1 MAKALAH KOLOKIUM Nama Pemrasaran/NIM Departemen Pembahas 1 Pembahas 2 Dosen Pembimbing/NIP Judul Rencana Penelitian : : : : : : Tanggal dan Waktu : Muhammad Mahdi/I34100082 Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dwi Izmi Handayani/I34100032 Lorem Ipsum Dolor Sit Amet/I34999999 Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS/ 19580214 198503 3 004 PERANAN NILAI ADAT DALAM MODERNISASI DI KAMPUNG CIPTAGELAR KECAMATAN CISOLOK SUKABUMI 19 Maret 2014, 15.00 WIB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang masih bertahan dengan nilai-nilai lokalnya yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat yang tinggal di Kampung Ciptagelar disebut masyarakat kasepuhan. Istilah kasepuhan berasal dari kata sepuh dengan awalan /ka/ dan akhiran /an/. Dalam bahasa Sunda, kata sepuh berarti 'kolot' atau 'tua' dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, muncullah istilah kasepuhan, yaitu tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun menunjukkan model 'sistem kepemimpinan' dari suatu komunitas atau masyarakat yang berasaskan adat kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Namun meski dengan kekayaan nilai lokal Desa tersebut tetap tidak terhindarkan dari arus modernisasi yang terus berkembang di negeri ini. Namun yang menarik justru arus modernisasi dibawa oleh ketua adat stempat, yang mana ia menginisiasikan sebuah tv lokal guna menciptakan kohesifitas dan melestarikan nilai mereka. Banyak ahli yang telah menjelaskan dan memaparkan hasil penelitiannya sekaitan dengan proses dan dampak modernisasi, beragam pandangan berusaha menjelaskan bahwa modernisasi yang diyakini mampu membawa perubahan kesejahteraan, justru akan berdampak pada rusaknya ketahanan nilai-niali lokal, hal itu disebabkan modernisasi sendiri membawa nilai yang cendrung menghapuskan dan menggantikan nilai-nilai yang sebelumnya telah ada dan berjalan di tengah masyarakat. banyak perspektif dalam melihat persoalan tersebut salah satunya seperti yang diungkapkan Michael dove dalam bukunya peran kebudayaan dalam modernisasi, dove menjelaskan bahwa nilai lokal yang sebelumnya telah ada seharusnya dapat menjadi suatu modal dalam memanfaatkan modernisasi yang ada, nilai lokal merupakan nilai yang dianut dan diyakini oleh masyarakat lokal, sehingga apabila nilai lokal dapat diintegrasikan dengan modernisasi yang ada dapat menciptakan sebuah kolaborasi yang saling menguntungkan. Kehidupan masyarakat sangat erat kaitannya dengan perubahan sosial. Perubahan sosial disini tidak hanya perubahan pada masyarakat yang bersangkutan melainkan juga orang luar. Maksudnya perubahan ini dapat dirasakan langsung karena adanya faktor tertentu yang masuk ke dalam kehidupannya atau pun secara tidak langsung melihat kebiasaan orang lain. Kedua hal ini sama-sama mengalami perubahan sosial. Perubahan sosial ada yang terjadi dalam waktu singkat maupun waktu lama. Biasanya, perubahan yang terjadi dalam waktu singkat bersifat sementara dan dapat dengan mudah kembali ke sifat semula. Sedangkan perubahan dalam waktu lama, kemungkinan akan sulit untuk kembali ke semula. Dilihat dari kehidupan sehari-hari, perubahan sosial ini memiliki kekurangan dan kelebihannya tergantung aspek yang berubahnya. Kelebihannya yaitu dapat merubah yang kurang baik menjadi baik jika memang aspek yang berubah mengacu pada hal yang baik misalnya 2 menjadi masyarakat yang lebih saling menghargai satu sama lain, meningkatnya kerjasama antar sesama ataupun dapat memajukan daerahnya. Sebaliknya, kekurangan dari perubahan sosial ini yaitu dapat merubah yang baik menjadi kurang baik jika mengacu pada hal buruk misalnya menjadi masyarakat yang individualis, kurang bersosialisasi dengan yang lain karena sibuk atau terlalu ketergantungan dengan alat teknologi. Pada abad 21 para teoritis sosial mulai disibukkan dengan persoalan apakah masyarakat abad 21 telah mengalami perubahan-perubahan dramatis atau tidak. Apabila dikatakan telah mengalami perubahan, maka perubahan seperti apakah yang dilalui masyarakat abad 21 ini. Salah satu hal yang sangat mendasar dan mudah untuk dicermati adalah ketika terjadinya perubahan yang dialami masyarakat abad 21 akibat berkembang pesatnya teknologi dan komunikasi yang melahirkan masyarakat modern. Lahirnya masyarakat modern ini sesungguhnya merupakan objek perhatian pokok dalam sosiologi, sehingga berbagai teori mulai dari klasik sampai kontemporer berupaya untuk menjelaskan perubahan pada pola masyarakat ini. Dalam teori sosiologi klasik masyarakat modern dijelaskan melalui analisis komparasi dengan masyarakat pra modern, atau sering disebut dengan masyarakat tradisionil. Marx melihat masyarakat modern dari perspektif ekonomi kapitalisnya, Weber melihat adanya perubahan rasionaliasi menjadi rasionalisasi formal, dan Durkheim melihat adanya peningkatan solidaritas organik dan menurunnya kesadaran kolektif. Namun selain dari pandangan masing-masing mengenai masyarakat modern tersebut, ketiga ahli ini ternyata mengkhawatirkan adanya arah dan sisi negatif oleh masyarakat modern. Marx melihat pada alienasi dan eksploitasi yang dialami kalangan buruh, Weber mengkhawatirkan penjara besi rasionalitas (iron cage rasionality), sementara Durkheim mengkhwatirkan anomi yang dialami masyarakat karena begitu cepatnya perubahan yang tidak selalu bisa diikuti oleh semua orang. Tetapi sedikit berbeda dengan ketiga sosiolog klasik yang mengkhawatirkan sisi masyarakat modern, George Simmel melalui bukunya Philosophy of Money, ia menolak kekhawatiran atas pengaruh lahirnya masyarakat modern. Justru Ia berpendapat, bahwa lahirnya masyarakat modern dapat melahirkan keuntungan secara materi (Ritzer 2003, 550). Peraturan menteri dalam negeri nomor 52 tahun 2007 tentang pedoman pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat Menimbang : a. Bahwa adat istiadat dan nilai social budaya masyarakat merupakan salah satu modal social yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan sehingga perlu dilakukan upaya pelestarian dan pengembangan sesuai dengan karakteristik dari masyarakat adat; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan peraturan menteri dalam negeri tentang pedoman pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai budaya masyarakat. Menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 52 tahun 2007 pasal 1 ayat 3 bahwa pelestarian adalah upaya untuk menjaga dan memelihara adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai-nilai etika, moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, dan lembaga adat agar keberadaannya tetap terjaga dan berlanjut dan ayat 4 bahwa pengembangan adalah upaya yang terencana, terpadu, dan terarah agar adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dapat berkembng mengikuti perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang sedang berlangsung. Dari regulasi diatas dapat terlihat pentingnya nilai dan norma adat masyarakat guna menjaga stabilitas dan juga menjaga berjalannya pembangunan yang ada, oleh karena itu nilai yang memiliki kekuatan terbesar di dalam aspek pengendalian sosial disamping materi dan koersive seharusnya dapat menjaga masyarakat dari perubahan-perubahan yang ada. Menurut Witrianto dalam Dampak Modernisasi Terhadap Kehidupan Petani di Pedesaan Minangkabau, modernisasi yang melanda kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia juga melanda kehidupan masyarakat pedesaan Minangkabau. Modernisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan besar pada masyarakat, terutama yang bermatapencaharian sebagai petani. 3 Perubahan-perubahan yang terjadi mencakup bidang sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dalam bidang sosial, dengan adanya modernisasi, telah menyebabkan munculnya lapisan-lapisan sosial baru dalam masyarakat. Dalam bidang budaya, setelah adanya modernisasi, muncul budaya baru dalam masyarakat, yaitu budaya komersialisasi. Seperti yang diungkakan oleh Dove dalam kristiawan (2011) bahwa seharusnya modernisasi dan nilai-nilai lokal harus mampu berkolaborasi guna saling menunjang satu sama lain. Oleh karena itu Menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut bagaimana hubungan antara modernisasi dengan nilai adat yang diyakini oleh masyarakat di Desa Ciptagelar Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. 1.2. MASALAH PENELITIAN Dove dalam kristiawan (2011) membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi merupakan sebuah perubahan sosial yang dapat membawa dan mengarahkan masyarakat menuju suatu titik sosial yang baru, sehingga dalam pengembangan dan pembangunan desa tidak terlepas dari efek modernisasi tersebut, tentu saja modernisasi yang ada akan bersentuhan dengan nilai-nilai adat yang ada di tengah masyarakat dikarenakan modernisasi membawa nilai-nilai baru yang akan menyebabkan perubahan. Oleh sebab itu perlu dianalisa sejauh mana tingkat keterdedahan modernisasi yang ada di tengah masyarakat adat Desa Ciptagelar? Drs. Suparto dalam Sandri Moriaga (2006) mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Melihat fungsi nilai diatas seharusnya nilai dapat digunakan dan dimanfaatkan guna mengatur perilaku masyarakat dalam membangun komunitasnya agar terciptanya kesejahteraan. Adat istiadat merupakan alat yang digunakan untuk menjaga masyarakat dari suatu perubahan yang mana hal tersebut dapat dilihat melalui persepsi masyarakat terhadap adat mereka. Oleh sebab itu perlu dianalisa bagaimana persepsi masyarakat adat Desa Ciptagelar terhadap modernisasi? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan utama proposal penelitian ini adalah untuk mengetahui peran nilai adat yang dianut oleh masyarakat dalam modernisasi. Tujuan tersebut akan dijawab melalui tujuan-tujuan khusus, yaitu : 1. Mengetahui tingkat keterdedahan modernisasi yang ada pada masyarakat adat Desa Ciptagelar. 2. Mengetahui persepsi masyarakat adat Desa Ciptagelar tentang modernisasi. 1.4. KEGUNAAN PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan Nilai Adat dan Modernisasi, khususnya kepada : 1. Peneliti untuk memaknai secara ilmiah fenomena nilai adat dan Modernisasi yang terlihat. Sedangkan untuk Civitas Akademika dapat memperkaya perkembagan pengetahuan mengenai nilai adat dan modernisasi. 2. Masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan serta gambaran tentang fenomena nilai adat dan modernisasi. 4 3. Pemerintah, diharapkan dapat menentukan arah kebijakan dan pertauran mengenai nilai khususnya nilai adat sehingga mampu menciptkan perubahan sosial yang terarah bagi masyarakat. 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Modernisasi Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai suatu bentuk perubahan sosial, modernisasi biasanya merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana. Modernisasi pada hakikatnya merupakan proses perubahan atau pembaharuan. Pembaharuan mencakup bidang-bidang yang sangat banyak. Bidang mana yang akan diutamakan oleh suatu masyarakat tergantung dari kebijaksanaan penguasa yang memimpin masyarakat tersebut Soekanto, (1990) dalam Arkanudin (2012).Modernisasi yang terstruktur dan terencana diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan di tengah masyarakat, oleh sebab itu pemerintah mengatur rencana dan langkah guna menerapkan modernisasi di tengah masyarakat. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah krusial Bangsa Indonesia. Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1985). Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Budaya baru yang masuk bersama dengan modernisasi. Dove dalam kristiawan (2011) membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior. Scott (2000) dalam Hardiana (2007) menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan. Sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan. Kontjaraningrat (1985) dalam Herdiana (2007) Menyatakan kebijakan pembangunan pertanian dengan pola top down dengan orientasi produksi melalui penggunaan teknologi modern yang sangat teknis mekanistis, telah menimbulkan masalah-masalah dan perubahan-perubahan, baik pemerintah daerah yang mengimplementasikan kebijaksanaan pusat maupun masyarakat petani sebagai obyek dari pembangunan. Masalahmasalah umum yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan pembangunan pertanian antara lain: 1) Menumbuhkan ketergantungan pemerintah derah dalam perencanaan pembangunan sehingga sering tidak sesuai dengan kondisi wilayah dan sosial budaya masyarakat. 2) Menimbulkan ego sub sektoral dalam pelaksanaan progam-program pembangunan pertanian, karena lemahnya kordinasi dan integrasi antara sub sektor. 3) Merosotnya nilai-nilai tradisional dan norma-norma kekeluargaan yang saling membutuhkan dan 5 ketergantungan yang hidup di pedesaan. 4) Melahirkan ketergantungan petani terhadap pemerintah dalam pembangunan, sebagai akibat pendekatan pelaksanaan program melalui bantuan subsidi. Menurut Nugroho (1999) dalam Arkanudin (2012) Dalam proses pembangunan yang menjalani distorsi instrumen ruang publik telah diintervensi oleh kekuatan politis negara, sehingga opini publik yang muncul adalah bukan opini masyarakat tetapi justru opini elit politik. Akibat dari dominasi ruang publik oleh negara adalah adanya kecenderungan keputusan teknis bukan didasarkan atas diskusi dan opini publik tetapi didasarkan pada keputusan elit politik yang dipaksakan ke dalam masyarakat luas. Mengikuti persyaratan secara normatif, sebenarnya dalam pembangunan diskusi publik merupakan landasan untuk mengejar target-target yang telah disepakati, bukan sebaliknya dianggap tidak efisien demi mengejar target pertumbuhan ekonomi. Menurut Pranadji (2000) Mentalitas yang di uraikan oleh Kontjaraningrat (1985) dalam Herdiana (2007) tidak dapat begitu saja di terima sebagai sesuatu yang berlaku universal, melainkan sangat tergantung kepada setiap individu, kelompok komunitas dalam memahami diri terhadap orientasi masa depannya, serta tergantung pada kondisi wilayah dan sosialbudaya setempat. mempunyai pandangan bahwa desentralisasi akan lebih membuka peluang berperannya pranata sosial setempat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan pertanian. Selain itu, desentralisasi akan lebih membuka peluang berperannya perantara keteraturan, kerjasama sosial dan kontrol sosial yang lebih baik terhadap proses transformasi pertanian secara berkelanjutan di wilayah setempat. Pemerintah tetap sebagai kontrol sehingga perencanaan pembangunan yang bottom-up tidak melenceng dari tujuan pembangunan. Pembangunan masyarakat yang direncanakan dari bawah harus menyentuh seluruh masyarakat, dan bukan untuk golongan tertentu. Dalam beragam teori modernisasi diatas, hampir seluruh teori memandang bahwa tradisi dan nilai adat merupakan aspek yang akan tergerus oleh arus modernisasi dikarenakan, tradisi dianggap sebagai penghalang pembangunan, dalam teori Modernisasi Baru, tradisi dipandang sebagai faktor positif pembangunan. Sebagaimana digambarkan bahwa, masyarakat tradisional Indonesia pada dasarnya memiliki ciri yang dinamis, mengolah “resistensi” serbuan budaya Barat sesuai dengan tantangan inetrnal dan kekuatan eksternal yang mempengaruhinya. Hal ini sejalan dengan pandangan Michael R. Dove (1985) dalam Vanadiani (2011), Menyatakan bahwa budaya tradisional merupakan sesuatu yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, mampu melakukan penyesuaian dengan baik terhadap kondisi lokal. Modernisasi dalam Konsepsi Ogburn Secara sederhana, Ogburn melihat modernisasi sebagai salah satu arah dari perubahan sosial masyarakat. Perubahan sosial yang dikonsepsikan oleh Ogburn mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materil maupun yang tidak bersifat materil (inmaterial) dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsurunsur kebudayaan yang materil terhadap unsurunsur inmateril. Ogburn cenderung melihat fenomena perubahan sosial dari sudut pandang teori struktural fungsional. Ada beberapa asumsi tentang perubahan sosial yang dikonsepsikan oleh William Ogburn: 1. Penyebab dari perubahan sosial adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa tersebut mempengaruhi pribadi individu yang terlibat. 2. Meskipun dalam perubahan sosial beberapa unsur-unsur sosial mengalami perubahan dan dalam unsur-unsur tersebut mempunyai kesinambungan, namun beberapa unsur lainnya masih dalam keadaan tetap atau dapat dikatakan statis –dalam hal ini, kemudian Ogburn menyebutnya sebagai cultural lag–. 3. Setiap perubahan sosial tidak selalu berpengaruh pada semua unsur-unsur sosial, sebab masih ada sebagian yang tidak ikut berubah. 4. Ogburn melihat bahwa perubahan teknologi akan berjalan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada substansi budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-nilai dan norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. Untuk itulah, dalam hal ini modernisasi dapat dipandang 6 dari empat dimensi, yaitu; substansi budaya; pemikiran; kepercayaan; nilai dan norma pada masyarakat itu sendiri. Untuk mengukur dan mengidentifikasi modernisasi dalam masyarakat, Ogburn kemudian memberikan beberapa variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat modernisasi suatu masyarakat dalam bentuk syarat terjadinya modernisasi yang berupa: 1. Cara berfikir yang ilmiah (scientific thinking) yang melembaga dalam masyarakat. 2. Sistem administrasi yang baik, yang benar-benar mewujudkan pelaksanaan birokrasi yang tertib dan teratur. 3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur serta terpusat pada suatu badan atau lembaga tertentu. 4. Penciptaan iklim yang sesuai (favourable) dengan kehendak masyarakat terhadap modernisasi dengan cara alat-alat komunikasi massa. 5. Tingkat organisasi yang tinggi. 6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (social planning). Nilai Menurut Horton dan Hunt dalam J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto (2004) nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar. Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan. Drs. Suparto dalam Sandri Moriaga (2006) mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Melihat fungsi nilai diatas seharusnya nilai dapat digunakan dan dimanfaatkan guna mengatur perilaku masyarakat dalam membangun komunitasnya agar terciptanya kesejahteraan. Nilai adat yang merupakan kekayaan bagi bangsa Indonesia seharusnya mampu dimanfaatkan dengan baik oleh pihak pemerintah dalam menata dan mengatur pembangunan yang ada. Namun dalam Sandri Moriaga (2006) Tentang pengaturan hukum adat sebagaimana disinggung dalam Pasal 5 UUPA, dalam penjelasan pasal tersebut yang kemudian merujuk pada penjelasan umum poin III butir (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan istilah “hukum adat” di sini adalah “hukum adat yang telah disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara moderen dan dalam hubungannya dengan dunia internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia” yakni sekedar bermakna sebagai hukum yang mewujudkan kesadaran masyarakat Indonesia yang berbeda dari hukum perdata barat (yang sudah tidak dipakai lagi). Sehingga, istilah hukum adat yang disebut dalam Pasal 5 UUPA ini bukanlah hukum yang berlaku dalam lingkungan-lingkungan masyarakat adat sebagaimana menjadi makna hukum adat secara tradisional, tetapi merupakan “hukum adat yang sudah dihilangkan sifat kedaerahannya dan diganti dengan sifat nasional” (Soehardi dalam Simarmata, 2006: 63). Konsekuensi dari adanya konsep pengakuan sebagaimana demikian, sebagai turunan langsung dari konsep Negara Hukum, adalah bahwa jika ternyata terdapat eksistensi masyarakat adat berikut hak-hak dan kepentingannya yang bertentangan dengan kepentingan negara (kepentingan nasional), ataupun jika ada aturan hukum adat yang bertentangan dengan aturan hukum positif negara dalam perundang-undangan, maka keberadaan masyarakat adat beserta kepentingan-kepentingan dan hak-hak tradisioanalnya yang diatur dalam hukum adat tersebut bisa diabaikan. Hal inilah yang kemudian seringkali berujung pada konflik sosial yang pada umumnya melibatkan masyarakat adat di satu sisi dan negara beserta perusahaan di sisi yang lain yang berkepentingan hendak melakukan investasi dan “pembangunan” pada area di lokasi di mana masyarakat adat tersebut tinggal, hidup, dan mendasarkan kehidupannya, yang mana konflik ini 7 berakar pada kontradiksi kepentingan di antara para pihak yang masing-masing mendasarkan diri pada tatanan normatif sistem hukum yang sama sekali berbeda satu sama lain, yakni antara hukum adat (yang digunakan sebagai dasar berpikir dan bertindak masyarakat adat) dan hukum positif (yang digunakan sebagai dasar berpikir dan bertindak negara dan perusahaan yang terlibat). Aspek yang seharusnya diketahui dan disadari oleh pihak-pihak yang ingin memahami permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat adalah kenyataan tentang keragaman mereka. Keragaman ini dapat dilihat dari segi budaya, agama dan atau kepercayaan, serta organisasi ekonomi dan sosial. Dalam kaitannya dengan permasalahan lingkungan hidup, sebagian kelompok memposisikan mereka sebagai kelompok yang diidealkan dalam berhubungan dengan alam dengan menekankan pada realita akan adanya hubungan spiritualitas dari masyarakat-masyarakat adat dengan alam. Sedangkan kelompok lain, termasuk pemerintah orde baru, mereka dianggap sebagai penghambat utama dari perkembangan “kemajuan” khususnya dari segi ekonomi. 2.2. KERANGKA PEMIKIRAN Modernisasi merupakan suatu arus perubahan yang dapat mempengaruhi dan merubah nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat adat, sehingga banyak ahli yang memandang bahwa modernisasi merupakan momok bagi keutuhan nilai suatu bangsa, akan tetapi terdapat suatu perspektif yang memandang bahwa nilai yang berisikan tuntunan hidup bagi penganutnya seharusnya dapat berkolaborasi dengan modernisasi sehingga mampu mengantarkan masyarakat tersebut kepada kesejahteraan yang merupakan sasaran bagi modernisasi, dan tidak hanya itu kolaborasi dari dua hal tersebut juga seharusnya mampu memilah dan membuang dampak-dampak negatif dari suatu proses modernisasi. Modernisasi di dalam proses penetrasinya tentu membawa nilai-nilai tersendiri yang mana nilai tersebut menurut Ogburn (1964) dapat dilihat melalui kosep yang ia paparkan. Nilai-nilai tersebut tentu akan bersinggungan dengan nilai masyarakat adat yang mana nilai adat tersebut menurut koentjoroningrat (1974) dapat diamati melalui konsep wujud kebudayaan yang dia paparkan. Dari kolaborasi yang tercipta maka hal tersebut akan menciptakan suatu pandangan baru masyarakat adat terhadap modernisasi yang berlangsung di tengah mereka, yang hal tersebut tercermin melalui persepsi mereka terhadap modernisasi itu sendiri. Sehingga ketika kolaborasi yang baik tercipta maka akan mendorong masyarakatnya untuk memiliki pandangan positif terhadap modernisasi, sehingga keterdedahan modernisasi dapat berlangsung dengan baik dan lancar karena disertai dorongan dan kontrol dari nilai adat. Nilai Adat (Koentjoroningrat 1974) Nilai Aktifitas benda Modernisasi (Ogburn 1964) - Cara berfikir yang ilmiah - Sistem administrasi yang baik - Adanya sistema pengumpulan data oleh lembaga tertentu. - Penciptaan iklim yang sesuai (favourable). - Tingkat organisasi yang tinggi. - Sentralisasi wewenang sosial Modernisasi Keterdedahan media - Persepsi Masyarakat Adat (Likert) Kognitif Konatif Afektif 8 Keterangan: Saling mempengaruhi Mempengaruhi Penelitian secara deskriptif : : : Gambar 1. Kerangka Pemikiran 2.3. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis Pengarah 1. Nilai adat berperan positif di dalam kolaborasinya dengan nilai modernisasi sehingga mampu mendorong dan mengontrol proses modernisasi. Hipotesis Uji 1. Semakin positif persepsi masyarakat terhadap modernisasi maka semakin tinggi tingkat keterdedahan modernisasi di masyarakat tersebut 2.4. DEFINISI OPERASIONAL Nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, nilai dapat diukur dengan mengukur persepsi masyarakat terhadap nilai adat mereka, persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan menggunakan Skala Likert,sangat setuju(5) setuju: (4), ragu-ragu: (3), tidak setuju: (2), sangat tidak setuju(1). Dibagi menjadi kategori ( skala ordinal): a.Pesrsepsi positif, total skor 22-30 b.Persepsi netral, total skor 14-22 c.Persepsi negatif, total skor 6-13 Modernisasi merupakan hal yang mendorong laju perubahan yang disebabkan industrialisasi dan perkembangan teknologi. Untuk mengukur modernisasi dapat dilakukan dengan mengukur tingkat terpaan media (media exposure). Tingkat terpaan media adalah frekuensi responden dalam menerima informasi melalui berbagai media, baik media cetak maupun elektronik (6 jenis media : televisi, radio, koran, majalah/tabloid, brosur/selebaran dan internet). Pengukuran tingkat terpaan media informasi ini menggunakan skor yaitu sering (3), kadang/jarang (2), tidak pernah (1). Dibagi menjadi kategori (skala ordinal) : a. Terpaan media massa tinggi, total skor 15-18 b. Terpaan media massa sedang, total skor 10-14 c. Terpaan media massa rendah, total skor 6-9 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. LOKASI DAN WAKTU Penelitian ini mengambil lokasi di Kampung Ciptagelar berada di wilayah Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa Desa Kampung Gede Kasepuhan 9 Ciptagelar adalah sebuah kampung adat yang mempunyai ciri khas dalam lokasi dan bentuk rumah serta tradisi yang masih dipegang kuat oleh masyarakat pendukungnya. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan (Tabel 2). Penelitian akan dilakukan sejak bulan April 2013. Dengan tahapan pencarian data awal, pengajuan proposal, penyerahan proposal kepada dosen pembimbing, perbaikan proposal, seminar, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan tahap penyelesaian. Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2014 Kegiatan Februari Maret April Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi 3.2. Mei Juni Juli TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang dikumpulkan pada penelitian ialah data kuantitatif dan kualitatif. Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Data primer merupakan data mentah yang diperoleh secara langsung dari pihak atau obyek yang berhubungan dngan penelitian, baik melalui wawancara maupun kuesioner. Data ini kemudian diolah dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Data sekunder merupakan data hasil penelitian sebelumnya atau data yang telah dikumpulkan oleh suatu lembaga kemudian dipublikasikan demi kepentingan orang banyak. Terdapat tiga teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh penulis: 1. Teknik observasi yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian (Desa Ciptagelar). 2. Teknik wawancara yaitu dengan cara melakukan tanya jawab dan memberikan kuesioner kepada para responden. 3. Teknik kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan data dari buku ataupun bahan bacaan lainnya yang berguna untuk tujuan penelitian. Untuk memperoleh responden, maka populasi sasaran dalam penelitian adalah Masyarakat Desa Ciptagelar, Kecamatan Cisolok Sukabumi, sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ialah 35 orang dengan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan yang beragam sehingga diperoleh hasil analisis yang lebih akurat. Teknik penarikan sampling yang digunakan oleh penulis adalah stratified random sampling (pengambilan sampel acak stratifikasi) karena populasi di Desa Ciptagelar bersifat heterogen. Populasi dibagi ke dalam sub-populasi yaitu jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Responden dipilih secara acak dari setiap sub-populasi pada komunitas di Desa Ciptagelar. 10 3.3. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik tabulasi silang. Hal ini dilakukan untuk menguji hipotesa dan keabsahan guna memastikan tidak ada informasi yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian dengan menggunakan program Microsoft excel. Dalam tabulasi silang, akan menjelaskan hubungan antara persepsi masyarakat dengan keterdedahan modernisasi. DAFTAR PUSTAKA Francis Fukuyama. 2005. Guncangan Besar. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Hadriana Marhaeni Munthe. 2007. Modernisasi Dan Perubahan Sosial Masyarakat Dalam Pembangunan Pertanian: Suatu Tinjauan Sosiologis. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18660/1/har-sep2007-2%20%286%29.pdf. Diunduh tanggal 1 Novemer 2013. Hutri Agustino. 2012. Masyarakat Lokal dalam Konteks Global : Sebuah pemaknaan terhadap Modernisasi dan Globalisasi oleh Masyarakat Gunung Kawi.http://ejournal.umm.ac.id/index.php/salam/article/viewFile/1098/1181_umm_scientific_journal. pdf. Diunduh tanggal : 24 November 2013. Joeni Arianto Kurniawan. 2008. Pengakuan dan Perlindungan Eksistensi Masyarakat Adat dalam Kerangka Negara Hukum Indonesia: Sebuah Konsepsi Utopi. http://joeniarianto.files.wordpress.com/2008/07/pengakuan-dan-perlindungan-eksistensimasyarakat-adat-dalam-kerangka-negara hukum-indonesia.pdf. Diunduh tanggal 1 November 2013. Prof.Dr.H. Arkanudin M.Si. 2012. MODERNISASI DAN POSTMODERNISASI : Sebuah Perdebatan Menuju Masyarakat Komunikatif dan Relevansinya bagi Pemahamanpembangunan. http://prof-arkan.blogspot.com/2012/04/modernisasi-dan-postmodernisasi-sebuah.html. Diunduh tanggal : 5 November 2013 R. Kristiawan. 2011. Perspektif teori modernisasi dan teori dependensi (Kajian Artikel R. Kristiawan "Mediasi : Fakta Pascahegemoni". http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197108171998021SARDIN/tiga_teori_perubahan_sosial__modernisasi_ketergantungan,__a.pdf . Diunduh tanggal : 1 Desember 2013 Sandra Moniaga. 2006. Jurnal Hak-hak Masyarakat Adat dan Masalahserta Kelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia. http://huma.or.id/wp-content/uploads/2006/08/Hak2-MA-MasalahKelestarian-Lingkungan_Sandra.pdf. Diunduh tanggal 13 November 2013.