BAB II TINJAUAN TEORI A. TINJAUAN TEORI Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk – bentuk perilaku instinktif (species – specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diverensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama. Kurt Lewin (1951, dalam buku Azwar, 2009, p.10) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks. 9 10 Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu : A. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. B. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. C. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma – norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan – keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma – norma subjektif dan pada control perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2009, pp.10-12). Menurut Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2003, pp.164166) menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku 11 (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya. Faktor – faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana - sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat – obatan, alat – alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009, p.134). 12 Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu (Maryati, 2009, p.146): a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion). 1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas. 2) Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan. 3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana. b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection). 1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit – penyakit tertentu. 2) Isolasi terhadap penyakit menular. 3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat – tempat umum dan ditempat kerja. 4) Perlindungan terhadap bahan – bahan yang bersifat karsinogenik, bahan – bahan racun maupun alergi. c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and Promotion). 1) Mencari kasus sedini mungkin. 2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin. 13 3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC, kanker serviks. 4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita. 5) Mencari orang – orang yang pernah berhubungan dengan penderita berpenyakit menular. 6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus. d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation) 1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi. 2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan. 3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif. e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation) 1) Mengembangkan lembaga – lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan masyarakat. 2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan. 3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri. 4) Penyuluhan dan usaha – usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit. 14 Karakteristik Wanita Pekerja Seks a. Umur Umur adalah bilangan tahun terhitung sejak lahir sampai dengan tahun terakhir seseorang melakukan aktifitas. Umur seseorang demikian besarnya dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku. Semakin lanjut umurnya semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral dan lebih berbakti dari pada usia muda (Notoatmodjo, 2003, p.82). Menurut Hidayat (2003, p.21) umur yaitu usia individu yang dihitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Tahapan masa remaja sampai dewasa tua yaitu remaja (12 – 18 tahun), dewasa muda (18 – 35 tahun), dewasa tengah (35 – 60 tahun) (Ahmadi, 2005, p.78). b. Pendidikan 1) Definisi Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Notoatmodjo, 2003, p.16). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana 15 belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007, p.108) pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang. Usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses dan cara. 2) Menurut UU RI no 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya jalur pendidikan terdiri dari : a) Pendidikan Dasar : - SD / MI - SMP / MTS b) Pendidikan Menengah : - SMU dan Kejuruan - Madrasah Aliyah c) Pendidikan Tinggi : - Akademi - Institut - Sekolah Tinggi - Universitas Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita karena tingkat pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita yang lulus dari 16 perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan mampu berperilaku hidup sehat bila dibandingkan dengan seorang wanita yang memiliki pendidikan rendah. Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka ia semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri. Semakin tinggi pendidikan wanita akan mudah menerima hal – hal yang baru dan mudah menyesuaikan diri dengan masalah – masalah baru (Widyastuti, 2009, p.161). Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perlaku yang didasari pengetahuan yang umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2000). Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyektifitas tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003, p.108). Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (2005) pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses belajar. 17 Pengetahuan adalah segala sesuatu yang telah diketahui. Adapun cara mengetahui sesuatu dapat dilakukan dengan cara mendengar, melihat, merasa dan sebagainya (Saebani, 2008, p.2). b. Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007, pp.144-146) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan antara lain : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dari sebuah bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang mewakili adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, mengatakan dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Kata kerja operasional yang mewakili adalah menyimpulkan, menjelaskan, meramalkan dan sebagainya. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondiai 18 real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pungguna hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Kata kerja operasional yang mewakili adalah mendemonstrasikan, menghubungkan, membuktikan dan lain – lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen – komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kata kerja operasional yang mewakili adalah memisahkan, membedakan, mengelompokan dan sebagainya. 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Kata kerja operasional yang mewakili adalah mengkatagorikan, mengkombinasikan, menyusun, merangkaikan dan lain-lain. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian – penilaian ini didasarkan pada satu kriteria yang 19 ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Kata kerja operasional yang mewakili memperbandingkan, membahas, memberikan argumen. c. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007, p.124) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu : 1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kriteria dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dipendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. 2) Mass media informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam – macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, 20 surat kabar, majalah dan lain – lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. 3) Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang – orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan sesuatu. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. 4) Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu baik lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada di lingkungan tersebut. 5) Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran. d. Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005, pp.11-18) ada 2 cara untuk memperoleh pengetahuan yaitu : 21 1) Cara tradisional Cara tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain : a) Cara coba – coba (trial and error) Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. b) Cara kekuasaan (otoritas) Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu agama. Dari sejarah kita ketahui dan kita pelajari bahwa kekuasaan pada zaman dulu adalah mutlak sehingga apapun yang keluar dari mulut raja adalah kebenaran yang mutlak dan harus diterima oleh masyarakat atau rakyatnya. c) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara mengulang kembali 22 pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu. Oleh sebab itu pengalaman pribadipun digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. d) Melalui jalan pikiran Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. 2) Cara modern (Ilmiah) Cara baru modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan - pencatatan terhadap semua fakta sebelumnya dengan obyek penelitian. Infeksi Menular Seksual ( IMS ) a. Definisi Infeksi menular seksual (IMS) merupakan salah satu infeksi saluran kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual dengan pasangan yang berganti – ganti baik secara vaginal, anal maupun oral.. Kuman penyebab infeksi dapat berupa jamur, virus dan parasit. Perempuan lebih mudah terkena IMS dibandingkan laki – laki karena saluran reproduksi perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing. 23 Infeksi menular seksual pada perempuan juga sering tidak dikerahui karena gejalanya kurang jelas dibandingkan dengan laki – laki. Pada perempuan IMS dapat menyebabkan kehamilan di luar kandungan, kemadulan, kanker leher rahim, kelainan pada janin / bayi dapat menyebabkan BBLR dan prematur (Widyastuti, 2009, pp.38-39). Infeksi menular seksual adalah penyakit menular melalui hubungan seksual. Akan tetapi, terdapat beberapa jenis yang menular melalui pemakaian jarum suntik secara bersama – sama. Penyakit ini ditularkan melalui lendir darah dan cairan tubuh (Suryoprajogo, 2009, p, 138). Secara garis besar IMS dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu IMS yang memberi gejala klinis berupa keluarnya duh tubuh (cairan) dari alat kelamin contohnya penyakit gonore, IMS yang memberi gejala klinis berupa luka di alat kelamin contohnya chancroid, sifilis dan herpes genetalis, IMS dengan gejala klinis berupa benjolan atau tumor contohnya penyakit kondiloma akuminata dan IMS yang tidak memberi gejala pada tahap permulaan contohnya penyakit hepatitis B dan infeksi HIV/AIDS (Daili, 2004, p.251). Infeksi menular seksual menular lewat kegiatan seksual memang kebanyakan dari penyakit ini dapat disembuhkan. Namun ironisnya banyak sekali korban IMS yang tidak dapat terselamatkan, lebih parahnya kebanyakan adalah generasi muda. 24 Terkadang IMS tidak menunjukan gejala – gejala apapun. IMS dapat bersifat simptomatik (tidak memiliki gejala) baik pria maupun wanita. Beberapa IMS ada yang baru menunjukkan gejalanya setelah berhari – hari, berminggu – minggu bahkan bertahun – tahun (Andira, 2010, pp.101-102). b. Jenis IMS Jenis – jenis IMS diantaranya (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2009) antara lain gonore, sifilis, clamidia, herpes genetalis, trikomonas vaginitis, condyloma acuminata, candidiasis, HIV/AIDS, vaginitis bacterial dan chancroid. c. Gejala IMS Menurut UNAIDS dan WHO 2000, gejala – gejala umum IMS sebagai berikut : Tabel 2.1 Gejala IMS Gejala Luka Cairan normal tidak Sakit pada saat buang air kecil Perubahan warna kulit Tonjolan seperti jengger ayam Sakit pada bagian bawah perut Perempuan Laki-laki Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin, anus, mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil – kecil, diikuti luka yang sangat sakit disekitar alat kelamin. Cairan dari vagina bisa gatal, Cairan bening atau berwarna, kekuningan, kehijauan, berasal dari pembukaan berbau atau berlendir. Duh kepala penis tubuh bisa juga keluar dari anus PMS pada wanita biasanya Rasa terbakar atau rasa sakit tidak menyebabkan sakit atau selama atau setelah urination burning urination terkadang diikuti dengan duh tubuh dari penis Terutama di bagian telapak tangan atau kaki. Perubahan biasanya menyebar ke seluruh bagian tubuh Tumbuh tonjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin Bagian bawah perut terasa nyeri 25 Kemerahan Kemerahan di sekitar alat kelamin atau diantara kaki Kemerahan pada sekitar alat kelamin, kemerahan dan sakit di kantong zakar Menurut Suryoprajogo (2009, p.139) tanda dan gejala IMS antara lain : 1) Keluar lendir yang berbau busuk dari vagina atau saluran kencing. 2) Ulkus di mulut atau alat kelamin. 3) Gatal pada daerah kemaluan. 4) Sakit di bagian bawah abdomen. 5) Bengkak pada pangkal paha. Menurut Widyastuti (2009, pp.41-44) penyakit kelamin dan gejalanya yaitu sebagai berikut : 1) Gonore Penyebabnya : Nisseria Gonnoreae Gejala pada wanita : a. Keputihan kental berwarna kekuningan b. Rasa nyeri di rongga panggul c. Dapat juga tanpa gejala Gejala pada laki – laki : a. Rasa nyeri pada saat kencing b. Keluarnya nanah kental kuning kehijauan c. Ujung penis agak merah dan bengkak 2) Sifilis Penyebabnya : Kuman Treponema Pallidum Gejala : a. Luka pada kemaluan tanpa nyeri 26 b. Bintil, bercak merah pada tubuh c. Kelainan saraf, jantung, pembuluh darah 3) Klamidia Penyebabnya : Clamidia Trachomatis Gejala : a. Keputihan encer berwarna putih kekuningan b. Nyeri di rongga panggul c. Perdarahan setelah hubungan seksual 4) Herpes Genetalis Penyebabnya : Virus Herpes Genetalis Gejala : a. Bintil – bintil berair dan nyeri pada kemaluan b. Luka akibat pecahnya bintil – bintil c. Dapat muncul lagi seperti gejala awal karena stres, haid, makan/ minuman berakohol, hubungan seks berlebihan 5) Trikomonas Vaginitis Penyebabnya : Semacam Protozoa Gejala : a. Keputihan encer, berwarna kekuning – kuningan, berbusa dan berbau busuk b.Vulva agak membengkak, kemerahan, gatal dan menggangu 6) Kondiloma Akuminata Penyebabnya : Virus Human Papilloma Gejala : Timbulnya kutil disekitar kemaluan yang dapat membesar dan dapat menyebabkan kanker mulut rahim 27 7) Kandidiasis Penyebabnya : Kandida Albicans Gejalanya : Keputihan yang banyak 8) HIV/AIDS Penyebabnya : Virus HIV Gejalanya : Sering menampakan gejalanya sampai bertahun – tahun (5 – 10 tahun) yaitu penurunan daya tahan tubuh 9) Chancroid Penyebab : Bakteri Haemopillus Ducreyi Gejala : a. Luka dan nyeri tanpa radang jelas b. Benjolan mudah pecah dilipatan paha disertai sakit d. Cara Penularan IMS Cara penularan IMS termasuk HIV/AIDS sebagai berikut (Widyastuti, 2009, p.40) : 1) Hubungan seksual penetratik yang tidak terlindungi , baik melalui vagina, anus maupun oral. Cara ini merupakan paling utama (lebih dari 90%). 2) Penularan dari ibu kejanin selama kehamilan (HIV/AIDS, klamidia, ghonore), pada persalinan dan sesudah bayi lahir. 3) Melalui transfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah. 4) Tidak memakai kondom saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berisiko. 28 5) Pemakaian jarum suntik secara bersama – sama secara bergantian misalnya pada penderita ketergantungan narkotika. e. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penularan IMS Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penularan IMS dimasyarakat antara lain (Daili, 2004, p. 4) : 1) Faktor dasar : A. Adanya penularan penyakit B. Berganti – ganti pasangan seksual 2) Faktor medis A. Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatik B. Pengobatan modern C. Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif sehingga risiko resistensi tinggi dan apabila disalahgunakan akan meningkatkan risiko penyebaran infeksi 3) Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS. 4) Faktor sosial a) Mobilitas penduduk b) Prostitusi c) Waktu yana santai d) Kebebasan individu 29 e) Ketidaktahuan f. Perilaku Berisiko Terhadap Penularan Menurut Depkes RI (2000) perilaku yang dapat mempermudah penularan IMS antara lain : a) Berhubungan seks tidak aman (tanpa menggunakan kondom) b) Ganti – ganti pasangan seks c) Prostitusi d) Melakukan hubungan seks secara anal Perilaku yang memudahkan seseorang tertular IMS, termasuk HIV/AIDS adalah (Widyastuti, 2009, pp.40-41) yaitu : 1) Sering berganti – ganti pasangan seksual / mempunyai lebih dari satu pasangan seksual, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal / WTS. 2) Mempunyai pasangan seksual yang mempunyai pasangan seksual lainnya. 3) Terus melakukan hubungan seksual walaupun mempunnyai keluhan IMS dan tidak diberitahukan kepada pasangannya tentang hal tersebut. 4) Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual dengan pasangan yang berisiko. 5) Pemakaian jarum suntik secara bersama – sama secara bergantian misalnya pada penderita ketergantungan narkotika atau kelalaian petugas kesehatan dalam menjaga sterilitas alat suntik 30 g. Akibat dari IMS IMS jika dibiarkan saja tanpa ditangani, IMS dapat menghancurkan orang yang terinfeksi seperti (UNAIDS dan WHO, 2005) : 1) Kemandulan baik pria atau wanita 2) Kanker leher rahim pada wanita 3) Kehamilan di luar rahim 4) Infeksi yang menyebar 5) Bayi lahir dengan kelahiran yang tidak seharusnya seperti lahir sebelum cukup umur, BBLR atau terinfeksi IMS Pada perempuan infeksi menular seksual dapat menyebabkan antara lain (Widyastuti, 2009, pp.38-39) : 1) Kehamilan diluar kandungan 2) Kemandulan 3) Kanker leher rahim 4) Kelainan pada janin/ bayi misalnya bayi berat lahir rendah (BBLR), infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati dan bayi lahir belum cukup umur Akibat yang ditimbulkan dari IMS yaitu (Suryoprajogo, p.139) 1) Penyakit radang pelvis 2) Kandungan di luar rahim 3) Kanker servik 4) Menularkan kepada bayi semasa proses kelahiran 31 5) Keguguran, kematian janin dan kecacatan pada bayi baru lahir 6) Kematian h. Upaya Pencegahan IMS Upaya yang dilakukan sebagai berikut (Yani Widyastuti, 2009, p. 40) yaitu : 1) Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan setia 2) Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual 3) Bila terinfeksi IMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual 4) Menghindari hubungan seksual bila ada gejala IMS seperti borok pada alat kelamin / keluarnya duh (cairan) dari alat kelamin Upaya pencegahan infeksi menular seksual ada 3 antara lain (Emilia, 2008, pp.7-8) : 1) Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan pada masing – masing individu sebelum menderita sakit. Upaya yang dilakukan ialah: a) Promosi kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan. b) Perlindungan khusus (Specific protection) yaitu perlindungan spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu misalnya melakukan imunisasi, penggunaan kondom dalam melayani pelanggan. 32 2) Pencegahan Sekunder Pencegahan dilakukan pada masa individu yang mulai sakit. Upaya yang dilakukan ialah : a) Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early diagnosis and promptreatment) yang ditujukan untuk mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi serta cacat misalnya melakukan tes skrinning secara teratur. b) Pembatasan kecacatan (Disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi harus diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan misalnya pengobatan secara rutin. 3) Pencegahan Tersier Pencegahan tersier meliputi rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial. Wanita Pekerja Seks (WPS) a. Definisi Wanita Pekerja Seks (WPS) istilah yang akhir – akhir ini sering muncul, walaupun tidak semua orang familier mendengar. Istilah wanita penjaja seks adalah istilah baru yang mengandung pengertian 33 sama dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila maupun pelacur. Istilah wanita penjaja seks saat ini sering dipakai oleh para pakar, praktisi, dinas kesehatan, aktifis perempuan dan HIV/AIDS untuk mengganti istilah pelacur, dengan pertimbangan istilah ini terasa lebih halus dan terkesan tidak memojokan pekerjaan mereka sebagai pelacur (Koentjoro, 2004). PSK / WPS adalah umumnya wanita (ada juga pria) yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja atau banyak laki – laki yang membutuhkan pemuas hubungan seksual dengan bayaran. Sedangkan pelacuran atau prostitusi adalah peristiwa penyerahan tubuh oleh wanita kepada laki – laki (lebih dari satu orang) dengan imbalan pembayaran untuk disetubuhi sebagai pemuas nafsu seks si pembayar yang dilakukan diluar pernikahan (Wartono, 2000). Pekerja Seks Komersial (PSK) atau wanita tuna susila atau disebut juga pelacur adalah perempuan yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul (Romauli, 2009, p.70). Pekerja seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana seorang perempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk mendapatkan uang. Saat ini tingkat kemoralan bangsa Indonesia semakin terpuruk, hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pekerja seks komersial. Akibatnya semakin banyak ditemukan penyakit menular seksual. Profesi sebagai pekerja seks komersial dengan penyakit menular seksual merupakan satu lingkaran setan. Biasanya 34 penyakit menular seksual ini sebagian besar diidap oleh wanita pekerja seks, dimana dalam ’’menjajakan’’ dirinya terhadap pasangan kencan berganti – ganti tanpa menggunakan pengaman seperti kondom (Widyastuti, 2009, p.115). Hubungan seksual yang dilakukan PSK biasanya berupa hubungan seksual genito genital (penis vagina) tetapi pelayanan orogenital (penis dimasukkan ke mulut) juga dilakukan dikalangan para PSK. Selain itu dalam jumlah terbatas juga ada yang melakukan hubungan onogenital (seks anal). Biasanya mereka sering disukai oleh pelanggan sekalipun yang bersangkutan sedang menstruasi tetap saja dapat melakukan hubungan seksual dengan cara bukan vaginal. (Koentjoro, 2004). Sedangkan pelacuran atau prostitusi adalah peristiwa penjualan diri dengan jalan menjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu dengan imbalan atau bayaran. Dalam kegiatan pelacuran dikenal adanya mucikari yaitu laki – laki atau wanita yang mata pencahariannya baik sambilan maupun sepenuhnya, menyediakan, mengadakan atau turut serta mengadakan, membiayai, memimpin serta mengatur tempat pelacuran. Tugas dari germo pada hakekatnya adalah mempertemukan PSK dengan lelaki yang akan menyetubuhinya (Romauli, 2009, p.70). 35 b. Faktor Penyebab Berlangsungnya perubahan – perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik – konflik eksternal dan internal juga diorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi, sehngga memudahkan individu menyimpang dari pola – pola umum yang berlaku. Beberapa faktor penyebab timbulnya pelacur antara lain (Romauli, 2009, pp.71-72) : 1) Tidak adanya undang – undang yang melarang pelacur, juga tidak adanya larangan – larangan terhadap orang – orang yang melakukan pelacuran. 2) Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan pernikahan. 3) Memberontak terhadap otoritas orang tua. 4) Adanya kebutuhan seks yang normal akan tetapi tidak dapat dipuaskan oleh pihak suami, misalnya karena suami impoten. 5) Ajakan teman – teman sekampung atau sekota yang sudah terjun lebih dahulu dalam dunia pelacuran. 6) Dekadensi moral, merosotnya norma – norma susila dan keagamaan pada saat orang mengenyang kesejahteraan hidup dan memutarbalikan nilai – nilai pernikahan sejati. 36 7) Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksplotir kaum lemah yaitu wanita untuk tujuan komersial. 8) Bertemunya macam – macam kebudayaan asing dan kebudayaan setempat. 9) Perkembangan kota – kota, daerah – daerah, pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Faktor – faktor penyebab adanya WPS / PSK antara lain (Widyastuti, 2009, pp.115-116) : 1) Kemiskinan Diantara alasan penting yang melatarbelakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat struktural. Struktural kebijakan tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin menumpuk harta kekayaannya. Kebutuhan yang semakin banyak pada seorang perempuan memaksa dia untuk mencari sebuah pekerjaan dengan penghasilan yang memuaskan namun kadang dari beberapa mereka harus bekerja sebagai PSK untuk pemenuhan kebutuhan. 37 2) Kekerasan seksual Penelitian menunjukan banyak faktor penyebab perempuan menjadi PSK diantaranya kekerasan seksual seperti perkosaan oleh bapak kandung, paman, guru dan sebagainya. 3) Penipuan Faktor lain yaitu, penipuan dan pemaksaan dengan berkedok agen penyalur kerja. Kasus penjual anak perempuan oleh orang tua sendiripun juga kerap ditemui. 4) Pornografi Menurut definisi Undang – Undang Anti Pornografi, pornografi adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar, lukisan, foto, film atau yang dipersamakan dengan film, video, tayangan atau media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk memperlihatkan secara terang – terangan atau tersamar kepada publik alat vital dan bagian – bagian tubuh serta gerakan – gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan/ seksualitas serta segala bentuk perilaku seksual dan hubungan seks manusia yang patut diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain. 38 c. Masalah dan Dampak yang Dihadapi (Romauli, 2009, pp.72-73) 1) Pada keluarga Merusak kehidupan keluarga, dimana suami – suami tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga sehingga keluarga menjadi berantakan. 2) Pada wanita Ancaman kesehatan tinggi : a) Risiko tinggi tertular dan menularkan penyakit menular seksual (PMS) terutama penyakit kelamin seperti gonorrhoea, sifilis, herpes genetalis, kondiloma akuminata dan ulcus mole. Penyakit tersebut bisa menimbulkan cacat jasmani dan rokhani pada diri sendiri dan anak keturunan. Selain itu dapat pula tertular penyakit infeksi menular seksual seperti kandidiasis, vaginasis bacterial dan HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome). b) Risiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Wanita tuna susila yang melakukan hubungan seks tanpa pengaman akan menyebabkan terjadinya kehamilan. Karena kehamilan yang tidak diinginkan, maka wanita akan melakukan aborsi yang tidak aman yang dapat mengancam jiwanya. c) Gangguan pada kesehatan reproduksi. Karena seringnya ganti – ganti pasangan maka akan mengganggu kesehatan reproduksi wanita tersebut dimana 39 wanita akan terkena infeksi pada alat reproduksinya yang dapat menyebabkan kemandulan dan kanker serviks. Menurut tempat penggolongan atau lokasinya, pelacuran dapat dibagi menjadi (Kartono, 2003, pp.214-216) : 1) Segresi atau lokalisasi, tempatnya terisolisir atau terpisah dari penduduk lainnya. Kompleks ini dikenal sebagai daerah ’’lampu merah’’ atau petak – petak daerah tertutup. 2) Rumah – rumah panggilan (call houses, tempat rendezvous, parlour) 3) Dibalik front organisasi atau dibalik bisnis – bisnis terhormat (apotek, salon kecantikan, rumah makan, tempat mandi uap, tempat pijat dan lain – lain) Tujuan dari lokalisasi adalah (Kartono, 2003, pp.216-217) : 1) Untuk menjauhkan masyarakat umum terutama anak – anak, remaja dan dewasa muda dari pengaruh immoral dari praktek pelacuran. 2) Memudahkan pengawasan para WPS terutama mengenai kesehatan, memudahkan tindakan preventif dan kuratif terhadap penyakit kelamin. 3) Memudahkan bimbingan mental bagi para WPS dalam usaha rehabilitasi dan resolisasi. 40 B. KERANGKA TEORI Faktor predisposisi : - Pengetahuan Sikap Keyakinan Kepercayaan Karakteristik WPS (umur, pendidikan Factor pendukung: - Perilaku Pencegahan IMS pada WPS Ketersediaan waktu Ketersediaan fasilitas kesehatan Faktor penguat: - Sikap dan perilaku petugas kesehatan Gambar 2.1 Modifikasi Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2003) C. KERANGKA KONSEP Variabel independent Variabel dependent Umur WPS Pendidikan WPS Perilaku pencegahan IMS pada WPS Pengetahuan WPS Gambar 2.2 Kerangka Konsep