FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA REMAJA PRIA DI INDONESIA (Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012) Skripsi Oleh: Nadra Anniswah 1111101000040 PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 ii UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN Skripsi, Maret 2016 Nadra Anniswah, NIM: 1111101000040 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA REMAJA PRIA DI INDONESIA (Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012) xiv + 100 halaman, 2 tabel, 3 bagan, 2 lampiran ABSTRAK Perilaku seksual remaja dapat berisiko pada terjadinya IMS. Remaja pria lebih berpeluang berperilaku seksual daripada wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012. Penelitian ini adalah menggunakan data sekunder yaitu SDKI tahun 2012 sehingga desain studi yang digunakan pun mengikuti SDKI 2012 yaitu cross sectional. Analisis data dilakukan menggunakan uji chi square dengan tingkat kemaknaan 5%. 14.8% remaja pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual berisiko IMS. 68.3% remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. 56.9% remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. 52.3% remaja pria di Indonesia tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. 72.4% remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, pengaruh teman sebaya, dan peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi, dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012. Maka, diharapkan kepada Kemenkes untuk membuat dan memantau pelaksanaan program perubahan perilaku dengan menyediakan layanan, meningkatkan pengetahuan, dan sikap remaja terkait kesehatan reproduksi khususnya perilaku berisiko IMS. Demikian pula halnya dengan Kemendikbud dan Kemenristekdikti untuk berperan dalam upaya perubahan perilaku, peningkatan pengetahuan dan sikap remaja. Kata Kunci: Perilaku seksual, Remaja Pria, faktor yang berhubungan Daftar Bacaan: 58 (1948-2015) iii ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH DEPARTEMENT HEALTH PROMOTION CONCENTRATION Undergraduate thesis, Maret 2016 Nadra Anniswah, SIN: 1111101000040 Factors Related to Risk Sexual Behavior of STI’s of Indonesian Male Adolescent in 2012 (Analysis of Indonesia Demographic and Health Survey 2012) xiv + 100 pages, 2 tables, 3 figures, 2 attachments ABSTRACT Adolescent sexual behavior may present a risk to the occurrence of STIs. Young men are more likely than women to behave sexually. This study aims to determine the factors associated with STI sexual risk behavior in Indonesia male adolescent in 2012. This research is using secondary data, which is IDHS 2012 so that the study design is cross sectional. Data analysis was performed using chi square test with significance level of 5%. The number of sample of this study is 9160 male adolescent aged 15-24 years. 14.8% Indonesian male adolescent’s sexual behavior in 2012 are at risk for STI. 68.3% Indonesian male adolescent have low knowledge about sexual behaviour wick risky to STI. 56.9% Indonesian male adolescent have negative attitude regarding sexual behaviour wick risky to STI. 52.3% Indonesian male adolescent considers his school did not act as providers of reproductive health information.72.4% Indonesian male adolescent did not feel any peer influence in shaping their sexual behavior. Based on the results of chi square test is known that there are significant relationship between age, education level, knowledge, attitude, the peer influences, and the role of schools as providers of reproductive health information with Indonesian male adolescent sexual behavior in 2012. There is no a significant relationship between residence with Indonesian male adolescent sexual behavior in 2012. Thus, it is expected that the Ministry of Health to create and monitor the implementation of the program behavior change by providing services, increase knowledge, and attitudes related to adolescent reproductive health in particular STI risk behaviors. Similarly to Ministry of Education and Culture and Ministry of Research, Technology and Higher Education to play a role in efforts to change behavior, increase knowledge and adolescent attitude. Keywords: sexual behavior, STI, male adolescent, determinant factors References: 58 (1948-2015) vi KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko IMS pada Remaja Pria di Indonesia”. Shalawat serta salam kepada Rasulullah saw. yang senantiasa menjadi penautan penulis. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir/Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat semester VIII Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyampaikaan rasa terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyususnan laporan ini, yakni kepada: 1. Orang tua dan keluarga penulis (Bunda Ramadanura, alm. Ayah Fidaus, Tante Mira, Om Syarif, Oma Nursima, Aliffa, Tsabita, Kamil dan klg Besar Basyir Ma‟ruf), yang senantiasa mendoakan setiap langkah yang penulis kerjakan serta memberi kasih sayang dan nasihat agar tetap semangat dalam menjalani kehidupan. 2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Dosen Pembimbing yang mendampingi hingga tahap siding proposal dan revisinya, terimakasih telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama magang dan penyusunan proposal. 5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing I, terimakasih telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini vii 6. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku penguji seminar proposal yang saat ini menjadi Dosen Pembimbing II, terimakasih telah sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penyusunan laporan skripsi ini 7. Sahabat2 terbaik genk remponkz BONANZA: Wulan SKM, Pewe SKM, Upit, SKM, Safira Hilwa SKM, mbake Lia dan Falah (soon gonna be) SKM too; + Fuji SKM, Pipi SKM. 8. Sahabat MATATTA: Riah S. Farm, Taufik, Emen, Maulidah S.T, Pito (S.Kom soon gonna be), Ichsan S.H, dan seeemuuaanya yang senantiasa memberi semangat, ngajak hang out dan tempat berbagi dikala jenuh. Terimakasih atas keceriaan yang kita bagi bersama, serta bully-bullyan tanda sayang dari kalian. 9. Kak Ida, kak Septi dan kak Ami menyumbangkan ide dan memberikan banyak masukan pada penulis dalam pembuatan skripsi ini, serta telah mengijinkan penulis menumpang di lab kakak kakak baik hati. 10. Sahabat seperjuangan, kesmas 2011, khususnya Proms 11 yang senantiasa saling menyemangati dan mendoakan. 11. Dina Amu SKM dan Kemal SKM, epiders cemerlang yang memberi banyak masukan dalam tahap analisis data dan penyusunan laporan skripsi ini. sarah ajeng dan rizal yang bersedia mengoreksi bagian abstract. 12. Keluarga besar PASIFIK, Paduan suara FKIK; keluarga bersar Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta; keluarga besar PROMS, HPSA; dan keluarga besar Komunitas SAHABAT MUDA; yang telah memberi banyak pembelajaran dan pengalaman berharga, serta senantiasa menyemangati Penulis dengan keceriaan. 13. Seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya FKIK. 14. Semua sahabat dan teman-teman yang senantiasa memberi bantuan, semangat dan dorongan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu 15. Last but not least: Cikul terimakasih pernah saling menyemangati, tetap semangat melanjutkan perjuangan menggarap skripsi; kak Secco yang viii sering menyemangati penulis dan membantu berbagai hal; pemilik akun soundcloud rizalindis yang sering menjadi penghibur dengan tembangnya. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang. Semoga pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana. Aamiin. Ciputat, April 2016 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK ....................................................................................................................... ii ABSTRACT ......................................................................................................................iii KATA PENGANTAR .....................................................................................................iii DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .........................................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xiv DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xvi BAB I................................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 7 1.3. Pertanyaan Penelitian ......................................................................................... 8 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 9 1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 11 2.1 Perilaku ............................................................................................................. 13 2.2 Perilaku Seksual ............................................................................................... 17 2.5.1 Perilaku Seksual Berisiko IMS ......................................................................... 21 2.3 Remaja .............................................................................................................. 22 2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja ................... 28 2.4.1 Umur ......................................................................................................... 28 2.4.2 Tempat tinggal .......................................................................................... 29 ix x 2.4.3 Pendidikan ................................................................................................. 30 2.4.4 Pengetahuan .............................................................................................. 30 2.4.5 Sikap.......................................................................................................... 31 2.4.6 Peran orang tua, sekolah, dan media sebagai penyedia informasi tentang kesehatan Reproduksi pada Remaja ......................................................... 33 2.4.6.1. Peran orang tua.......................................................................................... 33 2.4.6.2. Peran sekolah ............................................................................................ 35 2.4.6.3. Paparan media ........................................................................................... 35 2.4.7 Pengaruh teman sebaya ............................................................................. 36 2.4.8 Perilaku Pacaran ........................................................................................ 36 2.5 Dampak Perilaku Seksual ................................................................................. 37 2.5.1 Ketagihan .................................................................................................. 37 2.5.2 IMS ............................................................................................................ 38 2.6 Kerangka Teori ................................................................................................. 39 BAB III ........................................................................................................................... 41 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS .................. 41 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................. 41 3.2 Definisi Operasional ......................................................................................... 42 3.3 Hipotesis ........................................................................................................... 44 BAB IV ........................................................................................................................... 45 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................... 45 4.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 45 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 45 4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 46 4.5 Instrumen Penelitian ......................................................................................... 49 xi 4.6 Pengolahan Data ............................................................................................... 49 4.7 Analisis Data .................................................................................................... 50 BAB V ............................................................................................................................ 52 HASIL ............................................................................................................................ 52 5.1 Analisis Univariat ............................................................................................. 52 5.2 Analisis Bivariat ............................................................................................... 55 BAB VI ........................................................................................................................... 57 PEMBAHASAN............................................................................................................. 57 6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 57 6.2 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Indonesa Tahun 2012 ............................. 58 6.3 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 .......................................................................................................................... 60 6.4 Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 ...................................................................................................... 61 6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 ................. 64 6.6 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 ...................................................................................................... 66 6.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 .......................................................................................................................... 69 6.8 Hubungan Peran Sekolah dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 ...................................................................................................... 71 6.9 Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 ...................................................................................... 74 BAB VII ......................................................................................................................... 77 PENUTUP ...................................................................................................................... 77 7.1 Simpulan ........................................................................................................... 77 7.2 Saran ................................................................................................................. 78 xii DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 82 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52 Tabel 5.2 .............................................................................................................. 525 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Analisis Data .................................................................................... 89 Lampiran 2: Kuesioner SDKI ........................................................................... RP-1 xiv DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................ 5239 Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52 Tabel 5.1 ................................................................................................................ 52 xv DAFTAR SINGKATAN AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome Depkes : Departemen Kesehatan HIV : Human Immunodeviciency Virus IDHS : Indonesia Demographic and Health Survey IMS : Infeksi Menular Seksual Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud : Kementerian Pendidikan dan Kenudayaan Kemenkes : Kementerian Kesehatan Kemenristekdikti : Kementerian Riset, Tekonlogi dan Pendidikan Tinggi KTD : Kehamilan yang Tidak Diinginkan RI : Republik Indonesia SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SKRRI : Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia STI : Sexually Transmitted Disease xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual berisiko merupakan salah satu amsalah kesehatan reproduksi pada remaja dewasa ini. Perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Di antara perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab adalah perilaku seksual yang dilakukan remaja diluar ikatan pernikahan yang sah. Berdasarkan data WHO yang melakukan penelitian dibeberapa Negara berkembang menunjukkan sekitar 40% remaja umur 18 tahun telah melakukan hubungan seks meskipun tanpa ada ikatan pernikahan. Akibat dari hubungan seksual, sekitar 12% telah positif terkena Penyakit Menular Seksual sekitar 27% positif HIV (Mangando et al., 2014) Menurut L‟Engle mendseskripsikan perlaku seksual mulai dari memiliki perasaan tertarik/naksir, pergi berkencan, berduaan di tempat sepi, ciuman kering, ciuman basah/faench kiss, meraba payudara, meraba vagina atau penis, melakukan oral seks, dan melakukan penetrasi kelamin (sexual intercourse) (L‟Engle et al., 2005). SDKI 2012 membuat pengelompokan yang lebih general namun kulan lebih sama dengan yang dibuat oleh L‟Engle. Bentuk-bentuk perilaku seksual remaja berdasarkan laporan SDKI 2012 antara lain adalah berpacaran (hampir 100% pernah berpacaran), berpegangan tangan (79.6% pria dan 71.6% wanita), cium 1 2 bibir (48.1% pria dan 29.3% wanita), meraba/merangsang (29.5% pria dan 6.2% wanita), penetrasi kelamin (8.3% pria dan 0.9% wanita). Hubungan seksual adalah bagian dari perilaku seksual. Hal ini jika dilakukan secara tidak bertanggung jawab, tidak aman, dan bukan dengan pasangan yang tetap sangat berisiko menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Diantara masalah tersebut adalah pada terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, penularan IMS, bahkan penularan HIV/AIDS. Infeksi Menular Seksual menempati peringkat 10 besar alasan berobat di banyak negara berkembang (Kemenkes, 2011). World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru Infeksi Menular Seksual (IMS) di negara berkembang seperti di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara maju prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensi gonore menempati tempat teratas dari semua jenis IMS (Arfrianti et al., 2008). Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibia. Prevalensi IMS di Negara berkembng jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Negara maju. Pada perempuan hamil di Negara berkembang, angka kejadian gonore 10-15 kali lebih tinggi, infeksi klamidia 2-3 kali lebih tinggi, dan sifilis 10-100 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadiannya pada Negara maju (Sarwono, 2011). 3 Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu pintu masuk HIV. Total kasus IMS yang ditangani pada tahun 2012 adalah 140.803 kasus dari 430 layanan IMS. Jumlah kasus IMS terbanyak adalah duh tubuh vagina (klinis) 20.962 dan servicitis/ proctitis (lab) 33.025 (Kemenkes, 2013). Penularan HIV/AIDS memang bukan hanya melalui hubungan seksual. Namun hubungan seksual dengan pasangan berbeda jenis (heteroseksual) merupakan faktor risiko tertinggi pada penularan HIV/AIDS. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin berdasarkan Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga September 2014 adalah 55.799 kasus dengan faktor risiko tertinggi heteroseksual sebesar 34305 kasus (61,48%), yang disusul dengan faktor risiko tak diketahui sebesar 9536 kasus (17,09%), pengguna narkoba suntik sebesar 8462 kasus (15,17%), transmisi perinatal sebesar 1506 kasus (2,7%), homo/biseksual sebesar 1366 kasus (2,45%), transfusi darah sebesar 130 kasus (0,23%). (Ditjen PP&PL Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data tersebut hubungan seksual berbeda jenis (heteroseksual) merupakan bagian dari perilaku seksual yang menjadi penyumbang terbesar penularan HIV/AIDS. Kelompok ini memang didominasi oleh dewasa muda, dan hanya sebagian kecil di antaranya yang masih berstatus remaja tengah hingga akhir. Namun, virus HIV membutuhkan waktu 5-10 tahun untuk terdeteksi pada tubuh penderitanya hingga dinyatakan AIDS positif 4 membutuhkan waktu 5-10 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor risiko HIV/AIDS sudah tentu terjadi pada saat penderita dalam masa remaja awal, tengah hingga akhir. Perilaku seksual dilakukan oleh remaja mengalami peningkatan. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), Departemen Sosial Republik Indonesia. Peningkatan status gizi dan usia kematangan seksual semakin cepat, sedangkan remaja menunda usia pernikahan karena alasan pendidikan dan karir. Pada situasi ini, remaja membutuhkan saluran untuk memenuhi kebutuhan seksualnya namun belum dapat terpenuhi sehingga berisiko melakukan perilaku seksual tanpa ikatan pernikahan (Maryatun, 2008). Usia kematangan seksual yang meningkat dibuktikan oleh data usia pertama mimpi basah yang tercatat pada SKRRI 2007 dan 2012. Pada SKRRI 2007 populasi terbesar menjawab usia pertama mimpi basah adalah 15 tahun (26%). Pada SDKI 2012 25% remaja menjawab usia mimpi basah pertama kali adah 14 tahun. Salin itu, pada SKRRI 2007, kelompok umur remaja awal (15-19) mengalami mimpi basah lebih awal dibandingkan kelompok umur remaja akhir (20-24) (BPS et al., 2008). Masa remaja meupakan salah satu fase perkembangan yang harus di lalui seseorang dalam proses menuju dewasa. Fase ini sering kali disebut sebagai fase peralihan di mana seseorang sudah bukan lagi kanak-kanak, namun belum sepenuhnya dapat dianggap dewasa. Kondisi seperti ini 5 menimbulkan kebingungan bagi remaja yang bersangkutan dalam menghadapi tugas perkembangan yang harus diselesaikannya. Terdapat beberapa definisi remaja. Diantara definisi tersebut adalah yang dicanangkan oleh WHO. Menurut WHO, remaja adalah individu yang sedang mengalami peralihan; dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur sedang menunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa; dari segi ekonomi sosial dia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas (BKKBN, 2008). Sering kali remaja tidak mendapatkan informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi. Hal ini memaksa remaja mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Majalah, buku, dan film pornografi dan pornoaksi memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab dan risiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama mereka. Mereka juga mempelajari seks dari internet. Hasilnya, remaja yang beberapa generasi lalu masih malu-malu kini sudah melakukan hubungan seks di usia dini, yakni 13-15 tahun (Depsos RI, 2008). Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam teori precede proceed yang dicetuskan oleh Lawrence Green faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku dikelompokkan menjadi 3 bagian. Pertama, predisposing factor atau faktor predisposisi merupakan 6 faktor mempermudah terjadinya perlaku dan berasal dari dalam diri individu (diantaranya seperti pengetahuan, sikap, nilai-nilai, tradisi, kepercayaan dan lain-lain). Kedua, enabling factor atau faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu atau kelompok berperilaku tertentu (diantaranya ketersediaan akses, pelayanan kesehatan, paparan media/informasi dan lain-lain). Ketiga, reinforcing factor atau faktor pendorong adalah faktor yang memperkuat terjadinya perilaku (di antaranya dorongan tokoh masyarakat, keluarga, teman sebaya, pemerintah, adanya peraturan, penghargaan dan hukuman) (GreendanKreuter, 2000). Dalam penelitian yang dilakukan Azinar, diketahui bahwa faktorfaktor yang secara signifikan mempengaruhi perilaku seksual pada mahasiswa adalah religiusitas, sikap terhadap seksualitas, akses dan kontak dengan media informasi, sikap teman dekat serta perilaku seksual teman dekat. Adapun faktor yang paling dominan mempengaruhi dan menjadi prediktor perilaku seksual pada mahasiswa adalah perilaku seksual teman dekat, sikap mereka terhadap seksualitas dan tingkat religiusitas (Azinar, 2013). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan seksual dan kualitas komunikasi orang tua-anak dengan perilaku seks bebas (Merita et al., 2013) Dalam penelitian yang dilakukan padatahun 2011 diketahui bahwa perilaku berisiko pada remaja di Indonesia berhubungan signifikan dengan pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status 7 ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua, dan adanya teman yang berperilaku berisiko. Faktor yang paling dominan hubungannya adalah jenis kelamin. Remaja laki-laki berpeluang 5 kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual, jika dibandingkan dengan remaja perempuan (LestarydanSugiharti, 2011). Selain itu, studi yang dilaukan pada murid SMU Negeri di kota Padang menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai peluang untuk berperilaku seskual berisiko berat sebesar 4,41 kali dibandingkan perempuan dengan 95% CI = 2,48 8,81 (Nursal, 2007). Dari 10980 remaja pria (15-24 tahun, belum kawin) SDKI 2012 yang dapat dianalisis adalah 9144 atau 83,28%. Hal ini menunjukkan bahwa data ini cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut. Data SDKI merupakan salah satu survey yang jika ditinjau dari atribut data dan kekhasan data dapat digunakan untuk penelitian terkait kesehatan reproduksi remaja. SDKI 2012 adalah hasil survei terbaru yang telah dipublikasikan. Oleh sebab itu peneliti ingin melakukan penelitian lanjutan dengan menganalisa data SDKI tahun 2012 terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remja pria di Indonesia berdasarkan data SDKI 2012. 1.2. Rumusan Masalah Perilaku seksual merupakan salah satu masalah kesehatan remaja yang berdampak pada status kesehatan masyarakat. Tingginya kasus HIV dan IMS di Indonesia sebagai dampak dari perilaku seksual remaja 8 yang berisiko. Hal tersebut hendaknya dapat ditekan dan diturunkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang berhubungan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia berdasarkan data SDKI 2012. 1.3. Pertanyaan Penelitian a. Bagaimanakah gambaran perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? b. Bagaimanakah gambaran umur remaja pria di Indonesia tahun 2012? c. Bagaimanakah gambaran tempat tinggal remaja pria di Indonesia tahun 2012? d. Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan remaja pria di Indonesia tahun 2012? e. Bagaimanakah gambaran pengetahuan terkait perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? f. Bagaimanakah gambaran sikap remaja Indonesia tahun 2012 terhadap perilaku seksual berisiko IMS? g. Bagaimanakah gambaran peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? h. Bagaimanakah gambaran pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012? i. Adakah hubungan umur dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012?\ 9 j. Adakah hubungan tempat tinggal dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? k. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? l. Adakah hubungan pengetahuan terkait perilaku seksual berisiko IMS pada dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? m. Adakah hubungan sikap terhadap perilaku seksual berisiko IMS dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? n. Adakah hubungan peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? o. Adakah hubungan pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksual dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012? 1.4. Tujuan Penelitian 1.1.1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 1.1.2. Tujuan Khusus 10 a. Diketahuinya gambaran perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 b. Diketahuinya gambaran umur remaja pria di Indonesia tahun 2012? c. Diketahuinya gambaran tempat tinggal remaja pria di Indonesia tahun 2012? d. Diketahuinya gambaran tingkat pendidikan remaja pria di Indonesia tahun 2012? e. Diketahuinya gambaran pengetahuan terkait perilaku seksual pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 f. Diketahuinya gambaran sikap remaja pria di Indonesia tekait isu kesehatan reproduksi tahun 2012 g. Diketahuinya gambaran peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 h. Diketahuinya gambaran pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 i. Diketahuinya hubungan umur dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 j. Diketahuinya hubungan tempat tinggal dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 k. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 11 l. Diketahuinya hubungan pengetahuan terkait perilaku seksual dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 m. Diketahuinya hubungan sikap terkait isu kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 n. Diketahuinya hubungan peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 o. Diketahuinya hubungan pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia berdasarkan data SDKI 2012 1.5. Manfaat Penelitian 1.1.3. Manfaat bagi penyelenggara SDKI (BKKBN, Kemenkes, BPS) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu analisis lanjut dari data yang sudah dikumpulkan. Selain itu dapat pula menjadi salah satu bahan evaluasi terkait kualitas data yang ada. 1.1.4. Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dan sumber data untuk penelitian selanjutnya. 1.1.5. Manfaat bagi Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan kesehatan khususnya 12 tingkat nasional. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber informasi terkait perilaku seksual remaja pria dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya. 1.1.6. Manfaat bagi institusi Pedidikan baik dasar maupun tinggi, serta Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi terkait keadaan remaja saat ini, khususnya terkait perilaku seskualnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi agar dapat menentukan sikap dan membuat kebijakan terkait pembinaan remaja yang menjadi tanggungjawab masing-masing pihak. 1.2. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian (Analisis Data) dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Januari 2016 dengan target seluruh propinsi di Indonesia menggunakan data sekunder SDKI tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi dan pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia. Survei ini dilakukan dengan metode penelitian cross sectional (potong lintang) dengan analisis univat dan bivariat menggunakan uji chi square untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 9160 remaja pria dari seluruh Indonesia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI Tinjauan pustaka ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui faktor yang berhubungan dengan perilaku sekual remaja pria di Indonesia antara lain karakteristik individu seperti usia, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan; predisposing factor seperti pengetahuan seputar kesehatan reproduksi, sikap terhadap perilaku seksual dan dampak yang mengikutinya; reinforcing factor seperti pengaruh teman sebaya; serta enabeling factor seperti paparan informasi terkait perilaku seksual, dampak dan cara menghindarinya. 2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan aktivitas organisme (makhluk hidup). Perilaku merupakan semua respon (yang dapat diamati) terhadap stimulus atau sebuah aksi yang memiliki frekuensi, durasi dan tujuan yang spesifik, baik yang disadari maupun yang tidak disadari (GreendanKreuter, 2000). Skiner (1938), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). 13 14 Dalam Teori perilaku Max Waber, Perilaku memiliki makna subjektif. Karena setiap perilaku didorong oleh keinginan atau motivasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Artinya setelah adanya stimulus yang diterima oleh individu, maka stimulus itu melalui proses dalam diri individu tersebut seperti adanya pengalaman terdahulu, persepsi, pemahaman ataupun penafsiran individu yang kemudian menghasilkan perilaku. Dengan demikian perilaku yang dimaksud adalah perbuatan manusia yang berarti bagi si pelaku, baik perbuatan yang terlihat maupun tidak terlihat seperti perenungan, perencanaan, atau pengambilan keputusan. Berbeda dengan Teori Weber, Talcot Parson mengatakan bahwa tindakan manusia tidak mutlak ditentukan oleh individu. Menurut Parson peran individu tersebut sewaktu-waktu akan atau bisa lenyap di balik peran-peran yang dilambagakan melalui struktur sosial dan pola-pola prilaku. Itu artinya menurut Parson, di samping otoritas individu manusia bertindak sesuai dengan peran apa yang ditentukan dan ditetapkan oleh kebudayaan setempat bagi pelaku. Perilaku bisa saja menjadi positif (menguntungkan) dan bisa juga menjadi negatif (merugikan). 2.1.2 Bentuk Perilaku Perilaku dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu perilaku tertutup/terselubung dan perilaku terbuka/nyata (Gunarsa, 1991). 15 a. Perilaku terselubung (Covert Behavior) yang merupakan respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat seperti berpikir, berniat, merenung. b. Perilaku nyata (Overt Behavior) yang merupakan perilaku yang telah ditunjukan dalam tindakan nyata. 2.1.3 Domain Perilaku Benyamin Bloom (dalam Sunaryo, 2004) membagi perilaku dalam 3 domain atau ranah dan memiliki hasil ukur masing-masing. a. Ranah Kognitif (cognitive domain) yang terukur oleh pengetahuan (knowledge) b. Ranah Afektif (affective domain) yang terukur oleh sikap (attitude) c. Ranah Psikomotor (psychomotor domain) yang terukur oleh tindakan (practice) Menurut para ahli, seseorang terutama yang berusia dewasa yang akan mengadopsi perilaku baru dimulai dari domain kognitif. Subjek tersebut tahu terlebih dahulu tentang stimulus berupa materi atau objek yang kemudian memunculkan pengetahuan baru bagi subjek. Pengetahuan tersebut kemudian menimbulkan respon dalam individu tersebut berupa sikap yang kemudian diwujudkan dalam perilaku. 2.1.4 Determinan perilaku Perilaku manusia dipengaruhi oleh resultansi dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal (lingkungan). Perilaku manusia 16 sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keyakinan, dan lain-lain. Tetapi pada kenyataannya sulit diketahui gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Jika dikaji lebih dalam maka faktor kejiwaan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sarana fisik, sosial budaya masyarakat, pengalaman, keyakinan dan lain sebagainya. Ada beberapa teori yang mengjelaskan sebab-sebab individu/kelompok berperilaku, diantaranya teori precede procede (GreendanKreuter, 2000). 2.1.4.1 Teori Precede Proceed (1980) Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori precede-proceede theory yang digagas oleh Lawrence Green (1980) dalam bukunya Health Promotion Planning an Education and Environtmental Approach. Teori ini mencoba menganalisis perilaku sekelompok individu (masyarakat) dari segi kesehatan. Kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan non perilaku (non-behavior causes). Selanjutnya faktor perilaku dibentuk dari 3 faktor, yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai. Factor predisposisi dapat diartikan juga sebagai faktor yang bersal dari dalam diri individu. 17 b. Faktor pemungkin (enabling factors) yang terwujud dalam tersedianya sumber daya kesehatan, aksesibilitas sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen untuk kesehatan komunitas/ hukum pemerintah, keterampilan kesehatan. c. Faktor penguat (reinforcing factors) berupa keluarga, teman sebaya, guru, pemberi pekerjaan, penyedia layanan kesehatan. Gambar. 2.1 teori Precede Procede 2.2 Perilaku Seksual Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.bentukbentuk perilaku ini beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama (Sarwono, 2005). Perilaku seksual pranikah menurut Sari (2007) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya melalui 18 perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual yang paling ringan hingga tahap yang paling berat. Sekarrini dalam penelitiannya pada tahun 2011 mengkategorikan perilaku seksual menjadi perilaku seksual berisiko berat dan perilaku seksual berisiko ringan. Perilaku seksual berisiko ringan mulai dari mengobrol, nonton film, pegangan tangan, jalan-jalan, pelukan, sampai cium pipi. Sedangkan perilaku seksual berisiko berat mulai dari ciuman bibir, ciuman mulut, ciuman leher, meraba daerah erogen, petting, dan intercourse (Sekarrini, 2012). Menurut Yuliantini, 2012 perilaku seksual yang sering ditemukan pada remaja antara lain: a. Berfantasi, yakni membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual untuk menimbulkan perasaan erotisme b. Berpegangan tangan, merupakan bentuk pernyataan afeksi atas perasaan sayang berupa sentuhan. Aktifitas ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya c. Cium kering yakni aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi (touching), pipi dengan bibir, atau bibir dengan leher (necking) d. Cium basah, yakni aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir atau biasa disebut kissing 19 e. Meraba, yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitive rangsang seksual (erogen) seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis, dan pantat f. Berpelukan g. Masturbasi, yakni perilaku merangsang organ kelamin dengan tangan ataau tanpa melakukan hubungan intim h. Oral sex yakni memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan yang dapat terjadi pada kaum heteroseksual maupun homoseksual (gay dan lesbian) i. Petting merupakan keseluruhan aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin) j. Sexual intercourse (hubungan seksual) yakni aktivitas memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelalmin perempuan pada kaum heteroseksual, dan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam anus laki-laki pada kaum homoseksual (gay) (Yuliantini, 2012). perilaku seksual dibedakan kedalam dua jenis yaitu perilaku seksual berisiko meliputi berciuman bibir, made-out, meraba-raba alat kelamin (bermasturbasi), menggesek-gesek alat kelamin dan melakukan hubungan seks (senggama) serta perilaku seksual yang tidak berisiko meliputi berpacaran, berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan dan berciuman pipi (BanundanSetyorogo, 2013). 20 Menurut Kinsey (1948), perilaku seksual dibagi menjadi 4 tahapan dimana yang lebih tinggi akan didahului oleh tahapan sebelumnya. Tahapan tersebut antara lain (Kinsey et al., 1948): a. Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan, sampai berpelukan. b. Berciuman (kissing), mulai dari berciuman singkat sampai berciuman bibir dengan mempermainkan lidah pasangannya (deep kissing). c. Bercumbuan (petting), menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh pasangannya dan mengarah pada pembangkitan gairan seksual. d. Berhubungan kelamin (sexual intercourse), melakukan penetrasi penis ke dalam vagina Kinsey juga mengelompokkan tingkatan perilaku seksual menjadi 2 bagian, yakni perilaku seksual ringan dan perilaku seksual berat. Perilaku seksual dikatakan ringan jika seseorang pernah berpegangan tangan, berpelukan, sampai berciuman bibir. Perilaku seksual dikatakan berat jika seseorang pernah melakukan perilaku sekual meraba dada/alat kelamin pasangan, saling menggesekkan alat kelamin dengan pasangan, oral seks, dan melakukan hubungan seksual (intercourse) (Kinsey et al., 1948). L‟Engle mengelompokkan perilaku seksual menjadi 2 yakni perilaku seksual ringan dan perilaku seksual berat. Perilaku seksual ringan meliputi perasaan tertarik, berkencan, berduaan (di tempat sepi), berciuman ringan, dan berciuman dengan lidah. Sementara perilaku seksual berat meliputi 21 memegang dada, memegang vagina atau penis, melakukan seks oral, dan berhubungan seksual (penetrasi/sexual intercourse) (L‟Engle et al., 2005). 2.5.1 Perilaku Seksual Berisiko IMS Ditjen PPM&PL dalam Buku Saku IMS menjelaskan bahwa IMS dapat menular melalui hubungan seksual yang tidak aman di antaranya hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom, hubungan seks lewat dubur tanpa kondom, dan seks oral. Selain itu IMS dapat pula menular melalui transfusi darah, saling bertukar jarum suntik atau benda tajam lainnya pada pemakaian obat bius, menindik kuping atau tato. Penularan IMS dapat juga terjadi dari ibu hamil ke janin, saat hamil, melahirkan atau melalui ASI saat menyusui (Kemenkes, 2015). IMS tidak menular melalui sentuhan kulit, air liur, keringat, dan udara. Bibit IMS terutama ada dalam cairan kelamin dan darah. IMS menular teutama bila cairan kelamin atau darah seseorang yang sudah terkena IMS masuk ke dalam tubuh orang lain (Kemenkes, 2015). Perilaku yang berisiko terhadap IMS diantaranya adalah behubungan seksual tanpa menggunakan kondom (Chayati, 2011). Dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual yang berisiko terhadap IMS adalah berhubungan seksual baik melalui vagina, oral, maupun anus. Sedangakan perilaku seksual lainnya seperti berpegangan tangan, berciuman, dan merangsang tidak berisiko terhadap penularan IMS. 22 2.3 Remaja 2.1.5 Definisi Remaja Muss menjelaskan bahwa remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata Latin (adolescere) yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Masa remaja dapat ditinjau sejak mulainya seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga dicapainya kematangan seksual (Sarwono, 1994). Santrock mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun remaja mempunyai ciri unik, yang terjadi pada masa remaja akan saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman pada masa anak-anak dan dewasa (Santrock, 2003). Masa awal remaja adalah waktu di mana konflik orang tua dengan remaja meningkat lebih dari konflik orang tua dengan anak. Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang melibatkan pendewasaan remaja dan pendewasaan orang tua, meliputi perubahan biologis, pubertas, perubahan kognitif termasuk meningkatnya idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berpusat pada kebebasan dan jati diri, dan harapan yang tak tercapai (Santrock, 2003). Mappiare menguraikan masa remaja dimulai dari usia 13 tahun dan berakhir pada usia 21 tahun yang dibagi dalam masa remaja awal usia 13 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 tahun sampai 21 tahun 23 (Mappiare, 1982). Soekanto memberikan batasan golongan remaja putri adalah para gadis berusia 13 tahun sampai 17 tahun, dan bagi remaja laki-laki berusia 14 tahun sampai 17 tahun. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kriteria remaja dilihat berdasarkan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan yang terlalu awal. Berdasarkan permasalahan tersebut, WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja. Kehamilan pada usia tersebut mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada usia di atasnya. WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 1994). Dalam SDKI 2012, yang dimaksud remaja adalah usia 15-24 tahun dan belum menikah. Itu artinya perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja, adalah perilaku seksual yang diluar ikatan pernikahan atau perilaku seksual. 2.1.6 Tahap Perkembangan Remaja Menurut Sarwono (2006) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri menuju dewasa : a. Remaja Awal (Early Adolescence) Seseorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada 24 tubuhnya sendiri dan dorong-dorongan yang menyertai perubahanperubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti orang dewasa. b. Remaja Madya (Middle Adolescence) Tahap ini berusia 13-15 tahun.Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan.Ia sangat senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan Narastic, yaitu mencintai diri sendiri. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak perlu, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau meterialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis. c. Remaja Akhir (Late Adolescence) Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini: 1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 25 2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5. Tumbuh „dinding‟ yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public). 2.1.7 Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst antara lain (Gunarsa 1991): a. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan akan memperoleh peranan sosial b. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif c. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya d. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri e. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan f. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga g. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup 26 2.1.8 Perkembangan Seksualitas Remaja Perkembangan seksualitas remaja meliputi (Potter dan Perry, 2005): 1. Perubahan Fisik a. Perempuan 1) Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun. 2) Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina baik spontan maupun akibat rangsangan. 3) Menarke sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama. b. Laki-Laki 1) Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis, wajah. 2) Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matang sekitar usia 12 – 14 tahun. 3) Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah 27 dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat memalukan. 4) Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka akan segera menjadi subur. 2. Perubahan Psikologis a. Periode ini ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat b. Remaja dihadapkan pada pengambilan sebuah keputusan seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual. c. Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun kehamilan tidak akan terjadi padanya, sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks tanpa kehatihatian. d. Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak 28 ndividu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian. e. Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai homoseksual yang jelas akan merasa kebingungan sehingga membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber (Bimbingan Konselor, penasihat spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan mental) 2.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja 2.4.1 Umur Menurut Depkes (2008) umur adalah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun terakhir (Depkes, 2008). Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Musthofa dan Winarti pada mahasiswa di Pekalongan, diketahui bahwa terhapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual (MusthofadanWinarti, 2010). Hasil penelitian Sabon (2003) juga menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan perilaku berisiko HIV/AIDS (perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003 (Sabon, 2003). Demikian pula temuan Nursal pada tahun 2007 remaja yang mengalami usia pubertas dini mempunyai peluang berperilaku seksual berisiko berat 4,65 kali dibanding responden dengan usia pubertas normal (95%CI=1,99-10,85) (Nursal, 2007). Namun berdasarkan studi yang dilakukan Juleha pada tahun yang sama, diketahui bahwa tidak ada hubungan umur dengan perilaku seksual 29 (Juleha, 2007). Begitu pula hasil temuan pada SMK kesehatan di Kabupaten Bogor tahun 2011 (Sekarrini, 2012). Pada remaja di Pasir Gunung Selatan, Depok tahun 2012 (Dewi, 2012), diketahui tidak ada hubungan antara usia pertama pacaran dengan perilaku seksual. 2.4.2 Tempat tinggal Tempat tinggal menurut Depkes adalah lokasi rumah sesorang yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008). Untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada tiga variabel yaitu: kepadatan penduduk, presentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Voeten, Egasah, dan Hebbema di Provinsi Nyanza, Kenya diketahui bahwa perilaku seksual wanita di pedesaan lebih berisiko dibandingkan di perkotaan. Sedangkan untuk pria, perilaku seksual sama tinggi untuk daerah pedesaan dan perkotaan (Voeten et al., 2004). Hasil yang serupa didaatkan oleh Pratiwi dan Basuki yakni terdapat hubungan yang bermakna secara signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku seks tidak aman dengan p = 0,000 pada alfa 0,05 yang berarti remaja yang tinggal di desa lebih berisiko berperilaku seksual tidak aman dibandingkan remaja yang tinggal di kota (PratiwidanBasuki, 2011). Hasil riset Sabon menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku berisiko HIV/AIDS (perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003, dimana 30 perilaku berisiko remaja perkotaan lebih tinggi daripada remaja pedesaan (Sabon, 2003). 2.4.3 Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan hasil studi di Remaja dengan tingkat pendidikan tinggi kecenderungan berperilaku berisiko lebih besar dibandingkan remaja yang berpendidikan rendah (Hidayangsih et al., 2011, Depkes, 2008). Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan da remaja di Pasir Gunung Selatan, Depok tahun 2012. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku seksual, dimana remaja yang pendidikannya lebih tinggi memiliki peluang lebih besar sebanyak 1,89 kali dibandingkan remaja dengan pendidikan lebih rendah (Dewi, 2012). 2.4.4 Pengetahuan Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan, atau tuliasan yang merupakan stimulasi dari pertanyaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang 31 menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian atau responden. (Notoatmojo, 2007) Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMAN Mandai Maros tahun 2014, diketahui ada hubungan antara pengetahuan seksual dan/atau pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja (Rasmiani et al., 2014). Begitupula dengan studi yang dilakukan di SMKN 8 Semarang (Solehyanti, 2008) dan Yogyakarta pada tahun 2013 (Andriani, 2013). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Bandar lampung menyatakan pengetahuan tidak berhubungan dengan perilaku seksual (Samino, 2012). Demikian pula halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Anesia dan Notobroto di Situbondo pada tahun 2013 (C.P.danNotobroto, 2013) dan Juleha pada tahun 2007 (Juleha, 2007). 2.4.5 Sikap Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Widayatun, 2009). Masri (1972), mengartikan sikap sebagai kesediaan yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu. Berkman dan Gilson (1981) mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap berbagai elemen di luar dirinya. Allfort (dalam Assael, 1984) mendefinisikan sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau 32 menolak (unfavorable) (Apsari, 2009). Hawkins Dkk (1986) menyebutkan, sikap adalah pengorganisasian secara ajeg dan bertahan (enduring) atas motif, keadaan emosional, persepsi dan proses-proses kognitif untuk memberikan respon terhadap dunia luar (Choerunnisa, 2008). Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian diinternalisasikan ke dalam dirinya. Dari apa yang diketahui tersebut akan berpengaruh pada perilakunya. Kalau apa yang dipersepsikan tersebut bersifat positif, maka seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan persepsinya. Sebab ia merasa setuju dengan apa yang diketahuinya. Namun sebaliknya, kalau ia mempersipkan secara negatif, maka ia cenderung menghindari atau tidak melakukan hal itu dalam perilakunya. Tetapi seringkali dalam kehidupan realitasnya, ada banyak faktor lain yang emperngaruhi seseorang, bukan hanya sikap dan pengetahuan seseorang, melainkan bisa juga lingkungan sosial, situasi, atau kesempatan. Akibatnya perilakunya tidak konsisten dengan pengetahuan dan sikapnya (AmaliyasaridanPuspitasari, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Andriani pada mahasiswa kebidanan FIK Universitas Respati Yogyakarta tahun 2013 menunjukkan adanya hubungan antara skiap dengan perilaku seksual (Andriani, 2013). Demikian pula halnya denganhasil studi yang dilakukan di Manado pada tahun yang sama (Mangando et al., 2014). Sementara studi yang dilakukan 33 di Semarang pada tahun yang sama menyatakan bahwa tidak ada hubngan antara sikap dengan perilaku seksual (Lestari et al., 2014). Begitu pula hasil studi yang dilakukan pada kelas III SMU Negeri Cirebon tahun 2007, tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual (Juleha, 2007) 2.4.6 Peran orang tua, sekolah, dan media sebagai penyedia informasi tentang kesehatan Reproduksi pada Remaja 2.4.6.1. Peran orang tua Orang tua adalah bagian penting dalam program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Pikiran, pandangan, dukungan dan keterlibatan mereka akan sangat menentukan kebeerhasilan program KRR. Banyak program gagal karena tidak mendapatkan dukungan orang tua remaja. Sebaliknya, terbukti bawa sebuah program KRR bisa berhasil karena memperoleh dukungan dari orang tua (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterlibtan orang tua secara langsung dalam program akan meningkatkan keberhasilan program. Keterlibatan langsung ini paling nyata dalam hal komunikasi terbuka antara anak dan orang tua mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi.Pengetahuan dan sikap orang tua mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap anak/remaja terhadap masalah tersebut.semakin baik pengetahuan dan semakin terbuka sikap orang tau, maka semakin besar pula peluang 34 anak/remaja terlindungi dari bahaya atau risiko-risiko kesehatan reproduksi (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004). Orang tua perlu dibekali pemahaman KRR yang benar, sebagai berikut (Djajaluddin dan Saefuddin, 2004): a. Proses tumbuh kembang yang dialami remaja, baik secara fisik, psikologis, maupun emosi, b. Organ-organ reproduksi beserta fungsinya c. Pacaran dan pergaulan yang bertanggungjawab d. Akibat dari hubungan seks yang tidak aman (KTD, aborsi, IMS, HIV/AIDS) e. Bagaimana membekali anak dengan keterampilan hidup yang bisa melindungi mereka dari risiko kesehatan reproduksi f. Bagaimana berkomunikasi dengan anak Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rasmiani dkk di SMAN Mandai Maros tahun 2014, diketahui ada hubungan antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja (Rasmiani et al., 2014). Demikian pula hasil penelitian Puspita dkk di Jeneponto (Puspita et al., 2012). Sementara studi yang dilakukan oleh Lestari, Fibriana dan Prameswari pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang, menunjukkan behwa peran orang tua tidak berhubungan dengan perilaku seksual (Lestari et al., 2014). 35 2.4.6.2. Peran sekolah Untuk mencegah perilaku seksual remaja yang tidak terkendali dan berisiko menimbulkan masalah kesehatan reproduksi pada remaja perlu adanya suatu cara penyampaian informasi tentang bahaya-bahaya dari sebuah dampak pergaulan bebas. Untuk mendapatkan informasi tersebut peran sekolah dan keluarga sangatlah penting dibutuhkan untuk pemberian informasi. Dari sekolah misal bisa melalui peran Bimbingan Konseling (BK) atau melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Sayangnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Sabon menunjukkan bahwa variabel sekolah sebagai sumber informasi tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku seksual (Sabon, 2003). 2.4.6.3. Paparan media Penyebaran media informasi tentang masalah sekual melalui media cetak atau elektronik yang menyuguhkan gambar porno, film porno, dan semua hal yang berbau pornografi, dapat menyebabkan perilaku seksual pada remaja semakin meningkat (Harmoko, 2007). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lestari, Fibriana dan Prameswari pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang, diketahui behwa keterpaparan media pornografi berhubungan dengan perilaku seksual (Lestari et al., 2014). Namun hasil studi pada siswa kelas III SMUN 9 Cirebon 36 diketahui tidak ada hubungan sumber informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual (Juleha, 2007). 2.4.7 Pengaruh teman sebaya Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang nilainya dianut oleh remaja lain (Rice, 2005). Sanrtock (2005) menyatakan teman sebaya berfungsi sebagai tempat bagi remaja berbagi dan sering perubahan perilaku remaja disebabkan transfer perilaku sesame teman sebaya. Teman sebaya sebagai kelompok kelompok acuan untuk berhubungan dengan lingkungan social, dimana remaja menyerap norma dan nilai-nilai yang akhirnya menjadi standar nilai yang mempengaruhi pribadi remaja (Santrock, 2005). Menurut Jones dan Furman (2010), berkeinginan untuk memiliki teman sebaya atau kelompok merulakan bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami remaja. Teman sebaya adalah remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang berpengaruh pada remaja. Kelompok remaja memiliki ciri yang khas dalam orientasi, nilainilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut (StanhopedanLancaster, 2004). 2.4.8 Perilaku Pacaran Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) (KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan 37 peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Daehler & Bukatko, 1985 dalam Syah, 1003). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pacar didefinisikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Sementara berpacaran didefinisikan dengan bercnintaan; berkasih-kasihan. Berpacaran disamakan maknanya dengan pacaran.Menurut mulamawitri pacaran adalah hubungan pertemanan antar lawan jenis yang diwarnai keintiman. Keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar (Mulamawitri, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Samino di Bandar Lampung tahun 2013 menunjukkan adanya hubungan status pacaran dengan perilaku seksual (Samino, 2012). Demikian pula dengan penelitian Nurhidayah dkk pada remaja di Kota Bekasi, terdapat hubungan signifikan antara memiliki pacar dengan perilaku seks (Nurhidayah et al., 2012). 2.5 Dampak Perilaku Seksual 2.5.1 Ketagihan Sekarrini mengungkapkan bahwa perilaku seksual yang ringan seperti berpegangan tangan, berpelukan, cium kering terutama berciuman bibir dapat menimbulkan rasa ketagihan. Hal ini membuat remaja yang meakukannya ingin melakukannya 38 berulang-ulang. Seiring meningkatnya frekuensi remaja dalam berperilaku seksual maka riksiko penularan penyakit juga meningkat. Ketika remaja mulai berani melakukan perilaku seksual ringan, ada keenderungan mulai mencoba perilaku seksual yang lebih berat dan besar risikonya (Sekarrini, 2012). 2.5.2 IMS Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri (misalnya sifilis), jamur, virus (misalnya herpes, HIV), atau parasit (misalnya kutu) (BKKBN, 2012). Semua orang yang sudah pernah melakukan hubungan seksual berisiko tertular IMS. Risiko tersebut akan lebih tinggi pada orang yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan (multipartner), melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang multipartner, melakukan hubungan seksual tanpa pengaman (kondom) (BKKBN, 2012). IMS menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar, sakit berkepanjangan, kemandulan dan kematian. WHO menyatakan bahwa pantang dari hubungan seksual (abstinence) dan inisiasi tertunda perilaku seksual (terutama menghindari seks pranikah) adalah beberapa komponen utama dari upaya pencegahan IMS bagi kaum muda. Monogami dan pengurangan jumlah pasangan seksual 39 (be faithful) serta meningkatkan akses dan layanan pencegahan komprehensif, termasuk pendidikan pencegahan dan penyediaan kondom (condoms) sangat penting bagi orang-orang muda yang aktif secara seksual (BKKBN, 2012). 2.6 Kerangka Teori Berdasarkan ulasan pada tinjauan pustaka, maka dapat dibangun sebuah kerangka teori seperti berikut ini: Predisposing factor 1. Faktor demografi (umur, tempat tinggal, tingkat pendidikan) 2. Pengetahuan 3. Sikap Enabling factor 1. Peran sekolah sebagai penyedia informasi kespro 2. Peran masyarakat sebagai penyedia informasi kespro 3. Paparan media 4. Perilaku pacaran Perilaku seksual Reinforcing factor Pengaruh teman sebaya Bagan 2.1 Kerangka Teori Kerangka teori ini mengadopsi teori Precede Proceede Lawrence Green (1980). Teori ini dibuat untuk perencanaan dan evaluasi program kesehatan. Dalam hal ini terdapat kesesuaian antara tujuan teori Precede Proceede dengan penelitian yang dilakukan. Dari analisis lanjut data SDKI 2012 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual 40 remaja pria di Indonesia diharapkan dapat menjadi bahan perencanaan untuk penanggulangan masalah perilaku seksual remaja pria di Indonesia. yang berisiko pada BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep ini dibuat sesuai dengan variabel yang datanya tersedia dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012. Variabel tersebut meliputi karakteristik individu, pengetahuan, sikap, peran sekolah, dan masyarakat sebagai faktor-faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual remaja Indonesia. Variabel paparan media tidak akan diteliti dalam penelitian ini dikarenakan terlalu banyak data SDKI 2012 yang tidak lengkap (missing data) pada bagian ini. Sedangkan variabel lainnya tetap diteliti karena jumlah sampel mencukupi dan tidak terlalu banyak missing data. Kerangka konsep ini dibangun berdasarkan modifikasi dari teori precede proceed Lawrence Green. Predisposing factor 1. Faktor demografi (umur, tempat tinggal, tingkat pendidikan) 2. Pengetahuan 3. Sikap Perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 Enabling factor Peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi Reinforcing factor Pengaruh Teman Sebaya Bagan 3.1 Kerangka Konsep 41 42 3.2 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependen 1 Perilaku seksual berisiko IMS Aktivitas responden yang dilakukan berdasarkan dorongan hasrat seksual mulai dari berpacaran, berpegangan tangan, berciuman, meraba/merangsang organ sensitif, hingga sexual intercourse yang berpeluang pada penularan IMS Wawancara SDKI Kuesioner nomor 704a-704c, 705 0. Berisiko IMS, jika sexual intercourse 1. Tidak Berisiko IMS jika, berpacaran dan/atau berpegangan tangan dan/atau beciuman bibir, dan/atau meraba/merangsang organ sensitif (Kemenkes, 2015) Wawancara SDKI Kuesioner nomor 102 0. Remaja awal (15-19) 1. Remaja akhir (20-24) Wawancara SDKI Kuesioner nomor 5 Ordinal Variabel Independen 2 Umur 3 Tempat tinggal 4 Pendidikan Masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan kebawah atau umur pada waktu ulang tahun terakhir (Depkes, 2008) Lokasi rumah responden yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008) Wawancara Tingkat pendidikan formal tertinggi yang SDKI telah dicapai oleh responden (Depkes, 2008) Kuesioner nomor 105 0. Rural, jika pedesaan 1. Urban, jika perkotaan (Depkes, 2008) 0. Rendah, jika tamat < SMA 1. Tinggi, jika tamat ≥ SMA Ordinal Ordinal Ordinal 43 No Variabel 5 Pengetahuan 6 Sikap 7 Peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi 8 Pengaruh Teman sebaya Definisi Operasional Alat Ukur Wawancara SDKI Kuesioner nomor 216B,216C, 602, 604,617, 619,620 0. Kurang, jika jika skor ≤ 4 1. Baik, jika skor > 4 Ordinal Wawancara SDKI Kuesioner nomor 717a-720e 0. Negatif jika skor ≤ 8 1. Positif, jika skor > 8 Ordinal Kontribusi Sekolah dalam memberikan infomasi dan edukasi terkait kesehatan reprosuksi pada siswa (remaja pria) Wawancara SDKI Kuesioner nomor 403A-403D 0. Tidak berperan, jika skor ≤2 1. Berperan jika skor > 2 Ordinal Dorongan dari teman sebaya yang pernah melakukan hubungan seksual dalam membentuk perilaku seksual responden Wawancara SDKI Kuesioner nomor 715 dan 716 0. Berpengaruh jika skor = 2 1. Tidak berpengaruh skor < dari 2 Ordinal Kemampuan responden untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya terkait IMS dan perilaku seksual yang berisiko pada penularan IMS (Depkes, 2008) Tanggapan responden terkait pernyataan mengenai perilaku seksual yang berisiko pada penularan IMS Hasil Ukur Skala Ukur Cara Ukur 44 3.3 Hipotesis Berdasarkanpenelitian terdahulu diketahui hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan antara umur dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 2. Ada hubungan antara tempat tinggal dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 5. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 6. Ada hubungan antara peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 7. Ada hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual berisiko IMS pada remaja pria di Indonesia tahun 2012 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode cross sectional karena penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dengan mempelajari dinamika korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen dalam satu waktu. Menurut Murti (2006) metode cross sectional yaitu mempelajari variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama. Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, tempat tinggal, pendidikan, pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, sikap terhadap perilaku seksual beserta dampaknya, pengalaman pacaran, peran orang tua dan keluarga, peran sekolah dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku seksual remaja pria di Indonesia berdasarkan SDKI 2012. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan penelitian berskala nasional yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. SDKI 2012 dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Kementerian Kesehatan. Pengambilan sampel remaja pria dari seluruh Indonesia 45 46 telah dilakukan pada tahun 2012 dalam rangka pengumpulan data SDKI 2012 dan dianalisis pada bulan September 2015 4.3 Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga. Anggota unit populasi disebut elemen populasi (Murti, 2006). Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam SDKI 2012 yaitu seluruh remaja pria di Indonesia usia 15-24 tahun dengan total populasi 10980. b. Sampel Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau di ukur. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini mengunakan total sampling atau sampel jenuh (Murti, 2006). Metode sampling yang digunakan dalam SDKI 2012 adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama adalah memilih sejumlah Primary Sampling Unit (PSU) dari kerangka sampel PSU secara Probability Proportional to Size (PPS). PSU adalah kelompok blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim Sensus Penduduk 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25 rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik (BPS, 2013). Sampel pada penelitian ini adalah seluruh remaja pria usia 15-24 tahun. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9160 remaja pria. Jumlah ini diperoleh setelah melalui proses cleaning data atau 47 pembersihan data dalam tahap pengambilan sampel yang diperlukan dalam penelitian ini. Setelah mendapatkan jumlah sampel, dilakukan perhitungan kekuatan uji, dimana didapatkan nilai 1 - β yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 93.728% Rumus sampling yang digunakan dalam SDKI 2012 adalah sebagai berikut: Dimana nh: jumlah sampel blok sensus strata-h mh: jumlah sampel rumah tangga strata h n: target sampel blok sensus, dan k: jumlah alokasi dominan Sedangkan untuk mengukur kekuatan uji digunakan rumus uji hipotesis beda 2 proporsi sebagai berikut: Keterangan: n = jumlah sampel yang dibutuhkan Z 1- α/2 = derajat Z 1-β = kekuatan uji P = proporsi rata-rata kemaknaan (5% = 1,96) 48 P1 = proporsi remaja dengan tingkat pengetahuan rendah yang memiliki perilaku seksual berisiko = 36,4% = 0,364 (Rasmiani et al., 2014) P2 = proporsi remaja dengan tingkat pengetahuan tinggi yang memiliki perilaku seksual berisiko = 38,9% = 0.389 (Hakim, 2013) DE = desain effect = 2 Bagan 4.1 Penentuan Sampel Target responden SDKI 2012 remaja Pria usia 15-24 tahun 23000 Remaja priausia 15-24 tahun yang memenuhi syarat untuk diwawancarai dalam SDKI 2012 diseluruh Indonesia = 10980 remaja pria Setelah melalui proses cleaning untuk variabel dependen jumlah sampel yang diperoleh sebesar 9160 remaja pria 4.4 Cara Pengumpulan Data Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan data sekunder dari data SDKI 2012. Data ini diperoleh dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Indonesia.Sebelum pengambilan data, peneliti melakukan observasi kuesioner SDKI tahun 2012 untuk mengetahui pertanyaan apa saja yang berkaitan dengan perilaku seksual dan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku seksual. 49 Pengumpulan data SDKI tahun 2012 dilakukan oleh para enumerator terlatih dengan metode wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi terkait umur, pendidikan, menanyakan beberapa pertanyaan terkait perilaku seksual, pengetahuan, sikap, peran orang tua, sekolah dan pengalaman pacaran responden. 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SDKI 2012 yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku seksual remaja di Indonesia. Pertanyaaan-pertanyaan yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini yang meliputi variebel karakteristik individu (umur dari kuesioner nomor 102 dan 103, tempat tinggal dari kuesioner nomor 5, pendidikan dari kuesioner nomor 105); pengetahuan (dari kuesioner nomor 216b-216c, 602, 604, 617, 619, 620); sikap (dari kuesioner nomor 717a-717b, 718-720e); peran sekolah (dari kuesioner nomor 404a-404d), dan peran teman sebaya (dari kuesioner nomor 715 dan 716). Dalam pelaksanaan SDKI 2012 sudah memperhatikan validitas dan reabilitas kuesioner penelitian. 4.6 Pengolahan Data Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan data dengan urutan sebagai berikut: a. Filter Yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Terlebih dahulu peneliti mengidentifikasi pertanyaan kuesioner SDKI 2012 yang dianggap berkaitan dengan perilaku seksual remaja dan faktor-faktor yang 50 mempengaruhinya sesuai dengan referensi yang telah didapatkan dan berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. b. Pembersihan Data (Data Cleaning) Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari kesalahan yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya dilakukan pegecekan ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan menilai kelogisan serta konsistensinya, mengetahui variasi data dan untuk mengetahui adanya data yang missing/hilang. c. Rescoring Setelah cleaning data maka dilakukan rescoring atau scoring ulang pada data yang telah dipilih untuk digunakan dan sudah dijumlahkan menurut variabel yang ditentukan. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui skor maksimal suatu variabel untuk selanjutkan akan dikategorisasi dengan cara recoding. d. Transformasi Data/Recoding Setelah dilakukan rescoring, maka dilakukan transformasi data berupa pengkodean ulang/recoding terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan peneliti. Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. 4.7 Analisis Data 4.7.1 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik data setiap variabel yang diteliti. Penyajian data univariat berupa distribusi frekuensi masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel 51 dependen (perilaku seksual remaja) dan variabel independen (umur, tempat tinggal, pendidikan, pengethuan, sikap, peran orang tua, peran sekolah dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi, dan pengalaman pacaran) tersebut. 4.7.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini dengan uji Chi Square dengan melihat hubungan antara variabel kategorik independent dan variabel kategorik dependent dengan derajat kepercayaan (α)=5%. BAB V HASIL 5.1 Analisis Univariat Tabel 5.1 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahun 2012 Variabel Frekuensi (n) Presentase (%) Perilaku Seksual Berisiko IMS 1356 14.8 Tidak Berisiko IMS 7804 85.2 Jumlah 9160 100.0 Umur Remaja Akhir 4938 53.9 Remaja Awal 4222 46.1 Total 9160 100.0 Tempat Tinggal Rural 3972 43.4 Urban 5188 56.6 Total 9160 100.0 Pendidikan Tinggi 5964 65.1 Rendah 3150 34.4 Total 9114 99.5 Missing 46 0.5 Pengetahuan Kurang 6253 68.3 Baik 2907 31.7 Jumlah 9160 100.0 Sikap Negatif 5209 56.9 Positif 3951 43.1 Jumlah 9160 100.0 Peran Sekolah Tidak Berperan 4787 52.3 Berperan 4373 47.7 Jumlah 9160 100.0 Pengaruh Teman Sebaya Ada Pengaruh 2525 27.6 Tidak ada Pengaruh 6635 72.4 Jumlah 9160 100.0 52 53 Sebagian besar perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak berisiko IMS yakni 85.2 %. diketahui bahwa lebih dari separuh remaja pria di Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden berada pada kelompok umur remaja akhir (53.9%). Menurut karakteristik tempat tinggal, lebih dari separuh remaja pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di daerah perkotaan (urban) yakni sebesar 56.6%. Jika dikelompokkan berdasarkan karakteristik tingkat pandidikan, sebagian besar remaja pria di Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi (65.1%). Pada variabel pendidikan terdapat missing data sebanyak 5%. Sebagian besar (68.3 %) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (56.9 %) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (52.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Sebagian besar (72.4%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya. Untuk sementara, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual tidak berisiko IMS, memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS, dan tidak menganngap adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seskualnya. Pada variabel pengetahuan dan remaja pria tersebar hampir seimbang pada pengetahuan baik dan kurang. Pada variabel peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi juga 54 menunjukkan hasil serupa, yakni hampir seimbang antara yan menjawab berperan dan tidak berperan. 55 5.2 Analisis Bivariat Berikut tabel 5.2 menampilkan tabel silang hubugan antara variabel independen dengan variabel dependen. Tabel 5.2 Hubungan Pengetahuan, Sikap, Peran Sekolah dan Pengruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 Jumlah P value Perilaku Seksual Tidak Variabel Berisiko IMS Berisiko IMS n % n % n % Umur Remaja Akhir 1040 21.1 3898 79.8 4938 100 0.000 Remaja Awal 316 7.5 3906 92.5 4222 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Tempat Tinggal Rural 584 14.7 3388 85.3 3972 100 0.836 Urban 772 14.9 4416 85.1 5188 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Pendidikan Tinggi 915 15.3 5049 84.7 5964 100 0.000 Rendah 434 13.8 2716 86.2 3150 100 Missing 46 0.5 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Pengetahuan Kurang 694 11.1 5559 88.9 6253 100 0.000 Baik 662 22.8 2245 77.2 2907 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Sikap Negatif 1250 24 3959 76 5209 100 0.000 Positif 106 2.7 3845 97.3 3951 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Peran Sekolah sebagai Penyedia Informasi Kesehatan Reproduksi Tidak Berperan 670 14 4117 86 4787 100 0.025 Berperan 686 15.7 3687 84.3 4373 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Pengaruh Teman Sebaya Ada Pengaruh 935 Tidak ada Pengaruh 421 Jumlah 1356 37 6.3 1590 6214 63 93.7 2525 6635 100 100 14.8 7804 85.2 9160 100 0.000 56 Variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah umur (P value 0.00), tingkat pendidikan (P value 0.00), pengetahuan (P value 0.00), sikap (P value 0.00), peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi (P value 0.025), dan pengaruh teman sebaya (P value 0.00). Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah tempat tinggal (P value 0.836). Remaja pria yang berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak berasal dari kelompok umur remaja akhir (21.1 %) dari pada remaja awal (7.5 %), lebih bayak bertempat tinggal di pedesaan/rural (14.7 %) dari pada perkotaan/urban (14.9 %), dan lebih banyak yang berpendidikan tinggi (15.3 %) dari pada berpendidikan rendah (13.8 %). Remaja pria yang memiliki pengetahuan kurang dan berperilaku seksual berisiko IMS (11.1 %) lebih sedikit dari pada remaja pria yang memiliki pengetahuan baik dan berperilaku seksual berisiko IMS (22.8 %). Remaja pria yang bersikap negatif (24 %) lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan remaja pria yang bersikap positif (2.7 %). Remaja pria yang menganggap sekolahnya berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS (15.7%) dibandingkan remaja pria yang menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Remaja pria yang merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksualnya lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS (37.0%) dibandingkan remaja pria yang tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksualnya (6.3%) BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia Tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional atau potong lintang dimana veriabel dependen dan independen diukur pada waktu bersamaan. Oleh sebab itu hubungan sebab akibat yang dapat diukur berupa hubungan asosiatif. Hasil ukur variabel dependen (perilaku seksual) terdiri dari berisiko IMS dan tidak berisiko IMS. Penelitian ini hanya mengukur perilaku berisiko IMS dan bukan perilaku berisiko terhadap kesehatan secara umum. Hal ini bertujuan untuk mengetahui lebih spesifik risiko kesehatan yang dapat terjadi dari perilaku seksual tersebut. Jika mengukur risiko kesehatan secara umum maka akan menjadi sangat umum, tidak fokus dan spesifik. Karena perilaku yang berbeda akan menimbulkan risiko kesehatan yang berbeda pula. Segala perilaku yang melibatkan interaksi fisik dengan orang lain pasti memiliki risiko kesehatan, bahkan hanya berdekatan sekali pun. Misalnya virus atau bakteri yang dapat menular melalui udara. Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada perilaku seksual yang berisiko IMS, yakni sexual intercourse. Oleh sebab itu pada hasil ukur variabel dependen peneliti hanya mengkategorikan secara spesifik perilaku berisiko IMS dan tidak berisiko IMS. 57 58 SDKI 2012 menyediakan sebuah buku yang berisikan pedoman wawancara sebagai panduan untuk para enumerator saat mengumpulkan data di lapangan. Termasuk panduan untuk wawancara pada responden remaja pria. Pada pedoman wawancara SDKI 2012 untuk remaja pria tidak disediakan probing atau pertanyaan untuk mengantisipasi jawaban yang bersifat normatif dari responden terkait pertanyaan yang sangat sensitif, yakni pertanyaan nomor 704 (pernah berhubungan seksual). Hal ini bisa saja responden berbohong dan tidak menjawab dengan jujur. Bahkanpada buku panduan tesebut responden diperolehkan tidak menjawab apabila tidak berkenan (menolak). Hal ini memang merupakan hak prerogatif responden. Namun hal ini juga membuka peluang bias pada data, seperti banyaknya missing data. 6.2 Gambaran Perilaku Seksual Remaja Indonesa Tahun 2012 Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa remaja yang berperilaku seksual berisiko IMS sebesar 14.8%, angka ini termasuk besar untuk ukuran remaja Indonesia. Tidak ada standar khusus untuk toleransi perilaku seksual remaja menurut WHO. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi Negara tetangga pada tahun yang sama, Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia yang hanya 8.3% remaja pernah berhubugan seksual (N et al., 2014). Pada tahun 2015 perilaku seksual remaja pria di Malaysia hanya mendingkat sebesar 0.6% menjadi 8.9% (Awaluddin et al., 2015). Artinya, data Indonesia menunjukkan bahwa 1356 dari 7804 remaja pria di Indonesia berperilaku berisiko IMS, yakni sexual intercourse. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiyowati (2008) pada remaja santri Pondok Pesantren di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang 59 yang menyatakan bahwa sebesar 13% remaja berperilaku seksual berisiko. Selain itu, hasil penelitian Pratiwi dan Basuki juga sejalan dengan penelitian ini bahwa ditemukan sebesar 9.4% remaja berperilaku seksual tak aman. Angka tersebut cukup besar untuk proporsi perilaku seksual. Seharusnya tindakan ini (perilaku seksual berisiko, misalnya sexual intercourse) tidak dilakukan oleh remaja, terutama bagi yang belum menikah dan masih usia sekolah. Tindakan ini hanya boleh dilakukan pada waktu yang tepat yaitu setelah menikah dan dengan tidak berganti-ganti pasangan yang tidak sah. Jika tidak, maka berisiko pada penularan IMS. Berdasarkan literatur yang ada, diketahui bahwa perilaku seksual yang dapat menularkan IMS adalah behubungan seksual (penetrasi kelamin) tanpa kondom (Kemenkes, 2015). Namun hal ini tidak berarti bahwa jika berhubungan seksual dengan memakai kondom sama sekali tidak ada kemungkinan tertular IMS. IMS dapat menular melalui cairan kelamin yang juga dihasilkan pada saat pra ejakulasi. Selain itu akurasi kondom sebagai alat pencegah kehamilan tidak 100%. Hal ini menandakan penularan penyakit juga masih dapat terjadi. Selain itu, pada kuesioner SDKI untuk remaja pria tidak terdapat pertanyaan terkait penggunaan alat pelindung diri dari IMS secara spesifik. Pertanyaan yang ada hanyalah seputar penggunaan alat pencegah kehamilan saat berhubungan seksual. Alat pencegah kehamilan belum tentu dapat mencegah peularan IMS, sejauh ini hanya kondom yang dapat berfungsi sebagai pencegah kehamilan dan penularan IMS sementara alat kontrasepsi lainnya tidak mencegah IMS. Oleh sebab itu, penelitian ini tidak mengukur variabel perilaku penggunaan kondom sebagai salah satu kriteria perilaku seksual berisiko IMS. 60 Usia remaja seharusnya dimafaatkan untuk mengembangkan minat dan bakat pada hal yang positif, bukan terjerumus pada perilaku yang berisiko terhadap kesehatan. Perilaku demikian dapat menimbulkan ketagihan dan menjadi sarana penularan penyakit. Jika sudah ketagihan, prestasi menjadi sulit diraih karena fokus dan konsentrasi terhadap pencapaian prestasi jadi menurun. Berawal dari kecanduan, jika semakin sering melakukan maka semakin besar peluang terkena IMS, terutama jika pasangan berganti dan tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), dalam hal ini kondom (untuk mencegah terjadinya interaksi cairan kelamin yang dapat berakibat pada penularan IMS). 6.3 Hubungan Umur dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 Menurut Depkes (2008) umur adalah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun terakhir (Depkes, 2008). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari separuh remaja pria di Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden pada kelompok umur remaja akhir (53.9%). Kelompok umur remaja akhir lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS (21.1%) dibandingkan dengan kelompok umur remaja awal (7.5%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi dan Basuki pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa remaja akhir lebih banyak yang berperilaku seksual tak aman dibandingkan remaja awal dan remaja tengah (PratiwidanBasuki, 2011). Hal ini juga sesuai dengan temuan Sabon pada Tesisnya, semakin bertambah umur, semakin remaja berperilaku berisiko HIV/AIDS (Sabon, 2003). Ini artinya, umur berbanding lurus dengan potensi berperilaku berisiko. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual remaja pria 61 di Indonesia (p value = 0.000). Hal ini sejalan dengan hasil studi pada mahasiswa di Pekalongan, yakni terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual (MusthofadanWinarti, 2010). Hasil penelitian Sabon (2003) juga menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan perilaku berisiko HIV/AIDS (perilaku seksual) berdasarkan SKRRI 2002-2003 (Sabon, 2003). Secara biologis, kelompok umur remaja akhir perkembangan seksual mulai matang. Kadar testosterone meningkat, organ seksual mulai berkembang dan berfungsi (Potter dan Perry, 2005). Situasi ini menyebabkan hasrat seksual remaja akhir lebih menggebu dibandingkan dengan remaja awal. Secara psikologis, remaja akhir lebih berani dan percaya diri dibandingkan remaja awal. Selain itu, ketergantungan pada orang lain juga menurun. Hal ini cenderung membuat remaja mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dan tidak terlalu mementingkan pendapat orang lain. Secara sosial, pada remaja akhir mulai tumbuh „dinding‟ yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2005). Remaja akhir biasanya merasa punya kebebasan dan mengendornya kontrol keluarga dan masyakat atas dirinya. Dalam situasi ini, jika remaja tidak memiliki pertahan diri yang baik akan mudah sekali terjerumus pada pergaulan yang negatif bahkan perilaku seksual berisiko IMS. 6.4 Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Seksual Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 Tempat tinggal menurut Depkes adalah lokasi rumah sesorang yang dibedakan menjadi perkotaan dan pedesaan (Depkes, 2008). Untuk menentukan suatu kelurahan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya didasarkan pada tiga variabel 62 yaitu: kepadatan penduduk, presentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum (BPS, 2007). Menurut karakteristik tempat tinggal, lebih dari separuh remaja pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di daerah perkotaan (urban) yakni sebesar 56.6%. Remaja pria di perkotaan dan pedesaan yang berperilaku seksual berisiko IMS persentasenya hampir sama. Perbedaan proporsi remaja yang berperilaku seksual berisiko IMS di pedesaan dan perkotaan sangat tipis yaitu hanya 0.2%, namun proporsi di perkotaan lebih tinggi yakni 14.9%, sedangkan di pedesaan sebesar 14.7%. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Sabon yang menunjukkan bahwa perilaku berisiko HIV/AIDS remaja perkotaan lebih tinggi daripada remaja pedesaan (Sabon, 2003). Peristiwa semacam ini bisa saja dikarenakan karakteristik masyarakat kota yang lebih permisif terkait perilaku pacaran remaja dan individualisme yang cukup tinggi. Sikap permisif masyarakat kota berkaitan dengan tingginya individualisme. Masyarakat cenderung enggan mencampuri urusan orang lain. Di daerah perkotaan, terlebih kota-kota besar, pemandangan seperti melihat remaja bermesraan (melakukan perilaku seksual ringan seperti berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman ringan) di tempat umum adalah hal yang lumrah. Memang masih ada yang mencegah dan memberi peringatan, namun tak sedikit pula yang membiarkan dengan alasan tidak mau mencampuri urusan orang lain. Selain itu, di kota besar tersedia sarana seperti café remang remang, night club, dan diskotik yang menunjang terjadinya perilaku seks berisiko IMS pada remaja. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku 63 seksual remaja pria di Indonesia (p value = 0.836). Hal ini sejalan dengan studi pada remaja Indonesia, yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan sgnifikan antara tempat tinggal dengan perilaku seksual remaja (Wijaya, 2015). Analisis lanjur SKRRI 2007 juga menunjukkan hasil serupa, yakni tidak terdapah hubungan bermakna antara variabel daerah tempat tinggal dengan perilaku berisiko pada remaja. Dalam hal ini perilaku berisiko pada remaja meliputi perilaku merokok, konsumsi alkohol, pengunaan narkoba, dan hubungan seksual pranikah (LestarydanSugiharti, 2011). Tidak didapatkannya hubungan bermakna antara variabel tempat tinggal dengan perilaku seksual dapat disebabkan beberapa hal. Boleh jadi karena perbedaan proporsi remaja pria yang berperlaku seksual berisiko IMS di perkotaan dan pedesaan sangat tipis, sehingga tidak ditemukan beda proporsi yang signifikan. Selain itu dapat pula karena pembentukan perilaku dipengaruhi banyak faktor, dan tidak pernah dipengaruhi oleh faktor tunggal. Diantara faktor yang mempengaruhi dapat dikelompokkan menjadi faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor demografi merupkan salah satu tidak dapat dirubah. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang cukup luas. Maka itu, tidak dapat disamaratakan status ekonomi sosial demografinya. Secara umum wilayah di Indonesia dikelompokkan manjadi rural (pedesaan) dan urban (perkotaan). Dalam hal ini akan dibahas masing-masing variabel inti menurut disaparias desa dan kota. Pada umumnya, wilayah pedesaan/rural identik dengan ketertinggalan, sulitnya pelayanan, minimnya fasilitas dan infrastruktur, namun kekeluargaan pada masyarakatnya juga cukup tinggi. Sementara di perkotaan identik dengan individualisme, kemewahan, fasilitas dan infrastruktur yang memadai. 64 Remaja pria dengan pengetahuan terkait perilaku seksual berisikoo IMS kurang lebih banyak terdapat di pedesaan (76,9%) dibandingkan dengan perkotaan (61.6%). Hal ini diasumsikan Remaja pria yang memilki sikap negatif terhadap perilaku seskual berisiko IMS hampir sama antara di pedesaan dan perkotaan, yakni 57.5% di pedesaan dan 56.4% di perkotaan. Ini artinya baik di rural maupun urban, lebih banyak remaja pria yang bersikap negatif terhadap perilaku seksual berisiko. Dalam hal ini bersikap negatif artinya setuju terhadap perilaku seksual berisiko dan sikap positif artinya tidak mendukung perilaku seksual berisiko. Diantara remaja pria Indonesia yang menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi terkait kesehatan reproduksi, lebih banyak yang bertempat tinggal di pedesaan (61.5%) daripada di perkotaan (45.2%). Ini artinya lebih banyak sekolah di pedesaan yang belum memberikan pendidikan kesehatan reproduksi secara komprehensif pada siswanya dibandingkan di perkotaan. Remaja pria yang menganggap teman sebaya berpengaruh dalam pembentukan perilaku seksualnya hampir sama antara di pedasaan dan perkotaan. Diantara keduanya hanya terpaut selisih 1% dimana di perkotaan lebih tinggi (28%). Ini artinya, remaja di perkotaan lebih banyak yang merasakan pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya. 6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012 Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2003). Jika dikelompokkan 65 berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, sebagian besar remaja pria di Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi (65.1%). Pada variabel pendidikan terdapat missing data sebanyak 5%. Remaja pria berpendidikan tinggi lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS (15.3%) dibandingkan dengan remaja pria berpendidikan rendah (13.8%). Hasil studi yang dilakukan di Makassar sejalan dengan penelitian ini, bahwa Remaja dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki kecenderungan berperilaku berisiko lebih besar dibandingkan remaja yang berpendidikan rendah (Hidayangsih et al., 2011, Depkes, 2008). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian pada remaja Indoesia yang menunjukkan bahwa lebih banyak remaja berpendidikan rendah yang berperilaku seksual tak aman dibandingkan dengan remaja yang berpendidikan tinggi dan menengah (PratiwidanBasuki, 2011). Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia (p value = 0.000). hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada remaja di Pasir Gunung Selatan, Depok tahun 2012, sesuai dengan hasil penelitian ini, yakni ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku seksual, dimana remaja yang pendidikannya lebih tinggi memiliki peluang lebih besar sebanyak 1,89 kali dibandingkan remaja dengan pendidikan lebih rendah (Dewi, 2012). Berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja pria, didapatkan bahwa pendidikan yang tinggi cenderung lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS yaitu sebesar 15.3%. Menurut (Looze, 2012) pada remaja 12-16 tahun di Belanda, remaja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kencenderungan yang lebih 66 besar untuk terjadinya perilaku seksual berisiko dibandingkan dengan remaja yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Dewi (2012) juga mengatakan bahwa remaja dengan pendidikan tinggi lebih berpeluang berperilaku seksual berisiko 1.89 kali lebih besar disbanding remaja dengan pendidikan rendah (Dewi, 2012). Remaja dengan pendidikan tinggi bisa saja beranggapan sudah memiliki cukup pengetahuan tentang resiko yang akan dihadapi, walaupun belum tentu informasi yang didapatkan selama ini sudah benar. Pendidikan yang tinggi akan menimbulkan keberanian dan rasa percaya diri yang lebih besar pada diri seseorang untuk membuat keputusan atas tindakannya. Remaja dengan pendidikan rendah cenderung memiliki keberanian dan rasa percaya diri yang kurang terkait risiko yang akan dihadapi terkait keputusan yan diambilnya dalam berperilaku. 6.6 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 Menurut Bloom dan Skinner, pengetahuan merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan, atau tuliasan yang merupakan stimulasi dari pertanyaan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian atau responden. (Notoatmojo, 2007) Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa, remaja pria dengan pengetahuan kurang (68.3%) jauh lebih banyak dibandingkan remaja dengan pengetahuan baik (31.7%). Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya kurangnya paparan informasi, atau informasi yang memapari tidak efektif. Menurut laporan SDKI tahun 2012 67 persentase pria belum kawin yang membaca surat kabar atau mendengar radio lebih rendah dibandingkan SKRRI tahun 2007. Ini merupakan fakta menarik komponen kesehatan reproduksi remaja (KRR) (BKKBN, 2013). Paparan informasi yang kurang efektif tidak dapat mempengaruhi pengetahuan remaja. Menurut Surono (1997), pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya daripada tidak tahu sama sekali, tapi bukan berarti tidak memiliki pengetahuan adalah tidak membahayakan. pengetahuan yang setengah-setengah bisa menimbulkan salah persepsi dan mendorong remaja untuk mencoba-coba (Surono, 1997). Selain itu, remaja pria dengan pengetahuan baik lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan dengan remaja pria berpengetahuan kurang. Idealnya, secara umum, semakin baik pengetahuan seseoarang, maka semakin rendah kecenderungannya untuk berperilaku berisiko. Statemen tersebut diduking oleh hasil penelitian yang membuktikan bahwa responden dengan pengetahuan rendah 3.16 kali lebih berpeluang melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan responden dengan pengetahuan tinggi (Andriani, 2013). Namun hal bertolak belakang dengan hasil penelitian. Asumsinya karena mereka yang berpengetahuan baik dianggap paham akan resiko dan dampak yang akan timbul dari perilaku yang mereka miliki. Namun pada kenyataanya, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan saja, melainkan ada banyak hal lain yang tidak hanya berasal dari dalam diri individu tapi juga dari luar misalnya pengaruh lingkungan sosial dan paparan informasi. Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.00. Artinya, terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku seksual 68 remaja pria di Indonesia tahun 2012. Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan salah satu domain perilaku adalah pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan terkait perilaku seksual berisiko IMS salah satunya yang perlu diintervensi adalah pengetahuan. Informasi tentang kesehatan reproduksi, IMS, dan HIV/AIDS, khususnya terkait perilaku seksual berisiko IMS perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga mereka akan berpikir dengan cermat sebelum melakukan hubungan seksual pranikah (Dewi, 2009). Sebagaimana dijelaskan Bandura (1990), perilaku bukan merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau keterampilan, melainkan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit (Bandura, 1990). Jadi, tidak bisa hanya mengintervensi salah satu atau sebagian faktor saja. Beberapa penelitian yang hasilnya sejalan antara lain penelitian yang dilakukan pada siswa SMK 4 Jeneponto (Puspita et al., 2012). Selain itu penelitian pada mahasiswa program DIII Kebidanan Universitas Respati Yogyakarta juga menunjukkan adanya hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku seksual remaja (Andriani, 2013). Subekti dalam Tesisnya juga menemukan adanya hubungan penetahuan PMS dengan perilaku seksual berisiko PMS pada anak jalanan (Subekti, 2015). Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengarhi perilaku. Beberpa teori perilaku sepakat dengan pernyatan tersebut, diantaranya adalah model precede 69 proceed Green. Menurut Green, pengetahuan termasuk faktor yang mempredisposisi perilaku (GreendanKreuter, 2000). Jika seseorang memiliki pengetahuan yang cukup baik terkait suatu isu, maka individu atau kelompok tersebut memiliki kecenderungan untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah diketahuinya. Namun perlu diingat, pengetahuan bukan faktor tunggal yang mempengarui perilaku. Selalu ada faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku dan dapat pula berinteraksi denga faktor pengetahuan tersebut. 6.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 Hasil analisis univariat diketahui bahwa 56.9% remaja pria bersikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Artinya lebih dari separuh remaja pria memiliki permisifitas yang cukup tinggi terkait terhadap perilaku seksual. Temuan ini cukup mengkhawatirkan. Sikap remaja yang negatif terhadap isu kesehatan reproduksi atau cenderung persmisif terhadap perilaku seksual. Sikap yang demikian berpotensi pada perilaku seksual. Sikap merupakan salah satu domain yang menetukan perilaku (Notoatmodjo, 2010). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, yang tertera pada hasil bahwa remaja yang bersikap negatif lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS (24%) dibandingkan remaja yang bersikap positif (2.7%). Berdasarhan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012. Pernyataan Notoatmojo dan hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Andriani 2013 di Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta (Andriani, 2013) dan Puspita 2012 di SMKN 4 70 Jeneponto bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dan perilaku seksual remaja (Puspita et al., 2012). Hasil penelitian Andriani juga ditemukan bahwa responden dengan sikap negatif lebih banyak melakukan perilaku seksual berisiko (54.6%) dibandingkan responden yang bersikap positif (28.1%) (Andriani, 2013). Terdapat kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian andriani (2013) yakni kesamaan subjek penelitian, yaitu remaja. Selain itu analisis bivariat yang dilakukan Andriani (2013) juga sama dengan yang peneliti lakukan, yakni menggunakan uji chi-square. Demikian pula halnya dengan penelitian Puspita et. al. (2012), responden yang memiliki perilaku seks berat dengan sikap negatif (82,1%) lebih banyak dari sikap positif (29,1%). Penelitian Puspita et al serupa dengan yang dilakukan peneliti, dari segi metode sama-sama menggunakan uji chi-square untuk analisis bivariat dan subjek penelitian juga pada remaja. Pratiwi dan Basuki pada studinya yang dilakukan tahun 2011 juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual tak aman (PratiwidanBasuki, 2011). Hasil studi Hakim 2012 pun menunjukkan hasil serupa, dimana ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian perilaku seks berisiko pada remaja tunarungu di SMALB Kota Padang (Hakim, 2012). Jika memiliki sikap positif terkait suatu isu, seseorang memiliki kecenderungan berperilaku yang sesuai dengan isu tersebut. Begitupun sebaliknya, jika memiliki sikap negatif, cukup besar potensi seseorang untuk berperilaku berlawanan dengan isu tersebut. Jadi tidaklah janggal bila lebih banyak remaja Indonesia yang bersikap negatif berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak daripada yang bersikap positif. 71 6.8 Hubungan Peran Sekolah dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 Sekolah merupakan salah satu tempat dimana remaja (yang masih sekolah) menghabiskan waktu cukup banyak. Sekitar sepertiga waktu dalam sehari (kecuali hari libur) dihabiskan di sekolah. Oleh sebab itu sekolah dirasa dapat berperan/memiliki peran cukup penting sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi bagi remaja. Tidak harus pada jam pelajaran, informasi ini bisa juga disampaikan melalui kegiatan ekstrakulikuler atupun pelajaran tambahan lainnya. Sekolah merupakan institusi pendidikan yang resmi, diharapkan sekolah dapat berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi yang komperhensif bagi siswa. Hal ini disebabkan karena bersumber dari lembaga sekolah diharapkan informasinya dapat dipertanggungjawabkan, sehingga siswa tidak mencari informasi dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan dengan cara yang tidak tepat. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja pria tidak merasakan adanya peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi (52.3%). Diduga hal ini disebabkan oleh tabunya pembicaraan terkait pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi. Sekalipun sudah masuk dalam kurikulum, namun pelaksanaan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi dirasa belum cukup efektif dan komperhensif. Remaja yang memiliki rasa penasaran akan mencari informasi dari berbagai sumber yang kebenarannya belum tentu dapat dipertangguungjawabkan. Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya bagi remaja, karena menantang remaja untuk mencoba-coba dan dapat menimbulkan kesalahan persepsi (Surono, 1997). 72 Berdasarhan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.025 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara peran sekolah dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012. Hal ini tidak sejalan dengan Sabon yang dalam studinya berdasarkan SKRRI 2002-2003 menyatakan berdasarkan analisis inferensial variabel eksternal, pengaruh variabel sekolah sebagai sumber informasi HIV/AIDS tidak signifikan. Hal ini diduga karena kesehatan reproduksi (saat itu) belum dimasukkan dalam kurikulum (Sabon, 2003). Saat ini materi kesehatan reproduksi sudah mulai dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan. Saat Sabon (2003) pendidikan kesehatan reproduksi belum masuk kedalam kurikulum. Hal inilah yang mendasari perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitan yang dilakukan Sabon pada tahun 2003. Di sekolah, guru merupakan pihak yang cukup dominan dan memiliki wewenang. Menurut penelitian Sulistyoningrum (2013) yang dilakukan pada siswa slow learner SMP Galuh Handayani (Maria Montessori) Surabaya, ada hubungan antara dukungan sosial (dukungan guru: p = 0.002, r = 0.514) dengan perhitungan perilaku sehat reproduksi. Penelitian tersebut menunjukkan hubungan positif yang konsisten antara dukungan guru dan perilaku sehat reproduksi. Sulistyoningrum menyarankan adanya peningkatan dukungan guru untuk meningkatkan perilaku sehat reproduksi pada remaja slow learner. Peran sekolah sebagai menyedia informasi kesehatan reproduksi tak lepas dari kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Pendidikan kesehatan reproduksi dianggap cukup berperan dalam peningkatan pengetahuan dan sikap remaja terkait isu kesehatan reproduksi. Oleh sebab itu, secara tidak langsug pendidikan kesehatan reproduksi khususnya yang diberikan oleh pihak sekolah 73 berpengaruh pada perilaku seksual remaja. Rompas et. al. (2014) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat pengetahuam dan sikap remaja tengatng penyakit menular seksual di SMK Fajar Bolaang Mongondow Timur (Rompas et al., 2014). Kepada institusi pendidikan diharapkan memperhatikan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi bagi siswa agar dapat melindungi siswa dari pengetahuan tidak tepat yang berasal dari sumber yang tidak bertanggungjawab. Pada dasarnya pemerintah sudah menyadari pentingnya pemberian pendidikan kesehatan reproduksi secara komprehensif. Hal ini dibuktikan dengan telah terbitnya modul pendidikan Kesehatan Reprodukasi untuk Peserta Didik yang terdiri dari 3 seri yakni untuk SD/MI dan Sederajat, SMP/MTs dan Sederajat,SMA/SMK/MA dan Sederajat. Modul ini dibuat atas kerja sama kementerian Pedidikan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, UNFPA, dan UNESCO pada tahun 2014. Menurut laporan SDKI 2012 diketahui bahwa sebagian besar anak usia sekolah (15-19 tahun) masih bersekolah yakni 62% sedangkan 38% sisanya putus sekolah dengan berbagai alasan. Untuk itu, sekolah merupakan salah satu lembaga yang memiliki peran penting untuk meningkatkan pemahaman, sikap, dan membentuk perilaku remaja. Tidak hanya intitusi pendidikan resmi saja, mengingat ada 38% remaja yang putus sekolah. Diharapkan berbagai pihak lainnya ikut membantu peningkatan pengetahuan dan pemahaman remaja putus sekolah ini terkait kesehatan reprouksi, khususnya pengetahuan terkait perilaku seksual berisiko IMS. Diantara pihak 74 tersebut adalah masyarakat yang mungkin dapat menyediakan wadah untuk remaja agar bisa mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif. 6.9 Hubungan Pengaruh Teman Sebaya dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012 Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang nilainya dianut oleh remaja lain (Rice, 2005). Sanrtock (2005) menyatakan teman sebaya berfungsi sebagai tempat bagi remaja berbagi dan sering perubahan perilaku remaja disebabkan transfer perilaku sesama teman sebaya. Teman sebaya sebagai kelompok kelompok acuan untuk berhubungan dengan lingkungan sosial, dimana remaja menyerap norma dan nilai-nilai yang akhirnya menjadi standar nilai yang mempengaruhi pribadi remaja (Santrock, 2005). Menurut Jones dan Furman (2010), berkeinginan untuk memiliki teman sebaya atau kelompok merupakan bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami remaja. Teman sebaya adalah remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang berpengaruh pada remaja. Kelompok remaja memiliki ciri yang khas dalam orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut (StanhopedanLancaster, 2004). Hasil analisis univariat, ditemukan bahwa sebagian besar remaja pria menyatakan bahwa tidak ada pengaruh teman sebaya, yakni 72.4%. Pada remaja yang berperilaku seksual berisiko IMS, 37% menyatakan ada pengaruh teman sebaya. Sementara hanya 6.3% dari remaja berperilaku seksual berisiko IMS yang merasakan bahwa teman sebaya tidak berpengaruh. 75 Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Subekti 2015 dalam thesisnya, yakni adanya hubungan peran teman sebaya degan perilaku berisiko penyakit menular seksual (Subekti, 2015). Demikian pula halnya dengan studi yang dilakukan Lestari dkk pada tahun 2014 yang dilakukan pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang, peran teman sebaya berhubungan dengan perilaku seksual pranikah mahasiswa (Lestari et al., 2014). Hasil studi Hakim 2012 juga menunjukkan hasil serupa, dimana ada hubungan yang bermakna antara peran teman sebaya dengan kejadian perilaku seks berisiko pada remaja tunarungu di SMALB Kota Padang (Hakim, 2012). Sabon dalam studinya menyatakan bahwa pengaruh teman sebaya sanagat kuat karena perilaku berisiko HIV/AIDS remaja yang memiliki teman sebaya berperilaku berisiko HIV/AIDS lebih tinggi daripada yang tidak memiliki teman sebaya berperilaku berisiko HIV/AIDS (Sabon, 2003). Usia remaja biasanya sedang sangat mementingkan eksistensi diri. Remaja akan berlaku senormal mungkin menurut kelompoknya, atau akan menghadirkan tren baru yang dianggap keren dan kekinian. Teman sebaya dianggap sebagai faktor yang cukup kuat mempengaruhi perilaku remaja. Remaja sebisa mungkin akan mengikuti norma yang berlaku pada kelompok teman sebayanya agar dapat diterima dan diakui dalam kelompoknya. Oleh sebab itu, remaja cenderung mengikuti perilaku teman sebayanya. Inilah mengapa variabel pengaruh teman sebaya berhubungan dengan perilaku seskual remaja. Kepada seluruh remaja, khususnya remaja pria sebagai subjek penelitian ini, disarankan untuk memilih lingkungan 76 pergaulan teman sebaya yang positif agar tidak terjerumus pada pergaulan yang salah, dalam hal ini perilaku seksual berisiko. BAB VII PENUTUP 7.1 Simpulan a. 14. 8% remaja pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual berisiko IMS b. Lebih dari separuh (53.9%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang menjadi sampel penelitian berasal dari kelompok umur remaja awal c. Lebih dari separuh (56.6%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang menjadi sampel penelitian tinggal di daerah perkotaan d. Sebagian besar (65.1%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 yang menjadi sampel penelitian memiliki tingkat pendidikan tinggi e. Sebagian besar (68.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang. f. Lebih dari separuh (56.9%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. g. Lebih dari separuh (52.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. h. Sebagian besar (72.4%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya. i. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 77 78 j. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 k. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 l. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 m. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 n. Terdapat hubungan yang signifikan antara peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 o. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh teman sebaya dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 p. Secara umum, faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi, dan pengaruh teman sebaya. Hal ini sesuai dengan teori precedeproceed (GreendanKreuter, 2000). Ada variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku seskual remaja, yakni variabel tempat tinggal. 7.2 Saran 7.1.1 Untuk Penyelenggara SDKI (BKKBN, Kemenkes, BPS) Pada penyelenggaraan SDKI selanjutnya diharapkan untuk lebih memperhatikan dan meminimalisasi human error baik pada pengumpulan maupun entri data. Pada pengumpulan data hendaknya 79 dipastikan bahwa responden menjawab seleuruh pertanyaan yang ada pada kuesioner. Pada entri data hendaknya lebih diperhatikan pengisian untuk pertanyaan loncatan, untuk menjaga kualitas data, menghindari tingginya missing data. 7.1.2 Untuk Peneliti Selanjutnya Sebaiknya dilakukan penelitian dengan mengukur nilai OR agar diketahui berapa besar potensi suatu variabel terhadap perilaku seksual. Selain itu dapat pula dilakukan penelitan hingga tahap multivariat agar dapat diketahui variabel mana yang paling dominan mempengaruhi perilaku seksual berdasarkan data SDKI. 7.1.3 Untuk Kementerian Kesehatan, Kemendibud, dan Kemenristekdikti Kementerian Kesehatan disarankan untuk melakukan intervensi pada sasaran dan dengan cara yang tepat berdasarkan hasil penelitian ini untuk menurunkan proporsi perilaku seksual pada remaja, khususnya yang berisiko IMS. Misalnya dengan membuat program nasional edukasi dan promosi kesehatan terkait kesehatan reproduksi untuk remaja, dan memantau pelaksanaan program sejenis yang sudah dibuat. Hal ini untuk mengatasi rendahnya pengetahuan remaja pria terkait perilaku seksual berisiko IMS. Selain itu, untuk mengatasi rendahnya pengetahuan remaja terkait perilaku seksual berisiko IMS dan rendahnya peran sekolah yang dirasakan remaja sebagai penyedia informasi kespro, Kementerian 80 kesehatan sebagai perancang regulasi dan program hendaknya membuat regulasi dan program intervensi yang dapat mengatasi masalah terkait perilaku seksual remaja, khususnya yang berisiko IMS tingkat nasional. Kemendikbud dan Kemenristekdikti misalnya dapat membuat regulasi dan memantau berlangsungnya pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi komprehensif. Hal ini diharapkan dapat mengatasi permaslahan seputar rendahnya peran institusi pendidikan sebagai penyedia informasi. Diperlukan adanya evaluasi, lebih baik lagi jika dapat diberlakukan reward dan punishmen agar pihak pelaksana lebih bersemangat. Namun yang lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan dan meningatkan kesadaran institusi dan tenaga pendidik akan pentingnya pemberian pendidikan kesehatan reperoduksi komprehensif bagi peserta didiknya dan seluruh anak Indonesia. 7.1.4 Untuk Institusi Pendidikan Dasar, Pendidikan Tinggi dan Masyarakat Institusi pendidikan disarankan untuk lebih memperhatikan perencanaan dan memantau pelaksanaan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi secara komprehensif. Hal ini untuk mengatasi rasa penasaran siswa seputar kesehatan reproduksi dan menghindarkan mereka dari sumber informasi dan pengetahuan yang tidak tepat. Selain itu, disiapkan juga guru sebagai konselor kesehatan reproduksi di luar kegiatan belajar mengajar, misalnya kegiatan ekstra kulikuler atau bimbingan konseling. Tahap ini diharapkan dapat mengatasi rendahnya 81 pengetahuan dan membentuk sikap yang lebih positif terkait kesehatan reprosuksi. Tujuannya agar remaja menghindari perilaku seksual, khususnya yang berisiko IMS. Demikian pula halnya dengan institusi pendidikan tinggi, hendaknya dapat mewadahi mahasiswa dalam mendapatkan informasi kesehatan reproduksi. Wadah ini dapat berupa unit kegiatan masahasiswa lembaga kampus yang bergerak di biang kesehtan. Selain itu diperlukan juga adanya kerja sama dengan LSM atau organisasi yang bergerak di bidang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi. Hal ini lebih ditekankan pada pembentukan sikap yang lebih positif dan peningkatan peran institusi pendidikan sebagai sumber informasi. Selain itu juga dapat mengatasi permaslahan terkait peran teman sebaya. Jika teman sebaya sama memiliki pengetahuan baik dan sikap positif, remaja dapat terhindar dari perilaku seksual, khususnya yang berisiko IMS Masyarakat disarankan agar lebih peka dan peduli terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja. Misalnya dengan menyediakan wadah dan sarana penyediaan informasi kesehatan reproduksi untuk remaja semacam karang taruna atau yang lainnya. Tentunya dengan cara dan pendekatan yang tepat untuk remaja agar remaja tertarik mengikutinya. DAFTAR PUSTAKA Amaliyasari, Y. & Puspitasari, N. 2008. Perilaku Seksual Anak Usia Pra Remaja di Sekitar Lokalisasi dan Faktor yang Mempengaruhi. Jurnal Penelitian Dinas Sosial, Vol. 7 No. 1. Andriani, G. 2013. Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Seksual Remaja pada Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta Tahun 2013. Apsari, I. 2009. Gambaran Konsep Diri pada Remaja Ahir Indigo. Strata 1, Universitas Indonesia. Arfrianti, N. A., Harbandinah & P, P. N. 2008. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Niat Wanita Pekerja Seks (WPS) yang Menderita IMS Berperilaku Seks Aman (Safe Sex) Dalam Melayani Pelanggan. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol. 3 No. 2. Awaluddin, S. M., Ahmad, N. A., Saleh, N. M., Aris, T., Kasim, N. M., Sapri, N. A. M. & Rashid, N. R. N. A. 2015. Prevalence of Sexual Activity in older Malaysian Adolescents and Associated Factors. Journal of Public Health Aspects, 2. Azinar, M. 2013. Perilaku Seksual Pranikah Berisiko terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 153-160. Bandura, A. 1990. Perceived Self Efficacy in The Exercise of Control Over AIDS Infection. Banun, F. O. S. & Setyorogo, S. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Mahasiswa Semester V STIKes X Jakarta Timur 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 5 No. 1. 82 83 BKKBN 2012. Buku Suplemen Bimbingan Teknis Kesehatan Reproduksi Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS, Jakarta. BKKBN 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, MEASURE DHS ICF International. BPS, B. P. S. 2007. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004. Jakarta. BPS, B. P. S., BKKBN, N. F. P. C. B., KEMENKES, M. O. H. & CALVERTON, M. U. 2008. Indonesian Young Adult Reproductive Health Survey 2007. Jakarta. C.P., F. A. & Notobroto, H. B. 2013. Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Remaja yang Bertunangan. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 2, No. 2. Chayati, W. H. 2011. Gambaran Perilaku Seksual Waria Penderita Infeksi Menular Seksual di Kota Semarang Tahun 2011. Semarang: Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jendral Soedirman. Choerunnisa, I. O. 2008. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Merek untuk Meningkatkan Kepuasan Pasien pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Depkes, D. K. R. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dewi, A. P. 2012. Hubungan Karakteristik Remaja, Peran Teman Sebaya, dan Paparan Pornografi dengan Perilaku Seksual Remaja di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Depok. Strata 2, Universitas Indonesia. 84 Dewi, I. N. C. T. 2009. Pengaruh Personal dan Lingkungan terhadap Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja di SMA Negeri 1 Baturaden dan SMA 1 Purwokerto. Strata 2, Universitas Diponegoro. Green, L. W. & Kreuter, M. W. 2000. Health Promotion Planning London, Mayfield Publishing Company. Hakim, D. M. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Perilaku Seks Berisiko pada Remaja Tunarungu di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Kota Padang Tahun 2012. Padang. Hidayangsih, P. S., Mubasyiroh, D. H. T. R. & Supanni 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Berisiko Remaja DI Kota Makassar tahun 2009. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol 39, No 2. Juleha, E. 2007. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja (Studi pada Kelas III SMU Negeri 9 Cirebon). Kemenkes 2013. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Kemenkes 2015. Buku Saku Penjangkau Masyarakat: Alat Kelamin dan Semua yang Perlu Kita Ketahui tentang Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Ditjen PPM&PL Diakses dari http https://drive.google.com/file/d/0B_zrsCXLykV9RzdsVWV0S1JoRnM/view pada 10 Desember 2015. Kemenkes, K. K. R. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011, Jakarta, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyaklit dan Penyehatan Lingkungan. 85 Kinsey, A. C., Pomeroy, W. B. & Martin, C. E. 1948. Sexual Behavior in The Human Male, Philadelphia, W. B. Saunders. L‟ENGLE, K. L., Brown, J. D. & Kenneavy, K. 2005. The Mass Media are an Important Context for Adolescents Sexual Behavior. Journal of Adolescent Health. Lestari, I. A., Fibriana, A. I. & Prameswari, G. N. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa UNNES. Unnes Journal of Public Health 3. Lestary, H. & Sugiharti 2011. Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol. 1 No. 3, 136-144. Looze, E. A. 2012. The Use of The Risky Sex Scale Among Adolecents Receiving Treatment Services for Substance Use Problem: Factor Structure and Predictive Validity. Journal of Adolocent Health, 10 (4), 413-417. Mangando, E. N. S., Lampus, B. S., Siagian, I. E. T., Kandou, G. D., Pandelaki, A. J. & Kaunang, W. P. 2014. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Remaja Dengan Tindakan Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI Di SMK Negeri 2 Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, II No. 1. Maryatun 2008. Kajian Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja. Merita, E. N., Hidayat, T. & Yuliadi, I. 2013. Hubungan Antara Pengetahuan Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua dan Anak dengan Perilaku Seks Bebas pada Remaja Siswa Siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. 86 Musthofa, S. B. & Winarti, P. 2010. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa di Pekalongan Tahun 2009-2010. Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol. 1 No. 1. N, A., SM, A., H, I., R, S. & N, N. A. R. 2014. Sexual Activity among Malaysian School-Going adolescents: What Are the Risk and Protective Factors? Asia Pacific Journal Public Health. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rineka Cipta. Nurhidayah, S., Prestana, N. D. I. & Bayani, I. 2012. Pengasuhan, Peer Group, Self Efficacy dan Perilaku Seks pada Remaja di Kota Bekasi. Jurnal Soul, Vol. 5 No 2. Nursal, D. G. A. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri di Kota Padang Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Pratiwi, N. L. & Basuki, H. 2011. Hubungan Karakteristik Remaja Terkait Perilaku Seks Tidak Aman di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 14 No. 4. Puspita, S. P. M., Iksan, M. & Rahma 2012. Pengetahun, Sikap, Peran Orang Tua, Perilaku Seks Remaja Siswa SMK Negeri 4 Jeneponto. Rasmiani, E., Irmayani & Mallo, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja Kelas II di SMA Negeri 8 Mandai - Maros. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Volume 5 Nomor 1 Tahun 2014. Rice, F. P. 2005. The Adolescent Development, Relationship, and Culture, USA, Allyn and Bacon. 87 Rompas, S., Karundeng, M. & Mamonto, S. F. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual di SMK Fajar Bolaang Mongondow Timur. Manado: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Sabon, S. S. 2003. Determinan Perilaku Berisiko HIV/AIDS di kalangan remaja tidak kawin usia 15-24 tahun : Sebuah analisis data sekunder hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2002-2003. Strata 2, Universitas Indonesia. Samino 2012. Analisis Perilaku Sex Remaja SMAN 14 Bandarlampung 2011. Jurnal Dunia Kesmas, Volume 1. Nomor 4. Santrock 2005. Adolecent, New York, The McGraw Hill. Co. Inc. Sarwono, S. W. 2005. Psikologi Remaja, Jakarta, PT. Raja Grafindo. Sekarrini, L. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja di SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2011. Strata 1, Universitas Indonesia. Solehyanti, D. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja SMK Negeri 8 Semarang Tahun 2008. Stanhope, M. & Lancaster, J. 2004. Community and Public Health Nursing, St. Louis, Mosby-Year Book, Inc. Subekti, Y. Y. 2015. Pengaruh Jenis Kelamin, Pajanan Media, Peran Teman Sebaya, Pengetahuan Penyakit Menular Seksual, Kedekatan Keluarga terhadap Perilaku Berisiko Penyakit Menular Seksual pada Anak Jalanan. Universitas Sebelas Maret. 88 Surono, A. 1997. Remaja dan Hubungan Seks Pranikah. Artikel Lepas Intisari. Maret 2007 ed. Voeten, H. A. C. M., EGESAH, O. B. & HABBEMA, J. D. F. 2004. Sexual Behavior is More Risky in Rural Than in Urban Areas Among Young Women in Nyanza Province, Kenya. Sexually Trasnmitted Diseases Vol. 31, No. 8 481-487. Widayatun, T. R. 2009. Ilmu Perilaku, Jakarta, CV Agung Seto. Wijaya, E. C. 2015. Akses Informasi, Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, dan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja di Indonesia (Analisis Lanjut Data SDKI 2012). Undergraduate, Universitas Jember. Yuliantini, H. 2012. Tingkat Pengetahuan HIV/AIDS dan Sikap Remaja terhadap Perilaku Seksual Pranikah di SMA "X" di Jakarta Timur. Universitas Indonesia. 89 LAMPIRAN 1 HASIL ANALISIS DATA 8.1 Analisis Univariat Frequencies Statistics Berpegangan tangan N Valid Missing Frequency Table Meraba/ Sexual merangsang intercourse ciuman 9160 9160 9160 9160 0 0 0 0 Berpegangan tangan Frequency Valid Tidak 6.6 6.6 Ya 8554 93.4 93.4 100.0 Total 9160 100.0 Berciuman Percent 100.0 Valid Percent Cumulative Percent Tidak 3787 41.3 41.3 41.3 Ya 5373 58.7 58.7 100.0 Total 9160 100.0 Meraba/merangsang Percent 100.0 Valid Percent Cumulative Percent Tidak 5660 61.8 61.8 61.8 1 3500 38.2 38.2 100.0 Total 9160 100.0 Sexual Itercourse Frequency Valid Cumulative Percent 6.6 Frequency Valid Valid Percent 606 Frequency Valid Percent Percent 100.0 Valid Percent Cumulative Percent Tidak 7804 85.2 85.2 85.2 5 1356 14.8 14.8 100.0 Total 9160 100.0 100.0 90 Frequency Table Perilaku Seksual Remaja Pria Valid Percent Frequency Percent Valid Berisiko IMS Cumulative Percent 1356 14.8 14.8 14.8 Tidak 7804 85.2 85.2 100.0 Total 9160 100.0 100.0 Umur Frequen cy Valid Remaja Akhir Remaja Awal Total Valid Cumulative Percent Percent Percent 4938 53.9 53.9 53.9 4222 46.1 46.1 100.0 9160 100.0 Tempat Tinggal 100.0 Valid Percent Frequency Percent Cumulati ve Percent Valid Rural 3972 43.4 43.4 43.4 Urban 5188 56.6 56.6 100.0 Total 9160 100.0 Tingkat Pendidikan Valid Percent Frequency Percent Valid 100.0 Cumulative Percent Tinggi 5964 65.1 65.4 65.4 Rendah 3150 34.4 34.6 100.0 Total Missing System Total 9114 46 9160 99.5 .5 100.0 100.0 Pengetahuan Frequency Percent Valid Kurang Valid Percent Cumulative Percent 6253 68.3 68.3 68.3 Baik 2907 31.7 31.7 100.0 Total 9160 100.0 100.0 91 Sikap Valid Percent Frequency Percent Valid Negatif Positif Total Cumulative Percent 5209 56.9 56.9 56.9 3951 43.1 43.1 100.0 9160 100.0 100.0 Peran Sekolah sebagai penyedia Info Kespro Frequency Valid Percent Percent Cumulative Percent Valid Tidak Berperan 4787 52.3 52.3 52.3 Berperan 4373 47.7 47.7 100.0 Total 9160 100.0 100.0 Pengaruh Teman Sebaya Frequency Percent Valid Ada Pengaruh Valid Percent Cumulative Percent 2525 27.6 27.6 27.6 Tidak ada Pengaruh 6635 72.4 72.4 100.0 Total 9160 100.0 100.0 92 8.2 Analisis Bivariat Crosstabs Case Processing Summary Cases Missing N Percent Valid N Percent umur * Perilaku Seksual Tempat Tinggal * Perilaku Seksual Pendidikan * Perilaku Seksual Pengaruh Teman Sebaya * Perilaku Seksual Peran Sekolah * Perilaku Seksual Pengetahuan * Perilaku Seksual Sikap * Perilaku Seksual Total N Percent 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0% 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0% 9114 99.5% 46 .5% 9160 100.0% 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0% 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0% 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0% 9160 100.0% 0 .0% 9160 100.0% Crosstab Prisek_Kat Risiko IMS Penget_Kat Kurang Count % within Penget_Kat Baik Count % within Penget_Kat Total Count % within Penget_Kat Tidak Total 694 5559 6253 11.1% 88.9% 100.0% 662 2245 2907 22.8% 77.2% 100.0% 1356 7804 9160 14.8% 85.2% 100.0% 93 Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction b Likelihood Ratio Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided) df 2.144E2a 1 .000 213.506 1 .000 202.754 1 .000 Fisher's Exact Test .000 Linear-by-Linear Association 214.407 N of Valid Casesb 1 .000 .000 9160 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 430.34. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Penget_Kat (Kurang / Baik) .423 .377 .476 For cohort Prisek_Kat = Risiko IMS .487 .442 .537 For cohort Prisek_Kat = Tidak 1.151 1.127 1.176 N of Valid Cases 9160 94 Sikap_kat * Prisek_Kat Crosstab Prisek_Kat Risiko IMS Sikap_kat Negatif Count Total Total 1250 3959 5209 24.0% 76.0% 100.0% 106 3845 3951 % within Sikap_kat 2.7% 97.3% 100.0% Count 1356 7804 9160 14.8% 85.2% 100.0% % within Sikap_kat Positif Tidak Count % within Sikap_kat Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio b Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided) df 8.093E2a 1 .000 807.616 1 .000 964.318 1 .000 Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb .000 809.217 1 .000 .000 9160 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 584.89. b. Computed only for a 2x2 table 95 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Sikap_kat (Negatif / Positif) Lower Upper 11.453 9.347 14.033 For cohort Prisek_Kat = Risiko IMS 8.945 7.368 10.859 For cohort Prisek_Kat = Tidak .781 .768 .794 N of Valid Cases 9160 Peran Sekolah * Perilaku Seksual Crosstab Perilaku Seksual Berisiko IMS Peran Sekolah Tidak Berperan Count Berperan Count % within Peran Sekolah % within Peran Sekolah Count % within Peran Sekolah Chi-Square Tests Total Value df Tidak Total 670 4117 4787 14.0% 86.0% 100.0% 686 3687 4373 15.7% 1356 14.8% 84.3% 7804 85.2% 100.0% 9160 100.0% Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided) Pearson Chi-Square 5.181a 1 .023 b Continuity Correction 5.048 1 .025 Likelihood Ratio 5.176 1 .023 Fisher's Exact Test .023 .012 Linear-by-Linear 5.180 1 .023 Association N of Valid Casesb 9160 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 647.36. b. Computed only for a 2x2 table 96 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Peran Sekolah (Tidak .875 .779 Berperan / Berperan) For cohort Perilaku .892 .809 Seksual = Berisiko IMS For cohort Perilaku 1.020 1.003 Seksual = Tidak N of Valid Cases 9160 Pengaruh Teman Sebaya * Perilaku Seksual Crosstab .982 .984 1.038 Perilaku Seksual Berisiko IMS Pengaruh Ada Pengaruh Teman Sebaya Tidak ada Pengaruh Total Count % within Pengaruh Teman Sebaya Count Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb 1.365E3a 1.363E3 1.216E3 Total 935 1590 2525 37.0% 63.0% 100.0% 421 6214 6635 93.7% 100.0% 7804 9160 85.2% 100.0% % within Pengaruh Teman 6.3% Sebaya Count 1356 % within Pengaruh Teman 14.8% Sebaya Chi-Square Tests Value Tidak Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided) df 1 1 1 .000 .000 .000 .000 1.365E3 9160 1 .000 .000 97 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 373.79. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Lower Upper Odds Ratio for Pengaruh Teman 8.680 7.640 Sebaya (Ada Pengaruh / Tidak ada Pengaruh) For cohort Perilaku 5.836 5.252 Seksual = Berisiko IMS For cohort Perilaku .672 .652 Seksual = Tidak N of Valid Cases 9160 Pendidikan * Perilaku Seksual Crosstab 9.860 6.485 .693 Perilaku Seksual Berisiko IMS Pendidikan Tinggi Count % within Pendidikan Rendah Count Total % within Pendidikan Count % within Pendidikan Tidak Total 915 5049 5964 15.3% 84.7% 100.0% 434 2716 3150 13.8% 86.2% 100.0% 1349 7765 9114 14.8% 85.2% 100.0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided) Pearson Chi-Square 4.000a 1 .046 b Continuity Correction 3.877 1 .049 Likelihood Ratio 4.038 1 .044 Fisher's Exact Test .047 .024 Linear-by-Linear 3.999 1 .046 Association N of Valid Casesb 9114 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 466.24. 98 Crosstab Perilaku Seksual Berisiko IMS Pendidikan Tinggi Count % within Pendidikan Total 915 5049 5964 15.3% 84.7% 100.0% 434 2716 3150 13.8% 86.2% 100.0% 1349 7765 9114 Rendah Count % within Pendidikan Total Count b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate Tidak 95% Confidence Interval Value Lower Odds Ratio for Pendidikan (Tinggi / 1.134 1.002 Rendah) For cohort Perilaku 1.114 1.002 Seksual = Berisiko IMS For cohort Perilaku .982 .965 Seksual = Tidak N of Valid Cases 9114 Tempat Tinggal * Perilaku Seksual Crosstab Upper 1.283 1.238 .999 Perilaku Seksual Berisiko IMS Tempat Tinggal Rural Count % within Tempat Tinggal Urban Count Total % within Tempat Tinggal Count % within Tempat Tinggal Tidak Total 584 3388 3972 14.7% 85.3% 100.0% 772 4416 5188 14.9% 85.1% 100.0% 1356 7804 9160 14.8% 85.2% 100.0% 99 Chi-Square Tests Value Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided) df Pearson Chi-Square .056a 1 .813 b Continuity Correction .043 1 .836 Likelihood Ratio .056 1 .812 Fisher's Exact Test .835 .418 Linear-by-Linear .056 1 .813 Association N of Valid Casesb 9160 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 587.99. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Tempat Tinggal (Rural / Urban) For cohort Perilaku Seksual = Berisiko IMS For cohort Perilaku Seksual = Tidak N of Valid Cases umur * Perilaku Seksual Lower Upper .986 .878 1.108 .988 .895 1.091 1.002 .985 1.019 9160 Crosstab Perilaku Seksual Berisiko IMS umur Remaja Akhir Count % within umur Remaja Awal Count Total % within umur Count % within umur Tidak Total 1040 3898 4938 21.1% 78.9% 100.0% 316 3906 4222 7.5% 92.5% 100.0% 1356 7804 9160 14.8% 85.2% 100.0% 100 Chi-Square Tests Value Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1(2-sided) sided) sided) df a Pearson Chi-Square 3.326E2 1 .000 b Continuity Correction 331.559 1 .000 Likelihood Ratio 351.396 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear 332.598 1 .000 Association N of Valid Casesb 9160 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 625.00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for umur (Remaja Akhir / Remaja Awal) For cohort Perilaku Seksual = Berisiko IMS For cohort Perilaku Seksual = Tidak N of Valid Cases Lower Upper 3.298 2.886 3.769 2.814 2.498 3.170 .853 .839 .868 9160 SDKI12-RP SURVEI DEMOGRAFI DAN KESEHATAN INDONESIA 2012 DAFTAR PERTANYAAN REMAJA PRIA Rahasia I. PENGENALAN TEMPAT 1. PROVINSI 2. KABUPATEN/KOTA *) 3. KECAMATAN 4. DESA/KELURAHAN *) 5. DAERAH **) 6. NOMOR BLOK SENSUS 7. NOMOR KODE SAMPEL SDKI12 8. NOMOR URUT RUMAH TANGGA SAMPEL 9. NAMA KEPALA RUMAH TANGGA PERKOTAAN 10. NAMA RESPONDEN 11. NOMOR URUT RESPONDEN -1 KODE PERDESAAN -2 B II. KUNJUNGAN PETUGAS 1 2 3 KUNJUNGAN AKHIR TANGGAL TANGGAL WAWANCARA BULAN TAHUN 0 1 PEWAWANCARA NAMA PEWAWANCARA HASIL KUNJUNGAN HASIL KUNJUNGAN ***) KUNJ. BERIKUT 2 TGL JUMLAH KUNJUNGAN JAM ***) PILIH SALAH SATU DAN ISIKAN KODE HASIL KUNJUNGAN 1 SELESAI 4 DITOLAK 2 RESP. TIDAK ADA DI RUMAH 5 SELESAI SEBAGIAN 3 DITANGGUHKAN 6 RESPONDEN TDK/KURANG MAMPU MENJAWAB EDITOR LAPANGAN PENGAWAS NAMA TANGGAL *) **) Coret yang tidak sesuai Lingkari salah satu RP- 1 7 EDITOR BPS LAINNYA (TULISKAN) PONSER 2 PERSETUJUAN ORANG TUA/WALI (DIBACAKAN KEPADA ORANG TUA/WALI RESPONDEN PRIA YANG BERUMUR 15-24 TAHUN) Pada survei ini, Kami akan mewawancarai pria belum kawin usia 15-24 tahun secara perorangan. Kami akan menanyakan mengenai pengetahuan, pendapat dan perilaku mereka dalam kesehatan reproduksi. Informasi ini akan membantu pemerintah dalam perencanaan program-program pelayanan kesehatan yang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan remaja. Kami sangat mengharapkan izin Bapak/Ibu untuk memperkenankan putra Bapak/Ibu berperan serta dalam survei ini. Wawancara biasanya berlangsung selama kurang lebih 25 menit. Informasi apapun yang diberikan oleh putra Bapak/Ibu tidak akan diberitahukan kepada orang lain. Apakah saya diperbolehkan meminta (NAMA ANAK) untuk diwawancarai secara pribadi? Jika Bapak/Ibu memutuskan untuk melarang putra Bapak/Ibu untuk diwawancarai, kami akan menghormati keputusan Bapak/Ibu. Sekarang bagaimana keputusan Bapak/Ibu? ORANG TUA/WALI …1 RESPONDEN SETUJU ORANG TUA/WALI …2 RESPONDEN TIDAK SETUJU BAGIAN 1 Tanda tangan pewawancara: Tanggal: RP- 3 SELESAI PERNYATAAN PERSETUJUAN Selamat (pagi, siang, sore, ...). Nama saya .............. Saya adalah petugas dari Badan Pusat Statistik yang sedang melaksanakan survei dengan cakupan nasional mengenai pria belum kawin usia 15 sampai 24 tahun. Saya ingin bertanya mengenai pengetahuan, pendapat dan perilaku kesehatan Saudara. Keterangan ini akan membantu pemerintah untuk merencanakan pelayanan kesehatan, khusus untuk memenuhi kebutuhan orang muda/remaja. Kami akan sangat menghargai kesertaan Saudara dalam survei ini. Wawancara akan berlangsung sekitar 25 menit. Keterangan apapun yang Saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain. Partisipasi Saudara dalam survei ini bersifat sukarela dan Saudara dapat memilih untuk tidak menjawab beberapa atau semua pertanyaan. Namun, kami berharap Saudara tidak akan menolak untuk diwawancarai karena pandangan dan jawaban Saudara sangat diperlukan. Apakah ada yang ingin Saudara tanyakan mengenai survei ini? (JAWAB DENGAN JELAS DAN SINGKAT) Apakah saya boleh mewawancarai Saudara sekarang? RESPONDEN SETUJU DIWAWANCARAI ..... 1 RESPONDEN TIDAK SETUJU DIWAWANCARAI BAGIAN 1 Tanda tangan pewawancara: Tanggal: RP- 4 ... 2 SELESAI BAGIAN 1. LATAR BELAKANG RESPONDEN NO. 101 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE CATAT WAKTU JAM 102 TERUS KE .................... MENIT ............ ..... BULAN .................. Pada bulan apa dan tahun berapa Saudara dilahirkan? TIDAK TAHU BULAN TAHUN ............ 98 ......... TIDAK TAHU TAHUN . . . . . . . . . . . . 9998 103 104 105 106 Berapakah umur Saudara sekarang? BANDINGKAN DAN PERBAIKI 102 DAN ATAU 103 JIKA TIDAK SESUAI. JIKA UMUR KURANG DARI 15 TAHUN ATAU LEBIH DARI 24 TAHUN WAWANCARA SELESAI. PERBAIKI DAFTAR SDKI12-RT BLOK III KOLOM (7). Apakah Saudara pernah/sedang sekolah? ..... YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Apakah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah/sedang Saudara duduki: sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, akademi atau universitas? Apakah kelas/tingkat tertinggi yang Saudara selesaikan pada jenjang tersebut? TAHUN PERTAMA = 0 UMUR DALAM TAHUN SD/MI/SEDERAJAT 1 2 ............. 1 ........... 2 SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . . AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . 3 DIPLOMA IV/UNIVERSITAS . . . . . . . . . 5 SMP/MTs/SEDERAJAT 110 4 KELAS/TINGKAT . . . . . . . . . . . . TAMAT = 7 TIDAK TAHU/TT = 8 107 108 Apakah Saudara masih sekolah? YA Mengapa Saudara tidak bersekolah lagi? ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SUDAH SELESAI/MERASA CUKUP . . . 01 MENGURUS ART LAIN . . . . . . . . . . . 02 DIBUTUHKAN MEMBANTU USAHA KELUARGA . . . . . . . . . . . 03 TIDAK ADA BIAYA . . . . . . . . . . . . . . . 04 PERLU CARI UANG . . . . . . . . . . . . . . . 05 TIDAK SUKA SEKOLAH (LAGI) . . . . . 06 JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. TIDAK LULUS UJIAN . . . . . . . . . . . . . 07 LINGKARI KODE JAWABAN YANG PALING UTAMA. SEKOLAH JAUH (TAK TERJANGKAU) 08 LAINNYA 96 (TULISKAN) RP- 5 109 NO. 109 110 PERTANYAAN DAN SARINGAN LIHAT 105: KODE '1' DILINGKARI KODE TERUS KE KODE '2', '3', '4' ATAU '5' DILINGKARI Sekarang saya mohon Saudara untuk membacakan kalimat ini. 112 TIDAK DAPAT MEMBACA SAMA SEKALI TUNJUKKAN SALAH SATU KARTU. JIKA RESPONDEN TIDAK DAPAT MEMBACA KALIMAT SECARA LENGKAP, TANYAKAN: ............... 1 BISA MEMBACA SEBAGIAN KALIMAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 BISA MEMBACA SELURUH Dapatkah Saudara membaca sebagian kalimat ini? 111 113 114 115 3 BUTA/GANGGUAN PENGLIHATAN . . . 4 LIHAT 110: KODE '2' ATAU '3' DILINGKARI 112 KALIMAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . KODE '1' ATAU '4' DILINGKARI 114 Apakah Saudara membaca surat kabar atau majalah paling sedikit sekali seminggu, jarang atau tidak pernah? PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1 JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah membaca artikel di surat kabar/majalah: YA TIDAK - Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2 - Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang narkoba? NARKOBA 2 - Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS ......... 1 2 - Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2 Apakah Saudara mendengarkan radio paling sedikit sekali seminggu, jarang, atau tidak pernah? ................ 1 PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1 JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah mendengar radio yang menyiarkan: YA TIDAK - Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2 - Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang narkoba? NARKOBA ................ 1 2 - Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS ......... 1 2 - Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2 RP- 6 114 116 NO. 116 117 118 119 120 121 PERTANYAAN DAN SARINGAN Apakah Saudara menonton televisi paling sedikit sekali seminggu, jarang, atau tidak pernah? KODE TERUS KE PALING SEDIKIT SEKALI SEMINGGU . . 1 JARANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 118 Dalam 6 bulan terakhir, apakah Saudara pernah menonton televisi yang menyiarkan/menayangkan: YA TIDAK - Tentang penundaan usia perkawinan? PENUNDAAN USIA KAWIN . . . 1 2 - Tentang HIV/AIDS? HIV/AIDS . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang Infeksi menular seksual (IMS)? IMS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang iklan/penerangan kondom? IKLAN KONDOM . . . . . . . . . . . . 1 2 - Tentang narkoba? NARKOBA 2 - Tentang minuman keras? MINUMAN KERAS ......... 1 2 - Tentang bagaimana mencegah kehamilan/KB? MENCEGAH HAMIL . . . . . . . . . 1 2 Selama tujuh hari yang lalu, apakah Saudara melakukan kegiatan bekerja paling sedikit satu jam terus menerus? YA ................ 1 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Meskipun Saudara tidak bekerja dalam tujuh hari yang lalu, apakah Saudara mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara tidak bekerja karena cuti, sakit, bepergian, atau alasan lain? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Dalam 12 bulan terakhir apakah Saudara pernah bekerja? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Apakah jenis pekerjaan utama Saudara? PROFESIONAL, TEKNISI . . . . . . . . . . . . 01 (TULIS SELENGKAP MUNGKIN, JANGAN MELINGKARI KODE JAWABAN DAN JANGAN MENGISI KOTAK). KEPEMIMPINAN DAN KETATALAKSANAAN . . . . . . . . . . . . 02 PEJABAT PELAKSANA DAN TATA USAHA . . . . . . . . . . . . . . 03 TENAGA USAHA PENJUALAN TENAGA USAHA JASA TENAGA USAHA PERTANIAN (DIISI BPS) TENAGA PRODUKSI . . . . . 04 . . . . . . . . . . . . 05 . . . . . 06 . . . . . . . . . . . . . . 07 LAINNYA 96 (TULISKAN) TIDAK TAHU 121A 122 123 Apakah Saudara bekerja untuk anggota keluarga, orang lain atau mempunyai usaha sendiri? Apakah Saudara bekerja sepanjang tahun, musiman, atau sesekali saja? Apakah Saudara dibayar dengan uang atau barang atau tidak dibayar sama sekali untuk pekerjaan tersebut? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 PEKERJA KELUARGA ........... 1 ............. 2 BERUSAHA/MEMPUNYAI USAHA . . . 3 BURUH/KARYAWAN SEPANJANG TAHUN . . . . . . . . . . . . . ...................... 2 SESEKALI ...................... 3 ........................ 1 UANG UANG DAN BARANG . . . . . . . . . . . . . 2 BARANG 3 ...................... TIDAK DIBAYAR . . . . . . . . . . . . . . . . . RP- 7 1 MUSIMAN 4 121 121 201 BAGIAN 2. PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN MENGENAI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA Sekarang saya akan bertanya mengenai perubahan dari anak-anak ke remaja, sistem reproduksi dan hal-hal yang terkait. NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE 201 Kalau seorang anak laki-laki mulai menjadi remaja, biasa disebut akil baliq atau puber, ia mengalami perubahan pada tubuh. Dapatkah Saudara menyebutkan perubahan-perubahan itu? TERUS KE BADAN MULAI BEROTOT ......... A SUARA MENJADI BESAR ......... B TUMBUH RAMBUT DI WAJAH, SEKITAR ALAT KELAMIN, KETIAK, DADA, KAKI ATAU LENGAN Ada lagi? GAIRAH SEKS MENINGKAT ..... C ....... D MIMPI BASAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E TULANG JAKUN MENONJOL . . . . . . . F JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. PUTING SUSU MENGERAS G LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA ....... X (TULISKAN) TIDAK TAHU 202 Kalau seorang anak perempuan mulai menjadi remaja, ia juga mengalami perubahan pada tubuh. Dapatkah Saudara menyebutkan perubahan-perubahan itu? ........................ Z TUMBUH RAMBUT DI SEKITAR ALAT KELAMIN ATAU KETIAK PAYUDARA MEMBESAR PINGGUL MEMBESAR Ada lagi? A ......... B ............ C GAIRAH SEKS MENINGKAT MULAI HAID JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. ....... D .................... E LAINNYA X LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. (TULISKAN) TIDAK TAHU 203 ....... ........................ Z LIHAT 201 DAN 202 TIDAK ADA KODE 'Z' KEDUANYA YANG DILINGKARI ATAU BERKODE 'Z' 205 SALAH SATU KODE 'Z' DILINGKARI 204 Dari mana Saudara mendapat informasi mengenai perubahan pada tubuh dari anak-anak ke remaja? TEMAN IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B BAPAK Ada lagi? ........................ A ........................ C SAUDARA KANDUNG ............ D KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . G PEMUKA AGAMA ................ H TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . J LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. BUKU/MAJALAH/SURAT KABAR ... K INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L LAINNYA X (TULISKAN) TIDAK ADA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Z 205 Berapa umur Saudara ketika pertama kali mengalami mimpi basah? BELUM PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . UMUR DALAM TAHUN . . . . . . . RP- 8 00 208 NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN 206 Sebelum Saudara mengalami mimpi basah pertama kali, apakah ada seseorang yang berbicara dengan Saudara tentang mimpi basah? 207 KODE Siapa yang berbicara tentang mimpi basah dengan Saudara? YA TERUS KE ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TEMAN 208 ........................ A IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B BAPAK Ada lagi? ........................ C SAUDARA KANDUNG . . . . . . . . . . . . . . D KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . G PEMUKA AGAMA ................ H LAINNYA X (TULISKAN) 208 209 Pada wanita yang sudah haid umumnya, apakah ada masa subur? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Masa subur yang dimaksud di sini ialah antara hari pertama haid dan hari pertama haid berikutnya, dimana ada hari-hari tertentu seorang wanita mempunyai kesempatan lebih besar dari hari-hari lain untuk hamil apabila berhubungan seks. TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Apakah hari-hari tersebut menjelang haid, selama haid, segera setelah haid berakhir, atau di tengah antara dua haid? MENJELANG HAID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK TAHU 2 ........................ 8 SELAMA HAID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SEGERA SETELAH HAID BERAKHIR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 DI TENGAH ANTARA DUA HAID . . . . . 4 LAINNYA 6 (TULISKAN) TIDAK TAHU 210 Apakah seorang wanita dapat hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seksual? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK TAHU 211 Apakah Saudara tahu bagaimana cara menghindari kehamilan? ........................ 8 2 ........................ 8 TIDAK BERHUBUNGAN SEKS . . . . . . . A MENGGUNAKAN METODE KONTRASEPSI . . . . . . . . . . . . . . . . . . B JIKA 'TAHU': Bagaimana caranya? Ada lagi? PANTANG BERKALA . . . . . . . . . . . . . . C SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. MINUM JAMU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA X (TULISKAN) TIDAK TAHU RP- 9 .................... Z 210 NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE Sekarang saya ingin menanyakan tentang keluarga berencana. Ada berbagai macam alat atau cara yang dapat digunakan pasangan untuk menunda atau mencegah kehamilan. 212 Apakah Saudara pernah mendengar (metode)? 01. Sterilisasi Wanita/Tubektomi/MOW Wanita dapat dioperasi agar tidak mempunyai anak lagi. YA .................................. 1 TIDAK YA 02. Sterilisasi Pria/Vasektomi/MOP Pria dapat dioperasi agar tidak mempunyai anak lagi. YA 04. Suntikan/Injeksi Wanita bisa disuntik oleh dokter atau bidan untuk mencegah kehamilan selama satu bulan atau lebih. YA 05. Susuk KB/Implan Wanita dapat diberi dua batang susuk di bawah kulit lengan atas untuk mencegah terjadinya kehamilan selama satu tahun atau lebih. Wanita dapat minum pil setiap hari untuk mencegah kehamilan. 08. Intravag/Diafragma Wanita bisa meletakkan tisu atau diafragma dalam vagina sebelum berhubungan seksual. YA 09. Metode Menyusui Alami/Metode Amenorrhea Laktasi (MAL) Wanita menyusui bayi dengan kondisi : umur bayi kurang dari 6 bulan, bayi hanya diberi ASI saja, dan ibu belum haid kembali. 11. Sanggama Terputus Pria dapat mengeluarkan air maninya di luar vagina ketika berhubungan seksual. YA 12. Kontrasepsi Darurat/Emergency Wanita dapat mencegah kehamilan dengan minum pil khusus dalam tiga hari setelah berhubungan seks. Biasanya cara ini dipakai hanya dalam situasi terpaksa (darurat). YA 13. Cara-cara Lain Apakah Saudara pernah mendegar cara atau alat lain yang dapat dipakai oleh wanita atau pria untuk mencegah kehamilan atau kelahiran? YA ............................... 2 ............................... 2 ............................... 2 ............................... 2 ............................ 1 TIDAK YA 2 .................................. 1 TIDAK 10. Pantang Berkala/Kalender Pasangan sengaja tidak berhubungan seksual pada hari-hari tertentu pada waktu wanita berkemungkinan besar untuk menjadi hamil. ............................... .................................. 1 TIDAK YA 2 .................................. 1 TIDAK YA ............................... .................................. 1 TIDAK 07. Kondom/Karet KB Pria dapat memakai sarung dari karet pada alat kelaminnya selama berhubungan seksual. 2 .................................. 1 TIDAK YA 06. Pil ............................... .................................. 1 TIDAK YA 2 .................................. 1 TIDAK 03. IUD/AKDR/Spiral Wanita bisa dipasangi spiral dalam rahimnya oleh dokter atau bidan. ............................... .......................... 2 .................................. 1 TIDAK ............................... 2 .................................. 1 TIDAK ............................... 2 .................................. 1 TIDAK ............................... 2 .................................. 1 (TULISKAN) (TULISKAN) TIDAK RP- 10 ............................... 2 NO. 213 214 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE LIHAT 212: ADA KODE '1' YANG DILINGKARI TERUS KE TIDAK ADA KODE '1' YANG DILINGKARI Sekarang saya akan menanyakan tentang masa yang akan datang, terutama dalam hal pemakaian alat/cara KB. 217 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Apakah Saudara akan memakai suatu cara KB untuk menunda kehamilan, suatu ketika nanti? 215 216 217 218 TIDAK TAHU Menurut pendapat Saudara, pelayanan KB apa yang perlu tersedia bagi remaja yang belum menikah? - Penyuluhan: Kegiatan yang menjelaskan kesehatan reproduksi dan metode KB? - Konseling: Konsultasi penggunaan alat/cara KB? - Penyediaan: Penyediaan/pemasangan dan pelayanan alat/ cara KB? Sekarang saya akan membacakan beberapa pernyataan mengenai pendapat Saudara tentang penggunaan kondom. Apakah Saudara setuju atau tidak setuju dengan pernyataan ini: TIDAK PENYULUHAN . . . . . . . . . 1 2 KONSELING ......... 1 2 PENYEDIAAN . . . . . . . . . 1 2 SETUJU TIDAK SETUJU TIDAK TAHU 1 2 8 - Kondom dapat mencegah penularan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual lainnya. CEGAH HIV/AIDS DAN IMS ..... 1 2 8 - Kondom dapat dipakai ulang. PAKAI ULANG . . . . . 1 2 8 Sekarang saya ingin membicarakan tentang suatu penyakit yang disebut anemia. Apakah Saudara pernah mendengar anemia? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Menurut Saudara apakah anemia tersebut? Menurut Saudara mengapa seseorang dapat menderita anemia? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 221 YA CEGAH HAMIL . . . . . JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 220 .................... 8 - Kondom dapat digunakan untuk mencegah kehamilan. Ada lagi? 219 2 HAEMOGLOBIN (Hb) RENDAH . . . . . KURANG ZAT BESI . . . . . . . . . . . . . . . . KEKURANGAN SEL DARAH MERAH . . KURANG DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . KURANG VITAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . TEKANAN DARAH RENDAH . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . KURANG MAKAN DAGING, AYAM, IKAN, HATI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . KURANG MAKAN SAYUR-SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN . . . . . . . . . . . . PERDARAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . SEDANG MENDAPAT HAID . . . . . . . . . KURANG MAKAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . PENYAKIT MENULAR . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bagaimana cara mengobati penderita anemia? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. RP- 11 MINUM PIL TAMBAH DARAH . . . . . . . MINUM PIL ZAT BESI . . . . . . . . . . . . . . BANYAK MAKAN DAGING, AYAM, IKAN, HATI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BANYAK MAKAN SAYUR-SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN YANG MENGANDUNG ZAT BESI . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 301 A B C D E F X Z A B C D E F X Z YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 Dapatkan anemia diobati? 216 A B C D X Z 301 BAGIAN 3. PERKAWINAN DAN ANAK Sekarang saya akan menanyakan pendapat Saudara mengenai perkawinan dan anak. NO. 301 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE Pada umur berapa Saudara merencanakan untuk menikah? UMUR DALAM TAHUN . . . . . . . TIDAK AKAN KAWIN TIDAK TAHU 302 Menurut pendapat Saudara, pada umur berapa seorang perempuan sebaiknya menikah? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 UMUR DALAM TAHUN TIDAK TAHU 303 Menurut pendapat Saudara, pada umur berapa seorang laki-laki sebaiknya menikah? UMUR DALAM TAHUN 305 Menurut Saudara apakah pasangan yang akan menikah perlu memeriksakan kesehatannya? Pemeriksaan apa? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 306 Siapakah yang akan menentukan pasangan Saudara ketika Saudara menikah nantinya: Saudara sendiri, orang tua Saudara, keluarga lainnya, atau bersama? Setelah Saudara menikah nanti, berapakah jumlah anak yang Saudara inginkan selama hidup? ..... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 BADAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . DARAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . AIR SENI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A B C X SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 ORANG TUA Z .................... 2 ...................... 4 JUMLAH ANAK ............ LAINNYA 96 (TULISKAN) 308 Dari jumlah tersebut, berapa anak laki-laki, berapa anak perempuan dan berapa anak yang diharapkan tanpa memperhatikan jenis kelamin? LAKILAKI PEREMPUAN APA SAJA JUMLAH 'APA SAJA' ADALAH JUMLAH ANAK YANG DIINGINKAN TANPA PREFERENSI JENIS KELAMIN TERTENTU. LAINNYA 999996 (TULISKAN) 309 Menurut pendapat Saudara, siapa yang seharusnya menentukan banyaknya anak suatu pasangan suami-istri: istri, suami, atau berdua ? ISTRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 SUAMI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 BERDUA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 TIDAK TAHU 310 Menurut Saudara pada umur berapa sebaiknya seorang wanita mempunyai anak pertama kali? ........................ 8 UMUR DALAM TAHUN TIDAK TAHU RP- 12 306 KELUARGA LAINNYA . . . . . . . . . . . . . . 3 BERSAMA 307 ..... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 TIDAK TAHU 304 . . . . . . . . . . . . . . 95 ..... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 309 NO. 311 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Menurut Saudara pada umur berapa sebaiknya seorang laki-laki mempunyai anak pertama kali? UMUR DALAM TAHUN TIDAK TAHU 312 ..... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 Menurut Saudara berapa sebaiknya jarak antara dua kelahiran? BULAN ................ 1 TAHUN ................ 2 TIDAK TAHU 313 TERUS KE Jika seorang wanita hamil, tetapi ia tidak menginginkan kandungannya, menurut Saudara apa yang seharusnya ia lakukan: melahirkan dan merawat sendiri bayinya, melahirkan dan memberikan bayinya kepada orang lain untuk diasuh, menggugurkan kandungannya, atau terserah kepada wanita itu? . . . . . . . . . . . . . . . . . . 998 MELAHIRKAN DAN DIRAWAT SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 MELAHIRKAN DAN DIASUH ..................... ORANG LAIN 2 MENGGUGURKAN . . . . . . . . . . . . . . . . 3 TERSERAH KEPADA WANITA ITU . . . TIDAK TAHU 314 4 ........................ 8 Ada beberapa keadaan yang menyebabkan seorang wanita mungkin mempertimbangkan untuk menggugurkan kandungannya. Menurut Saudara apakah seorang wanita berhak menggugurkan kandungannya karena: TIDAK SETUJU - Kehamilannya membahayakan kesehatan? KESEHATAN . . . . . . - Kehamilannya mengancam jiwa? JIWA - Janin cacat tubuh? JANIN CACAT . . . . . - Hamil akibat pemerkosaan? DIPERKOSA TIDAK SETUJU TAHU 1 2 8 ............ 1 2 8 1 2 8 ..... 1 2 8 - Wanita belum menikah? BELUM NIKAH . . . . . 1 2 8 - Pasangan suami-istri tak mampu merawat anak? TIDAK MAMPU 1 2 8 - Masih sekolah? MASIH SEKOLAH .. 1 2 8 RP- 13 ... BAGIAN 4. PERAN KELUARGA, SEKOLAH, MASYARAKAT DAN MEDIA Sekarang saya ingin menanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan peran keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai sumber informasi tentang kesehatan reproduksi yaitu hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas dan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS, serta hal lain seperti penggunaan obat-obat terlarang dan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya). NO. 401 PERTANYAAN DAN SARINGAN Saya ingin tahu dengan siapa Saudara membicarakan atau menanyakan hal-hal mengenai kesehatan reproduksi. Apakah Saudara pernah membicarakan hal-hal itu dengan: - 402 KODE Teman? Ibu? Bapak? Saudara kandung? Keluarga? Guru? Petugas kesehatan? Pemuka agama? Kalau Saudara ingin tahu lebih jauh mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, pada siapa Saudara akan bertanya? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LIHAT 104: KODE '1' DILINGKARI TOPIK YA TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . SAUDARA KANDUNG . . . KELUARGA . . . . . . . . . . . . GURU . . . . . . . . . . . . . . . . PETUGAS KESEHATAN . . PEMUKA AGAMA . . . . . . . Siapa lagi? 403 TERUS KE TIDAK 1 1 1 1 1 1 1 1 TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAPAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . SAUDARA KANDUNG . . . . . . . . . . . . KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . PEMUKA AGAMA . . . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) TIDAK ADA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 2 2 2 2 2 2 2 A B C D E F G H X Z KODE '2' DLINGKARI 404. Apakah Saudara pernah diberi pelajaran di sekolah tentang (TOPIK)? 406 405. Apakah jenjang sekolah Saudara ketika pertama kali diberi pelajaran di sekolah tentang (TOPIK)? A. Sistem reproduksi manusia. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . DIPLOMA IV/UNIV .............. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 3 4 5 8 B. Cara mengatur kelahiran. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . DIPLOMA IV/UNIV .............. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 3 4 5 8 C. HIV/AIDS. YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . DIPLOMA IV/UNIV .............. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 3 4 5 8 D. Infeksi Menular Seksual lainnya YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . DIPLOMA IV/UNIV .............. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 3 4 5 8 E. NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya) YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . 8 SD/MI/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . . . SMP/MTs/SEDERAJAT . . . . . . . . . . . . SMA/SMK/MA/SEDERAJAT . . . . . . . . AKADEMI/DI/DII/DIII . . . . . . . . . . . . . . DIPLOMA IV/UNIV .............. TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 3 4 5 8 406 RP- 14 NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN 406 Apakah Saudara pernah menghadiri pertemuan masyarakat yang membahas kesehatan reproduksi? 407 KODE Apakah bentuk pertemuan masyarakat yang pernah Saudara hadiri? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 408 409 Apakah Saudara pernah mendengar tentang wadah/tempat bagi remaja untuk memperoleh informasi dan konsultasi mengenai kesehatan reproduksi remaja? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 411 412 Apakah Saudara mengetahui di mana tempat tersebut? Apakah Saudara pernah mengunjungi tempat tersebut? Pelayanan apa saja yang sudah tersedia di tempat tersebut? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 413 YA .......................... TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 KARANG TARUNA . . . . . . . . . . . . . . . . PERKUMPULAN AGAMA . . . . . . . . . BINA KELUARGA REMAJA/BKR ... PENYULUHAN DARI LSM . . . . . . . . . PENYULUHAN PEMERINTAH ..... A B C D E 408 LAINNYA (_______________________) X TULISKAN YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 PIK-KRR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PKRR/PIKER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . YOUTH CENTRE . . . . . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK INGAT/TIDAK TAHU . . . . . . . . . A B C X Z YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 501 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 501 INFORMASI KESPRO . . . . . . . . . . . . . . KONSELING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PEMERIKSAAN KESEHATAN . . . . . . . PENGOBATAN IMS . . . . . . . . . . . . . . . . ALAT/CARA KB ................ LAINNYA (TULISKAN) TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A B C D E X INFORMASI KESPRO . . . . . . . . . . . . . . KONSELING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PEMERIKSAAN KESEHATAN . . . . . . . PENGOBATAN IMS . . . . . . . . . . . . . . . . ALAT/CARA KB ................ LAINNYA (TULISKAN) TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A B C D E X 501 Apa nama wadah tersebut? (TULISKAN) 410 TERUS KE Selain yang sudah tersedia, pelayanan kesehatan reproduksi apa saja yang Saudara inginkan tersedia di tempat tersebut? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. RP- 15 Z Z BAGIAN 5. ROKOK, MINUMAN BERALKOHOL DAN OBAT-OBATAN TERLARANG Sekarang saya akan menanyakan beberapa hal mengenai merokok, minum minuman beralkohol, dan pemakaian obat-obatan terlarang. Seperti telah saya katakan, Saudara dapat menolak untuk menjawab beberapa atau semua pertanyaan. Meskipun demikian, saya harap Saudara akan terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini karena pendapat Saudara sangat penting. Informasi yang Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk studi ilmiah. NO. 501 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Apakah Saudara pernah mencoba merokok? YA TERUS KE ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 502 506 Umur berapa Saudara pertama kali merokok? UMUR DALAM TAHUN ..... TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 503 Umur berapa Saudara mulai merokok secara teratur? UMUR DALAM TAHUN ..... HANYA MENCOBA . . . . . . . . . . . . . . . . 94 504 505 Apakah saat ini Saudara merokok? TIDAK PERNAH TERATUR ....... 95 TIDAK INGAT/TIDAK TAHU ....... 98 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Dalam 24 jam terakhir, berapa batang rokok yang Saudara hisap? BATANG ROKOK 506 ......... JIKA TIDAK MEROKOK, CATAT '00' 506 507 Apakah Saudara saat ini mengkonsumsi tembakau dengan cara lain? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Bagaimana cara Saudara mengkonsumsi tembakau? PIPA/CANGKLONG . . . . . . . . . . . . . . . . A TEMBAKAU KUNYAH . . . . . . . . . . . . . . B TEMBAKAU HIRUP .............. C 508 LINGKARI SEMUA YANG DISEBUTKAN LAINNYA X (TULISKAN) 508 509 510 511 Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang YA lain untuk merokok? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 ............................ 1 Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang YA lain untuk tidak merokok? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Sekarang saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan mengenai minuman beralkohol seperti arak, tuak, bir, dsb. Apakah Saudara pernah minum minuman beralkohol? YA ............................ 1 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Umur berapa Saudara pertama kali minum minuman beralkohol? UMUR DALAM TAHUN ..... TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 512 Dalam tiga bulan terakhir, berapa hari Saudara minum minuman beralkohol? JUMLAH HARI . . . . . . . . . . . . . . JIKA SETIAP HARI : CATAT ‘90’. TIDAK PERNAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95 RP- 16 514 NO. 513 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE Apakah Saudara pernah mabuk karena minum minuman beralkohol? YA 514 Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang lain untuk minum minuman beralkohol? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 515 Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang lain untuk tidak minum minuman beralkohol? YA 516 517 518 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Ada obat-obatan, seperti ganja, putau, shabu-shabu, dsb, yang bisa dikonsumsi untuk bersenang-senang, atau ngehai, ngeflai, ngeboat , berfantasi. YA ............................ 1 Apakah Saudara mengetahui seseorang yang mengkonsumsi obat-obatan seperti itu? TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Apakah Saudara sendiri pernah mencoba mengkonsumsi obatobatan seperti itu? YA Bagaimana cara Saudara memakainya ? DIHISAP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 525 DIHIRUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B Ada lagi? DISUNTIK ...................... C DIMINUM/DITELAN . . . . . . . . . . . . . . . . D JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 519 520 521 X (TULISKAN) LIHAT 518: KODE 'A', 'B', 'D' ATAU 'E' KODE 'C' DILINGKARI DILINGKARI Apakah Saudara pernah nyuntik obat-obatan yang bisa berakibat teler, flai, hai, on ? Umur berapa Saudara pertama kali nyuntik obat-obatan tersebut? YA 525 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 UMUR DALAM TAHUN . . . . . . . TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . 522 523 98 Apakah Saudara nyuntik obat-obatan tersebut dalam 12 bulan terakhir? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Sesering apakah Saudara nyuntik obat-obatan tersebut? SETIAP HARI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 01 BEBERAPA HARI DALAM SEMINGGU SETIAP MINGGU SETIAP BULAN 02 . . . . . . . . . . . . . . . . 03 KURANG DARI SEKALI SEMINGGU . . 04 . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05 KURANG DARI SEKALI SEBULAN LAINNYA . . 06 96 (TULISKAN) 524 Apakah Saudara pernah menggunakan alat suntik yang sama secara bergantian? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 525 Apakah Saudara pernah mengajak/mempengaruhi teman/orang lain untuk menggunakan obat-obatan terlarang? YA Apakah Saudara pernah mengingatkan/mengajak teman/orang lain untuk tidak menggunakan obat-obatan terlarang? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 526 525 RP- 17 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 524 BAGIAN 6. HIV/AIDS NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN 601 Sekarang saya ingin membicarakan hal lain. Apakah Saudara pernah mendengar tentang suatu penyakit yang disebut AIDS? YA Dari mana Saudara mengetahui tentang HIV/AIDS? 601A KODE Ada sumber lain? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TERUS KE ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . SURAT KABAR/MAJALAH . . . . . . . . . SELEBARAN/POSTER . . . . . . . . . . . . PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . PERKUMPULAN KEAGAMAAN . . . . . SEKOLAH/GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . PERTEMUAN MASYARAKAT . . . . . . . TEMAN/KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . TEMPAT KERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) A B C D E F G H I J K X 602 Bisakah seseorang mengurangi kemungkinan tertular virus HIV/AIDS dengan membatasi hubungan seks hanya dengan seorang yang tidak mempunyai pasangan lain? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 603 Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS melalui gigitan nyamuk? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 604 Bisakah seseorang mengurangi kemungkinan tertular virus HIV/AIDS dengan cara memakai kondom setiap melakukan hubungan seks? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 605 Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS dengan cara makan sepiring dengan orang yang sudah terkena virus HIV/AIDS? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 606 Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS karena diguna-guna atau didukuni atau disantet? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 606A Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS karena menggunakan jarum suntik yang sama secara bergantian? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 607 Apakah mungkin seseorang yang penampilannya tampak sehat ternyata ia telah tertular virus HIV/AIDS? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 608 Apakah virus penyebab AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya: - Selama hamil? - Saat melahirkan? - Selama menyusui? 609 Bagaimana cara mengetahui seseorang terinfeksi HIV/AIDS? Ada cara lain? JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG SESUAI. YA SELAMA HAMIL . . . . . 1 SAAT MELAHIRKAN . . 1 SELAMA MENYUSUI . .,1 2 2 2 8 8 8 DENGAN MENGENALI FISIK . . . . . . . A DENGAN MENGENALI PERILAKU ORANG . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B DENGAN TES DARAH . . . . . . . . . . . . . . C LAINNYA TIDAK TAHU RP- 18 TIDAK TT X (TULISKAN) .................... Z 616 NO. 610 610A 611 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Apakah Saudara tahu tentang adanya tes HIV/AIDS secara sukarela yang didahului dengan konseling yang dikenal dengan VCT yaitu Voluntary Counseling and Testing ? YA Apakah Saudara mengetahui dimana memperoleh pelayanan VCT? Dimana? Ada lagi? JIKA TIDAK DAPAT MENENTUKAN APAKAH RUMAH SAKIT ATAU KLINIK DIKELOLA OLEH PEMERINTAH ATAU SWASTA, TULISKAN NAMANYA. (NAMA TEMPAT) JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG SESUAI. TERUS KE ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 612 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 612 PEMERINTAH: RUMAH SAKIT . . . . . . . . . . . . . . . . . . PUSKESMAS/PUSTU . . . . . . . . . . . . KLINIK UMUM . . . . . . . . . . . . . . . . . . KLINIK KHUSUS VCT . . . . . . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) SWASTA: RUMAH SAKIT . . . . . . . . . . . . . . . . . . KLINIK UMUM . . . . . . . . . . . . . . . . . . KLINIK KHUSUS VCT . . . . . . . . . . . . DOKTER PRAKTEK . . . . . . . . . . . . BIDAN/PERAWAT . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) LAINNYA A B C D E F G H I J K X (TULISKAN) 612 Apakah Saudara akan membeli sayuran segar dari petani atau penjual yang Saudara ketahui terinfeksi HIV/AIDS? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 613 Jika salah satu anggota keluarga tertular virus HIV/AIDS, apakah Saudara akan merahasiakannya? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 1 2 8 614 Jika salah satu anggota keluarga Saudara menderita AIDS, apakah Saudara bersedia merawatnya di rumah Saudara? YA 615 Jika seorang guru wanita diketahui tertular virus HIV/AIDS tapi tidak kelihatan sakit, menurut pendapat Saudara apakah ia sebaiknya diperbolehkan tetap mengajar di sekolah? 616 LIHAT 601: KODE '1' DILINGKARI Selain AIDS, apakah Saudara pernah mendengar infeksi lain yang dapat ditularkan KODE '2' DILINGKARI Apakah Saudara pernah mendengar infeksi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual ? melalui hubungan seksual? RP- 19 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 8 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TT/TIDAK YAKIN/TERGANTUNG . . . . . 1 2 8 YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 701 NO. 617 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Infeksi apa yang Saudara ketahui? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TERUS KE SIPHILIS/RAJA SINGA . . . . . . . . . . . . . . GONORRHEA/KENCING NANAH . . . . . KONDILOMA AKUMINATA . . . . . . . . . CHANROID . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . CLAMYDIA/KLAMIDIA . . . . . . . . . . . . . . KANDIDIASIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . HERPES GENITAL . . . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA A B C D E F G X (TULISKAN) 618 Dari manakah Saudara memperoleh informasi tentang infeksi menular seksual (IMS)? RADIO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A TELEVISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B SURAT KABAR/MAJALAH Ada lagi? SELEBARAN/POSTER ......... C ............ D PETUGAS KESEHATAN . . . . . . . . . . . . E PERKUMPULAN KEAGAMAAN ..... F SEKOLAH/GURU . . . . . . . . . . . . . . . . . . G PERTEMUAN MASYARAKAT . . . . . . . H JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. TEMAN/KELUARGA .............. I LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. TEMPAT KERJA . . . . . . . . . . . . . . . . . . J INTERNET . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . K LAINNYA X (TULISKAN) 619 Jika seorang laki-laki tertular infeksi menular seksual (IMS), apakah gejala-gejalanya? NYERI PERUT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A NANAH KELUAR DARI ALAT KELAMIN (KENCING NANAH) . . . . . B CAIRAN BAU KELUAR DARI ALAT KELAMIN Ada lagi? ................ C RASA NYERI/PANAS PADA SALURAN KENCING ............ D KEMERAHAN / RADANG PADA ALAT KELAMIN ................ E BENGKAK PADA ALAT KELAMIN JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP KODE GEJALA YANG DISEBUT. ... F LUKA / BISUL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . G KUTIL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . H GATAL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . I KENCING DARAH ................ J BERAT BADAN TURUN . . . . . . . . . . . . K IMPOTEN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L LAINNYA X (TULISKAN) TIDAK BERGEJALA / TAMPAK TIDAK TAHU RP- 20 ..... Y .................... Z NO. 620 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Jika seorang perempuan tertular infeksi menular seksual (IMS), apakah gejala-gejalanya? TERUS KE NYERI PERUT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A KEPUTIHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B KEPUTIHAN YANG BERBAU . . . . . . . C RASA NYERI/PANAS PADA Ada lagi? SALURAN KENCING ............ D KEMERAHAN / RADANG PADA ALAT KELAMIN ................ E BENGKAK PADA ALAT KELAMIN JAWABAN JANGAN DIBACAKAN DAN LINGKARI SETIAP KODE GEJALA YANG DISEBUT. ... F LUKA / BISUL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . G KUTIL PADA ALAT KELAMIN . . . . . . . H GATAL PADA ALAT KELAMIN I KENCING DARAH ..... ................ J BERAT BADAN TURUN . . . . . . . . . . . . K SULIT HAMIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . L LAINNYA X (TULISKAN) TIDAK BERGEJALA / TAMPAK TIDAK TAHU RP- 21 ...... Y ................... Z BAGIAN 7. PACARAN DAN PERILAKU SEKSUAL Sekarang saya akan menanyakan beberapa pertanyaan berhubungan dengan seksualitas. Kita Ingin mengetahui apakah orang muda seusia Saudara aktif secara seksual. Informasi yang Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk studi ilmiah. NO. 701 702 703 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Apakah Saudara sekarang mempunyai pacar? YA Apakah Saudara pernah punya pacar? TERUS KE ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 2 703 705 Berapa umur Saudara ketika pertama kali punya pacar? UMUR DALAM TAHUN . . . . . . . TIDAK TAHU 704 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 Dalam berpacaran, pada saat berduaan dengan pasangan (pacar yang sekarang ataupun yang sebelumnya), untuk mengungkapkan rasa kasih sayang atau sekedar mencoba ataupun ingin tahu, apakah Saudara pernah: - Berpegangan tangan atau jemari? - Berciuman bibir? - Meraba (diraba)/merangsang (dirangsang) bagian tubuh lain yang sensitif seperti sekitar alat kelamin, payudara, paha dll? YA TIDAK PEGANG TANGAN . . . . . . . 1 CIUM BIBIR . . . . . . . . . . . . . . 1 2 2 MERANGSANG 2 ......... 1 JIKA RESPONDEN MERASA TIDAK NYAMAN DENGAN PERTANYAAN INI, KATAKAN BAHWA PERTANYAAN INI MEMANG SENSITIF TAPI SANGAT PENTING UNTUK MENDAPATKAN INFORMASI YANG AKURAT. YAKINKAN SEKALI LAGI BAHWA KERAHASIAAN INFORMASI INI TERJAMIN. 705 Apakah Saudara pernah melakukan hubungan seksual? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU 706 Apa alasan utama Saudara melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya? .................... 8 TERJADI BEGITU SAJA . . . . . . . . . . . . 01 PENASARAN/INGIN TAHU . . . . . . . . . 02 DIPAKSA OLEH PASANGAN . . . . . . . 03 MEMERLUKAN UANG UNTUK HIDUP/SEKOLAH . . . . . . . . . . . . . . . . 04 INGIN MENIKAH . . . . . . . . . . . . . . . . . . 05 JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. IKUTAN TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . 06 LAINNYA 96 (TULISKAN) TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 707 Di mana Saudara melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya? DI RUMAH SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . 01 DI RUMAH PASANGAN . . . . . . . . . . . . 02 HOTEL/MOTEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . 03 TEMPAT KOST . . . . . . . . . . . . . . . . . . 04 TEMPAT PELACURAN . . . . . . . . . . . . . . 05 JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. KENDARAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 06 LAINNYA 96 (TULISKAN) TIDAK INGAT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98 708 Umur berapa Saudara ketika pertama kali melakukan hubungan seksual? UMUR DALAM TAHUN . . . . . . . TIDAK TAHU RP- 22 .................. 98 715 NO. 709 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Dengan siapa Saudara melakukan hubungan seksual yang pertama kali? JANGAN MEMBACAKAN ALTERNATIF JAWABAN. 710 711 Pada waktu pertama kali melakukan hubungan seksual tersebut, apakah Saudara atau pasangan memakai pencegah kehamilan/alat/cara KB untuk mencegah kehamilan? Pencegah kehamilan/alat/cara KB apa yang Saudara atau pasangan Saudara pakai? TERUS KE TEMAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PACAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . IBU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PELACUR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LAINNYA (TULISKAN) 01 02 03 04 05 96 YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU/TIDAK INGAT . . . . . . . . . 8 KONDOM 712 ...................... A PIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B DIAFRAGMA/INTRAVAG . . . . . . . . . . . . C SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . D Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LAINNYA LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 712 X (TULISKAN) Kapan Saudara melakukan hubungan seksual terakhir kali? HARI LALU . . . . . . . . . . . . . . 1 MINGGU LALU . . . . . . . . . . . . 2 BULAN LALU . . . . . . . . . . . . 3 TAHUN LALU . . . . . . . . . . . . 4 713 714 Saat terakhir kali Saudara melakukan hubungan seksual, apakah Saudara atau pasangan memakai pencegah kehamilan/alat kontrasepsi/alat KB untuk mencegah kehamilan? Pencegah kehamilan/alat kontrasepsi/alat KB apa yang Saudara atau pasangan Saudara pakai? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN . LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 715 Apakah Saudara mempunyai teman yang sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU/TIDAK INGAT . . . . . . . . . 8 KONDOM . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . PIL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . DIAFRAGMA/INTRAVAG . . . . . . . . . . . . SANGGAMA TERPUTUS . . . . . . . . . . . . PANTANG BERKALA/KALENDER . . . LAINNYA (TULISKAN) A B C D E X YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU 716 717 Karena Saudara mempunyai teman yang sudah melakukan hubungan seksual, apakah Saudara merasakan semacam dorongan atau pengaruh untuk melakukan hubungan seksual? YA .................... 8 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU .................... 8 Apakah Saudara setuju atau tidak setuju dengan pernyataan berikut: - Setuju bila seorang pria mempunyai banyak pasangan/pacar pada waktu bersamaan LAKI-LAKI - Setuju bila seorang wanita mempunyai banyak pasangan/ pacar pada waktu bersamaan PEREMPUAN RP- 23 BANYAK PACAR . . . . . BANYAK PACAR . . . . . YA TDK TT 1 2 8 1 2 8 715 717 NO. 718 719 720 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE Apakah Saudara setuju jika seorang wanita melakukan hubungan seksual sebelum menikah? Apakah Saudara setuju jika seorang pria melakukan hubungan seksual sebelum menikah? SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Kedua belah pihak sama-sama senang melakukan hubungan. Keduanya saling mencintai. Keduanya merencanakan untuk menikah. Wanita sudah dewasa dan sadar terhadap akibat-akibat yang akan timbul. - Ingin menunjukkan rasa cinta. 1 TIDAK SETUJU .................. 2 TERGANTUNG .................. 8 SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK SETUJU .................. 2 TERGANTUNG .................. 8 Apakah Saudara setuju seseorang melakukan hubungan seksual sebelum menikah, jika: - TERUS KE SETUJU TIDAK SETUJU SUKA-SAMA SUKA ... SALING CINTA . . . . . . . AKAN MENIKAH . . . . . . . 1 1 1 2 2 2 WANITA DEWASA . . . . . TUNJUKKAN CINTA . . . 1 1 2 2 Apakah Saudara sangat setuju, setuju, atau tidak setuju dengan pendapat bahwa mempertahankan keperawanan sebelum menikah penting bagi wanita? SANGAT SETUJU 722 Menurut pendapat Saudara apakah laki-laki pada umumnya masih menganggap penting keperawanan bagi wanita? YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 723 LIHAT 705: 721 'TIDAK'/ ................ 1 SETUJU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . TIDAK SETUJU 2 .................. 3 'YA' 725 'TIDAK TAHU' 724 Jika Saudara belum pernah melakukan hubungan seksual, apakah Saudara sudah punya niat ingin melakukannya? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TERGANTUNG 725 726 727 Apakah Saudara pernah menganjurkan teman/orang lain untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Apakah Saudara pernah mengingatkan teman/orang lain untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 LIHAT 705: KODE '1' DILINGKARI 728 729 .................. 8 KODE '2' ATAU '8' DILINGKARI Adakalanya seorang wanita hamil pada waktu sebenarnya ia tidak ingin hamil. Apakah Saudara pernah punya pasangan yang hamil tetapi sebenarnya Saudara tidak menginginkan kehamilan tersebut? Berapa kali terjadi kehamilan yang tidak diinginkan tersebut? RP- 24 YA 734 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 SEKALI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 BEBERAPA KALI ................ 2 734 NO. 730 PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE TERUS KE LIHAT 729: KODE '1' KODE '2' DILINGKARI DILINGKARI MENERUSKAN KEHAMILAN ....... 1 BERUSAHA MENGGUGURKAN Ketika kehamilan yang tidak diinginkan tersebut terjadi, apa yang Saudara lakukan terhadap kehamilan itu? Ketika kehamilan yang tidak diinginkan tersebut terjadi, apa yang Saudara lakukan terhadap kehamilan yang terakhir? KANDUNGAN TETAPI GAGAL MENGGUGURKAN KANDUNGAN 2 ... 3 732 KEGUGURAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 LAINNYA 6 (TULISKAN) TIDAK TAHU 731 ... Apa yang Saudara lakukan dengan bayi tersebut? .................... 8 734 DIASUH SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 DIASUH ORANG LAIN . . . . . . . . . . . . . . 2 LAINNYA 6 (TULISKAN) TIDAK TAHU 732 733 .................... 8 LIHAT 730: KODE '2' ATAU '3' KODE '1' DILINGKARI DILINGKARI Siapa yang membantu Saudara menggugurkan kandungan atau berusaha menggugurkan kandungan tersebut? 734 DOKTER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A BIDAN/PERAWAT DUKUN ................ B ........................ C Ada lagi? APOTEKER . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . D JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN . SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. LAINNYA TEMAN/KELUARGA . . . . . . . . . . . . . . . . E X (TULISKAN) TIDAK TAHU 734 735 736 737 738 .................... Z Tahukah Saudara ada seseorang remaja belum menikah yang Saudara kenal secara pribadi, yang berusaha mencoba menggugurkan kandungannya atau yang telah menggugurkan kandungannya? YA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Apakah Saudara pernah menganjurkan teman/orang lain untuk menggugurkan kandungannya? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Apakah Saudara pernah mengingatkan teman/orang lain untuk tidak menggugurkan kandungannya? YA ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 LIHAT 705: KODE '1' DILINGKARI KODE '2' DAN '3' DILINGKARI 745 KODE '1' DILINGKARI KODE '2' DILINGKARI 741 LIHAT 616: RP- 25 NO. PERTANYAAN DAN SARINGAN KODE 739 Sekarang saya akan menanyakan beberapa pertanyaan mengenai kesehatan Saudara dalam 12 bulan terakhir. Selama 12 bulan terakhir, apakah Saudara pernah mendapat penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual? 741 Kadangkala pria mempunyai luka/sakit atau bisul di daerah alat kelaminnya. Selama 12 bulan terakhir, apakah Saudara mempunyai luka/ sakit atau bisul di daerah alat kelamin? 742 744 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 YA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 TIDAK TAHU . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 LIHAT 739,741: PERNAH MENGALAMI INFEKSI (ADA KODE 'YA') 743 TIDAK PERNAH MENGALAMI INFEKSI ATAU TIDAK TAHU Beberapa waktu lalu Saudara pernah mengalami infeksi (MASALAH DARI 739,740,741), apakah Saudara mencari nasehat atau pengobatan? YA Kemana Saudara pergi? Ada lagi? JANGAN MEMBACAKAN JAWABAN. LINGKARI SETIAP KODE JAWABAN YANG DISEBUT. 745 ............................ 1 TIDAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 DIOBATI SENDIRI . . . . . . . . . . . . . . . . PUSKESMAS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . RUMAH SAKIT/KLINIK . . . . . . . . . . . . . . DOKTER PRAKTEK . . . . . . . . . . . . . . BIDAN PRAKTEK . . . . . . . . . . . . . . . . TOKO OBAT/APOTEK . . . . . . . . . . . . . . DUKUN / 'ORANG PINTAR' . . . . . . . . . TEMAN/SAUDARA . . . . . . . . . . . . . . . . A B C D E F G H LAINNYA X (TULISKAN) 745 TERUS KE CATAT WAKTU JAM MENIT RP- 26 .................... ............ ..... 745 CATATAN PEWAWANCARA CATATAN PENGAWAS / EDITOR NAMA PENGAWAS: TANGGAL: RP- 27