KERANGKA PEMIKIRAN Kecerdasan seorang manusia terbagi ke dalam tujuh macam, yaitu kecerdasan spasial, musikal, linguistik, logika-matematik, kinestetik-jasmani atau fisik, intrapersonal, dan interpersonal. Setiap anak memiliki ciri khas dan potensi kecerdasan yang tidak sama antara satu dengan yang lain. Hal ini bukan hanya bergantung pada sifat bawaan seorang anak, melainkan dari suatu proses belajar. Hal lain yang membedakan kecerdasan anak yang satu dengan yang lain adalah dukungan dari lingkungannya. Lingkungan keluarga menjadi salah satu pendukung dalam perkembangan kecerdasan seorang anak. Saat menginjak usia remaja, anak cenderung ingin menemukan jati diri mereka. Rasa ingin tahu yang jauh lebih tinggi membuat anak memiliki perkembangan yang lebih pesat dengan dukungan perkembangan sebelumnya. Konsep diri mulai terbentuk sebagai hasil belajar dari lingkungan yang ia interpretasikan ke dalam dirinya. Seorang anak akan belajar dari pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh, baik di rumah maupun sekolah. Lingkungan keluarga dan sekolah akan memberikan gambaran tentang diri anak, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Di dalam lingkungan inilah kemampuan anak dalam membina hubungan dan beradaptasi akan teruji. Pada kenyataannya, seorang anak dikatakan cerdas jika memiliki hasil belajar yang tinggi dalam aspek kognitif. Padahal anak yang cenderung kurang cerdas dalam aspek kognitif, anak tersebut memiliki kecerdasan dalam aspek lainnya. Keberhasilan seorang anak bukan hanya ditentukan oleh kecerdasan kognitifnya, melainkan kecerdasan emosional anak tersebut. Akan tetapi, pengertian mengenai hal ini sangat sulit untuk diterima oleh para orang tua atau guru di sekolah. Orang tua cenderung menuntut anak untuk memiliki prestasi yang tinggi hanya dalam bidang akademik. Tuntutan dan tekanan yang seringkali anak terima akan berdampak pada kondisi fisik dan psikologisnya. Keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dapat membuat anak merasa stres bahkan merasa dirinya tidak berharga. Seorang anak yang memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dengan masalahnya akan terhindar dari stres yang berkepanjangan. Berbeda dengan anak yang memiliki penghargaan yang rendah terhadap dirinya dan kurang mampu 24 mengelola emosi, mereka cenderung stres bahkan depresi menghadapi masalahnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep diri, kecerdasan emosional, tingkat stres, dan strategi koping remaja pada berbagai model pembelajaran di SMA. Penelitian ini ingin melihat keterkaitan antara stres anak dalam model pembelajaran yang berbeda. Tingkat stres ini dipengaruhi juga oleh seberapa besar penghargaan anak terhadap dirinya, mengelola perasaan atau emosinya, serta beradaptasi dengan aktivitas dan lingkungannya. Kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan antara konsep diri, kecerdasan emosional, tingkat stres, dan strategi koping remaja pada berbagai model pembelajaran di SMA disajikan pada Gambar 1. 25 KERANGKA PEMIKIRAN Karakteristik Remaja Jenis kelamin Usia Urutan anak Karakteristik Keluarga Usia Orang tua Pendidikan Pekerjaan ayah/ibu Pendapatan Besar keluarga Karakteristik Sekolah Model Pembelajaran (lingkungan sekolah, metode, dan kurikulum) Konsep Diri Dimensi internal (identitas diri, tingkah laku, dan kepuasan diri) Dimensi eksternal (diri fisik, etik moral, diri personal, diri keluarga, dan diri sosial) Kecerdasan Emosional Anak Kesadaran emosi diri Pengelolaan emosi diri Kemampuan memotivasi diri Kemampuan empati Ketrampilan sosial Stres Anak Reaksi Fisik Reaksi Psikologis Strategi koping Problem Focused Coping Emotion Focused Coping 25 Gambar 1 Hubungan antara konsep diri, kecerdasan emosional, tingkat stres, dan strategi koping pada berbagai model pembelajaran