ISSN 2337-3776 The Chemopreventive Effects of Extracts Compare with Infuse of Soursop Leaves (Annona muricata L.) in Breast Tissue of Female Sprague-Dawley Rats Induced by Dmba Setiyadi B, Susantiningsih T, Apriliana E, Windarti I Faculty of Medicine University of Lampung Abstract Breast cancer is a malignancy derived from epithelial ducts and lobules. The breast cancer is the second most common cancer in Indonesia after cervical cancer.The medical treatment of cancer still has a lot of side effects. this can be minimized by using chemopreventive agents of soursop leaf infusion and extract which works selectively attacking cancer cells. This study is an experimental study with Post Test Only With Control Group Design, using 24 female Sprague-Dawley Rats and simply randomized into 4 groups. Group K (negative control) had 1 cc of aquadest every day; Group 1 (positive control) had induced DMBA 20 mg/kg 2 times a week, and were given Aquadest; Group 2 (extraction) had DMBA induced and soursop leaf extract dose of 40 mg / kg; Group 3 (infusion) had DMBA induced and soursop leaf infusion dose of 0.2 g / ml. Each treatment is given by using a sonde orally for 4 weeks . From the results, the average of epithelial hyperplasia are K(0.03), 1(2,2), 2(0.7), and 3(1.03). With KruskallWallis and continued with post-hoc test, there are significantly difference between groups (p<0,05). Key words : Soursop leaves , extract , infuse , DMBA Perbandingan Efek Kemopreventif Pemberian Ekstrak dan Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Gambaran Mikroskopis Jaringan Payudara Tikus Betina Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Dmba Abstrak Kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari epitel duktus dan lobulus. Angka kejadian kanker payudara menempati urutan kedua di Indonesia setelah kanker serviks. Upaya pengobatan dengan kemoterapi masih banyak menimbulkan efek samping. Efek samping ini dapat diminimalisir dengan penggunaan agen kemopreventif dalam infusa dan estrak daun sirsak yang bekerja secara selektif dalam menyerang sel kanker. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Post Test Only With Control Group Design, menggunakan 24 ekor tikus putih betina galur sprague dawley yang diacak kedalam 4 kelompok. Kelompok K(kontrol negatif) hanya diberi aquadest 1 cc setiap hari; Kelompok 1(kontrol positif) diinduksi DMBA 20 mg/kg BB 2 x seminggu, dan diberi aquadest; Kelompok 2(ekstraksi) diinduksi DMBA dan diberi ekstrak daun sirsak dosis 40 mg/kg BB; Kelompok 3(infusa) diinduksi DMBA dan diberi infusa daun sirsak dosis 0,2 gr/ml. Masing–masing perlakuan diberikan dengan sonde oral selama 4 minggu. Dari hasil penelitian didapatkan rerata hiperplasia epitel kelompok K(0,03), 1(2,2), 2(0,7), dan 3(1,03). Dengan menggunakan uji statistik Kruskall-Wallis yang dilanjutkan dengan uji post hoc Mann-Whitney didapatkan perbedaaan yang signifikan (p<0,05). Kata kunci : Daun sirsak, ekstrak, infusa, DMBA 39 ISSN 2337-3776 Pendahuluan Kanker payudara merupakan keganasan yang berasal dari epitel duktus dan lobulus. Angka kejadian kanker payudara menempati urutan kedua setalah kanker serviks dengan insidensi sebanyak 8.227 kasus atau sebesar 16,85% pada tahun 2007 di Indonesia (Fitricia dkk., 2012). Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan/ Kemoterapi yang sekarang diterapkan, seperti taxol, klorambusil, alkaloid indo seperti vinblastin, dan vinkristin, bekerja dengan cara mempengaruhi metabolisme asam nukleat terutama DNA atau biosintesis protein secara tidak selektif, sehingga bersifat toksik tidak hanya pada sel kanker tetapi juga pada sel normal, terutama sel normal yang memiliki kecepatan proliferasi yang tinggi seperti sum-sum tulang belakang (Siswandono, 2000). Penghambatan proliferasi sel-sel sum-sum tulang belakang akan mengakibatkan penurunan jumlah leukosit sehingga menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi akibat menurunnya sistem imun. Dosis obat sitostatik yang tinggi juga bisa menyebabkan terjadinya resistensi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan terapi kanker yang lebih efektif dan selektif. Terapi kanker menggunakan agen kemopreventif lebih menjanjikan daripada obat antikanker konvensional (Hanahan & Weinberg, 2000). Salah satu jenis tanaman yang dapat yang memiliki aktivitas sebagai agen kemopreventif adalah sirsak, terutama pada daunnya. Zat aktif dalam tanaman sirsak yang mampu berperan sebagai antikanker adalah Annonaceous acetogenins. Acetogenins merupakan inhibitor kuat dari kompleks I mitokondria atau NADH dehidrogenase. Zat ini akan mengakibatkan penurunan produksi ATP yang akan menyebabkan kematian sel kanker, lalu kemudian memicu terjadinya aktivasi jalur apoptosis serta mengaktifkan p53 yang dapat menghentikan siklus sel untuk mencegah terjadinya proliferasi tak terkendali. Selain itu, senyawa triterpenoid dan flavonoid di dalam daun sirsak juga memiliki efek antikarsinogenesis (Retnani, 2011). Pada penelitian yang dilakukan Retnani (2011) telah terbukti ekstrak daun sirsak dapat menghambat proses onkogenesis. Namun, yang sekarang digunakan oleh masyarakat Indonesia secara umum adalah rebusan atau infusa daun sirsak. Sehingga perlu dibandingkan, apakah penggunaan infusa daun 40 ISSN 2337-3776 sirsak dengan dosis optimal sama baiknya dengan penggunaan ekstrak daun sirsak dengan dosis optimal dalam menghambat onkogenesis (Hatim, 2012). Dari latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud untuk mengetahui efek kemopreventif pemberian ekstrak dan infusa daun sirsak (Annona muricata L. L.) terhadap perubahan gambaran mikroskopis jaringan payudara tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur Sprague Dawley yang diinduksi 7,12 Dimethylbenz(a)anthracence (DMBA). Serta mengetahui perbandingan antara keduanya. Metode Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Post Test Only With Control Group Design. Sampel dalam penelitian ini adalah Tikus putih betina galur Sprague Dawley yang didapat dari IPB (Institut Pertanian Bogor) dengan berat 100-200 berumur 5-7 minggu. Jumlah sampel adalah 24 ekor yang diacak kedalam 4 kelompok perlakuan. Waktu penelitian adalah 5 minggu. Satu minggu pertama masing-masih kelompok dilakukan aklimatisasi/ pengadaptasian dengan tempat penelitian dan makanan, 4 minggu berikutnya, Kelompok K (kontrol negatif) hanya diberi aquadest 1 cc setiap hari; Kelompok 1 (kontrol positif) diinduksi DMBA 20 mg/kg BB 2 x seminggu selama 4 minggu, dan diberi aquadest 1 cc setiap hari; Kelompok 2 (ekstraksi) diinduksi DMBA 20 mg/kg BB 2 x seminggu dan diberi ekstrak daun sirsak dosis 40 mg/kg BB sekali sehari; Kelompok 3 (infusa) diinduksi DMBA 20 mg/kg BB 2 x seminggu dan diberi infusa daun sirsak dosis 0,2 gr/ml sekali sehari. Masing–masing perlakuan diberikan dengan menggunakan sonde oral selama 4 minggu. Setelah minggu ke-6, jaringan payudara hewan coba diambil dan kemudian dilakukan pembuatan preparat di Laboratorium Patologi Anatomi FK Unila, lalu dilakukan pengamatan hiperplasia epitel duktus payudara dalam 5 lapang pandang. Kemudian pengamatan dikategorikan sesuai grade hiperplasia yang didapatkan dengan memodifikasi penelitian Ting et al (2007), yaitu: grade 0 apabila gambaran mikroskopis normal; grade 1 apabila didapatkan hiperplasia 41 ISSN 2337-3776 ringan (2-4 lapis epitel yang mengalami hiperplasia); grade 2 apabila didapatkan hiperplasia berat (>4 lapis epitel yang mengalami hyperplasia); grade 3 apabila terdapat hiperplasia dengan atipia; grade 4 apabila mengalami karsinoma duktal in situ; dan grade 5 apabila terjadi karsinoma duktal yang invasif. Data hasil pengamatan diuji analisis menggunakan software statistik. Uji yang pertama dilakukan adalah uji normalitas (uji Shapiro-Wilk). Apabila sebaran data normal, dilakukan uji one way ANOVA. Tetapi bila sebaran data tidak normal atau varians data tidak sama, dilakukan uji alternatif yaitu uji KruskalWallis. Uji ini bertujuan untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila pada uji tersebut didapatkan hasil bermakna (p<0,05) maka dilakukan uji post-hoc. Uji post-hoc untuk one way ANOVA adalah LSD sedangkan untuk uji Kruskal-Wallis adalah Mann Whitney. Hasil Rata-rata grade epitel dari tikus yang dihitung pada kelompok K (kontrol negatif) yaitu sebesar 0,03 ± 0,81, kelompok 1 (kontrol postif) sebesar 2,2 ± 0,21, kelompok 2 (ekstrak) sebesar 0,7 ± 0,10, dan kelompok 3 (infusa) sebesar 1,03 ± 0,15. Kelompok 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 2,2 ± 0,21 1,03 ± 0,15 0,7 ± 0,10 0,03 ± 0,81 K 1 2 3 Gambar 1. Grafik perbandingan rerata gambaran epitel antar kelompok. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan program komputer. Pertama, dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji normalitas 42 ISSN 2337-3776 Shapiro-Wilk, uji ini dipilih karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50. Setelah dilakukan uji normalitas, didapatkan hasil bahwa seluruh data tidak memiliki distribusi yang normal dengan p<0,05 sehingga uji analisis yang digunakan untuk data penelitian ini adalah uji alternative one way ANOVA, yaitu Kruskall-Wallis. Tabel 1. Hasil uji Kruskall-Wallis Rerata Hiperplasia Kelompok N Mean±SD p K 1 6 6 0,03 ± 0,81 2,2 ± 0,21 0,000 2 6 0,7 ± 0,10 3 6 1,03 ± 0,15 Setelah dilakukan Kruskal-Wallis diperoleh tingkat siginifikansi atau p pada ketiga kelompok perlakuan adalah <0.05. Hal ini menunjukan bahwa minimal terdapat dua kelompok yang memilik perbedaan yang signifikan. Untuk mengetahui pengukuran mana yang berbeda, analisis data kemudian dilanjutkan dengan uji post-hoc. Hasil uji Kruskal-Wallis dijelaskan pada Tabel 1 sedangkan hasil uji post-hoc dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Uji beda antar kelompok p Kelompok K vs Kelompok 1 0,002 Kelompok K vs Kelompok 2 0,002 Kelompok K vs Kelompok 3 0,003 Kelompok 1 vs Kelompok 2 0,003 Kelompok 1 vs Kelompok 3 0,003 Kelompok 2 vs Kelompok 3 0,004 Berdasarkan Tabel 2 hasil uji post-hoc, diperoleh data bahwa perbedaan yang bermakna terjadi pada semua pengukuran. Terdapat perbedaan yang bemakna antara kelompok K (kontrol negatif) dengan kelompok 1 (Kontrol 43 ISSN 2337-3776 positif) Perbedaan yang bermakna juga terdapat kelompok K (kontrol negatif) dengan kelompok 2 (ekstrak daun sirsak), dan antara kelompok K (kontrol negatif) dengan kelompok 3 (infusa daun sirsak),. Selain itu, perbedaan yang bermakna juga terjadi antara kelompok 2 (ekstrak daun sirsak) dengan Kelompok 3 (infusa daun sirsak. Besarnya perbedaan pada setiap kelompok menghasilkan nilai p<0,005. Pembahasan Dalam penelitian ini, digunakan agen kemopreventif alami yang berasal dari ekstrak dan infusa daun sirsak yang mengandung bahan aktif yaitu acetogenin, flavonoid, triterpenoid (Retnani, 2011). Menurut Retnani (2011) Acetogenins merupakan inhibitor kuat dari kompleks I mitokondria atau NADH dehidrogenase. Zat ini akan mengakibatkan penurunan produksi ATP yang akan menyebabkan kematian sel kanker, lalu kemudian memicu terjadinya aktivasi jalur apoptosis serta mengaktifkan p53 yang dapat menghentikan siklus sel untuk mencegah terjadinya proliferasi tak terkendali. Flavonoid akan meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-transferase yang dapat mendetoksifikasi karsinogen sehingga cepat dieliminasi oleh tubuh. Senyawa triterpenoid menstabilkan benang-benang spindel pada fase mitosis sehingga proses mitosis terhambat. Triterpenoid juga menginhibisi enzim topoisomerase yang akan menginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel. Pada penelitian ini kemungkinan dapat terjadi hal yang sama pada payudara tikus yang diinduksi DMBA yang telah diberikan ekstrak serta infusa daun sirsak. Dosis Ekstrak dan Infusa yang dibandingkan pada penelitian ini adalah dosen potensial masing-masing. Pada penelitian Hermawan dan Laksono (2013) dosis ekstrak daun sirsak yang paling berpengaruh dilihat dari kadar fenolnya adalah dosis 40 mg/kgbb. Fenol merupakan salah satu gugus dari acetogenins. Dosis untuk infusa sebagai kemopreventif menurut Syariefa (2011) dosis optimal yang digunakan pada manusia adalah 8 gram daun sirsak dalam 3 gelas air. Dosis ini lah yang akan digunakan untuk dikonversikan dari dosis manusia ke dosis tikus dengan menggunakan rumus konversi Laurence dan Bacharach (1964). 44 ISSN 2337-3776 Dengan faktor konversi dosis dari manusia (70 kg) ke tikus (200gr) adalah 0,018, maka dosis yang akan diberikan kepada tikus adalah 70/50 x 8 x 0,018 = 0,2 mg dalam 2 ml. Pada penelitian ini, didapatkan bahwa daun sirsak memiliki efek kemopreventif dalam mengendalikan hiperplasia epitel pada jaringan payudara tikus yang diinduksi DMBA. Hal ini terlihat dari pada uji Kruskall-Wallis yang menunjukan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok data yang mempunyai perbedaan rerata yang bermakna. Lalu kemudian dilanjutkan dengan analisis post hoc Mann Whitney. Hasil analisis post hoc menunjukan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara masing-masing kelompok. Hal ini berarti setiap kelompok terdapat perbedaan rerata hiperplasia epitel yang bermakna. Pada tabel 4 terlihat hasil rata-rata hiperplasia epitel pada gambaran mikroskopis jaringan payudara. Rerata gambaran epitel pada kelompok K (kontrol negatif) adalah 0,03. Persentase ini menunjukan bahwa dari semua lapang pandang hanya 1 lapang pandang yang terlihat adanya gambaran hiperplasia, yaitu hiperplasia ringan. Hal ini menunjukan bahwa epitel jaringan payudara kelompok K normal. Pada kelompok 1 (kontrol positif), rerata hiperplasia epitel sebesar 1,86. Dari semua lapang pandang, selalu terlihat adanya hiperplasia, mulai dari hiperplasi ringan hingga hiperplasia berat dengan atipia. Kelompok 2 (ekstraksi daun sirsak) mengalami penurunan rerata hiperplasia epitel sebesar 0,7 sedangkan kelompok 3 (infusa daun sirsak) terjadi penurunan rerata hiperplasia epitel sebesar 1,03. Pada kelompok K (kontrol negatif) yaitu tikus yang hanya diberi aquadest tanpa perlakuan lain, didapatkan hasil yang normal. Pada gambaran mikroskopisnya, secara umum tidak ditemukan adanya hiperplasia epitel. Hal ini karena aquadest yang diberikan bukan merupakan bahan karsinogen yang dapat mempengaruhi gambaran mikroskopis jaringan payudara. Pada kelompok 1 (kontrol positif) yang diberi perlakuan DMBA 20 mg/kg BB 2 x seminggu, secara umum ditemukan perubahan gambaran mikroskopis jaringan payudara dengan rerata nilai 2,2 ± 0,21. Dari 6 tikus pada kelompok 1 di tiap lapang pandang, rata-rata memiliki grade ke 2 dan ke 3. Dalam pemeriksaan 45 ISSN 2337-3776 mikroskopis terlhat hiperplasi epitel duktus, dan terdapat athypia. Perubahan gambaran I dikarenakan pemberian DMBA 20 mg/kgBB Aktivitas karsinogenik dari DMBA terjadi melalui aktivitas enzim sitokrom P450 membentuk proximate carcinogen dan ultimate carcinogen (Dandekar et al., 2006). Sitokrom P-450 dan microsomal epoxide hydrolase (mEH) memetabolisme DMBA menjadi dua metabolit yaitu metabolit elektrofilik dan metabolit yang mampu membentuk DNA adduct (DNA yang mampu berikatan dengan senyawa karsinogenik). Sitokrom P-450 CYP1B1 mengoksidasi DMBA menjadi 3,4-epoxides yang diikuti dengan hidrolisis epoxides oleh mEH membentuk metabolit proximate carcinogenic dan DMBA-3,4-diol. Metabolit ini nantinya dioksidasi oleh CYP1A1 atau CYP1B1 menjadi metabolit ultimate carcinogenic (DMBA-3,4diol-1,2-epoxide) (Smith, 2000). Pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak dan infusa terdapat penurunan yang bermakna jika dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi DMBA saja. Hal ini disebabkan oleh aktivitas metabolit zat aktif yang dimiliki oleh daun sirsak. Acetogenins akan mengakibatkan penurunan produksi ATP yang akan menyebabkan kematian sel kanker, lalu kemudian memicu terjadinya aktivasi jalur apoptosis serta mengaktifkan p53 yang dapat menghentikan siklus sel untuk mencegah terjadinya proliferasi tak terkendali. Flavonoid akan meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-transferase yang dapat mendetoksifikasi karsinogen sehingga cepat dieliminasi oleh tubuh. Senyawa triterpenoid menstabilkan benang-benang spindel pada fase mitosis sehingga proses mitosis terhambat. Triterpenoid juga menginhibisi enzim topoisomerase yang akan menginduksi apoptosis dan menghentikan siklus sel (Retnani, 2011). Rerata dari Kelompok 2 (Ekstraksi) mengalami penurunan rerata tingkatan hiperplasia epitel yang lebih baik jika dibandingkan dengan kelompok 3 (Infusa). Hal ini dikarenakan metode ekstraksi dengan cara maserasi dapat menyerap zat aktif lebih baik dibandingkan dengan metode infusa. Pada metode infusa, zat-zat aktif yang tertarik dapat mengendap kembali ketika larutan disimpan. Kemudian, ada zat-zat aktif yang terkandung yang tidak tahan panas lama, seperti senyawa flavonoid, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan zat aktif. Flavoid 46 ISSN 2337-3776 merupakan golongan senyawa yang tidak tahan panas, dan mudah teroksidasi pada suhu tinggi, sehingga kandungan zat-zat/ metabolit aktif pada ekstrak dengan metode maserasi akan lebih baik dibanding dengan zat-zat pada metode infusa (Rahayu, 2009). Simpulan Gambaran mikroskopis jaringan payudara yang diinduksi ekstrak daun sirsak lebih baik dibandingkan yang diinduksi oleh infusa daun sirsak. Daftar Pustaka Dandekar S, Sukumar S, Zarbl H, Young L, Cardiff, R. 2006. Spesific activation of the cellular Harvey-ras oncogene in dimethylbenzathracene-induced mouse mammar tumors. Moll Cell Biol. 3 (6) : 4104-4108. Fitricia I, Winarni D, Pidada R. 2012. Pengaruh pemberian tomat (Solanum lycopensicum l.) Terhadap histologi kelenjar mammae mencit yang diinduksi 7,12dimetilbenz(a)antrasena (DMBA). Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Airlangga. 2 (15) : 9. Hanahan D dan Weinberg RA. 2000. The hallmarks of cancer. Cell. 100 (2) : 57-70. Hatim N. 2012. Aktivitas antikanker ekstrak etanol daun surian (Toona sinensis) pada tikus betina sprague dawley yang diinduksi 7,12- dimetilbenz(a)antrasena (DMBA). Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor: Bogor. Hermawan GP dan Laksono H. 2013. Ekstraksi daun sirsak (Annona muricata l.) Menggunakan pelarut etano. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Universitas Diponegoro. 2 (2) : 111115. Laurence J dan Bacharach M. 1964. Analytical Toxicology. Philadelphia: CRC Press. pp. 125-127 Rahayu L. 2009. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari biji kacang tunggak (Vigna unguiculata L.). Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang. Retnani V. 2011. Pengaruh suplementasi ekstrak daun Annona muricata terhadap kejadian displasia epitel kelenjar payudara tikus sprague dawley yang diinduksi 7,12dimetilbenz(a)antrasena (DMBA). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang Smith, AD. 2000. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology. Revised Ed. London : Oxford University Pr. pp. 345. Siswandono SB. 2000. Kimia Medisinal, Ed ke-2. Airlangga University. hlm. 56-57. Syariefa E. 2011. Daun Sirsak: Olah Tepat dan Dosis Aman. Trubus. 2(498) : 10-27. Ting AY., Kimler BF., Fabian CJ., dan Petroff BK. 2007. Characterization of A Preclinical Model of Simultaneous Breast and Ovarian Cancer Progression. Carcinogenesis Journal. 1(28): 130–135. 47