to September 2015. Used sediment
samples were exerted in this research were from two locations of sediment core
samplings, nearby and offshore waters of Borneo Island. Those samples were taken
during Baruna Jaya VIII Cruise as collaborative research between Institute Marine
Research and Observation Ministry of Marine and Fisheries Affairs and Center for
Isotopes and Radiation Aplication National Nuclear Energy Agency (BATAN) on
June 2015. Those sampling locations were at St B3 (108o32’49.5”E; 1°54’6.48”S)
and St 9 (109°03’48.8”E; 1°24’08.3”S). Furthermore, those samples were cut on 1
cm thick as deep as 10 cm depth on their surface layers and 2 cm thick after using
stainless knive or plastic knive to avoid metal contamination. Sediment cores used
for a variety of laboratory analysis that sediment grain size, porosity, total 210Pb.
Sediment ages and sediment depositing rate on natural isotope 210Pb analyazed
using CRS model (Contant Rate of Supply).
Research results show that sediment deposition in the nearby water to
mainland of Borneo is relatively serene and its sediment fraction is dominantly fine.
While the offshore water is more dynamics and dominated by coarse sediments.
Sediment age of the nearby water is about 50 years old (4 cm sediment depth) and
the other is about 175 years (11 cm depth). Calculated sediment deposition of the
nearby water in 1965 and 2009 are 092 kg.m-2 y-1 and 3.31 kg.m-2 y-1, respectively.
Furthermore, the other water, its sediment deposition rate in 1890 and 2010 are 0.08
kg.m-2 y-1 and 1.78 kg.m-2 y-1, respectively. This research shows that the near by
water to Western Borneo has younger age of sediment namely 50 years old and its
depositing rate is higher namely 3.31 kg.m-2.y-1 than the other location.
Keywords: Characteristic sediment deposition, Constant Rate of Supply (CRS)
model, Nature Isotope 210Pb, Karimata Strait.
vi
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vii
KARAKTERISTIK ENDAPAN SEDIMEN
DI PERAIRAN SELAT KARIMATA
MUHAMMAD TRIAL FIAR ERAWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Rina Zuraida ST MSc
ix
Judul Tesis
Nama
NIM
: Karakteristik Endapan Sedimen di Perairan Selat Karimata
: Muhammad Trial Fiar Erawan
: C551140011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Tri Prartono, MSc
Ketua
Dr Ali Arman, MT
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Neviaty P. Zamani, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 2 September 2016
Tanggal Lulus:
x
PRAKARTA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis mengenai Karakteristik Endapan
Sedimen di Perairan Selat Karimata berhasil diselesaikan dengan baik sebagai salah
satu syarat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Program Studi Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc dan
Bapak Dr Ali Arman, MT selaku yang telah banyak memberi saran dan masukan
dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga sangat berterima kasih pada Pusat Aplikasi
Isotop dan Radiasi-Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN), Jakarta Selatan
yang telah memberikan bantuan berupa penggunaan laboratorium dan alat-alatnya
dalam rangka penyelesaian penelitian ini, serta staf laboratorium BATAN Aditya
Dwi Permana Putra, S.Si dan Untung Sugiharto, A.Md yang telah memberikan
bantuan fisik maupun moral. Rekan-rekan kuliah seangkatan IKL 2014, temanteman (Zan Zibar, Wahidin, Ardana, Iswandi Wahab, Ferdi, Risko, Dwight
Kolibongso) yang telah mengispirasi dan menjadi teman diskusi, saudara
seperantauan di Bogor sebagai sumber inspirasi maupun penyemangat bagi penulis,
dan keluarga tercinta (Ayahanda Ir. La Rawa, M.Si, Ibunda Wa Modero, A.Md,
serta saudara Ardianto La Rawa, S.T, Muhammad Irwan, Muhammad Arman) yang
telah memberikan doa, kasih sayang dan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini masih belum terlepas dari kesalahan dan kekeliruan dalam
penyusunannya, untuk itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran
demi penyempurnaan isi dan tulisan dalam tesis ini.
Bogor, September 2016
Muhammad Trial Fiar Erawan
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
1
2
3
3
3
METODE PENELITIAN
4
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Analisis Sampel
Analisis data
4
5
5
7
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
1
2
3
4
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Pola dan Kecepatan Arus
Fraksi Sedimen
Porositas
Total 210Pb Sedimen Core
Umur dan Laju Pengendapan Sedimen
9
10
13
15
17
19
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
Saran
23
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1
2
Data sampel sedimen core Selat Karimata
Aktivitas unsupported 210Pb pada sedimen core St B3 dan St 9
6
18
xii
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Kerangka pikir penelitian
Lokasi Penelitian Selat Karimata
Bagan preparasi sampel sedimen untuk analisis Total 210Pb
Peta topografi Selat Karimata
Pola arus permukaan perairan Selat Karimata
Stickplot Pola dan kecepatan arus (A) St B3 dan (B) St 9 kedalaman
2.64 m
7 Sebaran vertikal fraksi sedimen core (%), (A) St B3 dan (B) St 9
8 Profil porositas terhadap kedalaman sedimen core (A) St B3
dan (B) St 9
9 Profil total 210Pb terhadap kedalaman sampel sedimen core (A) St B3
dan (B) St 9
10 Profil umur sedimen terhadap kedalaman sampel sedimen core
Selat Karimata (A) St B3 dan (B) St 9
11 Laju Pengendapan sedimen di Selat Karimata (A) st B3 dan (B) st 9
12 Tutupan lahan (A) Pulau Sumatera dan (B) Pulau Kalimantan tahun
2008-2010
4
5
7
10
12
13
14
16
17
19
20
22
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Pola dan kecepatan arus Selat Karimata kedalaman 2.64 m
Tahun 2015
Kecepatan arus rata-rata bulanan di Perairan Selat Karimata
Tahun 2015
29
30
Data kedalaman, berat kering, volume grain size, bulk density dan porositas
pada core St B3 di perairan Selat Karimata
31
Data kedalaman, berat kering, volume grain size, bulk density dan porositas
pada core St 9 di perairan Selat Karimata
31
Perhitungan sortasi
Hasil analisis data menggunakan model CRS (Constant Rate
of Supply) sedimen core St B3
Hasil analisis data menggunakan model CRS (Constant Rate
of Supply) sedimen core St 9
32
Dokumentasi penelitian
37
35
36
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selat Karimata merupakan bagian dari paparan Sunda dan termasuk
perairan dangkal < 85 m. Geologi dasar paparan Sunda dipengaruhi oleh perubahan
muka laut/ genangan laut pada zaman Pleistosen dan adanya indikasi kehadiran
sungai purba di bawa dasar laut di tafsirkan berdasarkan data batimetri
(Molengraaff 1922; Kuenen 1950) dan seismik pantul dangkal (Illahude dan
Situmorang 1994). Endapan dasar laut di paparan sunda terdiri dari beberapa jenis
endapan dan sedimen Kuarter antara lain endapan dari darat, pantai, sungai, delta
koluvial, rawa-rawa, lempung kaolin dari pelapukan batuan dasar dan lumpur
vulkanik (Situmorang et al 1993; Situmorang dan Andi 1999). Penelitian PPPGL
(2002) di Selat Karimata lembar peta 1215 memperoleh jenis sedimen pasir lanauan
27%, lumpur pasiran sedikit kerikil 18%, lanau pasiran 14%, lumpur kerikilan 5%,
dan lanau menutupi bagian kecil dari daerah selidikan. Terbentuknya sebaran
sedimen permukaan berhubungan dengan beberapa factor seperti; jarak terhadap
sumber sedimen, energi transport dan morfologi permukaan dasar laut. Selain itu,
arus juga menjadi salah satu kontrol sebaran sedimen, semakin tinggi kecepatan
arus di suatu perairan, partikel sedimen di endapkan semakin jauh dari sumbernya.
Sebaliknya, semakin rendah kecepatan arus, partikel sedimen lebih cepat di
endapkan (Rifardi, 2012).
Sedimentasi merupakan proses penumpukan sedimen dan semua peristiwa
yang terjadi selama pembentukan partikel (oleh pelapukan, erosi atau produksi
biogenik), melalui transportasi sedimen ke deposisi akhir dari partikel sedimen
(Hueneke dan Mulder 2011). Friedman dan Sander (1978) menunjukan bahwa
endapan sedimen disusun dari berbagai campuran partikel material yang berasal
dari sumber yang berbeda-beda. Populasi sedimen yaitu kerikil (gravel), pasir
(sand) dan lumpur (mud) yang terdiri dari lanau (silt) dan lempung (clay). Ukuran
partikel sedimen dapat menggambarkan perbedaan jenis, ketahanan partikel
terhadap erosi dan abrasi, proses transportasi dan pengendapan. Secara umum
partikel berukuran kasar diendapkan pada lokasi yang tidak jauh dari sumbernya,
sebaliknya semakin halus partikel, semakin jauh diendapkan dari sumbernya.
Kajian mengenai umur dan laju pengendapan sedimen dapat dilakukan
dengan menggunakan radioisotop telah dilakukan sejak dulu baik menggunakan 14C
maupun isotop alam 210Pb. 14C sering digunakan dalam pengetahuan geologi
dengan waktu paruh 5730 tahun, namun untuk dating sedimen muda kurang akurat
(Crickmore et al. 1990). Isotop alam 210Pb digunakan untuk mengkaji umur dan laju
akumulasi sedimen yang telah terjadi 150an tahun silam. Goldberg (1963) pertama
kali mengembangkan kajian geokronologi dengan isotop alam 210Pb, termasuk
akumulasi sedimen dari stratigrafinya. Sampai saat ini isotop alam 210Pb telah
digunakan sebagai radiotracer pada lingkungan, seperti biogeokimia laut (Nozaki
et al. 1991; Wei dan Murray 1994), deposisi atmosfer dan kontaminasi (Kaste et al.
2003; Sanchez-Cabeza et al. 2007) proses sedimentasi (Robins and Edgington
1975; DeMaster et al. 1991) dan radiokronologi sedimen (Koide et al. 1972;
Sanchez-Cazeba et al. 1999). Beberapa penelitian di Indonesia yang memanfaatkan
kelebihan isotop alam 210Pb seperti; Validasi tingkat akumulasi di Teluk Banten
(Indonesia) dengan model umum 210Pb (Boer et al. 2006); Model CRS untuk
2
menentukan tingkat akumulasi sedimen di wilayah pesisir menggunakan 210Pb
(Lubis 2006); Estimasi laju akumulasi sedimen daerah Teluk Jakarta dengan teknik
radionuklida alam unsupported 210Pb (Lubis et al. 2007); Aplikasi teknik nuklir
untuk studi geokronologi sedimen di perairan pantai lokasi tapak PLTN Ujung
Lemahabang, Semenanjung Muria (Susiati et al. 2007); Laju sedimen
menggunakan metode isotope 210Pb di Muara Jungkat Pontianak Kalimantan Barat
(Sa'adah et al. 2015). Penggunaan isotop alam 210Pb sangat sesuai untuk kajian
perubahan dan kejadian pada periode peningkatan jumlah penduduk dan banyak
perindustrian yang mulai memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan
dengan kontribusi peningkatan jumlah partikel yang masuk ke suatu perairan.
Aktivitas 210Pb pada lapisan sedimen core semakin menurun dengan kedalaman
sedimen, dan dapat menggambarkan umur serta laju pengendapan sedimen hingga
150 tahun silam (Appleby et al. 1990).
Isotop alam 210Pb dengan waktu paruh T ½= 22.23 ± 0.12 tahun,
Keberadaannya dalam sedimen berasal dari dua proses; (1) 226Ra meluruh
membentuk gas 222Rn yang tercampur di udara hingga terbentuk unsupported 210Pb.
Selanjutnya unsupported 210Pb turun ke laut, berikatan dengan partikel suspensi dan
mengendap bersamaan dengan pembentukan lapisan sedimen. (2) Peluruhan 226Ra
yang terdapat dalam sedimen tersebut menjadi supported 210Pb melalui proses
kesetimbangan. Penggunaan isotop alam 210Pb untuk geokronologi sedimen telah
banyak dilakukan, seperti (Komarek et al. 2008), baik sedimen danau
(Graney et al. 1995; Moor et al. 1996; Kober et al. 1999), maupun sedimen laut
(Kersten et al. 1997; Ritson et al. 1999; Choi et al. 2007). Beberapa penelitian
tersebut menggunakan model yang berbeda-beda baik menggunakan model CF:CS
(Constant Flux:Constant Sediment), CRS (Constant Rate of Supply), dan CIC
(Constant Initial Concentration). Hal ini tergantung pada kondisi lingkungan, dan
proses sedimentasi (erosi, pengendapan). Jika proses erosi pada suatu daerah stabil
dan mengakibatkan tingkat akumulasi sedimen konstan, maka model yang
digunakan CF:CS (Crickmore et al. 1990). Model CF:CS ini mengasumsikan
bahwa tidak ada perpindahan 210Pb di dalam kolom sedimen dan konsentrasi
unsupported 210Pb di dalam sedimen yang lebih tua akan menurun secara
eksponensial dengan massa kumulatif sedimen (Robins 1978). Model CRS
didasarkan pada asumsi; 210Pb disuplai secara konstan pada sedimen sepanjang
waktu, 210Pb merupakan factor tetap dari sedimentasi, dan suplai sedimen
merupakan faktor tetap terhadap waktu, kemudian untuk dapat melakukannya,
unsupported 210Pb pada beberapa bagian kedalaman pada kolom sedimen harus
dihitung. Model CIC didasarkan pada asumsi bahwa konsentrasi (aktivitas
radioaktif) awal yang konstan dari unsupported 210Pb pada contoh sedimen, laju
sedimentasi yang konstan dari suplai sedimen (Golberg 1963; Crozaz et al. 1964;
Appleby dan Oldfield 1978).
Perumusan Masalah
Pola arus monsun yang melalui Selat Karimata saat musim barat membawa
massa air dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa, dan saat monsun timur massa
air bergerak dari Laut Jawa menuju Laut Cina Selatan. Wyrtki (1961) mengestimasi
transport massa air bergerak dari selatan di musim dingin dan dari utara di musim
panas. Rata-rata tahunan volume massa air yang melalui Selat Karimata yaitu 0.3-
3
1.6 Sv berdasarkan model numerik yang digunakan (Fang et al. 2005, 2009; Tozuka
et al. 2007, 2009; Yaremchuk et al. 2009).
Kecepatan arus di perairan dekat pantai lebih rendah, dibandingkan dengan
daerah lepas pantai yang memiliki kecepatan arus tinggi. Kondisi ini berpengaruh
terhadap proses pengendapan partikel sedimen. Terangkutnya partikel sedimen erat
kaitannya dengan besarnya energi yang menggerakkan dan fungsi internal dari
partikel. Oleh karena itu, daerah yang memiliki energi lebih rendah mengakibatkan
partikel sedimen di endapkan lebih cepat, dibandingkan dengan daerah yang
memiliki energi lebih besar. Keberadaan sungai-sungai di bagian Kalimantan Barat
yang bermuara di Selat Karimata dapat memberi sumbangan partikel sedimen.
Partikel sedimen tersebut selanjutnya di endapkan di dasar perairan Selat Karimata,
dan di duga mengalami peningkatan pengendapan dari waktu ke waktu.
Pengendapan sedimen di Selat Karimata belum di ketahui, khususnya di lokasi
kajian. Penelitian yang pernah dilakukan di Selat Karimata seperti; PPPGL (2002)
terkait dengan penyelidikan geologi dan geofisika kelautan Selat Karimata (Barat
Laut) dari lokasi penelitian, kondisi oseanografi Selat Karimata (Susanto et al 2001;
Antomy et al. 2014; Mulyadi et al. 2015; Heriati et al. 2015) dan kondisi biologi
Selat Karimata (Susanto et al. 2006; Masturah et al. 2014; Prasetyo, et al. 2014).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang terkait dengan laju pengendapan
sedimen di Selat Karimata dengan menggunakan teknik core. Sedimen core
tersebut diharapkan dapat memberikan informasi seberapa besar pengendapan
sedimen di Selat Karimata beberapa tahun silam hingga saat ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi umur dan laju pengendapan
sedimen di perairan Selat Karimata bagian terdekat dengan Kalimantan Barat dan
daerah lepas pantai beberapa tahun silam hingga saat ini yang diendapkan di
perairan Selat Karimata.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan di sepanjang aliran sungai, khususnya di daerah
Kalimantan Barat.
Kerangka Pemikiran
Selat Karimata menghubungkan Laut Cina Selatan dengan laut Indonesia,
termasuk Laut Jawa, Laut Flores, Laut Banda, dan Selat Makassar (Gordon et al.
2003). Sekitar Selat Karimata terdapat pulau besar Sumatera dan Kalimantan yang
memiliki banyak sungai yang bermuara di perairan selat Karimata dan banyaknya
aktivitas manusia di sekitar perairan berkontribusi terhadap kondisi perairan,
kondisi ini memberikan peningkatan input partikel masuk ke perairan dan
diendapkan ke dasar perairan tersebut. Selat Karimata merupakan perairan yang
unik karena ketika musim timur pergerakan arus dari tenggara ke arah utara-barat
laut, sedangkan ketika musim barat laut arus dominan ke arah selatan-tenggara.
Widyastuti et al. (2010), berdasarkan hasil model pola arus di perairan Indonesia
4
terlihat bahwa siklus rata-rata yang memiliki arus kuat salah satunya Selat Karimata
dengan kecepatan berkisar antara 800-1200 cm/det selama 8 tahun (2002-2009).
Hal ini mempengaruhi karakteristik sedimen di perairan Selat Karimata.
Peningkatan kegiatan pertambangan dan perindustrian juga memberikan dampak
negatif. Berkaitan dengan hal tersebut, arsip mengenai data laju pengendapan
sedimen sangat sedikit. Data dari pengarsipan oleh sedimen core diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai laju pengendapan sedimen beberapa tahun silam
hingga saat ini di perairan Selat Karimata dengan pemanfaatan isotop alam 210Pb
dan model CRS (Constant Rate of Supply) yang digunakan. Kerangka penelitian
disajikan pada Gambar 1.
Alami
Antropogenik
οƒΌ Faktor oseanografi; Arus
οƒΌ Topografi Selat Karimata
Pengendapan
sedimen
Sedimentasi
Fraksi sedimen
Porositas
Aktivitas total 210Pb
Sedimen core
Umur
sedimen
Alur Penelitian
Laju pengendapan
sedimen
Penelitian yang dilakukan
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni sampai September 2015.
Sampel sedimen yang di gunakan yaitu sampel hasil cruise Bulan Juni 2015 di Selat
Karimata (Gambar 2) menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII yang merupakan
bagian dari kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Badan Tenaga
Nuklir Nasional. Selanjutnya sampel sedimen tersebut di analisis di Laboratorium
Kelautan, bidang Industri dan Lingkungan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi,
BATAN.
5
Gambar 2. Lokasi Penelitian Selat Karimata
Alat dan Bahan
Sampel sedimen yang digunakan untuk penentuan grain size (ukuran
butiran), umur sedimen dan laju pengendapan sedimen yaitu sedimen core. Bahan
yang digunakan di laboratorium seperti larutan standar 209Po, HCl (1:1), HNO3
(1:1), aquades, H2O2, HCl 0.3 N, asam askorbat, dan kertas saring Whatman nomor
42, diameter 125 mm.
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan lapangan yaitu box core, pipa
paralon berdiameter 4 inchi, GPS. Peralatan di laboratorium menggunakan oven,
ayakan, waterbath, timbangan digital, gelas piala. Peralatan untuk analisis
kandungan 210Pb menggunakan Alpha spektrometer produksi Canberra dengan
detector Passiveted Implanted Planar Silicon/PIPS (A450-20AM) dengan resolusi
20 keVdi Laboratorium Kelautan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIRBATAN), Jakarta Selatan.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun
Titik sampling sedimen core dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah jarak terhadap sumber utama
masukan partikel sedimen dan kondisi oseanografi yaitu pola dan kecepatan arus
(INDESO, 2015). Titik sampling sedimen core St B3 mewakili daerah lepas pantai,
dan kecepatan arus di daerah ini tinggi. Titik sampling sedimen core St 9 mewakili
daerah yang dekat dengan daratan Kalimantan Barat (diduga sebagai sumber utama
partikel sedimen) yang masuk ke perairan melalui sungai-sungai yang ada. Selain
itu, St 9 ini posisinya lebih terlindung oleh pulau-pulau kecil, sehingga kondisi
perairannya relatif tenang.
6
Stasiun
B3
9
Tabel 1. Data sampel sedimen core Selat Karimata
Panjang Sampel
Kedalaman
Koordinat
(cm)
(m)
o
108 32’49.5”E; 1°54’6.48”S
28
40
109°03’48.8”E; 1°24’08.3”S
5
27
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel sedimen di lokasi penelitian menggunakan box core
ukuran 50 x 50 x 40 cm pada kedalaman tertentu. Pengambilan sampel sedimen
dalam box core, menggunakan pipa paralon yang transparan (sampel terlihat jelas)
dari permukaan hingga paling dasar, selanjutnya didinginkan dalam lemari es
(penanganan selama di kapal). Kemudian sampel sedimen core tersebut dibawa ke
Laboratorium Kelautan, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi-BATAN dan disimpan
dalam freezer sebelum dilakukan preparasi dan analisis sampel sedimen. Penentuan
kosentrasi total aktivitas 210Pb pada setiap lapisan ditentukan dari hasil pengukuran
salah satu anak luruhya yaitu 210Po dengan asumsi terdapat kesetimbangan antara
keduanya. Sebelum dilakukan analisis umur dan laju akumulasi sedimen, terlebih
dahulu dilakukan preparasi sampel.
Preparasi sampel sedimen
Sampel sedimen core dipotong per 1 cm pada lapisan permukaan hingga
kedalaman sampel 10 cm dan 2 cm pada lapisan berikutnya menggunakan pisau
berbahan stainless atau alat potong berbahan plastik untuk menghindari
kontaminasi logam berat. Potongan sampel sedimen core tersebut ditempatkan pada
cawan petri yang diberi label sesuai stasiun dan per layer. Selanjutnya sampel
sedimen ditimbang menggunakan timbangan digital untuk mengetahui berat basah
setiap sampel. Sampel sedimen core tersebut selanjutnya dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 60 0C selama 24 jam. Sampel sedimen core yang
telah kering ditimbang berat keringnya, setelah itu dihaluskan dengan cara digerus.
Destruksi sampel sedimen core tersebut mengikuti prosedur Sanchez-Cabeza et al.
(1999); IAEA (2003) (Gambar 3). Sampel sedimen hasil ayakan diambil 4-5 gr
dituang ke dalam gelas piala dan diberi larutan standar 209Po (tracer) sekitar 0.4 ml
sebagai perunut, ditambahkan 10 ml HCl (1:1), 10 ml HNO3 (1:1), 15 ml H2O dan
5 tetes H2O2 30%, kemudian dipanaskan sampai kering menggunakan waterbath
(suhu 800C), kemudian ditambahkan larutan HCl (1:1) sebanyak 10 ml dan 40ml
H2O dan dipanaskan selama 10 menit, setelah itu disaring menggunakan kertas
saring merek Whatman nomor 42. Filtrat tersebut dikeringkan sampai terbentuk
endapan dan ditambahkan 4 ml HCl (1:1) dan diaduk menggunakan batang
pengaduk berbahan porcelain dan volumenya ditepatkan menjadi 100 ml dengan
menambahkan HCl 0.3 N. Sampel sedimen tersebut diambil 50 ml kemudian
ditambahkan 400 mg asam askorbat, dipanaskan selama ± 5 menit, dan distirer
selama ± 2 jam. Contoh tersebut selanjutnya di cacah dengan Alpha spektrometer
produksi Canberra dengan detektor PIPS (Passiveted Implanted Planar Silicon)
(A450-20AM) dengan resolusi 20 keV dalam kondisi vakum. Pencacahan tersebut
dilakukan selama ± 4 jam.
7
4-5 gr sedimen
kering di dalam
gelas piala
Panaskan ±10 menit
+ 0.4 ml 209Po
(tracer)
+ 10 ml HCl
+ 40 ml H2O
+ 10 ml HCl
+ 10 ml HNO3
+ 15 ml H2O
+ 5 tetes H2O2 (30%)
Panaskan sampai
kering (Waterbath)
Filtrat dikeringkan
dan + 4 ml HCl
Saring dan bilas
(30 ml HCl 0.3 N)
+400 mg asam
askorbat
Self deposisi ke plat
Cu (stirrer)
Panaskan ± 5 menit
Analisis menggunakan
Alpha Spektrometer
Sumber: (Sanchez-Cabeza et al. 1999; IAEA 2003)
Gambar 3. Bagan preparasi sampel sedimen untuk analisis total 210Pb
a
Analisis Sampel
Analisis Ukuran Butir Sedimen
Penentuan ukuran butir (grain size) sedimen, terlebih dahulu sampel
sedimen dipotong per lapisan dari bagian atas hingga ke bawah, ditimbang berat
basah, kemudian dikeringkan dalam oven, dan ditimbang berat kering sampel
sedimen, sampel sedimen digerus menggunakan mortar, selanjutnya di ayak
menggunakan ayakan 0.210 mm dan 0.625 mm. Perhitungan fraksi lempung
menjadi satu dengan lanau, sehingga ukuran butiran sedimen didapatkan tiga fraksi
yaitu pasir halus, pasir sangat halus dan lumpur. Analisis ukuran butiran
menggunakan skala Wenworth (Ρ„) mengacu pada Boggs (2006).
8
Analisis Porositas
Porositas pada sedimen merupakan ruang kosong di antara partikel sedimen
dengan nilai 0-1 atau dalam persentase 0-100%. Penentuan porositas jika nilai
volume grain size tidak diketahui, maka volume grain size sedimen dapat
menggunakan nilai konstanta 2.65 g.cm-3 (Manger 1963), dengan persamaan
porositas:
V𝑔
𝑃𝑇 = 100(1 − Vπ‘π‘’π‘™π‘˜) ………………………………………....... (i)
Porositas (PT), volume grainsize (Vg) dan volume bulk density (Vbulk)
Analisis Total 210Pb
Total aktivitas 210Pb ditentukan dari hasil pengukuran salah satu anak
luruhnya (209Po), dengan asumsi terdapat kesetimbangan antar keduanya.
Perhitungan total 210Pb diperoleh dengan persamaan:
𝐴(
210
[𝑁
𝑆 −1 ]
[𝐴( 209 π‘ƒπ‘œ)]
𝑃𝑏) = [𝑁210 𝑆−1 ] π‘₯ [π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘š π‘ π‘’π‘‘π‘–π‘šπ‘’π‘›] ………………………. (ii)
209
N210 dan N209 menunjukan cacahan alpha dari 210Po dan
menunjukan aktivitas peluruhan sebesar 0.0846 Bq.
209
Po perdetik. A (209Po)
Analisis data
Penentuan Umur dan laju Pengendapan Sedimen
Isotop diukur dengan Alpha Spektrometer dengan detektor PIPS (Passiveted
Implanted Planar Silicon) area 450 mm2, resolusi 20keV dan kondisi vakum.
Pengukuran dilakukan selama ± 4 jam dan energi yang digunakan adalah 4,88 MeV
untuk 209Po (tracer) dan 5,305 MeV untuk 210Po. Pengukuran background dilakukan
pada periode yang sama dengan pengukuran sampel dan hasilnya dikurangkan pada
hasil pengukuran sampel. Umur sedimen dan laju akumulasi sedimen ditentukan
dengan menggunakan model CRS (Constant Rate of Supply). Model CRS
merupakan model yang praktis untuk menghitung umur dan laju akumulasi sedimen
dan sering digunakan oleh peneliti (Ballestra et al. 1994; Sanchez-Cabeza et al.
1999; Hancock dan Hunter 1999; Lubis 2006). Model CRS ini juga dianjurkan
(Krishnawamy et al. 1971) dengan persamaan;
𝐴 = 𝐴(0)𝑒 −π‘˜π‘‘ ………………………………………………….. (iii)
Nilai A diperoleh dari pengurangan total unsupported 210Pb dengan nilai
unsupported 210Pb pada kedalaman x dan k adalah konstan peluruhan radioaktif
210
Pb = 0,03114/tahun, A(o) adalah jumlah unsupported 210Pb pada seluruh core
(Bq/m2), t adalah umur sedimen (tahun) dengan persamaan;
1
𝑑 = π‘˜ 𝑙𝑛
𝐴(0)
𝐴
………………………………………….…………. (iv)
9
Laju pengendapan sedimen pada setiap satu satuan waktu dihitung dari persamaan;
π‘˜π΄
π‘Ÿ= 𝐢
(v)
2
r adalah laju pengendapan sedimen (kg/m .tahun), C adalah konsentrasi
unsupported 210Pb pada kedalaman x (Bq/kg).
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Selat Karimata merupakan selat yang diapit oleh dua pulau besar yaitu
Kalimantan dan Sumatera. Pulau Kalimantan dan Sumatera masing-masing
terdapat banyak sungai kecil hingga sungai besar dan terdapat banyak aktifitas
manusia, sehingga akan memberikan sumbangan partikel sedimen di selat
Karimata. Selat Karimata sebagai penghubung Laut Cina Selatan dengan Laut
Jawa, Flores, Laut Banda, dan Selat Makassar. Susanto et al. (2001) menyatakan
bahwa Selat Karimata dipengaruhi angin musiman dan massa air dari Samudera
Hindia dan adanya aliran pergerakan Laut Cina Selatan melalui selat Karimata
dengan aliran yang kuat menuju selatan pada musim barat dan aliran dasar yang
lebih lemah dimusim kemarau. Selanjutnya Heriati et al. (2015) menjelaskan
mengenai karakteristik pasang surut di perairan selat Karimata secara umum adalah
pasang surut tipe tunggal (diurnal tide). Perairan Selat Karimata sebagai
penghubung Laut Cina Selatan dengan perairan Indonesia, menyebabkan pola arus
yang terjadi juga dipengaruhi oleh arus di Laut Cina Selatan membawa masa air ke
perairan Indonesia. Selain hal tersebut, topografi perairan juga erat kaitannya
dengan pengendapan sedimen. Kondisi ini diduga berpengaruh terhadap
karakteristik sedimen yang terendapkan di perairan Selat Karimata.
Selat Karimata memiliki kedalaman perairan kurang lebih 40 m dan lebar
360 km (diukur dari Pulau Belitung dan bagian selatan pantai barat Pulau
Kalimantan). Topografi perairan Selat Karimata (Gambar 4) membentuk dataran
pada bagian tengah selat (antara Sumatra-Kalimantan) dan membentuk cekungan
pada bagian gugusan pulau, seperti pada gugusan Pulau Karimata. Hal ini akan
mempengaruhi proses pengendapan sedimen di dasar perairan. Dasar laut yang
datar, pengendapan sedimen akan berlangsung lebih lama dan sedikit, dibandingkan
dengan dasar laut yang membentuk cekungan, pengendapan sedimen terjadi lebih
cepat dan lebih banyak.
10
Gambar 4. Peta topografi Selat Karimata
Kedalaman perairan St B3 dan St 9 berturut-turut yaitu 40 m dan 27 m.
Banyaknya pulau-pulau kecil di sekitar St 9 mengakibatkan kondisi perairan
cenderung tenang, sedangkan pada St B3 (lepas pantai) kondisi perairannya lebih
dinamis.
Pola dan Kecepatan Arus
Arus merupakan salah satu faktor yang menentukan arah dan sebaran
sedimen di suatu perairan. Hal ini menyebabkan karakteristik sedimen akan berbeda
setiap daerah. Pola dan kecepatan arus permukaan (± 2.6 m) selama satu tahun di
perairan Selat Karimata di sajikan pada Gambar 5.
11
12
Sumber: INDESO (2015)
Gambar 5. Pola arus permukaan (2.64 m) di perairan Selat Karimata
Secara umum kecepatan arus tinggi pada saat musim barat dan melemah
saat musim timur. Kecepatan arus minimum pada St B3 terjadi pada bulan
Desember yaitu 0.06 m/s dan kecepatan arus maksimum terjadi pada bulan Maret
yaitu 0.35 m/s, selanjutnya Kecepatan arus minimum pada St 9 terjadi pada bulan
November yaitu 0.01 m/s dan kecepatan arus maksimum terjadi pada bulan
Februari yaitu 0.03 m/s. Kecepatan arus maksimum cenderung terjadi pada lokasi
penelitian St B3 dan kecepatan arus minimum pada St 9. Perbedaan kecepatan arus
di masing-masing stasiun penelitian selama satu tahun di sajikan pada Gambar 6
stickplot kecepatan arus.
13
(A)
(B)
Sumber: INDESO (2015)
Gambar 6. Stickplot Pola dan kecepatan arus (A) St B3 dan (B) St 9 kedalaman
2.64 m
Fraksi Sedimen
Fraksi sedimen yang di peroleh berdasarkan analisis laboratorium yaitu
pasir halus, pasir sangat halus dan lumpur. Fraksi sedimen St B3 dan St 9 disajikan
pada Gambar 7. Fraksi sedimen pada sedimen core St B3 didominasi oleh pasir
halus, beda halnya dengan sedimen core St 9 (Gambar 7B) yang menunjukan fraksi
sedimen pasir halus dan pasir sangat halus memiliki komposisi relatif sama. PPPGL
(2012) juga menemukan fraksi sedimen pada dasar perairan Selat Karimata (lepas
pantai) tepatnya di bagian Barat Laut dari daerah kajian (St B3) lebih didominasi
oleh pasir lanauan. Hal ini diduga berkaitan dengan proses pengendapan yang
dipengaruhi oleh kecepatan arus. Sedimen core St B3 didominasi fraksi pasir halus
karena kecepatan arus pada daerah tersebut lebih tinggi, mengakibatkan fraksi pasir
sangat halus dan lumpur sebagian di endapkan dan sebagiannya lagi akan terbawa
oleh arus. Selanjutnya sedimen core St 9, lebih didominasi oleh fraksi pasir sangat
halus karena kecepatan arus lebih rendah pada daerah tersebut.
14
(A)
Fraksi (%)
Kedalaman (cm)
0.00
(0-1)
(1-2)
(2-3)
(3-4)
(4-5)
(5-6)
(6-7)
(7-8)
(8-9)
(9-11)
(11-13)
(13-15)
(15-17)
(17-19)
(19-21)
(21-23)
(23-25)
(25-26)
(26-28)
20.00
40.00
80.00
70.47
21.81
7.72
65.00
27.31
7.69
65.03
28.22
6.75
66.55
26.91
6.55
69.35
25.54
5.11
70.21
24.20
5.59
72.35
22.91
4.75
72.88
22.03
5.08
74.26
20.91
4.83
69.14
26.38
4.48
71.66
25.34
3.00
70.32
26.64
3.04
63.36
32.98
3.66
72.97
23.63
3.40
70.55
26.61
2.84
65.09
31.28
3.63
69.41
27.89
2.69
68.31
28.99
2.70
70.18
27.57
2.26
Pasir halus
(B)
Pasir sangat halus
Lumpur
Fraksi (%)
0.00
Kedalaman (cm)
60.00
20.00
40.00
60.00
41.57
(0-1)
9.04
(1-2)
8.81
49.40
47.15
44.04
42.78
(2-3)
10.70
(3-4)
7.09
(4-5)
7.51
Pasir halus
46.52
45.90
47.01
42.32
Pasir sangat halus
50.17
Lumpur
Gambar 7. Sebaran vertikal fraksi sedimen core (%), (A) St B3 dan (B) St 9
Secara umum hasil penelitian di perairan Selat Karimata memiliki fraksi
sedimen yang bervariasi mulai dari pasir halus hingga lumpur, tetapi komposisinya
tidak menyebar secara merata. Komposisi lumpur pada setiap stasiun dapat
dijadikan sebagai indikasi adanya input partikel sedimen dari darat ke laut. Sebaran
fraksi sedimen lumpur secara vertikal pada St B3 berkisar 2.26-7.72 % dan St 9
berkisar 7.09-10.70%. Terlihat bahwa fraksi lumpur pada sedimen core St B3
semakin bertambah dari layer sedimen paling bawah hingga ke permukaan. Fraksi
15
lumpur pada stasiun B3 sedikit karena merupakan perairan lepas pantai dan
kecepatan arus cenderung tinggi, sedangkan fraksi lumpur pada St 9 lebih tinggi
karena pada daerah ini lebih terlindung oleh beberapa pulau disekitarnya sehingga
kurang dipengaruhi oleh pergerakan arus yang melalui Selat Karimata.
Fraksi sedimen yang lebih kasar akan diendapkan lebih cepat dibandingkan
dengan fraksi yang lebih halus, dimana partikel sedimen yang lebih halus akan
terbawah oleh arus dan diendapkan lebih jauh lagi. Rifardi (2012) menyatakan
bahwa partikel yang berukuran besar akan diendapkan pada lokasi yang tidak jauh
dari sumbernya, sebaliknya semakin halus ukuran butir sedimen akan semakin jauh
ditranspor oleh arus dan semakin jauh diendapkan. Selanjutnya Wau dan Rifardi
(2014) menyatakan bahwa fraksi medium sand mengindikasikan kekuatan arus
dasar pada daerah tersebut lebih tinggi dan fraksi fine sand mengindikasikan
kekuatan arus pada daerah tersebut lebih rendah.
Porositas
Profil porositas pada sedimen core St B3 dan St 9 (Gambar 8). Nilai
porositas total yang diperoleh pada sedimen core St B3 yaitu 81.98 % (26-28cm)
dan berkurang menjadi 51.75 % (0-1 cm). Porositas pada kedalaman 26 cm
(67.69 %) mengalami penurunan akibat dari penurunan kepadatan partikel (bulk
density) (Lampiran 3 dan 4), ketika kepadatan partikel meningkat pada kedalaman
25 cm maka di ikuti oleh peningkatan nilai porositas menjadi 77.21 %, selanjutnya
terjadi perubahan nilai porositas hingga kedalaman sedimen 11 cm yang tidak
signifikan, kemudian pada kedalaman 9 cm mengalami penurun lagi yaitu 61.45 %
akibat dari penurunan kepadatan partikel menurun. Sementara itu, nilai porositas
pada kedalaman 5-1 cm bervariasi. Hal ini karena partikel sedimen baru di
endapkan dan belum terjadi pemadatan.
Nilai porositas sedimen core St 9 pada kedalaman sedimen 5 cm yaitu
87.22 % dan porositas terendah pada kedalaman 1 cm yaitu 77.44 %. Nilai porositas
mengalami penurunan yang signifikan pada kedalaman sedimen 3 cm. Hal ini juga
erat kaitannya dengan penurunan nilai kepadatan partikel sedimen dan meningkat
kembali pada lapisan 2 cm akibat dari kepadatan partikel sedimen pada lapisan
tersebut meningkat, dan kembali menurun pada kedalaman 1 cm.
Ruang pori total pada jenis pasir semakin rendah, namun sebagian besar dari
pori tersebut terdiri dari pori-pori yang besar dan sangat efisien dalam lalu lintas air
dan udara. Sedangkan pada partikel sedimen yang lebih halus pori-pori kecil yang
mendominasi akibat dari pemadatan partikel, sehingga kapasitas untuk di lalui air
sangat kecil (Buckman dan Brady 2002). Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa
pori total pada fraksi sedimen yang lebih halus akan lebih tinggi dibandingkan
dengan fraksi sedimen yang lebih kasar.
16
Kedalaman
Kedalaman
(cm) (cm)
Porositas
(%)(%)
Porositas
40.0021.755.00
70.00
85.0055.3
15.0
28.4 35.1
41.8 48.6
0
0
11
22
33
44
55
66
77
88
99
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27
28
28
(B)
Porositas (%)
70.00
0
Kedalaman (cm)
(A)
80.00
90.00
1
2
3
4
5
6
Gambar 8. Profil porositas terhadap kedalaman sedimen core (A) St B3 dan
(B) St 9
Hubungan ukuran butir dengan porositas (Nurwidyanto et al. 2006) yaitu
semakin besar ukuran butir, maka nilai porositas semakin kecil. Oleh karena itu,
nilai porositas pada St B3 lebih rendah dibandingkan dengan nilai porositas pada St
9, karena partikel sedimen pada St B3 didominasi oleh pasir halus dan pada St 9
didominasi oleh pasir sangat halus. Selain hal itu, sortasi juga erat kaitannya dengan
nilai porositas. Porositas akan berkurang ketika nilai sortasi sangat buruk. Rifardi
(2012) sortasi menggambarkan tingkat keseragaman butiran. Hasil perhitungan
sortasi (Lampiran 5), sortasi rata-rata pada sedimen core St B3 yaitu 0.56 Ρ„ dan
sedimen core St 9 yaitu 0.64 Ρ„. Secara umum nilai sortasi dari ke dua sedimen core
tersebut menggambarkan bahwa partikel sedimennya terpilah agak baik. Folk
(1980) menyatakan nilai sortasi 0.50-0.71 Ρ„ termasuk pada kategori terpilah agak
baik. Nilai tersebut menunjukan bahwa porositas pada sedimen core St B3 lebih
rendah dari pada sedimen core St 9.
17
Total 210Pb Sedimen Core
Profil aktivitas total 210Pb pada setiap core (Gambar 9) menunjukkan bahwa
pada lapisan permukaan sedimen mengalami fluktuasi yang jelas. Hal ini dapat
disebabkan oleh percampuran partikel sedimen akibat proses pengadukan di dasar
perairan. Nilai aktivitas total 210Pb yang didapatkan pada St B3 berkisar 10.22
Bq.kg-1 (17-19 cm) - 92.61 Bq.kg-1 (1-2 cm) dan St 9 berkisar 53.98 Bq.kg-1
(4-5 cm) - 74.83 Bq.kg-1 (0-1 cm).
210Pb
Kedalaman (cm)
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
25
(B)
total (Bq/kg)
50
75
100
210Pb
46.7
0
Kedalaman (cm)
(A)
total (Bq/kg)
58.3
69.9
81.5
1
2
3
4
5
Gambar 9. Profil total 210Pb terhadap kedalaman sampel sedimen core (A) St B3
dan (B) St 9
Gambar 9A menunjukan profil total 210Pb bervariasi pada lapisan sedimen
permukaan (1-5 cm) dan cenderung mengalami penurunan pada lapisan sedimen
bagian bawah hingga lapisan 28 cm. Hal yang sama juga ditemukan pada sedimen
core St 9 (Gambar 9B) profil total 210Pb bervariasi. Secara umum total 210Pb lebih
tinggi pada sedimen core St B3 yang memiliki fraksi pasir halus lebih dominan
dibandingkan dengan sedimen core St 9 yang memiliki fraksi pasir sangat halus
lebih dominan.
Umumnya aktivitas total 210Pb tersebut menunjukan penurunan seiring
dengan bertambahnya kedalaman. Penurunan tersebut disebabkan oleh peluruhan
radioaktif dari 210Pb terhadap waktu (Jeter 2000).
18
Aktivitas supported 210Pb diasumsikan sama pada setiap kedalaman, yang
mana 226Ra meluruh membentuk gas 222Rn yang kemudian meluruh dengan waktu
paruh pendek membentuk isotop 210Pb. Nilai aktivitas supported 210Pb relatif
konstan di setiap kedalaman pada lapisan atas, tengah dan bawah setiap core. Nilai
aktivitas supported 210Pb pada core St B3 dan St 9 adalah 14 Bq/kg-1. Selanjutnya
penentuan unsupported 210Pb ditentukan berdasarkan pengurangan antara aktivitas
total 210Pb dengan supported 210Pb (Hakanson dan Jansson 2002; Panayatou 2002).
Kosentrasi Unsupported 210Pb akan menurun, sebagai fungsi dari kedalaman akibat
dari peluruhan radioaktif. Aktivitas unsupported 210Pb setiap core St B3 dan St 9
berturut-turut disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Aktivitas unsupported 210Pb pada sedimen core St B3 dan St 9
Unsupported 210Pb (Bq/kg-1)
Kedalaman (cm)
St B3
St 9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
13
15
17
19
21
23
25
26
28
64.04
78.61
58.86
43.89
61.75
30.98
22.17
13.64
10.14
7.81
0.81
-
60.83
67.54
45.16
54.77
39.98
Aktivitas total 210Pb menurun hingga akan mendekati nilai nol (Hancock dan
Hunter. 1999; Lubis. 2003). Aktivitas unsupported 210Pb pada st B3 mencapai nilai
mendekati nol yaitu 0.81 Bq/kg-1 pada kedalaman 11-13 cm. Aktivitas unsupported
210
Pb pada St 9 yang diperoleh belum mencapai angka nol, dikarenakan sampel
yang diperoleh hanya 5 cm. Goldber (1963) menyatakan bahwa 210Pb di atmosfer
turun bersamaan dengan presipitasi kemudian mengendap di lingkungan
pengendapan tanah, danau dan dasar laut bersamaan dengan turunnya hujan. Ketika
terperangkap dalam sedimen, 210Pb diasumsikan tidak bergerak. Proses ini dikenal
dengan istilah unsupported 210Pb. Sedangkan supported 210Pb dihasilkan oleh
peluruhan insitu dari 222Rn, yang merupakan salah satu daughter element dari
peluruhan 226Ra umumnya terjadi pada lingkungan pengendapan teristrial, seperti
pada batuan di dalam bumi. Nilai unsupported 210Pb ini akan digunakan dalam
penentuan umur dan laju pengendapan sedimen di perairan Selat Karimata.
19
Umur dan Laju Pengendapan Sedimen
Penentuan umur sedimen diperoleh dari penggunaan model CRS (Constant
Rate of Supply) bahwa umur sedimen pada St B3, lapisan sedimen 9-11 cm telah
berumur 175 tahun (tahun 1840 waktu terbentuknya) dan pada lapisan 0-1 cm telah
berumur 5.1 tahun (tahun 2010 waktu terbentuknya). Umur sedimen pada St 9 pada
lapisan 3-4 cm yaitu 50.4 tahun (tahun 1965 waktu terbentuknya) dan lapisan
sedimen 0-1 cm berumur 5.8 tahun (tahun 2009 waktu terbentuknya). Profil umur
sedimen terhadap kedalaman pada setiap core St B3 dan St 9 disajikan pada Gambar
10.
(A)
Umur (tahun)
5.1
39.0 73.0 107.0 141.0 175.0
1
1
4
5
6
Kedalaman (cm)
0
3
Umur (tahun)
5.8
0
2
Kedalaman (cm)
(B)
20.7
35.6
50.4
2
3
4
5
7
8
9
10
11
Gambar 10. Profil umur sedimen terhadap kedalaman sampel sedimen core Selat
Karimata (A) St B3 dan (B) St 9
Partikel sedimen yang berasal dari daratan akan terbawa ke perairan baik itu
melalui sungai maupun udara, yang kemudian akan terendap di dasar perairan.
Estimasi umur sedimen core st B3 dan st 9 berdasarkan metode isotop alam 210Pb
dan model CRS (Lampiran 1).
Laju deposisi sedimen merupakan proses pengendapan sedimen yang
disebabkan oleh sifat mekanis materi tersuspensi di air atau proses pembentukan
dan akumulasi sedimen pada dasar perairan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini menunjukan laju deposisi sedimen setiap stasiun pada umumnya semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Profil laju deposisi sedimen terhadap umur disetiap
kedalaman pada stasiun st B3 dan st 9 (Gambar 11).
20
(A)
Laju deposisi sedimen (kg.m-2.y-1)
Umur (tahun)
0.00
0.29
0.87
1.16
1.45
1.74
20101
20032
19953
19894
19725
19586
19447
19308
19129
10
1840
Laju deposisi sedimen (kg.m-2.y-1)
(B)
0.00
Umur (tahun)
0.58
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
20091
19992
19903
19654
Gambar 11. Laju Pengendapan sedimen di Selat Karimata (A) St B3 dan (B) St 9
Gambar 11 menunjukan bahwa laju deposisi sedimen pada St B3 berkisar
0.08 kg.m-2.y-1 (1840) atau terjadi sejak 175 tahun silam. Pengendapan sedimen
terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010 berdasarkan persamaan (iv) yaitu
sebesar 1.78 kg.m-2.y-1. Laju pengendapan sedimen St 9 berkisar 0.92 kg.m-2.y-1
(1965) atau sejak 50 tahun silam. Laju pengendapan sedimen terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2009 atau ± 6 tahun silam mencapai 3.31 kg.m-2.y-1.
Asal partikel sedimen yang berbeda menyebabkan karakteristik dan sebaran
sedimen di suatu perairan akan berbeda pula. Endapan sedimen di lokasi penelitian
berbeda, St B3 endapan sedimen didominasi oleh partikel kasar dan St 9 didominasi
oleh partikel halus. St 9 di dominasi oleh partikel halus karena lokasi ini merupakan
daerah yang relatif tenang dan dekat dengan sumber utama partikel sedimen. Beda
halnya dengan endapan sedimen pada St B3 didominasi oleh partikel kasar karena
kondisi perairan di daerah ini lebih dinamis dan jauh dari sumber sedimen. Oleh
karena itu partikel sedimen yang terbawa telah terdispersi secara luas sehingga pada
St B3 laju pengendapan sedimen lebih sedikit dibandingkan dengan laju
pengendapan sedimen pada St 9. Berdasarkan pola arus (INDESO 2015), sumber
partikel sedimen pada St 9 di duga berasal dari daratan Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah, sedangkan partikel sedimen yang di endapkan pada St B3 di
duga berasal dari Pulau Sumatra dan Kalimantan, karena adanya pertemuan arus
dari arah Pulau Kalimantan menuju daerah lepas pantai (Selat Karimata bagian
tengah) dan pergerakan arus dari arah Pulau Sumatra bergerak menuju daerah lepas
21
pantai (Selat Karimata bagian tengah). Kondisi ini terjadi baik pada musim barat
maupun pada musim timur. Selain faktor arus, pengaruh antropogenik dari darat
telah memberikan dampak terhadap peningkatan partikel lumpur.
Pengendapan sedimen yang terjadi, erat kaitannya dengan ukuran butir
sedimen. Selain ukuran butir sedimen, kecepatan arus di suatu perairan juga
berperan penting dalam proses pengendapan sedimen. Rifardi (2012) menyatakan
bahwa secara umum partikel yang berukuran kasar diendapkan pada lokasi yang
tidak jauh dari sumbernya, sebaliknya semakin halus ukuran partikel akan semakin
jauh ditransport oleh arus, sehingga semakin jauh diendapkan dari sumbernya.
Sedimen dasar perairan terdiri dari partikel-partikel yang berbeda ukuran dan
komposisinya. Fraksi sedimen yang kasar mengindikasikan kondisi hidrodinamik
tinggi pada St B3.
Laju pengendapan sedimen di perairan Selat Karimata menunjukan adanya
variasi pengendapan sedimen. Namun secara umum laju pengendapan di Selat
Karimata terus mengalami peningkatan hingga saat ini, baik di daerah yang dekat
dengan daratan Kalimantan Barat (St 9) maupun di daerah lepas pantai (St B3).
Pengendapan sedimen yang berbeda dan terjadi perubahan pengendapan secara
mendadak diakibatkan oleh peristiwa ekstrim seperti; banjir, gempa bumi dan
tsunami (Tuttle et al. 2004; Garcia-Orellana et al. 2006) maupun aktivitas manusia
seperti alih fungsi lahan baik di daerah Kalimantan maupun di daerah Sumatra. Hal
ini menyebabkan tutupan lahan masing-masing daerah terus mengalami penurunan
dari tahun ke tahun. Wedastra et al. (2013) menggunakan data MODIS (moderate
resolution imaging spectroradiometer) melihat perubahan tutupan lahan tahun
2008-2012 di daerah Pulau Sumatera dan Kalimantan (Gambar 12). Studi khasus di
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas hulu (Lusiana et al. 2008) menyatakan
tutupan lahan hutan menurun dari tahun 2001-2004 berturut-turut yaitu 9001 km2
menjadi 8873 km2.
Penurunan tutupan lahan khususnya di daerah hulu dan sepanjang sungai
akan menyebabkan banjir (debit sungai mengalami peningkatan), seringnya terjadi
longsor di sempadan sungai dan erosi. Kondisi ini di ikuti oleh peningkatan input
partikel sedimen menuju Selat Karimata. Data BNPB (2010) beberapa daerah
masuk kategori rawan banjir di Indonesia meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Pulau Belitung, Jambi dan Riau. Jumlah kejadian banjir dari tahun 19792009 masing-masing daerah yaitu Kalimantan Barat 73 kali, Kalimantan Tengah
53 kali, Kepulauan Bangka Belitung 6 kali, Jambi 84 kali, dan Kepulauan Riau 2
kali. Data ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa penyumbang utama partikel
sedimen di perairan Selat Karimata berasal dari beberapa sungai di daerah Jambi,
Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang bermuara di Selat Karimata.
22
(A)
Tutupan lahan (Ha)
22,400,000.00
17,920,000.00
13,440,000.00
8,960,000.00
4,480,000.00
0.00
Hutan
lahan
kering
Hutan
lahan
basah
2008
Semak Areal
Lahan Perairan
belukar pertanian terbuka
2009
2010
2011
2012
Tutupan lahan (Ha)
(B)
40,000,000.00
35,000,000.00
30,000,000.00
25,000,000.00
20,000,000.00
15,000,000.00
10,000,000.00
5,000,000.00
0.00
Hutan
lahan
kering
Hutan
lahan
basah
2008
Semak Areal
Lahan Perairan
belukar pertanian terbuka
2009
2010
2011
2012
Sumber: Wedastra et al. 2013
Gambar 12. Tutupan lahan (A) Pulau Sumatera dan (B) Pulau Kalimantan tahun
2008-2010
Gambar 12 menunjukan adanya penurunan tutupan lahan dari tahun ke
tahun. Hal ini mengindikasikan peningkatan laju pengendapan sedimen di perairan
Selat Karimata, ada kaitannya dengan penurunan tutupan hutan lahan kering dan
hutan lahan basah baik di daerah Sumatra maupun Kalimantan. Kondisi ini
diperlihatkan pada Gambar 11, pengendapan sedimen di perairan Selat Karimata
mengalami peningkatan (St B3 tahun 2010 dan St 9 tahun 2009), akibat dari
penurunan tutupan hutan lahan kering dan hutan lahan basah di tahun tersebut
mengalami penurunan atau perubahan alih fungsi lahan ke peningkatan areal
pertanian baik di daerah Sumatra maupun daerah Kalimantan.
23
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Laju pengendapan sedimen di perairan Selat Karimata menunjukan
peningkatan pengendapan sedimen dari tahun ke tahun hingga saat ini. Hasil
penelitian di daerah yang dekat daratan Pulau Kalimantan dan kondisi perairannya
relatif tenang, menunjukan laju pengendapan sedimen tinggi dari pada di daerah
lepas pantai yang lebih terbuka dan kondisi perairannya lebih dinamis.
Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan terkait dengan perubahan garis pantai di
pulau-pulau sekitar, atau penelitian lain terkait dengan sedimentasi di Selat
Karimata.
24
DAFTAR PUSTAKA
Antomy P, Jumarang MI, Ihwan A. 2014. Kajian Elevasi Muka Air Laut di Sekitar
Selat Karimata pada Tahun Kejadian El Nino dan Dipole Mode Positif.
Prima Fisika. 2(1):1-5.
Appleby PG, Oldfield F. 1978. The calculation of 210 Pb dates assuming a constant
rate of supply of unsupported 210 Pb to the sediment. Catena 5:1-8.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. Peta kejadian bencana
banjir di Indonesia tahun 1979-2009. www.bnpb.go.id
Ballestra S, dan Hamilton T. 1994. Basic Procedures Manual Radiochemistry,
IAEA-Marine Environment Laboratory, Monaco, 75-79.
Boggs SJr. 2006. Principle of sedimentology and stratigraphy-For edition.
University of Oregon. Pearson Education Inc.
Buckman HO dan Brady. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta. Bharata Karya Aksara.
Crozaz G, Picciotto E, De Breuck W. 1964. Antarctic snow chronology with 210Pb.
J Geophys Res. 69(12):2597-2604.
Choi M, Yi H, Yang SY, Lee C, Cha H. 2007. Identification of Pb sources in Yellow
Sea sediments using stable Pb isotop ratios. Mar Chem. 107:255-74.
De Master DJ, Brewster DC, McKee BA, dan Nittrouer CA. 1991. Rates of particle
scavenging, sediment reworking and longitudinal ripple formation at the
Hebble site based on measurements of the Th-234 and Pb-210. Mar Geolog.
99:423-444.
Folk RL. 1980. Petrology of Sedimentary Rocks. Hemphill Publishing Company.
Austin.
Goldberg ED. 1963. Geochronology with 210Pb in radioactive dating. Vienna.
IAEA. 121-131.
Gordon AL, Susanto RD, Vranes K. 2003. Cool Indonesian throughflow as a
consequence of restricted surface layer flow. Lett Nature. 425:824-828.
Graney JR, Halliday AN, Keeler GJ, Nriagu JO, Robbins JA, Norton SA. 1995.
Isotopic record of lead pollution in lake sediments from the northeastern
United States. Geochim et Cosmochim Acta; 59(9):1715-28.
Håkanson L. and Jansson M., 2002: Principles of lake sedimentology. The
Blackburn Press, Caldwell. 316 p.
Hancock GJ, Hunter JR. 1999. Use of excess 210Pb and 228Th to estimate rates of
sediment accumulation and bioturbation in Port Phillip Bay, Australia. Mar
Freshwater Res. 50:533-545
Hardjowigeno S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Presindo.
Jakarta. 198p.
Heriati A, Mustikasari E, Azhar AM. 2015. Variabilitas Pola Arus dan Gelombang
di Selat Karimata. J Segara. 11(2):125-136.
IAEA. 2003. Collection and Preparation of Bottom Sediment Samples for Analysis
of Radionuclides and Trace Elements. International Atomic Energy Agency.
Vienna. 63-82
Ilahude D, Situmorang M. 1994. Seismic Reflection Study on Paleodrainage Pattern
of the Sunda River, off Southeast Kalimantan around Masalembo Waters. J
Geologi dan Sumberdaya Mineral. 4(29):2-10.
25
Infrastructure Development of Space Oceanography. 2015. Data Model Pola dan
Kecepatan Arus. INDESO [Internet]. [diunduh 2016 Mei 27]. Tersedia
pada: http://www.indeso.web.id/indeso_wp/index.php
Jeter HW., 2000. Determining the ages of recent sediments using measurments of
trace radioactivity. Terra et Aqua. 78:21-28
Kaste JM, Friedland AJ, Sturup S. 2003. Using stable and radioactive isotopes to
trace atmospherically deposited Pb in montane forest soils. Environ Sci
Technol. 37:3560-3567.
Kersten M, Garbe-Schonberg C, Thomsen S, Anagnostou C, Sioulas A. 1997.
Source apportion-ment of Pb pollution in the coastal waters of Elefsis Bay,
Greece. Environ Sci Technol. 31:1295-301.
Kirchner G. 2011. 210Pb as a tool for establishing sediment chronologies:
examplesof potentials and limitations of conventional dating models. J
Environment Radioact. 102:490-494.
Kober B, Wessels M, Bollhofer A, Mangini A. 1999. Pb isotopes in sediments of
Lake Con-stance, Central Europe constrain the heavy metal pathways and
the pollution his- tory of the catchment, the lake and the regional
atmosphere. Geochim et Cosmochim Acta. 63(9):1293-303.
Koide M, Soutar A, Goldberg ED. 1972. Marine geochronology with 210Pb. Earth
Planet Sci Lett. 14:442-446.
Komarek M, Ettler V, Chrastny V, Mihaljevic M. 2008. Lead isotopes in
environmental sciences: a review. Environ Internation. 34:562-77.
Krishnaswamy S, Lal D, Martin J, Meybeck M. 1971. Geochronology of lake
sediments. Earth and Planet Sci Lett. 11:407-414.
Kuenen H. 1950. Marine Geology. John Wiley and Son. Inc. New York. 568p.
Lubis AA. 2006. Constant Rate of Supply (CRS) Model for Determining the
Sediment Accumulation Rate in the Coastal Area Using 210Pb. J Coast
Develop. 10(1):9-18.
Lubis AA, Aliyanta B, Menry Y. 2007. Estimation of Sediment Accumulation Rate
in Jakarta Bay Using Natural Radionuclide Unsupported 210Pb. Indo J
Chem. 7(3):309-313.
Lusiana B, Widodo R, Mulyoutami E, Nugroho DA, Noordwijk MV. 2008. Kajian
kondisi hidrologis DAS Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan
Barat. World Agroforestry Centre. 79p.
Masturah H, Hutabarat S, Hartoko A. 2014. Analisa Variabel Oseanografi Data
MODIS Terhadap Sebaran Temporal Tengiri (Scomberomorus
commersoni, Lacepede 1800) di Sekitar Selat Karimata. Diponegoro J
Manag Aqua Resourc. 3(2):11-19.
Molengraaff GAF. 1922, Geologie Hoofdstuk VI van de Zeen van Netherland Oost
Indie. 272-357p.
Moor HC, Schaller T, Sturm M. 1996. Recent changes in stable lead isotope ratios
in sediments of Lake Zug, Switzerland. Environ Sci Technol. 30:2928-2933.
Mulyadi, Jumarang MI, Apriansyah. 2015. Studi Variabilitas Tinggi dan Periode
Gelombang Laut Signifikan di Selat Karimata. Positron. 5(1):19-25
Noller JS. 2000. Lead-210 Geochronology: Quaternary Geochronology Methods
and Applications. AGU Reference Shelf 4. American Geophysical Union.
582p.
26
Nozaki, Tsubota H, Kasemsupaya V, Yashima M, dan Ikuta N. 1991. Residence
times of surface-water and particle-reactive Pb-210 and Po-210 in the east
china and yellow seas. Geochim et Cosmochim Acta. 55:1265-1272.
Panayotou, K , (2002), Use o f lead -210 dating to identify recent sedimentation
in estuaries: Case study o f minnamurra river estuary, Coast to coast.
342-345
Pennington W, Cambray RS, Eakins JD, dan Harkness DD. 1976. Radionuclide
dating of the recent sediments of Blelham Tarn. Freshwater Biologic Ann
Report. 6:317-331.
Orellanan JG, Sanchez-Cabeza JA, Masque P, Avila A, Costa E, Pilot MDL,
Menchen JMB. 2006. Atmospheric fluxes of 210Pb to the western
Mediterranean Sea and the Saharan dust influence. J Geophys Res. 3:1-9.
Prasetyo BA, Hutabarat S, Hartoko A. 2014. Sebaran Spasial Cumi-Cumi (Loligo
Spp.) Dengan Variabel Suhu Permukaan Laut Dan Klorofil-A Data Satelit
Modis Aqua Di Selat Karimata Hingga Laut Jawa. Diponegoro J. Manag
Aqua Resourc. 3(1):51-60.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). 2002.
Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Perairan Bangka Belitung,
Lembar Peta 1215. 168p.
Rifardi, 2012. Ekologi Laut Modern. Riau. UR Press. 182p.
Ritson PI, Bouse RM, Flegal AR, Luoma SN. 1999. Stable lead isotopic analyses
of historic and contemporary lead contamination of San Francisco Bay
estuary. Mar Chemist. 64:71-83.
Robbins JA, Edgington DN. 1975. Determination of recent sedimentation rates in
Lake Michigan using Pb-210 and Cs-137. Geochim et Cosmochim Acta.
39:285-304.
Sa’adah N, Subardjo P, Atmodjo W, Ismail MFA. 2015. Laju Sedimen
Menggunakan Metode Isotop 210Pb di Muara Jungkat Pontianak Kalimantan
Barat. J Oseanog. 4(1): 48-54.
Sanchez-Cabeza JA, Masque P, Ragolta AI, Merino J, Frignani M, Alvisi F,
Palanques A, Puig P. 1999. Sediment accumulation rates in the southern
Barcelona continental margin (NW Mediterranean Sea) derived from 210Pb
and 137Cs chronology. Prog in Oceanograp. 44:313-332.
Sanchez-Cabeza JA, Garcia-Talavera M, Costa E, Pen˜a V, Garcia-Orellana J,
Masque´ P, and Nalda C. 2007. Regional calibration of erosion radiotracers
210
Pb and 137Cs: atmospheric fluxes to soils Northern Spain. Environ Sci
Technol. 41:1324-1330.
Sanchez-Cabeza JA, Ruiz-Fernandez AC. 2012. Pb sediment radiochronology:an
integrated formulation and classification of dating models. Geochim et
Cosmochim Acta. 82:183-200.
Seibold E, dan Berger WH. 1993. The sea floor- an intruduction to marine geology.
Swiss francs. 356p.
Situmorang M, Andi S. 1999. Laporan Hasil Awal Survai Tindak Lanjut
Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Lembar Peta 1413/1414,
Perairan Sukadana, Ketaang, Kalimantan Barat, PPPGL.
Susanto RD, Gordon AL, Zeng Q. 2001. Upwelling Along the Coasts of Java and
Sumatera and its Relation to ENSO. Geophys Res Lett. 28:1.559-1.602.
27
Susanto RD, Moore TS, Marra J. 2006. Ocean Color Variablity in the Indonesian
Sea Durring the Sea WiFS Era. Geochem Geophys Geosyst. 7(5):15251541.
Susiati H, Lubis AA, Yurianto SBS, Fepriadi, Sarmin. 2007. Aplikasi teknik nuklir
untuk studi geokronologi sedimen di perairan pantai lokasi tapak PLTN
Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria. Prosiding seiminar nasional
Teknologi Pengolahan Limbah VI. 141-149.
Susiati H, Kusratmoko E, dan Poniman A. 2010. Pola Sebaran Sedimen Tersuspensi
Melalui Pendekatan Penginderaan Jauh Di Perairan Pesisir Semenanjung
Muria-Jepara. J Teknol Pengelol Limb. 13(1):78-85.
Sutanto R. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah konsep dan kenyataan. Kanisius.
Yogyakarta
Sutedjo. 2002. Pengantar ilmu tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Tuttle MP, Ruffman A, Anderson T, Jeter H. 2004. Distinguishing tsunami deposits
from storm deposits along the coast of northeastern North America: Lessons
learned from the 171929 Grand Banks tsunami and the 1991 Halloween
storm. Seism Res Lett. 75:117-131.
Wau VUS, dan Rifardi. 2014. Stratigrafi sedimen perairan Selat Rupat bagian
timur. JPK. 19(2):1-8.
Wedastra IBK, Shapiro, Apriani E, Widiastomo T. 2013. Sistem pemantauan
penutupan lahan pulau dan wilayah (pemanfaatan teknologi penginderaan
jauh-MODIS). WWF Indonesia. 70p.
Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asean water. Naga
Report. 2:195p.
Zaborska A, Carroll J, Papucci C, Pempkowiak J. 2007. Interkomparasi alphadan
teknik spektrometri gamma yang digunakan dalam 210 Pb Geochronology. J
Ling Radioact. 93:38-50.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1. Pola dan kecepatan arus Selat Karimata kedalaman 2.64 m Tahun 2015
(A) Musim Timur
(B) Musim Barat
30
Lampiran 2. Kecepatan arus rata-rata bulanan di Perairan Selat Karimata Tahun 2015
(A) Kec. Arus rata-rata bulanan Selat Karimata Tahun 2015 St B3 kedalaman 2.64 m
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Kec. Arus Rata-rata
(m/s)
0.07
0.19
0.35
0.17
0.21
0.12
0.06
0.10
0.07
0.08
0.07
0.06
(B) Kec. Arus rata-rata bulanan Selat Karimata Tahun 2015 St 9 kedalaman 2.64 m
Bulan
Kec. Arus Rata-rata
(m/s)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
0.02
0.03
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.01
0.01
0.02
31
Lampiran 3. Data kedalaman, berat kering, volume grain size, bulk density dan porositas
pada core St B3 di perairan Selat Karimata
Kedalaman
(cm)
(0-1)
(1-2)
(2-3)
(3-4)
(4-5)
(5-6)
(6-7)
(7-8)
(8-9)
(9-11)
(11-13)
(13-15)
(15-17)
(17-19)
(19-21)
(21-23)
(23-25)
(25-26)
(26-28)
Berat
kering
(gr)
29.8
26.0
32.6
27.5
37.2
37.6
35.8
35.4
37.3
58.0
66.7
65.7
65.5
67.7
66.9
63.3
63.1
44.5
79.8
V grainsize
(g.cm-3)
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
Bulk
density
(g.cm-3)
5.49
4.79
6.01
5.07
6.86
6.93
6.60
6.52
6.87
10.69
12.29
12.11
12.07
12.48
12.33
11.67
11.63
8.20
14.71
Porositas
(%)
51.75
44.70
55.89
47.71
61.35
61.76
59.84
59.38
61.45
75.21
78.44
78.11
78.05
78.76
78.51
77.28
77.21
67.69
81.98
Lampiran 4. Data kedalaman, berat kering, volume grain size, bulk density dan porositas
pada core St 9 di perairan Selat Karimata
Kedalaman
(cm)
Berat
kering
(gr)
V grainsize
(g.cm-3)
Bulk
density
(g.cm-3)
Porositas
(%)
(0-1)
(1-2)
(2-3)
(3-4)
(4-5)
16.6
19.3
18.7
26.8
29.3
2.65
2.65
2.65
2.65
2.65
11.75
13.66
13.23
18.97
20.74
77.44
80.60
79.98
86.03
87.22
32
Lampiran 5. Perhitungan sortasi
St B3
Stasiun
Kedalaman
(cm)
1
2
3
4
B3
5
6
7
8
9
mm
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
D
2
W
D.W
MΡ„ - D
W (MΡ„ Sorting
D)^2
2.91
21
42
0.37
6.5
2.3
29.8
2 16.9
19.5
9.2
70.7
33.8
-0.63
-1.63
3
4
7.1
2
26
2 21.2
21.3
8
63.1
42.4
-0.57
-1.57
3
4
9.2
2.2
32.6
2 18.3
27.6
8.8
78.8
36.6
-0.58
-1.58
3
4
7.4
1.8
27.5
2 25.8
22.2
7.2
66
51.6
-0.60
-1.60
3
4
9.5
1.9
37.2
2 26.4
28.5
7.6
87.7
52.8
-0.64
-1.64
3
4
9.1
2.1
37.6
2 25.9
27.3
8.4
88.5
51.8
-0.65
-1.65
0.32
3.80
5.69
12.80
2.72
3
4
8.2
1.7
35.8
2 25.8
24.6
6.8
83.2
51.6
-0.68
-1.68
0.00
0.32
3.75
4.78
11.24
2.68
3
4
23.4
7.2
82.2
55.4
-0.68
-1.68
3.59
5.07
11.33
2.59
3
4
7.8
1.8
35.4
2 27.7
0.43
0.42
0.40
0.36
0.35
0.31
2.56
6.09
11.57
3.08
2.33
4.95
10.36
3.69
3.13
5.51
12.33
2.93
2.66
4.61
10.20
3.30
3.92
5.13
12.34
3.30
0.62
0.63
0.61
0.61
0.58
0.58
0.56
0.57
33
0,2100,062
<0,062
11
13
15
17
19
21
23
25
26
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
3
4
7.8
1.8
37.3
2 40.1
23.4
7.2
86
80.2
-0.69
-1.69
3 15.3
4 2.6
58
2 47.8
45.9
10.4
136.5
95.6
-0.65
-1.65
3 16.9
4
2
66.7
2 46.2
50.7
8
154.3
92.4
-0.69
-1.69
3 17.5
4
2
65.7
2 41.5
52.5
8
152.9
83
-0.67
-1.67
3 21.6
4 2.4
65.5
2 49.4
64.8
9.6
157.4
98.8
-0.60
-1.60
16
2.3
67.7
2 47.2
48
9.2
156
94.4
-0.70
-1.70
3 17.8
4 1.9
66.9
2 41.2
53.4
7.6
155.4
82.4
-0.68
-1.68
3 19.8
4 2.3
63.3
2 43.8
59.4
9.2
151
87.6
-0.61
-1.61
3 17.6
4 1.7
63.1
2 30.4
52.8
6.8
147.2
60.8
-0.67
-1.67
3
4
0.35
0.31
0.33
0.40
0.30
0.32
0.39
0.33
0.34
3.76
5.17
11.52
5.01
6.40
7.05
18.45
4.69
7.97
5.69
18.35
4.95
7.92
5.60
18.46
6.74
7.70
6.12
20.56
4.57
7.74
6.61
18.93
4.92
8.16
5.34
18.43
6.12
7.48
6.00
19.59
4.85
7.83
4.73
17.41
3.59
0.56
0.56
0.52
0.53
0.56
0.53
0.52
0.56
0.53
34
0,2100,062
<0,062
28
> 0,210
0,2100,062
<0,062
3 12.9
4 1.2
44.5
2
56
38.7
4.8
104.3
112
-0.66
-1.66
3
4
66
7.2
185.2
-0.68
-1.68
22
1.8
79.8
0.32
5.55
3.29
12.44
5.76
10.15
5.08
20.99
Rata-rata
0.53
0.51
0.56
St 9
Stasiun
Kedalaman
(cm)
1
2
9
3
4
5
Rata-rata
mm
D
W
D.W
MΡ„ - D
> 0,210
0,2100,062
<0,062
2
6.9
13.8
0.67
3
4
8.2
1.5
16.6
9.1
24.6
6
44.4
18.2
-0.33
-1.33
8.5
1.7
19.3
8
25.5
6.8
50.5
16
-0.38
-1.38
8.7
2
18.7
12.3
26.1
8
50.1
24.6
-0.32
-1.32
12.6
1.9
26.8
14.7
37.8
7.6
70
29.4
-0.39
-1.39
12.4
2.2
29.3
37.2
8.8
75.4
-0.43
-1.43
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
> 0,210
0,2100,062
<0,062
2
3
4
2
3
4
2
3
4
2
3
4
0.62
0.68
0.61
0.57
W (MΡ„
- D)^2
3.14
0.87
2.63
6.64
3.46
1.25
3.25
7.96
3.69
0.90
3.49
8.07
4.61
1.90
3.66
10.16
4.83
2.26
4.48
11.57
Sorting
0.63
0.64
0.66
0.62
0.63
0.64
35
Lampiran 6. Hasil analisis data menggunakan model CRS (Constant Rate of Supply) sedimen core St B3
Kedalaman Porositas
(cm)
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
13
15
17
19
21
23
25
26
28
48.25
55.30
44.11
52.29
38.65
38.24
40.16
40.62
38.55
24.79
21.56
21.89
21.95
21.24
21.49
22.72
22.79
32.31
18.02
Total
210Pb
(Bq.kg-1)
Supported
210Pb
(Bq.kg-1)
Excess
210Pb
(Bq.kg-1)
Mass flux
(kg.m-2.y-1)
Inventory
excess
(Bq.kg-1)
78.04
92.61
72.86
57.89
75.75
44.98
36.17
27.64
24.14
21.81
14.81
15.67
13.44
10.22
12.22
14.88
13.94
13.44
14.14
14
64.04
78.61
58.86
43.89
61.75
30.98
22.17
13.64
10.14
7.81
0.81
1.67
-0.56
-3.78
-1.78
0.88
-0.06
-0.56
0.14
9.77
8.78
10.83
9.45
12.53
13.02
12.03
12.10
12.70
20.24
23.21
23.04
22.97
23.57
23.96
22.54
22.75
15.53
28.49
625.49
689.86
637.29
414.68
773.49
403.42
266.74
165.09
128.78
158.06
18.89
38.58
-12.77
-89.13
-42.63
19.80
-1.32
-8.64
4.11
Estimasi
tahun
Tahun
pembentukan
5.1
11.8
19.6
26.0
42.7
56.7
71.0
85.1
102.8
175.0
-
2010
2003
1995
1989
1972
1958
1944
1930
1912
1840
-
Laju
akumulasi
sedimen
(kg.m-2.y-1)
1.78
1.18
1.23
1.36
0.58
0.74
0.66
0.70
0.54
0.08
-
35
36
36
Lampiran 7. Hasil analisis data menggunakan model CRS (Constant Rate of Supply) sedimen core St 9
Kedalaman Porositas
(cm)
(%)
1
2
3
4
5
22.56
19.40
20.02
13.97
12.78
Total
210Pb
(Bq.kg-1)
Supported
210Pb
(Bq.kg-1)
Excess
210Pb
(Bq.kg-1)
74.83
81.54
59.16
68.77
53.98
14
60.83
67.54
45.16
54.77
39.98
Mas Flux
(kg.m-2.y-1)
Inventory
excess
(Bq.kg-1)
Estimasi
tahun
Tahun
Pembentukan
21.09
25.76
24.91
36.23
40.62
1282.86
1739.84
1124.95
1984.52
1624.13
5.8
15.9
24.7
50.4
0.0
2009
1999
1990
1965
0
Laju
akumluasi
sedimen
(kg.m-2.y-1)
3.31
2.18
2.49
0.92
0
37
Lampiran 8. Dokumentasi penelitian
Sampel sedimen core
Penimbangan berat kering
Penimbangan berat basah
Ayakan yang digunakan
Penimbangan sampel sedimen 4-5 gr
Pemberian larutan 209Po (tracer)
38
Sampel yang di panaskan (Waterbath)
Proses stirrer
Penyaringan sampel
Hasil stirrer
Hasil analisis menggunakan Alpha Spektrometer
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara pada
tanggal 24 Januari 1990 sebagai anak ke dua dari pasangan La
Rawa dan Wa Modero. Pendidikan Sarjana ditempuh di
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, lulus pada tahun 2012. Selama di
UHO, penulis aktif di bidang organisasi di Amphiprion
Scientific Club (ASC) periode 2010-2011 dan di Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2011-2012. Penulis juga
terlibat dalam Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang diadakan oleh
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
dalam bidang kewirausahaan tahun 2010. Pada tahun 2014, penulis di terima di
Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB. Untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah
Pascasarjana IPB penulis melakukan penelitian mengenai Karakteristik Endapan
Sedimen di Selat Karimata.
Download