BAB II LANDASAN TEORI Pada penelitian ini penulis mencoba mempelajari tentang musik Yahudi terkait dengan sejarah, perkembangan, dan sumber-sumber terkait musik Yahudi. Hal ini sengaja dipaparkan karena pada komposisi “Daud dan Goliat” juga disajikan beberapa idiom musik yang mengadopsi musik Yahudi. Lebih jauh lagi, untuk menggambarkan kemenangan Israel atas bangsa Filistin, dalam komposisi ini menjumput sebuah lagu Yahudi yang populer untuk merepresentasikan suasana tersebut. Musik Yahudi 1. Definisi dan Terminologi Istilah „Musik Yahudi‟ muncul di tengah-tengah cendekiawan dan musisi Yahudi pada pertengahan abad ke-19, seiring munculnya kepedulian di antara bangsa Yahudi di Eropa. Sejak saat itu, mulai muncul kendala-kendala dalam mendefinisikannya. Istilah „Musik Yahudi‟ diciptakan oleh bangsa Jerman dan akademisi Yahudi yang belajar di Jerman. Salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah „Musik Yahudi‟ adalah A.Z. Idelsohn (1882-1938). Ia merupakan penulis buku Jewish Music in its Historical Development (1929) yang merupakan tonggak di bidang ini dan menjadi referensi penting yang masih dipakai sampai saat ini. Idelsohn adalah akademisi pertama yang melibatkan elemen Yahudi „oriental‟ atau asli dalam penelitiannya, maka dari itu pekerjaannya memberikan sumbangsih pada usaha-usaha untuk mendeskripsikan secara umum berbagai jenis budaya musik Yahudi yang 9 masih ada sampai saat ini dalam satu urutan sejarah. Tulisan Idelsohn memaparkan berbagai sejarah musik Yahudi yang bermula dari Bait Allah di Yerusalem pada masa sejarah Alkitab. Pendekatan ini kemudian dikembangkan dalam pembahasan musik Yahudi yang lebih lanjut dari segi sejarah.1 Semenjak pembuangan bangsa Yahudi 2000 tahun silam, setelah hancurnya Bait Allah Yerusalem yang kedua pada tahun 70 setelah Masehi, kepercayaan dari masa Ibrani telah dibawa oleh rasul-rasul dan berkembang mulai dari pusatnya di Mediterania timur sampai ke ujung dunia. Hampir semua Musik Yahudi seperti yang ditampilkan dan dipelajari di masa kini, tercipta dari kehidupan di masa pembuangan. Hanya terdapat sedikit sekali informasi terkait musik bangsa Yahudi di masa sebelum pembuangan. Informasi tersebut sebagian besar terdiri dari aktifitas musik dalam Alkitab dan tulisan-tulisan bersejarah bangsa Yahudi, terutama tentang ritual perayaan adat yang meriah di Bait Allah di Yerusalem. Subyek ini kemudian menjadi bahan pembahasan para akademisi. Penemuan arkeolog dan artefak-artefak yang adapun turut memberi informasi yang penting juga terkait musik kuno pada jaman Israel/Palestina. Di masa pembuangan, etnis Yahudi lambat laun membangun hubungan dengan dua elemen yang penting yaitu pembelajaran halakhah (aturan-aturan relijius berdasarkan interpretasi hukum Taurat) dan memori sejarah (yang menjadi tradisi dalam liturgi). Kemunculan musik Yahudi dalam sebuah komunitas yang terhubung oleh keyakinan agama dan aturan-aturan hukum Taurat memungkinkan musik itu untuk berkembang di pembuangan melalui 1 www.oxfordmusiconline/subcriber/article/grove/music/41322 pg 1#S41322.1, diakses pada tanggal 28 Januari 2013 pukul 13.54 WIB. 10 adat istiadat dan ritual keagamaan. Di saat yang bersamaan, isi, kegunaan, dan fungsi dari musik Yahudi juga diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum Taurat. Setiap komunitas berinteraksi dalam segi musik dengan lingkungan nonYahudi di sekitarnya dan seiring waktu, muncullah „musik-musik‟ Yahudi yang berbeda-beda. Terlebih lagi, kebiasaan bangsa Yahudi yang sering berpindahpindah tempat sangat mempengaruhi setiap komunitas Yahudi dalam perihal budaya musik. Keterlibatan bangsa Yahudi dalam tradisi musik masyarakat sekitarnya menimbulkan pertanyaan dimanakah sebenarnya garis batasan antara musik yang „berasal dari bangsa Yahudi, untuk Yahudi, dan mencerminkan bangsa Yahudi‟ (mengutip dari definisi musik Yahudi yang bersejarah yang diajukan oleh Curt Sachs yang ia tujukan bagi Kongres Negara Dunia Pertama dari Musik Yahudi (First World Congress of Jewish Music) di Paris pada tahun 1957).2 Kemudian muncul juga pertanyaan yang lebih jauh tentang musik yang diciptakan oleh bangsa non-Yahudi, akan tetapi digunakan oleh bangsa Yahudi dalam komunitas mereka. Pada bagian ini akan dijelaskan keunikan dari setiap tradisi musik Yahudi sesuai dengan letak geografis dari penyebaran komunitas-komunitas Yahudi, kurang lebih mulai dari abad ke-16 sampai pada Perang Dunia I. Tersebarnya komunitas-komunitas tersebut memberi batasan pada kelompok-kelompok etnik Yahudi sesuai dengan letak geografis dan identitas budaya. Kelompokkelompok ini terbagi-bagi menjadi Ashkenazi (berasal dari Jerman dan Perancis, yang kemudian tersebar sampai ke Eropa timur setelah abad ke-15), Sephardi (berasal dari Semenanjung Iberia, kemudian bermukim di Kerajaan Ottoman, Afrika utara, dan Eropa timur setelah tahun 1492), „Oriental‟ (orang 2 www.oxfordmusiconline/subcriber/article/grove/music/41322 pg 1#S41322.1, diakses pada tanggal 28 Januari 2013 pukul 13.54 WIB. 11 Yahudi yang menetap di Timur Tengah atau tersebar di Semenanjung Arab, Kaukasia, Asia Tengah, dan India) dan Yahudi Etiopia. Istilah „Oriental‟ (Ibrani „edot ha-mizrah) diciptakan oleh sosiolog Israel-Yahudi untuk mendeskripsikan komunitas Yahudi timur yang tidak dipengaruhi sepenuhnya oleh Yahudi Sephardi yang melarikan diri dari Spanyol dan kemudian bermukim di Mediterania timur. Namun di konteks Israel masa kini, „Sephardi‟ telah menghilangkan istilah „Oriental‟ yang dianggap kurang tepat secara politik, meski istilah tersebut masih digunakan dalam literatur musik Israel dan Yahudi. Yahudi Ethiopia disini dianggap sebagai komunitas yang terpisah karena urut-urutan liturgi mereka yang unik serta tradisi musik yang tidak memiliki kesamaan apapun dengan komunitas Yahudi yang lainnya. Bangsa Yahudi di masa kini terbagi-bagi antara Israel, Amerika, Eropa timur, Afrika selatan, dan Australia, serta sejumlah komunitas Yahudi yang menetap di negara yang dulunya adalah Uni Soviet, setelah Perang Dunia II. Beberapa emigran yang melarikan diri dari Eropa juga berhasil mencapai Cina dan Jepang. Musik relijius dalam Yudaisme terikat oleh hukum keagamaan (halakhah). Dua larangan utama dari aturan ini adalah penggunaan instrumen musik dalam sinagoga (aturan yang lebih longgar hanya melarang penggunaan instrumen musik saat Hari Sabat dan seluruh hari raya keagamaan) dan peraturan bahwa pria dilarang mendengarkan suara wanita. Larangan yang pertama ada karena larangan tersebut menandakan kedukaan atas dihancurkannya Bait Allah di Yerusalem (meski penjelasan yang lain juga dapat diterima), dan kemudian menempatkan musik vokal sebagai musik yang mendominasi dalam konteks bangsa Yahudi tradisional. Terdapat pengecualian pada penggunaan shofar (tanduk domba) dalam liturgi hari raya besar (High 12 Holy Days) yaitu Rosh Hashanah dan Yom Kippur, namun pengecualian tersebut tidak berlaku jika hari raya jatuh bersamaan dengan hari Sabat. Kemudian larangan yang kedua, meski tidak berlaku secara universal, mengacu pada diskriminasi jenis kelamin dalam pertunjukan musik relijius. Repertoar pria dan wanita Yahudi terdiri dari gaya musik dan bahasa yang berbeda secara umum (bahasa Ibrani untuk pria dan, bahasa daerah Yahudi untuk wanita) dan kemudian ditampilkan dalam konteks sosial yang berbeda (acara liturgi dan semi-liturgi dalam sinagoga dilakukan pria; iringan pekerjaan rumah dan perayaan upacara-upacara adat dalam siklus kehidupan dilakukan wanita). Meski demikian, perbedaan berdasarkan jenis kelamin ini biasanya tidak ditekankan secara berlebihan. Pria dan wanita tidak selalu dipisahkan satu dari yang lainnya dalam konteks pertunjukan, seperti contohnya penggunaan melodi dari repertoar lagu wanita dalam lagu nyanyian relijius berbahasa Ibrani yang dinyanyikan oleh pria. 2. Pembelajaran tentang musik Yahudi. Topik yang paling sering diperbincangkan sampai pada abad ke-19 adalah seputar musik di Bait Allah di Yerusalem. Topik lain yang mendapat perhatian sejarahwan adalah pelantunan lagu Yahudi yang diambil dari Alkitab, topik yang didiskusikan oleh akademisi Ibrani Renaisans seperti Johannes Reuchlin dan teoris musik seperti Zarlino sejak awal abad ke-16. Pembelajaran musik yang sistematis dan modern tentang komunitas Yahudi terkait erat dengan munculnya Wissenschaf des Judenthums di Jerman pada awal abad ke-19. Kumpulan akademisi Yahudi ini mempelajari teks-teks suci Yudaisme dari sisi akademis, contohnya dari segi perkembangan bahasa 13 dan sastra. Tokoh yang paling terkemuka dari bidang ini adalah Eduard Birnbaum (1855-1920). Ia mengumpulkan secara sistematis sumber-sumber yang terkait dengan musik Yahudi yang ada pada masanya (manuskrip dan partitur yang tertulis serta bukti-bukti literatur), mengunjungi komunitaskomunitas di Eropa untuk mencari materi-materi di perpustakaan dan institusiinstitusi pribadi, dan menerbitkan banyak tulisan-tulisan tentang aspek-aspek, era, dan tradisi dari musik Yahudi. Riset-riset yang dilakukan oleh ilmuwan sebelum Birnbaum dapat ditemui pada bagian pendahuluan dalam koleksi musik liturgi Yahudi dan dalam buletin yang diterbitkan oleh asosiasi penyanyi di sinagoga. Riset-riset tersebut mulai meluas di Jerman dan Kerajaan Austria-Hungaria setelah tahun 1840 (contohnya Doe judische Kantor, Bromberg, 1879-98). Contoh lain dari jenis riset yang terdahulu adalah esai lengkap yang mebicarakan tentang musik liturgi Sephardi oleh Pastor David Aharon de Sola, pendaras dari Sinagoga SpanyolPortugis di London, dicetak dalam buku The Ancient Melodies of the Liturgy of the Spanish and Portuguese Jews (London, 1857); contoh 1 –melodi tradisional Sephardi – menunjukkan gaya notasi pada mula-mulanya, dengan iringan organ, yang digunakan dalam karya ini. Dua tonggak dari pembelajaran musik Yahudi di akhir abad ke-19 adalah penelitian Joseph Singer tentang mode-mode musik (shteyger Yahudi) dari liturgi Ashkenazi (1886) dan koleksi pembelajaran Abraham Baer tentang musik liturgi Ashkenazi (1887). 14 Contoh 1 Notasi pada mula-mulanya, dengan iringan organ, ditulis oleh E. Aguilar dan D.A. de Sola yang diambil dari melodi tradisional Sephardi dari „Song of Moses‟ (Nyanyian Musa) dari liturgi pagi Sabat. Pendekatan secara tekstual yang dilakukan oleh Birnbaum dan peneruspenerusnya di Jerman, yang berfokus pada dokumen tertulis, tidak mengangkat permasalahan yang menyangkut natur musik Yahudi yang bersifat oral. Terlebih, tradisi musik dari Yahudi „yang lainnya‟ (contohnya Yahudi non-Eropa) masih belum diketahui dan dipelajari. Kekosongan ini kemudian diisi oleh A.Z. Idelsohn yang meneliti lebih lanjut tentang „mata rantai yang hilang‟ dari sejarah musik Yahudi. Setelah ia pindah ke Palestina pada tahun 1907, ia menemukan kekayaan dari tradisi Sephardi dan Yahudi asli, dan kemudian terlibat dalam kegiatan perekaman, transkripsi, analisa, dan pembelajaran komparatif (contoh, penelitiannya tentang maqamat Arab dalam liturgi Sephardi) yang didukung oleh Phonograph Archiv di Wina. Idelsohn menerbitkan hasil investigasinya di Palestina dalam lima jilid pertamanya, Hebraisch-orientalischer Melodienschatz(1913-32; kemudian dikenal sebagai HoM); lima jilid selanjutnya yang berisi tentang dokumentasi dari tradisi Ashkenazi dikompilasi setelah Idelsohn pergi dari Palestina menuju USA pada 15 tahun 1921. Dalam publikasi-publikasi Idelsohn yang seterusnya, ia meneliti berbagai macam subyek yang berbeda yang menginspirasi tren penelitian modern dalam bidang ini. 3. Sumber Sumber utama yang mendukung pembelajaran tentang musik Yahudi adalah tradisi oral dari berbagai komunitas di seluruh penjuru dunia. Sumbersumber ini telah dicatat dan didokumentasikan sejak awal abad ke-20 secara acak pada mulanya, kemudian setelah beberapa saat, secara sistematis. Sebagian besar sumber-sumber tertulis terkait musik Yahudi berbentuk karya sastra. Sumber utamanya –seperti contohnya Alkitab, Oral Law atau Hukum yang diucapkan (Mishnah dan Talmud), Midrash (terjemahan alkitabiah), tulisan-tulisan sakral dan tulisan-tulisan nabi/pendeta, terutama responsa – memberikan informasi seputar kegunaan, fungsi dan karakter dari musik Yahudi di masa pembentukan dan perkembangannya, serta sikap pimpinan agama terhadap musik tersebut. Sumber-sumber ini didapatkan dari buktibukti kuat lainnya seperti catatan harian para pengembara. Penggunaan notasi musik Barat secara signifikan dalam musik Yahudi, terutama pada teks tertulisnya, mulai diterapkan pada perkembangannya setelah tahun 1840 dan penggunaan notasi tersebut bertujuan untuk mempertahankan kelanjutan komposisi-komposisi baru ketimbang melestarikan dokumentasi tradisi oral. 4. Musik Dalam Benak Bangsa Yahudi Peraturan legislatif berkisar pada sikap penyajian yang layak, tuntutan kualitas penyaji dan isi dari musik dalam masyarakat Yahudi tradisional. Dua 16 kelompok penentu telah disebutkan di atas: penolakan pendapat wanita, berdasarkan dari pendapat Rav bahwa „suara wanita adalah sesuatu yang hina‟ dan larangan terhadap musik instrumen. Akan tetapi, pendapat pendeta terkait isi musik dan penyajiannya tidak merepresentasikan sebuah posisi argumen tunggal. Contohnya, kalimat yang dicetuskan dari talmud bahwa kewajiban untuk „membahagiakan mempelai pria dan wanita‟ dengan musik (Talmud Babilonia, Berakhot 6b) melemahkan oposisi utama terhadap segala bentuk musik instrumental. Reaksi positif dan negatif terhadap musik juga dapat ditemui di dalam tulisan-tulisan oleh guru Spanyol Maimonides (1135-1204). Dalam responsumnya yang terkenal yang membicarakan tentang penyajian lagu-lagu Arab dengan iringan instrumental (kemungkinan ditujukan pada komunitas Yahudi di Aleppo; Cohen, 1935), Maimonides menggabungkan menjadi satu opini-opini pendeta yang sebelumnya dan kemudian menyajikan argumen yang keras melawan seluruh jenis musik yang tidak digunakan untuk kegiatan penyembahan relijius. Di sisi lain, melalui tulisannya sebagai seorang tabib, ia merekomendasikan orang-orang untuk mendengarkan musik instrumental dikarenakan oleh kemampuannya untuk menyembuhkan. Asal muasal komentar dan aturan terkait hal ini dan subyek musik lainnya, terutama isu panjang tentang penggunaan melodi dari budaya-budaya sekitar dalam sinagoga, masih ada sampai hari ini. Salah satu pendapat yang terbaru terkait isu ini adalah responsum yang diterbitkan pada tahun 1954 oleh Rabbi Obadiah Yossef, pimpinan pendeta Sephardi di Israel, yang memiliki kecenderungan untuk menggunakan melodi dari lagu-lagu Arab dalam sinagoga. Tulisan-tulisan sakral Yahudi, terutama sejak abad ke-13, membahas tentang kekuatan etika, magis, dan ilahi dari musik (Idel, 1997). Kekuatankekuatan ini meningkatkan pengalaman relijius dari hal-hal yang mistis. 17 Contohnya, penjabaran dan penjelasan dari „tujuan-tujuan‟ (kavvanot) doa yang terselubung, melalui nyanyian dan meditasi (contoh, dengan melebarkan kata kunci menggunakan melodi) dapat mempercepat persatuan antara manusia dan penciptanya atau antara dunia dan penciptanya. Variasi tulisan-tulisan Yahudi tentang musik dan posisi yang direpresentasikan oleh musik tersebut membuktikan bahwa tidak ada satu ideologi musik yang absolut dalam Yudaisme. Akan tetapi terdapat 2 ide utama yang mendominasi banyak tulisan tradisional yang membahas seputar musik. Yang pertama, tujuan utama musik dalam kehidupan relijius adalah sebagai ekspresi autentik dari perasaan-perasaan manusia dari masing-masing individu. Pendekatan ini menyanggah pemikiran tentang keindahan musik yang di luar akal manusia, baik imitasi dari musik surgawi atau inspirasi dari seseorang yang jenius. Pemikiran yang kedua; kekuatan suara manusia melebihi kekuatan musik instrumental. Bukanlah suatu kebetulan bahwa kegiatan untuk memperindah ibadah sinagoga dengan menggunakan musik „untuk kepentingannya sendiri‟ dan penggunaan dari musik instrumental merupakan ciri khas dari proses Emansipasi Yahudi di era modern. A. Musik Program Musik pada umumnya merupakan rekaman kebiasaan-kebiasaan hidup kita yang diungkapkan secara ekspresif dan estetis dalam bentuk bunyi. Bila dianalogikan musik sama halnya dengan bahasa. Dalam musik kita mengenal nada, sedangkan dalam bahasa kita mengenal huruf. Dalam musik kita mengenal figur dan motif, sementara dalam bahasa kita mengenal suku kata dan kata. Oleh sebab itulah, dapat dikatakan bahwa komposisi-komposisi 18 besar dalam dunia musik dapat dianalogikan dengan karangan atau karya rekaan dalam dunia sastra. “Musik sebagai anak kesenian, merupakan salah satu ekspresi manusia yang termula.”3 Pada umumnya musik mengandung empat hal penting antara lain, pitch, dinamika (keras-lembut), warna suara, dan durasi. Kinerja organorgan tubuh manusia pada dasarnya merupakan cerminan aktivitas musik. Jantung manusia akan terus berdenyut tiap saat sesuai ketentuan alamiah. Ketika denyut jantung seseorang tidak berjalan secara normal, dapat dikatakan bahwa orang itu sedang menderita sakit. Denyut jantung inilah merupakan cerminan dari tempo dalam musik. Organ-organ tubuh manusia akan bekerja keras ketika seseorang melakukan aktivitas yang berat pula, ini merupakan gambaran dari dinamika dalam musik. Berangkat dari hal ini, manusia kemudian menuangkannya membentuk ide-ide musikal yang tentulah di dalamnya terkandung unsur-unsur musikal yang telah disebutkan sebelumnya. Seiring perjalanan waktu, lebih dari itu manusia berusaha untuk mengekspresikan perasaannya yang salah satunya adalah bercerita atau berkisah melalui musik. Musik yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai iringan kini dapat berdiri sendiri menjadi musik instrumental. Musik instrumental mulai berkembang pada abad 16. Pada mulanya musik instrumental merupakan transkripsi dari komposisi vokal dengan beberapa penerapan kecil 4 . Seiring perkembangannya maka lahirlah bentuk-bentuk komposisi instrumental seperti sonata, toccata, canzona, dan lain-lain. Musik 3Agastya Rama Listya, Kontekstualisasi Musik Gereja ( Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen SatyaWacana, 1999), hlm. 6. 4Karl- Edmun Prier sj, Sejarah Musik jilid 1 (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1991), hlm. 173. 19 instrumental untuk alat gesek baru dinotasikan menjelang akhir abad 16, namun alatnya sudah dipakai sebelumnya untuk mengiringi musik vokal. 5 1. Istilah dan Makna Dalam sejarah musik, ada bermacam-macam usaha untuk melukiskan suatu peristiwa melalui musik. Usaha-usaha untuk melukiskan peristiwa inilah yang kemudian melahirkan suatu bentuk musik yang kita kenal dengan musik program. Istilah musik program mulai diperkenalkan pada periode romantik, dimulai oleh Hector Berlioz sejak tahun 1830. Hakikat dari musik program adalah suatu peristiwa, cerita, situasi yang dilukiskan melalui sarana musik sehingga terciptalah asosiasi kepada peristiwa yang diangkat saat musik dibunyikan6. Artinya, musik kini tidak lagi mengikuti aturan bentuk yang baku (misalnya Sonata) tetapi terikat pada urutan cerita atau kisah yang diangkat. Frans Liszt mendefinisikan musik program sebagai berikut: “any preface in intelligible language added to a piece of instrumental music by means of which the composer intends to guard the listener against a wrong poetical interpretation and to direct his atention to a poetical idea of the whole or to a particular part of it,”7 (pembukaan yang ditambahkan pada suatu karya musik instrumental dengan tujuan agar pendengar tidak menciptakan interpretasi yang salah serta agar komponis itu sendiri dapat memusatkan perhatiannya pada ide-ide dari keseluruhan maupun bagian-bagian kecil dari musik tersebut). 5Ibid., hlm. 179. Edmun Prier SJ, Sejarah Musik jilid 2 (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1993), hlm. 189. 7 Leon Stein, Structure & Style: The Study and Analysis of Musical Form (USA: SummyBichard Music, 1979), hlm. 171. 6Karl- 20 Pada dasarnya Liszt tidak menganggap musik merupakan media yang dapat mendeskripsikan suatu obyek secara langsung, namun ia menganggap bahwa musik dapat menuntun pendengar untuk berada dalam suatu pemikiran yang sejalan dengan karakter obyek yang diangkat. Artinya bahwa dengan memberikan gagasan tentang karakteristik emosional suatu hal, maka musik dapat merepresentasikan hal itu secara tidak langsung. Eratnya kaitan antara ilustrasi „naratif‟ dan „emosional‟ dari pemikiran Liszt berakibat pada rancunya penggunaan istilah „musik program‟. Sebagian memilih untuk menggunakan istilah tersebut sebagai acuan terhadap musik instrumental dengan „makna‟ naratif atau deskriptif (sebagai contoh, musik yang memberi gambaran kepada suatu adegan atau sebuah cerita). Sebagian telah memperluas penggunaan istilah musik program pada segala jenis musik yang memiliki referensi di luar musik, seperti hal-hal yang terjadi maupun perasaan suatu individu. Perluasan istilah ini dilakukan oleh Friedrich Niecks (1907) dengan antusiasme tinggi yang menyebabkan kelalaiannya dalam melihat perbedaan estetika yang vital antara representasi dan ekspresi. Masingmasing istilah harus ditelaah secara mendalam agar dapat memperoleh definisi yang tepat. Definisi yang terlalu luas justru tidak bermakna dan juga tidak dapat sejalan dengan pemikiran para komponis dan kritikus yang ada sejak Liszt menciptakan istilah tersebut. 8 Musik program pada dasarnya bertentangan dengan musik absolut, hal ini dibedakan oleh pendekatan-pendekatannya untuk menggambarkan obyek dan suatu kejadian. Musik program tidak hanya menggambarkan ataupun mengimitasi obyek dari realita kehidupan; tetapi perkembangan musik 8 www.oxfordmusiconline/subcriber/article/grove/music/22394?=program+music&search= quick&pos=1&_star=1#firsthit, diakses pada tanggal 29 april 2013 pukul 14.34 WIB 21 program juga ditentukan oleh perkembangan tema. Pergerakan musiknya pada akhirnya dipengaruhi oleh cerita atau objek yang disajikan seperti yang dikatakan Liszt dalam tulisannya. Ia mengatakan bahwa dalam musik program pengulangan, perubahan, modifikasi, dan modulasi dari motif-motif disesuaikan dengan relasi mereka terhadap suatu ide puisi maupun cerita yang diangkat. Istilah musik program digunakan tidak hanya pada musik yang memiliki cerita namun juga diaplikasikan pada musik yang diciptakan untuk merepresentasikan sebuah karakter seperti Don Juan and Don Quixote oleh Strauss atau untuk mendeskripsikan suatu adegan atau fenomena dalam La mer oleh Debussy. Kesamaan dari seluruh aplikasi musik program adalah usaha untuk merepresentasikan obyek-obyek melalui musik; akan tetapi ada kebingungan dalam penggunaan istilah ini dalam pengaplikasiannya pada segala bentuk penggambaran musikal, baik itu instrumental, vokal, atau musik insidental yang terkait dengan adegan di panggung. Pada kenyataannya, musik program adalah musik dengan sebuah program. Sesuai dengan ide Liszt, musik program adalah musik yang dimengerti melalui adanya sebuah program; musik tersebut bergerak dan terbentuk dari subjek yang dideskripsikan oleh musik tersebut9. Seperti apapun penggunaan istilah itu, ide tentang musik yang merepresentasikan sesuatu sangatlah penting dalam pembentukan konsep dari musik program. Oleh karena itu, penting untuk memahami apakah yang dimaksud dengan „representasi‟ dalam musik. Perbedaan yang pertama adalah antara representasi dan ekspresi. Usaha-usaha untuk membuat perbedaan yang 9 www.oxfordmusiconline/subcriber/article/grove/music/22394?=program+music&search= quick&pos=1&_star=1#firsthit, diakses pada tanggal 29 april 2013 pukul 14.34 WIB 22 akurat baru dilakukan dewasa ini, dan tidak ada persetujuan yang terkait dengan hubungan dari istilah-istilah yang ada. Akan tetapi perbedaan selalu ada di antara pecinta seni. Sebuah lukisan dapat merepresentasikan sebuah subjek dan dapat juga mengungkapkan suatu emosi terkait Merepresentasikan sebuah subjek berarti memberikan subjek. deskripsi atau karakterisasi pada subjek itu: untuk menjelaskan (melalui kata-kata atau gambar) seperti apakah subjek tersebut. Deskripsi seperti itu dapat disertai oleh ungkapan perasaan. Terlebih lagi, ada ungkapan emosi yang tidak disertai dengan representasi. Masonic Funeral Music dari Mozart jelas merupakan ungkapan rasa duka, akan tetapi tanpa usaha untuk merepresentasikan atau menjelaskan obyek yang mengungkapkan rasa duka itu. Perdebatan mengenai hal ini selalu terjadi terkait dengan paham bahwa semua jenis musik mengungkapkan perasaan. Jika demikian, terkecuali bila terdapat perbedaan antara representasi dan ekspresi atau ungkapan perasaan, maka semua jenis musik haruslah dianggap sebagai musik representatif. Pemikiran tersebut mengarah pada konklusi bahwa tidak ada perbedaan yang penting antara musik dan lukisan dalam hubungannya terhadap dunia. Diragukan merepresentasikan subjeknya, bahwa musik sebagaimana dapat lukisan secara dan literal literatur merepresentasikan subjek-subjek mereka. Apa yang direpresentasikan lebih jelasnya disebut sebagai imitasi atau peniruan. Contohnya demikian, ketika sebuah karya musik menirukan suara dari ayam jantan maka perbedaan antara representasi dan imitasi dapat terlihat dengan jelas. Sebuah arsitektur dapat mengimitasi lekukan cangkang kerang tanpa menjadi representasi dari cangkang kerang itu; atau seseorang dapat menirukan tingkah laku orang lain 23 tanpa menjadi suatu representasi dari orang lain itu. Representasi pada dasarnya bersifat deskriptif: melibatkan referensi terhadap benda-benda di dunia dan usaha untuk mendeskripsikannya. Imitasi hanyalah menyalin dan bertujuan tidak lebih dari sebagai dekorasi. Contoh-contoh imitasi musik sangatlah banyak dari sejak awal terciptanya musik. Plato dan Aristoteles memberikan karakter imitatif ke dalam musik pada masanya. Namun masih terjadi perdebatan tentang apakah musik hanya dapat direpresentasikan oleh imitasi. Pastinya, Liszt telah memikirkan lebih dari sekedar imitasi ketika ia memperkenalkan konsep musik program. Ketika musik dikatakan dapat merepresentasikan benda-benda, maka seringkali pemikiran tersebut terlihat tidak jelas. Muncul pertanyaan bahwa apakah musik dapat benar-benar mendeskripsikan dunia atau apakah musik hanyalah sekedar memberi kesan. Jika representasi musik hanya sekedar pemberian kesan, tidaklah benar jika musik dikatakan sebagai representasi, karena pendapat tersebut akan memberikan analogi yang kurang tepat terkait dengan seni deskriptif dari literatur dan lukisan. Itu sebabnya Liszt menekankan bahwa musik program yang sebenarnya memiliki elemen naratif atau deskriptif yang merupakan faktor penting untuk pemahaman musik itu sendiri. Dengan kata lain, bagi Liszt, subjek menjadi bagian dari makna musik. Mendengarkan musik dengan asosiasi subjek yang salah sama halnya dengan menyalahartikan musik tersebut. Musik program memberikan contoh sebenarnya dari representasi musik. Lebih jelas lagi, musik program tidak termasuk merupakan musik yang hanya ekspresif, imitatif, atau berkesan. Diragukan bahwa La mer dari Debussy merupakan sebuah deskripsi ketimbang pemberian kesan dari subjek karya tersebut, meski judul-judul dari bagian-bagian karyanya memberi gagasan 24 akan elemen naratif dalam makna karya (contohnya, salah satu bagian berjudul De l'aube à midi sur la mer, yang menggugah Satie sehingga ia berkata bahwa ia secara khusus menyukai bagian tersebut)10. Musik program harus dibedakan lagi dari musik representasional yang menggunakan kata-kata seperti dalam lieder dan oratorio, atau aksi drama di atas panggung. Penting bagi kita membedakan antara musik yang memberi makna naratif dari musik itu sendiri dengan musik yang menyertai sebuah narasi, melalui kata-kata dari lagu maupun melalui aksi panggung dari sebuah karya drama. Tidak terdapat perbedaan menyeluruh, akan tetapi jika perbedaan tersebut tidak ada, ide dari sebuah musik program sebagai sebuah genre yang terpisah akan menjadi tidak relevan. 2. Sejarah dan Konsep Ketika Liszt menciptakan istilah „musik program‟, ia sadar bahwa ia belum menciptakan sesuatu yang sebenarnya ingin ia deskripsikan. Simfonisimfoni dari Berlioz pada dasarnya berkonsep naratif; begitu juga halnya dengan Concertstück untuk piano dan orkestra dari Weber, sebuah karya deskriptif dalam satu bagian yang berkelanjutan (terdiri dari beberapa seksi dengan tempo yang berbeda-beda) yang merupakan salah satu contoh dari symphonic poem. Salah satu kendala dalam penelusuran sejarah musik program adalah sulitnya mendefinisikan diskusi di atas: apakah semua jenis musik representasional dikategorikan sebagai musik program; apakah „imitasi‟ 10 www.oxfordmusiconline/subcriber/article/grove/music/22394?=program+music&search =quick&pos=1&_star=1#firsthit, diakses pada tanggal 29 april 2013 pukul 14.34 WIB. 25 terhitung sebagai salah satu jenis representasi; dan apakah penciptaan karakter yang ekspresif sudah cukup untuk memenuhi kriteria „program‟ sesuai dengan pemikiran Liszt. Terdapat banyak cara untuk menelusuri sejarah, tergantung dari bagaimana cara menjawab pertanyaan yang mendasari filosofi terkait. Contohnya demikian, komponis French Harpsichord pada abad ke-17 dan 18 biasa memberi judul pada karya-karya pendek mereka. Menyikapi hal ini, menurut sebagian penulis keberadaan judul sudah cukup untuk mengkategorikan musik-musik tersebut dibawah kategori „musik program‟. Akan tetapi menurut sebagian lainnya, cara tersebut akan berakibat pada kebingungan karena melihat dari adanya judul, suatu karya yang mengungkapkan perasaan tidak dibedakan dari karya lain yang memberi kesan pada subjek atau karya yang benar-benar mendeskripsikan subjeknya. Seorang kritikus dari karya Couperin akan mengkomentari relasi antara karya organnya dengan „subjek‟ dalam realita sebagai suatu bentuk ekspresi dan bukan salah satu representasi. Garis batas antara ekspresi dan representasi seringkali tidak jelas, dan seringkali tidak dapat menjelaskan pada sisi manakah letak karya dari Rameau atau Couperin. 11 Jika imitasi tidak dianggap sebagai salah satu kriteria dari musik program, dapat disimpulkan bahwa sejarah dari genre ini memiliki durasi yang singkat dari yang sebenarnya terlihat. Jika demikian maka sejarah musik program tidak akan mencakup contoh-contoh karya pada abad pertengahan. Sebagai contoh, chanson Janequin yang terkenal La bataille or La guerre (dipublikasikan pada tahun 1529 dan mengacu pada Perang Mariagnano pada 11 www.oxfordmusiconline/subcriber/article/grove/music/22394?=program+music&search =quick&pos=1&_star=1#firsthit, diakses pada tanggal 29 april 2013 pukul 14.34 WIB. 26 tahun 1515) tidak dianggap sebagai musik program yang sesungguhnya walaupun karya ini mengimitasi suara-suara yang terdapat dalam sebuah perang, akan tetapi tidak terdapat urutan narasi dalam suara-suara tersebut, dan tidak ada usaha untuk menempatkan struktur musik dibawah perubahan tema dalam subjek non-musikal. Terdapat sedikit kasus serupa dalam suita-suita dimana judul-judul dari setiap karya membentuk urutan narasi. Sebagai contoh,The Battle dari Byrd, 15 suita piano yang berjudul „The Marche to the Fight‟, „The Retraite‟ and „The Burying of the Dead‟, ini memiliki programa, akan tetapi programanya berfungsi sebagai perekat dari bagian-bagian musik yang berbeda dan berfungsi untuk menjelaskan karakter-karakternya yang ekspresif. Jika dilihat lebih lanjut, karya-karya tersebut hanya sedikit mendeskripsikan adeganadegan yang dimaksud. Kasus rumit lainnya muncul saat seorang komponis mengatakan bahwa ia terinspirasi oleh beberapa sumber literatur dan artistik. Terdapat contoh komponis Renaissance dan Baroque yang menulis karya setelah terinspirasi oleh lukisan. Sebagai contoh, Biber menulis 15 karya misteri untuk biola dan organ yang terinspirasi dari ukiran timah dari tema dalam Alkitab. Penggabungan antara seni representasional (seperti contohnya ukiran) dan musik, merupakan fitur yang familiar dari musik-musik sesudahnya. Pictures at an Exhibition dari Musorgsky merupakan contoh Romantic dari jenis musikal yang sama. Di sini terdapat polesan terhadap representasi dari penghubung yang terdapat dari sebagian karya-karya. Hal ini mengindikasikan hadirnya „narator‟ dalam musik, semacam pemantul dalam pemikiran Henry James, yang merupakan subjek di sepanjang narasi. Menggunakan alat tersebut, karya Musorgsky menjadi contoh yang hampir mendekati arti sebenarnya dari musik 27 program, seperti pada symponic poem Liszt. Contoh yang lebih menakjubkan lagi dari penggabungan seni representasional dan musik adalah kuartet dari Janáček yang ditulis setelah membaca novel karya Tolstoy yang berjudul The Kreutzer Sonata, yang juga terinspirasi oleh sonata biola dari Beethoven. Fakta bahwa kuartet Janáček sangat terinspirasi dari karya Tolstoy tidak mengkategorikannya ke dalam narasi programatik dari urutan kejadian dalam karya Tolstoy. Seperti halnya cerita dari Tolstoy yang menjadi suatu „representasi‟ dari sonata Beethoven. Inspirasi, bahkan ketika menjadi acuan secara sadar, tidak dapat membuat sebuah musik menjadi musik program. Tidak diragukan lagi bahwa musik program muncul pada tahun 1700, ketika Johann Kuhnau menerbitkan 6 sonata Alkitabnya. Masing-masing karya memiliki pendahuluan yang berupa sinopsis dari cerita di balik musik yang disajikan. Dalam setiap karya itu dibagi menjadi bagian-bagian yang sangat jelas, yang juga sejalan dengan kejadian-kejadian dalam narasi cerita. Metode penggunaan ini dapat dibilang naif bila dibanding dengan symphonic poem dari Liszt dan Strauss, akan tetapi tidak dapat diragukan lagi bahwa musik menjadi bagian penting dari narasi tersebut ataupun juga keinginan komponis untuk membuat narasi signifikan dalam pemahaman musik. Contoh sesudahnya yang mirip dengan musik narasi adalah konserto Vivaldi yaitu “Four Seasons‟‟, yang didahului oleh „programa‟ pendek sepanjang satu paragraf, dan Apothéoses dari Couperin, dengan representasi yang lebih luas dari Lully dan Corelli yang mendaki untuk mencari tempat untuk beristirahat sesampainya di Parnassus; setiap bagian mengacu pada episode yang terpisah dalam perjalanan mereka. Karya-karya yang serupa juga ditulis oleh Telemann dan komponis-komponis bergaya Perancis lainnya. 28 Perkembangan dari musik program dipengaruhi oleh ballet de cour dari Perancis yang menyertakan gambar dalam penyajiannya yang serius dan dramatis. Akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa musik program pada pertengahan abad ke-18 telah terpisah dari segala bentuk tarian. Satu contoh penting adalah karya orkestra dari Ignazio Raimondi yang berjudul Les aventures de Télémaque dans l'isle de Calypso yang dibuat berdasarkan puisi dari Fénélon. Karya yang dipublikasikan pada tahun 1777 ini merupakan suatu usaha untuk membuat perbedaan antara „naratif‟ dengan cara merepresentasikan beberapa karakter-karakter dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh, Calypso direpresentasikan oleh permainan flute, dan Telemachus oleh solo biola. Di masa Beethoven, bahkan bentuk musik yang paling abstrak dan klasik sekalipun telah memiliki kapasitas untuk makna programatik. The Pastoral Symphony merupakan salah satu contoh karya yang berusaha untuk lepas dari aturan-aturan yang tertera pada era Klasik terkait dengan ide representasi gambar. Sonata „Lebewohl‟ op.81a adalah contoh lainnya. Kedua contoh tersebut memiliki kesamaan dengan karya-karya sebelumnya pada abad ke-18 yang merupakan penggambaran dari alam dan juga pada Capriccio karya Bach yang menceritakan tentang perpisahannya dengan saudara lelakinya. Sama halnya dengan „Four Seasons‟ dari Vivaldi dan simfoni-simfoni Dittersdorf yang berdasarkan Metamorphoses dari Ovid, karya-karya tersebut mengkombinasikan penggambaran naratif dan musik yang cukup rapat. Karena hal ini, pendengar Beethoven menduga bahwa paham struktur „musik murni‟ hanyalah ilusi belaka, dan keagungan simfoni Beethoven khususnya dalam kesempurnaan strukturnya. Karya-karya ini tidak hanya memiliki makna musikal akan tetapi lebih dari pada itu terciptanya simfoni tersebut 29 merupakan ungkapan suatu ide puitis. Paham ini dapat lebih jelas terlihat dari sonata Beethoven op.31 no.2 yang dipengaruhi oleh The Tempest karya Shakespeare. Schering (1936) berusaha menjelaskan karya Beethoven sebagai suatu refleksi programatik dari tema-tema Shakespeare dan Goethe. Pemikiran-pemikiran yang telah dijabarkan di atas yang juga meliputi simfoni-simfoni dari Haydn dan Mozart (Momigny, seorang pencetus teori dari Perancis bahkan menciptakan teks verbal untuk kuartet Mozart sebagai bentuk interpretasi dari karya tersebut) membuktikan bahwa langkah terbesar dalam musik program yang sebenarnya dalam era Romantik bukanlah dicetuskan oleh Beethoven akan tetapi oleh Berlioz. Ia merupakan komponis yang untuk pertama kalinya memperkenalkan representasi musik, perbedaan yang penting dalam segala penggambaran akan obyek-obyek di dunia dalam bentuk narasi, dan perbedaan antara subjek dan obyek. Penggunaan viola dalam simfoninya yang berjudul Harold en Italie dan eksplorasinya akan nada-nada memampukan Berlioz untuk menciptakan perbedaan yang drastis antara pemeran protagonis –emosi, penderitaan, dan kesukacitaan pemeran utama dari narasi– dan keadaan-keadaan di sekelilingnya. Berlioz juga memperkenalkan suatu media yang disebut idee fixe, representasi melodis dari sebuah karakter atau perasaan, yang muncul berulang-kali dalam berbagai variasi bentuk dan berkembang seiring dengan keadaan yang berubah-ubah. Ini merupakan suatu langkah yang penting menuju paham leitmotif dari Wagner, dimana leitmotif membantu representasi narasi dari musik untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh. Leitmotif merupakan sebuah tema yang diasosiasikan dengan sebuah karakter, keadaan, atau ide, dan dimana tema tersebut berkembang secara tidak disadari dengan tujuan untuk 30 memperlihatkan hasil dari ide narasi. 12 Leitmotif pada akhirnya merupakan sebuah tema yang mengijinkan adanya representasi dalam musik tanpa adanya imitasi. Dengan menggunakan leitmotif, komponis-komponis era berikutnya, khususnya Liszt dan Richard Strauss, dapat mengasosiasikan suatu tema yang spesifik dengan suatu makna yang pasti. Media-media representasional tentu tetap ada, dan oleh Strauss, media imitasi menjadi sesuatu yang baru yang belum pernah ditemui sebelumnya. Akan tetapi dari semua yang telah dijabarkan, leitmotif memampukan musik untuk menyamai kemampuan deskriptif dari sebuah bahasa. Liszt juga mampu mencapai idealismenya melalui penggunaan leitmotif, suatu idealisme bahwa musik tidak dapat dipahami, bahkan sebagai musik itu sendiri, jika konsep tertulis yang ada tidak ditanamkan dan muncul dalam benak pendengar. Pada musik program, bentuk dan isi dipengaruhi oleh beberapa asosiasi musikal diluar program yang sudah ada. Tipe seperti ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Narative, berdasarkan urutan kejadian, contoh; symphonie Fantastique- Hector Berlioz, Don Quixote- Strauss. 2. Descriptive atau representational, bentuk musik program untuk menggambarkan keadaan suatu bentuk, ruang dan waktu (representasional) contoh; The Fountains of Rome-Respighi, Pictures at an Exhibition-Moussorgsky. 3. Appelative, terdiri dari sebuah karakter yang dinyatakan langsung pada judul, contoh; Carnaval; Toch, Pinocchio Overture- Schumann 12 www. Grovemusiconline_leitmotif.com 31 4. Ideational, berusaha untuk mengekspresikan beberapa konsep filosofi dan psikologi, contoh; 1st movement of Faust SymphonyLiszt, Thus Spake Zarathustra-Strauss.13 Musik program pada umumnya tidak terikat oleh aturan bentuk yang baku seperti Sonata, Fuga, atau komposisi baku lainnya. Bentuk yang dihasilkan akan menyesuikan alur cerita yang diangkat. Secara umum semua struktur dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu closed form dan open form. Closed form adalah kateori yang mengikuti pola yang sudah pasti atau baku sedangkan Open Form kebalikannya. Karya yang dikategorikan sebagai open form dapat berisikan satu atau lebih subdivisi yang menggunakan sebuah fixed pattern. B. Rencana Komposisi Pada penelitian ini komposisi yang disusun berbentuk free form. Pemilihan bentuk ini didasarkan atas pertimbangan alur cerita yang diangkat. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, kisah “Daud dan Goliat” dibagi menjadi tiga babak. Pembagian kisah ini sekaligus memberi petunjuk mengenai bentuk komposisi yang akan disusun, yakni terdiri dari bagian A,B,C. Bagian A pada komposisi ini akan menceritakan tentang Daud saat tiba di medan pertempuran (I Samuel 17:12-39). Penekanan pada bagian ini adalah bagaimana tantangan dan penolakan yang diterima Daud saat mengambil keputusan untuk melawan Goliat. Bagian ini merupakan gambaran dari 13 Stein, Leon. Structure & Style- The Study and Analysis of Musical Form. USA: Summy-Bichard Music, 1979, hlm. 137. 32 kehidupan penulis yang sebenarnya saat penulis mengambil keputusan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Seperti halnya Daud yang dimarahin oleh kakak-kakaknya dan disangsikan oleh raja Saul, penulispun mengalami hal yang sama. Banyak pernyataan yang dilontarkan yang sebenarnya dapat mematahkan semangat namun itu menjadi motivasi yang kuat bagi penulis untuk berjuang sampai titik ini. Bagian B akan menceritakan perkelahian antara Daud dan Goliat (I Samuel 17:40-49). Bagian ini merupakan penggambaran bagaimana perjuangan penulis menempuh kuliah selama ini. Kuliah bagi penulis layaknya Goliat yang besar yang tidak mungkin terkalahkan. Satu-satunya modal terbesar bagi penulis untuk melakukan semua ini adalah keyakinan dan kepercayaan yang besar kepada Tuhan layaknya Daud yang menghadapi Goliat dengan nama Tuhan semesta alam. Bagian C yang merupakan penutup dari komposisi yang akan disusun mengisahkan mengenai kemenangan Daud atas Goliat yang sekaligus menandai kemenangan Israel atas musuhnya bangsa Filistin (I Samuel 17:5058). Ini merupakan penggambaran bagaimana perjuangan penulis dalam menyelesaikan masa perkuliahan penulis. 33