POLITIK DAN DEMOKRASI DALAM PANDANGAN AGAMA BUDDHA DISUSUN OLEH TEJO ISMOYO SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA (STIAB) JINARAKKHITA BANDAR LAMPUNG 2008 PENGERTIAN POLITIK Politik adalah “Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan; segala urusan dan tindakan kebijaksanaan, siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain” (Anwar, 2002:360) PENGERTIAN DEMOKRASI Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno (Athena) pada abad ke-5 SM. Negara tersebut merupakan sebagai contoh awal dari sebuah sistim yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi politik telah berevolusi sejak abad ke 18, bersamaan dengan perkembangan sistim demokrasi di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih dikenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, “Demokrasi sebagai asas yang fudamental ... kenegaraan yang secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyengarakan negara sebagai organisasi tertinggi” (Mahfud dalam Hidayatullah, 2000:161). Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitan pembagian kekuasaan dalam suatu negara, dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Para ahli demokrasi yang membagi kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) SEJARAH POLITIK AGAMA BUDDHA Keterlibatan Sang Buddha dalam pengendalian politik terlihat pada saat suku Koliya dan Sakya akan berperang demi penggunaan air sungai, Sang Buddha membujuk mereka agar tidak melakukannya. Saat raja Ajattasattu mencoba menaklukkan suku Vajji, Sang Buddha menyampaikan pesan dengan cara melakukan percakapan dengan Ananda di depan menteri raja Ajattasattu, bahwa suku Vajji tidak dapat ditaklukkan. Dengan demikian Sang Buddha meyakinkan Raja untuk membatalkan Rencananya. POLITIK MENURUT AGAMA BUDDHA Politik dan kekuasaan di dalam Buddhist dipahami seperti sebuah kereta yang tergantung kepada kedua rodanya, yakni roda kekuasaan (anacakka) dan roda kebenaran (dhammacakka). Bila roda kekuasaan tidak dikendalikan oleh penguasa dengan baik, maka akan menjadi kekuasaan yang korup, dan dalam kondisi ini Sangha atau komunitas spiritual, harus mengimbanginya dengan roda kebenaran. Agama Buddha menjaga jarak terhadap politik ”Buddha tidak berusaha mempengaruhi kekuasaan politik untuk menyiarkan ajaranya, tidak juga mengijinkan ajaranya disalah gunakan untuk menguasai kekuasaan politik” (Wijaya-Mukti, 2003:491). DEMOKRASI MENURUT AGAMA BUDDHA Sangha merupakan kunci dari prinsip-prinsip demokrasi di dalam Buddhis (Johan, 2004). Sangha sendiri merupakan wujud dari demokrasi (Johan, 2004). Istilah ini telah ada sejak sebelum zaman Buddha. Sangha merupakan sebuah bentuk dari republik, suatu organisasi demokratis yang berlaku di salah satu negara kecil di India Utara. Sangha para bhikkhu yang didirikan Buddha merupakan tiruan dari sistem yang ada saat itu dalam bentuk yang paling maju. Sangha terbuka untuk siapa saja, baik lakilaki perempuan, kelas atas maupun bawah. WUJUD DEMOKRASI MENURUT AGAMA BUDDHA Raja Asoka Wardhana (300-232 SM) telah mendekritkan toleransi umat beragama yang pertama di dunia, sebagai bentuk bahwa setiap agama harus bersikap toleransi yang sangat penting untuk berdemokrasi. Isi pilar Raja Asoka Wardhana yaitu: ”Bilamana kita menghormati agama kita sendiri, janganlah kita mencemoh dan menghina agama lainnya, Seharusnya kita menghargai pula agama-agama lainnya. Dengan demikian agama kita akan jadi berkembang, disamping itu kita juga memberikan bantuan bagi agama-agama lainnya. Siapa yang menghormati agamanya sendiri tetapi menghina agamaagama lainnya dengan pikiran bahwa dengan berbuat demikian ia merasa telah melakukan hal-hal yang baik bagi agamanya sendiri maka sebaliknya hal ini akan memberikan pukulan kepada agamanya dengan serius”. Sekian KESIMPULAN • Negara-negara didunia dalam menjalankan roda pemerintahanya selalu berpolitik, akan tetapi tidak semua negara menjalankan demokrasi. Agama Buddha menjaga jarak terhadap politik ”Buddha tidak berusaha mempengaruhi kekuasaan politik untuk menyiarkan ajaranya, tidak juga mengijinkan ajaranya disalah gunakan untuk menguasai kekuasaan politik” (WijayaMukti, 2003:491). • Berbeda dengan demokrasi, dalam pandangan agama Buddha sangat fudamental hal ini sejalan dengan Pancasila, karena lebih mengedepankan tujuan yang ingin dicapai dalam berdemokrasi yang tidak bertentangan dengan dharma tentunya yang tidak merugikan berbagai macam sisi seperti individu, maupun orang lain. THANKS YOU