STABILITAS BAKTERI PROBIOTIK Lactobacillus acidophilus DAN Bifidobacterium longum DALAM YOGURT SUSU KAMBING DI DALAM SALURAN PENCERNAAN TIKUS SKRIPSI GINA LESMANA MADUNINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN GINA LESMANA MADUNINGSIH. D14203057. 2008. Stabilitas Bakteri Probiotik Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum dalam Yogurt Susu Kambing di dalam Saluran Pencernaan Tikus. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. : Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan konsumsi obat (antibiotik), dapat mengakibatkan perubahan keseimbangan komposisi bakteri dan mengarah pada dominasi bakteri berbahaya, seperti spesies Salmonella, Escherichia coli dan Listeria di dalam saluran pencernaan. Dominasi bakteri berbahaya dapat berakibat pada gejala klinis yang tidak sehat seperti kanker dan berbagai penyakit pencernaan lain. Memacu dominasi bakteri yang menguntungkan dalam sistem pencernaan menjadi sangat penting, salah satunya dengan cara mengkonsumsi yogurt probiotik yang diperkaya dengan Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum. Penelitian terdahulu mendapatkan bahwa penambahan L. acidophilus dan B. bifidum dalam susu kambing Peranakan Etawa dan Saanen (PESA) mampu menekan populasi bakteri patogen Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas sp. Secara in vitro dengan metode konfrontasi sumur (Najmuddin, 2006), penghambatan tersebut merupakan bakteriosin (Safitri, 2007). Bakteri probiotik L. acidophilus dan B. longum dalam yogurt susu kambing PESA diharapkan mampu bertahan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi tubuh melalui keseimbangan mikroflora usus. Penambahan zat nutrisi prebiotik fruktooligosakarida (FOS) diharapkan dapat meningkatkan viabilitas dan pertumbuhan probiotik dalam sistem pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian yogurt sinbiotik susu kambing PESA terhadap performa tikus dan stabilitas populasi bakteri probiotik L. acidophilus dan B. longum di dalam saluran pencernaanya. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan secara oral yogurt probiotik dan yogurt sinbiotik susu kambing PESA dalam bentuk segar setiap hari secara berturut-turut pada tikus selama 42 hari, selain itu penelitian untuk mempelajari pengaruh penghentian terhadap stabilitas populasi bakteri L. acidophilus dan B. longum dilakukan dengan memberikan yogurt sinbiotik susu kambing PESA selama 14 hari yang sebelumnya diberi yogurt sinbiotik selama 42 hari. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2007 di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah dan Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Petenakan, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola searah dengan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah pemberian air, yogurt probiotik dan yogurt sinbiotik susu kambing PESA. Peubah yang diamati berupa konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB), konversi ransum, bobot badan akhir (BBA), mortalitas, populasi L. acidophilus, populasi B. longum dan populasi E. coli di dalam kolon tikus. Hasil pengamatan menunjukkan pemberian yogurt sinbiotik tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, PBB, konversi ransum, BBA dan mortalitas. Populasi L. acidophilus dan E. coli nyata dipengaruhi pemberian yogurt sinbiotik (P<0,05), Populasi L. acidophilus pada perlakuan yogurt sinbiotik lebih besar (11,32±0,98 log10 cfu/g), dibandingkan kontrol (9,56±0,3l log10 cfu/g) dan perlakuan yogurt probiotik (9,28±0,66 log10 cfu/g). Yogurt sinbiotik nyata menekan pertumbuhan E. coli dengan populasi di kolon 5,54±0,12 log10 cfu/g lebih rendah dari tikus kontrol dan tikus perlakuan probiotik. Jumlah B.longum mencapai 11,48±0,94 log10 cfu/g nyata dipengaruhi FOS (P<0,01). Penghentian pemberian yogurt sinbiotik selama dua minggu mempengaruhi stabilitas bakteri probiotik ditandai dengan menurunnya jumlah B. longum (8,72±0,27 log10 cfu/g) dan L. acidophilus (8,55±0,23 log10 cfu/g). Penghambatan bakteri probiotik terhadap E. coli berpengaruh sangat nyata dengan menurunnya jumlah E. coli mencapai 4,58±0,33 log 10cfu/g. Berdasarkan jumlah L. acidophilus dan B. longum di dalam kolon dan kemampuan menghambat pertumbuhan E. coli, mengkonsumsi yogurt sinbiotik nyata mempengaruhi populasi bakteri probiotik L. acidophilus dan B. longum di dalam saluran pencernaan. Kandungan FOS di dalam yogurt meningkatkan viabilitas dan pertumbuhan probiotik L. acidophilus dan B. longum di dalam sistem pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi tubuh melalui keseimbangan mikroflora usus. Kata-kata kunci : probiotik, prebiotik, tikus, saluran pencernaan. ABSTRACT Stability of Probiotic Bacteria Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium longum in Goat Milk Yoghurt in the Rat’s Digestive Tract Maduningsih, G. L., R. R. A. Maheswari and K. G. Wiryawan The change of life style such as eating habit and drugs consumption (antibiotic) can cause a change to the balance of bacterial composition that lead to domination of pathogenic bacteria such as Salmonella, Eschericia coli and Listeria. This domination can cause unhealthy clinical syndrom like cancer and other digestive tract diseases. Improving domination of beneficial bacteria in digestive tract is very important. One of the way is by consuming probiotic yogurt enriched by Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium longum. Probiotic bacteria were expected to survive in the digestive tract to give healthy effect to the host by balancing the intestinal microflora. The additional of FOS is also expected to increase viability and growth of probiotic in the digestive tract. This research aimed at studying the effect of synbiotic yogurt intake to rat's performance and stability of probiotic bacterial population in the rat’s digestive tract. The research was done by giving probiotic yogurt to rat orally within 42 days and the withdrawl for 2 days. The results showed that synbiotic yogurt intake had no significant influence (P>0,05) on ration consumption, body weight gain, feed conversion, final body weight and mortality. The symbiotic intake significantly increased the population of Bifidobacterium longum (P<0,01) and Lactobacillus acidophilus (P<0,05) contratly it decreased (P<0,05) the population of Eschericia coli. The yogurt synbiotic withdrawl for 14 days influenced probiotic bacterial stability as shown by the reduction population of B. longum and L. acidophilus. Keywords : probiotic, prebiotic, rat, digestive tract STABILITAS BAKTERI PROBIOTIK Lactobacillus acidophilus DAN Bifidobacterium longum DALAM YOGURT SUSU KAMBING DI DALAM SALURAN PENCERNAAN TIKUS GINA LESMANA MADUNINGSIH D14203057 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 STABILITAS BAKTERI PROBIOTIK Lactobacillus acidophilus DAN Bifidobacterium longum DALAM YOGURT SUSU KAMBING DI DALAM SALURAN PENCERNAAN TIKUS Oleh : GINA LESMANA MADUNINGSIH D14203057 Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 12 Mei 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 305 Dr. Ir. Komang G. Wiryawan NIP. 131 671 601 Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr NIP. 131 955 531 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Maret 1985 di Bogor. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ikhsan Soedarno dan Ibu Nining Suningrat. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1997 di SDN 01 IPK Ciawi. Penulis selanjutnya menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 2000 di SLTPN 1 Ciawi dan pendidikan lanjutan menengah umum pada tahun 2003 di SMUN 4 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2003 melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Gudang Garam. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah tergabung dalam pengurus Forum Studi dan Telaah Agama Islam Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor periode 2003-2007. Penulis terlibat aktif dalam kepanitiaan pada kegiatan yang diadakan oleh Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif menjadi asisten mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak pada tahun ajaran 2006-2007, asisten mata kuliah Pengolahan Susu pada tahun ajaran 2006-2007 dan mata kuliah Probiotik pada tahun ajaran 2006-2007. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Stabilitas Bakteri Probiotik Lactobsillus acidophilus dan Bifidobacterium longum dalam Yogurt Susu Kambing di dalam Saluran Pencernaan Tikus”. Penyusunan skripsi tersebut merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Seiring dengan pertambahan usia, populasi dari berbagai bakteri menguntungkan khususnya Biifidobacterium spp. dalam sistem pencernaan semakin menurun, sedangkan bakteri merugikan khususnya Escherichia coli semakin meningkat. Dominasi Escherichia coli dapat berakibat munculnya berbagai penyakit pencernaan. Dengan demikian, dapatlah dipahami akan arti pentingnya memacu dominasi bakteri seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria. Mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung bakteri probiotik, seperti yogurt probiotik merupakan salah satu cara. Optimalisasi pertumbuhan dan daya tahan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan tidak mudah, karena harus menghadapi berbagai kendala seperti pH lambung yang rendah, keberadaan asam lambung dan senyawa toksik. Penambahan zat nutrisi prebiotik FOS yang dibutuhkan bagi pertumbuhan bakteri probiotik menjadi penting karena itu, dikembangkan bentuk aplikasi ganda probiotik dan prebiotik FOS yang sering disebut sinbiotik. Hasil akhir yang diharapkan adalah bentuk manajemen mikroflora baru yang dapat meningkatkan viabilitas dan pertumbuhan probiotik dalam sistem pencernaan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Mei 2008 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.............................................................................................. i ABSTRACT................................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... v RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................... viii DAFTAR TABEL........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xii PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................... Tujuan............................................................................................ 1 2 TINJAUAN PUSTAKA Susu Kambing PESA .................................................................... Yogurt ........................................................................................... Kultur Yogurt .................................................................... Mikroflora Usus ............................................................................ Probiotik ....................................................................................... Lactobacillus. acidophilus ............................................... Bifidobacterium longum .................................................... Prebiotik ........................................................................................ Fruktooligosakarida .......................................................... Eschericia coli .............................................................................. Tikus ............................................................................................. Kebutuhan Nutrisi Tikus .................................................. Sistem Pemeliharaan Tikus ............................................... 3 4 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 13 METODE Lokasi dan Waktu .......................................................................... Materi............................................................................................. Rancangan Percobaan.................................................................... Perlakuan ........................................................................... Peubah ............................................................................... Prosedur ......................................................................................... 14 14 14 15 16 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Konsumsi Bahan Kering ............................... Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Pertambahan Bobot Badan ........................... Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Konversi ....................................................... Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Bobot Badan Akhir ...................................... Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Mortalitas ..................................................... Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Populasi B. longum ....................................... Populasi B. longum di dalam Feses .................................... Populasi B. longum di dalam Kolon ................................... Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Populasi L. acidophilus ................................. Populasi L. acidophilus di dalam Feses ............................. Populasi L. acidophilus di dalam Kolon ............................ Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Populasi E. coli ............................................. Populasi E. coli di dalam Feses .......................................... Populasi E. coli di dalam Kolon ......................................... 20 22 24 26 27 27 27 29 31 31 33 34 34 35 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 38 UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 40 LAMPIRAN................................................................................................. 43 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perbandingan Komposisi Susu Kambing Saanen dan PESA ........ 3 2. Nilai Biologis Tikus ...................................................................... 12 3. Kebutuhan Mineral pada Makanan Tikus ................................... 13 4. Pengaruh Pemberian Yogurt probiotik dan Sinbiotik susu Kambing terhadap Parameter yang diamati ................................ 20 5. Respon Ternak terhadap Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik Susu Kambing PESA selama 14 Hari ........................... 21 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Perubahan Mikroflora Usus Seiring Usia ....................... 6 2. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing terhadap Konsumsi Bahan Kering ............................ 21 3. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Pertambahan Bobot Badan ....................... 22 4. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Konversi .................................................... 24 5. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Bobot Badan Akhir ................................... 26 6. Pengaruh Pemberian Air, Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik selama 14 Hari Terhadap Populasi B. longum di dalam Feses .................. 28 7. Populasi Bifidobacterium longum di dalam Kolon pada Kontrol, Probotik, Sinbiotik ...................................................................... 30 8. Populasi B. longum Di dalam Kolon pada Masa Adaptasi, Pemberian Yogurt Sinbiotik selama 42 Hari dan Penghentian pemberian Yogurt Sinbiotik selama 14 hari ............................. 31 9. Pengaruh Pemberian Air, Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik selama 14 Hari Terhadap Populasi B. longum di dalam Feses .................. 32 10. Populasi Bifidobacterium longum di dalam Kolon pada Kontrol, Probotik, Sinbiotik ...................................................................... 33 11. Populasi B. longum Di dalam Kolon pada Masa Adaptasi, Pemberian Yogurt Sinbiotik selama 42 Hari dan Penghentian pemberian Yogurt Sinbiotik selama 14 hari ............................. 34 12. Pengaruh Pemberian Air, Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik selama 14 Hari Terhadap Populasi B. longum di dalam Feses .................. 35 13. Populasi Bifidobacterium longum di dalam Kolon pada Kontrol, Probotik, Sinbiotik ...................................................................... 36 14. Populasi B. longum Di dalam Kolon pada Masa Adaptasi, Pemberian Yogurt Sinbiotik selama 42 Hari dan Penghentian pemberian Yogurt Sinbiotik selama 14 hari ............................. 37 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Formula MRS-IM ...................................................................... 41 2. MRS – IM dengan Penambahan Maltosa ................................... 41 3. MRS – IM dengan Penambahan Glukosa dan Solusi A, B dan C ...................................................................................... 41 4. Analisis Ragam Rataan Komsumsi Ransum .............................. 42 5. Analisis Ragam Rataan Pertambahan Bobot Badan .................. 43 6. Analisis Ragam Rataan Konversi .............................................. 43 7. Analisis Ragam Rataan Bobot Badan Akhir ............................. 43 8. Analisis Ragam Rataan Populasi Bifidobacterium longum di dalam Kolon Tikus Betina ......................................................... 43 9. Uji Lanjut Tukey B. longum di dalam Kolon Tikus Betina ....... 44 10. Analisis Ragam Lactobacillus acidophilus di dalam Kolon Tikus Betina .................................................................................. 44 11. Uji Lanjut Tukey L. acidophilus di dalam kolon Tikus Betina 44 12. Analisis Ragam Populasi Ecshericia coli................................... 44 13. Uji Lanjut Tukey E. coli di dalam Kolon Tikus Betina ............ 45 14. Analisis Proximat Pakan Pellet Starter Broiler 511 .................. 45 PENDAHULUAN Latar Belakang Total bakteri yang terdapat pada sistem pencernaan manusia berbeda-beda. Seiring dengan pertambahan usia, populasi dari berbagai bakteri mengalami adaptasi sehingga komposisi dari berbagai genus bakteri tersebut mempunyai keseimbangan dan menempati daerah kolonisasi masing-masing. Namun demikian, mempertahankan keseimbangan adalah hal yang tidak mudah dikarenakan perubahan gaya hidup seperti pola makan dan konsumsi obat (antibiotik), dapat mengakibatkan perubahan keseimbangan komposisi bakteri dan mengarah pada dominasi bakteri berbahaya seperti spesies Salmonella, Escherichia coli dan Listeria. Dominasi bakteri berbahaya dapat berakibat pada gejala klinis yang tidak sehat seperti kanker dan berbagai penyakit pencernaan lain. Memacu dominasi bakteri menguntungkan dalam sistem pencernaan dengan demikian menjadi sangat penting. Salah satunya dengan cara mengkonsumsi bahan pangan yang membawa bakteri probiotik. Yogurt probiotik saat ini telah diproduksi sebagai salah satu bahan pangan fungsional yang diperkaya dengan Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum. Probiotik memiliki peranan positif terhadap kesehatan diantaranya adalah : menurunkan kasus lactose intolerance, menurunkan kadar serum kolesterol, menstimulasi sistem imunitas tubuh, mengendalikan infeksi patogen, berperan sebagai antibiotik serta mampu menekan terjadinya tumor dan kanker sistem pencernaan. Penelitian terdahulu mendapatkan bahwa penambahan L. acidophilus dan B. bifidum dalam susu kambing Peranakan Etawa dan Saanen (PESA) mampu menekan populasi bakteri patogen Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas sp. Secara in vitro dengan metode konfrontasi sumur (Najmuddin, 2006). Safitri (2007) melaporkan bahwa sifat substrat antimikroba yogurt probiotik susu kambing PESA stabil pada kisaran pH 3 sampai pH 9. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba yogurt probiotik stabil di dalam lambung yang mencapai kisaran pH 3-3,5. Substrat antimikroba dalam yogurt probiotik susu kambing PESA diidentifikasikan sebagai asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Bakteri probiotik diharapkan mampu bertahan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi tubuh melalui keseimbangan mikroflora usus. Produk probiotik sangat penting mengandung sejumlah mikroba yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan dapat bertahan hidup pada saluran pencernaan. Mempertahankan viabilitas probiotik bukan merupakan hal yang mudah mengingat banyak sekali hambatan seperti : (1) pH lambung yang sangat rendah, (2) keberadaan asam-asam empedu, (3) kompetisi dengan bakteri lain, (4) kondisi anaerob obligat, dan (5) keberadaan beberapa senyawa toksik. Optimalisasi pertumbuhan dan daya tahan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan dapat dicapai dengan pemberian zat nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan bakteri probiotik, atau lebih dikenal dengan prebiotik. Prebiotik yaitu zat makanan dalam bentuk dietry fiber atau oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh usus tetapi mampu memacu pertumbuhan probiotik Mengingat arti penting probiotik dan prebiotik dalam menunjang kesehatan sistem pencernaan, maka dikembangkan bentuk aplikasi ganda yang sering disebut sinbiotik. Bakteri probiotik dalam sistem ini dikonsumsi bersama-sama dengan penambahan bahan spesifik prebiotik pendukungnya, salah satu diantaranya fruktooligosakarida (FOS). Hasil akhir yang diharapkan dengan mengkonsumsi pangan sinbiotik adalah pembentukan manajemen mikroflora baru yang dapat meningkatkan viabilitas dan pertumbuhan probiotik dalam sistem pencernaan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian yogurt probiotik susu kambing dengan penambahan fruktooligosakarida terhadap performa tikus betina dan mempelajari stabilitas populasi bakteri probiotik penghasil substrat antimikroba di dalam saluran pencernaan tikus. Stabilitas populasi bakteri yang diteliti meliputi populasi bakteri probiotik (Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum) dan Escherichia coli di dalam saluran pencernaan tikus sebelum perlakuan, selama perlakuan, setelah 42 hari perlakuan dan setelah 14 hari penghentian pemberian yogurt sinbiotik susu kambing PESA. TINJAUAN PUSTAKA Susu Kambing PESA Susu menurut SNI 01-3141-1998 adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (Dewan Standarisasi Nasional, 1998). Susu kambing memiliki beberapa perbedaan karakteristik dari susu sapi, yaitu warnanya lebih putih, globula lemak susunya lebih kecil sehingga lemak susu kambing lebih mudah dicerna, dan dapat diminum oleh orang yang alergi terhadap susu sapi, lactose intolerance, atau untuk orang-orang yang mengalami berbagai gangguan pencernaan (Blakely dan Bade, 1991). Warna putih susu berasal dari cahaya yang direfleksikan oleh globulaglobula lemak, partikel koloidal kasein dan kalsium fosfat yang tersebar dalam susu (Rahman et al., 1992).Susu kambing mengandung vitamin dalam jumlah memadai atau berlebih, kecuali vitamin C, D, piridoksin dan asam folat (Devendra dan Burns, 1994). Kambing PESA merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawah (PE) betina dengan kambing Saanen jantan. Kambing PESA mempunyai produksi susu harian lebih baik daripada kambing Peranakan Etawah, tetapi produksinya lebih rendah dari kambing Saanen impor dan Saanen keturunan (F1) (Ruhimat, 2003). Tabel 1. Perbandingan Komposisi Susu Kambing Saanen dan PESA Komposisi Susu (%) Kambing Saanen PESA Berat Kering 9,88 11,11 Lemak 4,72 4,13 Protein 3,20 3,07 Laktosa 3,21 3,48 Kadar Air 90,12 88,92 Berat Kering Tanpa Lemak 5,16 6,99 Sumber : Ruhimat (2003) Yogurt Definisi yogurt sesuai SNI 01-2981-1992 adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman bau dan rasa yang khas dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Dewan Standarisasi Nasional, 1992). Menurut Intermediate Technology Development Group (2003), yogurt adalah hasil dari proses fermentasi terkontrol susu oleh dua jenis spesies bakteri yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Buckle et al. (1987), menyatakan bahwa pembuatan yogurt dimulai dengan pemanasan susu yang akan difermentasi pada suhu 90oC selama 15-30 menit, kemudian didinginkan sampai suhu 43°C, diinokulasi dengan 2% kultur campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan dipertahankan pada suhu ini selama kurang lebih tiga jam atau hingga tercapai keasaman yang dikehendaki yaitu 0,85-0,90% dan pH 4,0-4,5. Pemanfaatan kandungan mineral dalam susu fermentasi lebih baik dibandingkan susu segar. Mineral dalam susu fermentasi diserap dalam usus halus sebagai senyawa yang memiliki berat molekul rendah yang larut dalam air. Kalsium dan fosfor penting bagi pertumbuhan tulang dan gigi, sedangkan zat besi membentuk otot, kulit dan butir sel darah merah, menstimulir syaraf, menjaga elastisitas otot dan menjaga tekanan osmotik (Surono, 2004). Kultur Yogurt Pembuatan yogurt menggunakan dua spesies bakteri yang tumbuh secara simbiotik yaitu L. bulgaricus dan S. thermophillus. Kedua spesies bakteri ini jika ditumbuhkan bersama-sama akan memproduksi asam lebih banyak dibandingkan jika tumbuh secara terpisah. S. thermophillus memfermentasikan laktosa menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan penguraian protein susu. Kondisi tersebut menciptakan suasana yang sesuai untuk pertumbuhan L. bulgaricus yang mulai berkembang bila pH telah turun sampai kira-kira 4,5. Proses fermentasi tersebut menghasilkan asam laktat sehingga menyebabkan rasa asam (Rahman et al., 1992). S. thermophilus merupakan bakteri asam laktat berbentuk bulat atau kokus, Gram positif, anaerob fakultatif (masih toleran terhadap lingkungan dengan kandungan oksigen dalam jumlah terbatas), homofermentatif, membutuhkan nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhan dengan suhu optimal sekitar 45ºC. L. bulgaricus adalah bakteri berbentuk batang, homofermentatif, Gram positif, kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan lengkap dengan suhu pertumbuhan optimal sekitar 45ºC (Tamime dan Robinson, 1999). Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus tidak bisa mencapai usus dalam keadaan hidup, namun hanya membantu memperbaiki pemanfaatan laktosa pada orang yang intoleran terhadap laktosa Surono (2004). Menurut Rahman et al. (1992), kultur campuran bakteri asam laktat akan menghasilkan peningkatan cita rasa. Sumber komponen cita rasa utama yaitu diasetil dan asam-asam volatil yang berasal dari asam sitrat yang terdapat di dalam susu. Selain kedua bakteri starter S. thermophilus dan L. bulgaricus, untuk memproduksi yogurt dapat pula dikombinasikan dengan bakteri asam laktat lain seperti L. acidophilus dan Bifidobacteria sp. Kedua bakteri ini dikelompokkan ke dalam kelompok bakteri probiotik dan telah dibuktikan mampu bertahan di dalam saluran pencernaan manusia, sekaligus menekan pertumbuhan bakteri pembusuk yang ada. Mikroflora Usus Mikroflora usus secara alami terdapat dalam saluran pencernaan, yang terdiri dari bermacam-macam mikroba yang memiliki fungsi yang penting. Komposisi mikroflora usus berubah seiring meningkatnya umur seseorang. Pada manusia dewasa yang sehat, mikroflora usus berada dalam keseimbangan walaupun terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lain (Mizutani, 1992). Mizutani (1992) melaporkan bahwa pada orang lanjut usia, jumlah Bifidobacterium spp. akan semakin menurun atau bahkan hilang. Sedangkan Clostridium perfringens, Escherichia coli, Streptococus spp., serta lactobacillus semakin meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum, komposisi mikroflora pada lokasi spesifik ditentukan oleh lingkungan fisik (gerakan usus) dan lingkungan kimia (perubahan pH) (Salminen dan Wright, 1998). Peranan mikroflora usus berdasarkan aktivitasnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas yang menguntungkan dan aktivitas yang merugikan. Bifdobacteria, Lactobacillus spp, dan Eubacteria memiliki aktivitas yang menguntungkan sedangkan Clostridium perfringens, Veilonella spp., dan Proteus spp. memiliki aktivitas yang merugikan. Bakteri yang memiliki sifat menguntungkan dan merugikan adalah Bacteroides, Streptococcus spp., Escherichia coli serta Enterococcus (Yuguchi et al., 1992). Gambar 1. Perubahan Mikroflora Usus Seiring Usia Molin et al. (1993) menunjukkan bahwa galur Lactobacillus spp. yang dominan pada mukosa usus manusia sangat berbeda untuk setiap orang baik pada orang sehat maupun sakit. Pada usus kecil manusia dewasa, jumlah lactobacilli sekitar 103-104 cfu/g mukosa, dan pada kolon sekitar 104-106 cfu/g mukosa, sedangkan pada feses sekitar 108 cfu/g feses (Evaldson et al., 1982 dan Lidbeck et.al., 1988 dikutip oleh Molin et.al., 1993). Jumlah lactobacilli yang ditemukan pada bagian ileum dan usus besar sebesar 102-105 dan 104-109/ml atau per gram. Bifidobacterium spp. diantara bakteri yang banyak ditemukan pada usus dua belas jari (0-104/ml atau /g) dengan jumlah meningkat sepanjang saluran pencernaan hingga mencapai 108-1011/g pada usus besar. Mitsuoka (1978) mengemukakan 5 faktor yang dapat mempengaruhi komposisi dan metabolit flora usus yaitu makanan, obat, kontaminasi bakteri, cuaca dan stressor. Probiotik Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keseimbangan populasi mikroba di dalam usus. Probiotik dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi produk olahan susu fermentasi yang mengandung bakteri dari kelompok Lactobacilli dan Bifidobacterium (Fuller, 1989). Kelompok Lactobacilli seperti Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, dan kelompok Bifidobacterium seperti B. bifidum, B. longum merupakan strain yang biasa digunakan sebagai sumber probiotik dalam pengolahan susu fermentasi. Menurut Hoier (1992), beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan strain mikroba probiotik, yaitu: (1) mampu melakukan aktivitas dalam memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat, (2) mampu menggandakan diri, (3) tahan terhadap suasana asam sehingga mampu hidup dan bertahan dalam saluran pencernaan, (4) menghasilkan produk akhir yang dapat diterima konsumen, dan (5) mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi, penyimpanan dan distribusi. Lactobacillus acidophilus Karakteristik Lactobacillus acidophilus adalah (1) tidak tumbuh pada suhu o 15 C dan tidak memfermentasi ribosa, (2) optimum pertumbuhan pada suhu 35-38oC dan pH optimum 5,5-6,0 (3) pada susu sapi memproduksi 0,30%-1,90% DL asam laktat, (4) dapat menggunakan komponen nutrisi, yaitu asetat (asam mevalonat), riboflavin, asam pantothenat, kalsium, niasin dan asam folat, (5) memproduksi threonin aldolase dan alkohol dehydrogenase yang akan mempengaruhi aroma (Nakazawa dan Hosono, 1992). Lactobacillus acidophilus mempunyai ketahanan terhadap asam lambung buatan dengan pH 2,5 selama 3 jam dan bakteriosin yang dihasilkan tetap aktif pada pH 3 sampai pH 10 (Oh dan Worobo, 2000). Secara fisiologis L. acidophilus adalah meningkatkan mikroflora usus karena L. acidophilus dapat hidup di usus. Efek pertumbuhan yang ditunjukkan adalah membantu memanfaatkan nutrisi secara efisien terutama dari kalsium, protein, besi dan fosfor pada proses fermentasi yang menghasilkan asam laktat. Kerja intensif pada aktifitas β-galaktosidase lebih baik dalam hal menekan bakteri penghasil gas dalam saluran pencernaan. L. acidophilus diduga menurunkan kadar kolesterol, mengontrol pertumbuhan kanker melalui aktivitas enzimnya yang mampu menurunkan produksi karsinogeni dan mencegah pengembangan kanker di dalam pencernaan (Nakazawa dan Hosono,1992). L. acidophilus mensekresikan senyawa metabolit biosurfaktan, bakteriosin, asam organik dan H2O2 yang dapat menghambat pelekatan dan pertumbuhan bakteri patogen, serta molekul koagregasi yang menghambat penyebaran bakteri patogen. L. acidophilus menghasilkan D(-) asam laktat yang berfungsi memperbaiki ketersediaan biologis mineral, sehingga memperbaiki penyerapan mineral, terutama kalsium, sebab kalsium lebih mudah diserap dalam kondisi asam (Surono, 2004). Percobaan secara in vivo pada tikus memperlihatkan setelah 3 hari pemberian pakan dengan kandungan Lactobacillus acidophilus mampu menurunkan jumlah bakteri Enterobacteria pada fesesnya (Oyetayo et al., 2003). Grunewald (1982) melaporkan suplementasi oral bakteri L. acidophilus hidup pada manusia dan tikus mengakibatkan penurunan secara nyata kandungan β-glukuronidase, azoreduktase dan nitroreduktase dalam feses, yang diketahui berkontribusi terhadap patogenesis kanker usus. Bifidobacterium longum Genus Bifidobacterium merupakan populasi terbesar ketiga dalam saluran usus manusia setelah genera Bacterioides dan Eubacterium. Genus ini juga didapatkan paling dominan pada bayi dan anak-anak. Beberapa spesies telah diteliti dan banyak dijumpai pada feses manusia sehingga sering dijadikan sebagai salah satu indikator kontaminasi fekal meskipun masih diperdebatkan (Nebra dan Blanch, 1999). Bifidobacterium hidup pada lapisan lumen kolon dan lebih spesifik lagi membentuk koloni dalam jumlah banyak, menyerap nutrisi, mensekresikan asam laktat, asam asetat dan senyawa antimikroba. Bifidobacteria dominan pada dinding usus sehingga mencegah dinding usus dari kolonisasi bakteri yang tidak diinginkan (E. coli) atau khamir (candida) (Tamime dan Robinson, 1999). Efek menguntungkan dari Bifidobacteria adalah dapat meningkatkan metabolisme protein dengan memproduksi asam laktat sehingga dapat mengurangi kehilangan nutrisi yang dapat diserap. Meningkatkan metabolisme vitamin terutama vitamin B komplek yang bersifat antibakteri karena mampu menekan bakteri merugikan dan bakteri patogen yang menghasilkan ammonia dan amines, serta membuat kondisi ammonia tidak siap diserap tubuh. Bifidobacteria digunakan sebagai pengobatan untuk penyembuhan kerusakan liver melalui pengikatan nitrogen. Membantu menstimulasi dan menolong kerja saluran pencernaan menjadi normal dengan mencegah terjadinya pengendapan bahan buangan hasil metabolisme dan mempunyai efek imunoaktivasi (Nakazawa dan Hosono, 1992) Diantara kriteria penting bakteri probiotik adalah kemampuan melekat dan berkolonisasi pada mukosa usus manusia. Riset terhadap kemampuan adhesi bakteri menunjukkan bahwa polisakharida seluler bisa membantu pelekatan bakteri terhadap permukaan biologis sehingga memungkinkan terjadi kolonisasi. Bifidobacterium menghasilkan bifidan sebagai eksopolisakharida (EPS) yang terbukti mengawali adhesi dan sebagai pelekat permanen. Beberapa senyawa EPS mengandung gluko- dan frukto-oligosakharida dan bisa menghasilkan asam lemak rantai pendek setelah terhidrolisis dalam saluran usus oleh mikroflora usus besar serta memberi efek positif bagi kesehatan dan manfaat nutrisi sebagai prebiotik bagi flora usus (Surono, 2004). Kandungan L. acidophilus dalam ransum secara optimal mampu meningkatkan kecernaan dan utilitas protein (Jin et al., 1997). Probiotik tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem, namun juga menyediakan enzim yang mampu mencerna serat, protein, lemak dan mendetoksifikasi zat racun atau metabolitnya. Probiotik mengeksresi glutamat, meningkatkan proses absorpsi dalam usus dan mencegah stress (Widodo, 2003). Prebiotik Prebiotik adalah bahan pangan tidak tercerna di usus bagian atas yang memberikan efek kesehatan bagi tubuh dengan cara memacu pertumbuhan probiotik dalam usus besar (Gibson dan Fuller, 1998). Beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh bahan pangan agar memenuhi syarat sebagai prebiotik diantaranya adalah : (1) tidak mengalami hidrolisis atau terabsorpsi pada bagian atas sistem pencernaan manusia (lambung dan usus kecil), (2) hanya mampu difermentasi secara selektif oleh probiotik dalam usus besar, (3) mampu memacu pertumbuhan dan dominasi probiotik dalam usus besar, dan (4) mampu menginduksi pengaruh positif terhadap kesehatan seperti degradasi kolesterol serta menghasilkan asam lemak rantai pendek (Fooks et al., 1999). Mempertahankan viabilitas probiotik bukan merupakan hal yang mudah mengingat banyak sekali hambatan seperti : (1) pH lambung yang rendah yaitu berkisar antara 1-2, (2) keberadaan asam–asam empedu, (3) kompetisi dengan bakteri lain, (4) kondisi anaerob obligat, dan (5) keberadaan beberapa senyawa toksik, karena itu ada dua cara untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut serta mempertahankan viabilitas probiotik yaitu dengan bioenkapsulasi probiotik atau dengan penambahan prebiotik (Widodo, 2003). Prebiotik pada umumnya merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, di dalam usus. Bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacteria dan Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, juga karbondioksida dan hidrogen (Surono, 2004). Penambahan prebiotik pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu bakteri probiotik dengan cara meningkatkan viabilitas atau kemampuan hidup dalam sistem pencernaan. Hal ini didasari kenyataan bahwa probiotik khususnya Bifidobacterium secara selektif akan memfermentasi fruktan dibandingkan sumber karbohidrat lain seperti pati, fruktosa dan pektin. Beberapa prebiotik khususnya fruktan, seperti inulin dan fruktooligosakarida, diketahui mampu mengubah komposisi mikroflora dalam pencernaan kearah dominasi Bifidobacterium dan hal ini sering disebut efek bifidogenik (Fooks et al., 1999). Fruktooligosakarida (FOS) Fruktooligosakarida merupakan jenis oligosakarida yang tidak dapat dicerna yang tersusun atas glukosil-(fruktosil)n-1-fruktosa (GFn) dan (fruktosil)m-1-fruktosa (Fm) (Salminen et al., 1998). FOS termasuk golongan karbohidrat sederhana yang terdapat secara alami pada beberapa tanaman seperti Jerusalem artichoke, bawang dan pisang (Trenev, 2000). Senyawa ini merupakan serat pangan yang tidak tercerna yang membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan dengan cara memberi nutrisi dan meningkatkan bakteri alami yang terdapat dalam saluran pencernaan khususnya Bifidobacteria dan Lactobacili sehingga dapat mencegah infeksi sistem pencernaan. (Trenev, 2000). Tidak semua bakteri dapat memfermentasi FOS. Bakteri probiotik komersial yang dapat memfermentasi FOS antara lain adalah L. acidophillus, L. plantarum MR240, L. casei MR191, dan L. casei 685. Hal yang menarik adalah sebagian besar strain L. bulgaricus dan S. thermophillus yang umumnya digunakan pada industri yogurt, termasuk dalam kelompok bakteri yang tidak dapat memfermentasi FOS (Kaplan dan Hutkins, 2000). Konsumsi FOS 4-20 gram/hari secara selektif menstimulasi pertumbuhan bifidobakteri pada manusia (Salminen et al., 1998). Fermantasi FOS secara spesifik dilakukan dengan β-fruktofuranosidase yang terasosiasi dengan sel bifidobakteri (Manning dan Gibson, 2004). Escherichia coli Escherichia coli berukuran 1,1-1,5x2,0-6,0 µm, tunggal atau berpasangan. Kapsul atau mikrokapsul dapat terjadi pada beberapa strain. Bakteri ini bersifat motil dengan flagella peritrik atau non-motil. Escherichia coli bersifat Gram negatif, anaerobik fakultatif, kemoorganotropik, memiliki metabolisme tipe fermentatif dan respiratorik, hasil uji oksidase negatif, katalase positif, methyl red positif, Voges- Proskauer negatif, sitrat negatif, dan memecah nitrat. Suhu optimal pertumbuhannya adalah 37oC. D-Glukosa dan karbohidrat lain dipecah dengan pembentukan asam dan gas. (Holt et al., 1994). Escherichia coli termasuk ke dalam golongan bakteri Gram negatif, berbentuk rod (bertangkai), tidak berspora. Bakteri ini cukup mudah ditumbuhkan baik aerobik maupun anaerobik fakultatif, semua spesiesnya memfermentasikan glukosa dengan menghasilkan asam dan gas (Blackburn dan McClure, 2002). Escherichia coli merupakan bakteri alami penghuni usus besar manusia yang berpotensi sebagai penyebab infeksi. E. coli mampu hidup di usus besar dan menyebabkan diare dan infeksi saluran pencernaan yang akut (Takahashi et al, 1993). Mitsuoka (1978) menyatakan setelah bayi lahir maka di ususnya terdapat E. coli dan jumlahnya akan semakin meningkat sesuai dengan peningkatan umur. Peningkatan bakteri patogen ataupun berpotensi patogen pada manusia yang umurnya semakin tua, menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan substansi karsinogen dan penyebab timbulnya karsinogen. E. coli dengan jumlah 105-108 cfu/g feses dapat menghasilkan senyawa putrefaktif (NH3, H2S, amin, fenol, indole) karsinogen, toksin yang dapat menyebabkan diare, konstipasi, hipertensi dan kanker. Peningkatan jumlah bakteri jahat di dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan kompetisi nutrisi. Selain itu, bakteri jahat hidup dengan cara memakan sel dinding pencernaan yang mati maupun hidup, akibatnya dinding saluran pencernaan bisa terinfeksi (Siswono, 2002). Tikus Tikus merupakan spesies pertama mamalia yang didomestasikan untuk tujuan ilmiah kerena memiliki daya adaptasi yang baik. Tikus yang diproduksi sebagai hewan percobaan dan sebagai hewan piaraan adalah tikus putih (Rattus novergicus) yang memiliki beberapa keunggulan. Antara lain, penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena tubuhnya kecil, sehat, dan bersih, kemampuan reproduksi yang tinggi dengan masa kebuntingan yang singkat. Tikus digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium ataupun penelitian tentang manfaat vitamin, metabolisme lemak, tingkah laku dan daya kerja obat (Malole dan Pramono, 1989). Smith dan Mangkoewidjojo (1993) menyatakan ada dua sifat yang membedakan tikus dengan hewan lain yaitu (1) tidak dapat muntah karena struktur anatomi tidak lazim ditempat esophagus bermuara ke dalam lambung, (2) tidak mempunyai kantong empedu. Nilai biologis tikus dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Biologis Tikus Kriteria Keterangan Lama hidup (tahun) 2-3 (dapat sampai 4) Umur disapih (hari) 21 Umur dewasa (hari) 40-60 Umur dikawinkan (minggu) 10 Berat dewasa (g jantan) 300-400 (g betina) 250-300 Berat lahir (g) 5-6 Suhu (rektal) (oC) 36-39 (rata-rata 37,5) Aktivitas Nokturnal (malam) Kecepatan tumbuh (g/hari) 5 Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1989) Menurut Muchtadi (1989), tikus mempunyai beberapa karakteristik antara lain nocturnal yaitu aktif pada malam hari dan tidur pada siang hari, tidak berhenti tumbuh walaupun kecepatan tumbuh turun setelah berumur 100 hari. Dibandingkan dengan tikus lain tikus laboratorium lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman dan lebih cepat berkembang biak, mempunyai bobot badan dewasa mencapai 250 g tergantung galur (Smith dan Mangkoewidjojo, 1989). Kebutuhan Nutrisi Tikus Zat-zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia yaitu (1) karbohidrat yang terdiri dari pati, selulosa, gula; (2) minyak atau lemak terutama linoleat dan linolenat; (3) protein terutama asam amino esensial; (4) mineral-mineral elemen mikro; (5) vitamin-vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak (Muchtadi, 1989). Nutrisi tikus bervariasi misalnya protein 10%, lemak 8%, campuran mineral 5%, campuran vitamin 1%, selulosa 1%, air 5%, pati 81% (untuk membuat 100%) (AOAC, 1984). Kebutuhan mineral dalam makanan tikus selengkapnya tercantum dalam Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan Mineral pada Makanan Tikus Jenis Mineral Jumlah (g) NaCl 139,3 KI 0,79 KH2PO4 389,0 MgSO4 anhidrid 57,3 CaCO3 381,4 FeSO4 7H2O 27,0 MnSO4. H2O 4,0 ZnSO4. 7H2O 0,548 CuSO4. 5H2O 0,477 COCi2. 6H2O 0,023 Sumber : AOAC (1984) Sistem Pemeliharaan Tikus Tikus dipelihara dalam kotak yang terbuat dari metal atau plastik, ditutupi anyaman kawat berukuran 1x1 cm. Luas kandang untuk tikus dewasa adalah 250 cm2/ekor, tinggi kandang 18 cm. Suhu kandang 22oC dengan kelembaban 40-70% (Malole dan Pramono, 1989). Alas tidur tikus harus bebas dari debu, alas tidur di kandang tikus harus diganti sekurang-kurangnya satu kali tiap minggu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1989). METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah dan Laboratorium Lapang Pemulian dan Genetik Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB, Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Agustus 2007. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yogurt probiotik dan sinbiotik susu kambing. Pakan berupa pellet (starter broiler 511), sekam sebagai litter. Bahan yang digunakan dalam pengujian populasi bakteri adalah Buffer fosfat, Eosin methilen Blue Agar (EMBA), de Mann Rogosa Sharpe-IM (MRSA-IM), glukosa, LiCl, larutan dichoxallin dan sistin hidroklorida. Hewan percobaan yang digunakan adalah 15 ekor tikus putih (Rattus novergicus) strain Sprague Dawley berumur 21 hari lepas sapih, berjenis kelamin betina, dengan kisaran bobot 30,4– 30,92 gram per ekor. Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan adalah kandang tikus dengan ukuran 30 x 20 x 12 cm sebanyak 24 buah, terbuat dari plastik dilengkapi dengan kawat penutup, kandang diletakkan di atas rak yang terbuat dari balok kayu. Kandang diberi alas berupa sekam padi dengan berat 100 g yang diganti tiap tujuh hari. Tempat pakan berupa mangkuk aluminium dan tempat minum berupa botol dengan kapasitas 265 ml yang terbuat dari kaca dan karet penutup botol yang juga telah dilengkapi dengan pipa logam, syringe ukuran 1 ml dan timbangan dengan merk Meganexus yang mempunyai kapasitas 1,110 g dan skala terkecil 0,1 g. Peralatan untuk pengujian mikroflora usus mencit adalah cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet, bunsen, sendok pengaduk, waring blender, refrigerator, autoclave, water bath, inkubator, gelas piala, gunting bedah dan pisau bedah. Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel and Torrie,1995) Yij = µ + βi + εij Keterangan : Yij : nilai pengamatan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j µ : nilai rataan umum dari pengamatan βij : pengaruh perlakuan pemberian air, yogurt probiotik dan yogurt sinbiotik. εij : galat dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j Data jumlah bakteri dalam sampel feses disajikan dalam bentuk deskriptif sebagai data pendukung. Data yang diperoleh dianalisis dengan Sidik Ragam (ANOVA), setiap analisis yang memberikan hasil beda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey. Perlakuan Tikus putih betina lepas sapih yang berjumlah 9 ekor dibagi kedalam 3 perlakuan secara acak masing-masing 3 ulangan. Perlakuan pertama merupakan perlakuan kontrol yang diberi perlakuan air (R1). Perlakuan kedua diberi yogurt probiotik susu kambing (R2) dan perlakuan ketiga diberi yogurt sinbiotik susu kambing (R3), perlakuan dilakukan selama 42 hari. Pengamatan dilakukan terhadap 6 ekor tikus betina (selain perlakuan R1, R2, R3) yang dibagi ke dalam dua perlakuan, tiga ekor tikus diberi perlakuan adaptasi terhadap pellet starter broiler 511 selama 7 hari sebagai data awal dan tiga ekor tikus diberi yogurt sinbiotik susu kambing selama 42 hari kemudian pemberian yogurt sinbiotik dihentikan selama 14 hari. Penghentian pemberian yogurt sinbiotik susu kambing dilakukan untuk mempelajari pengaruhnya terhadap populasi bakteri probiotik di dalam kolon, konsumsi, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Hasil pengamatan tidak dilakukan analisis sidik ragam, data hanya dibandingkan secara deskriptif. Pemberian air, yogurt probiotik dan yogurt sinbiotik dilakukan setiap pagi (pukul 06.00 sampai 08.00 WIB) secara oral. Pemberian perlakuan menggunakan syringe sebanyak 0,03% dari bobot tubuh tikus dengan populasi bakteri awal 9,25 log10 cfu/ml untuk L. achidopilus dan 9,66 log10 cfu/ml untuk Bifidobacerium longum. Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, bobot badan akhir, mortalitas, populasi Lactobacillus acidophilus, populasi Bifidobacterium longum dan populasi Eschericia coli. Prosedur analisis secara lengkap akan diuraikan dibawah ini. Konsumsi bahan kering ransum (gram/ekor/hari). Konsumsi bahan kering (BK) ransum harian dihitung dari selisih antara BK ransum yang diberikan dengan BK sisa ransum dibagi dengan waktu penelitian. Konsumsi BK ransum diperoleh dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan selama seminggu dengan sisa ransum pada saat penggantian sekam dikalikan nilai BK ransum. Perhitungaan sisa ransum dilakukan dengan cara memisahkan antara sekam, feses dan sisa ransum. Pertambahan Bobot Badan Tikus (gram/ekor/hari). Pertambahan bobot badan harian diperoleh dari selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi lama waktu penelitian. Bobot badan tikus ditimbang setiap satu minggu sekali pada saat pergantian sekam. Konversi Ransum. Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi BK ransum harian dibagi dengan pertambahan bobot badan harian. Bobot Badan Akhir (gram/ekor). Bobot badan akhir tikus diperoleh dengan cara menimbang tikus pada akhir perlakuan. Mortalitas. Mortalitas merupakan jumlah angka kematian hewan percobaan selama penelitian. Populasi Bakteri Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum (Hansen, 2001). Perhitungan jumlah bakteri Lactobacillus acidophilus menggunakan media agar MRS-IM dengan penambahan maltosa sedangkan perhitungan jumlah Bifidobacterium longum menggunakan agar MRS-IM dengan penambahan glukosa, larutan dichlixallin, LiCl dan sistin hidroklorida. Teknik pemupukan dilakukan secara aseptik dengan cara memipet suspensi sampel yang telah dilakukan pengenceran seri sampai tingkat pengenceran 10-11. Satu mililiter dipupukkan ke dalam cawan petri steril. Media agar dihomogenkan hingga merata, setelah agar mengeras diinkubasi pada suhu 37oC pada kondisi terbalik selama 72 jam dalam kondisi anaerob. Koloni yang tumbuh berwarna putih dan kekuningan merupakan koloni dari starter bakteri. Populasi Bakteri Eschericia coli. Suspensi contoh dibuat pengenceran sampai 10-10. Pada setiap pengenceran dipipet 0,1 ml dan dipupuk ke EMBA (Eosin Methilen Blue Agar) dengan metode tuang dan diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Koloni dengan warna hijau metalik merupakan Eschericia coli. Prosedur Pembuatan Yogurt Probiotik. Pembuatan yogurt probiotik susu kambing dilakukan dengan mencampurkan susu asidophilus, yogurt dan susu bifidus. Perbandingan masing-masing susu adalah 1:2:1, yogurt probiotik susu kambing segar dikemas steril dalam gelas plastik tertutup dan disimpan selama penelitian dalam lemari pendingin dengan suhu 4oC. Pembuatan Yogurt Sinbiotik . Pembuatan yogurt sinbiotik susu kambing dilakukan dengan mencampurkan susu acidophilus, yogurt dan susu bifidus yang telah diberi FOS dengan konsentrasi 0,9 %. Perbandingan masing-masing susu adalah 1:2:1, yogurt probiotik susu kambing segar dikemas steril dalam gelas plastik tertutup dan disimpan selama penelitian dalam lemari pendingin dengan suhu 4oC. Adaptasi. Tikus diadaptasikan terhadap pellet starter broiler 511 selama 7 hari dan diadaptasikan kembali terhadap perlakuan pemberian air, yogurt probiotik dan yogurt sinbiotik secara oral selama 7 hari sebelum penelitian. Pengambilan Contoh. Feses diambil dengan mengeluarkan tikus dari kandang kemudian dimasukkan ke dalam kandang steril tanpa sekam pada pagi hari, agar feses keluar dari anus secara alami (tidak dipaksa) untuk mengurangi stres. Pengujian sampel feses dilakukan 2 minggu sekali sebelum perlakuan, selama perlakuan (minggu 2,4, 6 untuk tikus perlakuan dan 2,4,6,8 untuk tikus respon). Usus tikus bagian kolon diambil dengan membedah tikus setelah penimbangan minggu ke 6 untuk tikus perlakuan dan minggu ke 8 untuk tikus respon penghentian pemberian yogurt sinbiotik, kemudian tikus dimasukkan kedalam tabung kaca yang telah diberi kapas dan chloroform 90%, dibutuhkan waktu ±3 menit untuk meyakinkan tikus telah pingsan. Tikus dimatikan dengan menarik bagian kepala dan ekor secara bersama sampai menghasilkan bunyi tulang yang diregangkan. Pembedahan dilakukan dengan membuka kulit bagian perut dan mengambil saluran pencernaan bagian kolon. Persiapan Contoh. Feses tikus segar ditimbang seberat 1 gram, kemudian dibuat suspensi contoh (10-1) dengan menambahkan 9 ml buffer fosfat (BF), lalu dilakukan pengujian jumlah Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium longum dan Eschericia coli. Usus bagian kolon tikus dihancurkan dalam larutan buffer fosfat (BF) secara aseptic menggunakan waring blender, kemudian dijadikan suspensi contoh (10-1). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing terhadap Konsumsi Bahan Kering Ransum Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian yogurt selama 42 hari tidak mempengaruhi rataan konsumsi bahan kering ransum (P>0,05), kecenderungan signifikan pada P=0,05. Namun secara numerik konsumsi bahan kering ransum (BK) tikus yang diberi yogurt sinbiotik memiliki nilai rataan yang lebih rendah, dibandingkan konsumsi ransum tikus yang diberi air dan tikus yang diberi yogurt probiotik. Rataan konsumsi ransum adalah seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing Terhadap Parameter yang diamati Perlakuan Peubah Kontrol (air) Yogurt Probiotik Yogurt Sinbiotik 11,14±0,48 10,64±0,91 9,26±0,77 PBB (g/ekor/hari) 1,95±0,73 2,68±0,12 2,74±0,67 Konversi 6,27±2,24 3,98±0,49 3,47±0,57 144,6±28,39 178,0±10,44 181,9±35,60 Konsumsi BK (g/ekor/hari) Bobot Badan Akhir (g) Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan bila makanan tersebut diberikan secara ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi,1999) dan ransum yang dikonsumsi pada berbagai umur tidak tetap, sesuai dengan laju pertumbuhan dan tingkat produksi (Amrullah, 2003). Konsumsi ransum tikus perlakuan yogurt sinbiotik lebih rendah dibandingkan konsumsi tikus perlakuan kontrol dan probiotik. Meskipun konsumsi tikus perlakuan sinbiotik lebih rendah akan tetapi memiliki efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik dari tikus perlakuan kontrol maupun probiotik. Hal ini dibuktikan oleh nilai konversi yang lebih rendah dan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Konsumsi ransum yang lebih baik pada tikus perlakuan sinbiotik disebabkan oleh kandungan nutrisi yogurt sinbiotik susu kambing dan populasi L. acidophilus dan B. longum di dalam kolon yang tinggi. Menurut Moeljanto dan Wiryata (2002) susu kambing memiliki lemak dan protein yang lebih mudah dicerna. Susu kambing mengandung enzim ribonuklease, alkalin fosfatase, lipase dan xantin oksidase yang diperlukan untuk mencerna susu. Kandungan kalsium dan natrium (Na) dalam yogurt yang tinggi juga menyebabkan kebutuhan nutrisi tikus terpenuhi. Selain itu, Jin et. al., (1997) melaporkan bahwa Lactobacillus acidophilus secara optimal mampu meningkatkan kecernaan dan utilitas protein sehingga konsumsi pakan dapat berkurang. Adapun peningkatan dan penurunan konsumsi ransum tikus per hari selama penelitian disajikan pada Gambar 2. Konsumsi BK (g/ekor/hari) 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 Pengukuran minggu kekontrol Gambar 2. Pengaruh probiotik Pemberian Airsinbiotik ( ),Yogurt Probiotik ( ) dan Yogurt Sinbiotik ( ) Susu Kambing terhadap Konsumsi Bahan Kering Per Hari Konsumsi ransum pada tikus yang dihentikan pemberian yogurt sinbiotikny selama 14 hari setelah tikus diberi yogurt selama 42 hari menunjukkan peningkatan kembali konsumsi ransum. Konsumsi ransum tikus setelah penghentian pemberian yogurt meningkat sama seperti konsumsi tikus masa adaptasi. Rataan konsumsi ransum tikus pada masa adaptasi, 42 hari pemberian yogurt sinbiotik dan 14 hari penghentian pemberian yogurt sinbiotik susu kambing PESA disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Respon Ternak Terhadap Penghentian Pembarian Yogurt Sinbiotik Susu Kambing PESA Masa adaptasi Pembarian yogurt sinbiotik selama 42 hari 14 hari penghentian pemberian yogurt sinbiotik Konsumsi BK (g/ekor/hari) 12,67±1,05 9,26±0,77 12,00±1,09 PBB (g/ekor/hari) 2,98±0,15 2,74±0,67 2,91±0,67 Konversi 4,253±036 3,47±0,57 4,33±1,34 Peubah Meningkatnya konsumsi ransum tikus setelah penghentian pemberian yogurt sinbiotik selama 14 hari disebabkan oleh menurunnya populasi L. acidophilus dan B. longum di dalam kolon sehingga proses pencernaan makanan kurang optimal (Gambar 8 dan 11) dan asupan nutrisi dari yogurt susu kambing yang terhenti. Peningkatan konsumsi ransum setelah penghentian pemberian yogurt sinbiotik menunjukkan pengaruh yang tidak diharapkan. Hal ini didukung oleh nilai konversi dan konsumsi yang lebih tinggi (Tabel 5), semakin tinggi nilai konversi menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing terhadap Pertambahan Bobot Badan (PBB) Tikus Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertambahan bobot badan (P>0,05). Namun apabila dilihat dari nilai rataan perlakuan, pemberian yogurt sinbiotik dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Adapun rataan pertambahan bobot badan tikus sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Perlakuan kontrol memiliki nilai rataan PBB 1,95±0,73 g/ekor/hari dengan kurva PBB yang semakin menurun. Kurva PBB yang semakin menurun mencerminkan pertumbuhan tikus kontrol terganggu, bahkan karena suhu dan kelembaban lingkungan yang ekstrim membuat tikus stress. Kondisi lingkungan selama perlakuan menunjukkan perubahan yang ekstrim terhadap suhu yaitu dengan rataan 28,2oC pada pagi hari dan 31,2oC pada siang hari, sedangkan rataan kelembaban udara selama penelitian adalah 88% pada pagi hari dan 70% pada siang hari. Malole dan Purnomo (1989) menyatakan bahwa suhu ideal untuk pertumbuhan tikus berkisar 22-25oC dan kelembaban udara dalam kandang yang ideal adalah 4070%. Suhu kandang yang melebihi suhu ideal lingkungan dapat menyebabkan tikus mengalami gangguan pertumbuhan, bahkan tikus tidak dapat berkembang biak pada suhu lingkungan melebihi 30oC (Malole dan Purnomo, 1989), dikarenakan tikus tidak mempunyai kelenjar keringat pada kakinya, maka untuk beradaptasi dengan lingkungan, tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi bulunya dengan ludah. Tikus yang mengalami cekaman akan memacu pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Hal ini dapat menyebabkan kompetisi nutrisi. Selain itu, bakteri patogen hidup dengan cara memakan sel dinding pencernaan yang mati maupun hidup. Akibatnya, dinding saluran pencernaan terinfeksi (Siswono, 2002). PBB tikus per hari selama penelitian disajikan pada Gambar 3. PBB (g/ekor/hari) 7 6 5 4 3 2 1 0 2 3 4 5 6 Pengukuran minggu ke- Gambar 3. Pengaruh Pemberian Air ( ), Yogurt Probiotik ( ) dan Yogurt Sinbiotik ( ) Susu Kambing terhadap Pertambahan Bobot Badan Tikus Per Hari Pertambahan bobot badan tikus perlakuan sinbiotik menunjukkan PBB yang lebih tinggi dibandingkan PBB tikus kontrol dan PBB tikus probiotik. Perlakuan pemberian yogurt yang mengandung bakteri probiotik memiliki nilai rataan PBB 2,68±0,12 g/ekor/hari sedangkan perlakuan sinbiotik memiliki nilai rataan PBB 2,74±0,67 g/ekor/hari, dan rataan PBB kontrol (1,95±0,73 g/ekor/hari). Tingginya PBB dengan nilai konversi dan konsumsi yang rendah menunjukkan perlakuan sinbiotik paling baik meningkatkan bobot badan. Hal ini disebabkan oleh kandungan yogurt sinbiotik yang diperkaya bakteri L. acidophilus dan B. longum serta prebiotik fruktooligosakarida (FOS). Prebiotik FOS berperan sebagai nutrisi bagi L. acidophilus dan B. longum agar tumbuh optimal di dalam saluran pencernaan, sedangkan L. acidophilus dan B. longum dapat menghasilkan produk metabolisme yang bermanfaat bagi tubuh. Produk metabolisme tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk membentuk atau menambah ukuran jaringan baru. Hasil pertumbuhan atau perkembangan jaringan tersebut berpengaruh terhadap kenaikan bobot badan. Hargrove dan Alford (1978) yang dikutip oleh Nakazawa et al. (1992) menyatakan bahwa tikus yang diberi yogurt menunjukkan pertambahan bobot badan yang lebih besar dibandingkan dengan tikus yang diberi susu biasa (tanpa fermentasi). Pertambahan bobot badan tikus yang dihentikan pemberian yogurt sinbiotiknya selama 14 hari lebih tinggi dibandingkan PBB tikus perlakuan sinbiotik tanpa penghentian, tetapi sama dengan PBB masa adaptasi (Tabel 5). Hal ini menunjukkan penghentian pemberian yogurt selama 14 hari mengembalikan kondisi tikus pada kondisi adaptasi. Tingginya nilai PBB tikus yang dihentikan pemberian yogurt sinbiotiknyaselama 14 hari tidak dapat dikatakan baik, karena nilai konversi dan konsumsi ransum tikus yang tinggi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa penghentian pemberian yogurt sinbiotik selama 14 hari menurunkan produktivitas tikus. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing terhadap Konversi Ransum Konversi ransum merupakan jumlah ransum yang dibutuhkan ternak untuk menghasilkan satu satuan nilai produksi. Hasil uji statistik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konversi ransum (P>0,05), kecenderungan signifikan pada P=0,095. Namun secara numerik, terlihat bahwa nilai konversi ransum pada perlakuan pemberian yogurt sinbiotik lebih rendah dibandingkan nilai konversi ransum tikus kontrol dan nilai konversi tikus probiotik. Adapun rataan Konversi Ransum konversi ransum disajikan pada Gambar 4. 15 10 5 0 2 3 4 5 6 Pengukuran minggu keKontrol Probiotik Sinbiotik Gambar 4. Pengaruh Pemberian Air ( ), Yogurt Probiotik ( ) dan Yogurt Sinbiotik ( ) Susu Kambing terhadap Konversi Ransum Per Hari Konversi ransum pada perlakuan sinbiotik lebih baik dibandingkan konversi pada tikus kontrol dan tikus probiotik (Tabel 4.) Hal ini didukung oleh pertambahan bobot badan yang tinggi sedangkan konsumsi ransum yang rendah. Anggorodi (1985) melaporkan bahwa konversi ransum merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunan ransum. Tujuan utama pemberian pakan adalah untuk menghasilkan pertumbuhan yang paling cepat dengan jumlah pakan yang paling sedikit serta hasil akhir yang memuaskan (Blakely dan David, 1991). Semakin rendah nilai konversi menunjukkan semakin sedikit ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat, demikian sebaliknya. Rendahnya nilai konversi ransum pada perlakuan sinbiotik mengindikasikan pemberian yogurt sinbiotik nyata mencapai tujuan pemberian pakan dan merupakan perlakuan yang dapat membuat ransum efisien untuk mencapai pertumbuhan. Hal ini didukung oleh pertambahan bobot badan yang tinggi dengan konsumsi ransum yang rendah. Rendahnya nilai konversi ransum pada tikus perlakuan sinbiotik disebabkan oleh populasi L. acidophilus dan B. longum di dalam kolon yang tinggi. Adapun Widodo (2003) menyatakan bahwa B. longum tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga menyediakan enzim yang mampu mencerna serat, protein, lemak dan mendetoksifikasi zat racun atau metabolitnya. B. longum menghasilkan enzim proteolitik yang mampu mendegradasi protein menjadi asam amino sehingga lebih mudah diserap, sedangkan L. acidophilus membantu memanfaatkan kalsium, protein, besi dan fosfor dengan menghasilkan D (-) asam laktat. B. longum menghasilkan bile salt hidrolase sedangkan L. acidophilus menghasilkan β-galaktosidase, bakteriosin dan H2O2 yang dapat menjaga keseimbangan mikroba di dalam saluran pencernaan. Hal ini mengakibatkan infeksi yang disebabkan oleh mikroba pathogen dapat dikurangi dan dieliminasi. Saluran pencernaan yang sedikit mengalami kerusakan akan mendukung efisiensi proses penyerapan nutrien. Hal ini didukung oleh Sulistiyani (2003) yang melaporkan bahwa pemberian probiotik nyata menurunkan jumlah perubahan patologis (kriptitis, udema, pendarahan, pembendungan, hiperemia) usus halus ayam broiler. Sehingga produk metabolisme tersebut dapat dimanfaatkan tubuh ternak untuk membentuk atau menambah ukuran jaringan baru dan memperbaiki angka konversi ransum. Konversi ransum tikus yang dihentikan pemberian yogurt sinbiotiknya selama 14 hari lebih besar dibandingkan konversi ransum perlakuan yogurt sinbiotik tanpa penghentian tetapi sama dengan konversi tikus masa adaptasi. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahwa penghentian pemberian yogurt sinbiotik susu kambing selama 14 hari dapat menurunkan produktivitas tikus. Hal ini didukung oleh nilai konsumsi yang tinggi dengan pertambahan bobot badan yang rendah. Tingginya konversi ransum disebabkan penyerapan zat makanan dalan tubuh kurang optimal, ditunjukkan dengan menurunnya populasi L. acidophilus dan B. longum di dalam kolon (Gambar 8 dan 11). Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Sinbiotik Susu Kambing terhadap Bobot Badan Akhir (BBA) Tikus Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot badan akhir menunjukkan tidak berbeda nyata (Tabel 3). Bobot badan akhir tikus menunjukkan hubungan antara bobot badan tikus awal penelitian dengan laju pertumbuhan selama masa penelitian. Rataan bobot badan akhir tikus yang diberi yogurt sinbiotik adalah 181,9±35,60 g/ekor lebih besar dibandingkan bobot badan akhir tikus dengan perlakuan kontrol sebesar 144,6±28,39 g/ekor sedangkan tikus perlakuan probiotik sebesar 178,0±10,44 g/ekor. Tingginya bobot badan akhir tikus perlakuan sinbiotik disebabkan oleh tingginya populasi L. acidophilus dan B. longum (Gambar 7 dan 10), salah satunya menghasilkan enzim yang membantu meningkatkan pencernaan dan penyerapan zat makanan dalam tubuh. Produk metabolisme secara langsung dapat dimanfaatkan oleh tubuh untuk membentuk dan menambah ukuran jaringan baru sehingga mempengaruhi bobot badan akhir. Rataan bobot badan tikus selama penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 5. Bobot Badan (g/ekor) 200 150 100 50 0 1 2 3 4 Pengukuran minggu ke- 5 6 Gambar 5. Pengaruh Pemberian Air ( ) Yogurt Probiotik ( ) dan Yogurt Sinbiotik ( ) Susu Kambing terhadap Bobot Badan Tikus Per Hari Penggunaan probiotik dan prebiotik dapat menjaga keseimbangan mikroflora usus dan diharapkan bobot badan akhir lebih tinggi. Kandungan nutrisi yogurt merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan bobot badan. Akan tetapi bobot badan akhir tikus tidak mencapai bobot badan tikus dewasa. Smith dan Mangkoewidjojo (1989) mengungkapkan bobot badan tikus dewasa dapat mencapai 250 g untuk tikus laboratorium. Bobot badan akhir penelitian untuk tikus dewasa hanya mencapai 181,9 g pada perlakuan yogurt sinbiotik. Rendahnya bobot badan akhir disebabkan perlakuan pemberian secara oral, penimbangan setiap minggu dan ekstrimnya suhu lingkungan sehingga tikus mengalami cekaman dan terganggunya produksi. Menurut Alm (1991), cekaman dapat mengganggu keseimbangan mikroflora usus dan dapat meningkatkan jumlah mikroflora patogen atau berpotensi patogen sehingga pertumbuhan tikus terganggu. Meskipun demikian, bobot badan akhir tikus perlakuan yogurt sinbiotik dapat dikatakan lebih baik dibandingkan bobot badan akhir kontrol maupun probiotik. Hal ini ditunjukkan oleh konsumsi ransum dan konversi yang rendah, akan tetapi memiliki PBB yang tinggi. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing terhadap Mortalitas Tikus Betina Mortalitas merupakan jumlah angka kematian yang disebabkan pengaruh perlakuan. Hasil analisis ragam pada pengamatan pengaruh perlakuan terhadap mortalitas menunjukkan tidak berpengaruh secara nyata (P>0,05). Mortalitas tidak terjadi selama perlakuan, hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ternak sehingga dapat menurunkan angka mortalitas (Blakely dan David, 1991). Disamping itu manajemen pemeliharaan terpenuhi dengan baik, seperti luas kandang untuk tikus dewasa adalah 250 cm2/ekor dengan tinggi kandang 18 cm (Smith dan Mangkoewidjojo, 1989). Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing terhadap Populasi Bifidobacterium longum Populasi Bifidobacterium longum di dalam Feses Pertumbuhan B. longum dalam sampel feses selama perlakuan memiliki pola kurva populasi yang fluktuatif pada seluruh perlakuan. Jumlah bakteri Bifidobacterium mengalami peningkatan pada hari ke-14, penurunan pada hari ke-28 dan peningkatan kembali pada hari ke-42 (Gambar 6). Perubahan populasi B. longum di dalam feses dari waktu ke waktu disebabkan perubahan lingkungan yang terjadi di dalam saluran pencernaan. Hal ini didukung oelh pernyataan Droault et al. (1999) bahwa viabilitas bakteri dalam saluran pencernaan dipengaruhi oleh antimikroba berupa peptida yang disekresikan tikus dan membuat membran sel bakteri menjadi permeabel sehingga mengalami kebocoran. Hal tersebut memungkinkan perbedaan Populasi B. longum (log10 cfu/g) kandungan mikroba feses tikus pada waktu yang berbeda. 10 9.5 9 8.5 8 0 14 28 42 56 Lama Pemberian (hari) Gambar 6. Pengaruh Pemberian air ( ),Yogurt Probiotik ( ), Yogurt Sinbiotik ( ) dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik Selama 14 hari ( ) terhadap Populasi Bifidobacterium longum di dalam Feses B. longum diduga mulai menggunakan FOS sebagai sumber nutrisinya pada H-14. Hal ini ditandai dengan kenaikan populasi B. longum yang mencapai 9,56 log10 cfu/g. FOS tidak dapat dicerna oleh enzim yang disekresikan di usus halus, dengan demikian akan dikirim ke kolon dalam keadaan utuh. Bifidobacteria akan memfermentasi FOS dan menghasilkan asam organik antara lain short chain fatty acids (asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, karbondioksida dan hidrogen) yang sangat berguna untuk mempertahankan integritas mukosa (selaput lendir) usus sehingga merangsang pertumbuhan Bifidobacteria (Widodo, 2003). Populasi B. longum pada hari ke-28 mengalami penurunan 8,5% pada kontrol, 2,6% pada perlakuan probiotik dan 4,6% pada perlakuan sinbiotik. Penurunan ini disebabkan oleh bakteriosin dan pH yang dihasilkan S. thermophilus pada produk yogurt sinbiotik. Shah dan Ly (1999) menunjukkan bahwa S. thermophilus dapat menghasilkan bakteriosin yang dapat menghambat Bifidobacteria. Populasi B. longum menurun dari 9,69 log10 cfu/ml menjadi 8,33 log10 cfu/ml pada produk yogurt sinbiotik segar. Populasi B. longum mengalami peningkatan kembali pada hari ke-42, populasi B. longum pada tikus perlakuan kontrol meningkat sebesar 4,1%, perlakuan probiotik 2,9% dan 6,1% perlakuan sinbiotik. Hal ini diduga B. longum dapat memperbaiki luka disaluran pencernaan dari proses kompetisi dengan bakteri patogen. Davidson (2000) menjelaskan bahwa B. longum dapat memperbaiki luka jika diberi waktu dan kondisi yang cukup. Populasi B. longum dalam feses tetap menunjukkan peningkatan pada tikus yang dihentikan pemberian yogurt sinbiotiknya selama 14 hari. Hal ini diduga B. longum di dalam feses mampu melekat dan melakukan kolonisasi. Fuller et al. (1989) menyatakan bakteri probiotik akan berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mendapatkan nutrisi dan daerah kolonisasi. Mengkonsumsi bahan prebiotik secara teratur dapat memodulasi komposisi mikrobiota kolon yang menyebabkan Bifidobacteria lebih dominan di dalam kolon dan banyak ditemukan di dalam tinja (Gibson, 1995). Populasi yang mencapai 9,91 log10 cfu/g masih dalam kisaran populasi yang dapat memberi efek kesehatan. Mitsuoka (1978) menyatakan jumlah Bifidobacterium dalam feses dengan kisaran 109-1011 cfu/g akan memberi efek menguntungkan bagi kesehatan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penghentian pemberian yogurt sinbiotik selama 14 hari belum mempengaruhi stabilitas B. longum di dalam feses. Populasi Bifidobacterium longum di dalam Kolon Populasi B. longum dalam kolon berkisar antara 8,64-12,2 log10 cfu/g. Populasi B. longum di dalam kolon menunjukkan peningkatan yang tidak seragam antara perlakuan kontrol, yogurt probiotik dan yogurt sinbiotik setelah tikus diberi perlakuan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik susu kambing PESA nyata meningkatkan populasi B. longum dalam kolon (P<0,01). Populasi B. longum dalam kolon nyata lebih tinggi pada perlakuan pemberian yogurt sinbiotik (11,48±0,94 log10 cfu/g) dibanding populasi bakteri pada tikus kontrol (9,11±0,36 log10 cfu/g) dan perlakuan probiotik (8,78±0,18 log10 cfu/ml). Peningkatan populasi B. longum pada perlakuan sinbiotik merupakan efek adanya FOS dalam yogurt. Penambahan prebiotik FOS dalam yogurt membantu bakteri probiotik dengan cara meningkatkan viabilitas atau kemampuan hidup dalam saluran pencernaan. Fook et al. (1999) menyatakan probiotik khususnya Bifidobacterium secara selektif akan memfermentasi fruktan dibandingkan sumber karbohidrat lain. Fruktan diketahui mampu mengubah komposisi mikroflora saluran pencernaan kearah dominasi Bifidobacterium dan keadaan ini dikenal dengan efek bifidogenik. Pengaruh perlakuan terhadap populasi B. longum di dalam kolon B 11.48±0,94 cfu/g) A 9.11±0,36 8.87±0,81A 10 Populasi B. longum (log disajikan pada Gambar 7. Perlakuan Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,01) Gambar 7. Populasi B. longum di dalam Kolon pada Kontrol ( ( ) dan Sinbiotik ( ) ), Probiotik Populasi Bifidobacterium longum pada tikus yang diberi yogurt sinbiotik mencapai 11,48 log10 cfu/g sehingga dapat membentuk keseimbangan mikroflora dalam usus dan memberi efek kesehatan, sebagaimana pernyataan Mitsuoka (1978) bahwa populasi Bifidobacterium dalam usus besar orang dewasa sehat dengan kisaran 109-1011 cfu/g. Efek menguntungkan dari Bifidobacterium adalah dapat meningkatkan metabolisme protein, vitamin, bersifat antibakteri dan menstimulasi kerja saluran pencernaan (Nakazawa dan Hosono,1992). B. longum diduga mampu berkompetisi dan mengkolonisasi daerah pelekatan di kolon. Hal ini di dukung oleh pernyataan Surono (2004) bahwa Bifidobacterium menghasilkan bifidan sebagai eksopolisakarida (EPS), yang mengawali adhesi dan sebagai pelekat permanen, sehingga dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi yogurt sinbiotik susu kambing selama 42 hari secara kontinyu dapat meningkatkan populasi B. longum di kolon. Penurunan populasi B. Longum mencapai populasi respon adaptasi atau sebesar 8,55±0,23 log10 cfu/g pada tikus yang dihentikan pemberian yogurt sinbiotiknya selama 14 hari menunjukkan stabilitas B. longum di dalam kolon terganggu. Hal ini disebabkan oleh menurunnya asupan B. longum dari yogurt sinbiotik susu kambing. Penurunan populasi B. longum di dalam kolon disajikan pada Gambar 8. Populasi B. longum (log 10 cfu/g) 11.48±0,94 8.72±0,27 8.56±0,63 Perlakuan Gambar 8. Populasi B. longum di dalam Kolon pada Masa Adaptasi ( ), Pemberian Sinbiotik Selama 42 hari ( ) dan Penghentian Pemberian Sogurt Sinbiotik Selama 14 hari ( ) Penurunan populasi B. longum menyebabkan B. longum tidak mampu berkompetisi dan melakukan pelekatan, sehingga tidak dapat memberi efek kesehatan karena di bawah standar populasi yaitu 109-1011 cfu/g (Mitsuoka, 1978), sehingga dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi yogurt sinbiotik pembawa bakteri probiotik harus diminum secara teratur dan kontinyu. Hal ini di dukung oleh pernyataan Surono (2004) bahwa peranan bakteri asam laktat akan lebih baik apabila terus menerus disuplai dan mampu melekat pada sel epitel serta melakukan kolonisasi di usus, mengingat perjalanan makanan maupun bakteri hanya membutuhkan waktu kira-kira 12 jam dari mulut ke rektum, sehingga konsumsi bakteri probiotik harus dilakukan secara rutin setiap hari. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik Susu Kambing dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing terhadap Populasi Lactobacillus acidophilus Populasi Lactobacillus acidopilus di dalam Feses Pertumbuhan L. acidophilus dalam feses perlakuan kontrol, probiotik dan sinbiotik memiliki pola grafik yang fluktuatif. Terjadi kenaikan pada hari ke-14, penurunan hari ke-28 dan kenaikan hari ke-42. Pola ini sama dengan pola pada Bifidobacterium longum. Populasi L. acidophilus di dalam feses pada tikus kontrol mengalami kenaikan dari 8,21 log10 cfu/g menjadi 9,48 log10 cfu/g, perlakuan probiotik mengalami penurunan dari 9,68 log10 cfu/g menjadi 9,64 log10 cfu/g, sedangkan tikus yang diberi yogurt sinbiotik cenderung mengalami kenaikan dari 8,89 log10 cfu/g menjadi 10,68 log10 cfu/g. Grafik pertumbuhan L. acidophilus dalam feses disajikan dalam Gambar 9. Populasi L. acidophilus (log10 12 10 8 6 4 2 0 0 14 28 42 56 Lama Pemberian (hari) Gambar 9. Pengaruh Pemberian Air ( ), Yogurt Probiotik ( ) dan Yogurt Sinbiotik ( ) dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik Selama 14 Hari( ) terhadap Populasi L. acidophilus di dalam Feses Kenaikan populasi L. acidophilus pada hari ke 14 diduga akibat penggunaan FOS di dalam kolon. Menurut Kaplan dan Hutkins (2000) L. acidophillus merupakan bakteri probiotik komersial yang dapat memfermentasi FOS. Berdasarkan uji populasi L. acidophilus di dalam produk yogurt sinbiotik diketahui pada H-14 populasi L. acidophilus mengalami peningkatan sebesar 0,01 log10 cfu/g. Penurunan L. acidophilus pada hari ke 28 disebabkan populasi bakteri yogurt yang dikonsumsi mengalami penurunan akibat terakumulasinya H2O2 di dalam produk. Hal ini didasarkan pada hasil pengujian populasi L. acidophilus pada produk segar yang mulai menurun setelah penyimpanan H-21 (9,3 log10 cfu/g) dan semakin menurun sampai penyimpanan H-28 (7,83 log10 cfu/g). Penurunan populasi L. acidophilus pada produk menyebabkan bakteri yang masuk ke dalam saluran pencernaan semakin menurun, sehingga populasi di dalam feses menurun. L. acidophilus pada hari ke-42 kembali naik, kenaikan yang ditunjukkan perlakuan sinbiotik sebesar 1,04 log10 cfu/g lebih besar dibandingkan kenaikan pada kontrol (0,92 log10 cfu/g) dan probiotik (0,11 log10 cfu/g). Populasi L. acidophilus di dalam feses tikus yang semakin menurun mencapai 8,34 log10 cfu/g pada tikus yang pemberian yogurt sinbiotiknya dihentikan selama 14 hari, menunjukkan respon negatif terhadap stabilitas L. acidophilus di dalam saluran pencernaan. Molin et al. (1993) melaporkan bahwa jumlah L. acidophilus normal dalam feses sekitar 108 cfu/g, maka dapat disimpulkan bahwa penghentian pemberian yogurt sinbiotik selama 14 hari dapat menurunkan populasi L. acidophilus. Populasi Lactobacillus acidophilus di dalam Kolon Populasi L. acidophilus dalam usus berkisar 8,64-12,39 log10 cfu/g selama 42 hari perlakuan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik nyata meningkatkan populasi L. acidophilus (P<0,05). Populasi L. acidophilus pada perlakuan yogurt sinbiotik lebih besar 1,76 log10 cfu/g dari populasi L. acidophilus kontrol dan 2,04 log10 cfu/g dari populasi L. acidophilus perlakuan yogurt probiotik. Populasi L. acidophilus yang mencapai 11,32 log10 cfu/g memebihi populasi normal, Evaldon et al. (1982) dan Lidbeck et al. (1988) yang dikutip oleh Molin et al. (1993) melaporkan bahwa pada usus kecil manusia dewasa, jumlah lactobacilli sekitar 102-104 cfu/g mukosa, dan pada kolon sekitar 104-106 cfu/g mukosa, sedangkan pada feses sekitar 108cfu/g feses. Tingginya populasi L. acidophilus disebabkan kandungan FOS di dalam yogurt sinbiotik yang memacu pertumbuhannya sehingga memberi efek kesehatan. Lactobacillus sp. mengkoloni bagian-bagian spesifik dari saluran pencernaan dengan cara melakukan penempelan pada sel-sel epitel saluran pencernaan (Yuguchi et al., 1992). Rataan populasi Populasi L. acidophilus (log 10 cfu/g) perlakuan disajikan pada Gambar 10. 11,32±0,98b 9,56±0,31a 9,28±0,66 a Perlakuan Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Gambar 10. Populasi L. acidophilus di dalam Kolon pada Kontrol ( Probiotik ( ) dan Sinbiotik ( ) ), Efek pertumbuhan yang ditunjukkan L. acidophilus adalah mensekresikan senyawa metabolit biosurfaktan yang dapat menghambat pelekatan bakteri patogen yaitu bakteriosin, asam organik dan H2O2 serta D(-) asam laktat yang memperbaiki penyerapan mineral, terutama kalsium, sebab kalsium lebih mudah diserap dalam kondisi asam (Surono, 2004). Efek pertumbuhan ini terbukti dengan menurunnya populasi E. coli pada perlakuan yogurt sinbiotik (Gambar 13). Penghentian pemberian yogurt sinbiotik selama 14 hari menyebabkan populasi L. acidophilus di dalam kolon menurun mencapai populasi yang setara dengan populasi awal (masa adaptasi). Penurunan populasi L. acidophilus disajikan pada Populasi L. acidophilus (log 10 cfu/g) Gambar 11. 11.32±0,98 8.72±0,63 8.55±0,23 Perlakuan Gambar 11. Populasi L. acidophilus di dalam Kolon pada Masa Adaptasi ( ), Pemberian Sinbiotik selama 42 hari ( ) dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik Selama14 hari ( ) Penurunan L. acidophilus di dalam kolon disebabkan oleh dihentikannya asupan L. acidophilus dari yogurt sinbiotik susu kambing menyebabkan L. acidophilus tidak mampu berkompetisi dan melakukan pelekatan. Kondisi ini dapat meningkatkan populasi bakteri patogen maupun berpotensi patogen yang mengakibatkan perubahan keseimbangan. Komposisi bakteri mengarah pada dominasi bakteri berbahaya seperti spesies Salmonella, Escherichia coli dan Listeria. Dominasi bakteri berbahaya dapat berakibat meningkatnya kandungan substansi karsinogen, toksin, NH3, H2S, amin serta fenol, sehingga menimbulkan berbagai penyakit pencernaan. Pengaruh Pemberian Yogurt Probiotik dan Yogurt Sinbiotik Susu Kambing terhadap Populasi Eschericia coli Populasi Escherichi coli di dalam Feses Populasi E. coli pada kontrol semakin meningkat sampai hari ke-28 dan menurun pada hari ke-42, Populasi E. coli di dalam feses pada perlakuan probotik cenderung konstant, sedangkan populasi E. coli di dalam feses tikus sinbiotik cenderung terus menurun sampai hari ke 42. Populasi E. coli pada tikus perlakuan sinbiotik menurun sebesar 1,12 log10 cfu/g dari populasi awal yaitu 8,23 log10 cfu/g menjadi 7,11 log10 cfu/g pada hari ke 14 dan terus menurun mencapai populasi 5,59 log10 cfu/g.. Pertumbuhan bakteri E. coli di dalam feses disajikan dalam Gambar 12. Populasi E. coli (log 10 cfu/g) 12 10 8 6 4 2 0 0 14 28 42 56 Lama Pemberian (hari) Gambar 12. Pengaruh Pemberian Air ( ), Yogurt Probiotik ( ) dan Yogurt Sinbiotik ( ) dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik selama 14 Hari ( ) Terhadap Populasi Escherichia coli di dalam Feses Penurunan populasi E. coli dalam feses pada tikus perlakuan sinbiotik disebabkan oleh peningkatan populasi L .acidophilus dan B. longum di dalam kolon (Gambar 7 dan 10). Nakazawa dan Hosono (1992) mengemukakan bahwa meningkatnya populasi Lactobacili di usus karena berasosiasi dalam dinding saluran pencernaan, sehingga meningkatkan populasi Lactobacili alami yang pada akhirnya dapat menekan mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti E. coli. Populasi E. coli di dalam feses perlakuan sinbiotik pada hari ke 42 menurun mencapai 5,59 log10 cfu/g. Hal ini disebabkan oleh proses fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat, mempunyai ciri khas yaitu terakumulasinya asam organik yang disertai dengan penurunan nilai pH. Asam laktat akan menurunkan pH sekitar saluran usus menjadi 4-5, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk E. coli yang membutuhkan pH optimum 6-7. Sejumlah asam volatil yang dihasilkan selama fermentasi juga memberikan efek antimikroba dalam kondisi potensial redoks yang rendah (Surono, 2004), sehingga populasi E. coli di kolon dan feses dapat ditekan. Populasi Escherichia coli di dalam Kolon Populasi E. coli di dalam kolon pada perlakuan berkisar antara 8,34 log10 cfu/g sampai 5,4 log10 cfu/g. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan pemberian yogurt sinbiotik susu kambing berpengaruh nyata menurunkan populasi E. coli (P<0,05). Populasi E. coli dalam usus perlakuan sinbiotik memiliki selisih sebesar 1,45 log10 cfu/g dari jumlah E. coli kontrol. Rataan populasi E. coli di dalam kolon disajikan pada Gambar 13. a a 7,16±1,12 Populasi E. coli (log 10 cfu/g) 7,48±0,65 b 5,54±0,12 Perlakuan Keterangan : Superskrip huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Gambar 13. Populasi E. coli di dalam Kolon pada Kontrol ( ( ) dan Sinbiotik ( ) ), Probiotik Mitsuoka (1978) menyatakan setelah bayi lahir maka di ususnya terdapat E. coli dan jumlahnya akan semakin meningkat sesuai dengan peningkatan umur. Populasi E. coli perlakuan yogurt sinbiotik yang lebih rendah menunjukkan L. acidophilus dan B. longum mampu menekan E. coli di dalam kolon. Hal ini disebabkan di dalam kolon L. acidophilus dan B. longum mempunyai kemampuan merombak karbohidrat sederhana menjadi asam laktat. Peningkatan asam laktat menyebabkan pH lingkungan menjadi rendah sehingga E. coli tidak tumbuh. Hal ini didukung oleh Oyetayo et al. (2003) yang melaporkan bahwa percobaan secara in vivo pada tikus memperlihatkan setelah 3 hari pemberian pakan dengan kandungan Lactobacillus acidophilus mampu menurunkan jumlah bakteri Enterobacteria pada fesesnya. Daud (2005) melaporkan bahwa pemberian bakteri probiotik dan prebiotik dapat menggantikan peranan antibiotik. Penghentian pemberian yogurt sinbiotik susu kambing selama 14 hari belum mengurangi efek positif bakteri probiotik dalam menekan bakteri patogen. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan populasi mencapai 4,58±0,33 log10 cfu/g seiring penurunan populasi E. coli dalam feses(Gambar 12). Penurunan populasi E. coli yang tetap berlangsung meskipun pemberian yogurt dihentikan disebabkan aktivitas antimikroba yang dihasilkan bakteri L. acidophilus dan B. longum. Hal ini didukung oleh pernyatan Najmuddin (2006) bahwa lama penyimpanan dapat meningkatkan aktivitas antimikroba yogurt probiotik susu kambing PESA. Substrat antimikroba di dalam yogurt mampu menghambat E. coli. Penurunan populasi E. coli di dalam Populasi E. coli (log 10 cfu/g) kolon disajikan pada Gambar 14. 8,09±0,45 5,54±0,12 4,58±0,33 Perlakuan Gambar 14. Populasi E. coli di dalam Kolon Masa Adaptasi ( ), Pemberian Sinbiotik Selama 42 Hari ( ) dan Penghentian Pemberian Yogurt Sinbiotik Selama 14 hari ( ) Populasi E. coli yang menurun pada feses maupun di dlam kolon menunjukkan bakteri L. acidophilus dan B. longum mampu bertahan di dalam saluran pencernaan dan mampu menekan E. coli. Safitri (2007) melaporkan bahwa substrat antimikroba yang dihasilkan stabil pada kisaran pH 3 sampai pH 9. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba yogurt probiotik stabil di dalam lambung yang mencapai kisaran pH 3-3,5. Substrat antimikroba dalam yogurt probiotik susu kambing PESA diidentifikasikan sebagai asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Populasi E. coli di dalam kolon memberikan efek positif terhadap kesehatan dengan mengurangi produksi senyawa karsinogen dalam tubuh. Mitsuoka (1978) menyatakan bahwa jumlah E. coli sebesar 105-108 cfu/g feses dapat menghasilkan senyawa putrefaktif (NH3, H2S, amin, fenol, indole) karsinogen, toksin yang dapat menyebabkan diare, konstipasi, hipertensi dan kanker. Selain itu Surono (2004) menyatakan bahwa bakteri probiotik dapat memberikan efek terhadap sistem imun yaitu dengan meningkatkan sel limfosit dalam memproduksi IgA dan penurunan kemampuan rotavirus untuk menempel dalam saluran pencernaan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian yogurt sinbiotik nyata meningkatkan populasi bakteri Bifidobacterium longum dan Lactobacillus acidophilus yang memberikan efek positif menekan bakteri patogen yang ditunjukkan oleh populasi E. coli yang lebih rendah dibandingkan kontrol dan perlakuan probiotik. Populasi bakteri probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap performa tikus, namun secara numerik performa tikus yang diberi perlakuan yogurt sinbiotik nyata lebih baik dari performa tikus kontrol dan tikus perlakuan probiotik. Penghentian pemberian yogurt sinbiotik selama 14 hari menunjukkan respon menurunnya populasi L. acidophilus dan B. Longum di dalam kolon. Populasi di dalam kolon sama dengan populasi masa adaptasi. Hal ini menunjukkan penghentian pemberian yogurt mengembalikan populasi bakteri seperti populasi tanpa pemberian yogurt sinbiotik susu kambing PESA. Performa tikus yang dihentikan pemberian yogurt sinbiotiknya selama 14 hari menunjukkan performa kurang baik dibandingkan performa tikus perlakuan yogurt sinbiotik selama 42 hari tanpa penghentian. Hal ini didasarkan pada konsumsi dan konversi pakan yang lebih tinggi dari perlakuan sinbiotik selama 42 hari tetapi, setara dengan konsumsi dan konversi tikus masa adaptasi. Saran Penelitian lebih lanjut mengenai metode enkapsulasi bakteri probiotik yogurt sinbiotik sangat disarankan. Hal ini bertujuan agar prebiotik hanya digunakan di dalam saluran pencernaan untuk meningkatkan populasi probiotik. Penelitian stabilitas bakteri probiotik di dalam saluran pencernaan dengan pola pemberian yang tidak kontinyu serta studi in vivo tentang kemampuan pelekatan dan kolonisasi bakteri probiotik perlu dilakukan. UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil‘alamin puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga serta hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Ayah Ikhsan Soedarno dan Ibu Nining Suningrat (Alm) serta Ibu Sri atas ketulusan hati, kasih sayang dan pengorbanan baik materi, doa, motivasi, dan perhatian yang tiada henti diberikan. Kepada saudara dari penulis Riki Sutrisno dan Gita Try Lestari yang selalu memberikan keceriaan ditengah kejenuhan. Kepada Aris Rudito, SE dan Betty Subrata atas perhatian dan motivasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA dan Dr. Ir. Komang G. Wiryawan sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan, semangat dan doa yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Irma Isnafia Arief, S. Pt., M. Si. dan Dr. Despal, S. Pt., M.Sc. Agr. atas masukan dan saran selama ujian sidang. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Ir. Tantan R. Wiradarya sebagai pembimbing akademik yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak A2 yang telah mendanai penelitian ini. Tim PiFOS (Rizky P, Dian P, Yani S, Ria W dan Bowo), Desi, Pera, Pipit, Asti, Ani, Neneng dan tim Jelly atas kerjasama, dukungan, persahabatan, kekompakan dan keceriaan selama ini. Ibu Ika, Ibu Pipih, Bapak Ilyas, Bapak Romli dan kepada seluruh dairy crew atas segala bantuan selama penelitian. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang telah membantu selama penelitian. Kesempurnaan hakiki hanya milik Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan pengetahuan, informasi, dan manfaat bagi semua. Bogor, Mei 2008 Penulis DAFTAR PUSTAKA Alm, L. 1991. The Theurapeutic Effect Of Various Culture-an Overview. In : Theurapeutic Properties Of Fermented Milks. R. K. Robinson (ed.). Elsevier Applied Science Publishers, England. AOAC. 1984. Official Method of Analysis. 12th edition. Assosiation of Opfficial Analytical Chemist, Washington DC. Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Satu Gunungbudi, Bogor. Anggorodi R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia, Jakarta. Blackburn, C. W. dan P.J. McClure. 2002. Foodborne Pathogens Hazards, Risk, Analysis and Control. Woodhead Publishing Limited. Cambridge, England. Brakely, J. dan H. B. David. 1999. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan : H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Daud, M. 2005. Performan dan kualitas karkas ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. Pascasarjana. IPB, Bogor. Davidson, R. H., S. E. Duncan., C. R. Hackney., W. N. Eigel and J. W. Boling. 2000. Probiotic culture survival and implications in fermented frozen yogurt characteristics. J. Dairy Sci. 83:666–673. Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan: Idk H. Putra. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Dewan Standarisasi Nasional. SNI 01-2981-1992. Yogurt. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Mutu Produk Susu dan Olahannya. SNI 01-3141-1998. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. Fooks, L. J., R. Fuller and G. R. Gibson. 1999. Prebiotics, probiotics and human gut microbiology. Probiotica 9 : 2 – 7. Fuller, R. 1989. Probiotics in man and animals. Journal Applied Bacteriol 66 : 365378. Gibson, G. R. and R. Fuller. 1998. The Role of probiotics and prebiotics in the functional food concept. In : Sadler, M. J. dan M. Saltmash. Functional Foods, The Consumers, The Products and The Evidence. British Nutrition Foundation P: 3 – 13. Hoier, E. 1992. Use probiotic starter culture in dairy products. Food Australia (44) 9: 418-420. Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A. Sneath, J.T. Staley dan S.T. Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th Ed.Williams and Wilkins, Baltimore, USA. Jin, L. J., Y. W. Ho, N. Abdullah, H. Kodo, and S. Jalaludin, 1997. Studies on the intestinal microflora of chicken under tropical condition, J. Animal Sci. 5:495504. Kaplan, H. and R. W. Hutkins. 2000. Fermentation of fructooligosaccharides by lactic acid bacteria and bifidobacteria. Appl. Environ. Microbiol. 66(6) : 2682 – 2684. Malole, M. B. M. dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Manning, T. S. and G. R. Gibson. 2004. Prebiotics. best practice clinical gastroenterology. Vol(18) No.2 pp. 287-298. Mitsuoka, T. 1978. Intestinal Bacteria and Health, Japan: Harcourt Brace Javanovich. Mizutani, T. 1992. The Relationship between microorganisms and the physiology of ageing. In : Nakazawa, Y. dan A. Hosono (Eds.). 1992. Function of Fermented Milk : challenges for the Health Sciences. Elsevier science. Publisher Ltd., University Press, Cambrigde. Moeljanto, R. D. dan B. T. W. Wiraya. 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing Susu Terbaik dari Hewan Ruminansia. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta. Molin, G., B. Jeppsson, M.L. Johansson, S. Ahrne, S. Naboek, M. Stahl and S. Bergmark. 1993. Numerical taxonomy of Lactobacillus spp. Associated with healty and diseased mucosa of human instestines. J. Appl. Bacteriology. 74:314-323. Muchtadi, D.S., N.S. Palupi dan M. Astawan. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Najmuddin, A. 2006. Aktivitas antimikroba yogurt probiotik dari susu kambing Saanen dan PESA (persilangan peranakan Etawa dan Saanen) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nakazawa, Y. and A. Hosono. 1992. Functions of Fermented Milk Challengs for The Health Science. Elsevier Science Publisher Ltd, Univesity Press, Cambrigde. Nebra, Y. and A. R. Blanch. 1999. A new selective medium for Bifidobacterium bifidum. Journal Applied and Environ. Microbiol., 65 (11) : 5173-5176. Parakkarsi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia, Indonesia. Rahman, A., S. Fardiaz., W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Penerbit Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Safitri, Y. 2007. Identifikasi dan uji stabilitas substrat antimikroba dalam yogurt probiotik susu kambing Peranakan Etawah dan Saanen (PESA). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Salminen, S. and A. V. Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria : Mcrobiology and Funcional Aspects. 2nd edition. Marcel Dekker Inc, New York. Salminen.S., M. A. Deighton, Y. Benno, and S. L. Gorbach, 1998. Lactic Acid Bacteria In Health and Disease. In : Salminen, S. dan A. V. Wright. 1998. Lactic Acid Bacteria : Mcrobiology and Funcional Aspects. 2nd edition. Marcel Dekker Inc, New York. Shah, N. P. and L. Ly. 1999. Bacteriocin produced by S. thermophilus against Bifidobacterium species. Biosci. Microflora. Siswono. 2002. Probiotik Bakteri Pencegah Ragam Penyakit. http//www.mediaindo.co.id/arsip/arc0-2002.html-25[12 Januari 2008]. Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Perbiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia-Press, Jakarta. Sulistiyani, Iis. 2003. Gambaran mikroskopis dan luas permukaan vili usus halus ayam broiler setelah pemberian probiotik dan Bioinsektisida Bacillus thuringiensis dan Beauveria bassiana per oral. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB, Bogor. Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT. Tri Cipta Karya, Jakarta. Takahashi, T., T. Oka, H. Iwana, T. Kuwata, and Y. Yamato. 1993. Immune respone of mice to orally administered lactic acid bacteria. Bosci. Biotech. Biochem. 57: 1557-1560. Tamime, A.Y. dan R.K. Robinson. 1999. Yoghurt : Science and Technology. 2nd Edition. Woodhead Publishing, Ltd. Cambridge, England. Trenev, N. 2000. Probiotics : Natures Internal Healers. SCD Weblibrary (www.scdiet.org). Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press, Yogyakarta. Yuguhci, H., T. Goto, and S. Okonogi. 1992. Fermented milks, lactic drinks, and instestinal microflora. In : Nakazawa, Y. dan A. Hosono (Eds.). 1992. Function of Fermented Milk : Challenges for the Health Sciences. Elsevier science. Publisher Ltd., University Press, Cambrigde. LAMPIRAN Lampiran 1. Formula MRS – IM Persiapan Agar Tryptone 10 g Yeast extract 5 g Tween 80 1 g di-Potasium hydrogen phosphate 2,6 g Sodium acetate 3 H2O 5 g di-Ammonium hydrogen citrate 2 g Magnesium sulphate 7 H2O 0,2 g Manganase (II) sulphate H20 0,05 g Agar 13 g Pembuatan Agar Semua bahan dimasukkan dalam aquades 1000 ml, kemudian dicampur. Bahan MRS – IM disterilkan pada suhu 1210 C selama 15 menit. Lampiran 2. MRS – IM dengan penambahan Maltosa Persiapan Bahan Maltosa 20% : Maltosa 20 g Aquades 100 ml Bahan maltosa 20% dicampur kemudian disterilkan dengan cara filtrasi menggunakan kertas saring 0,45 µm. Pembuatan MRS – IM dengan penambahan maltosa dilakukan dengan cara pencampuran 1000 ml MRS – IM dengan 100 ml maltosa 20% steril. Pencampuran dilakukan pada suhu 470 C ± 10 C. Lampiran 3. MRS – IM dengan penambahan Glukosa dan Solusi A, B dan C MRS – IM dengan penambahan glukosa dan solusi A, B dan C merupakan campuran dari 1000 ml MRS – IM ditambah 100 ml glukosa 20%, 5 ml solusi A, 10 ml solusi B dan 5 ml solusi C dalam keadaan steril. Persiapan Bahan Glukosa 20% : Glukosa 20 g Aquades 100 ml Bahan glukosa yang telah dicampur kemudian disterilkan dengan cara filtrasi menggunakan kertas saring 0,45 µm. Persiapan Bahan Solusi A : Dichloxallin 10 mg Aquades 100 ml Bahan solusi A yang telah dicampur kemudian disterilkan dengan cara filtrasi menggunakan kertas saring 0,45 µm. Persiapan Bahan Solusi B : LiCl 2 mg Aquades 18 ml Bahan solusi B yang telah dicampur kemudian disterilkan dengan cara filtrasi menggunakan kertas saring 0,45 µm. Persiapan Bahan Solusi C : Cysteine hydrochloride 10 mg Aquades 100 ml Lampiran 4. Analisis Ragam Rataan Konsumsi Ransum Tikus Betina Sumber Keragaman Perlakuan Error db 2 6 Jumlah Kuadrat 7,212 4,210 Total 8 11,421 Keterangan : Kuadrat Tengah 3,606 0,702 F Hitung F0,05 5,14 5,143 db = derajat bebas; F hitung = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); *=berbeda nyata (F hitung < F tabel) Lampiran 5. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Tikus Betina Sumber Keragaman Perlakuan Error db 2 6 Jumlah Kuadrat 1,168 2,005 Total 8 3,172 Keterangan : Kuadrat Tengah 0,548 0,33 F Hitung F0,05 1,75 5,143 db = derajat bebas; F hitung = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); *=berbeda nyata (F hitung < F tabel) Lampiran 6. Analisis Ragam Rataan Konversi RansumTikus Betina Sumber Keragaman Perlakuan Error db 2 6 Jumlah Kuadrat 16,91 14,91 Total 8 31,10 Keterangan : Kuadrat Tengah 8,46 2,36 F Hitung F0,05 3,58 5,143 db = derajat bebas; F hitung = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); *=berbeda nyata (F hitung < F tabel) Lampiran 7. Analisis Ragam Rataan Bobot Badan Akhir Tikus Betina Sumber Keragaman Perlakuan Error db 2 6 Jumlah Kuadrat 2520 4365 Total 8 6885 Keterangan : Kuadrat Tengah 1260 727 F Hitung F0,05 1,73 5,143 db = derajat bebas; F hitung = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); *=berbeda nyata (F hitung < F tabel) Lampiran 8. Analisis Ragam Rataan Populasi Bifidobacterium longum di dalam Kolon Tikus Betina Sumber Keragaman Perlakuan Error db 2 6 Jumlah Kuadrat 12,948 2,105 Total 8 15,054 Keterangan : Kuadrat Tengah 6,474 0,351 F Hitung F0,01 18,45 10,925* db = derajat bebas; F hitung = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01); *=berbeda nyata (F hitung < F tabel) Lampiran 9.Uji Lanjut Tukey Populasi Bifidobacterium longum di dalam Kolon Tikus Betina Perlakuan Kontrol N 3 Rataan 9,113 Huruf A Probiotik 3 8,783 A Sinbiotik 3 11,477 B Lampiran 10. Analisis Ragam Rataan Populasi Lactobacillus acidophilus di dalam Kolon Tikus Betina Sumber Keragaman Perlakuan Error db 2 6 Jumlah Kuadrat 7,312 2,993 Total 8 10,305 Keterangan : Kuadrat Tengah 3,656 0,499 F Hitung F0,05 7,33 5,143* db = derajat bebas; F hitung = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); *=berbeda nyata (F hitung < F tabel) Lampiran 11.Uji Lanjut Tukey Populasi Lactobacillus acidophilus di dalam Kolon Tikus Betina N 3 Rataan 9,563 Huruf A Probiotik 3 9,283 A Sinbiotik 3 11,320 B Perlakuan Kontrol Lampiran 12. Analisis Ragam Rataan Populasi Escherichia coli di dalam Kolon Tikus Betina Sumber Keragaman Perlakuan Error db 2 6 Jumlah Kuadrat 5,911 3,462 Total 8 9,373 Keterangan : Kuadrat Tengah 2,955 0,577 F hitung F0,05 5,12 5,143* db = derajat bebas; F hitung = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data; F0,05= hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05); * = berbeda nyata ( F hitung < F tabel) Lampiran 13.Uji Lanjut Tukey Populasi Escherichia coli di dalam Kolon Tikus Betina Perlakuan Kontrol N 3 Rataan 7,4833 Huruf A Probiotik 3 7,1633 A Sinbiotik 3 5,6267 B Lampiran 14. Analisis Proximat Pakan Pellet Starter Broiler 511 Kandungan Bahan kering Kadar air Abu Protein kasar Serat kasar Lemak BETN Jumlah (%) 88,67 11,33 5,78 21,15 4,67 3,5 53,57